Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh
Laksda TNI (Purn) Aa Kustia, SE
Daftar Isi
BAB I
BAB 11
21
BAB III
34
BAB IV
66
BAB V
88
BAB VI
: Proses Intelijen
93
BAB VII
.
116
131
BAB IX
144
BAB X
: Pengawasan Intelijen
158
173
Daftar Pustaka
182
BAB I
INTELIJEN KONTEMPORER UNTUK ORGANISASI INTELIJEN
PENEGAKAN HUKUM.
Definisi tentang Intelijen menjadi problematik karena konteks, tradisi, dan penggunaan
bahasa yang berbeda oleh spesialis dan generalis.
Oleh sebab itu perlu ditetapkan rumusan yang baku dan dapat diterima secara umum oleh
komunitas intelijen penegakan hukum.
Banyak pemahaman yang keliru tentang intelijen baik arti maupun aplikasinya, tidak
hanya dikalangan awam tetapi juga dikalangan penegak hukum.
Hal ini sebagai akibat dari selama bertahun-tahun komunitas intelijen dan komunitas
penegak hukum berada pada posisi yang berbeda dan kadang-kadang berada pada posisi
hubungan yang antagonistik.
Ini disebabkan oleh perbedaan peran, tanggung jawab, tujuan serta sasarannya, juga
tentang manajemen, perlakuan serta penggunaan dari bahan keterangan atau informasi
yang diperoleh oleh kedua komunitas tersebut. .
Salah satu contoh yang mendasar adalah pemahaman yang berkembang dikalangan
penegak hukum di Amerika Serikat tentang istilah informasi dan intelijen sering diartikan
sama.
Meskipun terdapat perbedaan antara kedua komunitas ini baik dalam peraturan, prosedur,
sasaran, penggunaan sumber daya manusia serta standar yang berhubungan dengan
kualitas dan kuantitas informasi yang dikumpulkan, upaya-upaya untuk menumbuhkan
pemahaman yang benar dilingkungan komunitas intelijen dan komunitas penegak hukum
terus dikembangkan.
Sebagai bahan rujukan, intelijen secara garis besar dikelompokan kedalam 2 katagori.
Pertama, dalam arti disiplin , intelijen yang berhubungan dengan aturan-aturan,
proses, dan leksikon atau rujukan dari fungsi-fungsi intelijen.
Dalam lingkup katagori ini ada 3 tipe intelijen yaitu, Intelijen penegakan hukum (Law
enforcement atau Criminal Intelligence), Intelijen Keamanan Dalam Negeri (Homeland
Security Intelligence) atau dikenal juga sebagai Intelijen untuk semua yang berbahaya
( All Hazards Intelligence) dan Intelijen untuk Keamanan Nasional (National Security
Intelligence). Meskipun ada persamaan dari ketiga tipe intelijen ini ada juga perbedaan.
Kedua, katagori yang lebih luas adalah menyangkut aplikasi intelijen yang
berhubungan dengan pengetahuan tentang tipe kejahatan yang spesifik.
Analisis intelijen yang menghasilkan pengetahuan tentang metode baru dan indikatorindikatornya, misalnya penggunaan alat dan bahan peledak dengan teknologi baru yang
digunakan oleh teroris.
Pengetahuan ini yang disebut aplikasi dari intelijen (application of intelligence)
Contoh lain adalah indikator-indikator yang dihasilkan dari analisis transaksi
internasional dalam bidang keuangan yang merupakan karakteristik usaha pencucian
uang.
Yang paling penting untuk aplikasi intelijen adalah pemahaman dari sifat dan unsur-unsur
dari fenomena sebuah kejahatan yang sedang menjadi perhatian.
Sebagai contoh, bila masyarakat terancam oleh kegiatan sebuah gang yang melakukan
tindak kejahatan, pemahaman tentang sifat dan karakter gang tersebut, tanda dan simbolsimbol, hirarchi, serta sifat-sifat khusus lainnya merupakan bahan yang penting untuk
seorang analis, dan para para petugas penegak hukum dalam mengatasi kejahatan tersebut
secara efektif.
Untuk tujuan pelatihan dan aplikasinya kedua katagori tersebut tidak dapat dipisahkan,
meskipun demikian penting untuk memahami aspek kekhususan dari masing-masing
katagori tersebut
.Jonathan R.White Defence the Homeland: Domestic Intelligence, Law Enforcement, and Security.
Hal 13.
Informasi
. Riwayat sebuah tindak kejahatan
Intelijen
. Laporan oleh seorang analis yang
menyimpulkan tentang tanggung jawab
. Data- data registrasi kendaraan bermotor,
seseorang yang terlibat kejahatan
perahu bermotor, pesawat terbang.
berdasarkan hasil analisis atas berbagai
informasi yang diperoleh dari hasil
. Catatan tindakan penyerangan
investigasi maupun riset,
.
.
Pernyataan oleh seorang informan, saksi
atau tersangka.
Beban tugas yang tidak terukur dapat mengurangi tingkat efisiensi penyelidikan, kecuali
para penyelidik dapat mengidentifikasi sasaran dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.
Intelijen yang memungkinkan para penyelidik dapat bekerja dengan efisien.
Sebagai salah satu contoh dapat dikemukakan hal sebagai berikut:
Untuk menanggulangi tindakan terror dan ektrimis Pasukan Anti Teror Detasemen 88
Polri melakukan kajian tentang karakteristik kelompok, sifat kejahatan, analisis sasaran,
dan dampak dari tindakan intervensi yang mungkin dilakukan, untuk menentukan
kelompok mana yang dapat menampilkan ancaman yang paling besar terhadap keamanan
negara.
Dengan melakukan kajian serta membandingkan informasi-informasi diatas Den 88 dapat
menentukan sasaran terpilih tentang kelompok mana yang perlu segera diatasi.
Selain itu tindakan strategik dapat dipilih yang didasarkan kepada pengetahuan dan
pemahaman tentang aktifitas kelompok dan sumber daya yang tersedia.
Keempat, pencegahan tindak kejahatan (Crime Prevention).
Intelijen untuk penegakan hukum merupakan hal penting untuk keberhasilan dalam upaya
pencegahan terhadap tindakan kejahatan.
Menggunakan intelijen dari tindakan kejahatan yang sudah pernah terjadi dapat
membantu dalam menetapkan indikator-indikator tindak kejahatan, dan mengantisipasi
kecenderungan terjadinya tindak kejahatan sehingga badan yang berwenang dapat
melakukan tindakan-tindakan pencegahan dan mengurangi dampak yang mungkin
timbul.
Menyediakan intelijen yang terpercaya yang berhubungan dengan ancaman teroris atau
perbuatan kejahatan lainnya, yang digunakan untuk menangkal dan menangkap pelaku,
perkuatan dan perlindungan sasaran, serta digunakan sebagai dasar penyusunan strategi
dalam upaya menggagalkan atau mengurangi ancaman.
Fungsi intelijen ini disebut sebagai intelijen taktik (tactical intelligence).
Tindakan pencegahan bisa gagal dilakukan apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
a. Intelijen merupakan subordinasi kebijakan.
Sumber kesalahan atau bias intelijen yang banyak didiskusikan dalam analisis
intelijen adalah adanya kemungkinan intelijen memberikan pertimbangan intelijen
kepada pengguna yang merupakan atasan intelijen, didasarkan kepada apa yang
ingin didengar oleh atasan, bukan kepada apa yang diindikasikan oleh fakta atau
bukti yang diperoleh. Yang menjadi pertanyaan adalah apa peranan intelijen
dalam proses pengambilan keputusan. Apakah harus ditarik garis yang tegas yang
memisahkan fungsi dan tanggung jawab pembuat keputusan di satu sisi dan
intelijen disisi yang lain. Yang jelas kebijakan dan keputusan harus dituntun dan
didasarkan kepada intelijen yang baik dan benar. Akan berbahaya bila penentu
kebijakan dan pembuat keputusan mengabaikan fakta-fakta yang telah diuji dan
mengambil tindakan hanya didasarkan kepada pandangan dan intuisi pribadi
tanpa dukungan pengetahuan yang benar dan teruji. Meskipun tidak dipungkiri
bahwa dalam beberapa kasus, pendapat dan analisis pribadi pembuat keputusan
terbukti menghasilkan suatu keputusan yang benar dan tepat, tetapi kasus ini
bukan merupakan alasan pembenar untuk mengabaikan intelijen yang baik.
Namun satu yang pasti, para pengambil keputusan yang berwenang tetap harus
memikul tanggung jawab penuh terhadap langkah dan tindakan yang diambil,
apakah didasarkan kepada intelijen yang disiapkan oleh badan intelijen atau
bukan. Dari persepektif intelijen, kesulitan muncul dari pembuat keputusan yang
cenderung mengabaikan laporan intelijen yang dianggap tidak mendukung
kebijakan yang akan mereka tetapkan atau telah ditetapkan. Sebaliknya dari sudut
pandang perumus kebijakan dan pembuat keputusan, melihat bahwa intelijen
sering membuat pertimbangan yang miskin dan tidak membantu mereka dalam
merumuskan kebijakan dan membuat keputusan, namun orang intelijen
memberlakukan laporan intelijen mereka seolah-olah sabda para nabi atau
titah raja (imperial intelligence) yang tidak bisa salah, sehingga dianggap
salah bila perumus kebijakan dan pembuat keputusan tidak menggunakannya.
b..Intelijen tidak dapat diperoleh tepat waktu dan tepat tempat ketika
diperlukan.
Organisasi intelijen yang luas dengan kompartementasi yang ketat, yang
melibatkan sistem pengumpulan bahan keterangan, sistem pengolahan dan
analisis, serta sistem penyebarannya merupakan salah satu persoalan yang
memungkinkan terhambatnya intelijen sampai kepada pengguna dengan tepat
waktu dan tepat tempat. Terhambatnya intelijen sampai kepada pengguna dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya dapat disebabkan oleh aturan
pengamanan yang menetapkan pembatasan yang ketat terhadap penyebaran
intelijen yang berklasifikasi tinggi dan sensitif, kecemburuan dan persaingan
birokrasi sehingga memperlakukan informasi sebagai senjata untuk
memenangkan persaingan, atau kekurang sadaran (lack of awareness) dari
birokrasi yang memiliki data-data dan bahan keterangan terhadap birokrasi lain
yang membutuhkan informasi sehingga kebutuhan tersebut terabaikan.
Persoalan yang sama bisa muncul bila organisasi yang bertanggung jawab untuk
pengelolaan dan analisis tidak memiliki akses terhadap informasi atau bahan
keterangan yang relevan dengan isu yang sedang dianalisis. Oleh sebab itu harus
ada organisasi yang mengendalikan kedua kegiatan ini.
c. Pengaruh opini yang terbentuk.
Intelijen yang baik adalah hasil proses kegiatan yang dilakukan sesuai dengan
prosedur dan kaidah intelijen mulai tahap pengumpulan bahan keterangan,
penilaian tingkat kepercayaan terhadap sumber dan kebenaran bahan keterangan
maupun proses pengolahan dan analisis. Meskipun proses ini telah ditempuh,
tidak akan menghasilkan intelijen yang bermutu bila dalam proses intelektual ini
dipengaruhi oleh opini yang telah terbentuk (received opinion).
d. Bercermin dari bayangan ( Miror Imaging).
Miror imaging adalah sikap mental yang menyederhanakan dalam menarik suatu
kesimpulan atau membuat perkiraan dari suatu keadaan yang belum dikenalnya
dengan menganalogikan dirinya dalam posisi yang dikenalnya.
Dalam konteks intelijen diartikan, dalam menganalisis atau membuat perkiraan
tentang kemungkinan tindakan yang dilakukan, misalnya oleh sebuah kelompok
teroris dengan cara mendudukkan dirinya dalam posisi yang sama dengan
pengambil keputusan dari kelompok teroris tersebut yang akan melakukan sebuah
serangan.
Dalam beberapa kasus kegagalan intelijen tidak selalu berhubungan dengan pendadakan
oleh pihak pelaku kejahatan seperti serangan teroris, namun dapat juga berupa hilangnya
kesempatan untuk memperoleh keuntungan bagi pihak sendiri.
Richard Betts mengemukakan argumen tentang kegagalan intelijen sebagai berikut: 2
In the best-known cases of intelligence failure, the most crucial mistakes been made by
collectors of raw information, occasionally by professionals who produce finished
analyses, but more often by the decision makers who consumes the products of
intelligence services. Policy premises constrict perception, and administrative workloads
constrain reflection. Intelligence failure is political and psychological more often than
organizational.
(Dari kegagalan intelijen yang diketahui secara luas, kesalahan yang paling krusial
sering sekali dilakukan oleh pengumpul bahan keterangan, kadang-kadang dilakukan
oleh para profesional yang melakukan analisis, tetapi yang paling sering disebabkan
oleh para pembuat keputusan yang menggunakan intelijen yang dihasilkan oleh badan
intelijen. Kebijakan cenderung membatasi persepsi, dan beban administratif juga
membatasi pertimbangan. Kegagalan intelijen lebih disebabkan oleh masalah politik dan
psikologi daripada masalah organisasi).
Richard Betts melukiskannya dalam sebuah diagram seperti dibawah ini.:
Decision makers
Source of failure
Analysis
Collectors
Gambar ini menunjukan kegagalan intelijen paling banyak dilakukan oleh para pembuat
keputusan sebagai pengguna intelijen.
Hal ini disebabkan adanya dilema hubungan pemimpin sebagai pembuat keputusan
dengan intelijen.
Beberapa hal yang menjadi dilema hubungan pemimpin sebagai pembuat keputusan
dengan intelijen adalah; 3
2
3
. Peter Gill and Mark Phythian- Intelligence in an Insecure World. Hal 144.
. Michael I. Handel - Leaders and Intelligence. Hal 5.
10
1. Apabila pemimpin adalah tipe dogmatis, dia tidak mudah menerima informasi baru
atau informasi yang tidak sejalan dengan apa yang dia pikirkan atau dengan keputusan
atau kebijakan yang telah dia tetapkan. Namun sebaliknya apabila pemimpin itu terlalu
"open minded " dia akan terlalu sering berubah pikiran, sehingga dia tidak mampu
menunjukan kepemimpinan yang jelas.
2. Hubungan antara pemimpin dan intelijen harus berada dalam posisi yang baik namun
seimbang, dalam arti dekat tetapi tidak terlalu rapat, jauh namun tidak terlalu
terlepas.. .
Hubungan yang terlalu dekat akan berbahaya karena ada kemungkinan intelijen
terpengaruh oleh kebijakan dan keputusan yang telah dikeluarkan pimpinan, sehingga
intelijen akan kehilangan objektifitasnya.
Sebaliknya hubungan yang terlalu jauh akan membuat pimpinan terlalu bebas, dengan
akibat putusnya hubungan pimpinan dengan komunitas intelijen.
3. Apabila pimpinan memiliki penasehat intelijen yang terlalu dominan atau hanya
tergantung kepada satu sumber intelijen, pimpinan akan menerima informasi yang
terbatas atau bias, namun sebaliknya apabila pimpinan menerima masukan dari sumber
yang banyak dia akan menjadi korban dan akan mengeluarkan keputusan atau
kebijaan yang bias dan kehilangan ketepatan.
Memiliki penasehat yang banyak ada kemungkinan pimpinan hanya akan memilih
alternatif yang memperkuat pemikiran yang telah dia tetapkan. Lebih jauh lagi ada
kemungkinan pimpinan akan tergoda (secara tidak sadar) menerapkan taktik "divide
and - rule" dengan memanipulasi agar penasehat intelijennya menyampaikan
informasi yang akan mendukung kebijakannya atau konsep yang telah dia pikirkan.
Apabila dia belum menetapkan atau memikirkan satu kebijakan ada kemungkinan dia
akan mengkompromikan semua informasi sehingga akan menghasilkan kebijakan yang
kurang efektif. Demikian juga sumber intelijen yang banyak akan menyulitkan
kordinasi sehingga akan menghambat proses pengambilan keputusan dan hanya akan
membuang-buang waktu dan sumber daya.
4.Sementara itu pimpinan memerlukan akses langsung kepada - raw intelligence-, namun
apabila dia terjerat terlalu sering dalam urusan detail dilapisan bawah, ada resiko dia
menjadikan dirinya sebagai petugas intelijen sehingga akan disibukan oleh urusan yang
bukan urusannya dan akan mengabaikan urusan utamanya, yang pada ujungnya akan
kehilangan ketajaman dalam membuat keputusan atau kebijakan.
Namun diakui bahwa pimpinan sampai derajat tertentu memerlukan pemahaman
terhadap raw intelligence yang penting dalam mengembangkan kesadaran tentang
tugas intelijen.
5. Apabila pimpinan dibanjiri terlalu banyak oleh informasi, pimpinan tidak akan
mempunyai waktu untuk mendalami informasi yang diterimanya dengan serius.
Pimpinan juga akan menggantungkan terlalu jauh kepada intelijen untuk membantu
membuat keputusan yang berakibat kepada terlambatnya membuat keputusankeputusan penting. Sebaliknya apabila menerima informasi yang terlalu sedikit akan
mengurangi ketepatan dan ketajaman sebuah kebijakan atau keputusan
11
.
