Presentasi+Kasus+Bedah+Ortopedi Fraktur+Humeri
Presentasi+Kasus+Bedah+Ortopedi Fraktur+Humeri
Disusun Oleh:
Evan Regar
0906508024
Oviliani Wijayanti
0906487902
Narasumber:
dr. Dohar Tobing, Sp.OT K-Spine
Dengan ini menyatakan bahwa makalah kami yang berjudul Presentasi Kasus: Fraktur
Diafisis Humeri adalah benar merupakan karya kami yang kami tulis tanpa mengandung unsur
plagiarisme. Apabila terdapat unsur plagiarisme di dalamnya, kami bersedia untuk mendapatkan
sanksi sesuai dengan yang berlaku di lingkungan Universitas Indonesia.
( Evan Regar )
( Oviliani Wijayanti )
BAB I
ILUSTRASI KASUS
I. Identitas
Nama
: Tn. PK
Tanggal lahir
: 20 Januari 1959
Usia
: 55 tahun
: 388-89-51
Alamat
Pendidikan terakhir
: SMA
Pekerjaan
: Tukang listrik
Agama
: Kristen Protestan
Status pernikahan
: Menikah
Masuk IGD
: 8 Januari 2014
: bebas
Breathing
Circulation
CRT <2 detik, tidak tampak tanda perdarahan luar maupun perdarahan bawah kulit
Disability
cahaya langsung dan refleks cahaya tidak langsung positif pada kedua mata
Exposure
: tidak terdapat luka terbuka, terpasang bidai pada lengan kiri dari
: disangkal
Medication
Past illnesses
: diabetes melitus
Last meal
Riwayat Sosial
Pasien sudah menikah, memiliki 2 orang anak. Pendidikan terakhir SMA. Saat ini pasien
bekerja sebagai tukang listrik. Pembiayaan umum, saat ini sedang mengurus Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN). Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal.
4
Pemeriksaan fisik
Kesadaran
: kompos mentis
Keadaan umum
Tekanan darah
: 130/80 mmHg
Nadi
Suhu
: 36,5C
Pernapasan
Kulit
: sawo matang, tidak pucat, tidak sianotik, tidak ikterik, tidak tampak
diameter 3 mm | 3 mm, refleks cahaya langsung dan refleks cahaya tidak langsung positif
pada kedua mata
Gigi dan mulut
Tenggorok
Paru
maupun limpa, nyeri ketok CVA negatif, ballottement negatif, pekak hati positif, shifting
dullness tidak ada, bising usus positif 4 kali/menit
Ekstremitas
Status lokalis
Look
Di sisi anterolateral lengan atas kiri, 8 cm proksimal dari olekranon, terdapat
pembengkakan sewarna kulit tanpa ekimosis maupun luka terbuka. Tampak adanya
deformitas berupa angulasi lateral.
Feel
Terdapat nyeri tekan pada lokasi benturan, tidak terdapat krepitasi, pulsasi arteri radialis
kiri teraba kuat dan sama dengan arteri radialis kanan, sensasi raba kasar pada anatomical
snuff box baik.
Move
Range of movement (ROM) sendi bahu dan sendi siku kiri terbatas. ROM sendi
pergelangan tangan, MCP, PIP, dan DIP semua jari tangan kiri baik.
IV.
Pemeriksaan Penunjang
Foto polos humerus sinistra (AP dan lateral) pada 8 Januari 2014
Tampak fraktur oblik komplet pada midshaft os humeri sinistra dengan pergeseran
fragmen distal ke posteromedial. Soft tissue tampak baik, tidak terlihat dislokasi
articulatio glenohumeral maupun articulatio cubiti.
V. Diagnosis
Fraktur diafisis humeri sinistra komplit oblik tertutup, dengan pergeseran (displacement)
berupa angulasi anterolateral.
Ketorolac 3 x 30 mg IV
VII.Prognosis
-
Ad vitam
: bonam
Ad functionam
: bonam
7
Ad sanationam
: bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
dimulai dari prinsip penyelamatan jiwa yang meliputi airway, breathing, dan circulation.
