Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH KEGAWATDARURATAN 1

KRISIS HIPERTENSI

Disusun Oleh :
Kelompok 6
S1-4A
1. Desy Evarani
2. Putri Rachmandina R
3. Rinda Eka Hanggari
4. Rizki Adista Sukma
5. Ilham Cahyo

(121.0023)
(121.0079)
(121.0085)
(121.0091)
(111.0065)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES HANG TUAH SURABAYA
OKTOBER 2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat
dan hidayah Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan kepada kami dalam menempuh perkulihan khususnya dalam mata
kuliah sistem kegawatdaruratan 1 dengan pokok bahasan dan judul Krisis
Hipertensi.
Makalah ini terdiri dari konsep dasar hipertensi diantaranya adalah
pengertian hipertensi, faktor penyebab hipertensi, tanda dan gejala hipertensi,
penganganan serta pencegahan hipertensi. Selain itu dalam makalah ini juga
dipaparkan suatu jurnal penelitian yang telah dilakukan terkait dengan krisis
hipertensi.
Adapun dalam penulisan makalah ini masih ada kekurangan, untuk itu
kami mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan dalam pembuatan makalah
selanjutnya. Terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.

Surabaya, 06 November 2015

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3
Tujuan................................................................................................ 2
1.4
Manfaat ............................................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Dasar Hipertensi
2.1.1
Definisi .............................................................................................. 4
2.1.2
Klasifikasi ......................................................................................... 4
2.1.3
Etiologi .............................................................................................. 7
2.1.4
Patofisiologi ...................................................................................... 9
2.1.5
Manifestasi Klinis ...........................................................................10
2.1.6
Penatalaksanaan Medis ...................................................................11
2.1.7
Komplikasi ......................................................................................15
2.1.8
Pencegahan ......................................................................................16
2.1.9
Pemeriksaan Penunjang .................................................................. 17
2.2
Asuhan Keperawatan dengan Krisis Hipertensi
2.2.1
Pengkajian.........................................................................................17
2.2.1.1 Primary Survey.................................................................................17
2.2.1.2 Secondary Survey.............................................................................18
2.2.2
Diagnosa Keperawatan.....................................................................23
2.2.3
Intervensi Keperawatan....................................................................23
2.3
Analisis Jurnal Penelitian Terkait Dengan Krisis Hipertensi
2.3.1
Penelitian 1 ...................................................................................... 31
2.3.2
Penelitian 2 .......................................................................................34
2.3.3
Penelitian 3 .......................................................................................37
BAB 3 PENUTUP
3.1
Simpulan ..........................................................................................40
3.2
Saran ................................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN JURNAL

ii

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Tekanan darah merupakan salah satu parameter hemodinamika yang
sederahana dan mudah dilakukan pengukurannya. Hemodinamika adalah
suatu keadaan dimana tekanan darah

dan aliran darah dapat

mempertahankan perfusi atau pertukaran zat di jaringan tubuh. Hipertensi


atau keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih dari 120mmHg dan
tekanan diastolik lebih dari 80mmHg yang sering menyebabkan perubahan
pada pembuluh darah. (Muttaqin, Arif: 2009).
Hipertensi sering disebut the silent killer karena gangguan ini pada
tahap awal adalah asimtomatis, tetapi dapat mengakibatkan kerusakan
permanen pada organ-organ tubuh vital. Vasokontriksi pembuluh-pembuluh
darah yang berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan permanen
pada ginjal dengan timbulnya kegagalan ginjal. Selain ginjal, otak dan
jantung dapat pula mengalami kerusakan yang permanen. Pada hipertensi
tahap lanjut, seseorang dapat mengalami sakit kepala terutama ketika
bangun pagi, penglihatan kabur, epistaksis dan depresi. (Baradero, Mary:
2005). Pengobatan awal pada hipertensi sangatlah penting karena dapat
mencegah timbulnya komplikasi pada beberapa organ tubuh seperti jantung,
ginjal, dan otak, Penyelidikan episdemiologis membuktikan bahwa
tingginya tekanan darah berhubungan erat dengan morbiditas dan mortalitas
penyakit kardiovaskuler. (Muttaqin, Arif: 2009).
Menurut data WHO, di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau
26,4% penghuni bumi mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan
meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi,
333 juta berada di Negara maju dan 639 sisanya berada di Negara sedang
berkembang, termasuk Indonesia (Ana, 2007).Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibagi dua golongan yaitu hipertensi esensial yang tidak diketahui
penyebabnya dan hipertensi sekunder yang diketahui penyebabnya seperti
gangguan ginjal, gangguan hormon, dan sebagainya. Jumlah penderita
hipertensi esensial sebesar 90-95%, sedangkan jumlah penderita hipertensi
sekunder sebesar 5-10%.
1

2
Proporsi penderita penyakit kardiovaskuler yang dirawat di rumah
sakit di Indonesia terus meningkat dari 2,1% di tahun 1990 menjadi 6,8% di
tahun 2001. Penelitian yang dilakukan Misbach (2001) dalam melihat faktor
risiko penyakit kardiovaskuler akibat hipertensi, menunjukan tekanan darah
<120 mmHg akan meningkatkan risiko mortalitas akibat penyakit
kardiovaskuler sebanyak 6,1%, sedangkan tekanan darah 120-139 mmHg
meningkatkan risiko hingga 16,3%, 140-159 mmHg sebanyak 22,7%, dan
160 mmHg bisa menaikkan risiko hingga 8 kali lipat yakni 49,2%.
(Anggara, 2013).
Dari penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk membahas lebih
dalam tentang bagaimana konsep dasar hipertensi sehingga kami sebagai
tenaga kesehatan khususnya perawat dapat memberikan penanganan yang
efektif, cermat, dan tepat bagi klien dan dapat memberikan upaya
pencegahan sehingga meminimalisir resiko peningkatan krisis hipertensi.
1.2
1.2.1
1.2.2
1.2.3

Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dasar hipertensi?
Bagaimana asuhan keperawatan hipertensi?
Bagaimana hasil penelitian jurnal terkait dengan krisis hipertensi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1. Menjelaskan konsep dasar hipertensi.
2. Menjelaskan asuhan keperawatan hipertensi.
3. Menjelaskan hasil penelitian jurnal terkait krisis hipertensi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi hipertensi.
2. Menjelaskan klasifikasi hipertensi.
3. Menjelaskan etiologi hipertensi.
4. Menjelaskan patofisiologi hipertensi.
5. Menjelaskan manifestasi klinis hipertensi.
6. Menjelasakan penatalaksanaan medis hipertensi.
7. Menjelaskan komplikasi hipertensi.
8. Menjelaskan pencegahan hipertensi.
9. Menjelaskan asuhan keperawatan hipertensi.
10. Menjelaskan hasil penelitian jurnal terkait krisis hipertensi.
1.4
1.4.1
1.4.2
1.4.3

Manfaat
Memahami dan mengetahui konsep dasar hipertensi.
Memahami dan mengetahui asuhan keperawatan hipertensi.
Memahami dan mengetahui hasil penelitian jurnal terkait krisis hipertensi.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Hipertensi
2.1.1 Definisi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik
dengan konsisten diatas 140/90 mmHg yang diagnosisnya tidak berdasarkan
pada peningkatan tekanan darah yang diukur hanya sekali melainkan harus
diukur dalam posisi duduk dan berbaring. (Baradero, Mary: 2005).
Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan penyakit tekanan darah
tinggi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka
morbiditas dan angka mortalitas. (Dalimartha, Setiawan: 2008)
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah, dimana tekanan sistoliknya diatas 140mmHg
dan diastoliknya diatas 90 mmHg.
2.1.2 Klasifikasi
1. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7
Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education Program
merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46 professional, sukarelawan,
dan agen federal. Mereka mencanangkan klasifikasi JNC (Joint Committe
on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure) pada tabel 1, yang dikaji oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika
Serikat.