David L.Carter- Law Enforcement Intelligence: A Guide for State, Local and Tribal Law
Enforcement Agencies. Hal 14.
12
Bila seseorang diidentifikasi terlibat atau ada hubungannya dengan ancaman terhadap
infrastruktur kritis, berarti hubungan kejahatan sudah muncul dan intelijen penegakan
hukum dapat menetapkan kebutuhan intelijen dan dapat bekerjasama dengan intelijen
keamanan dalam negeri.
Bentuk intelijen ini memunculkan persoalan karena disatu sisi ini bukan merupakan
kejahatan atau kriminal murni tetapi menjadi tanggung jawab institusi penegak hukum
yang berurusan dengan masyarakat.
Disisi lain intelijen keamanan dalam negeri tidak jelas merumuskan baik dalam hubungan
hukum maupun kebijakan, tetapi memiliki kekuasaan lebih sebagai akibat tanggung
jawab Departemen Keamanan Dalam Negeri (Department of Homeland Security)
terutama dalam ranah infrastruktur kritis.
Dari sini nampak bahwa dalam kasus-kasus tertentu bisa terjadi tumpang tindih.
Meskipun Intelijen Keamanan Dalam Negeri (Homeland Security Intelligence atau AllHazards Intelligence) mempunyai lingkup yang luas, telah muncul pula inisiatif-inisiatf
baru dalam bentuk-bentuk intelijen baru yaitu :
a. Intelijen Dinas Pemadam Kebakaran (Fire Service Intelligence Enterprise).
Gagasan ini muncul dan menguat setelah terjadi peristiwa 11 September 2001, dan
berdasarkan kenyataan bahwa dalam mengatasi setiap peristiwa seperti serangan
teroris, bencana alam, kecelakaan industri, dan setiap keadaan darurat Dinas
Pemadam Kebakaran selalu menjadi yang pertama yang dilibatkan untuk mengatasi
dampaknya
Namun demikian kalangan penegak hukum masih belum dapat merumuskan dengan
jelas informasi apa yang dapat dipertukarkan dengan dinas pemadam kebakaran.
b. Intelijen Medik (Medical Intelligence).
Intelijen Medik merupakan satu unsur yang sedang tumbuh dalam konteks intelijen
keamanan dalam negeri yang mempunyai tanggung jawab mengatasi semua ancaman
bahaya (all hazards responsibilities).
Intelijen medik mempunyai tanggung jawab yang berhubungan dengan ancaman
terhadap kesehatan masyarakat.
Intelijen Medik menganalisis perkembangan dan kecenderungan kesehatan
masyarakat, organisasi, dan kejadian-kejadian yang dapat mempengaruhi kesehatan
masyarakat
Hal-hal penting yang dapat dicatat dari perkembangan ini adalah:
1). Nampak kecenderungan penting Intelijen Medik sebagai alat untuk membantu untuk
perlindungan masyarakat.
2). Intelijen Medik akan berkembang menjadi intelijen yang penting sebagai unsur yang
bertanggung jawab terhadap semua ancaman bahaya.
3). Amerika Serikat memiliki sumber-sumber yang dapat membantu mengidentifikasi
ancaman terhadap kesehatan masyarakat, seperti Pusat Intelijen Medik Angkatan
Perang ( The Armed Forces Medical Intelligence Center), The WWW Virtual
Library collection on Epidemilogy, The Biodefense and Public Health Database,
serta The Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Wonder Database of
Health and Risks.
13
14
Disamping keberhasilan operasi ini mendapat kritik dan tuduhan rasialis karena
Operation Hammer sasarannya hanya anak-anak muda Afrika Amerika dan Hispanic
yang dijuluki sebagai "Urban Terrorist" dan "Ruthless Killers". CRASH dibubarkan
pada tahun 2000.
The National Gang Threat Assessment membagi geng ini dalam beberapa katagori
yaitu:
1). National and Regional Street Gangs.
2). Gangs and Organized Crime, yang dikelompokkan kedalam Asian Organized
Crime dan Russian Organized Crime.
3). Gangs and Terrorist Organizations, yang dikelompokkan kedalam Domestic
Terrorist Groups dan International Terrorist Groups.
4). Prison Gangs.
5). Hispanic Gangs.
6). Outlaw Motorcycle Gangs.
National Gang Intelligence Center - Amerika Serikat mendefinisikan gang sebagai
berikut: 5
Gang
Street
(Jalanan)
Prison
(Penjara )
Outlaw
Motorcycle
(OMGs) atau
Gang Motor
Definisi
Street Gangs are criminal organizations formed on the street
operating throughout the United States.
(Geng Jalanan adalah organisasi kriminal yang terbentuk di
jalanan dan beroperasi diseluruh wilayah Amerika Serikat)
Prisons Gangs are criminal organizations that originated within penal
system and operate within correctional facilities throughout the
United States, although released members may operating on the
street. Prison gangs are also self-perpetuating criminal entities that
can continue their criminal operations outside the confines of the
penal system.
(Geng Penjara adalah organisasi kriminal yang semula muncul
dalam sistem pemayarakatan (penal system) dan beroperasi
dilingkungan lembaga pemasyarakatan di Amerika Serikat,
meskipun anggota yang sudah bebas dari lembaga pemasyarakatan
mungkin beroperasi di jalanan. Geng Penjara juga merupakan
kelompok kriminal yang mandiri keabadiannya yang dapat
melanjutkan kegiatan kriminalnya diluar sistem pemasyarakatan).
OMGs are organizations whose members use their motorcycle clubs
as conduits for criminal enterprises. Although some law enforcement
agencies regard only One Percenters as OMGs, the NGIC, for the
purpose of this assessment, covers all OMG criminal organizations,
including OMG support and puppet clubs.
( OMG s adalah organisasi yang anggotanya menggunakan klubklub motor sebagai kelompok kejahatan. Meskipun sebagian
institusi penegak hukum menyatakan hanya 1% (One Percenters)
sebagai OMGs, NGIC untuk keperluan pengkajian memasukan
semua OMG sebagai organisasi kriminal, termasuk pendukung
. National Gang Intelligence Center : National Gang Threat Assessment - Emerging Trends. Hal 5.
15
One Percenter
OMGs
Neighborhood
/ Local
Kini telah terjadi kecenderungan baru seperti terlihat dari katagori diatas perbedaan
antara geng dan kejahatan terorganisasi nampak samar.
Seperti yang terjadi di Meksiko sering terjadi perang antar geng narkoba. Tamaulipas
adalah kawasan perang antar geng narkoba paling berdarah di Meksiko. Lebih dari
55.000 orang tewas dalam konflik berdarah sejak Presiden Meksiko Felipe Calderon
menurunkan tentara untuk memerangi kartel narkoba.
Desember 2006, pemerintah Meksiko menyalahkan perang brutal antara kartel Zetas,
yang didirikan oleh sejumlah desertir militer, dan kartel Sinaloa yang dipimpin penjahat
paling dicari di Meksiko, Joacquin "Shorty"Guzman, atas meningkatnya pembunuhan
warga sipil.
Demikian juga batas antara geng dan terroris sulit ditentukan karena sama-sama
menggunakan taktik intimidasi dan menimbulkan rasa takut untuk mencapai tujuannya.
16
17
Telah teridentifikasi sebagai anggota geng oleh seseorang yang belum diketahui
tingkat kepercayaannya namun informasinya telah dikuatkan oleh sumber-sumber
yang dapat dipercaya.
Telah diamati oleh petugas penegak hukum didaerah yang dikenal sebagai daerah
geng, ada hubungannya dengan anggota geng lainnya yang telah teridentifikasi,
bertingkah laku seperti gaya geng yang dapat dilihat dari cara berpakaian, tato,
semboyan, dan simbol-simbol.
Telah mengalami penahanan lebih dari satu kali bersama anggota geng lainnya
yang telah dikenal karena melakukan kegiatan geng.
Telah diakui sebagai anggota geng pada waktu tertentu, selain ketika ditahan atau
dihukum.
Intelijen geng memberi tantangan tersendiri terhadap intelijen penegakan hukum dalam
hal pemahaman dan aplikasi dari hukum yang berlaku, peraturan-peraturan, kebijakan,
dan praktek-praktek intelijen penegakan hukum.
Seperti telah disinggung terdahulu intelijen adalah keluaran dari sebuah proses analitik,
namun bagi mereka yang spesialis menangani investigasi terhadap geng, terminologi
intelijen umumnya digunakan lebih luas.
Biasanya spesialis geng menambahkan indikator-indikator dibawah rubrik intelijen,
seperti sifat dan peri laku geng, tanda-tanda dan simbol-simbol dari geng yang berbeda
(warna dan tag), modus operandi dari masing-masing geng, kecenderungan dari aktifitas
masing-masing geng.
Kebanyakan laporan ini dianalisis namun tidak serumit proses analisis intelijen pada
umumnya.
Banyak geng kriminal yang mempunyai lingkup transjurisdictional, sehingga proses
analisis ancaman dan pertukaran informasi menjadi penting.
Sarana dan sumber-sumber intelijen merupakan faktor-faktor yang penting untuk
menghadapi persoalan geng secara efektif.
. David L.Carter - Law Enforcement Intelligence : A Guide for State, Local,, and Tribal Law
Enforcement Agencies. Hal 15.
18
hukum dan kelembagaannya yang utuh, serta mengidentifikasi dan menetralisir setiap
bentuk ancaman atau kegiatan yang dapat mengancam way of life bangsa Amerika.
NSI meliputi intelijen keamanan (policy intelligence) dan intelijen pertahanan atau militer
(military intelligence).
Intelijen keamanan berhubungan dengan langkah, tindakan, kegiatan, dan ancaman
kelompok atau negara yang memusuhi Amerika Serikat., sedangkan intelijen militer
terpusat pada kelompok atau negara yang memusuhi Amerika Serikat, menyangkut
sistem persenjataan, kemampuan perang, dan Order Of Battle (OOB) atau Susunan
Bertempur musuh..
Sejak runtuhnya Uni Sovyet dan munculnya ancaman dari kelompok teroris, baik
intelijen keamanan maupun intelijen militer telah sama-sama terlibat dalam
mengantisipasi dan menghadapi perubahan karakter ancaman bentuk baru.
Organisasi yang bertanggung jawab untuk NSI secara kolektif dikenal dengan
Intelligence Community (IC).
Anggota Intelligence Community adalah badan dalam pemerintahan federal, militer, dan
organisasi lain dalam pemerintah yang berperan dalam Intelijen Nasional seperti:
- Central Intelligence Agency (CIA).
- Defence Intelligence Agency (DIA).
- National Security Agency (NSA).
- Army Intelligence.
- Navy Intelligence.
- Air Forces Intelligence.
- Marines Corps Intelligence.
- Cost Guard Intelligence.
- Federal Bureau of Investigation.
- National Reconnaissance Office.
- Departement of Homeland Security.
- Department of States.
- Department of Treasury.
- Departement of Energy.
- National Geospatial - Intelligence Agency.
Institusi Penegak Hukum di Amerika Serikat tidak memiliki hubungan langsung dengan
NSI, namun ini tidak berarti tidak ada hubungan dengan NSI atau menerima tugas
pengumpulan untuk mendukung NSI. Melihat bahwa FBI adalah anggota IC, tidak
menutup kemungkinan petugas yang bertugas di Joint Terrorism Task Force akan terlibat
dalam NSI. Seperti juga petugas yang terlibat dalam Organized Crime Drug Enforcement
Task Force (OCDETF).
Dalam kedua contoh diatas para petugas secara khusus akan memiliki identitas dengan
klasifikasi Sangat Rahasia (Top Secret) atau Rahasia (Secret) untuk memperoleh intelijen.
Meskipun demikian hal ini akan menempatkan anggota institusi penegak hukum dalam
kondisi sulit karena intelijen yang didapat untuk penyelidikan kriminal tidak akan dapat
digunakan dalam proses pengadilan karena metode pengumpulan informasi oleh NSI
yang tidak sesuai dengan undang-undang tentang pengadilan kriminal.
Bahkan apabila dapat memenuhi standar perundang-undanganpun, masih mungkin
menemui persoalan dalam menggunakan informasi untuk tujuan penyelidikan kriminal.
19
Karena dalam proses hukum tertuduh memiliki hak untuk dikonfrontir oleh penuduh.
Praktek ini sulit dilaksanakan karena pengumpul informasi memegang klasifikasi tertentu
yaitu Sangat Rahasia atau Rahasia.
Isu yang lain berhubungan dengan perundang-undangan. Kalau informasi diperoleh dan
dikumpulkan melalui sumber-sumber NSI yang tidak sesuai dengan perundang-undangan
dan hukum, maka semua informasi tersebut harus ditolak.
Ini seperti didasarkan kepada Fruits of the Poisonous Tree Doctrine, yaitu sebuah
kiasan hukum di Amerika Serikat untuk menjelaskan tentang bukti-bukti hukum yang
diperoleh secara tidak sah karena tidak sesuai dengan undang-undang dan ketentuan
hukum. Logika terminologi ini adalah apabila sumber bukti (pohon atau tree) ternoda
maka semua yang dihasilkan dari pohon tersebut juga ternoda (buah atau fruit).8
Doktrin ini dikecualikan bila:
a. Bukti yang didapat merupakan bagian dari bukti yang didapat dari sumber lain
yang didapat secara sah menurut hukum.
b.. Bukti yang cukup telah ditemukan meskipun berasal dari sumber yang cacat
hukum.
c. Rantai sebab akibat antara tindakan yang melanggar hukum dengan bukti yang
tercederai sangat tipis atau kabur.
d. Perintah pencaharian yang tidak didasarkan kepada alasan yang kurang tepat,
dilaksanakan oleh agen-agen pemerintah yang dapat dipercaya.
20
BAB II.
LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN LAW ENFORCEMENT
INTELLIGENCE.
Rumusan dibanyak negara tentang kewenangan intelijen menyatakan bahwa masalah
kebijakan luar negeri atau kebijakan pertahanan negara adalah wilayah intelijen negara
dan militer, sedangkan intelijen penegakan hukum berada dalam urutan berikutnya.
Sebaliknya bila menyangkut masalah keamanan dalam negeri adalah wilayah institusi
penegak hukum.
Di Amerika Serikat berdasarkan kewenangan yang ditetapkan dalam National Security
Act tahun 1947, Executive Order 12333, berbagai keputusan yang dikeluarkan oleh
Direktur Pusat Intelijen (Director of Central Intelligence), serta panduan yang
dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung, menetapkan bahwa Federal Bureau of Investigation
(FBI) adalah institusi yang paling depan dalam pengumpulan intelijen dalam negeri.
Ini penting agar semua institusi penegak hukum mulai tingkat pusat dan daerah
memahami perbedaan kewenangan antara FBI dalam kegiatan pengumpulan dan
produksi intelijen dalam negeri, dengan kewenangan Central Intelligence Agency (CIA),
Badan Keamanan Nasional atau National Security Agency (NSA), dan anggota
Komunitas Intelijen lainnya yang melakukan kegiatan intelijen di luar negeri.
Departemen Keamanan Dalam Negeri (the Department of Homeland Security) dapat
menyebarkan intelijen yang dihasilkannya kepada institusi penegak hukum baik pada
tingkat pusat dan daerah maupun yang lebih rendah. Namun sebaliknya institusi intelijen
yang bergerak di luar negeri dilarang bekerjasama dengan institusi penegak hukum dari
negara mitra dalam kegiatan yang dapat dikatagorikan sebagai pengumpulan informasi.
Sebagai akibatnya institusi penegak hukum dalam pengumpulan informasi harus
mengandalkan pada kerjasama dengan FBI. 9
Dalam era Homeland Security terutama setelah peristiwa 11 September, telah muncul
kebutuhan baru dalam upaya penegakan hukum yaitu membangun kemitraan global dan
bekerjasama secara erat dengan institusi penegakan hukum dalam mengatasi kriminalitas
dan terorisme.
Homeland Security sebenarnya bukan sama sekali baru. Kementerian seperti ini sudah
ada di beberapa negara Amerika Latin dan disebut dengan Ministry of Home Affair and
Public Security atau dalam bahasa setempat disebut Ministerio del Interior y Segundad
Publica.
Indonesia pernah memiliki Badan semacam ini yang disebut Badan Koordinasi Stabilitas
Keamanan Nasional atau disingkat Bakorstanas.
Kementerian atau Badan ini yang merumuskan kebijakan nasional menghadapi ancaman
yang dapat mengganggu stabilitas keamanan dalam negeri, yang meliputi mulai dari
ancaman terorisme hingga keadaan yang mengancam stabilitas keamanan dalam negeri
sebagai akibat bencana alam dan akibat perbuatan manusia.
Sebagai contoh adalah keberhasilan pengungkapan pemboman stasion kereta api di
Madrid (11 Maret 2004) dan London (7 Juli 2005) adalah buah kerjasama kemitraan
sehingga para tersangka dapat ditangkap baik yang berada di Kanada, Inggris, dan di
9
. David L.Carter, PhD - Law Enforcement Intelligence - A Guide for State, Local, and Tribal Law
Agencies. Hal 16
21
Amerika Serikat. Kunci keberhasilan ini adalah kerjasama antar institusi penegak hukum
dari berbagai negara, yang telah memungkinkan pengumpulan informasi dari berbagai
sumber.