Secara umum, penanganan kegawatdaruratan trauma muskuloskeletal dibagi menjadi 3 fase,
yaitu di tempat kejadian, selama perjalanan menuju rumah sakit (transfer), dan pertolongan
di unit gawat darurat rumah sakit.1
Pada penanganan di tempat kejadian, memanggil bantuan dan menilai serta
menangani ABC secara cepat menjadi kunci. Dalam penilaian dan pembebasan airway,
penting diingat untuk tidak menggerakkan leher pasien sebelum dipastikan tidak ada cedera
servikal. Dalam penilaian dan penyelamatan breathing dan circulation, resusitasi jantung
paru (RJP) diperlukan jika terjadi arrest. Untuk mencegah syok, usahakan untuk
meminimalkan perdarahan dan nyeri sedapat mungkin. Jika pada sirkulasi ditemukan
gangguan berupa perdarahan, penekanan secara lokal dianjurkan karena lebih aman dan
efektif ketimbang turniket. Perlakuan secara hati-hati diperlukan untuk menghindarkan
pasien dari nyeri yang lebih hebat. Perlu dicatat, makanan atau minuman apapun tidak boleh
diberikan per oral agar tidak menghambat rencana operasi segera yang mungkin diputuskan
dokter di rumah sakit.1
Untuk mengurangi nyeri dan mencegah cedera lebih jauh, fraktur dan dislokasi yang
terlihat jelas perlu diimobilisasi sebelum pasien dibawa ke fasilitas layanan kesehatan.
Traksi yang perlahan dan teratur merupakan cara efektif untuk meluruskan deformitas dan
memegang anggota gerak sementara bidai dipasang. Lengan dibidai pada batang tubuh,
sedangkan tungkai sebaiknya dibidai pada tungkai sebelahnya. Kemudian, informasi
mengenai mekanisme terjadinya cedera, cedera yang ada, dan perawatan awal perlu
disampaikan pada petugas yang membawa pasien ke rumah sakit.
Di rumah sakit, panduan ATLS dari American College of Surgeons menyebutkan,
informasi penting yang perlu digali meliputi allergies, medication taken prior to the
accident, past history of relevant diseases, last meal before the accident, dan events related
to the accident (AMPLE).2 Gangguan airway persisten ditata laksana dengan pengisapan
dan pemasangan pharyngeal airway, intubasi endotrakeal, atau bahkan trakeostomi.
Gangguan breathing yang tidak tertangani setelah jalan napas dibebaskan atau kondisi
pneumotoraks (jika ada) didekompresi mungkin memerlukan ventilator mekanik. Gangguan
9
circulation dari jantung mungkin memerlukan defibrilasi dan gangguan perdarahan yang
sulit berhenti dengan penekanan ungkin memerlukan penjepitan pembuluh darah.
Pencegahan syok meliputi penilaian tanda-tanda vital, pengambilan darah untuk pengecekan
golongan darah dan crossmatch, pemberian infus cairan (Ringer Laktat atau plasma
membantu mengontrol syok untuk sementara sampai persediaan darah datang), dan
pemberian antinyeri berupa morfin secara intravena jika tidak ada gangguan persarafan.1
II.
Fraktur
1. Definisi
Fraktur, baik tulang, lempeng epifisis, maupun kartilago didefinisikan
sebagai terputusnya kontinuitas struktural struktur tersebut. Fraktur jenis
apapun, biasanya melibatkan jaringan lunak dan mengakibatkan terjadinya
cedera (soft tissue injury).1 Pada makalah ini yang dimaksud dengan fraktur
adalah fraktur tulang, kecuali disebutkan dengan tegas.
dengan
kata
lain
sesungguhnya
tulang
dapat
mengalami
pembengkokan tanpa harus mengalami patah. Pada gaya yang ekstrem, dapat
terjadi fraktur akibat kegagalan material elastik tulang mempertahankan
kondisi elastisitas tulang sehingga terjadi deformitas yang bersifat plastis dan
terjadi perubahan kekuatan struktural yang berakibat pada fraktur.
Terdapat dua macam trauma yang dapat mengakibatkan fraktur, yakni
trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung adalah
manifestasi langsung daripada trauma di tempat tersebut, sedangkan trauma
10
tidak langsung adalah trauma yang letaknya dengan fraktur berjauhan. Pada
trauma tidak langsung, terdapat benturan di tempat lain yang gayanya akan
diteruskan ke tempat lain dan mengakibatkan fraktur di tempat yang lain.
