Anda di halaman 1dari 3

Nama

: Zulkifli

Nim : 1406514712
Tugas Leadership and Organizational Behavior

Coach Carter
Film ini menceritakan kisah kehidupan seorang pelatih bola basket
di St. Richmond, yang bernama Ken Carter yang diperankan oleh Samuel
L. Jackson. Coach Carter baru saja diangkat menjadi pelatih di St.
Richmond dimana dia juga menjadi seorang pemain basket waktu
bersekolah di sana. Alur cerita ini dimulai saat Coach Carter menyaksikan
pertandingan bola basket St. Richmond dimana pertandingan tersebut
tidak selesai karena terjadi pertengkaran antara pemain. Emosi dari
pemain St. Richmond sangat tinggi sehingga mudah sekali untuk
terpancing oleh lawannya. Konflik film ini berlangsung dari Coach Carter
menjadi pelatih baru di St. Richmond sampai pertandingan nasional yang
diikuti oleh tim bola basket St. Richmond.
Keadaan sebelum datang Coach Carter. Sebelum Coach Carter
datang sebagai pelatih tim bola basket di St. Richmond, pemain basket di
St. Richmond sangat pemarah dan emosional. Mereka tidak bisa
mengendalikan emosi mereka di dalam permainan sehingga sering
menimbulkan pertikaian dengan tim lawan. Selain itu dalam segi
akademik, meraka seolah-olah diberikan kelonggaran dari sekolah untuk
tidak mengikuti pelajaran. Sekolah seolah-olah tidak mementingkan
pendidikan secara akademik kepada para pemain bola basket tersebut.
Sekolah juga pesimis kepada keadaan murid-muridnya sehingga pihak
sekolah berharap muridnya dapat berprestasi di bidang olahraga saja
tanpa memperhatikan pendidikan formal sekolah tersebut.
Sebelum Coach Carter bergabung kedalam tim bola basket
Richmond, tim bola basket St. Richmond sudah mengalami Fase Forming
dan Fase Storming dalam group development. Fase norming telah
terbentuk tetapi masing masing indvidu belum bisa menerima diri
menjadi bagian dari tim dan masih menonjolkan kemampuan pribadi
sehingga ada yang merasa mereka memiliki kemampuan yang lebih dari
yang lainnya sehingga mereka merasa tim yang memerlukan dia bukan
dia yang bergabung dengan tim.
Perubahan yang dilakukan oleh Coach Carter. Hal pertama
yang dilakukan oleh Coach Carter adalah membangun rasa saling
menghormati diantara pemain maupun dengan pelatih (respect). Saling
menghargai dan menghormati diterapkan oleh Coach Carter dimulai dari

hal yang sederhana seperti dengan melakukan panggilan yang lebih


hormat kepada sesama. Selain itu Coach Carter juga membuat kontrak
antara pemain dengan pelatih. Ada beberapa hal yang dimasukan
kedalam kontrak tersebut, termasuk nilai akademik yang harus
didapatkan oleh pemain dalam hal pendidikannya secara formal.
Kontrak tersebut dimaksudkan oleh Coach Carter sebagai komitmen
dari pemain maupun orang tua untuk dapat mencapai yang diinginkan
dan tujuan yang ditetapkan oleh pelatih (goal setting). Untuk dapat
menang dalam lingkungan kompetisi maupun masyarakat, mereka harus
memenangkan (mematuhi) dahulu komitmen yang meraka buat. Terhadap
aturan yang dibuat dan terhadap komitmen yang dibuat oleh Coach
Carter, tidak ada pengecualian terhadap siapapun. Disiplin adalah kunci
untuk mencapai target yang telah ditentukan. Setiap kesalahan ataupun
pelanggaran yang dibuat oleh pemain akan mendapatkan hukuman.
Sebagai seorang ayah, Coach Carter memberikan kebebasan
kepada anaknya untuk memilih hal yang dinginkannya. Dia bebas memilih
dan harus menerima setiap konsekuensi terhadap semua hal yang telah
diputuskannya. Sebagai seorang Leader, Coach Carter mengganggap
sama semua bawahannya tanpa membedakan bawahannya walaupun itu
adalah anaknya sendiri. Kesalahan dan pelanggaran yang dilakukan
anaknya juga harus mendapatkan hukuman sesuai komitmen yang telah
mereka tetapkan bersama.
Tim harus bersatu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Semua anggota tim telah bersatu apabila mereka sudah mau berkorban
demi anggota tim yang lainnya. Leadersip focus pada GOAL. Goal Setting.
Leader harus dapat membuat contingent plan untuk jangka panjang.
Harus menyesuaikan dengan keadaan yang dihadapi.
Coach Carter melakukan empowerment kepada bawahannya,
kekuatan, pemberdayaan kekuatan untuk tujuan lain lain yang lebih baik
dan berkelanjutan. Setelah timnya memenangkan beberapa pertandingan,
Coach Carter kembali melakukan evaluasi terhadap kontrak yang pernah
dibuatnya beserta para pemain bola basket tersebut. Coach Carter
menyadari bahwa selama ini para pemainnya tidak pernah
memperhatikan pendidikan formalnya. Coach Carter telah berkomitment
dengan kontraknya sehingga dengan berani dia menutup tempat latihan
basket dan menghentikan semua jadwal pertandingan bola basket. Hal ini
menimbulkan konflik di dalam sekolah maupun di masyarakat. Influence
dari lingkungan (kota) yang penuh narkoba sehingga Coach Carter punya
tujuan lain, pengaruh dari sekolah dan pengaruh dari Coach Carter.
Masyrakat menentang keputusan dari Coach Carter termasuk pihak

sekolah. Pihak sekolah mengatakan bahwa yang penting anak tersebut


dapat berprestasi di lingkungan olahraga dan tidak peduli dengan
pendidikannya. Coach Carter tidak setuju.
Tahapan dari kekuatan itu adalah dimulai dari domination,
consultation, participation dan delegation. Terlihat Coach Carter masih
melakukan domination untuk membuat tim lebih baik. Domination
merupakan tahapan awal dari dari pemnbentukan empowerment. Hal ini
harus dilakukan dikarenakan tim berada dalam fase yang masih rendah
dalam pembentukan tim tersebut. Kekuatan dari Coach Carter diperlukan
agar tim menjadi lebih solit. Walaupun tim bola basket St. Richmond tidak
pernah
memenangkan
pertandingan
tingkat
nasional,
mereka
mendapatkan prestasi untuk masa depan yang lebih membanggakan
seperti beasiswa yang diterima oleh beberapa pemain St. Richmond.

Anda mungkin juga menyukai