5
Tabel 2.1
Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention, Detection,
Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure)
Kategori

Kategori

Tekanan

dan/

Tekanan

Tekanan Darah Tekanan Darah Darah Sistol atau

Darah Diastol

menurut JNC 7
Normal
Pra-Hipertensi
Hipertensi:
Tahap 1
Tahap 2
-

(mmHg)
< 80
80-89
< 85
85-89

menurut JNC 6
Optimal
Nornal
Normal-Tinggi
Hipertensi:
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3

(mmHg)
< 120
120-139
< 130
130-139
140-159
160
160-179
180

Dan
atau
dan
atau

atau 90-99
atau 100
atau 100-109
atau 110
(Sumber: Sani, 2008)

2. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)


WHO dan International Society of Hypertension Working Group (ISHWG)
telah mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal, normal,
normal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi berat.
Tabel 2.2
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Kategori
Optimal
Normal
Normal-Tinggi
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan)
Sub-group: perbatasan
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang)
Tingkat 3 (Hipertensi Berat)
Hipertensi sistol terisolasi
(Isolated
systolic
hypertension)
Sub-group: perbatasan

Tekanan Darah Tekanan Darah


Sistol (mmHg)

Diatol (mmHg)

< 120
< 130
130-139
140-159
140-149
160-179
180
140

< 80
< 85
85-89
90-99
90-94
100-109
110
< 90

140-149

<90
(Sumber: Sani, 2008)

3. Klasifikasi berdasarkan hasil konsesus Perhimpunan Hipertensi Indonesia.

6
Pada pertemuan ilmiah Nasional pertama perhimpunan hipertensi Indonesia
13-14 Januari 2007 di Jakarta, telah diluncurkan suatu konsensus mengenai
pedoman penanganan hipertensi di Indonesia yang ditujukan bagi mereka
yang melayani masyarakat umum:
a. Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standar dan
ditujukan untuk meningkatkan hasil penanggulangan ini kebanyakan
diambil dari pedoman Negara maju dan Negara tetangga, dikarenakan
data penelitian hipertensi di Indonesia yang berskala Nasional dan
meliputi jumlah penderita yang banyak masih jarang.
b. Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah
sistolik dan diastolik dengan merujuk hasil JNC dan WHO.
c. Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan tingginya
tekanan darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan organ target dan
penyakit penyerta tertentu.
Tabel 2.3
Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori

Tekanan
Darah

dan/atau
Sistol

Tekanan
Darah Diastol

(mmHg)
Normal
<120
Prehipertensi
120-139
Hipertensi Tahap 140-159

Dan
Atau
Atau

(mmHg)
<80
80-89
90-99

1
Hipertensi Tahap 160-179

Atau

100

2
Hipertensi Sistol 140

Dan

<90

terisolasi

(Sumber: Sani, 2008)


2.1.3 Etiologi
Banyak faktor yang dapat memperbesar risiko atau kecenderungan
seseorang menderita hipertensi, diantaranya ciri-ciri individu seperti umur,

7
jenis kelamin dan suku, faktor genetik serta faktor lingkungan yang meliputi
obesitas, stres, konsumsi garam, merokok, konsumsi alkohol, dan
sebagainya (Kaplan,1985). Beberapa faktor yang mungkin berpengaruh
terhadap timbulnya hipertensi biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi secara
bersama-sama sesuai dengan teori mozaik pada hipertensi esensial (Susalit
dkk, 2001). Teori tersebut menjelaskan bahwa terjadinya hipertensi
disebabkan oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi, dimana faktor
utama yang berperan dalam patofisiologi adalah faktor genetik dan paling
sedikit tiga faktor lingkungan yaitu asupan garam, stres, dan obesitas.
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dibedakan menjadi dua
golongan besar yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder :
1. Hipertensi Primer (Hipertensi Essensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui dengan pasti
penyebabnya. Kurang lebih 90% dari penderita hipertensi digolongkan atau
disebabkan oleh hipertensi primer.
a. Faktor Keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi.
b. Ciri Perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur,
jenis kelamin, dan ras. Umur yang bertambah akan menyebabkan
terjadinya kenaikan tekanan darah. Tekanan darah pria umumnya lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita. Juga, angka angka statistik di
Amerika menunjukkan prevalensi hipertensi pada orang kulit hitam
hampir dua kali lebih banyak dibandingkan dengan orang kulit putih.
c. Kebiasaan Hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah
konsumsi natrium yang tinggi, kegemukan atau makan yang berlebihan,
stress dan pengaruh lain. Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1) Konsumsi natrium yang tinggi

8
Dari data statistik ternyata dapat diketahui bahwa hipertensi jarang
diderita oleh suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam
yang rendah. Dunia kedokteran telah membuktikan bahwa pembatasan
konsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah dan pengeluaran
garam (natrium) oleh obat diuretik akan menurunkan tekanan darah.
2) Kegemukan atau makan yang berlebihan
Dari penelitian kesehatan yang banyak dilaksanakan, terbukti bahwa
ada hubungan antara kegemukan (obesitas) dan hipertensi. Meskipun
mekanisme bagaimana kegemukan menimbulkan hipertensi belum
jelas, tetapi sudah terbukti penurunan berat badan dapat menurunkan
tekanan darah.
3) Stres atau ketegangan jiwa
Sudah lama diketahui bahwa stress atau ketegangan jiwa (rasa
tertekan, murung, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat
merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin yang
memacu jantung berdenyut lebih cepat dan kuat, sehingga tekanan
darah akan meningkat. Jika stress berlangsung lama, tubuh akan
berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan organis
atau perubahan patologis, gejala yang muncul dapat berupa hipertensi
atau penyakit maag.
4) Pengaruh lain
Pengaruh lain yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah adalah
sebagai berikut : merokok, karena dapat merangsang sistem adregenik
dan meningkatkan tekanan darah, minum alkohol, minum obat-obatan,
misal ephedrine, prednisone, epinefrin.(Corwin, E.J: 2007).
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.
Penyaki-penyakit yang dapat menyebabkan hipertensi adalah: koarktasio
aorta; kelenjar adrenal : pheochromocytoma, tumor cathecolamin yang terus
menerus

mengeluarkan

lendir,

penyakit

chusing;

penyakit

ginjal,

glomeuronefritis kronis (penyebab yang paling lazim diketahui); toxemia


kehamilan; kenaikan tekanan intracranial oleh tumor atau trauma; penyakit

9
kolagen; pengaruh sekunder dari obat tertentu, seperti obat kontrasepsi oral.
(Suyono, 2007).
2.1.4 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang
serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah kapiler, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah
kapiler. Berbagai

faktor

seperti

kecemasan

dan

ketakutan

dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor.


Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula
adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks
adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat
respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus keadaan
hipertensi.
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada

10
lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas
jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan
peningkatan tahanan perifer (Smeltzer & Bare, 2000).
2.1.5 Manifestasi Klinis
Corwin (2007) menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis
timbul setelah mengalami hipertensi bertahun-tahun berupa : Nyeri kepala
saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan
tekanan darah intrakranial. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat
hipertensi. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan
saraf pusat. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan
tekanan kapiler.
Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu
pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tibatiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain. (Baradero, Mary: 2005).
2.1.6 Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer & Bare (2000), mengemukakan bahwa tujuan dari
tiap program penanganan atau penatalaksanaan pasien hipertensi adalah
mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai
dan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg.
Menurut Setiawan Dilamartha (2008), upaya penatalaksanaan medis
untuk penderita hipertensi dapat dilakukan dengan cara non farmakologis
dan farmakologis, diantaranya adalah:
1. Penatalaksanaan non-farmakologis
Terapi nonfarmakologis yang dapat dilakukan pada penderia hipertensi
adalah terapi diet, olahraga, dan berhenti merokok:

11
a. Terapi diet
1) Diet rendah garam
Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2gr garam
dapur perhari dan menghindari makanan yang kandungan garamnya
tinggi. Misalnya telur asin, ikan asin, terasi, minuman dan makanan
yang mengandung ikatan natrium. Tujuan diet rendah garam adalah
untuk membantu menghilangkan retensi (penahan) air dalam jaringan
tubuh sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Walaupun rendah
garam, yang penting diperhatikan dalam melakukan diet ini adalah
komposisi makanan harus tetap mengandung cukup zat-zat gizi, baik
kalori, protein, mineral, maupun vitamin yang seimbang.
Diet rendah garam penderita hipertensi dibagi menjadi 3 yaitu diet
garam rendah I, diet garam rendah II dan diet garam rendah III.
a) Diet garam rendah I (200-400 mg Na)
Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites
dan atau hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak
ditambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi
kadar natriumnya.
b) Diet garam rendah II (600-800 mg Na)
Diet garam rendah II diberikan kepada pasien dengan edema,
asites, dan atau hipertensi tidak berat. Pemberian makanan sehari
sama dengan diet garam rendah I. Pada pengolahan makanannya
boleh menggunakan sdt garam dapur. Dihindari bahan makanan
yang tinggi kadar natriumnya.
c) Diet garam rendah III (1000 1200 mg Na)
Diet garam rendah III diberikan kepada pasien dengan edema dan
atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan diet
garam rendah I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan
1 sdt garam dapur.
2) Diet rendah kolesterol dan lemak terbatas
Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah
tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang terlalu tinggi dapat

12
mengakibatkan

terjadinya

endapan

kolesterol

dalam

dinding

pembuluh darah. Lama-kelamaan jika endapan kolesterol bertambah


akan menyumbat pembuluh nadi dan mengganggu peredaran darah.
Dengan demikian, akan memperberat kerja jantung dan secara tidak
langsung

memperparah

hipertensi.

Diet

ini

bertujuan

untuk

menurunkan kadar kolesterol darah dan menurunkan berat badan bagi


penderita yang kegemukan. Beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam mengatur diet lemak antara lain sebagai berikut :
a. Hindari penggunaan lemak hewan, margarin, dan mentega,
terutama makanan yang digoreng dengan minyak.
b. Batasi konsumsi daging, hati, limpa, dan jenis jeroan lainnya serta
sea food (udang, kepiting), minyak kelapa, dan santan.
c. Gunakan susu skim untuk pengganti susu full cream.
d. Batasi konsumsi kuning telur, paling banyak tiga butir dalam
seminggu
3) Makan banyak buah dan sayuran segar
Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral.
Buah yang banyak mengandung mineral kalium dapat membantu
menurunkan tekanan darah yang ringan. Peningkatan masukan kalium
(4,5 gram atau 120-175mEq/hari) dapat memberikan efek penurunan
darah. Selain itu, pemberian kalium juga membantu untuk mengganti
kehilangan kalium akibat dari rendahnya natrium.
b. Olahraga
Peningkatan aktivitas fisik dapat berupa peningkatan kegiatan fisik
sehari-hari atau berolahraga secara teratur. Manfaat olahraga teratur
terbukti bahwa dapat menurunkan tekanan darah, mengurangi risiko
terhadap stroke, serangan jantung, gagal ginjal, gagal jantung, dan
penyakit pembuluh darah lainya.
c. Berhenti merokok
Merokok merangsang sistem adrenergik dan meningkatkan tekanan
darah. Berdasarkan penelitian bahwa ada hubungan yang linear antara

13
jumlah alkohol yang diminum dengan laju kenaikan tekanan sistolik
arteri.
2. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan

farmakologis

untuk

hipertensi

adalah

pemberian

antihipertensi. Tujuan terapi antihipertensi adalah mencegah komplikasi


hipertensi dengan efek samping sekecil mungkin. Obat yang ideal adalah
obat yang tidak mengganggu gaya hidup atau menyebabkan simptomatologi
yang bermakna tetapi dapat mempertahankan tekanan arteri terkendali.
Penurunan tekanan arteri jelas mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas
akibat stroke, gagal jantung, meskipun terapi terhadap hipertensi ringan
dengan obat belum memperlihatkan banyak harapan dalam mengurangi
risiko penyakit koroner. Jenis obat antihipertensi yang sering digunakan
adalah sebagai berikut:
a. Diuretika
Diuretika adalah obat yang memperbanyak kencing, mempertinggi
pengeluaran garam (NaCl). Obat yang sering digunakan adalah obat yang
daya kerjanya panjang sehingga dapat digunakan dosis tunggal,
diutamakan diuretika yang hemat kalium. Obat yang banyak beredar
adalah Spironolactone, HCT, Chlortalidone dan Indopanide.
b. Alfa-blocker
Alfa-blocker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa yang
menyebabkan vasodilatasi perifer serta turunnnya tekanan darah. Karena
efek hipotensinya ringan sedangkan efek sampingnya agak kuat
(hipotensi ortostatik dan takikardi) maka jarang digunakan. Obat yang
termasuk dalam Alfa-blocker adalah Prazosin dan Terazosin.
c. Beta-blocker
Mekanisme kerja obat Beta-blocker belum diketahui dengan pasti.
Diduga kerjanya berdasarkan beta blokade pada jantung sehingga
mengurangi daya dan frekuensi kontraksi jantung. Dengan demikian,
tekanan darah akan menurun dan daya hipotensinya baik. Obat yang

14
terkenal dari jenis Beta-blocker adalah Propanolol, Atenolol, Pindolol
dan sebagainya.
d. Obat yang bekerja sentral
Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan non adrenalin
sehingga menurunkan aktivitas saraf adrenergik perifir dan turunnya
tekanan darah. Penggunaan obat ini perlu memperhatikan efek hipotensi
ortostatik. Obat yang termasuk dalam jenis ini adalah Clonidine,
Guanfacine dan Metildopa.
e. Vasodilator
Obat vasodilator mempunyai efek mengembangkan dinding arteriole
sehingga daya tahan perifir berkurang dan tekanan darah menurun. Obat
yang termasuk dalam jenis ini adalah Hidralazine dan Ecarazine.
f.

Antagonis kalsium
Mekanisme antagonis kalsium adalah menghambat pemasukan ion
kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh darah dengan efek vasodilatasi
dan turunnya tekanan darah. Obat jenis antagonis kalsium yang terkenal
adalah Nifedipine dan Verapamil.

g. Penghambat ACE
Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanan darah dengan cara
menghambat Angiotensin converting enzim yang berdaya vasokontriksi
kuat. Obat jenis penghambat ACE yang populer adalah Captopril
(Capoten) dan Enalapril.
2.1.7 Komplikasi
Tekanan darah yang terus-menerus tinggi dan tidak terkontrol dapat
menimbulkan komplikasi pada organ-organ tubuh yaitu sebagai berikut:
1. Komplikasi pada otak
Tekanan darah yang terus-menerus tinggi menyebabkan kerusakan pada
dinding pembuluh darah yang disebut disfungsi endotel. Hal ini memicu
pembentukan plak aterosklerosis dan trombosis (pembekuan darah yang
berlebihan). Akibatnya pembuluh darah tersumbat dan jika penyumbatan
terjadi pada pembuluh darah otak dapat menyebabkan stroke.

