Menurut Willson (2006), selaput otak terdiri atas tiga lapisan yaitu:
1) Durameter
Merupakan selaput keras atas jaringan ikat fibrosa melekat dengan
tabula interna atau bagian dalam kranium namun tidak melekat pada
selaput arachnoid dibawahnya, sehingga terdapat ruangan potensial
disebut ruang subdural yang terletak antara durameter dan arachnoid.
Pada cedera kepala pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak
menuju sinus sagitalis superior digaris tengah disebut Bridging Veins,
dapat mengalami robekan serta menyebabkan perdarahan subdural.
Durameter membelah membentuk 2 sinus yang mengalirkan darah vena ke
otak, yaitu : sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus
transverses dan sinus sigmoideus. Perdarahan akibat sinus cedera 1/3
anterior diligasi aman, tetapi 2/3 posterior berbahaya karena dapat
menyebabkan infark vena dan kenaikan tekanan intracranial.
Arteri2 meningea terletak pada ruang epidural, dimana yang sering
mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa
temporalis dapat menimbulkan perdarahan epidural.
2) Arachnoidea
2. Epidural hematom
A. Definisi Epidural Hematom
Epidural hematom adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang
tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang
arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak
dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam
beberapa jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus
temporalis dan parietalis.
Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang
paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek
tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu
yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk
melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum
tabula interna.. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala
kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin
akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang
mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka
darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak,
keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom.
B. Etiologi
EDH sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada
permukaan bagian dalam dari tengkorak.
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,
beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya
benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi
akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang
tengkorak dan laserasi pembuluh darah.
C. Patofisiologi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak
dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila
salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi
bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula
terjadi di daerah frontal atau oksipital
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui
foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os
temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan
oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala
sehingga hematom bertambah besar.
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan
pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini
menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran
tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang
dapat dikenal oleh tim medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus
formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran.
Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan
pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan
pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan
kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat,
dan tanda babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang
besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain
kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa
terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau
terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali.
Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang
progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara
dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan
di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer
yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera
primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer
berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan
tidak pernah mengalami fase sadar.
8. Mual
9. Pusing
10. Berkeringat
11. Pucat
12. Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.
E. Pemeriksaan Penunjang
1.
2.
3.
4.
5.
H.
Pathway
Luka terbuka
Resiko infeksi
Epidural
Hematom
Edema
karbondioksida
tertahan
peningkatan TIK
reaksi anaerob
Kejang
Resiko injuri
asam laktat
Nyeri akut
penurunan kesadaran
Ketidakseimbangan Nutrisi
F. Pengkajian
1. BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas
berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi),
cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.
2. BLOOD:
diselingi dengan
bradikardia, disritmia).
3. BRAIN
a. Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara,
amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan
mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis,
maka dapat terjadi :
b. Perubahan
status
mental
(orientasi,
kewaspadaan,
perhatian,
dalam
penglihatan,
seperti
ketajamannya,
diplopia,
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat
pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis
yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di
otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan
tonus otot.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung)
2. Resiko pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada
pusat pernapasan otak).
3. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi
(trauma atau defisit neurologis).
4. Resiko injuri b.d peningkatan TIK : kejang
5. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal:
tirah baring, imobilisasi.
6. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, biologis : trauma; peningkatan asam laktat
di otak
7. Resiko infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon
inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem
tertutup (kebocoran CSS)
H. Fokus Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD
sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung).
Tujuan:
Kriteria hasil:
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi
-
Evaluasi keadaan pupil, ukuran, kesamaan antara kiri dan kanan, reaksi
terhadap cahaya.
Pantau intake dan out put, turgor kulit dan membran mukosa.
Berikan oksigen.
3. Resiko terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon
inflamasi tertekan (penggunaan steroid).
Tujuan
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi
-
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hafid (1989), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI
Traumatologi , Surabaya.
Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4,
Anugrah P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016
Anonym,Epiduralhematoma,www.braininjury.com/epidural-subduralhematoma.html.
Anonym,Epidural hematoma, www.nyp.org
Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC.
Jakarta.
NANDA, 2010-2014, Nursing Diagnosis: Definitions and classification,
Philadelphia, USA
Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
EGC, Jakarta.
University
IOWA.,
NIC
and
NOC
Project.,
1991,
Nursing
outcome
TAMBAHAN
ANATOMI MENINGEN OTAK
Secara konvensional, dura mater diuraikan sebagai dua lapisan, lapisan
endosteal dan lapisan meningeal. Lapisan endosteal tidak lebih dari
suatu periosteum yang menutupi permukaan dalam tulang tulang
kranium. Pada foramen magnum lapisan endosteal tidak berlanjut
dengan duramater medulla spinalis. Pada sutura, lapisan endosteal
berlanjut dengan ligamentum sutura. Lapisan endosteal paling kuat
melekat pada tulang diatas dasar kranium. (4)
Lapisan meningeal merupakan duramater yang sebenarnya. Lapisan
meningeal merupakan membrane fibrosa kuat, padat menutupi otak,
dan melalui foramen magnum berlanjut dengan duramater medulla
spinalis. Lapisan meningeal ini memberikan sarung tubuler untuk saraf
saraf kranial pada saat melintas melalui lubang lubang kranium.
