Anda di halaman 1dari 24

Program Puskesmas Mengenai Pemberantasan Penyakit Demam

Berdarah Dengue
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat
Pendahuluan
Penyakit demam berdarah dengue atau yang disingkat sebagai DBD adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti betina
lewat air liur gigitan saat menghisap darah manusia. Selama nyamuk Aedes aigypti tidak
terkontaminasi virus dengue maka gigitan nyamuk dbd tersebut tidak berbahaya. Jika nyamuk
tersebut menghisap darah penderita DBD maka nyamuk menjadi berbahaya karena bisa
menularkan virus dengue yang mematikan. Untuk itu perlu pengendalian nyamuk jenis aedes
aegypti agar virus dengue tidak menular dari orang yang satu ke orang yang lain.
Demam berdarah dengue
Penyakit demam berdarah dengue umumnya ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti (meskipun juga dapat ditularkan oleh Aedes albopictus yang hidup di kebun).
Nyamuk ini mendapat virus dengue pada waktu mengisap darah penderita penyakit demam
berdarah dengue atau orang tanpa gejala sakit yang membawa virus itu dalam darahnya
(carier). Virus dengue memperbanyak diri dan menyebar keseluruh tubuh nyamuk, termasuk
ke kelenjar liurnya. Jika nyamuk ini menggit orang lain, maka virus dengue akan dipindahkan
bersama air liur nyamuk. Dalam waktu kurang dari 7 hari orang tersebut menderita sakit
demam berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan akan
berada dalam darah selama 1 minggu.
Orang yang kemasukan virus dengue tidak semuanya akan sakit demam berdarah
dengue. Ada yang demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya, atau bahkan ada yang
sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus dengue selama 1
minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain di berbagai wilayah yang ada nyamuk
penularnya. Seluruh wilayah mempunyai risiko untuk kejangkitan penyakit demam berdarah
dengue, namun tempat yang potensial bagi penyebaran penyakit adalah desa rawan dan
tempat umum.
Nyamuk penular demam berdarah dengue terutama adalah Aedes aegypti.1
a. Sifat-sifat nyamuk Aedes aegypti:
- Berwarna hitam dengan gelang-gelang (loreng) putih pada tubuhnya, dengan bercakbercak putih di sayap dan kakinya. Berkembang biak di tempat penampungan air yang

tidak beralaskan tanah seperti bak mandi/wc, tempayan, drum dan barang-barang yang
menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung dan
-

lain-lain.
Kadang-kadang juga di pelepah daun, lobang pohon, lobang pagar pipa/bambu, lobang

pipa tiang bendera, dan genangan air di talang atap rumah dan lain-lain.
Biasanya menggigit pada siang hari.
Nyamuk betina membutuhkan darah manusia untuk mematangkan telurnya agar dapat

b.

meneruskan keturunannya.
Kemampuan terbangnya 100 meter.
Daur hidup:1
Nyamuk betina meletakkan telur di tempat perkembang-biakannya.
Dalam beberapa hari telur menetas menjadi jentik, kemudian berkembang menjadi
kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk (perkembang-biakan dari telur-jentik-

kepompong-nyamuk membutuhkan waktu 7-10 hari).


Dalam tempo 1-2 hari nyamuk yang baru menetas ini (yang betina) akan menggigit

(mengisap darah) manusia dan siap untuk melakukan perkawinan dengan nyamuk jantan.
Setelah mengisap darah, nyamuk betina beristirahat sambil menunggu proses pematangan
telurnya. Tempat beristirahat yang disukai adalah tumbuh tumbuhan atau benda
tergantung di tempat yang gelap dan lembab, berdekatan dengan tempat perkembang

biakannya.
Siklus mengisap darah dan bertelur ini berulang setiap 3-4 hari.
Bila mengisap darah seorang penderita demam berdarah dengue atau carrier, maka

nyamuk ini seumur hidupnya dapat menularkan virus itu.


Umur nyamuk betina rata-rata 2-3 bulan

Tanda tanda demam berdarah dengue


Penderita penyakit demam berdarah dengue pada umumnya disertai tanda-tanda
sebagai berikut:1
a. Hari pertama sakit: panas mendadak terus-menerus, badan lemah/lesu. Pada tahap ini sulit
dibedakan dengan penyakit lain.
b. Hari kedua atau ketiga: timbul bintik-bintik perdarahan, lebam, atau ruam pada kulit
muka, dada, lengan, atau kaki dan nyeri ulu hati. Kadang-kadang mimisan, berak darah
atau

muntah darah. Bintik perdarahan mirip dengan bekas gigitan nyamuk. Untuk

membedakannya kulit diregangkan; bila hilang bukan tanda penyakit demam berdarah
dengue.
c. Antara hari ketiga sampai ketujuh, panas turun secara tiba-tiba. Kemungkinan yang
selanjutnya:
1) Penderita sembuh, atau
2) Keadaan memburuk yang ditandai dengan gelisah, ujung tangan dan kaki dingin, banyak
mengeluarkan keringat. Bila keadaan berlanjut, terjadi renjatan (lemah lunglai, denyut nadi
lemah atau tak teraba). Kadang-kadang kesadarannya menurun.
2

