Anda di halaman 1dari 33

5

BAB II
TINJAUAN TEORI

A.

Tinjauan Medis
1. Nifas
a. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta,
serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu
(Saleha, 2009). masa nifas (puerperium) adalah masa setelah keluarnya
placenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan
secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari
(Ambarwati, 2010) masa nifas atau puerperium adalah masa setelah partus
selesai sampai pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti sebelum
hamil. Lamanya masa nifas ini yaitu kira-kira 6-8 minggu (Abidin, 2011).
b. Tahapan Masa Nifas
Menurut Ambarwati, 2010 tahapan masa nifas terbagi atas:
1) Puerperium dini: Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan
boleh bekerja setelah 40 hari.
2) Puerperium intermedial: Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6-8 minggu.

3) Remote puerperium: Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat


sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa bermingguminggu, bulanan, tahunan
Sedangkan menurut Saleha (2009) tahapan yang terjadi pada masa nifas
adalah sebagai berikut:
1) Periode immediate postpartum: Masa segera setelah plasenta lahir
sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah,
misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan
teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran
lochea, tekanan darah, dan suhu.
2) Periode early postpartum (24 jam-1 minggu): Pada fase ini bidan
memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan
baik.
3) Periode late postpartum (1 minggu-5 minggu): Pada periode ini bidan
tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB.
c. Program dan Kebijakan Teknis

Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status
ibu dan BBL, untuk mencegah, mendeteksi, dan menangani masalahmasalah yang terjadi dalam masa nifas.
Tabel 2.1 Asuhan Kunjungan Masa Nifas Normal
Kunjungan
I

Waktu
6-8 jam PP

Asuhan
Mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri
Pemantauan keadaan umum ibu
Melakukan hubungan antara bayi dan

II

6 hari PP

ibu (Bonding Attachment)


ASI eksklusif
Memastikan involusi uterus berjalan
normal, uterus berkontraksi, fundus
dibawah umbilicus, dan tidak ada tandatanda perdarahan abnormal.
Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi, dan perdarahan abnormal
Memastikan ibu mendapat istirahat
yang cukup
Memastikan ibu mendapat makanan
yang bergizi
Memastikan ibu menyusui dengan baik
dan tidak memperlihatkan tanda-tanda

III

2 minggu PP

penyulit
Memastikan involusi uterus berjalan
normal, uterus berkontraksi, fundus

dibawah umbilicus, dan tidak ada tandatanda perdarahan abnormal.


Menilai adanya tanda-tanda demam,
infeksi, dan perdarahan abnormal
Memastikan ibu mendapat istirahat
yang cukup
Memastikan ibu mendapat makanan
yang bergizi
Memastikan ibu menyusui dengan baik
dan tidak memperlihatkan tanda-tanda
IV

6 minggu PP

penyulit
Menanyakan pada ibu tentang penyulitpenyulit yang ia alami
Memberikan konseling untuk KB
secara dini, imunisasi, senam nifas, dan
tanda-tanda bahaya yang dialami oleh
ibu dan bayi

(Ambarwati, 2010)
d. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
1) Perubahan sistem reproduksi
a) Involusi Uterus
Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses
dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat
sekitar 60 gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir
akibat kontraksi otot-otot polos uterus (Ambarwati, 2010).

Perubahan-perubahan

normal

pada

uterus

selama

postpartum dapat dilihat di bawah ini:


Tabel 2.2 Perubahan Uterus Masa Nifas
Involusi
TFU

Berat Uterus Diameter Uterus Palpasi cervix

Uteri
Placenta lahir Setinggi pusat

1000 gr

12,5 cm

Lembut/
lunak

500 gr

7,5 cm

2 cm

350 gr
60 gr

5 cm
2,5 cm

1 cm
Menyempit

Pertengahan
7 hari

antara simpisis

dan pusat
14 hari
Tidak teraba
6 minggu
Normal
(Ambarwati, 2010)
b) Lochea

Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.


Lochea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik
dari dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basa/alkalis yang
dapat membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi
asam yang ada pada vagina normal. Lochea mempunyai bau
amis/anyir seperti darah menstruasi, meskipun tidak terlalu
menyengat dan volumenya berbeda-beda pada setiap wanita.
Lochea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi.
Lochea mempunyai perubahan karena proses involusi (Ambarwati,
2010).

