Anda di halaman 1dari 22

REFERAT

GAGAL JANTUNG

Perceptor:
dr. Imam GhozaliSp.An

Oleh:
KartikaYuanaFitriS.Ked
1118011065

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANASTESIOLOGI


RUMAH SAKIT ABDUL MOELOEK
BANDAR LAMPUNG
2015

I. PENDAHULUAN

Jantung merupakan salah satu organ vital dalam tubuh manusia yang terletak dalam
mediastinum di antara kedua paru-paru. Jantung memiliki fungsi utama sebagai
pemompa darah. Jantung merupakan salah satu organ yang tidak pernah beristirahat
Dalam keadaan fisiologis, pembentukan rangsang irama denyut jantung berawal dari
nodus sinoatrial (nodus SA) dan menyebar ke serat otot lainnya sehingga
menimbulkan kontraksi jantung. Jika rangsang irama ini mengalami gangguan dalam
pembentukannya dan penghantarannya, maka dapat terjadi gangguan pada kinerja
jantung.
Gangguan pada sistem kardiovaskuler merupakan masalah kesehatan utama yang
dialami masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan, jantung mempunyai suatu
sistem pembentukan rangsang tersendiri. Pada zaman modern ini. Angka kejadian
penyakit jantung semakin meningkat. Baik di Negara maju maupun berkembang,
penyebab yang sering ditemukan adalah gaya hidup misalnya, diet yang salah, stress,
kondisi lingkungan yang buruk, kurang olahraga, kurang istirahat dan lain-lain. Diet
yang salah, seperti terlalu banyak mengkonsumsi junk food yang notabene banyak
mengandung kolesterol jahat, yang berujung pada kegagalan jantung. Apalagi
ditambah dengan lingkungan yang memiliki tingkat stressor tinggi, kurang olahraga,
dan istirahat, maka resiko untuk terkena penyakit jantung akan semakin tinggi,
Berbagai macam penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infark miokard
akut, hipertensi yang semuanya berujung pada gagal jantung. Hal ini sangat
membahayakan bagi kehidupan seseorang, sehingga untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut harus segera mendapat perawatan medis di rumah sakit.

II. TINJAUAN PUSTAKA

DefinisiGagalJantung
Gagaljantungadalahkumpulangejala
kompleksdimanaseorangpasienharusmemilikitampilanberupa:
(nafaspendek

yang

yang
Gejalagagaljantung

tipikalsaatistrahatatausaatmelakukanaktifitasdisertai

tidakkelelahan); tandaretensicairan (kongestiparuatau edema pergelangan kaki);


adanyabuktiobjektifdarigangguanstrukturataufungsijantungsaatistrahat (Tabel 1 dan
2)

Tabel 1.Definisigagaljantung (Disadurdari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 20081)

ManifestasiKlinis
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung
terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, dan gagal jantung kongestif.
Gejala dan tanda yang timbul pun berbeda, sesuai dengan pembagian tersebut.
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspnea deffort , fatig, ortopnea, dispnea nokturnal
paroksismal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi
derap S3 dan S4, pernafasan Cheyne Stokes, takikarsi, pulsus alternans, ronki dan

kongesti vena pulmonalis. Pada gagal jantung kanan timbul fatig, edema, liver
engorgement, anoreksia, dan kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan
hipertrofi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur,
tanda tanda penyakit paru kronik, tekanan vena jugularis meningkat, bunyi P2
mengeras, asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema
pitting. Sedang pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal
jantung kiri dan kanan.

Tabel 2. Gejala gagal jantung (Disadurdari ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute
and chronic heart failure 20081)

Klasifikasi Gagal Jantung


New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :
Kelas 1: Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan
Kelas 2: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dariaktivitas sehari
hari tanpa keluhan.
4

Kelas 3: Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan
Kelas 4: Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas apapun dan harus
tirah baring

1. Gagal jantung kiri


2. gagal jantung kanan
Gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri disebabkan oleh penyakit jantung koroner, penyakit katup aorta
dan mitral serta hipertensi.Gagal jantung kiri berdampak pada : Paru-Paru. Ginjal.
dan Otak.
Gagal jantung kanan
Penyebab gagal jantung kanan harus juga termasuk semua yang dapat menyebabkan
gagal jantung kiri, seharusnya stenosis mitral gagal jantung kiri, seharusnya stenosis
mitral yang menyebabkan peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru.sirkulasi
paru.Gagal jantung kanan dapat berdampak pada : Hati, Ginjal, Jaringan subkutis,
Otak, Sistem Aliran aorta.

