TINJAUAN PUSTAKA
A.
diabetes
disfungsi
atau
berhubungan
dengan
kerusakan
kegagalan
beberapa
organ
mata(retinopati),
ginjal(nefropati),
pembuluh
(Selamet
darah
jangka
tubuh,
saraf(neuropati),
Suyono,
Reno
panjang,
terutama
jantung
Gustaviani,
dan
Sidartawan
peningkatan
konsentrasi
glukosa
dalam
berupa
hilangnya
toleransi
karbohidrat.
Jika
telah
berisiko
mengalami
komplikasi
metabolik
diabetes
(David
E.Schteingart, 2006).
B.
Virus hepatitis B yang menyerang hati dan merusak pankreas sehingga sel beta yang
memproduksi insulin menjadi rusak. Selain itu peradangan pada sel beta dapat
menyebabkan sel tidak dapat memproduksi insulin.
3.
Faktor lain yang menjadi penyebab diabetes melitus yaitu gaya hidup, orang yang
kurang gerak badan, diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kegememukan dan
kesalahan pola makan. Kelainan hormonal, hormon insulin yang kurang jumlahnya
atau tidak diproduksi.
C.
Epidemiologi
Di Indonesia saat ini penyakit DM belum menempati skala prioritas
utama pelayanan kesehatan walaupun sudah jelas dampak negatifnya ,
yaitu berupa penurunan kualitas SDM , terutama akibat penyulit
menahun yang ditimbulkannya (Selamet Suyono, Reno Gustaviani,
Sidartawan Soegondo, 2007). Dari berbagai penelitian epidemiologis di
Indonesia didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 2,3 % pada penduduk
usia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di
Manado didapatkan prevalensi DM 6,1 %. Penelitian yang dilakukan di
Jakarta, Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di Indonesia membuktikan
adanya kenaikan prevalensi dari tahun ketahun. Berdasarkan pola
pertambahan penduduk , diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada
sejumlah 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun dan dengan asumsi
prevalensi DM sebesar 4 % akan didapatkan 7 juta pasien DM , suatu
jumlah yang sangat besar untuk dapat ditangani oleh dokter spesialis /
subspesialis / endokrinologis (Konsensus Diabetes Melitus, 2006).
D.
adalah 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa (carrier) diabetes tipe II
(David E.Schteingart, 2006).
Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung
dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan
dipecah menjadi bahan dasar makanan. Karbohidrat menjadi glukosa,
protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat
makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam
pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan
oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Agar dapat
berfungsi sebagai bahan bakar, makanan itu harus masuk dulu ke dalam
sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa
dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah
timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses
metabolisme itu insulin meme peran yang sangat penting yaitu bertugas
memasukkan glukosa ke dalam sel untuk selanjutnya dapat digunakan
sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang
dikeluarkan oleh sel beta di pankreas (Waspadji, dkk, 2002).
E.
penyandang diabetes mellitus. Kondisi resistensi insulin akan berlanjut dan semakin
bertambah berat, sementara pankreas tidak mampu lagi terus menerus meningkatkan
kemampuan sekresi insulin yang cukup untuk mengontrol gula darah. Peningkatan
produksi glukosa hati, penurunan pemakaian glukosa oleh otot dan lemak berperan atas
terjadinya hiperglikemia kronik saat puasa dan setelah makan. Akhirnya sekresi insulin
oleh beta sel pankreas akan menurun dan kenaikan kadar gula darah semakin bertambah
berat.
3. Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya.
Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta.
Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes
gestasional akan kembali normal. (Brunner & Suddarth, 2002).
4. Diabetes Mellitus Tipe lain :
a. Defek genetik fungsi sel beta
b. Defek genetik kerja insulin : resisten insulin tipe A,leprechaunism, sindrom rabson
mandenhall, diabetes loproatrofik, dan lainnya.
c. Penyakit eksokrin pankreas : pankreastitis, trauma / pankreatektomi, neoplasma,
fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus, dan lainnya.
d. Endokrinopati : akromegali, sindron cushing, feokromositoma, hipertiroidisme
somatostatinoma, aldosteronoma, dan lainnya.
e. Karena obat atau zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormon tiroid, diazoxic,agonis adrenergic, tiazid, dilantin, interferon alfa, dan
lainnya.
f. Infeksi : rubella konginetal, dan lainnya.
g. Immunologi (jarang) : sindrom stiff-man , antibody antireseptor insulin, dan
lainnya.
h. Sindroma genetik lain : sindrom down, sindrom klinefilter, sindrom turner, sindrom
wolframs, ataksia friedriechs, chorea Huntington, sindrom Laurence/moon/biedl,
distrofi miotonik,porfiria, sindrom pradelwilli, dan lainnya (ADA, 2005)
F.