Di beberapa negara pemisahan ini tidak kaku termasuk di Indonesia yang menganut
sistem yang berbeda karena perbedaan hakekat ancaman, namun setelah berpisahnya
POLRI dari atap ABRI pemisahan fungsi intelijen nampak terasa meskipun tidak kaku.
Militer kini hanya mengurusi ranah militer dalam arti urusan pertahanan sedangkan
POLRI menangani urusan keamanan. Untuk Intelijen negara masih ada keterlibatan
dalam urusan keamanan dalam negeri maupun luar negeri meskipun tidak mengambil
alih fungsi fungsi yang lain..
Undang-Undang Republik Indonesia - Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara
membagi ruang lingkup Intelijen Negara sebagai berikut:
a. Intelijen dalam negeri dan luar negeri, diselenggarakan oleh penyelenggara Intelijen
Negara dalam negeri dan luar negeri yaitu Badan Intelijen Negara.
b. Intelijen pertahanan dan / atau militer, diselenggarakan oleh penyelenggara Intelijen
Negara pertahanan dan / atau militer yaitu Intelijen Tentara Nasional Indonesia.
c. Intelijen Kepolisian, diselenggarakan oleh penyelenggara Intelijen Negara dalam
rangka pelaksanaan tugas kepolisian yaitu Intelijen Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
d. Intelijen Penegakan Hukum, diselenggarakan oleh penyelenggara Intelijen Negara
dalam rangka penegakan hukum yaitu Intelijen Kejaksaan Republik Indonesia.
e. Intelijen Kementerian / lembaga pemerintah non kementerian, diselenggarakan oleh
penyelenggara Intelijen Negara dalam rangka pelaksanaan tugas kementerian/lembaga
pemerintah non kementerian.
Jenis dan bentuk kejahatan selalu berkembang dari waktu ke waktu seiring dengan
dinamika sosial yang berkembang dalam masyarakat. Pola dan modus kejahatan juga
kian berkembang sebagai dampak kemajuan teknologi. Kompleksitas gangguan
keamanan saat ini tidak lagi bersifat konvensional, namun telah berkembang dalam
bentuk-bentuk kejahatan lintas negara (transnational crimes), seperti pembajakan
(piracy), kejahatan pencucian uang (money laundering), perdagangan gelap narkotika dan
senjata (illicit drugs and arm), perdagangan manusia (trafficking-in persons),
penyelundupan barang (smuggling), kejahatan mayantara (cybercrime), illegal logging,
illegal mining, illegal fishing hingga berkembangnya jaringan terorisme internasional.
Dampak dinamika perkembangan lingkungan strategik dewasa ini, ragam pola dan
bentuk kejahatan terus mengalami perkembangan yang luar biasa. Dalam konteks
Indonesia kondisi ini tentu berimplikasi terhadap meningkatnya beban tugas dan
tanggung jawab POLRI sebagai penyelenggara negara di bidang keamanan dalam negeri
(Kamdagri). Untuk itu, Polri membagi kejahatan ke dalam 4 (empat) golongan / jenis
yaitu:
a. Kejahatan konvensional, seperti kejahatan jalanan, premanisme, banditisme, perjudian
dan lain-lain.
b. Kejahatan transnasional, yaitu terorisme, perdagangan gelap narkotika (illicit drugs
trafficking), perdagangan manusia (trafficking in persons) , pencucian uang (money
laundering), pembajakan dan perompakan bersenjata dilaut (sea piracy and armed
22
. Ian O.Lesser -Countering The New Terrorism, RAND's Project AIR FORCE. Hal 13.
23
Karena itu kelompok teroris merasa bahwa dampak yang diharapkan akan dapat dicapai
hanya dengan melakukan tindakan kekerasan yang lebih dramatik dengan tingkat
kehancuran yang tinggi.
Kedua, teroris telah belajar dari pengalaman masa lalu dan telah mahir dalam
melakukan pembunuhan. Bukan hanya karena senjata mereka yang makin kecil, lebih
canggih, dan lebih mematikan, tetapi juga akses kelompok teroris untuk memperoleh
senjata telah semakin luas.
Ketiga, kemampuan dan daya rusak kelompok teroris yang makin tinggi
disebabkan oleh adanya dukungan dari negara-negara tertentu terhadap kelompok dan
kegiatan teroris.
Dengan dukungan ini kelompok teroris memiliki sumber daya yang besar sehingga
meningkatkan kemampuan perencanaan, intelijen, logistik, pelatihan, keuangan, serta
kecanggihan.
Keempat, bila sebelumnya kegiatan kelompok teroris lebih dilatar belakangi dan
didorong oleh masalah agama, kini telah muncul pola dan ancaman baru dengan latar
belakang, motivasi, dan taktik yang berbeda.
Hubungan latar belakang agama dengan teroris bukan masalah baru, tetapi dalam dekade
terakhir telah terjadi pertemuan dengan berbagai kegiatan teroris yang dilatar belakangi
oleh masalah etnik, nasionalisme, separatisme, serta ideologi.
Kelima, meningkatnya para amatir yang terlibat dalam aksi terror telah
meningkatkan kemampuan teroris dalam melakukan aksinya baik luas sasaran maupun
daya hancur. Pada masa lalu teroris tidak cukup hanya mempunyai keinginan dan
motivasi, tetapi juga kesiapan dan kemampuan melakukan aksinya, untuk itu diperlukan
persiapan dan latihan yang serius yang biasanya dilakukan di camp - camp, akses untuk
memperoleh senjata, dan pengetahuan operasi..
Sekarang pengetahuan itu baik mengenai metode maupun peralatan dengan mudah dapat
diperoleh baik di toko buku, melalui pesanan kepada penerbit buku, atau melalui CDROM, atau lewat Internet. Belajar dari buku manual untuk membuat bom, teroris amatir
dapat lebih berbahaya dan destruktif dan sulit untuk dilacak dan diantisipasi.
Sebagai contoh dapat dicatat kegiatan kelompok teroris baru di Indonesia yang
menamakan dirinya sebagai HASMI ( Harakah Sunni Untuk Masyarakat Indonesia) Solo, pimpinan Abu Hanifah, telah mampu membuat bom dengan daya ledak tinggi
hanya berdasarkan buku panduan.
Pada bulan Oktober 2012 POLRI telah berhasil menangkap sebanyak 11 orang yang
dicurigai sebagai anggota kelompok HASMI - Solo.
Demikian juga dengan kejahatan lintas negara dan terorganisasi seperti kejahatan
perdagangan, kriminalitas dunia maya (cyber criminal), narkoba (narkotik, psikotropika,
dan obat atau bahan/zat adiktif lainnya), perdagangan manusia (human trafficking).
Untuk konflik dengan intensitas rendah ini peneliti RAND- John Arquilla dan David
Ronfeldt mengusulkan istilah Netwar. Istilah Netwar dikembangkan oleh peneliti RAND
tersebut untuk menjelaskan munculnya konflik dengan intensitas rendah (low intensity
conflict), kriminalitas, dan gerakan yang didorong oleh aktor jaringan sosial.
Tipe aktor Netwar termasuk teroris lintas negara, organisasi kriminal, kelompok penggiat,
dan gerakan sosial yang menggunakan struktur jaringan yang didesentralisasi dan lentur.
Terminologi ini diusulkan untuk memfokuskan khusus pada tebaran struktur organisasi
yang berbasiskan jaringan pada seluruh konflik sosial dengan spektrum intensitas rendah.
24
Alasan lain bahwa istilah yang digunakan pada konflik era teknologi informasi seperti
perang informasi tidak cukup dan fokusnya terlalu sempit hanya pada isu teknologi
sehingga menghilangkan transformasi sosial yang lebih luas yang dihasilkan oleh
kemajuan teknologi.
Ada 3 tipe dasar yang digunakan oleh aktor Netwar:
1.
Chain network (Jaringan rantai)
khususnya
untuk
jaringan
penyelundupan,
dimana
pertukaran ujung ke ujung seperti
informasi,
kontraban
atau
perdagangan gelap, harus berjalan melalui simpul-simpul perantara.
2.
Hub or Star network (Jaringan
Poros atau Bintang) aktoraktor yang berbeda terikat ke
simpul poros meskipun tidak harus bertingkat (hirarhi), dan semua komunikasi harus
melalui simpul pusat
3.
All Channel Network (Jaringan
seluruh alur) setiap aktor bebas
berhubungan
dengan
semua
simpul dalam jaringan.
Law enforcement intelligence dibangun untuk menghasilkan intelijen bagi institusi
penegak hukum yang dapat dijadikan acuan terpercaya bagi pengambil keputusan dan
penentu kebijakan untuk melakukan tindakan operasional, dan mampu memberi ruang
dan waktu untuk tindakan antisipasi sebelum serangan terjadi.
Law Enforcement Intelligence pada dasarnya mempunyai 2 fungsi utama yaitu:
a. Pencegahan(Prevention) dengan meningkatkan dan mengembangkan informasi yang
berhubungan dengan ancaman teroris atau kejahatan lainnya dan menggunakan
informasi tersebut untuk mengambil langkah-langkah pencegahannya.
Secara garis besar ada 2 jenis intelijen yang secara khusus ditujukan untuk tindakan
pencegahan.
1). Intelijen Taktis (Tactical Intelligence)
Adalah intelijen tentang ancaman yang mungkin terjadi dengan segera atau dalam
waktu dekat, yang didiseminasikan kepada jajaran institusi penegak hukum
25
dengan tujuan untuk ditindak lanjuti dan dijadikan dasar dalam mengambil
langkah-langkah pencegahannya dan / atau mengurangi derajat ancaman, rencana
tindakan dan kegiatan.
2). Intelijen Operasi (Operational Intelligence).
Adalah intelijen tentang ancaman yang mungkin terjadi dalam jangka waktu yang
lebih lama yang digunakan untuk mengembangkan dan menyusun upaya
penanggulangannya.
Biasanya, intelijen operasi digunakan untuk persiapan jangka lama dalam
menghadapi kelompok kejahatan (criminal enterprises) yang dicurigai serta
kejahatan multijurisdiksi yang rumit.
b. Untuk penyusunan rencana dan alokasi sumber daya serta menyajikan intelijen tentang
perubahan sifat ancaman, karakteristik serta metodologi ancaman, dan munculnya
keanehan-keanehan dari ancaman, untuk kemudian dijadikan dasar untuk menetapkan
tindakan penanggulangan strategik dan merealokasikan sumber daya sesuai keperluan
agar dapat dilakukan tindakan pencegahan secara efektif.
Ini dikenal dengan istilah intelijen strategik. Intelijen ini disajikan kepada manajemen
institusi penegak hukum dan berisi penilaian dari perubahan ancaman, sebagai dasar
penyusunan rencana dan alokasi sumber daya yang disesuaikan dengan besarnya
tingkat ancaman.
POLRI merumuskan tugas pokok Intelkam - Kepolisian R.I dalam empat kegiatan
sebagai berikut:11
a. Melakukan deteksi terhadap segala perubahan kehidupan sosial dalam masyarakat
serta perkembangannya di bidang ideologi, politik, sosial budaya, pertahanan dan
keamanan untuk dapat menandai kemungkinan adanya aspek-aspek kriminogen,
selanjutnya mangadakan identifikasi hakikat ancaman terhadap Kamtibmas.
b. Menyelenggarakan fungsi intelijen yang diarahkan ke dalam tubuh POLRI sendiri
dengan sasaran pengamanan material, personil dan bahan keterangan serta kegiatan
badan/kesatuan, terhadap kemungkinan adanya tantangan yang bersumber dari luar
maupun dari dalam tubuh POLRI agar POLRI tidak terhalang atau terganggu dalam
melaksanakan tugas pokoknya.
c. Melakukan penggalangan dalam rangka menciptakan kondisi tertentu dalam
masyarakat yang menguntungkan bagi pelaksanaan tugas pokok POLRI.
d. Melakukan pengamanan terhadap sasaran-sasaran tertentu dalam rangka mencegah
kemungkinan adanya pihak-pihak tertentu memperoleh peluang dan dapat
memanfaatkan kelemahan-kelemahan dalam bidang Ipleksosbud Hankam, sebagai
sarana ekploitasi untuk menciptakan suasana pertentangan pasif menjadi aktif,
sehingga menimbulkan ancaman atau gangguan di bidang Kamtibmas
Sesuai dengan tugas pokok tersebut di atas, dirumuskann empat peran yang diemban oleh
Intelkam POLRI yaitu:
a. Melakukan deteksi dini agar mengetahui segala perubahan kehidupan sosial yang
terjadi dalam masyarakat serta perkembangan selanjutnya, mengidetifikasikan
hakekat ancaman yang tengah dan akan dihadapi, kemudian memberikan peringatan
11
. Saronto dan Karwita :Intelijen: Teori, Aplikasi dan Modernisasi (2001). Hal 126-127.
26
b.
c.
dini sebagai bahan dasar serta penentuan arah bagi kabijaksanaan dan pengambilan
keputusan/tindakan oleh pimpinan POLRI.
Melakukan penggalangan terhadap individu sebagai informal leader atau kelompok
masyarakat tertentu yang diketahui sebagai sumber ancaman/gangguan agar minimal
tidak berbuat sesuatu yang merugikan, maksimal berbuat sesuatu yang
menguntungkan bagi pelaksanaan tugas pokok POLRI.
Mengamankan semua kebijaksanaan yang telah dan atau akan digariskan pimpinan
POLRI di pusat maupun di daerah. Untuk kepentingan tugas tersebut, intelijen
bergerak dengan orientasi ke depan, bertujuan agar dapat mengungkapkan motivasi
pelaku serta latar belakang timbulnya gejala dan kecenderungan yg mengarah pada
timbulnya ancaman/gangguan.
Hal yang penting lainnya adalah bagaimana membangun akses informasi yang luas
dengan membangun kerjasama antara institusi penegak hukum, intelijen dan masyarakat.
Menghadapi terorisme, tantangan bagi penegak hukum adalah bagaimana mendapatkan
informasi tentang teroris baik menyangkut lokasi, komposisi, kemampuan, rencana serta
niatnya. Perbedaan besaran, pola, bentuk, sifat ancaman, keamanan konvensional dengan
keamanan non tradisional membawa akibat pada perubahan pendekatan, agar aparat
penegak hukum mampu memperoleh informasi secara lengkap dan menyajikan Law
Enforcement Intelligence tentang terorisme secara utuh, terpercaya dan tepat waktu.
Pada masa lalu kegiatan intelijen lebih dipusatkan pada ancaman militer dari negara lain,
dan masalah terorisme menjadi bagian institusi penegak hukum. Dari pengalaman
menghadapi terorisme ternyata tidak mungkin hanya meletakkan kepada institusi
penegak hukum yang obyek hukumnya orang. Masalah lain tidak tersedianya database
orang perorang yang terpusat sehingga sulit untuk dilakukan pemantauan dan
pengecekan.
Masalah ini memunculkan gagasan bahwa institusi penegak hukum perlu memiliki akses
pada informasi yang diperoleh oleh badan intelijen tentang aktifitas teroris yang potensial
baik di dalam maupun diluar negeri.
Hubungan kegiatan intelijen dan penegakan hukum dalam menghadapi terorisme
memang tidak sederhana, yang disebabkan oleh beberapa hal.
Pertama, jenis informasi yang digunakan dalam pengadilan berbeda dengan
informasi yang dikumpulkan oleh badan intelijen. Informasi yang digunakan dalam
pengadilan umumnya berupa bukti-bukti yang terjadi sebagai akibat perbuatan kriminal.
Sedangkan intelijen umumnya menggunakan informasi awal yang berupa indikasi dan
kecenderungan, yang digunakan untuk tindakan pencegahan sebelum dilakukan tindakan
lanjutan berdasarkan situasi yang berkembang.
Dalam melihat kasus kekerasan bersenjata di Poso pada waktu yang lalu, Badan Intelijen
Negara (BIN) secara tegas mengatakan keterlibatan Jamaah Islamiah (JI) dalam
kerusuhan Poso. Hal ini didasarkan pada hasil temuan bahwa banyak yang terlibat dalam
kerusuhan Poso ditengarai anggota JI. Tetapi institusi penegak hukum, dalam hal ini
POLRI tidak pernah menyatakan keterlibatan JI, karena belum memiliki bukti hukum
yang menguatkan eksistensi dan keterlibatan JI dalam kasus kekerasan bersenjata di
Poso, meskipun diyakini POLRI memiliki informasi tentang aktifitas JI.
Kedua, pola dan metode pengumpulan bahan keterangan berbeda, demikian juga
penanganannya. Informasi untuk kepentingan hukum harus mengalami pengujian
27
sehingga dalam pembuktiannya harus selalu ada pihak yang menentangnya. Jaksa
Penuntut Umum selalu berhadapan dengan Pembela.