Tabel 3. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau berdasarkan
gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA

Istilah tambahan
Gagal jantung sering juga diklasifikasikan sebagai gagal jantung dengan
penurunan fungsi sistolik (fraksi ejeksi) atau dengan gangguan fungsi diastolik
(fungsi sistolik atau fraksi ejeksi normal), yang selanjutnya akan disebut sebagai
Heart Failure with Preserved Ejection Fraction (HFPEF). Selain itu, myocardial
remodeling juga akan berlanjut dan menimbulkan sindroma klinis gagal jantung.
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering dari segala jenis penyakit jantung
kongestif maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung
mencakup keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau
menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban
awal meliputi : regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir
meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta
Kontraktilitas

miokardium

dapat

menurun

pada

dan hipertensi sistemik.


imfark

miokardium

dan

kardiomiopati.
Faktor-faktor yang dapat memicu perkembangan gagal jantung melalui penekanana
sirkulasi yang mendadak dapat berupa : aritmia, infeksi sistemik dan infeksi paruparu dan emboli paru-paru. Penanganan yang efektif terhadap gagal jantung
membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis
dan penyakit yang mendasarinya, tetapi juga terhadap faktor-faktor yang memicu
terjadinya gagal jantung
PATOFISIOLOGI
Gagal Jantung terjadi karena interaksi kompleks antara faktor-faktor yang
memengaruhi kontraktilitas, after load, preload, atau fungsi lusitropik (fungsi

relaksasi) jantung, dan respons neurohormonal dan hemodinamik yang diperlukan


untuk menciptakan kompensasi sirkulasi. Meskipun konsekuensi hemodinamik gagal
jantung berespons terhadap intervensi farmakologis standar, terdapat interaksi
neurohormonal kritis yang efek gabungannya memperberat dan memperlama sindrom
yang ada.
Sistem renin angiotensin aldosteron (RAA): Selain untuk meningkatkan tahanan
perifer dan volume darah sirkulasi, angiotensin dan aldosteron berimplikasi pada
perubahan struktural miokardium yang terlihat pada cedera iskemik dan
kardiomiopati hipertropik hipertensif. Perubahan ini meliputi remodeling miokard
dan kematian sarkomer, kehilangan matriks kolagen normal, dan fibrosis interstisial.
Terjadinya miosit dan sarkomer yang tidak dapat mentransmisikan kekuatannya,
dilatasi jantung, dan pembentukan jaringan parut dengan kehilangan komplians
miokard normal turut memberikan gambaran hemodinamik dan simtomatik pada
CHF.
Sistem saraf simpatis (SNS): Epinefrin dan norepinefrin menyebabkan peningkatan
tahanan perifer dengan peningkatan kerja jantung, takikardia, peningkatan konsumsi
oksigen oleh miokardium, dan peningkatan risiko aritmia. Katekolamin juga turut
menyebabkan remodeling ventrikel melalui toksisitas langsung terhadap miosit,
induksi apoptosis miosit, dan peningkatan respons autoimun.
Vasodilator endogen, seperti endotelin dan oksida nitrat, peptida jantung, dan peptida
natriuretik: Perannya dalam CHF sedang diselidiki dan intervensinya sedang diuji.
- Sitokin imun dan inflamasi: Faktor nekrosis tumor alfa (TNFa) dan interleukin 6
(IL-6) menyebabkan remodeling ventrikel dengan apoptosis miosit, dilatasi ventrikel,
dan penurunan kontraktilitas. Lebih lanjut, mereka juga berperan dalam efek sistemik
seperti penurunan berat badan dan kelemahan yang terlihat pada CHF brat (kakheksia
jantung).

Kejadian etiologi awal memengaruhi respons awal miokardium, tetapi seiring


dengan perkembangan sindrom, mekanisme umum mulai muncul sehingga pasien
CHF lanjut memperlihatkan gejala dan respons yang sama terhadap intervensi
farmakologis yang sama apapun penyebab awal CHF-nya.
Meskipun banyak pasien mengalami disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik,
kategori ini sebaiknya dianggap sebagai hal yang berbeda untuk dapat memahami
efeknya terhadap homeostasis sirkulasi dan responsnya terhadap berbagai intervensi.

Disfungsi ventrikel kiri sistolik


1) Penurunan curah jantung akibat penurunan kontraktilitas, peningkatan afterload,
atau peningkatan preload yang mengakibatkan penurunan fraksi ejeksi dan
peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDV). Ini meningkatkan
tekanan akhir diastolik pada ventrikel kiri (I-VEDP) dan menyebabkan kongesti vena
pulmonal dan edema paru.