Pemberantasan penyakit demam berdarah dengue


Upaya pemberantasan penyakit demam berdarah dengue dilaksanakan dengan cara
tepat guna oleh pemerintah dengan peran serta masyarakat yang meliputi: (1) pencegahan, (2)
penemuan, pertolongan dan pelaporan, (3) penyelidikan epidemiologi dan pengamatan
penyakit demam berdarah dengue, (4) penanggulangan seperlunya, (5) penanggulangan lain
dan (6) penyuluhan.
1.
PENCEGAHAN
Pencegahan dilaksanakan oleh masyarakat di rumah dan tempat umum dengan melakukan
Pemberantasan sarang Nyamuk (PSN) yang meliputi:
a. menguras tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali, atau
menutupnya rapat-rapat.
b. Mengubur barang bekas yang dapat menampung air
c. Menaburkan racun pembasmi jentik (abatisasi)
d. Memelihara ikan
e. Cara-cara lain membasmi jentik.
2. PENEMUAN, PERTOLONGAN DAN PELAPORAN
Penemuan, pertolongan dan pelaporan penderita penyakit demam berdarah dengue
dilaksanakan oleh petugas kesehatan dan masyarakat dengan cara-cara sbb:
a. Keluarga yang anggotanya menunjukkan gejala penyakit demam berdarah dengue
memberikan pertolongan pertama (memberi minum banyak, kompres dingin dan obat
penurun panas yang tidak mengandung asam salisilat) dan dianjurkan segera
memeriksakan kepada dokter atau unit pelayanan kesehatan.
b. Petugas kesehatan melakukan pemeriksaan, penentuan diagnosa dan pengobatan atau
perawatan sesuai dengan keadaan penderita dan wajib melaporkan kepada puskesmas.
c. Kepala keluarga diwajibkan segera melaporkan kepada lurah/kepala desa melalui kader,
ketua RT/RW, Ketua Lingkungan/Kepala Dusun.
d. Kepala asrama, ketua RT/RW, Ketua Lingkungan, Kepala Dusun yang mengetahui
adanya penderita/tersangka diwajibkan untuk melaporkan kepada Puskesmas atau melalui
lurah/kepala desa.
e. Lurah/Kepala Desa yang menerima laporan, segera meneruskannya kepada puskesmas.
f. Puskesmas yang menerima laporan wajib melakukan penyelidikan epidemiologi dan
pengamatan penyakit.
3. PENGAMATAN PENYAKIT DAN PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
a. pengamatan penyakit dilaksanakan oleh Puskesmas yang menemukan atau menerima
laporan penderita tersangka untuk:
- Memantau situasi penyakit demam berdarah dengue secara teratur sehingga kejadian
luar biasa dapat diketahui sedini mungkin
- Menentukan adanya desa rawan penyakit demam berdarah dengue.
b. Penyelidikan epidemiologi dilaksanakan oleh petugas kesehatan dibantu oleh masyarakat,
untuk mengetahui luasnya penyebaran penyakit dan langkah-langkah untuk membatasi
penyebaran penyakit sebagai berikut:
3

Petugas Puskesmas melakukan penyelidikan epidemiologi.


Keluarga penderita dan keluarga lain disekitarnya membantu kelancaran pelaksanaan

penyelidikan.
Kader, Ketua RT/RW, Ketua lingkungan, Kepala Dusun, LKMD, membantu petugas
kesehatan dengan menunjukkan rumah penderita/tersangka dan mendampingi petugas

kesehatan dalam pelaksanaan penyelidikan epidemiologi.


Kepala Puskesmas melaporkan hasil penyelidikan epidemiologi dan adanya kejadian
luar biasa kepada Camat dan Dinas Kesehatan Dati II, disertai rencana

penanggulangan seperlunya.
4. PENANGGULANGAN SEPERLUNYA
a. Penanggulangan seperlunya dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu oleh masyarakat
untuk membatasi penyebaran penyakit.
b. Jenis kegiatan yang dilakukan disesuaikan dengan hasil penyelidikan epidemiologi sebagai
berikut:
1) Bila:
- ditemukan penderita/tersangka demam berdarah dengue lainnya atau
- ditemukan 3 atau lebih penderita panas tanpa sebab yang jelas dan ditemukan jentik
dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus interval 1 minggu) disertai penyuluhan di
rumah penderita/tersangka dan sekitarnya dalam radius 200 meter dan sekolah yang
bersangkutan bila penderita/tersangka adalah anak sekolah.
2) Bila terjadi Kejadian Luar Biasa atau wabah, dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus
dengan interval 1 minggu) dan penyuluhan di seluruh wilayah yang terjangkit.
3) Bila tidak ditemukan keadaan seperti di atas, dilakukan penyuluhan di RW/Dusun yang
bersangkutan.
c. Langkah Kegiatan
1) Pertemuan untuk musyawarah masyarakat desa dan RW/Lingkungan/Dusun
2) Penyediaan tenaga untuk pemeriksa jentik dan penyuluhan untuk dilatih
3) Pemantauan hasil pelaksanaan di tiap RW/lingkungan/Dusun
Permasalahan demam berdarah dengue
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan
masyarakat dan endemis di hampir seluruh kota/Kabupaten di ndonesia. Sejak ditemukan
pertama kali pada tahun 1968 hingga saat ini jumlah kasus DBD dilaporkan meningkat dan
penyebarannya semakin meluas mencapai seluruh provinsi di Indonesia. Penyakit ini
seringkali menimbulkan KLB di beberapa daerah endemis tinggi DBD.2
Insiden Rate DBD per 100.000 penduduk dan Case Fatality Rate (CFR) di Indonesia
tahun 2005 2010. Sejak tahun 2005, nampak adanya kecenderungan penurunan CFR DBD.
Sedikit peningkatan nampak pada tahun 2009. Kecenderungan penurunan tersebut tidak
4

nampak pada IR DBD per 100.000 penduduk. IR DBD sejak 2006 hingga 2010 cenderung
fluktuatif. Pada tahun 2010 jumlah kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 155.777 penderita
(IR: 65,57/100.000 penduduk) dengan jumlah kematian sebanyak 1.358 (CFR 0,87 %).
Peningkatan kasus dan KLB DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Belum ada obat anti virus untuk mengatasi infeksi virus Dengue, maka memutus rantai
penularan, pengendalian vektor DBD dianggap yang terpenting saat ini.
b. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pengendalian DBD, terutama pada kegiatan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) meskipun pada umumnya pengetahuan tentang
DBD dan cara-cara pencegahannya sudah cukup tinggi.
c. Kurangnya jumlah dan kualitas SDM pengelola program DBD di setiap jenjang
administrasi
d. Kurangnya kerjasama serta komitmen lintas program dan lintas sektor dalam
pengendalian DBD,
e. Sistem pelaporan dan penanggulangan DBD yang terlambat dan tidak sesuai dengan
standard operasional prosedur (SOP),
f. Banyak faktor yang berhubungan dengan peningkatan kejadian DBD dan KLB yang sulit
atau tidak dapat dikendalikan seperti, kepadatan penduduk/pemukiman, urbanisasi yang
tidak terkendali, lancarnya transportasi (darat ,laut dan udara), serta keganasan (virulensi)
virus dengue.
g. Perubahan iklim (climate change) yang cenderung menambah jumlah habitat vektor DBD
menambah risiko penularan.
h. Infrastruktur penyediaan air bersih yang tidak memadai
i. Letak geografis Indonesia di daerah tropik mendukung perkembangbiakan vektor dan
pertumbuhan virus.
Epidemiologi Demam Berdarah Dengue
1. Gambaran Epidemiologi
a. Pengertian Epidemiologi
Epidemiologi penyakit Dengue adalah ilmu yang mempelajari tentang kejadian dan
distribusi dan frekuensi penyakit Dengue (DD/DBD/SSD) menurut variabel epidemiologi
(orang, tempat dan waktu) dan berupaya menentukan faktor resiko terjadinya kejadian itu di
kelompok populasi. Distribusi yang dimaksud diatas adalah distribusi orang, tempat dan
waktu; sedangkan frekuensi dalam hal ini adalah Insidens, CFR, dll. Determinan faktor risiko
berarti faktor yang mempengaruhi risiko atas terjadinya penyakit DD/DBD/SSD.1
b. Sejarah
KLB Dengue pertama kali terjadi tahun 1653 di Frech West Indies (Kepulauan Karibia),
meskipun penyakitnya sendiri sudah telah dilaporkan di Cina pada permulaan tahun 992 SM.
5