15
2. Komplikasi pada mata
Hipertensi yang berkepanjangan dapat menyebabkan retinopati hipertensi
dan dapat menyebabkan kebutaan.
3.Komplikasi pada jantung
Selain pada otak, penyumbatan pembuluh darah dapat terjadi pada
pembuluh koroner dapat menyebabkan penyakit jantung koroner (PJK) dan
kerusakan otot jantung (Infark Jantung). Selain itu pada penderita hipertensi,
beban kerja jantung akan meningkat, otot jantung akan menyesuaikan
sehingga akan terjadi pembesaran jantung dan semakin lama otot jantung
akan

mengendor

dan

berkurang

elastisnya

yang

disebut

dengan

dekompensasi. Akibatnya jantung tidak mampu lagi memompa dan


menampung darah dari paru sehingga banyak cairan yang tertahan di paruparu maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau
oedema, kondisi ini disebut gagal jantung.
4.Komplikasi pada ginjal
Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah pada ginjal mengkerut
(vasokontriksi) sehingga aliran nutrisi ke ginjal terganggu dan menyebabkan
kerusakan sel-sel ginjal yang pada akhirnya terjadi gangguan fungsi ginjal.
Apabila tidak segera ditangani dapat menyebabkan gagal ginjal kronik atau
bahkan gagal ginjal terminal. (Corwin, 2007).
2.1.8 Pencegahan
1. Diet rendah lemak dengan mengurangi atau menghindari makanan
berminyak, seperti gorengan, daging yang berlemak, susu full cream, dan
kuning telur.
2. Diet rendah natrium. Batasi pemakaian garam dan makanan yang diasinkan,
seperti cumi asin, ikan asin, telur asin, dan kecap asin.
3. Hindari konsumsi daging kambing, buah durian, dan minuma berakohol
tinggi.
4. Lakukan olahraga secara teratur dan terkontrol, seperti jalan kaki cepat,
berlari, naik sepeda, dan berenang.
5. Berhenti merokok.
6. Berhenti minum kopi.
7. Turunkan berat badan bagi penderita obesitas.

16
8. Hindari stres dengan gaya dan sikap hidup yang lebih santai.
9. Obati penyakit penyerta, seperti kencing manis, hipertiroid, dan kolesterol
tinggi. (Dilamartha,Setiawan: 2008)
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tekanan darah secara berkala 2-3 kali dalam sehari.
2. Pemeriksaan Mata
Penderita hipertensi seringkali diperiksa bagian mata dengan alat
oftalmoskop yang memungkinkan dokter meneropong kedalam retina.
Arteri dan vena yang halus mengalirkan darah ke retina. Pada orang yang
terus menerus mengalami tekanan darah tinggi, terjadi penebalan dinding
tersebut. Dengan adanya pemeriksaan ini, ada kemungkinan penyakit mata
lain dapat terdeteksi seperti katarak dan glaukoma.
3. Tes Urine dan Tes Darah
Untuk mendeteksi gangguan ginjal dan mengetahui fungsi ginjal secara
langsung. Kedua tes ini dapat memberikan petunjuk akan adanya
ketidaknormalan ginjal atau kelenjar anak ginjal (adrenal) yang jarang
terjadi dan umumnya tidak dapat disembuhkan.
4. Elektrokardiografi dan X-Ray
Rekaman sinyal listrik jantung (EKG) dapat menunjukkan pengaruh tekanan
darah tinggi terhadap ketebalan otot jantung dan terkadang dapat
menunjukkan adanya penyempitan arteri koroner atau membuktikan bahwa
ada serangan jantung sebelumnya. Jika terdapat gejala angina pektoris maka
rekaman EKG sebaliknya dilakukan dengan menggunakan treadmill.
Informasi mengenai ukuran jantung juga dapat diperoleh dari pemeriksaan
X-Ray. (Dilamartha, Setiawan: 2008).
2.2 Asuhan Keperawatan dengan Krisis Hipertensi
2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Primary Survey
Airway :
Sesak napas
Batuk
Bearthing :
Nyeri dada
Napas cepat dan dangkal dan tidak teratur
Pertukaran napas tidak adekuat
Frekuensi napas >20 x/menit.
Circulation :

17

Pusing atau sakit kepala


Tekanan darah sangat tinggi (sistolik lebih atau sama dengan 180

atau diastolik lebih atau sama dengan 110)


Papiledema retina
Perdarahan fundus
Edema paru
Payah jantung
Nadi cepat dan dangkal
Disability :
Gangguan kesadaran (kebingungann atau rasa kantuk)
berkurangnya penglihatan
2.2.1.2 Secondary Survey
Pemeriksaan fisik
Kesadaran umum delirium
Tanda-Tanda Vital
- Tekanan Darah : sistolik lebih atau sama dengan 180 atau

diastolik lebih atau sama dengan 110


- Nadi : cepat dan dangkal
- RR : >20 x/menit
Pemeriksaan B1-B6
- B1 (Breath)
Sesak napas, ronkhi, oedema paru
- B2 (Blood)
Adanya payah jantung, kongestif, nyeri dada, penyakit jantung
-

koroner, penurunan cardiac output.


B3 (Brain)
Sakit kepala, perubahan mental, ansietas, retinopati, gangguan

neurologi, penurunan penglihatan (spasme arteriola retina)


- B4 (Bladder)
Gross hematuri, jumlah urine berkurang.
- B5 (Bowel)
Penurunan pola makan, mukosa bibir kering.
- B6 (Bone)
Lemas, kelemahan, edema.
Pola Kesehatan Sehari-hari
- Pola aktivitas/istirahat
Kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton,
frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, dan
-

takipnea.
Pola sirkulasi

18
Riwayat

hipertensi,

aterosklerosis,

penyakit

jantung

koroner/katup, penyakit serebrosvaskular, kenaikan tekanan


-

darah, takikardia, disritmia, pucat, sianosis, dan diaforesis


Pola integritas ego
Ansietas, depresi, gelisah, otot muka tegang.
Pola eliminasi
Infeksi/obstruksi riwayat penyakit ginjal masa lalu.
Pola makanan/cairan
Mual, muntah, perubahan berat badan, riwayat penggunaan

diuretik, adanya edema.


Pola neurosensori
Pusing/pening, sakit kepala suboksipital, gangguan penglihatan,

epistaksis, penurunan respon motorik.


Pola pernapasan
Dispnea, takipnea, ortopnea, batuk dengan/tanpa sputum,
riwayat merokok, penggunaan otot aksesori pernapasan,

krakles/mengi, sianosis.
Pola nyeri/ketidaknyamanan
Angina, nteri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi, sakit

kepala oksipital berat, nyeri abdomen.


Pola keamanan
Gangguan koordinasi/cara berjalan,

parestesia

unilateral

transien, hipotensi postural.


Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang segera seperti :

Darah rutin
BUN/Kreatirine
/Hematokrit

(fungsi

ginjal),

(hiperkoagulabilitas,

Elektrolik,
anemia),

Hemoglobin

Kalium

Serum

(hipokalemia), dan Kalsium Serum (peningkatan kadar kalsium).

GDA
Glukosa (hiperglikemia), Kolesterol dan Trigeliserida Serum
(pembentukan plak ateromatosa), dan Asam Urat (hiperurisemia).

Urine
Urinalisa (disfungsi ginjal atau diabetes), kadar aldosteron
Urin/Serum

(aldosteronisme

primer),

Steroid

Urin

19
(hiperadrenalisme, disfungsi pituitari, sindrom Cushings, kadar
renin meningkat), dan kultur urine.

EKG
12 Lead, melihat tanda iskemik, pembesaran jantung, pola
regangan, dan gangguan konduksi.

Foto Thorax
Oedema paru ( dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana),
obstruksi area katup, dan pembesaran jantung.

CT Scan
Tumor serebral dan ensefalopati.