10

Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4 tahapan,


yaitu:
(1) Lochea Rubra/Merah (Kruenta)
Lochea ini muncul pada hari ke 1 sampai hari ke 4
masa postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah
karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta,
dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi), dan
mekonium.
(2) Lochea Sanguinolenta
Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan
berlendir. Berlangsung dari hari ke 4 sampai hari ke 7
postpartum.
(3) Lochea Serosa
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena
mengandung serum, leukosit dan robekan/laserasi plasenta.
Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14 postpartum.
(4) Lochea Alba/Putih
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput
lendir serviks dan serabut jaringan yang mati. Lochea alba
bisa berlangsung selama 2-6 minggu postpartum.
c) Endometrium

11

Perubahan pada endometrium adalah timbulnya trombosis,


degenerasi, dan nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari
pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang
kasar akibat pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah 3 hari
mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan jaringan parut pada
bekas implantasi plasenta. (Saleha, 2009).
d) Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama dengan uterus.
Warna serviks sendiri merah kehitam-hitaman karena pembuluh
darah.

Konsistensinya

lunak,

kadang-kadang

terdapat

laserasi/perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama


dilatasi, serviks tidak pernah kembali pada keadaan sebelum hamil.
Muara serviks yang berdilatasi 10 cm pada waktu persalinan,
menutup secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa
masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dimasuki 2-3 jari, pada
minggu ke 6 postpartum serviks menutup (Ambarwati, 2010).
e) Vulva dan Vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan
yang sangat besar selama proses persalinan dan akan kembali secara
bertahap dalam 6-8 minggu postpartum. Penurunan hormon
estrogen pada masa postpartum berperan dalam penipisan mukosa

12

vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali pada


sekitar minggu ke 4 (Ambarwati, 2010).
f) Payudara (mamae)
Pada semua wanita yang telah melahirkan proses laktasi
terjadi secara alami. Proses menyusui mempunyai dua mekanisme
fisiologis, yaitu sebagai berikut: Produksi susu dan Sekresi susu
atau let down
2) Perubahan sistem pencernaan
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak.
Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan
mendapat tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong,
pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan (dehidrasi),
kurang makan, haemorrhoid, laserasi jalan lahir. Supaya buang air
besar kembali teratur dapat diberikan diit atau makanan yang
mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. Bila usaha ini
tidak berhasil dalam waktu 2 atau 3 hari dapat ditolong dengan
pemberian huknah atau gliserin spuit atau diberikan obat laksan yang
lain (Ambarwati, 2010).
3) Perubahan sistem perkemihan
Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya.
Kadang-kadang puerperium mengalami sulit buang air kecil, karena
sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi

13

muskulus sphingter ani selama persalinan, juga oleh karena adanya


edema kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Kadang-kadang
oedema dari trigonium menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga
sering terjadi retensio urine. Kandung kemih dalam puerperium sangat
kurang sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kemih
penuh atau sesudah buang air kecil masih tertinggal urine residual
(normal 15 cc). Sisa urine dan trauma pada kandung kencing waktu
persalinan memudahkan terjadinya infeksi. Urine biasanya berlebihan
(poliurine) antara hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan karena
kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam kehamilan dan
sekarang dikeluarkan (Ambarwati, 2010).
4) Perubahan sistem muskuloskeletal
Ligamen-ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang
sewaktu kehamilan dan persalinan berangsur-angsur kembali seperti
sediakala. Tidak jarang ligamen rotundum mengendur, sehingga uterus
jatuh ke belakang. Fasia jaringan penunjjang alat genitalia yang
mengendur dapat diatasi dengan latihan-latihan tertentu. Mobilisasi
sendi berkurang dan posisi lordosis kembali secara perlahan (Saleha,
2009).
5) Perubahan sistem endokrin

14

Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan


pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan
dalam proses tersebut.
a) Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang.
Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam
pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga
mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI
dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke
bentuk normal (Saleha, 2009).
b) Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya
kelenjar pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin.
Hormon

ini berperan

dalam pembesaran

payudara

untuk

merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui bayinya,


kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan
folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita yang tidak
menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21
hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjar bawah depan
otak yang mengontrol ovarium ke arah permulaan pola produksi
estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel,
ovulasi, dan menstruasi (Saleha, 2009).