Pola badan intelijen dalam melakukan pengumpulan informasi dilakukan dengan agresif
dan aktif, dengan tujuan pencegahan sehingga sesuatu yang tidak diharapkan terjadi bisa
dihindarkan dan dicegah. Sedangkan institusi penegak hukum hanya bereaksi terhadap
informasi yang diberikan secara sukarela. Pencarian informasi dengan paksaan adalah
cacat secara hukum, sehingga aparat hukum selalu bertindak dalam koridor hukum.
Sebaliknya aparat intelijen sering bekerja dalam celah-celah hukum.
Ketiga, untuk saling memberikan informasi antara institusi penegak hukum dan
badan intelijen terbentur pada masalah administrasi dan perundang-undangan, karena
obyek dan subyeknya yang berbeda. Bagi penegak hukum, obyek dan subyek hukumnya
orang, sehingga akan berbahaya bila pola intelijen digunakan untuk pola penegakan
hukum dan sama berbahayanya bila institusi penegak hukum digunakan sebagai
instrumen intelijen terutama sebagai instrumen politik luar negeri.
Keempat, dalam organisasi intelijen terdapat kompartementasi yang ketat
sehingga infomasi yang berhasil dikumpulkan oleh badan pengumpul, kemudian diolah
oleh bagian analisa dan produksi untuk menjadi intelijen, cenderung dirahasiakan untuk
kepentingan keamanan. Penyebaran dilakukan dengan pembatasan yang sangat ketat.
Demikian juga pada badan atau institusi penegak hukum, informasi harus dijaga ketat
untuk kepentingan penuntutan.
Kontroversi sempat muncul di Indonesia ketika dalam penyusunan Rencana UndangUndang Intelijen. Badan Intelijen Negara meminta untuk memasukkan klausul yang
memberi kewenangan kepada BIN untuk menahan dan menginterogasi seseorang yang
dicurigai sebagai teroris selama 4X24 jam. Para pendukung hukum pada umumnya
menolak kewenangan tersebut karena khawatir akan menimbulkan ekses negatif dan
bertendensi menimbulkan abuse of power atau penyalah gunaan kekuasaan, tetapi ada
pula yang memahami kewenangan tersebut yang diperlukan dalam upaya pencegahan.
Itu baru dari sisi terorisme.
Bentuk lain dari non traditional security adalah bentuk kriminalitas yang makin kompleks
seperti bentuk kejahatan perdagangan internasional , kelompok ekstremis, perdagangan
narkoba, serta kejahatan terorganisasi (Criminal Enterprises atau Organized Crime)
FBI mendefinisikan Criminal Enterprises adalah -" As a group of individuals with an
identified hierarchy, or comparable structure, engaged in significant criminal activity.
These organizations often engage in multiple criminal activities and have extensive
supporting networks".
(Adalah sekelompok orang yang memiliki dan ditandai dengan adanya hirarhi yang
jelas, atau struktur yang dapat dibandingkan, yang terlibat dalam kegiatan kriminal
yang signifikan. Organisasi ini sering terlibat dalam berbagai kegiatan krimina dan
memiliki jaringan pendukung yang luas).
Sedangkan Organized Crime adalah - "As any group having some manner of formalized
structure and whose primary objective is to obtain money through illegal activities. Such
groups maintain their position through the use of actual or threatened violence, corrupt
public officials, graft, or extortion, and generally have significant impact on the people
in their locales, region, or country as a whole".
(Kelompok yang ditandai dengan sifat struktur yang diformalkan dengan tujuan
utamanya adalah memperoleh uang melalui kegiatan yang illegal. Kelompok-kelompok
28
29
Dalam bidang ekonomi dapat dibagi kedalam beberapa isu seperti persaingan ekonomi
yang melahirhan upaya upaya untuk meningkatkan daya saing ekonomi melalui
kegiatan-kegiatan intelijen, hubungan perdagangan luar negeri, kegiatan mata-mata asing
dalam bidang ekonomi industri, serta langkah-langkah pencegahannya, serta kegiatan
intelijen untuk meramalkan pergeseran dalam hubungan ekonomi yang dapat
mempengaruhi kepentingan ekonomi nasional negara-negara yang berkepentingan.
Sebagai contoh adalah program National Security Agency (NSA) Amerika Serikat yang
diberi code ECHELON yang melakukan pengumpulan informasi tentang ekonomi dan
perdagangan negara lain dengan memanfaatkan teknologi signal yang disebut SIGINT
(Signal Intelligence). Beberapa negara Eropa menuduh Amerika Serikat telah
memanfaatkan program ECHELON untuk mencuri rahasia teknologi canggih dari
beberapa negara Eropa, dan kemudian diberikan kepada beberapa perusahaan Amerika
Serikat untuk meningkatkan daya saing produksinya.
Kegiatan NSA yang menyangkut Indonesia adalah ketika NSA melakukan penyadapan
pembicaraan telepon antara pejabat Indonesia dengan pejabat perusahaan Jepang NEC
Corporation pada tahun 1990. Dari hasil penyadapan tersebut terindikasi bahwa
Indonesia akan memberikan proyek tersebut kepada NEC, padahal perusahaan Amerika
Serikat AT&T Corporation juga mengikuti tender untuk proyek yang sama. Dari hasil
penyadapan tersebut Amerika Serikat mengintervensi untuk memenangkan proyek
terebut. Pemerintah Indonesia akhirnya membagi proyek senilai 200 juta dollar AS antara
NEC Corporation dengan AT&T Corporation.
Kegiatan intelijen Australia di Indonesia dikenal dengan program STATEROOM, yang
dioperasikan oleh Australian Defence Signal Bureau, yang sekarang menjadi Defence
Signals Directorate.
STATEROOM adalah nama sandi program penyadapan sinyal radio, telekomunikasi, dan
lalu lintas internet yang digelar oleh Amerika Serikat dan para mitranya yang tergabung
dalam jaringan "Lima Mata" atau "Five Eyes" yakni Inggris, Australia, Kanada, dan
Selandia Baru.
Demikian juga kegiatan intelijen ekonomi negara lain di Amerika Serikat seperti yang
dituduhkan oleh penegak hukum Amerika Serikat terhadap Republik Rakyat China.
Pada bulan Februari 2012 lima orang dan lima perusahaan dituduh telah melakukan
kegiatan intelijen ekonomi untuk kepentingan Republik Rakyat China.dalam pencurian
informasi tentang produksi Titanium dioksida (titanium dioxide). Titanium dioksida
dikembangkan oleh perusahaan Du Pont yang berbasis di Wilmington, Daleware.
Cyber Criminal atau kriminalitas dalam dunia maya juga sudah berkembang demikian
canggih sehingga diperlukan upaya - upaya pencegahan, perlindungan informasi serta
upaya pemberantasannya. Upaya ini bukan merupakan upaya yang sederhana karena
selain menyangkut penggunaan teknologi canggih diperlukan pula kerjasama intelijen
secara internasional.
Sebagai contoh kejahatan siber / dunia maya di Indonesia adalah Sindikat Nigeria yang
berhasil diringkus POLRI pada bulan Oktober 2013, yang membajak surat elektronik atau
e - mail terkait transaksi bisnis perusahaan di Indonesia yaitu PT Citra Logam Alpha
Sejahtera (CLAS) dan perusahaan di Belgia yaitu Metallo Chimique.
Sindikat ini berhasil meraup 4 milyar rupiah dengan cara meng- intercept e-mail
perusahaan Metallo Chimique dan memberitahukan bahwa pembayaran kepada PT CLAS
30
agar dilakukan melalui Bank Mandiri.. Pihak Metallo Chimique meyakini bahwa
pengirim e-mail tersebut adalah pihak CLAS.
Demikian juga Sindikat Kejahatan Siber dari Kelompok warga negara China dan Taiwan
yang beroperasi dari Jakarta berhasil digulung oleh Polda Metro Jaya pada bulan Mei
2015. Sasaran kelompok ini adalah warga negara China dan Taiwan
Sasaran kejahatan dunia maya bukan hanya bidang ekonomi tetapi juga berkembang
kepada bisnis informasi yang menyangkut keamanan nasional seperti informasi senjata
dan kesenjataan termasuk senjata pemusnah massal.
Salah satu contoh kejahatan dunia maya dalam bidang ekonomi adalah jual beli informasi
kartu kredit. Pada bulan Juni 2012 Amerika Serikat melalui FBI melancarkan operasi
dengan kerjasama internasional yang disebut "Operation Card Shop".
Operasi ini untuk memburu pelaku kriminal terorganisasi yang biasa menjual informasiinformasi curian dari berbagai kartu kredit, menguras kartu kredit, memalsukan
dokumen, dengan menggunakan peralatan canggih guna membajak informasi-informasi
tersebut.
Operasi ini melibatkan agen penegak hukum di Inggris, Australia, Bosnia, Bulgaria,
Denmark, Kanada, Perancis, Jerman, Italia,Jepang, Macedonia, dan Norwegia. Operasi
ini berhasil menangkap 24 orang. Operasi ini ditaksir telah berhasil menyelamatkan lebih
dari 2 trlliun rupiah atau 205 juta dollar AS lebih.
Kini telah berkembang pula peretasan rekening nasabah melalui transaksi online. Bila
versi virus sebelumnya baru pada tahap mencuri data untuk masuk (log on) ke situs
transaksi perbankan, varian virus perangkat lunak terbaru dengan nama Zeus dan SpyEye
dapat secara otomatis memerintahkan transfer berkala dana dari rekening nasabah ke
rekening yang dikuasai oleh kelompok peretas tadi. Kasus ini telah merugikan nasabah di
Eropa, Amerika Latin, dan Amerika Serikat.
Alasan lain perlunya pengembangan law enforcement intelligence adalah evolusi sosial
yang terjadi pada masyarakat terutama di Amerika Serikat akibat gerakan hak-hak sipil.
Polisi tidak lagi dapat mengandalkan informasi yang dimilikinya hanya berdasarkan
kecurigaan.
Pada masa lalu Polisi Amerika Serikat menyimpan file perorangan yang disebut dossier
system hanya berdasarkan dugaan dan kecurigaan tanpa bukti keterlibatan dalam
perbuatan kriminal atau hanya karena diduga anti Amerika.
Sebagai akibatnya banyak kasus masyarakat yang mengadukan polisi ke pengadilan, dan
hak ini dilindungi oleh Undang-Undang.
Adanya jaminan dan perlindungan hak azasi manusia yang merupakan hak kodrati setiap
individu, dan dalam sistem hukum Amerika Serikat tidak memungkinkan adanya
ketentuan-ketentuan dan tindakan-tindakan yang menyebabkan dehumanisasi.
Dibanyak negara, misalnya di Kroasia dan Belanda warga negara diberi akses untuk
meminta data diri mereka yang disimpan badan intelijen melalui lembaga terkait,
terutama dengan lembaga yang mengawasi badan intelijen.
Mereka dapat mengoreksi ketidak akuratan data diri mereka yang dimiliki oleh badan
intelijen.12
Pada tahun 1960-an dan 1970-an di Amerika Serikat pernah dihebohkan dengan adanya
tuduhan kepada FBI dan Badan Investigasi Kriminal lainnya yang telah melakukan
pelanggaran hukum terhadap kelompok politik yang tidak melakukan tindakan kriminal.
12
31
Buntut dari tuduhan ini berujung kepada penyelidikan oleh Komite Senat yang dipimpin
oleh Frank Church yang kemudian dikenal dengan sebutan Komite Church.
Komite Church berhasil menemukan bukti pelanggaran oleh FBI yaitu:
Pertama, FBI di Markas Besarnya telah menyimpan file dalam jumlah yang sangat
banyak tentang detail kegiatan politik perorangan.
Kedua, FBI telah melakukan penyelidikan terhadap kelompok-kelompok politik didalam
negeri.
Ketiga, melakukan infiltrasi terhadap kelompok tersebut dan melakukan pengamatan
terhadap afiliasi politik perorangan maupun kelompok, yang tidak ada hubungannya
dengan perbuatan kriminal.
Hasil penyelidikan Senat ini berujung kepada reformasi yang sangat signifikan hampir
selama 7 tahun sejak dengar pendapat dengan Komite Church, diantaranya peraturan
yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Agung yang dinamakan :The Attorney General's
Guidelines on General Crimes, Racketeering Enterprise and Domestic Security /
Terrorism Investigations.
Inti dari Guidelines ini adalah menyeimbangkan antara kebutuhan penyelidikan dalam
rangka penegakan hukum dalam menghadapi kejahatan yang makin canggih dengan
perlindungan terhadap hak-hak individu.
Gejala inipun sudah muncul di Indonesia. Menurut Ketua Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia, sepanjang tahun 2014 periode Januari hingga November Kepolisian Negara
Republik Indonesia menjadi Lembaga yang paling sering diadukan masyarakat ke
KOMNAS HAM dengan 2200 berkas, meningkat dibanding tahun 2013 dengan 1845
berkas..
Sifat kegiatan, operasi dan isu-isu intelijen, serta alasan yang mendasarinya telah
menimbulkan perdebatan luas menyangkut masalah etika dan moral intelijen, yaitu
apakah tujuan menghalalkan segala cara sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Kalau demikian kegiatan intelijen tidak boleh dilakukan diluar bingkai hukum dan
tuntutan ini mengharuskan intelijen melakukan adaptasi nilai moral dan etika intelijen.
Isu-isu yang sering bertabrakan dengan masalah etika dan moral adalah kegiatan yang
berhubungan dengan pengumpulan data dan bahan keterangan dan kegiatan atau operasi
rahasia.
Kegiatan dan operasi rahasia sering dianggap menimbulkan konflik dengan cita-cita
kemanusiaan dan keyakinan pribadi perorangan, sehingga selain memunculkan
pertanyaan tentang etika dan moral intelijen, juga tuntutan perlunya pengawasan terhadap
intelijen.
Organisasi intelijen Inggris seperti MI5 diberi wewenang melakukan pengintaian
langsung, intrusif, dan melakukan penyadapan komunikasi terhadap orang-orang yang
dicurigai dan diduga melakukan kegiatan yang melanggar hukum.
Demikian juga badan intelijen yang mengurusi masalah intelijen dalam negeri seperti
Australian Security Intelligence Organisation (ASIO) diberi wewenang melakukan
penyadapan komunikasi, menggunakan pelacak dan pendengar, mengakses komputer,
memeriksa surat-surat, dan melakukan interogasi terhadap seseorang yang dianggap atau
terkait terorisme.
32
BAB II1.
KONSEP INTELLIGENCE LED POLICING.
33
Intelijen merupakan hal yang sangat penting untuk menetapkan sebuah keputusan,
perencanaan, penentuan sasaran strategik, serta pencegahan kejahatan.
Institusi penegak hukum dalam semua tingkat tidak akan dapat melaksanakan tugas dan
fungsinya dengan efektif tanpa didukung oleh operasi intelijen melalui pengumpulan
bahan keterangan, pengolahan serta penggunaan intelijen secara tepat.
Sebagai jawaban terhadap perkembangan yang terjadi insttitusi penegak hukum di
Inggris, Amerika Serikat, Australia serta beberapa negara lainnya telah mengembangkan
strategi baru yang disebut Intelligence Led - Policing (ILP) dalam upaya menggabungkan
pemolisian masyarakat (community policing) dengan upaya pencegahan dan
pemberantasan kejahatan baru.
Intelligence-Led Policing atau dikenal juga dengan istilah Intelligence-Driven Policing
muncul sebagai strategi pemolisian baru sejak tahun 1990-an.
Strategi pemolisian ini muncul ditengah meningkatnya tindak kejahatan di Inggris pada
akhir tahun 1980-an dan awal tahun 1990-an serta tuntutan agar polisi dapat bertindak
lebih efektif dan efisien dalam penggunaan anggaran.
Selain tuntutan tersebut munculnya strategi pemolisian baru ini didorong pula baik oleh
faktor eksternal maupun faktor internal.13
Faktor eksternal adalah ketidak mampuan pemolisian tradisional sebagai
pemolisian model reaktif (reactive model) mengatasi perubahan yang cepat akibat
globalisasi yang telah meningkatkan peluang kejahatan lintas negara yang terorganisasi
melewati batas-batas domain kepolisian baik fisik maupun teknologi.
Faktor internal polisi mengakui bahwa telah terjadi hubungan yang dinamik
antara industri yang bergerak dibidang keamanan dengan polisi.
Hubungan dinamik ini seolah-olah polisi telah kehilangan palagan tradisionalnya seperti
pengamanan ruang-ruang tertentu serta polisi seolah-olah telah kehilangan kepercayaan
publik.
.
Intelligence Led Policing (ILP) dipandang sebagai alat untuk pertukaran intelijen yang
akan memperkuat kemampuan institusi penegak hukum dalam mengindentifikasi
ancaman dan mempersiapkan langkah yang diperlukan untuk mencegah terjadinya
ancaman tersebut.
Jadi tujuan utama Intelligence Led Policing adalah memberi informasi yang diperlukan
oleh pengambil keputusan yang bertanggung jawab terhadap keamanan dan keselamatan
jiwa dan properti masyarakat
Intelligence Led Policing (ILP) adalah sebuah model dan pendekatan baru penegak
hukum yang menekankan kepada risk assessment dan risk management.