Pemeriksaan Kelenjar Tiroid


Hipertiroidisme

20
Algoritma Pengobatan Hipertensi :
Pengubahan Gaya Hidup :
Penurunan Berat Badan
Pembatasan Asupan Alkohol
Aktifitas Fisik yang teratur
Penurunan Asupan Natrium
Mempertahankan Asupan K, Ca dan Mg
Penghentian merokok
Tidak tercapai tekanan darah normal (<140/90)
(<130/80 pada penderita diabetes dan gagal ginjal kronik)
Pemilihan obat untuk terapi permulaan
Hipertensi tanpa indikasi khusus

Hipertensi derajat 1 : biasanya


diberikan diuretik bisa
dipertimbangkan pemberian
penghambat ACE, Beta Blocker,
Antagonis Ca atau kombinasi

Hipertensi dengan indikasi khusus

Hipertensi derajat 2 :
umumnya diberikan
kombinasi dua macam
thiaziddan penghambat
ACE / ARB atau Beta
Blocker atau Antagonis
Ca

Obat-obatan untuk
indikasi khusus : obat
anti hipertensi lainnya
(diuretik, ARB, Beta
Blocker, CCA, sesuai
yang diperlukan)

Sasaran tekanan darah tidak tercapai


Optimalkan dosis atau penambahan jenis obat sampai tekanan darah tercapai

21
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan adanya sesak napas
disertai suara ronkhi.
2. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi pembuluh darah.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan cardio output,
kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepala berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler cerebral.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
6. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium ditandai dengan adanya edema.
7. Resiko cidera berhubungan dengan adanya spasme arteriola retina ditandai
dengan penurunan penglihatan.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan adanya sesak napas
disertai suara ronkhi
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan sesak napas berkurang.
Kriteria hasil :
a. Sesak napas berkurang
b. Suara tambahan : ronkhi hilang
Intervensi keperawatan
1. Kaji dan catat status pernapasan setidaknya setiap 4 jam, auskultasi
suara napas dan kaji kadar GDA.
Rasionalnya : untuk mendeteksi tanda-tanda awal gangguan, untuk
mendeteksi suara tambahan, dan untuk mamantau status oksigenasi
dan ventilasi.
2. Bantu pasien untuk berada pada posisi yang nyaman yang
memungkinkan ekspansi dada maksimal
Rasionalnya : untuk memudahkan bernapas.
3. Berikan oksigenasi sesuai program
Rasionalnya : untuk membantu menurunkan distress pernapasan
4. Ajarkan teknik relaksasi untuk membantu menurunkan ansietas
dengan imanjinasi terbimbing, relaksasi otot progresif, latihan
bernapas dan meditasi.

22
Rasionalnya : untuk menurunkan nyeri dan ansietas dan meningkatkan
rasa kontrol diri pasien.
2. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload, vasokonstriksi pembuluh darah, iskemia miokard,
hipertropi ventricular.
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi pembuluh
darah, tidak terjadi iskemia miokard.
Kriteria hasil :
a. Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah atau
beban kerja jantung.
b. Mempertahankan tekanan darah dalam rentang yang dapat diterima.
c. Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil.
Intervensi keperawatan
1. Observasi tekanan darah.
Rasionalnya : perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang
lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler.
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
Rasionalnya : denyutan karotis, jugularis, radialis, dan femoralis
mungkin teramati. Denyut pada tungkai kemungkinan menurun,
mencerminkan efek dari vasokonstriksi.
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas.
Rasionalnya : S4 umum terdengar pada pasien hipertensi berat karena
adanya hipertropi atrium, perkembangan S3 menunjukan hipertropi
ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels, mengi dapat
mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya atau
gagal jantung kronik.
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
Rasionalnya : adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian
kapiler lambat mencerminkan dekompensasi / penurunan curah
jantung.
5. Catat adanya demam umum / tertentu.
Rasionalnya : dapat mengindikasikan gagal jantung, kerusakan ginjal
dan vaskuler.
6. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas /
keributan lingkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal.
Rasionalnya : membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis,
meningkatkan relaksasi.
7. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi.

23
Rasionalnya : dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan
stress, membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan
darah.
8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi anti hipertensi,
diuretik.
Rasionalnya : menurunkan tekanan darah.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan cardio output,
kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Tujuan : Klien akan mampu melakukan aktivitas secara mandiri.
Kriteria hasil :
a. Klien dapat berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan /
diperlukan.
b. Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.
Intervensi keperawatan
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas dengan menggunakan
parameter : frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat,
catat peningkatan TD, dipsnea, atau nyeri dada, kelelahan berat dan
kelemahan, berkeringat, pusig atau pingsan.
Rasionalnya : parameter menunjukan respon fisiologis pasien terhadap
stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja /
jantung.
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan
kelemahan / kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan
perhatian pada aktivitas dan perawatan diri.
Rasionalnya : stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk
memajukan tingkat aktivitas individual.
3. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri.
Rasionalnya : konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktivitas
dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas
bertahap mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung.
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi
mandi, menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya.
Rasionalnya : teknik penghematan energi menurunkan penggunaan
energi dan sehingga membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.
5. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.

24
Rasionalnya : seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap
kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.
4. Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepala berhubungan dengan
peningkatan tekanan vaskuler cerebral.
Tujuan : Tekanan vaskuler cerebral tidak meningkat.
Kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol.
b. Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan.
c. Mengikuti regiment farmakologi yang diresepkan.
Intervensi keperawatan
1. Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasionalnya : meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaksasi.
2. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta
teknik relaksasi.
Rasionalnya : tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral
dengan menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam
menghilangkan sakit kepala dan komplikasinya.
3. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi

yang

dapat

meningkatkan sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan


membungkuk.
Rasionalnya :

aktivitas

yang

meningkatkan

vasokontriksi

menyebabkan sakit kepala pada adanya peningkatkan tekanan vakuler


serebral.
4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
Rasionalnya : meminimalkan penggunaan oksigen dan aktivitas yang
berlebihan yang memperberat kondisi klien.
5. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam
setelah makan.
Rasionalnya : menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja
pencernaan.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti
ansietas, diazepam dll.
Rasionalnya : analgetik

menurunkan

nyeri

dan menurunkan

rangsangan saraf simpatis).


5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.

25
Tujuan : intake nutrisi adekuat.
Kriteria hasil :
a. Klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan
kegemukan.
b. Menunjukan perubahan pola makan.
c. Melakukan / memprogram olah raga yang tepat secara individu.
Intervensi keperawatan
1. Kaji pemahaman klien tentang hubungan langsung antara hiertensi
dengan kegemukan.
Rasionalnya : kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi,
kerena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah
jantung berkaitan dengan masa tumbuh.
2. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi
masukan lemak,garam, dan gula sesuai indikasi.
Rasionalnya : kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya
aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk
hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal
jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan
intra vaskuler dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk
hipertensi.
3. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan.
Rasionalnya : motivasi untuk penurunan berat badan adalah internal.
Individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan, bila tidak
maka program sama sekali tidak berhasil.
4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
Rasionalnya : mengidentivikasi kekuatan / kelemahan dalam program
diit terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan inividu untuk
menyesuaikan / penyuluhan.
5. Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya
: penurunan berat badan 0,5 kg per minggu.
Rasionalnya : penurunan masukan kalori seseorang sebanyak 500
kalori per hari secara teori dapat menurunkan berat badan 0,5 kg /
minggu. Penurunan berat badan yang lambat mengindikasikan
kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara
mengubah kebiasaan makan.