15

c) Hipotalamik Pituitary Ovarium


Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan
mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali
menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang dikarenakan
rendahnya kadar estrogen dan progesteron. Diantara wanita laktasi
sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6 minggu dan 45%
setelah 12 minggu. Diantara wanita yang tidak laktasi 40%
menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah 12 minggu, dan 90%
setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama
anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama
an ovulasi (Ambarwati, 2010).
d) Estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun
mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Diperkirakan
bahwa tingkat estrogen yang tinggi memperbesar hormon
antidiuretik yang meningkatkan volume darah. Disamping itu,
progesteron

mempengaruhi

otot

halus

yang

mengurangi

perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat


mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar
panggul, perineum dan vulva, serta vagina. (Saleha, 2009)
6) Perubahan tanda-tanda vital

16

Tanda-tanda vital yang harus dikaji pada masa nifas adalah sebagai
berikut:
a) Suhu
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 0C. Sesudah
partus dapat naik kurang lebih 0,5 0C dari keadaan normal, namun
tidak akan melebihi 38 0C. Sesudah dua jam pertama melahirkan
umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu lebih dari
38 0C, mungkin terjadi infeksi pada klien (Saleha, 2009).
b) Nadi dan pernapasan
Nadi berkisar antara 60-80 denyutan per menit setelah partus,
dan dapat terjadi bradikardia. Bila terdapat takikardia dan suhu
tubuh tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada
vitium kordis pada penderita. Pada masa nifas umumnya denyut
nadi

labil

dibandingkan

dengan

suhu

tubuh,

sedangkan

pernapasan akan sedikit meningkat setelah partus kemudian


kembali seperti keadaan semula (Saleha, 2009).
c) Tekanan darah
Pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum
akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat
penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam bulan tanpa
pengobatan (Saleha, 2009).
7) Perubahan sistem hematologi dan kardiovaskuler

17

Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih


sampai sebanyak 15.000 selama masa persalinan. Leukosit akan tetap
tinggi jumlahnya selama beberapa hari pertama masa postpartum.
Jumlah sel-sel darah putih tersebut masih bisa naik lebih tinggi lagi
hingga 25.000-30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita
tersebut mengalami persalinan lama. Akan tetapi, berbagai jenis
kemungkinan infeksi harus dikesampingkan pada penemuan semacam
itu. Jumlah hemoglobin dan hematokrit serta eritrosit akan sangat
bervariasi pada awal-awal masa nifas sebagai akibat dari volume
darah, volume plasma, dan volume sel darah yang berubah-ubah.
Sering dikatakan bahwa jika hematokrit pada hari pertama atau kedua
lebih rendah dari titik 2% atau lebih tinggi daripada saat memasuki
persalinan awal, maka klien dianggap telah kehilangan darah yang
cukup banyak. Titik 2% tersebut kurang lebih sama dengan kehilangan
500 ml darah. Biasanya terdapat suatu penurunan besar kurang lebih
1.500 ml dalam jumlah darah keseluruhan selama kelahiran dan masa
nifas. Rincian jumlah darah yang terbuang pada klien ini kira-kira
200-500 ml hilang selama masa persalinan, 500-800 ml hilang selama
minggu pertama postpartum, dan terakhir 500 ml selama sisa masa
nifas (Saleha, 2009).
e.

Kebutuhan Dasar Ibu Nifas


1) Nutrisi dan cairan

18

Pada masa nifas masalah diet perlu mendapat perhatian yang


serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat
penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet
yang diberikan harus bermutu, bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi
protein, dan banyak mengandung cairan.
Ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi sebagai
berikut:
a) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.
b)

Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein,


mineral, dan vitamin yang cukup.

c) Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari.


d) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi, setidaknya
selama 40 hari pascapersalinan.
e) Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan
vitamin A kepada bayinya melalui ASI.(Saleha, 2009).
2) Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar
secepat mungkin bidan membimbing ibu postpartum bangun dari
tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk
berjalan. Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu postpartum
terlentang di tempat tidurnya selama 7-14 hari setelah melahirkan.