Risk Assessment dan Risk Management adalah antisipasi, pemahaman dan penilaian
terhadap sebuah resiko dan tindakan awal untuk menghilangkan resiko atau mengurangi
kemungkinan munculnya kerugian hingga pada tingkat yang bisa diterima.14
Dengan kata lain Risk Assessment dan Risk Management adalah proses pengelolaan
resiko yang meliputi identifikasi, evaluasi dan pengendalian resiko yang mungkin
dihadapi.
13
. Jerry Ratcliffe - Intelligence-Led Policing , Australian Institute of Criminology, April 2003. Hal2.
. LCKI - Memahami Pencegahan Kejahatan, 2010. Hal 76.
14
34
Dilihat dari sisi keuntungan dan kerugian dikenal dua jenis resiko yaitu:
- Resiko spekulatif atau speculative risk adalah resiko yang berkaitan dengan dua
kemungkinan, yaitu peluang mengalami kerugian finansial atau memperoleh
keuntungan. Contohnya adalah investasi.
- Resiko murni atau pure risk adalah ketidakpastian terjadinya suatu kerugian atau
dengan kata lain hanya ada satu peluang yaitu merugi dan bukan peluang keuntungan.
Resiko murni adalah suatu resiko yang apabila terjadi akan menimbulkan kerugian dan
apabila tidak terjadi tidak menimbulkan kerugian namun juga tidak menimbulkan
keuntungan. Contoh adalah tindak kejahatan, bencana alam atau kebakaran.
Dalam hal ini semua yang dapat dilakukan adalah tindakan untuk menghilangkan
atau meminimalisir kemungkinan bagi munculnya kerugian.
Namun demikian dalam pendekatan sistem manajemen resiko, langkah-langkah yang
dilakukan untuk menangani resiko kejahatan murni dapat mengurangi kemungkinan
munculnya kerugian dan dapat juga menciptakan kemungkinan munculnya keuntungan.
Sebagai ilustrasi digambarkan dalam contoh sebagai berikut:
Sebuah toko sepatu di New Yersey telah memasang CCTV sebagai langkah
pencegahan terhadap pengutilan. Hasilnya sungguh mengejutkan pemilik toko,
karena setelah pemasangan CCTV tersebut banyak pembeli yang datang dan
banyak pula transaksi pembelian yang terjadi. Dari hasil wawancara dengan
pembeli dan hasilnya meyakinkan pemilik toko bahwa kamera CCTV tersebut selain
membuat para pengutil takut tetapi juga telah membuat para pembeli merasa lebih
aman dari tindakan para pencopet atau tindak kriminal lainnya.
Dari ilustrasi ini dapat disimpulkan bahwa keuntungan yang dperoleh dari langkah
pengamanan tersebut lebih berupa faktor kebetulan. 15
Intelligence Led-Policing baik istilah maupun model pemolisian baru ini pertama kali
berkembang di Inggris.
Kepolisian Wilayah Kent Inggris mengembangkan konsep pemolisian baru untuk
menjawab meningkatnya kejahatan terhadap harta milik masyarakat, disaat polisi
dihadapkan kepada pemangkasan anggaran serta rasio jumlah penegak hukum yang kecil
dibandingkan besarnya tindak kejahatan.
Kondisi ini telah mendorong para pejabat kepolisian khususnya di Kent berpikir bahwa
polisi harus mampu memberi efek yang terbaik bagi ketertiban masyarakat dengan
memusatkan perhatian kepada tindak kejahatan yang paling besar di wilayah kerjanya
serta penggunaan anggaran yang lebih efisien...
Model pemolisian ini semula disebut dengan istilah The Kent Policing Model, yang
menekankan kepada pemilihan prioritas tindakan kepolisian. Polisi akan menangani
kejahatan yang benar-benar serius, sedangkan yang dianggap ringan akan diserahkan
kepada institusi penegak hukum yang lain.
Dengan demikian polisi memiliki waktu yang cukup bagi unit intelijen untuk
memusatkan perhatiannya kepada kejahatan terhadap harta milik masyarakat. Inggris
mempunyai pengalaman yang lebih lama dalam mengembangkan intelijen penegakan
hukum, sehingga Inggris memiliki sistem yang lebih canggih dibandingkan Amerika
Serikat.
15
35
Semua institusi kepolisian pada tingkat provinsi di Inggris memiliki unit-unit intelijen
penegakan hukum yang berurusan dengan kejahatan terorganisir, narkotika, dan bentukbentuk kejahatan yang unik yang terjadi di wilayah jurisdiksinya.
Sebagai contoh, banyak institusi kepolisian di Inggris mempunyai unit intelijen sepak
bola (Football Intelligence Unit) yang berurusan dengan kerusuhan kerusuhan sepak
bola atau hooliganisme.
Pada tahun 1980-an untuk tingkat nasional telah dibentuk Unit Intelijen Nasional Urusan
Narkotik (National Drugs Intelligence Unit) karena makin meningkatnya perdagangan
narkotik lintas negara demikian juga dengan kejahatan pencucian uang lintas negara.
Pada tahun 1992 unit intelijen ini diperluas dan namanya menjadi National Criminal
Intelligence Service (NCIS) yang berurusan dengan semua bentuk kejahatan terorganisasi
(organized crime).
Pembentukan badan intelijen ini juga didorong oleh perubahan kondisi politik yang
berhubungan dengan Uni Eropa, diantaranya karena penghapusan pos pos pemeriksaan
imigrasi dan bea cukai untuk lalu lintas orang diantara negara-negara anggota Uni Eropa.
Intelligence Led-Policing memusatkan perhatiannya kepada kegiatan kunci tindak
kejahatan.
Ketika persoalan tindak kejahatan telah teridentifikasi dan dimatangkan melalui kajian
dan analisis intelijen, kunci tindak kejahatan dapat ditetapkan untuk ditindak lanjuti
dengan kegiatan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
Meskipun belum ada pemahaman yang universal tentang apa intelligence led policing,
bahkan sebagian pemikir mengatakan istilah ILP itu sendiri sudah menjelaskan artinya
(the term speaks for itself).
Namun demikian dapat diartikan ILP mengandung pemahaman pengendalian tindak
kejahatan yang bersifat strategis, berorientasi kedepan, memfokuskan kepada
pengidentifikasian, analisis dan manajemen problem dan resiko yang dihadapi maupun
yang sedang berkembang.
United Kingdom National Intelligence Model untuk keperluan pengkajian tentang proses
pengurangan tindak kejahatan (crime reduction) melalui ILP, mendefinisikan ILP sebagai
berikut: " Intelligence-led policing is application of criminal intelligence analysis as an
objective decision making tool in order to facilitate and prevention through effective
policing strategies and external partnership drawn from an evidential base".
(Intelligence-led policing adalah aplikasi dari analisis intelijen kriminal sebagai dasar
untuk menetapkan kebijakan yang objektif dalam memperlancar upaya pengurangan
tindak kejahatan:serta upaya pencegahannya melalui strategi pemolisian yang efektif
dan kemitraan dengan institusi diluar kepolisian yang didasarkan kepada bukti-bukti).
Untuk definisi ini Pawson dan Tilley (1997) menegaskan bahwa penting untuk
menjelaskan bagaimana "mekanisme" untuk setiap upaya pengurangan tindak kejahatn
serta upaya pencegahan dapat berjalan.
Gambar dibawah ini menunjukkan sebuah model untuk proses upaya pengurangan
tindakan kejahatan dan upaya pencegahan menurut Pawson dan Tilley.
Gambar : Intelligence-led policing dan proses pengurangan kejahatan.
36
37
Intelijen juga merupakan sebuah proses dari siklus yang berlanjut mulai penerimaan
tugas, pengumpulan data dan bahan keterangan, pemilahan dan pembandingan
(collation), analisis, penyebaran dan umpan balik. Proses atau siklus yang berlanjut ini
dimaksudkan untuk menjaga kemutakhiran produk, yang fungsinya dirancang untuk
"membentuk" jalan pikiran pembuat keputusan.
Karena itu intelijen seperti terlihat dari gambar model diatas memerlukan sebuah struktur
organisasi yang dapat bekerja secara efektif baik dalam menginterpretasikan lingkungan
kejahatan dan menyebarkan produk yang dapat membentuk pikiran pembuat keputusan.
Dan sudah pasti intelijen sebagai pengarah (intelligence-led)) yang merupakan tahap
pertama dari model ini harus dapat menafsirkan (interpret) lingkungan kejahatan.
Ini dilakukan oleh satuan atau unit-unit intelijen, yang mengandalkan kepada berbagai
sumber informasi baik dari dalam kepolisian sendiri maupun diluar institusi kepolisian.
Informasi atau bahan keterangan yang diperoleh oleh unit-unit intelijen tentang
lingkungan kejahatan setelah diolah diteruskan dalam bentuk intelijen lingkungan
kejahatan kepada pihak-pihak yang dapat memberi dampak positif (impact) kepada
lingkungan kejahatan (tangga kedua dari model)
Jadi tahap ini seperti telah dijelaskan memerlukan struktur intelijen yang mampu
mengidentifikasi dan mempengaruhi (influence) pembuat keputusan (decision makers).
Perlu dicatat bahwa keperluan ini menyangkut kemampuan mengidentifikasi pembuat
keputusan, juga mempengaruhi pikiran mereka tentang tipe strategi pengurangan
kejahatan yang akan dilaksanakannya.
Terakhir model ini membutuhkan seorang pengambil keputusan yang mempunyai
semangat serta kecakapan untuk mencari dan menemukan cara untuk mengurangi
kejahatan dan mempunyai dampak yang positif (positive impact) terhadap lingkungan
kejahatan. Tidak jarang seorang Pemimpin sebagai pembuat keputusan dihadapkan
kepada berbagai tekanan. Sebagai contoh seorang Komandan menerima intelijen tentang
sebuah kelompok yang diduga akan melakukan tindakan kejahatan. Tetapi polisi
dihadapkan pula kepada kemungkinan reaksi balik dari kelompok tersebut, tekanan dari
media atau dihadapkan kepada keterbatasan anggaran.
Menginterpretasikan lingkungan kejahatan ( Criminal environment)
Seberapa jauh sistem, manusia, perangkat analisis serta pemahaman bersama dapat
melakukan interpretasi sebuah lingkungan kejahatan.
Sebuah sistem yang effektif membutuhkan investasi dalam bentuk manusia, perangkat
serta sistemnya. Selain itu diperlukan juga pemahaman dari fungsi serta keterbatasan
yang dimiliki oleh sistem intelijen.
Ini terjadi terutama pada kasus dengan cara polisi yang lebih menekankan kepda pelaku
kejahatan ( criminal) dan bukan kepada perbuatan melakukan kejahatan (crime)
Harapan yang tidak realistik juga dapat menurunkan semangat dalam melakukan operasi
yang dilakukan berdasarkan intelijen (intelligence-led operation).
Sebagai contoh bila hasil analisis intelijen tidak mampu meramalkan sebuah kejahatan
kapan akan terjadi baik hari dan jamnya serta dimana kejahatan tersebut akan dilakukan.
Ini terjadi karena awak intelijen tidak memahami tentang intelligence-led policing.
Dalam tingkat yang lebih strategik juga diperlukan kemampuan staf untuk melakukan
pertukaran intelijen dengan badan diluar organisasinya.
38
39
16
. David L.Carter PhD Law Enforcement Intelligence , A Guide fo State, Local, and Tribal Law
Enforcement Agencies. Hal 80
40
strategik tetapi lebih sering dalam bentuk kualitatif, baik untuk analisis taktik maupun
strategik..
The Office of the Director of National Intelligence (ODNI) Amerika Serikat,
mendefinisikan analisis adalah a process in the production of intelligence in which
intelligence information is subjected to systematic examination in order to identify
significant facts and derive conclusions.
(Sebuah proses dalam produksi intelijen dimana informasi intelijen dikaji secara
sistematik untuk mengidentifikasi fakta-fakta yang signifikan serta dapat ditarik suatu
kesimpulan).
ODNI juga membedakan antara raw information (bahan keterangan) dengan informasi
yang telah dianalisis (intelijen).
Bahan keterangan
-Memberi masukan.
-Membangun kewaspadaan.
Intelijen
- Memberi pemahaman.
- Mengurangi ketidak pastian.
- Memungkinkan untuk membuat keputusan
yang lebih baik.
Proses analitik merupakan proses yang sinergistik, memberi arti yang utuh, dan
membentuk satu pengetahuan yang dibangun dari berbagai fakta yang masih harus
diuji. Lebih dari itu analisis digunakan untuk merumuskan kesenjangan intelijen atau
intelligence gap dan mengartikulasikan kebutuhan atau requirement.
c..Kejahatan dan kondisi yang mendukungnya.
ILP menitik beratkan kepada ancaman-ancaman dan ini menjadi sangat penting untuk
mengidentifikasi berbagai variabel dalam masyarakat serta wilayah sekelilingnya yang
dapat mendukung berkembang dan makin matangnya tindakan kejahatan.
Variabel ini bisa mencakup rentang yang luas, seperti;
Munculnya unsur-unsur kejahatan terorganisasi dalam satu wilayah yang
memperdagangkan narkotika atau senjata.
Munculnya kelompok ekstrimis yang menganjurkan kebencian dan tindakan
kekerasan.
Munculnya konflik dalam satu wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk
menimbulkan konflik antar ras, suku, atau kelompok agama.
Berbagai karakter unik dan dianggap aneh seperti pada kelompok tertentu yang
dekat dengan perbatasan internasional.
Ini penting karena informasi yang dikumpulkan dapat memberi masukan untuk lebih
memahami tentang kondisi yang ada, dan faktor-faktor yang mungkin memperburuk
kondisi atau orang yang berniat melakukan terror atau perbuatan kriminal.
d..Intelijen yang dapat digunakan (Actionable Intelligence).
Mantan pejabat FBI Maureen Baginski menyatakan bahwa intelijen membantu pejabat
yang berwenang dalam membuat keputusan.
41
Oleh sebab itu agar intelijen dapat digunakan, hal yang sangat esensial adalah intelijen
harus dapat memberi arah untuk mengembangkan dan melaksanakan sebuah rencana.
Institusi penegak hukum harus dapat menggunakan laporan intelijen, dan melakukan
langkah-langkah untuk mencegah atau mengurangi terjadinya tindakan kejahatan.
Ini berarti bahwa intelijen yang dihasilkan oleh analis akan mendorong langkahlangkah operasional sebagai jawaban terhadap kejahatan, dan juga untuk pembuatan
perencanaan strategik dalam menghadapi kejahatan.
Dengan intelijen yang dapat digunakan, institusi penegak hukum telah mendapat
informasi yang cukup dan matang untuk mengambil langkah-langkah dan tindakan
pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya tindakan kejahatan.
Laporan intelijen harus berisi dan menjelaskan baik ancaman terhadap masyarakat atau
wilayah yang harus segera diatasi, orang dalam pencaharian penegak hukum yang
dapat menimbulkan ancaman, atau pola-pola ancaman yang harus diwaspadai oleh
petugas penegak hukum.
Premise dasarnya adalah institusi penegak hukum harus dapat menggunakan intelijen
dengan berbagai cara.
Lebih dari itu intelijen yang dapat digunakan harus dapat dijamin bahwa informasi
yang tepat jatuh ketangan orang yang dapat berbuat sesuatu dalam menghadapi
ancaman.
e. Respon taktik terhadap ancaman.
Baik intelijen taktik maupun intelijen strategik merupakan penjabaran dari intelijen
yang dapat digunakan (actionable intelligence).
Tergantung dari sifat ancaman, respon taktik yang luas dianggap tepat, mulai dari
peningkatan prosedur pengamanan pada kerumunan masa hingga kewaspadaan
terhadap kegiatan yang mencurigakan pada sasaran intelijen potensial.
Intelijen taktik merupakan kebutuhan untuk pencegahan yaitu penggunaan informasi
yang berhubungan dengan ancaman terror dan kejahatan lainnya dalam menetapkan
strategi untuk mengurangi atau mencegah ancaman jangka pendek (short term) atau
yang harus segera diatasi (immediate).
Intelijen taktik merupakan inti dari pertanyaan: Jenis operasi taktik apa yang dapat
dikembangkan dengan menggunakan intelijen ini?.
f. Perencanaan strategik yang berhubungan dengan munculnya atau berubahnya ancaman.
Ancaman dalam masyarakat mempunyai ciri yaitu selalu berubah seiring waktu.
Analisis strategik terutama digunakan sebagai dasar perencanaan dan alokasi sumber
daya, untuk memahami gambaran dari perubahan sifat ancaman. Informasi yang
disampaikan kepada pengambil keputusan menyangkut perubahan sifat, karakteristik,
dan metodologi ancaman dan munculnya ancaman yang aneh atau belum dikenal
sebelumnya, dengan demikian dapat dikembangkan rencana tindakan strategik dan
merealokasi sumber daya.