Di Australia serangan penyakit DBD pertama kali dilaporkan pada tahun 1897, serta di Italia
dan Taiwan pada tahun 1931. KLB di Filipina terjadi pada tahun 1953-1954, sejak saat itu
serangan penyakit DBD disertai tingkat kematian yang tinggi melanda beberapa negara di
wilayah Asia Tenggara termasuk India, Indonesia, Kepulauan Maladewa, Myanmar,
Srilangka, Thailand, Singapura, Kamboja, Malaysia, New Caledonia, Filipina, Tahiti dan
Vietnam. Selama dua puluh tahun kemudian, terjadi peningkatan kasus dan wilayah
penyebaran DBD yang luar biasa hebatnya, dan saat ini KLB muncul setiap tahunnya di
beberapa negara di Asia Tenggara.
2. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit Dengue adalah Arthrophod borne virus, famili Flaviviridae, genus
flavivirus.Virus berukuran kecil (50 nm) ini memiliki single standard RNA. Virion-nya terdiri
dari nucleocapsid dengan bentuk kubus simetris dan terbungkus dalam amplop lipoprotein.
Genome (rangkaian kromosom) virus Dengue berukuran panjang sekitar 11.000 dan
terbentuk dari tiga gen protein struktural yaitu nucleocapsid atau protein core (C),
membrane-associatedprotein (M) dan suatu protein envelope (E) serta gen protein non
struktural (NS).2
Terdapat empat serotipe virus yang disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Ke
empat serotipe virus ini telah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Hasil penelitian di
Indonesia menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan
merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2, Dengue-1 dan
Dengue-4. Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe tersebut diatas, akan
menyebabkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang bersangkutan. Meskipun
keempat serotipe virus tersebut mempunyai daya antigenis yang sama namun mereka berbeda
dalam menimbulkan proteksi silang meski baru beberapa bulan terjadi infeksi dengan salah
satu dari mereka.
3. Distribusi Penyakit
a. Situasi Global
Berbagai serotipe virus Dengue endemis di beberapa negara tropis. Di Asia, virus Dengue
endemis di China Selatan, Hainan, Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, Myanmar, India,
Pakistan, Sri Langka, Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura. Negara dengan
endemisitas rendah di Papua New Guinea, Bangladesh, Nepal, Taiwan dan sebagian besar
6

negara Pasifik. Virus Dengue sejak tahun 1981 ditemukan di Quesland, Australia Utara.
Serotipe Dengue 1,2,3, dan 4 endemis di Afrika. Di pantai Timur Afrika terdapat mulai dari
Mozambik sampai ke Etiopia dan di kepulauan lepas pantai seperti Seychelles dan Komoro.
Saudi Arabia pernah melaporkan kasus yang diduga DBD. Di Amerika, ke-4 serotipe virus
dengue menyebar di Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan hingga Texas (19771997). Tahun 1990 terjadi KLB di Meksiko, Karibia, Amerika Tengah, Kolombia, Bolivia,
Ekuador, Peru, Venezuela, Guyana, Suriname, Brazil, Paraguai dan Argentina.
b. Situasi di Indonesia
Penyakit Dengue pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya. Pada
tahun 2010 penyakit dengue telah tersebar di 33 provinsi, 440 Kab/Kota. Sejak ditemukan
pertama kali kasus DBD meningkat terus bahkan sejak tahun 2004 kasus meningkat sangat
tajam. Kenaikan kasus DBD berbanding terbalik dengan angka kematian (CFR) akibat DBD,
dimana pada awal ditemukan di Surabaya dan Jakarta CFR sekitar 40% kemudian terus
menurun dan pada tahun 2010 telah mencapai 0,87%. Kasus DBD terbanyak dilaporkan di
daerah-daerah dengan tingkat kepadatan yang tinggi, seperti provinsi-provinsi di Pulau Jawa,
Bali dan Sumatera. Insidens Rate (IR) tahun 2010 telah mencapai 65,62/100.000 penduduk
dengan Case Fatality rate 0,87 %.3
4. Penularan dan masa inkubasi
a. Vektor DBD
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes (Ae). Aedes
aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun spesies lain seperti
Ae.albopictus,

Ae.polynesiensis dan Ae.niveus juga dianggap sebagai vektor sekunder.

Kecuali Ae.aegypti semuanya mempunyai daerah distribusi geografis sendiri-sendiri yang


terbatas. Meskipun mereka merupakan host yang sangat baik untuk virus dengue, biasanya
mereka merupakan vektor epidemi yang kurang efisien dibanding Ae.aegypti.
b. Siklus penularan
Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia menghisap darah
dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut (viraemia) yaitu 2 hari sebelum panas
sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi infektif 8-12 hari sesudah mengisap
darah penderita yang sedang viremia (periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selama
hidupnya. Setelah melalui periode inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah nyamuk
7