Gejala
1. Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang
tinggi.Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai
ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk
mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air
kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah
yang banyak (poliuri).
G.
2. Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum
(polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami
penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali
merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).
3. Dengan memahami proses terjadinya kelainan pada diabetes melitus tersebut diatas,
mudah sekali dimengerti bahwa pada penderita diabetes melitus akan terjadi keluhan
khas yaitu lemas, banyak makan, (polifagia) , tetapi berat badan menurun, sering buang
air kecil (poliuria), haus dan banyak minum (polidipsia). Penyandang diabetes melitus
keluhannya sangat bervariasi, dari tanpa keluhan sama sekali, sampai keluhan khas
diabetes melitusseperti tersebut diatas. Penyandang diabetes melitus sering pula datang
dengan keluhan akibat komplikasi seperti kebas, kesemutan akibat komplikasi saraf,
gatal dan keputihan akibat rentan infeksi jamur pada kulit dan daerah khusus, serta
adapula yang datang akibat luka yang lama sembuh tidak sembuh (Sarwono, 2006).
Diagnosis
Diagnosis diabetes dipastikan bila terdapat keluhan khas diabetes ( poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya ) disertai
dengan satu nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal ( glukosa darah sewaktu 200
mg/dl atau glukosa darah puasa 126 mg/dl ).
Selain itu terdapat keluhan khas yang tidak lengkap atau terdapat keluhan tidak khas
( lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, pruritus vulvae) disertai dengan
dua nilai pemeriksaan glukosa darah tidak normal ( glukosa darah sewaktu 200 mg/dl
atau glukosa darah puasa 126 mg/dl yang diperiksa pada hari yang berbeda (Suyono,
2005).
BAB III
PEMBAHASAN
A.
B.
Penyuluhan (edukasi)
Edukasi merupakan bagian integral asuhan perawatan diabetes. Edukasi diabetes
adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan
diabetes yang diberikan kepada setiap pasien diabetes. Di samping kepada pasien diabetes,
edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat berisiko tinggi
dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan (Waspadji, dkk, 2002).
Edukasi dalam pengertian yang luas yang mendukung rawat kesehatan diabetes, pada
tiap kontak antara diabetisi dan tim rawat kesehatan. Ini mempersulit pemisahan aspekaspek edukasi yang terbaik sebagai faktor penyumbang efektivitas. Pengakuan bahwa 95%
dari rawat kesehatan diabetes disediakan oleh diabetisi sendiri, dan keluarganya, tercermin
dalam terminologi saat ini yaitu program edukasi swa-manajemen diabetes (ESMD).
Dengan pengertian bahwa pengetahuan sendiri tidak cukup untuk memberdayakan orang
untuk mengubah perilaku dan memperbaiki hasil akhir. Dalam laporan teknologi yang
memberitahukan panduannya atas pemakaian model edukasi-pasien, NICE menyediakan
suatu tinjauan, bukan sekedar meta-analisa formal, karena perbedaan rancangan, durasi,
pengukuran hasil akhir dapat mengurangi resiko penyakit Diabetes mellitus tipe 2
(International Diabetes Federation, 2005).
C.
Perencanaan Makanan
Terapi diit dapat disesuaikan dengan keadaan tubuh penderita
sehingga akan mencapai berat badan normal serta dapat berguna dalam
kegiatan sehari-hari penderita. Syarat pemberian terapi diit ini terdiri
dari : 1) Jumlah kalori yang ditentukan menurut umur, jenis kelamin,
berat badan penderita, tinggi badan, aktivitas, suhu tubuh dan kelainan
metabolik, 2) Kebutuhan hidrat arang dapat disesuaikan dengan cara
mengetahui tingkat kemampuan tubuh dalam menggunakan gula murni
yang tidak dianjurkan dalam penggunaannya sehari-hari, 3) Sumber
dengan
kebutuhan,
4)
Pemberian
makanan
dapat
sumber
dari
karbohidrat
kompleks,
seperti
nasi.