26
6. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian
termasukkapan dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan
perasaan sekitar saat makanan dimakan.
Rasionalnya : memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi
yang dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk
memfokuskan perhatian pada factor mana pasien telah / dapat
mengontrol perubahan. Intruksikan dan bantu memilih makanan yang
tepat, hindari makanan dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega,
keju, telur, es krim, daging dll) dan kolesterol (daging berlemak,
kuning telur, produk kalengan,jeroan).
Rasionalnya : menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol
penting dalam mencegah perkembangan aterogenesis.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi. (Memberikan konseling
dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual).
6. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium ditandai dengan adanya edema.
Tujuan : Klien menunjukan volume cairan yang stabil.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada edema
b. Keseimbangan masukan dan keluaran cairan.
Intervensi keperawatan
1. Pantau atau hitung haluaran pemasukan dan pengeluaran selama 24
jam.
Rasional : terapi diuretik dapat disebabkan oleh kehilangan tiba tiba
atau berlebihan ( hipovolemik ) meskipun edema atau varises masih
ada.
2. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler selama
fase akut.
Rasional : posisi terlentang meningkat filtrasi ginjal dan menurun
produksi adh sehingga meningkatkan diuresis.
3. Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan dan atau bunyi tambahan
seperti krekel dan mengi.
Rasional : kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti
paru. Gejala edema paru dapat menunjukan gagal jantung kiri akut.

27
4. Kolaborasi ; beri obat sesuai indikasi misalnya diuretik contohnya
furosemide ( fasix ). Tiazid dengan agen perlawanan kalium
contohnya aldakton.
Rasional : diuretik dapat meningkatkan laju urine dan dapat
menghambat reabsorbsi natrium. Tiazid dapat meningkatkan diuresis
tanpa kehilangan kalium berlebihan.
7. Resiko cidera berhubungan dengan adanya spasme arteriola retina ditandai
dengan penurunan penglihatan.
Tujuan : Resiko cidera dapat dihindari.
Kriteria hasil :
a. Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan
cidera.
Intervensi keperawatan
1. Pantau aktifitas sehari hari klien.
Rasional : mengurangi resiko cidera pada pasien.
2. Batasi aktifitas klien.
Rasional : menurunkan stress pada klien.
3. Berikan bantuan klien dalam aktifitas.
Rasional : mengurangi resiko cidera pada klien.
4. Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : mempercepat proses penyembuhan jika klien mengalami
cidera.
2.3 Analisis Jurnal Terkait Dengan Krisis Hipertensi
2.3.1 Penelitian 1
Judul
: A Genome-Wide Association Study of Hypertension and Blood
Peneliti
Tahun

Pressure in Africans and Americans


: Adebowale Adeyemo, dkk.
PloS Genetics, July 2009, Volume 5, Issue 7, e1000564
: 2009

Abstrak
Bukti keberadaan kerentanan genetik varian untuk bentuk umum dari
hipertensi ('' hipertensi esensial '') masih lemah dan tidak konsisten. Kami
mencari varian genetik yang mendasari tekanan darah (BP) dengan
melakukan studi asosiasi genome (GWAS) antara Afrika Amerika, sebuah
kelompok populasi di Amerika Serikat yang tidak proporsional dipengaruhi
oleh hipertensi dan komplikasi yang terkait, termasuk penyakit stroke dan
ginjal. Menggunakan panel padat lebih dari 800.000 SNP dalam sampel

28
penemuan

1017

Afrika

Amerika

dari

Washington,

DC,

wilayah

metropolitan, kami mengidentifikasi beberapa SNP mencapai signifikansi


genome-wide untuk sistolik BP di atau dekat gen: PMS1, SLC24A4,
YWHA7, IPO7 , dan CACANA1H. Dua dari gen ini, SLC24A4 (natrium /
kalium / kalsium exchanger) dan CACNA1H (saluran kalsium tergantung
tegangan), gen kandidat potensial untuk regulasi BP dan yang terakhir
adalah target obat untuk kelas calcium channel blockers. Tidak ada varian
mencapai signifikansi genome luas untuk hubungan dengan tekanan darah
diastolik (top skor rs1867226 SNP, p = 5,861027) atau dengan hipertensi
sebagai sifat biner (top skor SNP rs9791170, p = 5,161027). Kami
mereplikasi beberapa SNP yang signifikan dalam sampel Afrika Barat.
Analisis jalur menunjukkan bahwa gen menyimpan top skor varian
cluster jalur dan jaringan relevansi biologis untuk hipertensi dan peraturan
BP. Ini adalah GWAS pertama untuk hipertensi dan BP pada populasi Afrika
Amerika. Temuan menunjukkan bahwa, disamping atau sebagai pengganti
hanya mengandalkan varian direplikasi dari sedang hingga besar efek
mencapai genome signifikansi, jalur dan jaringan pendekatan mungkin
berguna dalam mengidentifikasi dan memprioritaskan calon gen / lokus
untuk eksperimen lebih lanjut.
Meskipun penelitian intensif, faktor risiko genetik untuk hipertensi
esensial dan tekanan darah (BP) regulasi belum teridentifikasi dengan
konsistensi. Kami melakukan genom lebar asosiasi scan menggunakan lebih
dari 800.000 penanda genetik dalam sampel Amerika Afrika 1017 orang
dewasa di Washington, DC, daerah Amerika Serikat. Kami menemukan
bukti yang menunjukkan bahwa varian genetik dalam beberapa gen,
termasuk PMS1, SLC24A4, YWHA 7, IPO7, dan CACNA1H, secara
signifikan berhubungan dengan tingkat tekanan darah sistolik. Dari
pengetahuan kita sebelumnya fisiologi manusia, dua gen ini memiliki peran
potensial untuk bermain dalam peraturan BP. Bukti untuk varian genetik
yang mempengaruhi tekanan darah diastolik tingkat dan hipertensi statusnya
adalah lemah dan tidak meyakinkan.
Untuk pengetahuan kita, ini adalah studi pertama yang menggunakan
pendekatan asosiasi genome untuk mempelajari hipertensi dan BP pada

29
populasi Afrika Amerika, sebuah kelompok minoritas yang mengalami
hipertensi lebih sering dan lebih parah dari kelompok populasi lain di
Amerika Serikat. Temuan akan berguna bagi peneliti lain yang ingin
memajukan pemahaman kita tentang faktor genetik yang mempengaruhi BP
dengan harapan bahwa wawasan ini akhirnya akan diterjemahkan ke pilihan
pengobatan baru dan lebih baik untuk hipertensi di Afrika Amerika dan
populasi global lainnya.

Bahan dan Metode


Subyek yang diteliti adalah semua peserta di Howard University Keluarga
Studi (HUFS), sebuah studi keluarga penduduk berdasarkan Afrika Amerika
di wilayah metropolitan Washington. Tujuan utama dari HUFS adalah
untuk: 1) mendaftar dan memeriksa kohort acak dipastikan keluarga AfrikaAmerika, bersama dengan satu set individu yang tidak terkait, dari wilayah
metropolitan Washington DC untuk mempelajari dasar genetik dan
lingkungan dari penyakit kompleks yang umum termasuk hipertensi,
obesitas dan terkait fenotipe; 2) untuk mengkarakterisasi peserta penelitian
untuk antropometri (termasuk berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang
dan pinggul, tindakan komposisi tubuh) dan BP; dan 3) mengevaluasi
hubungan antara varian genetik dan sifat-sifat yang dipilih (hipertensi, BP
dan obesitas). Peserta dicari melalui pintu ke pintu canvassing, iklan di
media cetak lokal dan di pameran kesehatan dan pertemuan masyarakat
lainnya. Untuk memaksimalkan utilitas dari kelompok ini untuk studi
beberapa ciri-ciri umum, keluarga tidak dipastikan berdasarkan fenotipe
apapun. Selama pemeriksaan klinis, informasi demografis dikumpulkan oleh
wawancara. Berat badan, tinggi badan, lingkar pinggang dan lingkar pinggul
diukur menggunakan metode standar sebagai berikut: Berat diukur dalam
pakaian cahaya pada skala elektronik hingga 0,1 kg, dan tinggi diukur
dengan stadiometer dengan ketelitian 0,1 cm. Indeks massa tubuh (BMI)
dihitung sebagai berat dalam kg dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan
dalam meter. Lingkar pinggang diukur dengan ketelitian 0,1 cm di bagian
tersempit dari batang tubuh seperti yang terlihat dari aspek anterior. BP