19

Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam


24-48 jam postpartum.
Keuntungan early ambulation adalah sebagai berikut:
a) Ibu merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation.
b) Faal usus dan kandung kemih lebih baik.
c) Early ambulation memungkinkan kita mengajarkan ibu cara
merawat anaknya selama ibu masih di rumah sakit. Misalnya
memandikan, mengganti pakaian, dan memberi makan.
d) Lebih sesuai dengan keadaan indonesia (sosial ekonomis).
Menurut penelitian-penelitian yang seksama, early ambulation
tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan
perdarahan yang abnormal, tidak mempengaruhi penyembuhan
luka episiotomi atau luka di perut, serta tidak memperbesar
kemungkinan prolapsus atau retrotexto uteri.
Early ambulation tentu tidak dibenarkan pada ibu postpartum
dengan penyulit, misalnya anemia, penyakit jantung, penyakit paruparu, demam, dan sebagainya. Penambahan kegiatan dengan early
ambulation harus berangsur-angsur, jadi bukan maksudnya ibu
segera setelah bangun dibenarkan mencuci, memasak, dan
sebagainya (Saleha, 2009).
3) Eliminasi
a) Buang Air Kecil

20

Ibu diminta buang air kecil (miksi) 6 jam postpartum.


Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali
berkemih belum melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi.
Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu
menunggu 8 jam untuk kateterisasi. Berikut ini sebab-sebab
terjadinya kesulitan berkemih (retensio urine) pada ibu
postpartum (Saleha, 2009).
i. Berkurangnya tekanan intraabdominal
ii.

Otot-otot perut masih lemah

iii. Edema dan uretra


iv. Dinding kandung kemih kurang sensitif.
b) Buang Air Besar
Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar (defekasi)
setelah hari kedua postpartum. Jika hari ketiga belum juga BAB,
maka perlu diberi obat pencahar per oral atau per rektal. Jika
setelah pemberian obat pencahar masih belum bisa BAB, maka
dilakukan klisma (huknah) (Saleha, 2009).
4) Personal hygiene
Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap
infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk
mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur,
dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga.

21

Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menjaga


kebersihan diri ibu post partum adalah sebagai berikut (Saleha, 2009):
a) Anjurkan kebersihan seluruh tubuh, terutama perineum.
b)

Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin


dengan sabun dan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk
membersihkan daerah disekitar vulva terlebih dahulu, dari depan
ke belakang, kemudian membersihkan daerah sekitar anus.
Nasehati ibu untuk membersihkan vulva setiap kali selesai buang
air kecil atau besar.

c) Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut


setidaknya 2 kali sehari. Kain dapat digunakan ulang jika telah
dicuci dengan baik dan dikeringkan dibawah matahari dan
disetrika.
d) Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air
sebelum dan sesudah membersihkan daerah kemaluannya.
e) Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan
kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah tersebut.
Apabila setelah buang air besar atau buang air kecil perineum
dibersihkan secara rutin akan membantu mengurangi risiko terjadinya
infeksi. Caranya dibersihkan dengan sabun yang lembut minimal
sekali sehari. Biasanya ibu merasa takut pada kemungkinan jahitannya
akan lepas, juga merasa sakit sehingga perineum tidak dibersihkan

22

atau dicuci. Cairan sabun atau sejenisnya sebaiknya dipakai setelah


buang air kecil atau buang air besar. Membersihkan dimulai dari
simpisis sampai anal sehingga tidak terjadi infeksi. Ibu diberitahu
caranya mengganti pembalut yaitu bagian dalam jangan sampai
terkontaminasi oleh tangan. Pembalut yang sudah kotor harus diganti
paling sedikit 4 kali sehari. Ibu diberitahu tentang jumlah, warna, dan
bau lochea sehingga apabila ada kelainan dapat diketahui secara dini.
Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kemaluannya. Apabila ibu mempunyai
luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu untuk menghindari
menyentuh daerah luka. (Ambarwati, 2010).
5) Istirahat dan tidur
Hal-hal yang bisa dilakukan pada ibu untuk memenuhi
kebutuhan istirahat dan tidur adalah sebagai berikut:
a) Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan
yang berlebihan.
b) Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan-kegiatan rumah
tangga secara perlahan-lahan, serta untuk tidur siang atau
beristirahat selagi bayi tidur.
c) Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal:
i.

Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.

23

ii.

Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak


perdarahan.

iii.

Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat


bayi dan dirinya sendiri.