Gambar 2.1 Gaya dapat bekerja pada tulang melalui 3 mekanisme, yakni
secara berturut-turut bending, kompresi, dan puntiran (torsion)4
Dengan kata lain akan terbentuk garis fraktur yang bermula di bagian konveks
dari arah lengkungan (bending).
Dalam menghadapi kasus fraktur dan dislokasi, dasar yang perlu dianut
5
adalah :
i. Kecuali jika tulang sudah mengalami penyakit dan/atau kelainan,
fraktur hanya dapat terjadi jika terdapat gaya yang sedemikian kuat.
Dengan demikian hal ini mendasari anamnesis seorang klinisi untuk
mencari mekanisme cedera dan gaya yang bekerja sehingga terjadi
fraktur.
ii. Resultan gaya berperan dalam menentukan jenis fraktur
iii. Setiap jenis fraktur perlu diklasifikasikan
iv. Dari
klasifikasi
jenis
fraktur,
dapat
ditentukan
protokol
penatalaksanaan
v. Penyembuhan fraktur adalah proses yang multifaktorial, namun secara
kasar sebanding dengan tingkat cedera
vi. Komplikasi dapat terjadi, baik secara akut maupun secara kronik
vii. Setiap temuan fraktur dan dislokasi tulang dan sendi harus dipikirkan
cedera jaringan lunak, sebab cedera jaringan lunak selain mengganggu
fungsi juga dapat mengintervensi proses pemulihan cedera.
energi
pertambahan kecepatan.
bertambah
12
secara
kuadratik
seiring
dengan
Gejala yang umum adalah nyeri terlokalisir yang memberat dengan gerakan,
serta adanya penurunan fungsi.Nyeri yang sangat hebat biasanya merupakan
pertanda segmen fraktur yang tidak stabil dan banyak bergerak dan mengiritasi
persarafan periosteum.
Selain
mekanisme
trauma,
perlu
diperhatikan
riwayat
trama
Gerakan: aktif maupun pasif, namun perlu diingat bahwa gerakan pada
fraktur dapat menimbulkan rasa nyeri yang sangat hebat.
sangat
diperlukan meskipun
digunakan
bidai
yang
radiolusen
(tahap
awal
tulang yang dicurigai fraktur, kedua sendi (proksimal dan distal), dua
proyeksi (anteroposterior dan lateral). Beberapa fraktur membutuhkan
proyeksi khusus, seperti oblik (misal: tulang pelvis, vertebra).
Ada kemungkinan gambaran radiologi tidak menemukan kelainan,
namun kecurigaan klinis yang kuat tetap dapat membawa Anda untuk
memutuskan memberikan terapi fraktur tak bergeser (undisplaced
fracture), sebab pada kasus 1-2 minggu setelahnya justru akan terlihat
fraktur akibat proses penyembuhan yang berlangsung,1
4. Deskripsi Fraktur
Fraktur perlu diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter berikut ini:
a) Lokasi: diafisis, metafisis, epifisis, intraartikular, atau fraktur-dislokasi
b) Komplet atau inkomplet
c) Konfigurasi garis fraktur: transversal, oblik, spiral (jika satu garis
fraktur); kominutif (jika lebih dari satu garis fraktur)
d) Hubungan antarfragmen fraktur, bergeser (displaced) atau tidak
bergeser (undisplaced). Pada yang bergeser (displaced) dapat
mengalami translasi, angulasi, rotasi, distraksi, overriding, atau
impaksi. Secara sederhana displacement diartikan sebagai pergerakan
fragmen distal relatif terhadap fragmen proksimal.
e) Hubungan dengan lingkungan luar, yakni terbuka (simple) atau
tertutup (compound)
f) Komplikasi: dengan komplikasi (complicated) atau tanpa komplikasi
(uncomplicated). Komplikasi yang dimaksud dapat berupa komplikasi
lokal maupun sistemik
ii.
15
banyak, sel osteogenik berubah menjadi kondroblas dan membentuk tulang rawan.
Pada tahap ini, secara radiologis kalus masih tampak radiolusen.1
iii.
iv.
16
demikian, terdapat sejumlah faktor yang dapat membantu prediksi waktu yang
diperlukan untuk penyembuhan fraktur, di antaranya usia, lokasi dan konfigurasi
fraktur, pergeseran awal, dan suplai darah ke lokasi fraktur.