2) Penurunan kontraktilitas (inotropi) terjadi akibat fungsi miokard yang tidak


adekuat atau tidak terkoordinasi schingga ventrikel kiri tidak dapat melakukan ejeksi
lebih dari 60% dari volume akhir diastoliknya (LVEDV). lni menyebabkan
peningkatan bertahap LVEDV (juga dinamakan preload) mengakibatkan peningkatan
LVEDP dan kongesti vena pulmonalis. Penyebab penurunan kontraktilitas yang
tersering adalah penyakit jantung iskemik, yang tidak hanya mengakibatkan nekrosis
jaringan miokard sesungguhnya, tetapi juga menyebabkan remodeling ventrikel
iskemik. Remodeling iskemik adalah sebuah proses yang sebagian dimediasi oleh
angiotensin II (ANG II) yang menyebabkan jaringan parut dan disfungsi sarkomer di
jantung sekitar daerah cedera iskemik. Aritmia jantung dan kardiomiopati primer
seperti yang disebabkan olch alkohol, infeksi, hemakromatosis, hipertiroidisme,
toksisitas obat dan amiloidosis juga menyebabkan penurunan kontraktilitas.
Penurunan curah jantung mengakibatkan kekurangan perfusi pada sirkulasi sistemik
dan aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem RAA, menyebabkan peningkatan
tahanan perifer dan peningkatan afterload.
3) Peningkatan afterload berarti terdapat peningkatan tahanan terhadap ejeksi LV.
Biasanya disebabkan oleh peningkatan tahanan vaskular perifer yang umum terlihat
pada hipertensi. Bisa juga diakibatkan oleh stenosis katup aorta. Ventrikel kiri
berespon terhadap peningkatan beban kerja ini dengan hipertrofi miokard, suatu
respons yang meningkatkan massa otot ventrikel kiri tetapi pada saat yang sama
meningkatkan kebutuhan perfusi koroner pada ventrikel kiri. Suatu keadaan
kelaparan energi tercipta sehingga berpadu dengan ANG II dan respons
neuroendokrin lain, menyebabkan perubahan buruk dalam miosit seperti semakin
sedikitnya mitokondria untuk produksi energi, perubahan ekspresi gen dengan
produksi protein kontraktil yang abnormal (aktin, miosin, dan tropomiosin), fibrosis
interstisial, dan penurunan daya tahan hidup miosit. Dengan berjalannya waktu,
kontraktilitas mulai menurun dengan penurunan curah jantung dan fraksi ejeksi,
peningkatan LVEDV, dan kongesti paru.

4) Peningkatan preload berarti peningkatan LVEDV, yang dapat disebabkan langsung


oleh kelebihan volume intravaskular sama seperti yang terlihat pada infus cairan intra
vena atau gagal ginjal. Selain itu, penurunan fraksi ejeksi yang disebabkan oleh
perubahan kontraktilitas atau afterload menyebabkan peningkatan LVEDV sehingga
meningkatkan preload. Pada saat LVEDV meningkat, ia akan meregangkan jantung,
menjadikansarkomer berada pada posisi mekanis yang tidak menguntungkan
sehingga terjadi penurunan kontraktilitas. Penurunan kontraktilitas ini, yang
menyebabkan penurunan fraksi ejeksi, menyebabkan peningkatan LVEDV yang lebih
lanjut, sehingga menciptakan lingkaran setan perburukan gagal jantung.
5)

Jadi,

pasien

dapat

memasuki

lingkaran

penurunan

kontraktilitas,

peningkatanafterload, dan peningkatan preload akibat berbagai macam alasan (mis.,


infark miokard [MI], hipertensi, kelebihan cairan) dan kemudian akhimya mengalami
semua keadaan hemodinamik dan neuro-hormonal CHF sebagai sebuah mekanisme
yang menuju mekanisme lainnya.
Disfungsi ventrikel kiri diastolik
1) Penyebab dari 90% kasus
2) Didefinisikan sebagai kondisi dengan temuan klasik gagal kongestif dengan fungsi
diastolik abnormal tetapi fungsi sistolik normal; disfungsi diastolik mumi akan
dicirikan dengan tahanan terhadap pengisian ventrikel dengan peningkatan LVEDP
tanpa peningkatan LVEDV atau penurunan curah jantung.
3) Tahanan terhadap pengisian ventrikel kiri terjadi akibat relaksasi abnormal
(lusitropik) ventrikel kiri dan dapat disebabkan oleh setiap kondisi yang membuat
kaku miokard ventrikel seperti penyakit jantung iskemik yang menyebabkan jaringan
parut, hipertensi yang mengakibatkan kardiomiopati hipertrofi, kardiomiopati
restriktif, penyakit katup atau penyakit perikardium.
4) Peningkatan denyut jantung menyebabkan waktu pengisian diastolik menjadi
berkurang dan memperberat gejala disfungsi diastolik. Oleh karena itu, intoleransi
terhadap olahraga sudah menjadi umum.

