Perioperative Procedure
Perioperative Procedure
PERIOPERATIVE PROCEDURE
Pembimbing:
dr. Imam Ghozali,M.Kes, Sp.An
Oleh:
Kgs. Mahendra Effendy, S.Ked
KEPANITERAAN KLINIK
SMF ANESTHESIA
RUMAH SAKIT UMUM DR. H. ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2015
KATA PENGATAR
Pertama penulis ucapkan terima kasih kepada Allah SWT. karena atas rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Perioperative
Procedure tepat pada waktunya. Adapun salah satu tujuan pembuatan referat ini
adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik SMFAnesthesia Rumah Sakit Umum Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Imam Ghozali, M.Kes, Sp.An yang
telah meluangkan waktunya untuk penulis dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam referat ini, oleh karena itu
saran dan kritik yang membangun, sangat penulis harapkan. Semoga referat ini
dapat bermanfaat bukan hanya untuk penulis, tetapi juga bagi siapa pun yang
membacanya.
Bandar Lampung, 16 Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 2
A.
B.
C.
D.
E.
Definisi.................................................................................................. 2
Persiapan Preoperatif............................................................................ 2
Monitoring Anestesi.............................................................................. 11
Manajemen Postoperatif....................................................................... 19
Komplikasi Pasca Anestesi dan Penanganannya.................................. 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perioperatif adalah suatu ilmu Kedokteran yang mencakup masalah-masalah
sebelum anesthesia/pembedahan, selama anesthesia/pembedahan dan sesudah
anesthesia/pembedahan.Meliputi semua aspek fisiologis dan patologis yang
mempengaruhi anesthesia dan pembedahan, pengaruh anesthesia dan
pembedahan terhadap fisiologis tubuh dan resiko maupun komplikasi yang
diakibatkanya.
Sebagai seorang dokter umum, penting untuk mengetahui dan memahami
pentingnya prosedur perioperatif ini karena sering kali terlupakan. Misalnya
saja karena persiapan sebelum anestesi/pembedahan yang dilakukan oleh
dokter umum kurang, pembedahan pasien dapat saja dibatalkan karena dapat
membahayakan pasien. Selain itu, penting juga bagi dokter umum untuk
mengetahui dan memahami manajemen pasien-pasien post-operasi karena
tidak jarang pasien akan mengalami nyeri yang hebat atau bahkan mengalami
perdarahan yang massif sehingga memerlukan transfuse darah.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan referat ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk memenuhi tugas dalam kepaniteraan klinik di SMF Anesthesia
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek.
2. Untuk menambah wawasan khususnya bagi penulis tentang perioperative
procedure.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Perioperatif adalah suatu ilmu Kedokteran yang mencakup masalah-masalah
sebelum anesthesia/pembedahan, selama anesthesia/pembedahan dan sesudah
anesthesia/pembedahan.Meliputi semua aspek fisiologis dan patologis yang
mempengaruhi anesthesia dan pembedahan, pengaruh anesthesia dan
pembedahan terhadap fisiologis tubuh dan resiko maupun komplikasi yang
diakibatkanya.
B. Persiapan Preoperatif
1. Standar Dasar Perawatan Preanesthesia
Standar ini harus dilakukan pada semua pasien yang mendapat perawatan
anesthesia. Seoranganesthesiologistharus bertanggung jawab untuk
menentukan status medis pasien dan menentukan perencanaan perawatan
anesthesia. Sebelum melakukan perwatan anesthesia,
anesthesiologistbertanggung jawab untuk:
a. Meninjau rekam medis yang ada.
b. Meng-interview dan melakukan pemeriksaan pasien untuk:
1) Mendiskusikan riwayat medis, termasuk riwayat anestesi
sebelumnya dan terapi medis sebelumnya.