Sebagai contoh, selama ini suatu kelompok masyarakat tidak mempunyai persoalan
menyangkut hak hidup sebuah kelompok Islam garis keras. Bila kemudian komunitas
tersebut merencanakan mendidirikan sebuah klinik bersalin yang memberi pelayanan
pengguguran kandungan.
42
Analisis strategik akan dapat memberi pemahaman yang mendalam apakah klinik
tersebut berikut semua personal pendukungnya akan menjadi sasaran kekerasan dari
kelompok tersebut.
Dengan menggunakan analisis strategik, dapat dikembangkan rencana tindakan untuk
pencegahannya. Ini merupakan inti jawaban terhadap pertanyaan: Apa rencana dan
alokasi sumberdaya yang harus disiapkan pada masa yang akan datang, untuk
menghadapi ancaman yang dirumuskan dalam analisis strategik?.
Dalam banyak hal ILP sebenarnya merupakan bentuk dan dimensi baru dari pemolisian
atau perpolisian masyarakat (community policing) yang sudah menjadi acuan penegak
hukum selama ini terutama dinegara maju, yang dikembangkan dari taktik dan
metodologis selama penerapan pemolisian masyarakat.
Community policing adalah model pemolisian protagonis yang berpihak kepada
masyarakat dengan kedekatan polisi dan masyarakat sebagai pilar utamanya, melalui
upaya-upaya yang lebih pro aktif menuju terwujudnya kerjasama yang efektif antara
polisi dalam pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat 17
Pemolisian masyarakat adalah esensi dari bersatunya kesadaran masyarakat dan polisi
tentang pentingnya tanggung jawab dalam menekan angka kriminilitas dan pengamanan
wilayah.18
Paradigma yang menyerahkan tanggung jawab hanya kepada negara tidak lagi relevan
dengan masyarakat modern.
Model Pemolisian atau Perpolisian Masyarakat merupakan bentuk pemolisian yang
dikembangkan dibanyak negara demokrasi.
Di Afrika Selatan Community Policing disebut dengan istilah Democratic Policing
sebagai bentuk transformasi dari Pemolisian Tradisional,
Demikian juga dengan Indonesia yang telah mengadopsi Community Policing yang
dalam istilah Indonesia disebut Pemolisian Masyarakat sebagai upaya meningkatkan
kinerja Polri dan menciptakan polisi sipil. Untuk itu Polri telah membangun Program
Pemolisian Masyarakat.
Program ini ditegaskan dalam berbagai Peraturan dan terhitung ada lima produk hukum
seperti:
a..Skep Kapolri No. Skep /737/X/2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model
Perpolisian Masyarakat Dalam Pennyelenggaraan Tugas Polisi..
b. Skep Kapolri No Pol: Skep / 431 /VII/ 2006, tentang Pedoman Pembinaan Personel
Pengemban Fungsi Polmas,
c. Skep Kapolri No. Pol. Skep /432 / VII / 2006, tentang Panduan Pelaksanaan Fungsi
Operasional Polri dengan Pendekatan Polmas.
d..Skep Kapolri No. Pol. Skep / 433 / VII / 2006, tentang Pembentukan dan
Operasionalisasi Polmas; Kebijakan dan Strategi Percepatan dan Pemantapan
Implementasi Polmas.
e. Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan
Implementasi Pemolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.
17
18
.http://mediator-skripsi.blogspot.com/2009/08.
.Muradi - Polmas dan profesionalisme POLRI. Hal25.
43
Community policing adalah sebuah filosofi dari kebijakan pelayanan total, dimana
petugas polisi yang sama melakukan patroli dan bekerja dalam area yang sama secara
permanen, dari tempat yang didesentralisasikan, bekerja sama dengan para warga
masyarakat di area / daerah tersebut untuk mengidentifikasikan dan memecahkan
masalah yang dihadapi. 19
Meskipun demikian Pemolisian Masyarakat
dalam implementasinya memiliki
perbedaan, yang sangat tergantung kepada kekhasan dan kultur organisasi di negara
masing-masing.
Sebagai contoh adalah implementasi Pemolisian Masyarakat di Inggris dan Amerika
Serikat berbeda meskipun baik Inggris maupun Amerika Serikat sama-sama berbasis
kepada Anglo - Policing.
Jika di Inggris lebih menekankan kepada upaya menekan gerakan separatisme Irlandia
Utara dan kejahatan ras, maka di Amerika Serikat sangat erat dengan kejahatan berbasis
ras, khususnya antara orang kulit putih, Afro Amerika, dan Hispanik.
Dalam konteks Polri, hakekat Polmas adalah kemitraan dengan masyarakat, sekaligus
menjadi pemecahan masalah yang terjadi di masyarakat.
Sasaran utama yang ingin dicapai adalah :20
Pertama, mengutamakan pencegahan.
Kedua, bersama masyarakat mengidentifikasi masalah serta mencari solusinya.
Ketiga, mengurangi rasa ketakutan masyarakat akan adanya gangguan keamanan dan
ketertiban masyarakat.
Ada persamaan karakteristik yang penting antara Pemolisian Masyarakat dengan ILP
yaitu penekanan pada proses pengambilan keputusan yang beretika.
Dalam pemolisian masyarakat proses pengambilan keputusan yang beretika salah satunya
didasarkan kepada kebutuhan untuk mengembangkan sikap saling mempercayai antara
polisi dengan masyarakat.
Bila rasa dan sikap saling percaya tidak terbangun diantara polisi dan masyarakat maka
masyarakat tidak akan mau membeikan informasi-informasi yang penting dan kritis
dalam upaya pengendalian kejahatan.
Proses pengambilan keputusan yang beretika dalam ILP juga sebuah kebutuhan namun
lebih dari itu.
Ada perbedaan antara pemolisian tradisional dengan pemolisian masyarakat. Pemolisian
tradisional memfokuskan pada aspek investigasi dan penahanan yang merupakan bagian
dari pengendalian kejahatan, dimana pencegahan kejahatan bukan merupakan prioritas
pertama.
Pemolisian masyarakat sebagai pemolisian modern sangat sesuai dengan aliran pemikiran
kontemporer yang menempatkan pencegahan kejahatan sebagai upaya yang paling utama.
Aliran pemikiran "kontemporer" berpendapat bahwa sebuah model pemolisian baru harus
dikembangkan, yaitu dengan mendahulukan upaya pencegahan sebelum sebuah tindak
kejahatan terjadi.
Dalam tubuh POLRI paradigma pemolisian modern yang disebut Pemolisian Masyarakat
dijelashan dalam tugas pokok dan peran Intekam POLRI yang dirumuskan dalam 4
19
20
.Dr Susaningtyas , MSi - Komunikasi dalam Kinerja Intelijen Keamanan. Hal 75.
44
(empat) kegiatan, khususnya dalam kegiatan yang pertama yang masing-masing berbunyi
sebagai berikut:
Rumusan tugas pokok yang pertama berbunyi:- "Melakukan deteksi terhadap segala
perubahan kehidupan sosial dalam msyarakat serta perkembangannya dibidang
ideologi, politik, sosial budaya, petahanan dan keamanan untuk dapat menandai
kemungkinan adanya aspek-aspek kriminogen, selanjutnya mengadakan identifikasi
hakekat ancaman terhadapKamtibmas".
Sedangkan peran pertama Intelkam POLRI berbunyi - "Melakukan deteksi dini agar
mengetahui segala perubahan kehidupan sosial yang terjadi dalam masyarakat serta
perkembangan selanjutnya, mengidentifikasi hakekat ancaman yang tengah dan akan
dihadapi, kemudian memberikan peringatan dini sebagaibahan dasar serta penentuan
arah kebijaksanaan dan pengambilan keputusan / tindakan oleh pimpinan POLRI".
Dalam matriks perbedaan antara Pemolisian Masyarakat dengan Pemolisian Tradisional
dapat digambarkan seperti dibawah ini.21
Pemolisian Masyarakat
Pemolisian Tradisional
Dalam pengertian yang lebih sederhana ILP adalah sebuah paradigma baru dimana
intelijen harus menjadi dasar, penuntun dan petunjuk bagi institusi penegak hukum dalam
setiap kegiatan atau operasi, serta lebih mendasarkan kepada hasil kegiatan analisis.
Dapat dikatakan bahwa ILP adalah model pemolisian yang menempatkan intelijen dan
analisis sebagai kunci dalam operasi kepolisian, sehingga akan terjadi efisiensi dalam
penggunaan sumber daya, menghasilkan rumusan strategi yang dapat diaplikasikan serta
melandasi keberhasilan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
21
45
22
Community policing
Informasi yang diperoleh dari
masyarakat akan membantu
menggambarkan
parameter
persoalan
yang
dihadapi
masyarakat.
.David L.Carter PhD Law Enforcement Intelligence, A Guide for State, Local,and Tribal Law
Enforcement Agencies. Hal 87
46
Komunikasi
timbal balik
dengan
masyarakat
Pemecahan
masalah
Ada kesamaan antara community policing dengan ILP agar dapat efektif yaitu keduanya
memerlukan umpan balik baik berupa analisis kejahatan (criminal analysis) atau analisis
intelijen (intelligence analysis)
Dalam hubungan ini informasi apa yang dibutuhkan oleh petugas lapangan dari unit
intelijen?.
- Ancaman datang dari siapa?. Ini mengidentifikasi dan menjelaskan orang-orang
dalam satu gerakan atau ideologi yang dapat menampilkan ancaman terhadap
keselamatan masyarakat.
- Siapa melakukan apa dengan siapa?. Ini termasuk identitas, penjelasan, dan
karakteristik dari konspirator atau orang yang memberi dukungan logistik terhadap
terorisme atau kejahatan terorganisasi.
- Apa modus operandi dari ancaman?. Bagaimana kejahatan terorganisasi ini
beroperasi?. Apa tipe sasaran utama dari kelompok teroris atau kelompok ekstrem
dan apa metode yang umum digunakan dalam melakukan serangan?. Bagaimana
cara anggota kelompok ekstremis berbaur dengan masyarakat dalam upaya
menyembunyikan diri?.
- Apa yang diperlukan untuk menangkap pelaku dan mencegah terjadinya tindakan
kejahatan atau kecenderungannya?.
Jenis informasi spesifik seperti apa yang harus dicari oleh unit intelijen untuk
membantu membuat analisis ancaman secara luas?.
47
Kesamaan antara Community policing dengan ILP dapat dilihat dari tool Community
policing yaitu CompStat (COMPuterized STATistic). 23 Proses CompStat yang semula
dikembangkan di Departemen Kepolisian New York, telah menjadi alat yang efektif bagi
institusi penegak hukum dalam mengatasi persoalan kejahatan dan dalam waktu yang
tepat. CompStat adalah sebuah model dari proses manajemen kinerja yang menganalisis
data-data kejahatan, pelanggaran terhadap keamanan dan ketertiban, pemecahan masalah
strategik, serta struktur pertanggung jawaban yang jelas.
Secara ideal CompStat mempermudah analisis kejahatan dan pelanggaran terhadap
keamanan dan ketertiban dengan akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk
mengidentifikasi persoalan dan pola kejahatan.
Berdasarkan hasil analisis ini dapat dilakukan tindakan yang cepat dan tepat baik dalam
pengerahan personal maupun pengalokasian sumber daya lainnya.
Proses CompStat dituntun oleh 4 prinsip yaitu:
Pertama, adanya intelijen yang akurat dan tepat waktu - Know what is happening.
Kedua, Taktik yang efektif - Have a plan.
Ketiga, pengerahan personal dan sumber daya lainnya yang cepat - Do it quickly.
Keempat, lakukan sampai persoalan terselesaikan dan lakukan kaji ulang - Relentless
follow up and assessment.
Model ini telah diterapkan dengan sukses diseluruh wilayah Amerika Serikat dan juga
dibeberapa negara lainnya, baik bagi institusi penegak hukum skala menengah maupun
besar.
Landasan yang kuat dalam riset telah memperkuat CompStat sebagai alat dari Crime
Management dan telah membuktikan nilai dari pendekatan inovatif dalam mengatasi
persoalan yang dihadapi institusi penegak hukum.
Untuk menghasilkan kinerja yang optimal Compstat harus memiliki 2 unsur utama yaitu:
a. Tim manajerial yang berfungsi dan bertugas dalam pengerahan sumber daya manusia.
b. Tim Teknologi Informasi yang berfungsi dan bertugas dengan yang ada hubungannya
dengan sistem komputerisasi informasi seperti proses maping, analisis, dan membuat
laporan tepat waktu dan akurat.24
Di Indonesia model ini belum berkembang dengan baik, karena statistik kriminal yang
dikeluarkan kepolisian, umumnya memuat data yang berkualitas rendah. Deviasinya
besar, karena penyusunannya hingga menghasilkan berbagai profil kejahatan dilakukan
secara tidak serius.25
Dengan munculnya ILP banyak yang menganggap bahwa ILP sama dengan CompStat.
Tidak dapat disangkal ada persamaan yang penting yang akan membantu dalam
menerapkan ILP, meskipun ada juga perbedaan yang fundamental secara substantif yang
harus dipahami.
Metodologi dan fokus dari ILP berbeda dan lebih sulit dari CompStat karena perbedaan
dari data dan bahan keterangan (raw data).
Namun intinya secara faktual CompStat dan ILP berbeda karena berbagai variable
fungsional, seperti digambarkan dalam matrik dibawah ini.
Perbandingan CompStat dengan Intelligence Led Policing
23
48
CompStat
Kesamaan
Intelligence- Led Policing
. Wilayah hukum tunggal . Sama-sama bertujuan .
Bermacam
wilayah
(single jurisdiction)
untuk pencegahan.
hukum (multijurisdiction).
, Penggeraknya adalah .Masing-masing
.
Penggeraknya adalah
peristiwa .
memerlukan:
ancaman.
. Kejahatan jalanan dan
- Organisasi
yang . Kejahatan terorganisir
pencurian.
lentur.
dan terorisme.
.
Pemetaan tentang
- Masukan informasi .
Commodity flow;
kejahatan.
yang berlanjut.
trafficking and transiting
. Waktu merupakan faktor
- Merupakan
logistics.
yang sensitif (umpan balik
komponen
analisis . Strategik.
dan langkah tindak dalam
yang penting.
. Memberantas kejahatan
24 jam).
.Bottomup
driven terorganisasi.
. Memberantas jaringan dengan
tetap . Gelar operasi:
kejahatan seperti jaringan memperhatikan kebutuhan
- JTTF/ BNPT
perampok.
operasi.
- Penyelidikan
. Gelar operasi:
kejahatan
- Patroli.
terorganisasi.
- Satuan taktis.
- Satuan Tugas.
- Penyelidik
. Analisis Modus Operandi
. Analisis Modus Operandi
dari pelaku kejahatan.
dari kejahatan terorganisir.
Tujuan dan metodologi yang berkaitan kedua konsep ini dapat saling mengisi.
Dari matriks diatas dapat dilihat bahwa ILP berkepentingan dengan all crimes and all
threat, tidak hanya masalah terorisme, meskipun demikian sifat dari kejahatan yang
menjadi fokus ILP meliputi multijurisdiction dan sering berupa kejahatan yang rumit
dan kompleks seperti kejahatan terorganisasi (criminal enterprises).
Sedangkan kegunaan dari CompStat adalah pengidentifikasian terhadap munculnya
serangkaian kejahatan yang serius dan signifikan dalam satu wilayah hukum, yang
didasarkan kepada laporan kejadian dan analisis yang tepat waktu. Analisis dari data-data
yang didapat dari laporan kejahatan dapat memberikan informasi penting seperti
parameter geografi, dan modus operandi, yang dapat digunakan untuk meramalkan
kejahatan lanjutan dalam waktu dekat, membantu dalam pemecahan masalah, memberi
informasi yang lebih lengkap, seperti perilaku, sasaran, instrumen kejahatan, sehingga
unit-unit operasional dapat mengatasinya dengan tepat.
Jadi ILP lebih memusatkan perhatian kepada ancaman, daripada kejahatan yang sudah
terjadi (meskipun ancaman dapat pula berarti ancaman yang timbul dari kejahatan
berantai, seperti pembunuhan berantai).
Pendidikan masyarakat.
Telah disinggung bahwa pendidikan masyarakat merupakan hal yang sangat penting
untuk efektifnya ILP. Pelajaran dari pemolisian masyarakat dapat dijadikan acuan dalam
pengembangan ILP. Masyarakat terdiri dari bermacam-macam kelompok, demikian juga
dengan latar belakang pendidikannya, sehingga diperlukan pendekatan yang sesuai
dengan latar belakangnya.
49
Sebagai contoh, apa yang ingin dicapai oleh institusi penegak hukum dengan program
pendidikan masyarakat?.
- Apakah untuk mengurangi rasa kecemasan dan ketakutan masyarakat, atau
menghilangkan ketegangan dalam masyarakat?.
- Apakah untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam membantu tugas
kepolisian?.
- Apakah tujuannya hanya untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang
tanda-tanda terorisme dan kejahatan lainnya untuk membantu upaya pencegahan?
Yang penting adalah adanya keterkaitan antara inisiatif pendidikan dengan sasaran
spesifik yang ingin dicapai.