bersangkutan akan terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit
dan mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah masa
inkubasi di tubuh manusia selama 3 - 4 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul gejala awal
penyakit secara mendadak, yang ditandai demam, pusing, myalgia (nyeri otot), hilangnya
nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya.Viremia biasanya muncul pada saat atau
sebelum gejala awal penyakit tampak dan berlangsung selama kurang lebih 5 hari. Saat-saat
tersebut penderita dalam masa sangat infektif untuk vektor nyamuk yang berperan dalam
siklus penularan, jika penderita tidak terlindung terhadap kemungkinan digigit nyamuk. Hal
tersebut merupakan bukti pola penularan virus secara vertikal dari nyamuk-nyamuk betina
yang terinfeksi ke generasi berikutnya.1
c. Masa inkubasi
Infeksi Dengue mempunyai masa inkubasi antara 2 sampai 14 hari, biasanya 4-7 hari.
d. Host
Virus dengue menginfeksi manusia dan beberapa spesies dari primata rendah. Tubuh
manusia adalah reservoir utama bagi virus tersebut, meskipun studi yang dilakukan di
Malaysia dan Afrika menunjukkan bahwa monyet dapat terinfeksi oleh virus dengue sehingga
dapat berfungsi sebagai host reservoir. Semua orang rentan terhadap penyakit ini, pada anakanak biasanya menunjukkan gejala lebih ringan dibandingkan dengan orang dewasa.
Penderita yang sembuh dari infeksi dengan satu jenis serotipe akan memberikan imunitas
homolog seumur hidup tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi serotipe lain
dan dapat terjadi infeksi lagi oleh serotipe lainnya.
5. Faktor Risiko Penularan Infeksi Dengue
Beberapa faktor yang berisiko terjadinya penularan dan semakin berkembangnya
penyakit DBD adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak memiliki pola tertentu,
faktor urbanisasi yang tidak berencana dan terkontrol dengan baik, semakin majunya sistem
transportasi sehingga mobilisasi penduduk sangat mudah, sistem pengelolaan limbah dan
penyediaan air bersih yang tidak memadai, berkembangnya penyebaran dan kepadatan
nyamuk, kurangnya sistem pengendalian nyamuk yang efektif, serta melemahnya struktur
kesehatan masyarakat. Selain faktor-faktor lingkungan tersebut diatas status imunologi
seseorang, strain virus/serotipe virus yang menginfeksi, usia dan riwayat genetik juga
berpengaruh terhadap penularan penyakit. Perubahan iklim (climate change) global yang
menyebabkan kenaikan rata-rata temperatur, perubahan pola musim hujan dan kemarau juga
8

disinyalir menyebabkan risiko terhadap penularan DBD bahkan berisiko terhadap


munculnya.3

6. Ukuran Epidemiologi
Ukuran (parameter) frekuensi penyakit yang paling sederhana adalah ukuran yang
sekedar menghitung jumlah individu yang sakit pada suatu populasi, ukuran frekuensi
tersebut bermanfaat bagi petugas kesehatan di daerah dalam mengalokasikan dana atau
kegiatan. Ukuran-ukuran epidemiologi yang sering digunakan dalam kegiatan pengendalian
DBD adalah Insidence Rate (IR), Case Fatality Rate (CFR), Attack Rate (AR).
a. Angka Kesakitan/Insiden Rate (IR)
IR adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan kejadian (baru) penyakit populasi. IR
merupakan proporsi antara jumlah orang yang menderita penyakit dan jumlah orang dalam
risiko x lamanya ia dalam risiko.
b. Angka Kematian/Case Fatality Rate (CFR)
CFR adalah angka kematian yang diakibatkan dari suatu penyakit dalam suatu waktu tertentu
dikalikan 100%.
c.

Attack Rate

Ukuran epidemiologi pada waktu terjadi KLB, untuk menghitung kasus pada populasi
berisiko di wilayah dan waktu tertentu.
Surveilans
1. Tujuan Surveilans
Tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk
pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program
kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan
tepat.4
Secara khusus tujuan surveilans DBD adalah :
a. Memantau kecenderungan penyakit DBD
b. Mendeteksi dan memprediksi terjadinya KLB DBD serta penanggulangannya
c. Menindaklanjuti laporan kasus DBD dengan melakukan PE, serta melakukan
9

d. Memantau kemajuan program pengendalian DBD


e. Menyediakan informasi untuk perencanaan pengendalian DBD
f. Pembuatan kebijakan pengendalian DBD.
2. Pengertian
a. Menurut WHO,

Surveillans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan

interpretasi data, serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program, instansi pihak


terkait secara sistematis dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang
membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan
b. Berdasarkan KEPMENKES nomor 1116 tahun 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Surveillans adalah kegiatan analisis secara
sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi
yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah
kesehatan tersebut, agar dapat melakukan tindakan penanggulangan secara efisien dan efektif
melalui proses pengumpulan data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi
kepada penyelenggara program kesehatan.
c. Surveilans Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah proses pengumpulan, pengolahan,
analisis, dan interpretasi data, serta penyebarluasan informasi ke penyelenggara program,
instansi dan pihak terkait secara sistematis dan terus menerus tentang situasi DBD dan
kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit tersebut agar
dapat dilakukan tindakan pengendalian secara efisien dan efektif.
3. Definisi Kasus Operasional
a. Suspek Infeksi dengue ditegakkan bila terdapat 2 kriteria yaitu demam tinggi mendadak
tanpa sebab yang jelas berlangsung selama 2-7 hari dan adanya manifestasi perdarahan:
sekurang-kurangnya uji tourniquet (Rumple Leede) positif.
b. Probable Demam Dengue ialah : demam disertai 2 atau lebih gejala penyerta seperti sakit
kepala, nyeri dibelakang bola mata, pegal, nyeri sendi (athralgia), rash, dan manifestasi
perdarahan,

leucopenia( lekosit < 5000/mm3 ), jumlah trombosit < 150.000/mm3 dan

peningkatan hematokrit 5 - 10% atau pemeriksaan serologis Ig M positif.