6) Aktivitas seksual
Aktivitas seksual yang dapat dilakukan oleh ibu masa nifas
harus memenuhi syarat berikut ini:
a) Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu
darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua
jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri, maka ibu aman untuk
memulai melakukan hubungan suami istri kapan saja ibu siap.
b) Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan
suami istri sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari
atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan ini bergantung pada
pasangan yang bersangkutan.
7) Latihan senam nifas
Setelah persalinan terjadi involusi pada hampir seluruh organ
tubuh wanita. Involusi ini sangat jelas terlihat pada alat-alat
kandungan. Sebagai akibat kehamilan dinding perut menjadi lembek
dan lemas disertai adanya striae gravidarum yang membuat
keindahan tubuh akan sangat terganggu. Oleh karena itu, mereka
akan selalu berusaha untuk memulihkan dan mengencangkan

24

keadaan dinding perut yang sudah tidak indah lagi. Cara untuk
mengembalikan bentuk tubuh menjadi indah dan langsing seperti
semula adalah dengan melakukan latihan dan senam nifas (Saleha,
2009).
f. Komplikasi Masa Nifas
Patologi yang sering terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut:
1) Infeksi nifas: Infeksi nifas adalah infeksi luka pada jalan lahir setelah
melahirkan, yang kadang kala meluas, menyebabkan flebitis atau
peritonitis (Reeder, 2011).
2) Perdarahan dalam masa nifas
3) Infeksi saluran kemih
4) Patologi menyusui. (Saleha, 2009).

2. Infeksi Luka jahitan Post SC


a. Pengertian
Infeksi Luka post Operasi yaitu adalah infeksi luka operasi yaitu infeksi
yang terjadi pada luka operasi yang terjadi dalam waktu kurang lebih 30
hari pasca operasi (Hidayat, 2009)
b. Tanda-tanda infeksi
1) Calor (panas) : Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari
sekelilingnya, sebab terdapat lebih banyak darah yang disalurkan ke
area terkena infeksi/ fenomena panas lokal karena jaringan-jaringan

25

tersebut sudah mempunyai suhu inti dan hiperemia lokal tidak


menimbulkan perubahan.
2) Dolor (rasa sakit) :Dolor dapat ditimbulkan oleh perubahan PH lokal
atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung saraf.
pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif
lainnya dapat merangsang saraf nyeri, selain itu pembengkakan jaringan
yang meradang mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan
menimbulkan rasa sakit.
3) Rubor (Kemerahan) :Merupakan hal pertama yang terlihat didaerah
yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul
maka arteriol yang mensuplai daerah tersebut melebar, dengan
demikian lebih banyak darah yang mengalir kedalam mikro sirkulasi
lokal. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja
meregang, dengan cepat penuh terisi darah. Keadaan ini yang
dinamakan hiperemia atau kongesti.
4) Tumor (pembengkakan) : Pembengkakan ditimbulkan oleh karena
pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan interstisial.
Campuran cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut
eksudat.
5) Functiolaesa :Adanya perubahan fungsi secara superficial bagian yang
bengkak dan sakit disrtai sirkulasi dan lingkungan kimiawi lokal yang

26

abnormal, sehingga organ tersebut terganggu dalam menjalankan


fungsinya secara normal. (Yudhityarasati, 2007).

c. Faktor- factor yang mempengaruhi infeksi luka post SC


1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada
dalam luka jahitan
2) Personal hygien pasien dalam merawat luka post SC yang kurang steril
3) Lingkungan yang kurang bersih
d. Mempercepat kesembuhan luka post SC
1) Membersihkan luka jahitan dengan menggunakan anti septic
2) Ganti balutan
3) Menjaga kesterilan luka jahitan

B.

Tinjauan Asuhan Kebidanan (Manajemen Varney)


1. Pengkajian
Menurut Muslihatun, dkk (2009), pengkajian merupakan suatu langkah
awal yang dipakai dalam menerapkan asuhan kebidanan pada pasien. Pada
tahap ini semua data dasar dan informasi yang akurat dan lengkap tentang
klien dikumpulkan dan dianalisis untuk mengevaluasi keadaan klien, maka
pada pengkajian difokuskan pada:
a. Data Subyektif