Kedalam lapisan meningeal membentuk empat septa, yang membagi
rongga kranium menjadi ruang ruang yang berhubungan dengan
bebas dan merupakan tempat bagian bagian otak. (4)
Falx serebri merupakan lipatan duramater yang berbentuk sabit,
terletak dalam garis tengah antara dua hemispherium serebri. Ujung
anteriornya melekat ke Krista frontalis interna dan Krista galli. Bagian
posterior yang lebar bercampur di garis tengah dengan permukaan
atas tentorium serebelli. Sinus sagitalis superior berjalan dalam tepi
bagian atas yang terfiksasi; sinus sagitalis inferior berjalan pada tepi
bagian bawah yang konkaf, dan sinus rektus berjalan disepanjang
perlekatannya dengan tentorium serebelli. (4)
Tentorium serebelli merupakan lipatan duramater berbentuk sabit yang
membentuk atap diatas fossa kranialis posterior, menutupi permukaan
atas serebellum dan menokong lobus occipitalis hemisperium serebri.
Berdekatan dengan apex pars petrosus os temporale, lapisan bagian
bawah tentorium membentuk kantong kearah depan dibawah sinus
petrosus superior, membentuk suatu resessus untuk n. trigeminus dan
ganglion trigeminal.
Falx serebri dan falx serebelli masing masing melekat ke permukaan
atas dan bawah tentorium. Sinus rektus berjalan di sepanjang
perlekatan ke falx serebri; sinus petrosus superior, bersama
perlekatannya ke os petrosa; dan sinus transverses, disepanjang
perlekatannya ke os occipitalis. Falx serebelli merupakan suatu lipatan
duramater berbentuk sabit, kecil melekat ke krista occipitalis interna,
berproyeksi kedepan diantara diantara dua hemispherium serebelli.
Diaphragma Sella merupakan suatu lipatan duramater sirkuler,
membentuk atap untuk sella tursika. (4)
Persarafan Duramater(4)
Persarafan ini terutama berasal dari cabang n.trigeminus, tiga saraf
servikalis bagian atas, bagian servikal trunkus simpatikus dan n.vagus.
resptor reseptor nyeri dalam dura mater diatas tentorium
mengirimkan impuls melalui n.trigeminus, dan suatu nyeri kepala
dirujuk ke kulit dahi dan muka. Impuls nyeri yang timbul dari bawah
tentorium dalam fossa kranialis posterior berjalan melalui tiga saraf
servikalis bagian atas, dan nyeri kepala dirujuk kebelakang kepala dan
leher.
duramater dengan vena vena diploika kranium dan vena vena kulit
kepala.
Sinus Sagitalis Superior menduduki batas atas falx serebri yang
terfiksasi, mulai di anterior pada foramen caecum, berjalan ke
posterior dalam sulkus di bawah lengkungan kranium, dan pada
protuberantia occipitalis interna berbelok dan berlanjut dengan sinus
transverses. Dalam perjalanannya sinus sagitallis superior menerima
vena serebralis superior. Pada protuberantia occipitalis interna, sinus
sagitallis berdilatasi membentuk sinus konfluens. Dari sini biasanya
berlanjut dengan sinus transverses kanan, berhubungan dengan sinus
transverses yang berlawanan dan menerima sinus occipitalis.
Sinus sagitalis inferior menduduki tepi bawah yang bebas dari falx
serebri, berjalan kebelakang dan bersatu dengan vena serebri magna
pada tepi bebas tentorium cerebelli membentuk sinus rektus. Sinus
rekrus menempati garis persambungan falx serebri dengan tentorium
serebelli, terbentuk dari persatuan sinus sagitalis inferior dengan vena
serebri magna, berakhir membelok kekiri membentuk sinus
transfersus.
Sinus transverses merupakan struktur berpasangan dan mereka mulai
pada protuberantia occipitalis interna. Sinus kanan biasanya berlanjut
dengan sinus sagitalis superior, dan bagian kiri berlanjut dengan sinus
rektus. Setiap sinus menempati tepi yang melekat pada tentorium
serebelli, membentuk sulkus pada os occipitalis dan angulus posterior
os parietale. Mereka menerima sinus petrosus superior, vena vena
serebralis inferior, vena vena serebellaris dan vena vena diploika.
Mereka berakhir dengan membelok ke bawah sebagai sinus
sigmoideus.
Sinus sigmoideus merupakan lanjutan langsung dari sinus tranversus
yang akan melanjutkan diri ke bulbus superior vena jugularis interna.
Sinus occipitalis merupakan suatu sinus kecil yang menempati tepi falx
serebelli yang melekat, ia berhubungan dengan vena vena vertebralis
dan bermuara kedalam sinus konfluens. Sinus kavernosus terletak
dalam fossa kranialis media pada setiap sisi corpus os sphenoidalis.
Arteri karotis interna, dikelilingi oleh pleksus saraf simpatis, berjalan
kedepan melalui sinus. Nervus abdusen juga melintasi sinus dan
dipisahkan dari darah oleh suatu pembungkus endothelial. Sinus
petrosus superior dan inferior merupakan sinus sinus kecil pada batas
batas superior dan inferior pars petrosus os temporale pada setiap
sisi kranium. Setiap sinus kavernosus kedalam sinus transverses dan
setiap sinus inferior mendrainase sinus cavernosus kedalam vena
jugularis interna.