c. Demam Berdarah Dengue(DBD) ialah demam 2 - 7 hari disertai dengan manifestasi
perdarahan, Jumlah trombosit < 100.000 /mm3, adanya tanda tanda kebocoran plasma
(peningkatan hematokrit 20 % dari nilai normal, dan atau efusi pleura, dan atau ascites, dan
10

atau hypoproteinemia/albuminemia) dan atau hasil pemeriksaan serologis pada penderita


tersangka DBD menunjukkan hasil positif atau terjadi peninggian (positif) IgG saja atau IgM
dan IgG pada pemeriksaan dengue rapid test (diagnosis laboratoris).
d. Sindrom Syok Dengue (SSD) ialah kasus DBD yang masuk dalam derajat III dan IV
dimana terjadi kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah,
menyempitnya tekanan nadi ( 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin
dan lembab serta pasien menjadi gelisah sampai terjadi syok berat (tidak terabanya denyut
nadi maupun tekanan darah).
e. Kasus adalah penderita DD, DBD atau SSD.
f. Kewaspadaan dini DBD ialah suatu kewaspadaan terhadap peningkatan kasus dan atau
faktor resiko DBD, seperti: adanya peningkatan populasi nyamuk, penurunan ABJ <95%,
adanya perubahan cuaca, dan peningkatan tempat-tempat perindukan.
g. Laporan kewaspadaan dini DBD adalah laporan adanya peningkatan kasus dan
peningkatan faktor resiko DBD. Laporan kewaspadaan dini dimaksudkan untuk kegiatan
proaktif surveilans.
h. Kecamatan Endemis adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir, setiap tahun ada
penderita DBD
i. Kecamatan Sporadis adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir terdapat penderita
DBD tetapi tidak setiap tahun.
j. Kecamatan Potensial adalah kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir tidak pernah ada
penderita DBD, tetapi penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi yang ramai
dengan wilayah yang lain dan presentase rumah yang ditemukan jentik 5%.
k. Kecamatan Bebas yaitu kecamatan yang tidak pernah ada penderita DBD selama 3 tahun
terakhir dan presentase rumah yang ditemukan jentik kurang dari 5%.
Kegiatan Surveilans epidemiologis demam berdarah dengue (DBD) di puskesmas
meliputi kegiatan pengumpulan dan pencatatan data tersangka DBD untuk melakukan
Penyelidikan Epidemiologi (PE). Pengolahan dan penyajian data penderita DBD untuk
pemantauan KLB berdasarkan; laporan mingguan KLB (W2-DBD); laporan bulanan kasus/
kematian DBD dan program pemberantasan (K-DBD); data dasar perorangan penderita
11

suspek/infeksi dengue DD, DBD, SSD (DP-DBD), penentuan stratifikasi (endemisitas)


desa/kelurahan, distribusi kasus DBD per RW/dusun, penentuan musim penularan, dan
kecenderungan DBD.
Pemberantasan Sarang Nyamuk / PSN-DBD
Pengendalian Vektor DBD yang paling efisien dan efektif adalah dengan memutus
rantai penularan melalui pemberantasan jentik. Pelaksanaannya dimasyarakat dilakukan
melalui upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) dalam
bentuk kegiatan 3 M plus. Untuk mendapatkan hasil yang diharapkan, kegiatan 3M Plus ini
harus dilakukan secara luas/serempak dan terus menerus/berkesinambungan. Tingkat
pengetahuan, sikap dan perilaku yang sangat beragam sering menghambat suksesnya gerakan
ini. Untuk itu sosialisasi kepada masyarakat/ individu untuk melakukan kegiatan ini secara
rutin serta penguatan peran tokoh masyarakat untuk mau secara terus menerus menggerakkan
masyarakat harus dilakukan melalui kegiatan promosi kesehatan, penyuluhan di media masa,
serta reward bagi yang berhasil melaksanakannya.5
a. Tujuan
Mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti, sehingga penularan DBD dapat dicegah atau
dikurangi.
b. Sasaran
Semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD :
Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari
Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-TPA)
Tempat penampungan air alamiah
c.

Ukuran keberhasilan

Keberhasilan kegiatan PSN DBD antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ),
apabila ABJ lebih atau sama dengan 95% diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau
dikurangi.
d.

Cara PSN DBD

12

PSN DBD dilakukan dengan cara 3M-Plus, 3M yang dimaksud yaitu:


Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1)
Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan, dan lain-lain
(M2)
Memanfaatkan atau mendaur ulang barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan
(M3).
Selain itu ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti:
Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya yang sejenis
seminggu sekali.
Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon, dan lain-lain (dengan tanah, dan lainlain)
Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah
yang sulit air
Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/bak-bak penampungan air
Memasang kawat kasa
Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
Menggunakan kelambu
Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk
Cara-cara spesifik lainnya di masing-masing daerah
Keseluruhan cara tersebut diatas dikenal dengan istilah dengan 3M-Plus.
e. Pelaksanaan

13

1) Di rumah : Dilaksanakan oleh anggota keluarga.


2) Tempat tempat umum : Dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk oleh pimpinan atau
pengelola tempat tempat umum.
Fogging
Nyamuk Aedes aegypti dapat diberantas dengan fogging (pengasapan) racun
serangga, termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di rumah tangga.
Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu yang mati hanya
nyamuk (dewasa) saja. Selama jentiknya tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk
yang baru menetas dari tempat perkembang biakannya. Karena itu cara yang tepat adalah
memberantas jentiknya yang dikenal dengan istilah PSN DBD yaitu singkatan dari
Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue.
Fogging tertutup adalah pada saat fogging dilakukan semua pintu dan jendela ditutup
rapat rapat. Dilakukan sekitar jam 7.00 10.00 dan jam 15.00 18.00. Fogging terbuka
adalah pada saat fogging / pengasapan dilakukan semua pintu dan jendela dibuka lebar
lebar. Dilakukan sekitar jam 7.00 10.00 dan jam 15.00 18.00. Fogging fokus adalah
fogging yang dilakukan dititik fokus dan sekitarnya dengan jarak radius 100 m atau 20
rumah sekitarnya. Dilakukan dua siklus dengan jarak seminggu, diikuti abatisasi. Fogging
fokus dilakukan setelah penyelidikan epidemiologi positif.

Penanggulangan kejadian luar biasa


1.