Penyembuhan fraktur, dibanding penyembuhan luka pada jaringan lain, sangat
bergantung pada usia. Fraktur saat lahir dapat segera sembuh, namun kemampuan
ini terus menurun seiring bertambahnya usia pada anak-anak, sampai lajunya
menetap pada dewasa muda hingga usia tua. Laju penyembuhan dipengaruhi
aktivitas osteogenik pada periosteum dan endosteum yang berkaitan dengan proses
remodeling tulang normal. Fraktur diafisis femur pada saat lahir akan sembuh
dalam 3 minggu, pada usia 8 tahun dalam 8 minggu, pada usia 12 tahun dalam 12
minggu, dan pada usia 20 tahun ke atas dalam 20 minggu.1
Fraktur pada tulang yang dikelilingi jaringan otot sembuh lebih cepat
dibanding tulang di persendian atau subkutan. Fraktur tulang spongiosa sembuh
lebih cepat daripada tulang kompak. Fraktur epifisis dua kali lipat lebih cepat
sembuh dibanding pada tulang yang sama pada kelompok umur yang sama.
Konfigurasi fraktur dengan permukaan patahan yang lebih luas, seperti oblik
panjang atau spiral, sembuh lebih cepat dibandingkan konfigurasi dengan
permukaan patahan sempit, misalnya transversus. 1
Fraktur dengan pergeseran fragmen yang jauh sembuh dua kali lipat lebih
lambat. Hal itu dipengaruhi keintakan periosteum. Semakin luas robekan
periosteum, semakin lama waktu yang diperlukan untuk penyembuhan. 1
Jika kedua fragmen patahan mendapatkan suplai darah yang cukup tanpa
komplikasi lain, penyembuhan fraktur akan terjadi spontan. Jika salah satu fragmen
kehilangan suplai darah, diperlukan imobilisasi dengan fiksasi rigid. Penyatuan
juga akan berlangsung lambat. Jika kedua fragmen kehilangan suplai darah, harus
17
7. Komplikasi Fraktur
Fraktur dapat berkomplikasi, baik secara langsung, dini, maupun lanjut.
Komplikasi langsung antara lain:
a) cedera kulit, baik dari dalam maupun luar
b) cedera vaskular
c) cedera neurologi
d) cedera otot
e) cedera visera
Komplikasi dini antara lain:
a) lanjutan dari komplikasi lanjut, seperti nekrosis kulit, gangrene,
iskemia Volksmann (atau sindroma kompartemen), gas gangrene,
thrombosis vena, komplikasi cedera viscera
b) sendi (artritis septik)
c) tulang (infeksi osteomielitis, nekrosis avaskular segmen tertentu)
d) emboli lemak, emboli paru, pneumonia, tetanus, tremens delirium
Komplikasi lanjut antara lain:
a) sendi: kaku sendi persisten, artritis degeneratif pascatrauma
b) tulang: penyembuhan tidak normal (malunion, delayed union, nonunion)
c) gangguan pertumbuhan tulang
d) infeksi menahun (osteomielitis kronik)
e) osteoporosis pascatrauma
f) miositis osifikans, ruptur tendon
g) kalkuli renal
III.
tepat dan kondusif untuk pemulihan fraktur; serta (4) mengembalikan fungsi, bukan
hanya tulang/sendi yang terlibat melainkan orang tersebut sebagai individu.1
1. Imobilisasi Akut Fraktur Tertutup
Nyaris seluruh fraktur memerlukan imobilisasi, sebab imobilisasi
mampu mengurangi nyeri, menjaga posisi terakhir, dan mempertahankan
struktur sekitar dari kerusakan lebih lanjut. Banyak metode untuk melakukan
imobilisasi, diantaranya adalah splint (bidai), casting (gips), fiksasi eksterna,
traksi eksterna, fiksasi interna, brace, maupun sling.
fraktur,
masing-masing
memiliki
indikasi
maupun
kontraindikasi.
a. Proteksi saja, tanpa imobilisasi maupun reduksi
Seperti pada penggunaan simple sling. Terapi ini digunakan untuk
fraktur yang undisplaced dan relatif stabil.
b. Imobilisasi dengan external splinting tanpa reduksi
Tindakan imobilisasi relatif, pada fraktur yang relatf undisplaced
namun relatif tidak stabil.
c. Reduksi tertutup dilanjutkan imobilisasi
Reduksi dilakukan dengan tindakan manipulasi dalam anesthesia (baik
umum, regional, maupun lokal).