2) Menilai kondisi fisik pasien yang dapat mempengaruhi keputusan
anestesi terkait risiko perioperative dan penanganannya.
c. Melakukan dan meninjau uji yang telah dilakukan dan
mengkonsultasikan kepada pasien hal-hal yang diperlukan untuk
melakukan perawatan anesthesia.
d. Memberikan medikasi preoperatif yang diperlukan.
e. Memastikan informed consenttelah dilakukan dan didapatkan untuk
perawatan anesthesia.
ASA II :
ASAIII:
ASA IV :
sistemik berat.
pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam
nyawa.
ASA V :
ASA VI :
Pada waktu intake oral tidak ada, deficit cairan dan elektrolit dapat
terjadi dengan cepat karena adanya pembentukan urin yang terus
berlangsung,sekresi gastrointestinal, keringat dan insensible losses dari
kulit dan paru. Kebutuhan pemeliharaan normal dapat diestimasi dari
tabel berikut:
Tabel 2. Estimasi Kebutuhan Cairan Pemeliharaan
BeratBadan
Kebutuhan
10 kg pertama
4 ml/kg/jam
10 kg kedua
2 ml/kg/jam
Masing-masing kg berikutnya 1 ml/kg/jam
Pasien yang akan dioperasi setelah semalam puasa tanpa intake cairan
akan menyebabkan defisit cairan sebanding dengan lamanya puasa.
Defisit ini dapat diperkirakan dengan mengalikan normal maintenance
dengan lamanya puasa. Untuk 70 kg, puasa 8 jam, perhitingannya (40
+ 20 + 50) ml / jam x 8 jam atau 880 ml. Pada kenyataannya, defisit ini
dapat kurang sebagai hasil dari konservasi ginjal. Kehilangan cairan
abnormal sering dihubungkan dengan defisit preoperatif. Sering
terdapat hubungan antara perdarahan preoperatif, muntah, diuresis dan
diare.
b. Gigi palsu, bulu mata palsu, cincin, gelang harus ditanggalkan dan
bahan kosmetik seperti lipstick, cat kuku harus dibersihkan agar tidak
mengganggu pemeriksaan selama anesthesia, missal sianosis atau
anemis.
c. Kandung kemih harus kosong, bila perlu dilakukan kateterisasi. Untuk
pembersihan jalan nafas, pasien diminta batuk kuat-kuat dan
mengeluarkan lendir jalan nafas.
d. Penderita dimasukkan ke dalam kamar bedah dengan memakai pakaian
khusus, diberikan tanda atau label, terutama untuk bayi. Periksa sekali
lagi apakah pasien atau keluarga sudah memberi izin pembedahan
secara tertulis (informed consent).
e. Pemeriksaan fisik yang penting dapat diulang sekali lagi di kamar
operasi karena mungkin terjadi perubahan bermakna yang dapat
menyulitkan perjalanan anesthesia, misalnya hipertensi mendadak,
dehidrasi atau serangan asma akut.
f. Pemberian obat premedikasi secara intramuscular atau oral dapat
diberikan -1 jam sebelum dilakukan induksi anesthesia atau beberapa
menit bila diberikan secara intravena.
C. Monitoring Anestesi
Monitoring adalah segala usaha untuk memperhatikan, mengawasi dan
memeriksa pasien dalam anestesi untuk mengetahui keadaan dan reaksi
fisiologis pasien terhadap tindakan anestesi dan pembedahan. Tujuan utama
10
11
Ventilasi
Tujuan:
Untuk memastikan ventilasi yang memadai terhadap pasien selama semua
prosedur anestesi.
Metode:
1. Setiap pasien yang menerima anestesi umum harus memiliki kecukupan
ventilasi yang terus dievaluasi. Tanda-tanda klinis kualitatif seperti
pengapatan pengembangan dada, reservoir breathing bag, dan auskultasi
suara nafas sangat berguna.
2. Apabila tracheal tube atau laryngeal mask dimasukkan, posisi yang benar
harus diverifikasi oleh penilaian klinis dan dengan identifikasi konsentrasi
karbon dioksida dalam udara ekspirasi. Analisis End-Tidal CO2 yang terusmenerus, yang digunakan dari waktu intubasi, sampai ekstubasi atau
memindahkan pasien ke lokasi perawatan pascaoperasi, harus terus
dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif seperti capnography,
atau capnometry.