Definisi KLB
Penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) adalah upaya penanggulangan yang meliputi:

pengobatan/perawatan penderita, pemberantasan vektor penular DBD, penyuluhan kepada


masyarakat dan evaluasi/penilaian penanggulangan yang dilakukan di seluruh wilayah yang
terjadi KLB.
Sesuai Permenkes Nomor 1501 tahun 2010 disebutkan 7 kriteria KLB, tetapi untuk
pengendalian DBD hanya ada 3 kriteria yang digunakan yaitu :

14

a. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu (DBD) yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal pada suatu daerah.
b. Jumlah penderita baru (kasus DBD) dalam periode waktu (satu) bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam tahun
sebelumnya.
c. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)kurun waktu
tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan
angka kematian kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
Tujuan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa adalah membatasi penularan DBD,
sehingga KLB yang terjadi di suatu wilayah tidak meluas ke wilayah lainnya. (mengatasi
KLB di wilayah sendiri dan membatasi kasus meluas)
2. Langkah-langkah pelaksanaan penanggulangan KLB
Bila terjadi KLB/wabah, dilakukan penyemprotan insektisida (2 siklus dengan interval 1
minggu), PSN DBD , larvasidasi, penyuluhan di seluruh wilayah terjangkit dan kegiatan
penanggulangan lainnya yang diperlukan, seperti: pembentukan posko pengobatan dan posko
penangggulangan, penyelidikan KLB, pengumpulan dan pemeriksaan spesimen serta
peningkatan kegiatan surveilans kasus dan vektor, dan lain-lain.
a. Pengobatan dan Perawatan Penderita
Penderita DBD derajat 1 dan 2 dapat dirawat puskesmas yang mempunyai fasilitas
perawatan, sedangkan DBD derajat 3 dan 4 harus segera dirujuk ke Rumah Sakit.
b. Pemberantasan Vektor
1) Penyemprotan insektisida (pengasapan / pengabutan)
Pelaksana : Petugas dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas, dan tenaga lain yang telah
dilatih.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit
Sasaran : Rumah dan tempat-tempat umum
Insektisida : Sesuai dengan dosis
Alat : hot fogger/mesin pengabut atau ULV

15

Cara : Fogging/ULV dilaksanakan 2 siklus dengan interval satu minggu (petunjuk fogging
terlampir)
2) Pemberantasan sarang jentik/nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD)
Pelaksana : Masyarakat di lingkungan masing-masing.
Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit dan wilayah sekitarnya yang merupakan satu
kesatuan epidemiologis
Sasaran : Semua tempat potensial bagi perindukkan nyamuk: tempat penampungan air,
barang bekas ( botol aqua, pecahan gelas,ban bekas, dll) lubang pohon/tiang pagar/pelepah
pisang, tempat minum burung, alas pot, dispenser, tempat penampungan air di bawah kulkas,
dibelakang kulkas dsb, di rumah/bangunan dan tempat umum
Cara : Melakukan kegiatan 3 M plus.
Contoh :
Menguras dan menyikat TPA
Menutup TPA
Memanfaatkan atau mendaur ulang barang bekas yang dapat menjadi TPA
PLUS :
- Menaburkan bubuk larvasida
- Memelihara ikan pemakan jentik
- Menanam pohon pengusir nyamuk (sereh, zodia,lavender, geranium)
- Memakai obat anti nyamuk(semprot, bakar maupun oles),
- Menggunakan kelambu, pasang kawat kasa, dll.
- Menggunakan cara lain disesuaikan dengan kearifan lokal.
3) Larvasidasi
Pelaksana : Tenaga dari masyarakat dengan bimbingan petugas puskesmas/dinas kesehatan
kabupaten/kota
16

Lokasi : Meliputi seluruh wilayah terjangkit


Sasaran : Tempat Penampungan Air (TPA) di rumah dan Tempat-Tempat Umum (TTU)
Larvasida : Sesuai dengan dosis
Cara : larvasidasi dilaksanakan diseluruh wilayah KLB
c. Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota bersama Puskesmas.
3. Evaluasi Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)
a. Evaluasi pelaksanaan penanggulangan KLB
Penilaian operasional ditujukan untuk mengetahui persentase (coverage) pemberantasan
vektor dari jumlah yang direncanakan. Penilaian ini dilakukan dengan melakukan kunjungan
rumah secara acak dan wilayah-wilayah yang direncanakan untuk pengabutan, larvasidasi
dan penyuluhan. Pada kunjungan tersebut dilakukan wawancara apakah rumah sudah
dilakukan pengabutan, larvasidasi dan pemeriksaan jentik serta penyuluhan.
b. Evaluasi Hasil penanggulangan KLB
Penilaian ini ditujukan untuk mengetahui dampak upaya penanggulangan terhadap jumlah
penderita dan kematian DBD. Penilaian epidemiologis dilakukan dengan membandingkan
data kasus/ kematian DBD sebelum dan sesudah penanggulangan KLB. Data-data tersebut
digambarkan dalam grafik per mingguan atau bulanan dan dibandingkan pula keadaan tahun
sebelumnya pada periode yang sama dalam bentuk laporan.5
Evaluasi program DBD dengan pendekatan sistem kesehatan

Pengertian sistem kesehatan adalah gabungan pengertian sistem dengan pengertian


kesehatan. Untuk ini banyak rumusan pernah disusun. Salah satu diantaranya ialah yang
dikemukakan oleh WHO (1984). Sistem kesehatan adalah kumpulan dari berbagai faktor
yang komplek dan saling berhubungan yang terdapat dalam suatu negara, yang diperlukan
untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan
ataupun masyarakat pada setiap saat yang dibutuhkan.
17

Untuk Indonesia, pengertian tentang sistem kesehatan yang dikenal dengan nama Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) telah ditetapkan melalui SK Menteri Kesehatan RI No.
99a/Men.Kes/SK/ III/1982.6
Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia
untuk meningkatkan kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai
perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945.
Unsur Sistem. Telah disebutkan bahwa sistem terbentuk dari bagian atau elemen yang saling
berhubungan dan mempengaruhi. Adapun yang dimaksud dengan bagian atau elemen
tersebut ialah sesuatu yang mutlak harus ditemukan, yang jika tidak demikian, maka tidak
ada yang disebut dengan sistem tersebut. Bagian atau eleman tersebut banyak macamnya,
yang jika disederhanakan dapat dikelompokkan dalam enam unsur saja yakni:
Masukan
Yang dimaksud dengan masukan (input) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat
dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut.
Proses
Yang dimaksud dengan proses (process) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat
dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang
direncanakan.
Keluaran
Yang dimaksud dengan keluaran (ouput) adalah kumpulan bagian atau elemen yang di
hasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem.
Umpan balik
Yang dimaksud dengan umpan badik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang
merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut.
Dampak
Yang dimaksud dengan dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu
sistem.
Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak
dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.
18