30
diukur dalam posisi duduk menggunakan perangkat oscillometric (Omron).
Pembacaan 3 BP dilakukan dengan interval sepuluh menit antara
pembacaan. Melaporkan SBP dan DBP bacaan yang rata-rata dari
pembacaan kedua dan ketiga. Tekanan nadi (PP) dihitung sebagai perbedaan
antara SBP dan DBP. Status Hipertensi didefinisikan sebagai SBP. = 140
mmHg dan / atau DBP. = 90 mmHg dan atau perawatan dengan obat
antihipertensi. Dalam kohort secara keseluruhan, frekuensi hipertensi adalah
35% dan di antara mereka yang hipertensi, 64% berada di obat
antihipertensi pada saat penelitian.
Hasil
Tidak ada varian mencapai signifikansi genome luas untuk hubungan
dengan tekanan darah diastolik (top skor rs1867226 SNP, p = 5,861027)
atau dengan hipertensi sebagai sifat biner (top skor SNP rs9791170, p =
5,161027). Kami mereplikasi beberapa SNP yang signifikan dalam sampel
Afrika Barat. Analisis jalur menunjukkan bahwa gen menyimpan top skor
varian cluster jalur dan jaringan relevansi biologis untuk hipertensi dan
peraturan BP. Ini adalah GWAS pertama untuk hipertensi dan BP pada
populasi Afrika Amerika.
Simpulan
Temuan menunjukkan bahwa, disamping atau sebagai pengganti hanya
mengandalkan varian direplikasi dari sedang hingga besar efek mencapai
genome signifikansi, jalur dan jaringan pendekatan mungkin berguna dalam
mengidentifikasi dan memprioritaskan calon gen / lokus untuk eksperimen
lebih lanjut.
2.3.2 Penelitian 2
Judul
: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah Di
Peneliti
Tahun

Puskesmas Telaga Murni, Cikarang barat tahun 2012


: Febby Haendra Dwi Anggara dan Nanang Prayitno
: 2013

Abstrak
Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem
sirkulasi.peningkatan atau penurunan tekanan darah akan mempengaruhi

31
homeostatsis di dalam tubuh. Jika sirkulasi darah menjadi tidak memadai
lagi, maka terjadilah gangguan pada sistem transportasi oksigen,
karbondioksida, dan hasil-hasil metabolisme lainnya. Di lain pihak fungsi
organ-organ tubuh akan mengalami gangguan seperti gangguan pada proses
pembentukan air seni di dalam ginjal ataupun pembentukan cairan
cerebrospinalis dan lainnya. Terdapat dua macam kelainan tekanan darah,
antara lain yang dikenal sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi dan
hipotensi atau tekanan darah rendah. Penelitian ini menggunakan metode
kuantitatif. Dilakukan pada bulan Desember 2012. Objek penelitian yaitu
pasien yang berobat di Puskesmas Telaga Murni.Teknik pengambilan
sampel secara purposif. Cara pengambilan data menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukan bahwa responden yang menderita hipertensi
sebesar (30,7%) sedangkan responden yang tekanan darahnya normal
sebesar (69,3%). Jenis kelamin pada penelitian ini tidak berhubungan secara
statistik dengan tekanan darah (p > 0,05). Sedangkan umur, pendidikan,
pekerjaan, IMT, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, kebiasaan olahraga,
asupan natrium, asupan kalium berhubungan secara statistik dengan tekanan
darah (p < 0,05). Untuk mengurangi kasus hipertensi perlu adanya cara
untuk mencegahnya seperti: memberikan penyuluhan kepada masyarakat
mengenai hipertensi serta melakukan pemeriksaan tekanan darah secara
rutin.
Pendahuluan
Tekanan darah merupakan faktor yang amat penting pada sistem sirkulasi.
Peningkatan

atau

penurunan

tekanan

darah

akan

mempengaruhi

homeostatsis di dalam tubuh. Tekanan darah selalu diperlukan untuk daya


dorong mengalirnya darah di dalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena,
sehingga terbentuklah suatu aliran darah yang menetap (Ibnu M, 1996).
Terdapat dua macam kelainan tekanan darah darah, antara lain yang dikenal
sebagai hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan
darah rendah. Hipertensi telah menjadi penyakit yang menjadi perhatian di

32
banyak Negara di dunia, karena hipertensi seringkali menjadi penyakit tidak
menular nomor satu di banyak negara.
Banyak faktor yang dapat memperbesar risiko atau kecenderungan
seseorang menderita hipertensi, diantaranya ciri-ciri individu seperti umur,
jenis kelamin dan suku, faktor genetik serta faktor lingkungan yang meliputi
obesitas, stres, konsumsi garam, merokok, konsumsi alkohol, dan
sebagainya (Kaplan,1985). Beberapa faktor yang mungkin berpengaruh
terhadap timbulnya hipertensi biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi secara
bersama-sama sesuai dengan teori mozaik pada hipertensi esensial (Susalit
dkk, 2001). Teori tersebut menjelaskan bahwa terjadinya hipertensi
disebabkan oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi, dimana faktor
utama yang berperan dalam patofisiologi adalah faktor genetik dan paling
sedikit tiga faktor lingkungan yaitu asupan garam, stres, dan obesitas.
Metode Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan Cross Sectional yaitu suatu penelitian
dimana variabel bebas dan variabel terikat dikumpulkan dan diukur dalam
waktu yang bersamaan. Sebagai variabel independen adalah jenis kelamin,
umur, pendidikan, pekerjaan, obesitas, merokok, konsumsi alkohol,
olahraga, asupan natrium, dan asupan kalium dan variabel dependen adalah
tekanan darah. Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Telaga Murni
Cikarang Barat dengan melibatkan 75 responden dan dilakukan pada bulan
Desember 2012. Responden adalah pasien hipertensi yang berobat di
puskesmas ini. Selain itu dilakukan juga metoda kualitatif dengan
melakukan wawancara mendalam kepada dokter, perawat, ataupun staf pada
poli PTM di Puskesmas Telaga Murni.
Hasil
Variabel umur, pendidikan, pekerjaan, obesitas, merokok, konsumsi alkohol,
olahraga, asupan natrium, dan asupan kalium memiliki hubungan dengan
tekanan darah. Sedangkan penelitian pada jenis kelamin terdapat tidak ada
hubungannya dengan tekanan darah.