Dalam menyusun program pendidikan masyarakat harus disusun pengelompokan
masyarakat agar dapat disampaikan jenis informasi yang tepat sesuai dengan
pengelompokannya.
Siapa saja kelompok masyarakat yang menjadi sasaran pendidikan masyarakat ?.
Apakah kelompok masyarakat pengusaha, kelompok keagamaan, pegawai negeri diluar
pegawai institusi penegak hukum, mahasiswa, guru, masyarakat umum, atau berdasarkan
kelompok kependudukan?.
Atau lulusan program Akademi Polisi Masyarakat (Citizen Police Academy) seperti yang
dilakukan di Amerika Serikat, yaitu program yang ditujukan untuk membangun
komunikasi antara masyarakat dengan polisi. Sasaran dari Akademi Polisi Masyarakat
bukan untuk menjadikan masyarakat menjadi polisi, namun untuk membangun
masyarakat yang berinformasi.
Lulusan Akademi Polisi Masyarakat dapat menjadi sukarelawan ketika ada krisis atau
untuk meningkatkan kesiagaan.
Setiap kelompok masyarakat mempunyai kebutuhan informasi yang berbeda. Kelompok
masyarakat ini dapat dikelompokan lagi secara lebih spesifik kedalam kelompokkelompok khusus seperti pengusaha atau industriawan bidang telekomunikasi,
pembangkit listrik tenaga nuklir, pabrik pengolahan daging, pusat riset, dan lain-lain.
Institusi penegak hukum harus melakukan analisis ancaman untuk dapat memahami
secara tepat karakteristik ancaman dalam kelompok masyarakat, juga untuk dapat
memahami intelijen yang diperlukan oleh institusi intelijen.
Pendidikan masyarakat juga harus dapat menghasilkan keluaran yang spesifik sesuai
dengan sasaran yang telah ditetapkan.
Pendidikan masyarakat juga harus dapat menyatukan 5 faktor yang berhubungan dengan
fungsi intelijen, yaitu:
a. Mengetahui bagaimana cara mengamati.
b. Mengerti dan memahami apa yang dianggap mencurigakan.
c. Mengerti cara membuat laporan.
d. Mengerti apa yang harus dilaporkan.
e. Mengerti apa yang akan terjadi kemudian.
Untuk memaksimalkan kualitas dan kuantitas laporan yang disampaikan oleh masyarakat,
penegak hukum harus memberikan kerangka pengetahuan yang tepat. Makin luas
jangkauan pendidikan masyarakat, makin meningkat pula umpan balik dari masyarakat.
Matrik dibawah ini adalah contoh muatan dan tindakan yang dapat dilakukan masyarakat
dalam pendidikan masyarakat.
50
51
52
. David L.Carter, Ph.D- Law Enforcement Intelligence: A Guide for State, Local, and Tribal Law
Enforcement Agencies . Hal 133
53
mengurangi kebebasan individu dan hak sipil warga negara dalam upaya pemerintah
untuk melindungi kedaulatan negara dan keselamatan masyarakat luas terhadap ancaman
luar seperti terorisme.
Istilah kebebasan individu (privacy) mengacu kepada kepentingan individu untuk
melindungi dirinya dari perbuatan yang tidak sah terhadap pengumpulan identitas diri,
penggunaan dan penyebaran oleh pihak lain. Termasuk pula tata laku individu,
komunikasi pribadi.
Konsep kebebasan individu sangat luas mencakup perbedaan nilai pribadi (personal
values) dan kepentingannya. 27
Seperti di Amerika Serikat yang mengagungkan kebebasan dan hak pribadi dihadapkan
kepada perlindungan ribuan manusia terhadap serangan teroris.
Meskipun muncul perdebatan seperti itu namun petugas penegak hukum tidak perlu
terlibat dalam perdebatan filosofis tersebut, namun harus lebih memusatkan perhatian
kepada perundang-undangan yang ada untuk menjamin perlindungan hukum bagi setiap
warga negara.
Penegakan hukum merupakan unsur demokrasi yang mendasar dan sangat penting.
Badan Intelijen dapat disebut absah (legitimate) hanya jika dibangun oleh hukum dan
bekerja sesuai hukum serta memperoleh kekuasaan dari pemerintah yang sah.
Oleh sebab itu Badan Intelijen untuk penegakan hukum harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
- Penegakan hukum tidak diperkenankan dengan mengumpulkan informasi dan/atau
data-data pribadi untuk kegiatan intelijen, kecuali bila ada bukti yang cukup disertai
kesimpulan yang rasional dari fakta dan bukti tersebut yang mengarah kepada
kemungkinan yang masuk akal bahwa sasaran intelijen tersebut terlibat dalam kegiatan
kejahatan atau terorisme.
- Semua bahan keterangan yang dikumpulkan tentang perorangan untuk tujuan intelijen
harus dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
- Informasi tentang orang perorang yang dikumpulkan tidak boleh disimpan selamanya,
kecuali bila ada informasi yang dapat dipercaya yang memperkuat bukti keterlibatan
atau kemungkinan keterlibatannya dalam tindak kejahatan atau terorisme.
- Institusi penegak hukum memiliki tanggung jawab untuk melindungi kerahasiaan
informasi yang dikumpulkan tentang seseorang dalam hubungannya dengan operasi
intelijen.
Perlindungan disini termasuk penyebaran informasi hanya diberikan kepada mereka
yang berhak mengetahui atau perlu mengetahui untuk penyelidikan tindak kejahatan.
- Apabila tidak ada bukti tentang keterlibatan atau kemungkinan keterlibatan seseorang
dalam kegiatan kejahatan atau teror, semua catatan informasi dan data intelijen
seseorang harus dihancurkan.
Dengan makin mengemukanya perlindungan hak sipil dan kebebasan individu, maka
harus ada peningkatan yang signifikan dalam kegiatan intelijen penegakan hukum, untuk
menjamin bahwa informasi yang dikumpulkan, digunakan, disimpan, maupun yang
disebarkan telah dilakukan dengan benar.
27
54
Meskipun demikian masih banyak kritik terhadap intelijen bukan hanya kepada
pelanggaran yang terjadi tetapi terhadap hal-hal yang berpotensi terjadinya pelanggaran
hak-hak sipil dan kebebasan individu.
Potensi terhadap terjadinya pelanggaran (potential for abuse) bukan berarti pelanggaran
akan terjadi, tetapi lebih kepada adanya kesempatan untuk melakukan pelanggaran
apabila tidak ada faktor pengendali untuk menghindarkan terjadinya pelanggaran.
Tiga faktor yang paling menonjol adalah:
a. Kebijakan (policy).
Kebijakan membangun batas-batas falsafah organisasi, standar, harapan, dan
pengambilan keputusan dari tugas dan tanggung jawab organisasi.
b. Pelatihan (training).
Pelatihan memberi pengetahuan, kecakapan dan keterampilan, serta kemampuan untuk
melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawab seseorang atau kelompok.
Ini menyangkut metoda pelaksanaan tugas, apa yang harus dilakukan, bagaimana tugas
tersebut harus dilaksanakan, dan apa yang tidak boleh dilakukan. Ini menggambarkan
pelaksanaan dari kebijakan dan secara khusus memberitahukan kepada setiap personal
tentang akibat dan hukuman yang akan diterima apabila tugas tidak dapat dilaksanakan
secara benar.
c. Pengawasan dan tanggung jawab (supervision and accountability).
Pengawasan dan tanggung jawab adalah mekanisme organisasi untuk menjamin bahwa
kebijakan organisasi telah diikuti dengan benar dan dilaksanakan sesuai dengan apa
yang telah disampaikan dalam pelatihan.
Kegiatan dan tingkah laku setiap anggota diawasi oleh atasannya agar setiap anggota
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan prosedur dan petunjuk yang
ditetapkan.
Dengan merumuskan kebijakan yang jelas, pelatihan yang efektif, dan pengawasan yang
bertanggung jawab, potensi pelanggaran dapat dikurangi secara signifikan.
Ada faktor lain yang juga dapat menimbulkan potensi pelanggaran, yaitu:
a. Tipe orang yang mengawaki organisasi.
Apa kebutuhan dan persyaratannya yang ditentukan organisasi?. Karakter atau sifat apa
yang terlihat dari pegawai baru?. Faktor-faktor apa dalam proses seleksi yang akan
membentuk orang-orang yang akan dipekerjakan oleh organisasi?.
Manusia terpilih yang dibentuk menjadi petugas penegak hukum akan dapat
mempengaruhi secara signifikan efektifitas kebijakan, pelatihan, dan pengawasan.
b. Kepemimpinan organisasi.
Kepemimpinan dan juga harapan dari seorang pemimpin organisasi akan nampak dari
tingkah laku pegawai atau anak buah dari organisasi tersebut. Seorang pemimpin yang
menegakkan harapannya secara jelas tentang apa yang harus dicapai oleh bawahannya
serta memberi dukungan untuk pencapaian tersebut dan sebaliknya memberi sanksi
bila harapannya tidak tercapai akan dapat menghindarkan kemungkinan terjadinya
pelanggaran. .
Potensi pelanggaran terdapat pada hampir semua penugasan penegakan hukum, tidak
hanya intelijen.
55
Penegakan hukum modern seperti saat ini harus selalu berpegang kepada fungsi
penegakan hukum yang bertanggung jawab dan sesuai dengan ketentuan dan peraturan
yang berlaku serta dilakukan secara profesional.
Kesamaan karakteristik penting lainnya baik dalam pemolisian masyarakat (community
policing) maupun ILP adalah pengambilan keputusan yang beretika. Dalam pemolisian
masyarakat keperluan untuk pengambilan keputusan yang beretika, salah satunya
didasarkan kepada keperluan untuk membangun kepercayaan timbal balik antara polisi
dan masyarakat. Tanpa ada kepercayaan, masyarakat tidak akan membantu polisi dengan
memberi informasi kritis yang diperlukan untuk pengendalian tindak kejahatan.
Demikian juga adanya keperluan untuk membangun pengambilan keputusan yang
beretika dalam ILP, malah lebih jauh dari itu. Ini disebabkan oleh macam atau jenis
informasi yang dikumpulkan oleh penegak hukum dan bagaimana informasi tersebut
disimpan dalam catatan penegak hukum. Yang menjadi kepentingan masyarakat adalah
bahwa penegak hukum tidak melanggar hak-hak sipil dan kebebasan individu dalam
mengumpulkan informasi tentang teroris dengan melakukan pertanyaan-pertanyaan
terhadap orang.
Oleh sebab itu aura pengambilan keputusan yang beretika serta langkah yang tepat dan
tidak melanggar hak-hak sipil adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi dalam fungsi
intelijen penegakan hukum.
Masalah hak-hak sipil pasti akan menjadi bahan pembahasan bila berbicara tentang law
enforcement intelligence
Dalam proses memberi perlindungan untuk keselamatan masyarakat, tanggung jawab
yang tidak bisa dipisahkan dari institusi penegak hukum adalah perlindungan terhadap
hak sipil, tidak terkecuali kegiatan intelijen.
Sebagai contoh Amerika Serikat memiliki FISA (Foreign Intelligence Surveillance Act)
yang berlaku sejak 1978, yang memberikan kewenangan pengumpulan bahan keterangan
atau informasi yang berkaitan dengan jaminan keamanan Amerika Serikat.
Proses untuk mendapatkan jaminan bertindak berdasarkan FISA berbeda dengan UndangUndang Kriminal biasa baik prosedur maupun pengadilannya.
Prosedur FISA ini mendapatkan kritikan karena dianggap menghambat badan intelijen
dalam melakukan penyelidikan atau pengumpulan informasi, namun banyak juga yang
menyokong. FISA kemudian disempurnakan menjadi Patriot Act.(P.L. 107 50)
USA PATRIOT ACT singkatan dari Uniting and Strengthening America by Providing
Appropriate Tools Required to Intercept and Obstruct Terrorism Act, yaitu Undang
Undang Federal Amerika Serikat yang memberi wewenang kepada pemerintah Amerika
Serikat untuk mengatasi terrorisme.
Kelahiran Patriot Act tidak luput dari tentangan sebagian masyarakat Amerika Serikat
yang menganggap pemberian kekuasaan kepada pemerintah untuk mendapatkan akses
terhadap hak-hak yang bersifat pribadi akan mengancam kebebasan pribadi yang
fundamental yang dilindungi Undang-Undang.
Kekuasaan pemerintah yang dianggap mengancam kebebasan pribadi itu adalah
kekuasaan untuk memeriksa data dan catatan kesehatan pribadi, dokumen dan catatan
pajak pribadi, informasi tentang buku yang dicetak, dibeli atau dipinjam oleh seseorang,
memasuki rumah seseorang dan melakukan penggeledahan tanpa pemberitahuan
sebelumnya. Juga kewenangan untuk melakukan penyadapan telepon, rekaman, dan
komputer oleh pemerintah.
56
Patriot Act ini juga mengijinkan kepada Badan Keamanan Nasional ( National Security
Agency) untuk menyadap telepon warga negara Amerika Serikat sendiri.
Namun pada hari Kamis tanggal 7 Mei 2015 pengadilan banding Manhattan memutuskan
bahwa Undang Undang Patriot (Patriot Act) tidak mengijinkan NSA untuk menyadap dan
mengumpulkan data-data telepon penduduk secara besar-besaran.
Pengadilan menetapkan bahwa Pasal 215 Undang-Undang Patriot memang
memungkinkan FBI untuk melakukan pengumpulan rekaman bisnis namun pasal ini tidak
bisa diinterpretasikan sebagai ijin kepada NSA untuk melakukan penyadapan dan
mengumpulkan rekaman telpon dalam jumlah besar-besaran.
Patriot Act berakhir pada tanggal 1 Juni 2015 dan sekarang ada inisiatif baru untuk
mengganti Patriot Act dengan Freedom Act yang telah diloloskan Senat pada tanggal 2
Juni 2015 dan diharapkan Presiden akan segera menanda tanganinya.
USA Freedom Act yang berarti Uniting and Strengthening America by Fulfilling Rights
and Ending Eavesdropping, Dragnet-Collection and Online Monitoring Act, yang pada
intinya mengadopsi Patriot Act hanya membatasi kewenangan NSA dalam hal
penyadapan.
Di Indonesia Undang- Undang Anti Subversi (UU-No.11 / PNPS/ 1963) dianggap produk
undang-undang yang merampas dan melanggar hak azasi manusia.
Hal serupa terjadi di Malaysia dan Singapura yang memiliki Internal Security Act yang
tujuannya untuk menegakkan public order and public interest atas nama keamanan
negara.
Namun para penggiat hak azasi manusia menuduh pemahaman public order and public
interest, sangat tergantung dari kepentingan pemerintah. Banyak pasal-pasal yang
dianggap melanggar hak azasi manusia, diantaranya yang memberi wewenang kepada
aparat penegak hukum without warrant untuk menangkap orang yang- in manner
prejudicial to security of Malaysia or any part of thereof or to the maintenance of
essential services therein or to the economic life thereof
Mereka yang dicurigai akan ditahan selama 60 hari dan tidak memperoleh akses untuk
bantuan hukum dan tidak boleh kontak keluarga.
Yang juga menjadi isu hangat pada pertengahan tahun 2015 terutama yang dilontarkan
oleh sebagian anggota DPR RI salah satunya adalah kewenangan penyadapan yang
dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sehingga muncul gagasan untuk merevisi
Undang-Undang KPK.
Gagasan ini dilatar belakangi oleh pandangan bahwa kewenangan penyadapan oleh KPK
diamggap melanggar HAM dan dikhawatirkan KPK akan melakukan abush of power.
Gagasan untuk merevisi Undang- Undang KPK ini dipandang berbeda oleh sebagian
pihak yaitu sebagai upaya pelemahan KPK dan nampaknya pemerintahpun berada dalam
posisi menolak seperti yang disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo
yang menolak revisi Undang - Undang KPK.
Namun demikian DPR RI tetap memasukan revisi UU No 30/2002 tentang KPK kedalam
Program Legislasi Nasional Prioritas 2015 kendati Presiden Joko Widodo sudah menolak
ikut membahas revisi tersebut. Meskipun demikian sangat tergantung kepada konsistensi
sikap Presiden Joko Widodo karena tanpa keterlibatan pemerintah revisi sulit dilakukan.
Pertanyaan tentang standar etika dan moral merupakan tantangan dan dilemma bagi
organisasi dan pelaku penegak hukum maupun intelijen.
57
Tantangan yang unik bagi ILP adalah bagaimana dapat menjaga dan melindungi hak sipil
seseorang.
CompStat dan analisis kriminal masing-masing memiliki perangkat undang-undang dan
peraturan yang berbeda.
CompStat berhubungan dengan pengumpulan data tentang tindakan kejahatan dan sifat
yang menandai tindakan kejahatan tersebut. Dalam analisis tersebut orang perorang tidak
diidentifikasi, karena itu hak-hak sipil tidak melekat pada data-data tersebut.
Kalau analisis kriminal fokus pada data-data individual, data-data individual tersebut
muncul dari bukti-bukti yang didapat dalam investigasi kriminal yang dapat menggiring
kepada kemungkinan penahanan.