Problem Solving Cycle


Menetapkan prioritas masalah
Telah disebutkan bahwa yang terpenting dalam perencanaan adalah yang menyangkut proses
perencanaan (process of planning). Adapun yang dimaksud dengan proses perencanaan di
sini ialah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyusun suatu rencana. Untuk
bidang kesehatan, langkah langkah yang sering dipergunakan adalah mengikuti prinsip
lingkaran pemecahan masalah (problem solving cycle). Sebagai langkah pertama dilakukan
upaya menetapkan prioritas masalah (problem priority. Adapun yang dimaksudkan dengan
masalah di sini ialah kesenjangan antara apa yang ditemukan (what is) dengan apa yang
semestinya (what should be).6
Ditinjau dari sudut pelaksanaan program kesehatan, penetapan prioritas masalah ini
dipandang amat penting. Paling tidak ada dua alasan yang ditemukan. Pertama, karena
terbatasnya sumber daya yang tersedia dan karena itu tidak mungkin menyelesaikan semua
masalah. Kedua, karena adanya hubungan antara satu masalah dengan masalah lainnya, dan
karena itu tidak perlu semua masalah diselesaikan.
Cara menetapkan prioritas masalah banyak macamnya. Sebagian lebih mengutamakan
institusi, sebagai lainnya lebih mengandalkan ilham atau petunjuk atasan. Ketiga cara
menetapkan masalah ini, meskipun hasilnya sering tepat, tetapi tidak dianjurkan. Cara
menetapkan prioritas masalah yang dianjurkan adalah memakai teknik kajian data. Untuk
dapat menetapkan prioritas masalah dengan teknik kajian data, ada beberapa kegiatan yang
harus dilakukan. Kegiatan yang dimaksud adalah:
1. Melakukan pengumpulan data
Kegiatan pertama yang dilakukan adalah mengumpulkan data. Adapun yang dimaksud
dengan data di sini ialah hasil dari suatu pengukuran dan ataupun pengamatan. Agar data
yang dikumpulkan tersebut dapat menghasilkan kesimpulan tentang prioritas masalah, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni:
o Jenis Data
Jenis data yang harus dikumpulkan banyak macamnya. Sekedar pegangan dapat
dipergunakan pendapat menurut Blum (1976) yang membedakan kesehatan atas empat
19

macam yakni data tentang perilaku (behaviour), lingkungan (environment), pelayanan


kesehatan (health service) dan keturunan (heredity).
o Sumber data
Apabila jenis data yang akan dikumpulkan telah ditetapkan, lanjutkanlah dengan
menetapkan sumber data yang akan dipergunakan. Untuk ini ada tiga sumber data yang
dikenal yakni sumber primer, sumber sekunder dan sumber tertier. Contoh sumber data
primer adalah hasil pemeriksaan atau wawancara langsung dengan masyarakat. Contoh
sumber data sekunder adalah laporan bulanan PUSKESMAS dan Kantor Kecamatan.
Sedangkan contoh sumber data tersier adalah hasil publikasi badan-badan resmi, seperti
Kantor Dinas Statistik, Dinas Kesehatan dan Kantor Kabupaten.
o Jumlah responden
Jika kemampuan tersedia dengan cukup, kumpulkan data dengan lengkap dalam arti
mencakup seluruh penduduk. Dalam praktek sehari-hari, pengumpulan data secara total ini
sulit dilakukan. Lazimnya diambil data dari sebagian penduduk saja, yang besarnya, karena
hanya merupakan suatu survei diskriptif.
o Cara mengambil sampel
Jika jumlah sampel telah ditentukan, lanjutkan dengan menetapkan cara pengambilan
sampel. Untuk ini ada empat cara pengambilan sampel yang dikenal, yakni cara simple
random sampling, sistematic random sampling, stratified random sampling dan cluster
random sampling.
o Cara mengumpulkan data
Cara mengumpulkan data ada empat macam yakni wawancara, pemeriksaan, pengamatan
(observasi) serta peranserta (partisipasi). Pilihlah cara pengumpulan data yang sesuai.
2. Melakukan pengolahan data
Kegiatan kedua yang harus dilakukan ialah mengolah data yang telah dikumpulkan.
Adapun yang dimaksud dengan pengolahan data di sini ialah menyusun data yang tersedia
sedemikian rupa sehingga jelas sifat- sifat yang dimilikinya. Cara pengolahan data secara
umum dapat dibedakan atas tiga macam yakni secara manual, mekanikal serta elektrikal.
3. Melakukan penyajian data
Kegiatan ketiga yang harus dilakukan menyajikan data yang telah diolah. Ada tiga macam
cara penyajian data yang lazim dipergunakan yakni secara tekstular, tabular dan grafikal.
4. Memilih prioritas masalah
20

Hasil penyajian data akan menampilkan berbagai masalah. Apakah berbagai masalah ini
perlu diselesaikan/tidak perlu. Pertama, karena antar masalah mungkin terdapat keterkaitan.
Yang perlu dilakukan hanya menyelesaikan masalah pokok saja. Masalah lainnya akan selesai
dengan sendirinya. Kedua, karena kemampuan yang dimiliki oleh organisasi selalu bersifat
terbatas. Dalam keadaan yang seperti ini, lanjutkan kegiatan dengan memilih prioritas
masalah. Untuk ini banyak cara pemilihan yang dapat dipergunakan. Cara yang dianjurkan
adalah memakai kriteria yang dituangkan dalam bentuk matriks. Dikenal dengan nama teknik
kriteria matrik (criteria matrix tecnique.).
Kriteria yang dapat dipergunakan banyak macamnya. Secara umum dapat dibedakan atas tiga
macam:
Pentingnya

masalah.

Makin

penting

(importancy) masalah

tersebut,

makin

diprioritaskan penyelesaiannya. Ukuran pentingnya masalah banyak macamnya.


Beberapa diantaranya yang terpenting adalah:

besarnya masalah (prevalence)

akibat yang ditimbulkan oleh masalah (severity)

kenaikan besarnya masalah (rate o f increase)

derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (degree o f un- meet rteed)

keuntungan sosial karena selesainya masalah (social benefit)

rasa prihatin masyarakat terhadap masalah (public concern)

suasana politik (political elimate)


Kelayakan teknologi. Makin layak teknologi yang tersedia dan yang dapat dipakai

untuk mengatasi masalah (technical feasibility), makin diprioritaskan masaiah tersebut.


Kelayakan teknologi yang dimaksudkan disini adalah menunjuk pada pengasaan ilmu dan
teknologi yang sesuai.