3. Bila ventilasi dikendalikan oleh ventilator mekanik, sebaiknya digunakan
sebuah perangkat yang mampu mendeteksi bila ada komponen yang
terputus dari sistem pernapasan. Perangkat harus memberikan sinyal yang
dapat terdengar saat alarm telah melampaui ambang batas.
4. Selama anestesi regional dan perawatan anestesi yang memerlukan
pengawasan, kecukupan ventilasi harus dievaluasi, setidaknya, dengan
pengamatan terus-menerus tanda-tanda klinis kualitatif.
Sirkulasi
Tujuan:
Untuk memastikan kecukupan fungsi peredaran darah pasien selama semua
prosedur anestesi.
Metode:
1. Setiap pasien yang menerima anestesi harus memiliki elektrokardiogram
terus ditampilkan dari awal anestesi sampai saat bersiap-siap
meninggalkan lokasi anestesi.
2. Setiap pasien yang menerima anestesi harus diukur tekanan darah arteri
dan denyut jantungnya dan dievaluasi setidaknya setiap 5 menit.
12
D. Manajemen Postoperatif
Pasca anestesi dilakukan pemulihan dan perawatan pasca operasi dan anestesi
yang biasa dilakukan di ruang pulih sadar atau recovery room, yaitu ruangan
untuk observasi pasien pasca bedah atau anestesi. Ruang pulih sadar adalah
batu loncatan sebelum pasien dipindahkan ke bangsal atau masih memerlukan
perawatan intensif ICU. Dengan demikian pasien pasca operasi dan anestesi
dapat terhindar dari komplikasi yang disebabkan karena operasi atau pengaruh
anestesinya.
Pulih dari anestesi umum atau dari analgesia regional secara rutin dikelola
dikamar pulih atau Unit Perawatan Pasca Anestesi, UPPA (RR, Recovery
Room atau PACU, Post Anestesia Care Unit). Idealnya bangun dari anestesi
secara bertahap, tanpa keluhan dan mulus. Kenyataannya sering dijjumpai halhal yang tidak menyenangkan akibat stres pasca bedah atau pasca anestesi
yang berupa gangguan napas, gangguan kardiovaskular, gelisah, kesakitan,
mual-muntah, menggigil dan kadang-kadang pendarahan.
Recovery room atau ruang pemulihan adalah sebuah ruangan di rumah sakit,
dimana pasien dirawat setelah mereka telah menjalani operasi bedah dan pulih
dari efek anestesi. Pasien yang baru saja di operasi atau prosedur diagnostik
13
14
Pada saat melakukan observasi di ruang pulih, agar lebih sistematis dan lebih
mudah dapat dilakukan monitoring B6, yaitu:
Breath (nafas) : sistem respirasi
Pasien belum sadar dilakukan evaluasi :
Pola nafas
Tanda-tanda obstruksi
Pernafasan cuping hidung
Frekuensi nafas
Pergerakan rongga dada : simetris/tidak
Suara nafas tambahan : tidak ada pada obstruksi total
Udara nafas yang keluar dari hidung
Sianosis pada ekstremitas
Auskultasi : wheezing, ronki
Pasien sadar : tanyakan adakah keluhan pernafasan.
Jika tidak ada keluhan : cukup berikan O2
Jika terdapat tanda-tanda obstruksi : terapi sesuai kondisi
(aminofilin,kortikosteroid, tindakan triple manuver airway).
Blood (darah) : sistem kardiovaskuler
Tekanan darah
Nadi
Perfusi perifer
Status hidrasi (hipotermi syok)
Kadar Hb
Menurut WHO, kadar Hb normal adalah 11,0 g/dl untuk usia 0,504,99
tahun, 11,5 g/dl untuk usia 5,011,99 tahun, 12,0 g/dl untuk usia 12,0
14,99 tahun, 12,0 g/dl untuk wanita yang tidak hamil 15,0 tahun, 11,0
g/dl untuk wanita hamil, dan 13,0 g/dl untuk pria 15,0 tahun.