27

1) Identitas Pasien
Langkah ini dilakukan dengan melakukan pengkajian melalui
proses pengumpulan data yang diperlukan untuk mengevaluasi
keadaan pasien secara lengkap seperti riwayat kesehatan, pemeriksaan
fisik sesuai dengan kebutuhan, peninjauan catatan terbaru atau catatan
sebelumnya, data laboratorium dan membandingkannya dengan hasil
studi. Semua data dikumpulkan dari semua sumber yang berhubungan
dengan kondisi pasien (Varney,1997).
2) Keluhan utama
Menurut Muslihatun Wafi Nur dkk (2009) keluhan utama
berkaitan dengan kejadian yang dirasakan pasien
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Menurut Muslihatun Wafi Nur dkk (2009), riwayat
kesehatan yang lalu ditunjukkan pada pengkajian penyakit yang
diderita pasien yang dapat menyebabkan terjadinya keadaan yang
sekarang. Perlu dikaji juga ibu mempunyai penyakit jantung,
asma,hipertensi, diabetes melitus, karena jika penyakit-penyakit
tersebut sudah ada sebelum ibu hamil maka akan diperberat
dengan adanya kehamilan, dapat beresiko pada waktu masa nifas.
b) Riwayat kesehatan sekarang

28

Menurut Muslihatun (2009), riwayat kesehatan ini dikaji


untuk mengetahui adakah penyakit yang diderita pasien seperti
penyakit jantung, asma, hipertensi, dan diabetes melitus
c) Riwayat kesehatan keluarga
Menurut Muslihatun Wafi Nur dkk (2009), riwayat
kesehatan ini dikaji untuk mengetahui apakah ada riwayat kembar
pada keluarga, selain itu juga dikaji adakah riwayat kecacatan
pada keluarga.
4) Riwayat Obstetri
a) Riwayat menstruasi
Terdiri dari menarche, umur berapa, siklus haid, berapa lama
haid, berapa banyak, bagaimana warnanya, konsistensinya,
baunya, apakah merasakan nyeri apa tidak saat haid, bila ya kapan
sebelum/selama/sesudah haid, keputihan atau tidak kalau ya kapan
sebelum, selama, sesudah haid atau diluar haid.
b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Yang harus ditanyakan adalah bagaimana riwayat kehamilan
yang lalu, riwayat persalinannya apakah ada kesulitan. Kalau ya,
apa kesulitannya. Bagaimana postpartum, apakah mengalami
perdarahan atau tidak. Bagaimana riwayat nifasnya, apakah
mengalami kelainan, misalnya perdarahan banyak, panas atau
lochea berbau. Kapan melahirkan keguguran yang terakhir.

29

c) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas sekarang


Ini kehamilan ke berapa, apakah ada keluhan selama hamil,
penyuluhan dan terapi yang didapat selama hamil serta ibu mulai
merasakan gerak anak pada usia kehamilan berapa minggu.
Persalinan yaitu ibu dan bayi. Ibu meliputi tempat persalinan,
penolong, jenis persalinan, persalinan ke berapa dan komplikasi
(kala I-IV). Bayi meliputi lahir kapan, jam, berat badan, panjang
badan, nilai Apgar. Jenis kelamin dan cacat bawaan. Nifas adakah
komplikasi atau masalah dalam masa nifas.
5) Riwayat perkawinan
Yang harus ditanyakan adalah berapa kali ibu menikah, sudah
berapa lama, usia ibu atau suami berapa tahun nikah pertama kali, dan
apa statusnya.
6) Riwayat KB
Yang perlu ditanyakan adalah apakah klien sebelumnya pernah
ikut KB, metode apa yang digunakan, kapan menggunakannya, berapa
lama pemakaiannya. Bila klien mengganti metode KB apa alasannya.
7) Riwayat psikososial
Bagaimana hubungan pasien dan suami serta keluarga
8) Latar belakang sosial budaya

30

Kebiasaan yang dilakukan di lingkunan klien dan keluarga baik


yang bersifat mendukung maupun menghambat dalam kaitannya
dengan kehamilan.
9) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a) Pola nutrisi
Bagaimana asupan nutrisinya dari pasien, berapa kali ia makan
dan minum, menunya apa saja selama hamil dan setelah
melahirkan. Masalah yang dirasakan ada atau tidak.
b) Pola eliminasi.
Berapa kali ibu BAK dan BAB, bagaimana warna dan
konsistensinya selama hamil dan setelah melahirkan. Masalah
yang dirasakan ada atau tidak.
c) Pola istirahat
Bagaimana pola istirahat ibu selama hamil dan setelah
melahirkan. Masalah yang dirasakan ada atau tidak
d) Personal hyigiene
Menggambarkan pola hygiene pasien, misalnya berapa kali
ganti pakaian dalam, mandi, gosok gigi dalam sehari dan keramas
dalam satu minggu. Pola ini perlu dikaji untuk mengetahui apakah
pasien menjaga kebersihan dirinya (Muslihatun Wafi Nur dkk,
2009).
e) Pola aktivitas

31

Bagaimana

kegiatan

klien

selama

hamil

dan

setelah

melahirkan. Masalah yang dirasakan ada atau tidak.


b.

