Anda di halaman 1dari 5

Penyelenggaraan Pembukuan Wajib Pajak

By Dony Hasibuan / Kamis 26 Januari 2012 / No Comments

Ketentuan dalam UU KUP mewajibkan Wajib Pajak (WP) untuk menyelenggarakan


pembukuan. Apabila WP tidak menyelenggarakan pembukuan atau menyelenggarakan
pembukuan tetapi tidak dilakukan sebagaimana mestinya, maka akan dikenakan sanksi.

Penyelenggaraan Pembukuan Wajib Pajak

Ketentuan dalam UU KUP mewajibkan Wajib Pajak (WP) untuk menyelenggarakan pembukuan.
Apabila WP tidak menyelenggarakan pembukuan atau menyelenggarakan pembukuan tetapi
tidak dilakukan sebagaimana mestinya, maka akan dikenakan sanksi. Hal ini ditetapkan dalam:

Pasal 39 ayat (l) huruf f dan g: Setiap orang yang dengan sengaja:
f. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan
seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan
atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain; sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar.

Pasal 39 ayat (2): Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu)
kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di
bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana
penjara yang dijatuhkan.
Pembukuan merupakan kata umum yang sering kita dengar dalam kehidupan sehari- hari.
Dalam praktiknya, pembukuan bukan hanya terkait dengan kegiatan ekonomi atau bisnis,
namun juga kegiatan lainnya yang tidak terkait dengan ekonomi atau bisnis, seperti sosial,
politik, atau kegiatan, dan lainnya yang berimplikasi adanya penerimaan atau pengeluaran uang.

Apa Itu Pembukuan?


Pengertian pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan, dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang
ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode
Tahun Pajak tersebut (Pasal 1 UU KUP Tahun 2007). Pengertian tersebut tentu dalam domain
perpajakan.

Kegunaan Pembukuan
Pembukuan dibuat dan disusun dimaksudkan untuk suatu kegunaan tertentu. Dalam hal
perpajakan ada beberapa kegunaan dari pembukuan, yaitu:

Untuk keperluan komersial, untuk dapat mengetahui besarnya keuntungan dari kegiatan
yang dilakukan;

Untuk mengetahui apakah dari kegiatan yang dilakukan dapat tercukupi pembiayaannya,
atau terdapat selisih lebih (surplus), atau mungkin selisih kurang (defisit);

Untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak dan pajak terutang (dalam Pajak
Penghasilan, PPh);

Untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM). Untuk itu, pembukuan harus mencatat pula jumlah harga perolehan atau
nilai impor, jumlah harga jual atau nilai ekspor, jumlah harga jual dari barang yang dikenakan
PPnBM, jumlah pembayaran atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean dan/atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan
yang tidak dapat dikreditkan.
Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di
Indonesia,misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundangundangan perpajakan menentukan lain.
Siapa yang Wajib Menyelenggarakan Pembukuan?
Untuk keperluan perpajakan, yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah:

WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha;

WP orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas (sesuai profesinya, misalnya dokter,
pengacara, notaris, akuntan, konsultan, arsitek, artis, dan sebagainya); dan

WP badan.

Syarat-syarat Menyelenggarakan Pembukuan


Syarat-syarat dalam menyelenggarakan pembukuan adalah:

Memerhatikan iktikad baik;

Mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya;

Diselenggarakan di Indonesia

Menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam
bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
Diperkenankankah Pembukuan dalam Bahasa dan Mata Uang Asing?
WP yang dapat menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata
uang selain Rupiah, yaitu bahasa Inggris dan mata uang Dolar Amerika Serikat, meliputi:

1.

WP dalam rangka Penanaman Modal Asing, yaitu WP yang beroperasi berdasarkan


peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Penanaman Modal Asing;

2.

WP dalam rangka Kontrak Karya, yaitu WP yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan
Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai pertambangan;

3.

WP dalam rangka Kontrak Bagi Hasil, yaitu WP yang beroperasi berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang mengalur mengenai pertambangan minyak dan gas bumi;

4.

Bentuk Usaha Tetap, yaitu bentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5)
Undang-Undang PPh atau menurut Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang
terkait;

5.

WP yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu perusahaan
anak (subsidiary company) yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh perusahaan induk (parent
company) di luar negeri dalam hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal18
ayat (4) huruf a dan b Undang-Undang PPh;

6.

Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang menerbitkan Reksa Dana dalam denominasi mata
uang Dolar Amerika Serikat, dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan
Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal- Lembaga Keuangan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.

Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dolar
Amerika Serikat oleh WP harus terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan. lzin
tertulis dapat diperoleh WP dengan mengajukan surat permohonan kepada Direktur Ienderal
Pajak paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan mata uang Dolar Amerika Serikat tersebut dimulai atau 3
(tiga) bulan sejak tanggal pendirian bagi WP bam. Direktur Jenderal Pajak atas nama Menteri
Keuangan akan memberikan keputusan atas permohonan tersebut.

Berapa Lama Pembukuan Harus Disimpan?


Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain
termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektro nik atau secara
program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat
kegiatan atau tempat tinggal WP orang pribadi, atau di tempat kedudukan WP badan.
Hal itu dimaksudkan agar jika Direktur Jenderal Pajak akan mengeluarkan surat ketetapan pajak,
bahan pembukuan atau pencatatan yang diperlukan masih tetap ada dan dapat segera
disediakan. Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku, catatan, dan dokumen yang
menjadi dasar pembukuan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai batas
kedaluwarsa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Penyimpanan buku, catatan, dan
dokumen yang menjadi dasar pembukuan dan dokumen lain milik Wajib Pajak, termasuk yang
diselenggarakan secara program aplikasi on-line harus dilakukan dengan memerhatikan faktor
keamanan, kelayakan, dan kewajaran penyimpanan

- See more at: http://keuanganlsm.com/penyelenggaraan-pembukuanwajib-pajak/#sthash.DLbcyCvh.dpuf

Sanksi apa yang dikenakan atas WP Wajib Pembukuan/Pencatatan yang tidak menyelenggarakan
Pembukuan/Pencatatan?
Sanksi Kenaikan 50 % atas WP Wajib Pembukuan/Pencatatan yang tidak Menyelenggarakan
Pembukuan/Pencatatan
Dasar Hukum :
- Pasal 14 ( 5) Undang-undang PPh No 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d Undang-undang No 17 Tahun 2000
- Pasal 13 ( 3) Huruf a Undang-undang KUP No 6 tahun 1983 s.t.d.t.d Undang-undang No 16 Tahun 2000
- Kep DJP No. KEP - 536/PJ./2000
Terhadap :
1 Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan;
.
2 Wajib Pajak yang omsetnya dibawah 600 juta dan memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk
.

menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;

3 Wajib Pajak yang omsetnya dibawah 600 juta yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak
.

untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto,
sehingga dianggap memilih menyelenggarakan Pembukuan.

Yang :
a Tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan;
.

b Tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya pada waktu
.

dilakukan pemeriksaan;

sehingga karena itu mengakibatkan peredaran bruto yang sebenarnya tidak diketahui, maka penghasilan
netonya dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau cara lain yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan.
Wajib Pajak diatas dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak
Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam tahun pajak yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai