Lada
Lada
Disusun Oleh :
Kelompok 1
ANDRE BAYU PRAKASA
125040100111068
ARI NIRWANA
125040107111005
WAHYU ARDY PRAMONO
135040100111008
RIZKI AYU AMILA
135040100111014
MUHAMMAD FEBRIAN
135040100111026
MASNUR NISRINA
135040100111030
NOVITA S SIMANULLANG
135040100111066
No
1
2
Tahun
Produksi
Produksi
Produktivit
(Ton)
(Kg/Ha)
as
2011
177.490
87.089
490
2012
178.622
88.160
494
Sumber: Dinas Perkebunan Propinsi Lampung Tahun 2012
(Kg/Ha)
784
785
Berdasarkan data diatas dapat dikatakan bahwa luas lahan areal lada dari tahun 2011 ke
2012 semakin menurun.Pada tahun 2011 luas lahan lada di Indonesia sebesar 177.490 ha.
Sedangkan pada tahun 2012 luas lahan lada sebesar 178.622 ha. Selain luas lahan yang
turun produksi dan produktivitas lada juga ikut menurun. Luas lahan pada tahun 2014 dan
tahun 2015 dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel Luas lahan Lada di Indonesia tahun 2014 dan 2015
Keterangan: *) angkas ementara kecuali karet, kelapa sawit dan kakao masi ATP
2014
Dari tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa luas lahan lada pada tahun 2014
sebesar 171.20 ha. Sedangkan luas lahan lada sementara pada tahun 2015 diperkirakan
sebesar 165.751 ha. Luas lahan ladad ari tahun ketahun semakin menurun. Menurunnya
luas lahan lada di Indonesia dikarenakan pengalihfungsi lahan. Lahan yang digunakan
sebagai pemukiman dan di gunakan untuuk menanam tanaman lain selain lada. Sedangkan
produktivitas lada pada tahun 2014 lebih kecil dibandingkan perkiraan tahun 2015 yaitu
sekitar 818 kg/ha.
II.
Luas areal tanaman lada di Indonesia hampir 90% dimiliki oleh perkebunan rakyat
estimasi tahun 2000 seluas 130.178 ha dari total areal 130.557 ha, dengan total potensi
produksi lada Indonesia sekitar 65.227 ton. Daerah penghasil lada terbesar di Propinsi
Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Hasil
pengolahan lada ada 3 jenis yaitu lada hitam, putih dan hijau, dari 3 jenis olahan yang
dikenal hanya lada hitam dan putih. Untuk hasil olahan lada dari Propinsi Lampung dikenal
dengan sebutan Lampung black pepper dan hasil olahan lada dari Provinsi Kepulauan
Bangka-Belitung dikenal dengan sebutan Muntok white pepper. Sebutan tersebut dikenal
karena Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar di dunia. Kondisi perkebunan
lada Indonesia saat ini sekitar 11,50% dari seluruh luas komoditi perkebunan dengan
kemampuan modal yang lemah. Dampak dari kondisi tersebut diatas mengakibatkan
perkembangan
teknologi
ditingkat
petani
untuk
perbaikan
mutu,
Indonesia merupakan produsen dan eksportir utama lada di dunia. Indonesia termasuk
kedalam lima besar utama negara produsen lada di dunia khususnya lada hitam dan lada
putih. Kedudukan lada sebagai komoditi ekspor hasil perkebunan cukup penting yaitu
nomor enamsetelah karet, kelapasawit, kakao, kopi dan kelapa serta lada juga dikenal
dengan King of Spices(Raja Rempah) untuk golongan komoditi rempah-rempah. Indonesia
juga memiliki peluang yang cukup besar untuk mendominasi perdagangan di dunia.
Potensi dan peluang yang dimiliki Indonesia dalam perdagangan lada di pasar
internasional cukup besar, diantaranya Indonesia sudah lama dikenal sebagai produsen
utama lada dunia terutama lada hitam (Lampung Black Pepper) yang dihasilkan di Propinsi
Lampung dan lada putih (Muntok White Pepper) yang berasal dari Propinsi Bangka
Belitung. Produksi lada putih Indonesia mencapa isekitar 80 persen pasokan dunia
sedangkan untuk lada hitam produksi Indonesia mencapai 15 persen produksi dunia
(Anonymous , 2007).
Permintaan lada oleh negara konsumen dapat dilihat dari impor lada yang dilakukan
oleh negara konsumen. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, yaitu antara tahun 1997
sampai dengan 2006, total impor lada dunia mengalami kenaikan yang cukup besar dengan
pertumbuhan rata-rata kenaikan sekitar 3,4 persen per tahun (Anonymous, 2007).
Amerika Serikat merupakan negara konsumen terbesarl ada di dunia, dengan total
impor mencapai 22 hingga 24 persen dari total impor lada dunia. Selain itu, negara
pengimpor lada utama lainnya adalah beberapa negara di kawasan Uni Eropa, Jepang,
Rusia, Korea, dan Pakistan. Sementara itu, negara pengekspor utama lada selain Indonesia
antara lain Brazil, India, Malaysia, Vietnam, Sri Lanka, Thailand, China, danMeksiko.
Vietnam merupakan pendatang baru dalam perdagangan lada dunia tetapi merupakan
pesaing utama Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Vietnam merupakan negara
pengekspor lada nomo rsatu di dunia sejak tahun 2001 hingga 2006, mengungguli
Indonesia di peringkat ketigas etelah Brazil. Berdasarkan potensi dan kemampuan yang
dimiliki, Indonesia harus mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat di pasar
internasional terutama dalam menghadapi liberalisasi perdagangan dimana tidak ada
hambatan dalam perdagangan. Hal ini menuntut adanya mutu dan kualitas yang baik pada
komoditi yang diperdagangkan sehingga dapat berperan penting dalam perdagangan
internasional.
IV.
Pengolahan Lada
A. Panen dan Pegolahan
a. Panen
Pada umur 3 tahun, tanaman sudah dapat dipanen dan pertumbuhannya mencapai
ujung tiang penegak dengan ketinggian 3,5 cm. Selanjutnya hasilnya mulai bertambah
sampai tanaman berumur 8 tahun, kemudian mulai menurun. Kalau tanaman dipelihara
baik, tanaman masih dapat berproduksi sampai 15 tahun atau lebih. Sejak bunga keluar
sampai buah masak, memakan waktu 7-9 bulan. Buah lada yang masih muda berwarna
hijau muda, kemudian berubah menjadi hijau tua dan apabila sudah masak menjadi kuning
kemerah-merahan. (Anonymous, 2007)
Berdasarkan tujuannya, ada dua macam pemanenan buah lada:
1. Pemanenan hasil untuk lada hitam.
Setelah itu lada dipisahkan dari dompolan atau gagang dengan menggunakan
saringan yang terbuat dari anyaman bambu dan ditempatkan agak tinggi serta
dibawahnya ditaruh suatu wadah atau tampah sebagai penampung buah lada.
Tangkai atau gagang dari buah yang tertinggal pada saringan bambu dipisahkan
diinginkan.
1.3. Pembersihan dan Sortasi
Lada kering kemudian ditampi dengan tampah, yaitu untuk membuang bahanbahan
yang ringan serta benda asing lainnya seperti tanah, pasir, daun kering, gagang,
serat-serat dan juga sebagian lada enteng.
1.4 Pengemasan dan Penyimpanan
Lada kering yang telah bersih kemudian dimasukkan dalam karung atau wadah
2.1 Perendaman.
Buah lada masak yang baru dipetik dimasukkan dalam karung goni
direndam dalam bak yang airnya mengalir selama 7 - 10 hari atau rata-rata 8 hari
untuk melunakkan kulit buah supaya mudah terlepas dari biji.
Pada tahap ini perlu diperhatikan, bahwasannya air rendaman harus bersih dan
mengalir, agar dihasilkan lada yang baik (putih bersih). Penggunaan air rendaman
yang kotor dan tidak mengalir akan menghasilkan lada putih yang kurang baik
(kotor, warna abu-abu atau kecoklatan).
2.2. Pembersihan atau Pencucian
Lada hasil rendaman, dikeluarkan dari karung dan dimasukkan dalam tampah
atau ember, lalu kulitnya dipisahkan dari biji dengan menggunakan tangan.
Kemudian lada tersebut dimasukkan dalam karung atau bakul pada air mengalir
dilakukan
dengan
mempergunakan
tikar
atau
merata.
Lada dianggap kering, bila dipijit memberikan suara menggeretak dan pecah.
2.4. Pembersihan dan sortasi.
Setelah lada cukup kering, kemudian lada ditampi dengan tampah,
yaitu untuk membuang bahan-bahan yang ringan serta benda asing lainnya
seperti tanah, pasir, daun kering, gagang, serat-serat dan juga sebagian lada
enteng.
2.5. Pengemasan dan Penyimpanan.
Selanjutnya lada yang telah kering dan bersih ini dimasukkan dalam karung atau
wadah penyimpanan lain yang kuat dan bersih. Hasil kemasan kemudian
disimpan diruangan simpan yang kering dan tidak lembab (Rh 70%), dengan
diberi alas dari bambu atau kayu setinggi 15 cm dari permukaan lantai
sehingga bagian bawah karung tidak berhubungan langsung dengan lantai.
(Anonymous, 2007)
Rendemen pengolahan hasil dari buah lada basah menjadi lada hitam
dan lada putih tergantung pada jenis tanaman dan tua mudanya buah disamping
cara pengolahan hasil itu sendiri.
maupun mati serta bebas dari bagian-bagian yang berasal dari binatang
Warna putih kekuning-kuningan sampai putih keabu-abuan/
kecoklatcoklatan
putih
A.
Diversifikasi Vertikal
Selama ini lada hanya diolah menjadi lada hitam dan lada putih yang diekspor
dalam bentuk curah. Di negara pengimpor, lada tersebut diproses lebih lanjut melalui
proses sterilisasi, grading, milling dan packaging, menjadi produk yang siap digunakan
oleh industri makanan, rumah tangga, dan restoran. Produk lada hitam umumnya dikemas
dalam bentuk butiran utuh, butiran pecah (10- 30 mesh) dan bubuk (60 mesh), sedangkan
lada putih umumnya dikemas dalam bentuk butiran utuh dan bubuk (60 mesh). Produk lada
tersebut telah melewati tahap sterilisasi sehingga bebas dari kontaminasi mikroba.
Sterilisasi lada dapat dilakukan dengan pencucian dengan air panas/uap, irradiasi dan
microwave
Sterilisasi dengan air panas/uap, dilakukan melalui pencucian buah lada dengan air
panas atau uap, kemudian dikeringkan dan diproses lebih lanjut sesuai bentuk produk yang
akan dihasilkan. Sterilisasi dengan uap dapat dimodifikasi dengan sterilisasi uap
bertekanan. Semua tahapan proses setelah sterilisasi harus terjamin higienitasnya,
sehingga produk lada yang telah mengalami sterilisasi tersebut tetap terjaga mutunya.
(Rishaferi, 2012)
B. Diversifikasi Horizontal
a. Lada Hijau
Produk lada hijau diolah dari buah yang belum terlalu tua sehingga memiliki flavor
dan kepedasan yang lebih ringan dibandingkan lada hitam dan lada putih. Berdasarkan cara
pengolahannya dikenal beberapa bentuk produk lada hijau, yaitu lada hijau kering beku
(freeze-dried green pepper) dan lada hijau kering (dehydrated green pepper). Produk lada
hijau banyak digunakan oleh industri saus dan pengolahan daging serta aneka masakan
berbahan daging. Dalam pengolahan lada hijau, warna hijau alami dari buah tersebut
dipertahankan dengan menghambat aktivitas enzim polyphenol oxidase yang berperan
dalam pembentukan warna hitam. Aktivitas enzim tersebut dapat dihambat dengan
pemanasan beberapa menit dalam air mendidih, penurunan pH dengan perendaman dalam
larutan asam, dan pembekuan12. Teknologi pengolahan lada hijau kering relatif sederhana
dan biaya investasinya rendah sehingga memungkinkan dikembangkan pada agroindustri
perdesaan dan industri kecil. Teknologi pengolahan lada hijau dalam larutan garam dapat
dikembangkan pada industri kecil dan menegah, sedangkan teknologi pengolahan lada
hijau kering beku dapat dikembangkan pada industri menengah dan besar karena
membutuhkan penguasaan teknologi dan biaya investasi yang lebih tinggi. (Rishaferi,
2012)
b. Lada hijau kering
Lada hijau kering (dehydrated green pepper) diperoleh melalui pengeringan
terkontrol dan warna hijaunya dipertahankan dengan menginaktifkan enzim polifenol
oksidase. Buah lada yang digunakan untuk pembuatan lada hijau kering, dipersayaratkan
yang masih dalam kondisi segar, warna hijau gelap, biji sudah keras tetapi buah belum
matang. Setelah buah lada tersebut dipanen, harus segera diproses untuk menghindari
buah lada menjadi hitam akibat aktivitas enzim polifenol oksidase. Dianjurkan 3-4 jam
setelah dipanen buah harus segera diolah, bila tidak langsung diolah, buah lada dapat
direndam dalam larutan garam dapur 2% selama kurang lebih 12 jam. Selain dapat
dan
bobot
yang
sangat
ringan.
Produk
tersebut
memiliki
warna
yang alami (hijau terang sampai kehijauan), aroma dan teksturnya lebih unggul
dibandingkan
lada
hijau
kering
baik
yang
dikeringkan
dengan
penjemuran,
solar dryer atau oven24. Prinsip dasar dalam pengering beku sublimasi, dimana air dalam
bentuk padat (beku) langsung dirubah menjadi uap untuk mengeluarkannya dari bahan
yang akan dikeringkan. Kelebihannya warna, flavor dan nutrisi produk lebih unggul
dibandingkan pengeringan lainnya. Metode kerja freeze-drying, materi yang akan dikering
bekukan ditempatkan pada ruang pengering. Dalam kondisi ruang pengering tertutup,
kompresor bekerja untuk menurunkan suhu dalam ruangan. Ketika materi membeku, air
akan terpisah dari segala sesuatu di sekitarnya pada tingkat molekuler. Pompa vakum akan
memaksa udara keluar dari ruangan, dengan menurunkan tekanan dibawah atmosfer. Unit
pemanas kemudian mengalirkan sejumlah kecil panas ke rak, menyebabkan es berubah
fase. Karena tekanan sangat rendah, es berubah langsung menjadi uap air. Uap air mengalir
keluar dari ruang beku-kering, melewati kumparan beku. Uap air mengembun ke kumparan
membeku dalam bentuk es padat, dalam cara yang sama air mengembun. Proses ini
berlangsung kontinyu dan membutuhkan waktu cukup lama (berjam-jam), sementara materi
secara bertahap akan mongering. (Rishaferi, 2012)
d. Lada hijau beku
Produk lada hijau beku berbeda dengan lada hijau kering. Lada hijau beku
penampilannya lebih alami karena kadungan air (kesegaran) dalam buah lada tetap
dipertahankan, sedangkan pada lada hijau kering beku kandungan air dihilangkan.
Pembekuan adalah proses mengawetkan dengan cara hampir seluruh kandungan air dalam
produk menjadi es. Keadaan beku menyebabkan aktivitas mikrobiologi dan enzim
terhambat sehingga daya simpan produk menjadi panjang. Proses pembekuan berlangsung
pada suhu -18C atau lebih rendah. Jenis
golongan yaitu pembekuan cepat (quick freezing) dan pembekuan lambat (slow freezing).
Pada pembekuan cepat, produk yang dibekukan mempunyai kristal es yang halus. Saat
dicairkan, air yang terbentuk akan diserap kembali oleh jaringan makanan dan hanya
sedikit yang lolos menjadi tetesan air. Pada proses pembekuan lambat akan menghasilkan
kristal es yang besar dan tajam yang akan lolos sebagai tetesan air pada waktu
pencairan.
Lada hijau beku digunakan dalam salad segar dan makanan beku. Pasar produk ini
terutama diarahkan ke Eropa Barat, meskipun produk tersebut mulai diterima di Amerika
Serikat dan Kanada. Lada hijau beku ini telah diproduksi di India dan hanya ditujukan
untuk ekspor. (Rishaferi, 2012)
e. Minyak Lada
Aroma lada ditentukan oleh kandungan minyak atsiri. Komposisi utama minyak
lada sebagian besar merupakan campuran kompleks dari senyawa terpen hidrokarbon dan
senyawa oksigen yang memiliki titik didih 80 200oC. Variasi komposisi senyawa tersebut
di dalam minyak lada tergantung pada varietas, lahan tempat tumbuh dan kondisi
agroklimat serta mutu bahan baku. Kegunaan minyak lada terutama sebagai flavor
pada berbagai produk makanan, bahan obat, aromaterapi, dan juga digunakan pada
beberapa jenis parfum.