Obyektif
1) Keadaan umum dilakukan untuk mengetahui kemungkinan terjadi
infeksi yang ditandai dengan suhu meningkat, nadi meningkat, untuk
mendukung proses persalinan supaya berjalan baik, maka keadaan
umum pasien dan tanda-tanda fisik hendaknya tidak ada masalah
(Muslihatun dkk, 2009)
2) Pemeriksaan Fisik Pasien
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan pada
organ tubuh pasien (Muslihatun dkk, 2009).
3) Pemeriksaan Obstetri
a) Inspeksi
Pada abdomen adakah bekas operasi SC, pembesaran uterus,
apakah ada ketegangan perut karena nifas, pada genetalia apakah
keluar cairan berwarna jernih, berbau khas (Muslihatun dkk, 2009).
b) Palpasi
Apabila dari hasil palpasi ditemukan kontraksi uterus yang tidak
baik

sehingga

terjadi

kegawatdaruratan

nifas(Muslihatun dkk, 2009).


4)

Pemeriksaan Dalam

obstetri

pada

ibu

32

Pada pemeriksaan dalam dilakukan VT (vaginal toucheer)


untuk mengetahui adanya indikasi luka perineum dan lochea. Pada
kasus ini, tidak dilakukan periksa dalam karena belum ada indikasi
untuk melakukan periksa dalam (Muslihatun dkk, 2009).
5)

Pemeriksaan Penunjang
Data penunjang diperlukan untuk mengetahui apakah tindakan
proses nifas dapat berjalan normal atau tidak (Muslihatun dkk, 2009).

2. Interpretasi Data
Menurut Muslihatun dkk (2009), pada langkah ini dilakukan
identifikasi terhadap masalah atau diagnosa berdasarkan interpretasi yang
benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Diagnosa kebidanan adalah
diagnosis ditegakkan yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek kebidanan
dan dirumuskan secara spesifik. Masalah psikologi berkaitan dengan hal-hal
yang sedang dialami wanita tersebut.
3. Diagnosa Potensial
Diagnosa atau masalah potensial diidentifikasi berdasarkan diagnosis
atau masalah yang telah teridentifikasi. Langkah ini penting dalam melakukan
asuhan yang aman (Muslihatun, 2009).
4. Antisipasi Tindakan segera
Antisipasi tindakan segera dibuat berdasarkan hasi identifikasi pada
diagnosa potensial. Langkah ini digunakan untuk mengidentifikasi dan
menetapkan penanganan segera untuk mengantisipasi dan bersiap-siap

33

terhadap kemungkinan yang terjadi akibat bendungan ASI (Muslihatun,


2009).
5. Perencanaan
Menurut Muslihatun dkk (2009), langkah ini direncanakan asuhan
menyeluruh yang ditentukan oleh hasil kajian pada langkah sebelumnya.
Langkah ini merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau
masalah yang telah diidentifikasi atau diantisipasi. Rencana asuhan
menyeluruh tidak hanya meliputi yang sudah teridentifikasi atau setiap
masalah yang berkaitan, tetapi juga dapat dari kerangka pedoman antisipasi
terhadap wanita tersebut apa yang akan terjadi berikutnya, apakah dia
membutuhkan penyuluhan, konseling, atau rujukan bila ada masalah yang
berkaitan dengan aspek sosial-kultural, ekonomi atau psikologi. Setiap
rencana asuhan harus disetujui oleh kedua belah pihak sehingga asuhan yang
diberikan dapat efektif, karena sebagian dari asuhan akan dilaksanakan pasien.
6. Pelaksanaan
Menurut Muslihatun dkk (2009), melaksanakan asuhan menyeluruh
yang telah direncanakan secara efektif dan aman. Pelaksanaan asuhan ini
sebagian. Pelaksanaan asuhan ini sebagian dilakukan oleh bidan, sebagian
oleh klien sendiri atau oleh petugas lainnya. Walau bidan tidak melaksanakan
seluruh asuhan sendiri, tetapi dia tetap memiliki tanggug jawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya (misalnya memantau rencananya benar-benar
terlaksana).