19
IV.
20
2. Mekanisme Fraktur
Pada umumnya fraktur diafisis humeri terjadi akibat trauma langsung 5
Trauma
langsung
cenderung
menghasilkan
garis
fraktur
berbentuk
transversal.1 Walaupun demikian dapat pula trauma jenis ini terjadi akibat
trauma tak-langsung, seperti akibat orang yang jatuh menahan tubuhnya
21
menggunakan ekstremitas atas, yang mana garis fraktur yang terjadi umumnya
berbentuk spiral.
Humerus dikelilingi oleh banyak otot, sehingga memiliki jaringan
periosteal yang relatif tebal.Dengan demikian fraktur humerus cenderung
mengalami penyembuhan yang baik dan cepat.Keberadaan n. radialis yang
mengelilingi sekitar bagian tengah diafisis humeri perlu menjadi perhatian
khusus.
3. Temuan Khas
Secara inspeksi, tampak pembengkakan di bagian tengah lengan atas.
Pasien juga mengatakan nyeri. Jika terjadi displacement, dapat terjadi
pemendekan lengan atas. Penderita tidak mampu menggunakan siku secara
aktif, melainkan perlu dibantu dengan tangan lain atau tenaga eksternal1.
Pemeriksaan n. radialis perlu diperiksa, sebab cedera terhadap n. radialis akan
mengakibatkan kehilangan kerja otot-otot ekstensor yang mengakibatkan wrist
drop. Pemeriksan lain yang perlu adalah bagian sensoris yang dipersarafi oleh
n. radialis (dorsum manum), pulsasi a. radialis, saraf lain (n. medianus
dengan oposisi ibu jari, dan n. ulnaris abduksi jari-jari).7 Komplikasi pada n.
radialis terjadi pada sekitar 10-15% fraktur diafisis humeri.
Pada umumnya fraktur yang lebih ke arah proksimal mengakibatkan
apeks mengalami angulasi medial karena aksi m. pectoralis major yang
menarik fragmen proksimal, sementara bagian distalnya ditarik oleh m.
22
4. Penatalaksanaan Khusus
Sebagaimana
penatalaksanaan
fraktur
pada
umumnya,
tujuan
25
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien pada kasus kali ini merupakan seorang laki-laki berusia 55 tahun yang datang
ke rumah sakit dengan keluhan nyeri lengan atas kiri sejak 45 menit sebelum masuk rumah
sakit. Pasien mengatakan bahwa dirinya terjatuh saat memperbaiki kabel di atap plafon.
Berdasarkan anamnesis singkat di atas, secara sekilas pasien datang dengan riwayat trauma
sebelumnya. Penatalaksanaan ATLS membutuhkan penilaian singkat tentang ABCDE
sebagai dasar primary survey. Pada pasien, tidak didapatkan abnormalitas pada pemeriksaan
ABCDE, kecuali pada exposure. Exposure menunjukkan adanya abnormalitas pada inspeksi
ekstremitas atas sisi kiri, di mana tampak terdapat pembengkakan sewarna dengan kulit
disertai angulasi ke arah lateral pada kira-kira pertengahan lengan kiri atas.
Protokol ATLS mensyaratkan bahwa pasien perlu ditatalaksana secara segera sesuai
dengan temuan ABCDE. Pada pasien tidak ditemukan kegawatdaruratan yang membutuhkan
penatalaksanaan airway, breathing, dan circulation. Dengan demikian pada pasien
pemeriksaan dilanjutkan ke secondary survey. Dari anamnesis AMPLE, didapatkan bahwa
pasien tidak memiliki riwayat alergi, penggunaan obat metformin 500 mg 4 jam sebelum
kejadian dan makan roti 2 jam sebelum kejadian, pasien didiagnosis menderita diabetes
melitus. Kejadian pada kasus trauma membutuhkan informasi yang cukup lengkap mengenai
mekanisme terjadinya cedera.