Minyak lada diperoleh dengan cara penyulingan uap langsung (steam) atau
penyulingan uap-air (dikukus). Penyulingan dengan uap langsung memungkinkan
penyulingan
dilakukan
dalam
kapasitas
besar
(volume
ketel
2.500 l), tetapi membutuhkan dua unit peralatan yaitu ketel penyuling dan mesin
pembangkit uap, sehingga biaya investasinya cukup tinggi. Penyulingan dengan cara
dikukus dapat dikerjakan pada kapasitas volume ketel 1000 liter, dan tidak
memerlukan mesin pembangkit uap sehingga lebih berpeluang diterapkan di tingkat petani
atau kelompok tani karena investasinya lebih murah. Sebelum disuling buah lada harus
dihancurkan, kemudian segera disuling.
panas.
Ekstraksi
minyak
lada
dengan
metode
Supercritical
Fluid Extraxtion (SFE) dengan menggunakan karbon dioksida superkritis sebagai pelarut
dapat mengeliminir kelemahan pada ekstraksi (penyulingan) minyak lada secara
konvensional.
Minyak lada diperoleh melalui penyulingan lada hitam atau dari hasil samping (sisa
sortasi) pengolahan lada hitam dan lada putih, berupa lada enteng dan menir untuk
meningkatkan
nilai
tambahnya.
Pemanfaatan
lada
enteng
untuk
kilogram
lada
sebagai
flavor
dalam
industry
pengolahan
pangan.
Produksi oleoresin dapat dilakukan melalui satu atau beberapa tahap ekstraksi. Lada hitam
yang akan diekstraksi digiling menjadi partikel yang berukuran 30-40 mesh untuk
memudahkan proses ekstraksi karena bertambah luas permukaan bahan yang kontak
dengan pelarut. Hasil ekstraksi dipisahkan dari ampasnya dengan metode penyaringan.
Bahan yang terekstrak dalam pelarut dipisahkan dengan metode evaporasi karena titik didih
pelarut lebih rendah dari komponen yang terlarut. Evaporasi dilakukan pada
suhu tidak lebih dari 80oC. Pelarut yang menguap dilewatkan ke dalam kondesor untuk direcycle, dan pelarut tersebut dapat digunakan kembali. Pelarut yang masih tersisa pada
oleoresin, dipisahkan dengan evaporasi vakum pada kondisi vakum kurang dari 20 mmHg.
Pada prinsipnya suhu dan kondisi vakum yang digunakan pada evaporasi pelarut tidak
oleoresin
lada
tidak
direkomendasikan.
Pemakaian
pelarut
etanol
memberikan hasil rendemen oleoresin dan kandungan minyak yang lebih tinggi
dibandingkan pelarut yang lain, risiko toksik dan harga pelarutnya lebih rendah, serta
mudah diperoleh. Rendemen oleoresin berkisar 10-13%, berbentuk pasta berwarna gelap,
memiliki aroma dan rasa yang lebih tajam karena mengandung 15-20% minyak atsiri dan
35-55% komponen rasa pedas (piperin). Kualitas oleoresin ditentukan oleh kandungan
minyak dan piperin di dalamnya. Bila dibandingkan dengan lada hitam, hanya
mengandung minyak 2,5-3,5 % dan piperin 4-6 %.
Oleoresin digunakan sebagai flavor pada industri pengolahan makanan seperti
pengalengan daging, saos, pembuatan minuman ringan, bahan baku obat farmasi, industri
kosmetik
dan
parfum,
industri
kembang
gula
dan
roti.
Penggunaan
oleoresin lebih disukai bagi industri makanan karena memiliki rasa dan aroma seperti
aslinya. Keuntungannya, oleoresin lebih efisien dalam transportasi dan penyimpanan,
pemakaiannya dapat distandarkan, bebas dari mikroba, daya simpan lama, dan tidak
mempengaruhi
penampakan
dan
volume
produk
karena
pemakaiannya
sangat
sedikit. Kelemahan penggunaan oleoresin tersebut antara lain sangat pekat dan
kadangkadang lengket sehingga sulit ditimbang dengan tepat, sulit terdispersi pada
pencampuran
kering,
stabilitas
flavor
kurang
baik
dalam
penyimpanan
yang lama, dan masih terkandung residu pelarut. Karakter perisa oleoresin dapat berubah
selama penyimpanan atau pengolahan dan menimbulkan off-flavor. Oleh karena itu,
oleoresin memerlukan penanganan khusus selama penyimpanannya agar terhindar dari
pengaruh panas, cahaya, oksigen dan kelembaban. (Rishaferi, 2012)
V.