33

2.3.3 Penelitian 3
Judul
: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi
Pada Wanita Usia Subur Di Puskesmas Umbulhardjo I
Peneliti
Tahun

Yogyakarta Tahun 2009


: Yufita Yeni, dkk.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan
: 2009

Abstrak
Background: Hypertension or high blood pressure is heart and blood vessel
disorder marked by increasing of blood pressure. Consequence from this
incident is occurrence of other accompanying illness. Hypertension may
occur in people without age and sex limitation until it needs good handling.
High prevalence of childbearing age woman suffer from hypertension in
Puskesmas Umbulharjo I (Public Health Service) has drove writer to make
study about factors related with hypertension incident in childbearing age
woman in Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta. Objective of this research
is to recognize correlation between history of hypertension family, obesity,
and hormonal contraception usage, and hypertension incident of
childbearing age woman in Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta.
Method: This was observational analytic research using cross sectional
approach. Population of this study is age group which medicinize in
common polyclinic of Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta. Sample was
taken using Accidental Sampling method. Sample comprised of childbearing
age woman who suffering hypertension (having problem) and those who
have not hypertension problem (having not problem), and meet respondent
inclusion criterion, that resulted of 88 women.
Result: Result of this study showed there is no correlation between history
of hypertension family with hypertension incident, that is p=0,158, >
=0,05, calculated chi square is 1.992 < tabulated chi square of 3,481. There
is correlation between obesity and hypertension incident with p value of
0,007 < =0,05, and calculated chi square is 7,298 > tabulated Chi Square of
3,481. There is no correlation between hormonal contraception and

34
hypertension incident with value of p= 0,762 > =0.05, and calculated Chi
Square of 0.091 < tabulated Chi Square of 3,481.
Conclusion: There was no correlation between history of hypertension
family and hormonal contraception with hypertension incident. There is
correlation between obesity and hypertension incident.
Pendahuluan
Penyakit kardiovaskuler merupakan problema kesehatan utama dinegara
maju dan berkembang, sehingga menjadi penyebab kematian nomor satu di
dunia begitu juga di Indonesia, baik untuk laki-laki maupun untuk
perempuan. Data dari WHO, pada tahun 2005, sekitar 17,5 juta orang
meninggal karena penyakit kardiovaskuler atau 30 persen dari kematian
diseluruh dunia.
Salah satu penyakit kardiovaskuler tersebut adalah Hipertensi, hipertensi
atau yang lebih dikenal dengan penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal.
Hasil Riskesdas 2007 menyebutkan, bahwa stroke, hipertensi dan penyakit
jantung meliputi lebih dari sepertiga penyebab kematian, dimana stroke
menjadi penyebab kematian terbanyak 15,4 persen, kedua hipertensi 6,8
persen, penyakit jantung iskemik 5,1 persen, dan penyakit jantung 4,6
persen.
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
menggunakan rancangan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini
adalah wanita semua kelompok umur yang berobat di Poliklinik Umum
Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta.
Analisis Univariat dengan menyajikan distribusi frekuensi dari variabelvariabel yang diteliti. Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran
pada masing-masing

variabel

yang

menggunakan tabel distribusi frekuensi.

diteliti

dan

disajikan

dengan

35
Analisis Bivariate yaitu menganalisis dua varibel yang diduga mempunyai
hubungan atau berkolerasi. Analisis kedua variabel tersebut menggunakan
uji statistik X2 (chi square), apabilah nilai X2 (chi square) hitung > X2 (chi
square) tabel maka artinya ada hubungan yang bermakna antara variabel
bebas dengan variabel terikat.
Hasil
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada korelasi antara riwayat keluarga
hipertensi dengan hipertensi insiden, yaitu p = 0.158,> = 0,05, dihitung chi
square adalah 1,992 <ditabulasi chi kuadrat 3481. Ada korelasi antara
obesitas dan hipertensi insiden dengan nilai p 0,007 < = 0,05, dan dihitung
chi square adalah 7.298> ditabulasi Chi Square 3.481. Tidak ada korelasi
antara kontrasepsi hormonal dan hipertensi insiden dengan nilai p = 0.762>
= 0,05, dan dihitung Chi Square 0,091 <ditabulasi Chi Square 3.481.
Kesimpulan
Tidak ada hubungan antara riwayat keluarga hipertensi dengan kejadian
hipertensi pada wanita usia subur di Puskesmas Unbulharjo I, Yogyakarta
Tahun 2009. Ada hubungan yang bermakna antara faktor obesitas dengan
kejadian hipertensi pada wanita usia subur di Puskesmas Umbulharjo I
Yogyakarta Tahun 2009. Tidak ada hubungan antara penggunaan
kontrasepsi hormonal dengan kejadian hipertensi pada wanita usia subur di
Puskesmas Umbulharjo I Yogyakarta Tahun 2009.

BAB 3
PENUTUP
3.1

Simpulan
Hipertensi untuk orang dewasa adalah tekanan darah sistolik sama dengan

atau lebih besar dari 160 mmHg dan atau diastolik sama dengan atau lebih besar
dari 95 mmHg. Tekanan darah normal pada orang dewasa adalah tekanan darah
sistolik kurang dari 140 mmHg dan diastolik kurang dari 90 mmHg. Penyebab
dari timbulnyahipertensi antara lain adalah karena faktor keturunan, umur, jenis
kelamin, kebisaan hidup yang buruk seperti; mengkonsumsi alkohol, merokok,
konsumsi natrium yang berlebihan, stress, dan karena komplikasi dari penyakit
sekunder lainnya. Tanda gan gejala yang dapat muncul diantaranya adalah nyeri
kepala, terkdang mual dan muntah, penglihatan kabur, nokturia, pusing, tengkuk
terasa pegal. Penanganan yang dapat dilakukan antara lain dengan tindakan non
farmakologis dan farmakologis. Non farmakologi yakni; diet rendah natrium, diet
rendah kolesterol dan lemak terbatas, olahraga dan gaya hidup sehat. Sedangkan
terapi farmakologis yaitu dengan pemberian obat-obatan seperti; golongan
diuretik, alfa-blocker, beta blocker, vasodilator, antagonis kalsium dan
penghambat ACE. Jika hipertensi tidak segera ditangani dengan benar maka akan
menimbulkan dampak yang lebih bahaya, diantaranya adalah komplikasi pada
otak, komplikasi pada jantung, komplikasi pada dan ginjal, komplikasi pada mata.
Beberapa upaya pencegahan dapat dilakukan dengan cara menghindari dan
seefektif mungkin untuk menjauhkan diri dari beberapa faktor penyebab
hipertensi.

3.2

Saran
Agar masyarakat lebih menjaga kesehatannya dan dapat menghindari faktor

resiko yang dapat menyebabkan penyakit hipertensi. Agar tenaga kesahatan dapat
menangani dan memberikan pelayanan kesehatan yang efektif sehingga
meningkatkan status kesembuhan pasien, dan dapat menjadi acuan dalam
pelaksanaan penelitian penyakit terkait guna peningkatan ilmu.

36

DAFTAR PUSTAKA
Adeyemo, Adebowale, dkk.(2009). A Genome-Wide Association Study of
Hypertension and Blood Pressure in African Americans July 2009 Volume 5
Issue 7 e1000564.
http://www.plosgenetics.org/article/fetchObject.action?
uri=info:doi/10.1371/journal.pgen.1000564&representation=PDF

Diakses

tanggal 1 Oktober 2015.


Anggara, Febby Haendra Dwi, dkk.(2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Tekanan Darah Di Puskesmas Telaga Murni Cikarang Barat Tahun
2012, Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1); Jan 2013.
http://lp3m.thamrin.ac.id/upload/artikel%204.%20vol%205%20no
%201_feby.pdf Diakses tanggal 1 Oktober 2015.
Baradero, Mary, dkk.(2005). Klien Gangguan Kardiovaskuler: Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Carpenito, L.J.(2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta : EGC.
Corwin, E.J.(2007). Medical Surgical Nursing. Jakarta: Salemba Medika.
Dalimartha, Setiawan.(2008). Care Your Self, Hipertensi. Jakarta: Penebar
Plus+.
Doenges, M.E.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi III. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif.(2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G.(2000). Brunner and Suddars Textbook of Medical
Surgical Nursing, Edisi 8. Jakarta: EGC
Suyono, S, et al.(2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Jakarta:
Penerbit FKUI.
Taylor, Cynthia M.(2010). Diagnosa Keperawatan dengan Rencana Asuhan Edisi
10. Jakarta : EGC
Yeni, Yufita, dkk.(2009). Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Kejadian
Hipertensi pada Wanita Usia Subur Di Puskesmas Umbulhardjo I
Yogyakarta Tahun 2009 ISSN:1978-0575 Diakses tanggal 10 September
2015.

Anda mungkin juga menyukai