Mekanisme terjadinya cedera pada pasien adalah lengan kiri atas sisi luar yang
membentur meja ketika pasien jatuh dari ketinggian sekitar 2,5 meter. Pasien merasakan
nyeri yang mana sesuai dengan gejala terjadinya fraktur. Eksplorasi fungsi pada pasien
dilakukan dengan melakukan penilaian gerakan, terutama pada kemungkinan cedera yang
terbesar. Pada kecurigaan fraktur humerus, diperlukan pemeriksaan nervus medianus, radialis,
dan ulnaris. Pada pasien ini tidak ditemukan penurunan fungsi di distal yang ditunjukkan
dengan tidak ditemukan gangguan fungsi yang terkait dengan ketiga nervus tersebut. Pulsasi
arteri radialis juga dinilai baik, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya cedera vaskular.
Tidak pula tampak tanda dan gejala yang mengarahkan kepada komplikasi akut lain seperti
sindroma kompartemen. Pada inspeksi untuk deskripsi fraktur, tampak terdapat
pembengkakan sewarna dengan kulit, tanpa luka terbuka. Terdapat pula angulasi ke arah
lateral. Pada palpasi terdapat nyeri tekan pada lokasi benturan, tidak ada krepitasi. Pada move
pasien mengeluhkan rasa nyeri apabila dilakukan pergerakan sendi bahu dan sendi siku
26
sehingga pemeriksaan ROM tidak dapat dilakukan dengan leluasa. Sementara itu ROM di
sendi pergelangan tangan, MCP, PIP, dan DIP semua jari tangan kiri baik.
Pada pasien kemudian dilakukan imobilisasi sementara dengan melakukan
pembidaian menggunakan karton kardus. Pembidaian dilakukan untuk mengurangi nyeri,
membatasi pergerakan, serta mencegah kerusakan lebih lanjut. Setelah pembidaian, dilakukan
pemeriksaan radiologi yang mengonfirmasi temuan klinis. Pada pemeriksaan radiologi
didapati fraktur diafisis humeri sinistra, dengan garis patah berbentuk oblik, terdapat
displacement berupa angulasi apex ke arah anterolateral. Tidak terdapat dislokasi dari sendi
proksimal maupun distal dari fraktur.
Mengingat tidak ada keterlibatan saraf dan vaskular dalam trauma, pada pasien
direncanakan dilakukan reduksi secara tertutup. Reduksi diperlukan sebab terjadi
displacement yang dapat mengakibatkan komplikasi pada penyembuhan, seperti mal-union.
Hal ini dilakukan sebab pada umumnya reduksi secara terbuka hanya diindikasikan pada
kondisi fraktur yang memang sudah terbuka (sekaligus untuk melakukan debirdement), serta
pada kasus lain seperti keterlibatan neurovaskular.
Pada pasien direncanakan penggunaan U-slab (coapation, atau disebut pula sugartong splint) setelah dilakukan reduksi tertutup. Setelahnya pasien perlu menggunakan sling.
Penggunaan ini dapat menyediakan traksi yang adekuat untuk mengatasi adanya
displacement berupa angulasi. Trauma yang adekuat dapat meluruskan kedua segmen tulang
yang fraktur. Pada umumnya clinical union akan tercapai dalam 6 minggu. Perlu diingat
bahwa clinical union akan tercapai terlebih dahulu dibandingkan dengan radiologic union,
sehingga pemeriksaan klinis menjadi mutlak.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Salter RB. Textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system. 3rd edition.
Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 1999.
2. American College of Surgeons, Committee on Trauma. ATLS, advanced trauma life
support for doctors: student course manual. Chicago, IL: American College of Surgeons;
2008.
3. Buckley R. General Principles of Fracture Care [Internet]. Kumpul. Kuliah Ilmu Bedah.
2014. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1270717-overview
4. Theodore TL. Biomechanics of fractures and fixation [Internet]. 2009 [cited 2014 Jan 26].
Available from: ota.org/media/29251/G08_Biomechanics-Edited-with-Questions.ppt
5. Shenoy RM. Essentials of orthopedics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers;
2010.
6. Rex C. Clinical assessment and examination in orthopedics. 2nd ed. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers; 2012.
7. Eiff MP, Hatch R, Kiggins MK. Fracture management for primary care. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2012.
8. Mostofi SB. Fracture classifications in clinical practice. London: Springer-Verlag; 2006.
28