Ragam Budidaya Lada
A. SYARAT TUMBUH
Tanaman lada tumbuh dengan baik pada daerah:
a. Ketinggian mulai 0-700 m di atas permukaan laut (dpl).
b. Penyebaran tanaman lada sangat luas berada di wilayah tropika antara 20 0 LU
dan 200 LS.
c. Curah hujan dari 1.000-3.000 mm per tahun yang merata sepanjang tahun.
d. Mempunyai hari hujan 110-170 hari per tahun, musim kemarau hanya 2-3 bulan
per tahun.
e. Kelembaban udara 63- 98% selama musim hujan, dengan suhu maksimum 35 oC
dan suhu minimum 20oC.
f. Lada dapat tumbuh pada semua jenis tanah, terutama tanah berpasir dan gembur
dengan unsur hara cukup, drainase (air tanah) baik, tingkat kemasaman tanah
(pH) 5,0-6,5.
B. RAGAM BUDIDAYA LADA
1. Budidaya Lada DenganTegakan Hidup
Tegakan hidup pada umumnya digunakan pada budidaya tanaman lada secara
ekstensif dan semi intensif. Penggunaan tegakan hidup pada budidaya lada yang
intensif saat ini belum dilakukan dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Tidak
semua jenis tanaman dapat dipakai sebagai tegakan lada.
Tegakan hidup hendaknya memiliki sifat:
a. Berumur panjang
b. Memungkinkan akar lada melekat dengan baik
c. Efek negatif terhadap tanaman lada tidak begitu besar, seperti adanya kompetisi
akan hara, air dan CO2, efek alelopati
d. Mudah dan cepat tumbuh serta tahan pangkas
e. Murah dan mudah diperoleh
iklim mikro dalam kebun dan meningkatkan efektifitas dan efisiensi penggunaan
pupuk anorganik.
2. Budidaya Lada DenganTegakan Mati
Ada kecenderungan bahwa pertumbuhan dan produksi tanaman lada lebih baik
apabila menggunakan tegakkan mati dari pada tegakan hidup. Pada budidaya lada
dengan tegakan mati tidak ada persaingan akan unsur-unsur hara, air dan CO2, selain
itu tanaman lada mendapat intensitas sinar matahari yang tinggi sehingga laju
fotosintesisnya dipacu.
Beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi oleh tegakan mati adalah :
a. Tahan lama
b. Permukaannya agak kasar
c. Diameter tegakan tidak terlalu besar
d. Relatif tahan terhadap hama dan penyakit
e. Tidak menyerap panas matahari terlalu banyak
f. Relatif murah dan mudah diperoleh
VI.
pengisap
buah
lada
merupakan
hama
penting,
terutama
buah
lada umur antara 4-5 bulan (masak susu). Kepik ini mengisap buah lada
sehingga
menjadi kosong, kering, dan menghitam. Serangan yang berat pada tunas
dapat
menyebabkan buah layu dan tunas mati. Hama ini biasanya dikendalikan
secara
alami oleh banyak musuh alami. Delapan puluh persen diparasitasi oleh
Anastatus
dasyni. Nimfanya dibunuh oleh laba-laba lompat dan predator lain. Kepik
dewasa yang terbang ditangkap oleh lalat buas. Kepik ini juga dikendalikan
oleh musuh alami lain termasuk tiga macam tawon parasitoid yang membunuh
telur kepik. Pengendalian nimfa dan dewasa dengan penyemprotan cendawan
Beauveria sp. dan Spicaria sp. dapat dilakukan. (Anonymous, 2002)
Daur hidup
Daur hidup seluruhnya dari telur sampai dewasa berkisar antara 6-14
minggu.
Telur
diletakkan pada permukaan daun dan tandan lada dalam kelompok terdiri dari
3-11 telur. Ada Anastatus dasyni, Ooencyrtus malayensis dan satu jenis tawon
parasitoid lagi yang dapat membunuh hingga 90% dari semua telur yang
diletakkan oleh Dasynus. Dewasa mampu bertelur maksimum 200 butir. Kepik
lada
biasanya
makan
pada
pagi
sampai sore hari. Pada siang hari mereka menyembunyikan diri di dalam
mahkota pohon lada. (Anonymous, 2002)
dan
kemudian
masuk
dan
menggerek
ke
dalamnya.