Apabila kadar Hb di bawah normal, maka diperlukan transfusi darah.
Berikut adalah rumus untuk menentukan kebutuhan darah transfusi.
Kebutuhan Transfusi = (Hb normal Hb pasien) x BB x jenis darah
Keterangan :
Jenis darah = darah yang dibutuhkan
PRC = 3
WB = 6
Brain (otak) : sistem SSP
15
pancreas
Dilatasi usus halus,
Kemerahan/ normal
Pucat
SCORE
SCORE
2
1
16
2.
3.
Cianosis
Aktifitas Motorik
0
2
1
0
2
tangis kuat
adekuat
4.
adekuat
Tekanan darah
operasi
operasi
Kesadaran
1
0
operasi
5.
panggil
Keterangan:
pasien.
selama 2 jam.
Namun bila pasien tersebut anak-anak kriteria pemulihan yang digunakan
adalah skor Steward, yang dinilai antara lain pergerakan, pernafasan dan
kesadaran. Bila skor total di atas 5, pasien boleh keluar dari ruang pemulihan.
Tabel 4. Steward score
TANDA
Kesadaran
KRITERIA
1.
Bangun
SCORE
17
2.
Respon terhadap
rangsang
Pernafasan
Motorik
3.
1.
2.
3.
1.
2.
3.
Tidak bergerak
Keterangan:
Score 5 boleh keluar dari RR
Untuk pasien dengan spinal anestesi digunakan kriteria skor Bromage, yang
dinilai adalah pergerakan kaki, lutut dan tungkai, apabila total skor di atas 2,
pasien boleh di pindahkan ke ruang rawat.
Tabel 5. Bromage score
NO
1.
KRITERIA
Dapat mengangkat tungkai
SCORE
0
2.
bawah.
Tidak dapat menekuk lutut
SCORE
3.
4.
18
19
20
anus.
Pengaruh metabolisme : hipertiroid, hiperkalemi
21
3. Komplikasi Lain-lain
a. Mengigil
Pada akhir anestesi dengan tiopental, halotan atau enfluran kadangkadang timbul mengigil di seluruh tubuh disertai bahu dan tangan
bergetar. Hal ini mungkin terjadi karena hipotermia atau efek obat
anestesi, Hipotermi terjadi akibat suhu ruang operasi, ruang UPPA
yang dingin, cairan infus dingin, cairan irigasi dingin, bedah abdomen
luas dan lama. Faktor lain yang menjadi pertimbangan ialah
kemungkinan waktu anestesi aliran gas diberikan terlalu tinggi hingga
pengeluaran panas tubuh melalui ventilasi meningkat.
Terapi petidin 10-20 mg i.v. pada pasien dewasa, selimut hangat, infus
hangat dengan infusion warmer, lampu penghangat untuk
menghangatkan suhu tubuh.
b. Gelisah setelah anestesi
Gelisah pasca anestesi dapat disebabkan karena hipoksia,
asidosis,hipotensi, kesakitan. Penyulit ini sering terjadi pada
pemberian premedikasi dengan sedatif tanpa anelgetika, hingga pada
akhir operasi penderita masih belum sadar tetapi nyeri sudah mulai
terasa. Komplikasi ini sering didapatkan pada anak dan penderita usia
lanjut. Setelah disingkirkan sebab-sebab tersebut di atas, pasien dapat
diberikan midazolam 0,05-0,1mg/kgBB atau terapi dengan analgetika
narkotika (petidin 15-25 mg I.V ).
c. Kenaikan Suhu
Kenaikan suhu tubuh harus kita bedakan apakah demam (fever) atau
hipertermia (hiperpireksia). Demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas
38 derajat Celcius dan masih dapat diturunkan dengan pemberian
salisilat. Sedangkan hipertermia ialah kenaikan suhu tubuh diatas 40
derajat Celcius dan tidak dapat diturunkan dengan hanya memberikan
salisilat.