Sumber daya yang tersedia. Makin tersedia sumber daya yang dapat dipakai untuk
mengatasi masalah (resources availability) makin diprioritaskan masalah tersebut.
Sumber daya yang dimaksudkan di sini adalah yang menunjuk pada tenaga (man), dana
(money) dan sarana (material).

Menetapkan prioritas jalan keluar

21

Apabila prioritas masalah telah berhasil ditetapkan, langkah selanjutnya yang dilakukan
adalah menetapkan prioritas jalan keluar (solution priority). Untuk ini ada beberapa kegiatan
pokok yang harus dilakukan sebagai berikut:6
1. Menyusun alternatif jalan keluar
Kegiatan pertama yang harus dilakukan isilah menyusun alternatif jalan keluar untuk
mengatasi prioritas masalah yang telah ditetapkan. Menyusun alternatif jalan keluar
dipandang penting, karena terkait dengan upaya memperluas wawasan, yang apabila berhasil
diwujudkan akan besar peranannya dalam membantu kelancaran pelaksanan jalan keluar.
Untuk

dapat

menyusun

alternatif

jalan

keluar, cobalah

berpikir

kreatif(creative

thinking). Teknik berpikir kreatif banyak macamnya. Salah satu diantaranya dikenal dengan
teknik analogi atau populer pula dengan sebutan synectic technique. Jika dengan teknik
berpikir kreatif masih belum dapat dihasilkan alternatif jalan keluar, cobalah tempuh langkahlangkah sebagai berikut:

Menentukan berbagai penyebab masalah lakukan curah pendapat (brain storming)


dengan membahas data yang telah dikumpulkan. Gunakanlah alat bantu diagram
hubungan sebab-akibat (cause-effect diagram) atau populer pula dengan sebutan diagram
tulang ikan {fish bone diagram). Dengan memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman
yang ada, serta dibantu oleh data yang tersedia, dapat disusun berbagai penyebab masalah
secara teoritis.

Memeriksa kebenaran penyebab masalah jika perlu, lakukanlah pengumpulan data


tambahan. Cobalah lakukan uji statistik untuk mengidentifikasi penyebab masalah yang
sebenarnya. Sisihkah daftar penyebab masalah yang hasil uji statistiknya tidak bermakna.

Mengubah penyebab masalah ke dalam bentuk kegiatan Apabila daftar penyebab


masalah yang hasil uji statistiknya telah berhasil disusun, lanjutkan dengan mengubah
daftar penyebab masalah tersebut ke dalam bentuk kegiatan. Usahakan untuk satu
penyebab masalah tersusun satu kegiatan penyelesaian masalah. Hasil yang diperoleh dari
pekerjaan

ini

ialah

tersusunnya

alternatif

cara

penyelesaian

masalah.

2. Memilih prioritas jalan keluar


Apabila keterpaduan tersebut sulit dilakukan, antara lain karena adanya perbedaan antar
alternatif yang terlalu tajam, atau karena keterbatasan sumber daya dalam melaksanakan
program yang telah dipadukan, barulah dilakukan pilihan. Cara melakukan pilihan prioritas
22

jalan keluar banyak macamnya. Cara yang dianjurkan adalah memakai teknik kriteria matriks
Untuk ini ada dua kriteria yang lazim dipergunakan Kriteria yang dimaksud adalah:
a. Efektivitas jalan keluar
b. Efisiensi jalan keluar

3. Melakukan uji lapangan


Kegiatan ketiga yang harus dilakukan pada penetapan prioritas jalan keluar ialah
melakukan uji lapangan untuk prioritas jalan keluar terpilih. Uji lapangan ini dipandang
penting, karena sering ditemukan jalan keluar yang diatas kertas baik, ternyata sulit
dilaksanakan.

4. Memperbaiki prioritas jalan keluar


Selesai melakukan uji lapangan, lanjutkan dengan memperbaiki prioritas jalan keluar,
yakni dengan memanfaatkan berbagai faktor penopang, dan bersamaan dengan itu
meniadakan

berbagai

faktor

penghambat

yang

ditemukan

pada

uji

lapangan.

5. Menyusun uraian rencana prioritas jalan keluar


Kegiatan terakhir yang harus dilaksanakan pada penetapan prioritas jalan keluar adalah
menyusun uraian rencana prioritas jalan keluar selengkapnya. Untuk ini uraikanlah semua
unsur rencana sebagaimana telah dikemukakan, sehingga dapat dihasilkan suatu rencana yang
lengkap.

Kesimpulan
Untuk menangani masalah penyakit demam berdarah dengue yang masih tinggi, dokter
umum yang menduduki sebagai kepala puskesmas dapat melakukan kegiatan penyuluhan
kepada masyarakat mengenai pencegahan penyakit demam berdarah serta pengamatan dan
pertolongan penderita. Penyuluhan dapat mengenai penyebab demam berdarah oleh
Arthrophod borne virus, famili Flaviviridae, genus flavivirus tanda beserta gejala penyakit,
23

cara - cara penularan dan vektor yang membawanya yaitu nyamuk Aedes aegypti, kebersihan
lingkungan rumah, pemberantasan sarang nyamuk. Upaya pemberantasan sarang nyamuk
dapat dengan gerakan 3M - Plus, pemberian abate, pemberian ikan pemakan jentik, fogging.
Karena tingkat penyakit demam berdarah dalam kasus prevalensi nya sekitar 18% dengan
tingkat CFR 4% menandakan program puskesmas dalam memberantas penyakit ini belum
berjalan dengan baik.

Daftar pustaka
1. Departemen Kesehatan RI. Demam berdarah. Dalam : pedoman kerja puskesmas. Jld.
3. Jakarta : Depkes RI, 2004.h. G-24-25.
2. Wallace RB, Kohatsu N. Public health and preventive medicine. USA : The McGraw
Hill, 2007. h. 356-7.
3. Widoyono. Penyakit tropis epidemiologi,penularan, pencegahan dan pemberantasan.
Jakarta : Erlangga, 2005.h. 64-6.
4. McKenzie JF.Kesehatan masyarakat. Jakarta : EGC, 2007.h.100-1
5. Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. Pengendalian demam berdarah. Jakarta : Depkes RI, 2011.h.
16-23.
6. Azwar A. Pengantar administrasi kesehatan. Edisi revisi. Jakarta: Binarupa Askara,
2011.h.184-245.

24

Anda mungkin juga menyukai