Larva
kumbang
awal
Lophobaris
adalah
perubahan
warna.
Cabang
akan
berubah
menjadi kuning, coklat, kemudian hitam. Cabang lada biasanya akan mati. Lubang
gerekan
dapat
juga
ditempati
oleh
serangga-serangga
kecil
lainnya.
Dapat
terserang, dimasukkan dalam karung dan dibawa keluar kebun kemudian dibakar.
(Anonymous, 2002)
Daur hidup
Telur Lophobaris diletakkan satu per satu di lubang kecil pada ruas cabang muda.
Setelah telur menetas, larva Lophobaris membuat sebuah lubang masuk cabang itu,
hingga cabang jadi lemah, pertumbuhan cabang terhenti, layu, kering dan mati.
Larva kemudian menjadi pupa di dalam lubang. Kumbang dewasa keluar dari cabang
untuk kawin dan berkembang biak. Daur hidup dari telur sampai dewasa antara
45-60 hari. Larva Lophobaris dapat diparasitasi oleh tawon kecil, Spathius. Tawon betina
Spathius masuk ke dalam cabang pohon dan meletakkan sebuah telur pada larva
Lophobaris. Larva Spathius tersebut mengisap dan membunuh larva Lophobaris.
(Anonymous, 2002)
B. Penyakit Penting
a) Busuk pangkal batang
Phytophthora capsici, Family Pythiaceae, Ordo Pythiales
STEM AND ROOT ROT
Penyakit ini disebabkan oleh jamur P. capsici yang dapat menyerang dan
mematikan semua bagian tanaman lada. Serangan pada akar atau pangkal batang
menyebabkan kelayuan daun mulai dari pucuk lalu ke bawah hingga tanaman mati.
Akar dan batang tanaman lada yang terserang berwarna hitam. Daun yang
terserang terlihat bercak di bagian tepi daun atau bentuk bulat kehitaman di bagian
tengah daun. Penyebaran penyakit sangat cepat pada lingkungan yang lembab, hingga
tanaman dapat mati dalam waktu dua minggu setelah muncul layunya daun. Spora
disebarkan oleh angin dan air, ternak, peralatan lapangan hingga penyakit ini dapat
menyebar dengan cepat.
Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan membuat parit isolasi pada tanaman
terserang ukuran lebar 30 cm dan kedalaman 40 cm. Membuat saluran drainase di dalam
dan di luar kebun. Mengumpulkan dan membakar tanaman dan daun yang terserang.
Membiarkan tanah terbuka kena sinar matahari; disulam setelah 1-2 tahun kemudian.
Untuk pencegahannya sulur tanaman lada dekat permukaan tanah di pangkas sampai
ketinggian + 30 cm diatas permukaan tanah. Melakukan pemangkasan tajar hidup secara
teratur. Menanam tanaman penutup tanah Arachis pintoi disekitar pohon lada.
Melakukan
pemupukan
dengan
pupuk
organik
untuk
meningkatkan
jamur
yang
cukup
dalam.
Jangan
dibiarkan
berserakan
di
dalam
kebun.
Jangan menggunakan tanaman lada di areal terserang sebagai stek untuk bahan
tanaman baru yang akan ditanam. Gunting/alat pangkas harus dipanaskan dengan korek api
sebelum dipakai lagi ke tanaman berikutnya. (Anonymous, 2002)
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2002. Musuh alami, hama dan penyakit tanaman lada. Direktorat
Perlindungan Perkebunan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan
Departemen Pertanian
Anonymous, 2007. Lada. Direktorat Jenderal Perkebunan
Anonymous,2007. UKM teknologi lada. Kamar Dagang dan Industri Indonesia
Anonymous, 2012. Lada. Dinas Perkebunan Provinsi Lampung
Suprapto dan Yani, Alvi. 2008. Teknologi Budidaya Lada. Bogor: Balai Besar Pengkajian
dan Pengembangan.
Syakir, M. 2008. Ragam Budidaya Lada.Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.
(Online).
(http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/images/file/Perkembangan