22
Celcius)
Penutup kain operasi yang terlalu tebal
Dosis premedikasi sulfas atropin terlalu besar
Infeksi
Kelainan herediter (kelainan ini biasanya menjurus pada
komplikasi hipertermia maligna)
d. Reaksi Hipersensitif
Reaksi hipersensitif adalah reaksi abnormal terhadap obat karena
terbentuknya mediator kimia endogen seperti histamin dan serotonin
dan lainnya. Reaksi dapat saja terjadi pada tiap pemberian obat
termasuk obat yang digunakan dalam anestesia. Komplikasi sering
terjadi pada pemberian induksi intravena dan obat pelumpuh otot.
Gejala klinis hipersensitif :
Kulit kemerahan dan timbul urtikaria
Muka menjadi sembab
Vasodilatasi, tetapi nadi kecil sering tak teraba, sampai henti
jantung.
Bronkospasme
Sakit perut, mual dan muntah, kadang diare
Pengobatan:
Hentikan pemberian obat anestetika
Dilakukan napas buatan dan kompresi jantung luar kalau terjadi
henti jantung
Adrenalin 0,3-0,5 cc (1:1000) i.v. atau intratrakeal
Steroid, aminofilin atau vasopresor dipertimbangkan pada keadaan
tertentu
Percepat cairan infus kristaloid
Operasi dihentikan dulu sampai gejala-gejala hilang.
e. Nyeri
Nyeri pasca bedah dikategorikan sebagai nyeri berat, sedang dan
ringan.Untuk meredam nyeri pasca bedah pada anestesi regional untuk
pasien dewasa,sering ditambahkan morfin 0.05-0.10 mg saat
memasukkan anestesi lokal ke ruang subaraknoid atau morfin 2-5 mg
ke ruang epidural. Tindakan ini sangat baik manfaatnya karena dapat
membebaskan nyeri pasca bedah sekitar 10-16 jam. Setelah itu nyeri
24
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perioperativeprocedure atau prosedur perioperatif mencakup mencakup
masalah-masalah sebelum anesthesia/pembedahan, selama
anesthesia/pembedahan dan sesudah anesthesia/pembedahan.
2. Prosedur preoperatif harus dilakukan dengan baik karena apabila tidak
dikelola dengan baik, operasi pasien dapat saja dibatalkan.
3. Manajemen post operatif juga penting karena sering kali pasien
mengalami berbagai keluhan sehingga diperlukan observasi dan
penanganan yang baik.
B. Saran
Dalam penulisan ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak sekali
kekurangan, oleh karena itu penulis berusaha memberikan saran terutama bagi
para pembaca agar:
1. Selalu memperbaharui ilmu karena ilmu dapat berubah dari waktu ke
waktu karena peningkatan pemahaman atau bahkan pembaharuan yang
lebih tepat.
2. Selama belajar, sangat wajar apabila terdapat kesalahan. Akan tetapi
sebaiknya tidak mengulangi kesalahan yang sama dan mengambil
pelajaran dari kesalahan sebelumnya agar dapat diperbaiki ke depannya.
26
DAFTAR PUSTAKA
ASA. 2011. Practice Guidelines for Preoperative Fasting and the Useof
Pharmacologic Agents to Reduce the Risk ofPulmonary Aspiration:
Application to Healthy PatientsUndergoing Elective Procedures.
Anesthesiology; 114:495-511.
Latief SA, Suryadi KA., Dachlan MR. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi.
Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif
FKUI.
Longnecker DE, Brown DL, Newman MF, Zapol WM. 2012.Anesthesiology.
New York: Mc Graw Hill Companies.
Miller, Ronald D. 2005. Millers Anesthesia, 7th edition. United States of America:
Elsevier.
MorganGE,. Maged SM, dan MurrayMJ. 2006. ClinicalAnesthesiology, Fourth
Edition. United States of America: Appleton & Lange.