Latihan Jasmani
Dalam pengelolaan diabetes, latihan jasmani yang teratur memegang peran penting
terutama pada DM tipe 2. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada diabetes adalah
memperbaiki metabolisme atau menormalkan kadar glukosa darah dan lipid darah,
Obat Hipoglikemik
Jika pasien telah melaksanakan program makan dan latihan jasmani teratur, namun
pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat hipoglikemik
baik oral maupun insulin. Obat hipoglikemik oral (OHO) dapat dijumpai dalam bentuk
golongan sulfonilurea, golongan biguanida dan inhibitor glukosidase alfa (Waspadji, dkk,
2002).
Terapi Insulin
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat
membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu
dimetabolisme menjadi tenaga. Bila insulin tidak aktif glukosa tidak dapat masuk sel
dengan akibat glukosa akan tetap berada di dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya
di dalam darah meningkat. Dalam keadaan seperti itu badan akan jadi lemah tidak ada
sumber energi di dalam sel. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang-lubang
kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan Diabetes mellitus tipe 2 jumlah lubang
kuncinya yang kurang, meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang
kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga akan
kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh.
Ada berbagai jenis sediaan insulin eksogen yang tersedia, yang terutama berbeda dalam hal
mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration). Sediaan insulin untuk terapi dapat
digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Insulin masa kerja singkat (Short-acting Insulin), disebut juga insulin reguler. Yang
termasuk disini adalah insulin reguler (Crystal Zinc Insulin/CZI). Saat ini dikenal 2
macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain:
Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit sebelum makan,
mencapai puncak setelah 1-3 macam dan efeknya dapat bertahan sampai 8 jam.
2. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting)
Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan
menambahkan bahan yang dapat memperlama kerja obat dengan cara memperlambat
penyerapan insulin kedalam darah. Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine
Hegedorn (NPH), Monotard, Insulatard. Jenis ini awal kerjanya adalah 1,5-2,5 jam.
Puncaknya tercapai dalam 4-15 janm dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam.
3. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat
Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Insulin ini
mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya: Mixtard 30 / 40
4. Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin)
Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat
penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu sekitar 24 36 jam.
Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard (Anonim, 2008).
Terapi Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Untuk sediaan Obat Hipoglikemik Oral terbagi menjadi 3 golongan:
1. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin atau merangsang sekresi insulin di
kelenjar pankreas, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida
(meglitinida dan turunan fenilalanin). Contoh-contoh senyawa dari golongan ini
adalah Gliburida/Glibenklamid, Glipizida, Glikazida, Glimepirida, Glikuidon,
Repaglinide, Nateglinide.
2. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap
insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion,
yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara efektif. Contohcontoh senyawa dari golongan ini adalah Metformin, Rosiglitazone, Troglitazone,
Pioglitazone.
3. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain Inhibitor -glukosidase yang bekerja
menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan
hiperglikemia post-prandial. Contoh-contoh senyawa dari golongan ini adalah
Acarbose dan Miglitol (Ditjen Bina Farmasi dan ALKES, 2005).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan Obat Hipoglikemik Oral:
1. Dosis selalu harus dimulai dengan dosis rendah yang kemudian dinaikkan secara
bertahap.
2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat-obat
tersebut.
3. Bila diberikan bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat
4. Pada
kegagalan
sekunder
terhadap
obat
hipoglikemik
oral,
usahakanlah
menggunakan obat oral golongan lain, bila gagal lagi, baru pertimbangkan untuk
beralih pada insulin.
5. Hipoglikemia harus dihindari terutama pada penderita lanjut usia, oleh sebab itu
sebaiknya obat hipoglikemik oral yang bekerja jangka panjang tidak diberikan pada
penderita lanjut usia.
6. Usahakan agar harga obat terjangkau oleh penderita (Ditjen Bina Farmasi dan
ALKES, 2005).