34

7. Evaluasi
Pada langkah ini dievaluasi keefektifan asuhan yang telah diberikan,
apakah telah memenuhi kebutuhan asuhan yang telah teridentifikasi dalam
diagnosis maupun masalah. Pelaksanaan rencana asuhan tersebut dapat
dianggap efektif apabila ibu mengalami perkembangan yang lebih baik. Ada
kemungkinan bahwa sebagian rencana tersebut terlaksana dengan efektif dan
mungkin sebagian belum efektif. Karena proses manajemen asuhan ini
merupakan suatu kegiatan yang berkesinabungan maka perlu evaluasi, kenapa
asuhan yang diberikan belum efektif. Langkah-langkah proses manajemen
umumnya merupakan pengkajian yang memperjelas proses berpikir yang
mempengaruhi tindakan serta berorientasi pada proses klinis, karena proses
manajemen tersebut berlangsung di dalam situasi klinik. ( Muslihatun, 2009).

C. Aspek Hukum
Peraturan perundang-undangan yang melandasi tugas, fungsi dan praktik
bidan

salah

satunya

yang

terdapat

dalam

PERMENKES

RI

no.

1464/MENKES/PER/2010 antara lain asuhan pada ibu nifas dan menyusui yang
merupakan standar kompetensi ke 5 yang berbunyi: Bidan memberikan asuhan
pada ibu nifas dan menyusui yang bermutu tinggi dan tanggap terhadap budaya
setempat (Wahyuningsih Heni Puji, 2005).
1. Standar Kompetensi Bidan

35

a. Asuhan dan Konseling Selama Nifas


Kompetensi ke-3 : Bidan memberi asuhan kebidanan nifas yang bermutu
tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama nifas yang meliputi :
deteksi dini, pengobatan atau rujukan dari komplikasi tertentu.
2. Kewenangan bidan menurut PERMENKES RI NO. 1464/MENKES /2010.
Pasal 9
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan pelayanan
yang meliputi:
a.

Pelayanan kesehatan ibu;

b.

Pelayanan kesehatan anak; dan

c.

Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.

Pasal 10
(1). Pelayanan kesehatan ibu sebagai mana dimaksud dalam pasal 9 diberikan
pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan
menyusui dan masa antara dua kehamilan.
(2). Pelayanan kesehatan ibu sebagai mana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.

Pelayanan konseling pada masa pra hamil

b.

Pelayanan antenatal pada kehamilan normal

c.

Pelayanan persalinan normal

d.

Pelayanan ibu nifas normal

e.

Pelayanan ibu menyusui: dan

f.

Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan

36

(3).Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


berwenang untuk:
a. Episiotomi
b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan
d. Pemberian tablet FE pada ibu hamil
e. Pemberian vitamin A dosis tinggipada ibu nifas
f. Fasilitasi/bimbinganinisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu
ekslusif
g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan post partum
h. Penyuluhan dan konseling
i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil
j. Pemberian surat keterangan kematian
k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin
Undang-Undang Kesehatan no 23 tahun 1992
a.Pasal 16 ayat 1 yang berbunyi pelayanan kepada ibu, meliputi :
1) Penyuluhan konseling
2) Pemeriksaan fisik
3) Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
4) Pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil
dengan abortus iminens, Hiperemesis tingkat I, Pre Eklampsi
Ringan dan anemia ringan.

37

5) Pertolongan Persalinan Normal


6) Pertolongan persalinan abnormal yang mencakup letak sungsang,
partus macet, kepala di dasar panggul, KPD tanpa infeksi
perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia
uteri primer, post term dan pre term.
7) Pelayanan ibu nifas normal
8) Pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta,
renjatan dan infeks ringan.
9) Pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi
keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid.
b.

Pasal 18 yaitu bidan dalam memeberikan pelayanan sebagaimana dimaksud


dalam pasal 16 berwenag untuk :
1) Memberikan suntikan pada penyulitan kehamilan, persalinan dan
nifas
2) Episiotomi
3) Penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II
4) Pemberian infus
5) Pemberian suntikan intramuskular uterotonika, antibiotika dan
sedativa.

Anda mungkin juga menyukai