10

5) Karena penanganan biasanya memerlukan perubahan komplians miokard yang


sesungguhnya, efektivitas obat yang kini tersedia masih sangat terbatas.
Penatalaksanaan terkini paling berhasil dengan penyekat beta yang meningkatkan
fungsi lusitropik, menurunkan denyut jantung, dan mengatasi gejala. Inhibitor ACE
dapat membantu memperbaiki hipertrofi dan membantu perubahan struktural di
tingkat jaringan pada pasien dengan remodeling iskemik atau hipertensi.
Diagnosis Gagal Jantung Kongestif (Kriteria Framingham)
Kriteria mayor
1

Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea

Peningkatan tekanan vena jugularis

Ronki basah tidak nyaring

Kardiomegali

Edema paru akut

Irama derap S3

peningkatan tekanan vena >16 cm H2O

Refluks hepatojugular

Kriteria Minor
1

edema pergelangan kaki

Batuk malam hari

Dyspnea deffort

Hepatomegali

Efusi pleura

Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum

Takikardi (>120x/menit)

Kriteria mayor atau minor


Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi

11

Diagnosis ditegakkan dari 2 kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor
harus ada pada saat yang bersamaan.

Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung dengan fraksi
ejeksi rendah.Uji diagnostik sering kurang sensitf pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi normal. Ekokardiografi merupakan metode yang paling
berguna dalam melakukan evaluasi disfungsi sistolik dan diastolik.

Gambar 2. Algoritma diagnostik gagal jantung. (Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2012)

12

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto torkas dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vaskular paru
menggambarkan kranialisasi, garis Kerley A/B, infiltrat prekordial kedua paru, dan
efusi pleura. Fungsi elektrokardiografi (EKG) untuk melihat penyakit yang mendasari
seprti infark miokard dan aritmia. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb,
elektrolit, ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas
indikasi.
Elektrokardiogram
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga
gagal jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung (Tabel
4).Abnormalitas

EKG

memiliki

nilai

prediktif

yang

kecil

dalam

mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis gagal jantung


khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).

13

14

Tabel 4. Kelainan yang ditemukan pada EKG (Disadur dari ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2012)

Rontgen Toraks
Merupakan

komponen

penting

dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen

Toraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat
mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat
sesak nafas. Kardiomegali dapat tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan
kronik.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah
perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi
glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis.Pemeriksaan tambahan

15

laindipertimbangkan sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit


yang bermakna jarang dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang
yang belum diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan
penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan terapi
menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor),
ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.

16

Troponen I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran
klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatanringan kadar troponin
kardiak sering pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal
jantung pada penderita tanpa iskemia miokard
EKG
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound jantung
termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue Doppler
imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung
dengan pemeriksaan ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada
pasien dengan dugaan gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan
antara pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik normal adalah
fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).
Penatalaksanaan
Tujuan:

17

Memperbaiki oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan


konsumsi O2 melalui istirahat / pembatasan aktivitas.

Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.


-

Mengatasi

keadaan

yang

reversibel,

termasuk

tiroktoksikosis,

miksedema, dan aritmia.


-

Digitalisasi :
a

Dosis digitalis :
1

Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 2 mg dalam 4


6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2
4 hari.

Digoksin iv 0,75 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.

Cedilanid iv 1,2 1,6 mg dalam 24 jam

Dosis penunjang untuk gagal jantung ; digoksin 0,25 mg sehari.


Untuk pasien usia lanjut dan gagal jantung disesuaikan.

Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.

Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal


akut yang berat :
1

Digoksin : 1 1,5 mg iv perlahan lahan

Cedilanid 0,4 0,8 mg iv perlahan lahan

Cara pemberian digitalis


Dosis dan cara pemberian digitalis bergantung pada beratnya gagal jantung. Pada
gagal jantung berat dengan sesak nafas hebat dan takikardia lebih dari 120/menit,
biasanya diberikan digitalisasi cepat. Pada gagal jantung ringan diberikan digitalisasi
lambat. Pemberian digitalisasi per oral paling sering dilakukan karena paling aman.
Pemberian dosis besar tidak selalu perlu, kecuali bila diperlukan efek maksimal
secepatnya, misalnya pada fibrilasi atrium rapid response. Dengan pemberian oral
dosis biasa (pemeliharaan, kadar terapeutik dalam plasma dicapai dalam waktu 7 hari.
Pemberian secara intravena hanya dilakukan pada keadaan darurat, harus dengan hati
hati, dan secara perlahan lahan.

18

Kontraindikasi pemberian digitalis


- Keadaan keracunan digitalis berupa bradikardia, gangguan irama, dan konduksi
jantung berupa AV blok derajat II dan III atau ekstrasistolik ventrikular lebih dari 5
kali per menit. Gejala lain yang ditemui pada intoksikasi digitalis adalah anoreksia,
mual, muntah, diare dan gangguan penglihatan.
- Kontraindikasi relatif : penyakit kardiopulmonal, infark miokard akut (hanya diberi
per oral), idiopathic hypertrophic subaortic stenosis, gagal ginjal (dosis obat lebih
rendah), miokarditis hebat, hipokalemia, penyakit paru obstruktif kronik, dan
penyertaan obat yang menghambat konduksi jantung.
3

Menurunkan beban jantung


-

Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretik dan


vasodilator
a

Diet rendah garam


Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan diuretik,
digoksin dan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE)
diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek. Untuk
gagal jantung kelas II dan III diberikan :
1

Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40


80 mg)

Digoksin pada pasien dengan fibrilasi atrium maupun


kelainan irama sinus

Penghambat ACE (kaptopril mulai dosis 2 x 6,25 mg atau


setara penghambat ACE yang lain, dosis ditingkatkan
secara bertahap dengan memperhatikan tekanan darah
pasien); isosorbid dinitrat (ISDN) pada pasien dengan
kemampuan aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia
yang menetap, dosis dimulai 3 x 10 15 mg. Semua obat
ini harus dititrasi secara bertahap.

19

Diuretik
Yang digunakan furosemid 40 80 mg. Dosis penunjang rata
rata 20 mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi
dengan suplai garam kalium atau diganti dengan spironolakton.
Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain hidroklorotiazid,
klortalidon, triamteren, amilorid dan asam etakrinat. Dampak
diuretik yang mengurangi beban awal tidak mengurangi curah
jantung atau kelangsungan hidup, tapi merupakan pengobatan
garis pertama karena mengurangi gejala dan perawatan di rumah
sakit. Penggunaan penghambat ACE bersama diuretik hemat
kalium maupun suplemen kalium harus berhati hati karena
memungkinkan timbulnya hiperkalemia.

Vasodilator
-

Nitrogliserin 0,4 0,6 mg sublingual atau 0,2 2

ug/kgBB/menit iv
Nitroprusid 0,5 1 ug/kgBB/menit iv
Prazosin per oral 2 5 mg
Penghambat ACE : kaptopril 2 x 6,25 mg
Menurunkan beban akhir dengan dilator arteriol

Dosis ISDN adalah 10 40 mg peroral atau 5 15 mg sublingual setiap 4 6 jam.


Pemberian nitrogliserin secara intravena pada keadaan akut harus dimonitor ketat dan
dilakukan di ICCU.
Kaptopril sebaiknya dimulai dari dosis kecil 6,25 mg. Untuk dosis awal ini perlu
diperhatikan efek samping hipotensi yang harus dimonitor dalam 2 jam pertama
setelah pemberian. Jika secara klinis tidak ada tanda tanda hipotensi maka dosis
dapat ditingkatkan secara bertahap sampai 3 x 25 100 mg. Kaptopril dapat

20

menimbulkan hipoglikemia dan gangguan fungsi ginjal. Dosis awal enalapril 2 x 2,5
mg dapat dinaikkan perlahan lahan sampai 2 x 10 mg.

21

DAFTAR PUSTAKA

Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, et al. ESC Guidelines for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2008. Eur Heart J 2008;29:2388442.
McMurray JJ V, Adamopoulos S, Anker SD, et al. ESC Guidelines for the diagnosis
and treatment of acute and chronic heart failure 2012: The Task Force for the
Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic Heart Failure 2012 of the European
Society of Cardiology.
Rydn L, Grant PJ, Anker SD, et al. ESC guidelines on diabetes, prediabetes, and
cardiovascular diseases developed in collaboration with the EASD. Eur Heart J
2013;34:303587.

22

Anda mungkin juga menyukai