Dalam sistem hukum Amerika Serikat, undang- undang tentang bukti kejahatan dan
prosedur, diterapkan dalam pengumpulan bukti-bukti lanjutan, dan informasinya
disimpan dalam manajemen sistem pencatatan institusi penegak hukum (the law
enforcement agencys records management system atau RMS), yang mengatur tentang
keluasan untuk menyimpan informasi tentang tersangka kejahatan, saksi, dan korban.
Sebaliknya seperti telah disinggung, ILP berhubungan dengan ancaman dan kondisi yang
memberi ruang kepada ancaman tersebut. Dalam hal ini tidak ada masalah yang dapat
mengakibatkan terlanggarnya hak-hak sipil.
Namun karena dalam proses intelijen ada pengidentifikasian terhadap individu dan
organisasi, karena itu hanya kepada mereka yang dengan cukup alasan dapat diduga kuat
dapat melakukan tindakan kejahatan pada masa mendatang, informasinya dikatagorikan
sebagai informasi intelijen kriminal.
Informasi dengan katagori ini harus disimpan dalam catatan penegak hukum yang disebut
- sistem pencatatan intelijen kriminal (criminal intelligence records system), yang
terpisah dari RMS.
Apabila institusi penegak hukum tidak melakukan prosedur ini maka terbuka
kemungkinan diminta pertanggungan jawab pelanggaran terhadap hak sipil.
Sifat kegiatan, operasi dan isu-isu intelijen, serta alasan yang mendasarinya menimbulkan
perdebatan luas menyangkut masalah moral dan etika intelijen, yaitu:
Pertama, kerahasiaan.
Untuk memperoleh informasi yang kritis umumnya kegiatan dan operasi intelijen
dilakukan secara rahasia. Pertanyaan yang mendasar adalah apakah kerahasiaan memang
diperlukan dalam kegiatan dan operasi intelijen ?.
Kalau memang diperlukan sejauh mana dan seluas apa kerahasiaan itu dibenarkan dan
apa yang menjadi dasar dan dorongan perlunya kerahasiaan itu, dan apa dampak serta
kerugian yang ditimbulkannya.
Pemerintah umumnya menyatakan bahwa pemerintah memerlukan informasi untuk
melindungi kepentingan dan keamanan pemerintah dan masyarakat, namun informasi itu
tidak secara mudah diperoleh karena disembunyikan pihak lain atau pihak lain tersebut
menolak memberikan informasi.
Jadi kerahasiaan tidak hanya berhubungan erat dengan apa yang dikerjakan oleh badan
intelijen dalam kegiatan pengumpulan dan kegiatan rahasia, tetapi juga berhubungan
dengan informasi yang sengaja dilindungi atau dicegah oleh pihak tertentu agar tidak
jatuh ketangan pemerintah.
58
Alasan lain adalah upaya perlindungan informasi yang dilakukan oleh pemerintah yang
tidak menghendaki pihak atau negara lain mengetahui lingkup dan sasaran kepentingan
pemerintah sendiri.
Diluar alasan perlunya kerahasiaan adalah dampak atau akibat yang ditimbulkan oleh
kerahasiaan tersebut terhadap kepentingan masyarakat, bukan kerugian materil dan
finansial tetapi yang penting adalah akses pengawasan oleh masyarakat.
Kedua, alat dan tujuan.
Pertanyaan yang klasik adalah apakah tujuan menghalalkan segala cara sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Jawabannya pasti tidak. Kalau itu jawabannya lalu bagaimana ?.
Para pembuat keputusan akan menghadapi pilihan sulit ketika cara sebagai alat
dipertentangkan dengan tujuan.
Sebagai contoh, penangkapan oleh penegak hukum terhadap orang yang dicurigai sebagai
pengikut sebuah kelompok kejahatan.
Disatu sisi penangkapan tersebut dapat dianggap melanggar kebebasan seseorang yang
dilindungi Undang-Undang, namun disisi lain diperlukan untuk mengungkap jaringan
dan rencana kejahatan, dalam upaya melindungi keselamatan dan keamanan masyarakat.
Ketiga, hakikat dan sifat pelaku kejahatan (Offender).
Apakah cara bertindak pelaku kejahatan akan mempengaruhi cara bertindak sendiri. Di
satu sisi alangkah bodohnya bila mengabaikan taktik dan alat yang digunakan pelaku
kejahatan yang dapat membahayakan keamanan negara maupun keamanan dan
keselamatan masyarakat.
Disisi lain apakah kita tidak kehilangan kesempatan ketika kita tenggelam dalam nilai
moral ketika berhadapan dengan pelaku kejahatan yang jelas-jelas tidak memiliki moral.
Keempat, kepentingan nasional.
Apakah konsep kepentingan nasional sudah memadai sebagai tuntunan etika dan moral
bagi intelijen.
Di satu sisi konsep kepentingan nasional hanya merupakan petunjuk. Kalau kegiatan dan
operasi intelijen dilakukan tidak dengan dukungan pemerintah yang sah, hasilnya akan
sia-sia dan tidak memiliki arti atau merupakan operasi intelijen yang kasar dan
berbahaya.
Disisi yang lain pemerintah yang sah meskipun dengan patuh memegang prinsip-prinsip
dan idealisme demokrasi kadang-kadang dapat mengambil keputusan dan bertindak yang
secara moral dan etika dipertanyakan.
Contoh perang Amerika Serikat di Afganistan dengan dalih melindungi kepentingan
nasional dari ancaman teroris.
Kelima, telah terjadi pergeseran dalam etika dan moral.
Masalah etika dan moral selalu terjadi perubahan sepanjang jaman.
Salah satu contoh yang mulai berkembang di Indonesia adalah penggunaan cadar penutup
muka bagi wanita. Penggunaan cadar tidak dilarang oleh undang-undang di Indonesia
yang juga umum dipakai wanita di negara-negara Islam tertentu.
Untuk keperluan identifikasi terhadap gerak-gerik yang mencurigakan pengenalan muka
sangat penting, karena bisa saja yang bersembunyi dibalik cadar adalah seorang pria.
59
Tetapi menjadi persoalan ketika meminta sasaran tersebut membuka cadar karena tidak
sesuai dengan etika dan moral, padahal disisi lain pengenalan muka penting dalam
kegiatan pengamatan.
Isu-isu yang sering bertabrakan dengan masalah etika dan moral adalah kegiatan yang
berhubungan dengan pengumpulan data dan bahan keterangan serta kegiatan dan operasi
rahasia.
a. Human Intelligence.
Kegiatan pengumpulan bahan keterangan dengan penggunaan tenaga manusia atau
lazim disebut Human Intelligence adalah pemanfaatan manusia sebagai sumber
informasi.
Untuk itu diperlukan tehnik-tehnik dan pemahaman psikologi untuk meningkatkan
tingkat kepercayaan, termasuk simpati, empati, pembujukan, pembohongan dan
penipuan.
Metode yang lebih langsung untuk memperoleh kepercayaan, kedekatan dan
kerjasama dari sasaran adalah melalui tehnik penyuapan, blackmail, sex, dan
pemerasan
Apakah kegiatan seperti ini sah dan memiliki legitimasi baik secara moral, etika,
maupun hukum untuk dilakukan terhadap sasaran baik warga negara sendiri
maupun terhadap warga negara dari negara lain apakah itu musuh atau bukan.
Persoalan lain adalah tanggung jawab pemerintah dalam melakukan perekrutan
sumber-sumber informasi.
Pertama, sejauh mana tanggung jawab pemerintah dalam hal perekrutan sumber
informasi.
Kedua, sejauh mana kewajiban pemerintah dalam hal perekrutan. Apakah pemerintah
ikut menanggung akibat dari kewajibannya.
Ketiga, apakah asset Humint sudah disetujui. Sejauh mana perekrut diberi wewenang
untuk menjamin keamanan asset.
Apakah kewajiban ini juga termasuk keluarga asset?.
Keempat, bagaimana bila asset tersebut ternyata tidak produktif.
Berapa lama pemerintah berkewajiban untuk melindungi asset ketika diputuskan
tidak akan digunakan lagi.
Kelima, apakah pemerintah masih mempunyai kewajiban terhadap asset, apabila asset
tidak produktif karena ternyata asset tidak memiliki kemampuan seperti yang
diakuinya.
Isu lain yang sangat spesifik dan sangat tergantung kepada Humint untuk
mendapatkan intelijen yang baik adalah masalah terorisme dan kejahatan narkotika.
Untuk menjaga hubungan dan kontak, intelijen sangat sering menggunakan uang
untuk menyuap anggota teroris atau anggota organisasi jaringan narkotika
internasional.
Ada yang berpendapat bahwa cara seperti ini tidak etis dan melanggar nilai-nilai
moral.
Sebaliknya para pelaku intelijen dan para pembuat keputusan dihadapkan kepada
pilihan yang sulit antara membuka akses kepada informasi yang sulit dan tidak
60
mungkin didapat melalui cara-cara yang lain, dengan cara membayar teroris maupun
pengedar narkotika meskipun cara inipun tidak disukai namun memberi akses yang
baik terhadap informasi yang diperlukan.
b. Kegiatan pengumpulan bahan keterangan dengan pola lainnya.
Selain melakukan perekrutan terhadap asset manusia sebagai sumber informasi,
intelijen menggunakan juga tehnik-tehnik tertentu untuk mengumpulkan bahan
keterangan seperti pencurian dokumen atau material, juga penyadapan yang dapat
dikatagorikan pelanggaran hukum.
Apa yang menjadi legitimasi intelijen melakukan kegiatan seperti itu yang melanggar
hak dan kebebasan seseorang?.
Dasar hukum untuk melakukan kegiatan seperti ini sangat beragam dan berbeda dari
satu negara kenegara yang lain.
Di Indonesia kewenangan Badan Intelijen Negara untuk melakukan penyadapan,
pemeriksaan aliran dana, dan penggalian informasi terhadap sasaran dijamin oleh
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Intelijen Negara, khususnya pasal 31,
terutama yang terkait dengan:
1). Kegiatan yang mengancam kepentingan dan keamanan nasional meliputi
ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, dan
sektor kehidupan masyarakat lainnya, termasuk pangan, energi, sumber daya
alam, dan lingkungan hidup; dan/atau
2). Kegiatan terorisme, separatisme, spionase, dan sabotase yang mengancam
keselamatan, keamanan, dan kedaulatan nasional, termasuk yang sedang
menjalani proses hukum.
Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan penyadapan sempat
menimbulkan kontroversi dan dianggap melanggar kebebasan seseorang dan
pelanggaran hukum karena tidak didukung oleh dasar hukum yang kuat.
Sebagian beranggapan bahwa Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi dapat
dipakai sebagai dasar hukum, namun hal ini dibantah oleh pihak lain yang
menganggap Peraturan Menteri dalam hirarhi per undang-undangan di Indonesia
tidak bisa dijadikan dasar hukum KPK dalam melakukan penyadapan.
Di Amerika Serikat setiap aparat intelijen dan penegak hukum harus mendapat
perintah pengadilan (Court Order) untuk melakukan penyadapan dan tehnik-tehnik
lainnya. Perintah pengadilan juga diperlukan untuk melakukan kegiatan pengumpulan
bahan keterangan dan data-data tentang mata-mata yang dicurigai.
c. Kegiatan rahasia.
Kegiatan rahasia meliputi kegiatan baik yang bersifat politik atau bukan tergantung
dari kepentingannya baik terhadap sasaran perorangan, organisasi maupun negara.
Isu dasar etika adalah tentang legitimasi kegiatan dan operasi ini, karena kegiatan
rahasia dapat menimbulkan konflik dengan cita-cita kemanusiaan dan keyakinan
pribadi seseorang.
Kegiatan rahasia meliputi kegiatan yang bersifat politik, ekonomi, dan pertahanan
keamanan.
61
62
Ketiga, setiap personal yang disumpah, seperti disebutkan diatas harus memperhatikan
dengan sungguh-sungguh hal-hal yang berkaitan dengan pelanggaran hukum seperti
dalam kegiatan pengumpulan informasi.
Kebijakan ini menunjukkan kepada semua personal penegak hukum dan juga
masyarakat bahwa pelanggaran terhadap hak sipil dan hak individu adalah hal yang
tidak bisa ditolerir.
c. Pengawasan..
Kebijakan dan pelatihan yang baik, bila dipersamakan hanyalah merupakan sebagian
dari unsur sebuah persamaan.
Artinya organisasi harus dapat menjamin bahwa kebijakan, pelatihan dan prosedur
harus dapat memenuhi dan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
organisasi.
Apabila personal organisasi tidak mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan atau salah
menerjemahkan, berarti ada kelemahan tanggung jawab yang sistemik dan menyeluruh
terutama bila dihubungkan dengan disiplin.
Adalah tugas para atasan sebagai pengawas termasuk pengawas lapangan untuk
menjaga dengan baik agar komitmen organisasi dan pemolisian yang sesuai dengan
hukum dipatuhi dengan baik oleh semua personal organisasi dan bekerja secara
profesional terutama bila berhubungan dengan kegiatan pengumpulan informasi.
Dalam sistem hukum di Amerika Serikat bila dalam kurun waktu tertentu diketahui ada
praktek dan pola pelanggaran terhadap hak-hak sipil, maka polisi dapat diadukan ke
pengadilan.
d. Pendidikan masyarakat.
Unsur yang kritis untuk keberhasilan intelijen untuk penegakan hukum adalah
pemahaman masyarakat tentang fungsi dan kegiatan intelijen penegakan hukum. Ada
dua alasan utama, yaitu:
Pertama, pendidikan masyarakat tentang fungsi dan kegiatan intelijen akan
mengurangi asumsi masyarakat yang keliru tentang intelijen.
Masyarakat sering mengasumsikan bahwa kegiatan intelijen penegakan hukum juga
melakukan kegiatan klandestin seperti dilakukan intelijen negara atau militer dalam
kegiatan pengumpulan informasi..
Kedua, pendidikan masyarakat juga digunakan sebagai media komunikasi dalam
memberi pengetahuan kepada masyarakat tentang simbol-simbol dan tanda-tanda
terorisme, juga menyiapkan masyarakat tentang apa yang perlu dilihat dan bagaimana
melaporkannya.
Pendidikan masyarakat ini diharapkan akan dapat membantu penegak hukum dalam
proses pengumpulan informasi.
Model ini akan menimbulkan rasa ikut berpartisipasi pada masyarakat dalam menjaga
keamanan masyarakat sendiri dan membantu mengurangi rasa tidak percaya
masyarakat kepada penegak hukum dalam memerangi kejahatan dan terorisme.
e. Proses yang transparan.
63
Fungsi intelijen, seperti juga semua aspek dari institusi penegak hukum haruslah
dilakukan melalui proses yang masuk akal dan dapat dimengerti serta transparan.
Sementara informasi tertentu yang digunakan dalam fungsi intelijen harus
dirahasiakan, tetapi proses penggunaan informasi tersebut tetap harus terbuka.
Kritik yang selama ini muncul terhadap intelijen penegakan hukum adalah proses
intelijen selalu dirahasiakan sehingga muncul anggapan bahwa intelijen penegak
hukum memata-matai warganya sendiri.
Anggapan seperti ini dapat dinetralisir apabila institusi penegak hukum dapat
menunjukkan dengan terbuka dan transparan bagaimana proses intelijen dilakukan,
termasuk kerjasama yang erat dengan institusi lain.
Tanpa memberitahukan kepada masyarakat tentang substansi catatan atau file intelijen,
upaya institusi penegak hukum untuk mendidik masyarakat tentang langkah-langkah
prosedural yang dilakukan dalam kegiatan pengumpulan bahan keterangan atau
informasi serta kebijakan penyimpanan data, upaya institusi penegak hukum untuk
menanamkan kesadaran tentang pemolisian akan sangat sulit dicapai.
f.. Audit yang bertanggung jawab.
Merupakan keharusan untuk melakukan audit internal secara berkala tentang proses
intelijen dalam institusi penegak hukum.
Ada dua langkah proses yang harus dilakukan.
Langkah pertama adalah pengawas atau kepala unit organisasi yang diaudit harus
melakukan review dan mendokumentasikan proses intelijen menindak lanjuti laporan
pemeriksaan.
Setelah itu langkah selanjutnya harus dilakukan pemeriksaan oleh auditor luar
(external auditor) yang akan mengajukan pertanyaan-pertanyaan baik kepada auditor
internal maupun kepada pimpinan institusi.
Penting pula dipahami secara positif bahwa audit adalah proses kegiatan yang
dirancang untuk mengidentifikasi kelemahan dan kekurangan yang harus diperbaiki
sehingga institusi dapat berjalan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang sesuai
dengan undang - undang yang diamanatkan.
g. Selalu bertindak dengan benar.
Semua kegiatan dan tindakan institusi penegak hukum dan seluruh personalnya harus
menunjukkan bahwa semua keputusan dari proses intelijen telah mencerminkan niat
yang sesuai dengan standar hukum yang berlaku.
Tindakan yang benar dapat ditunjukkan dengan berbagai cara termasuk
mengimplementasikan kebijakan dan prosedur, pelatihan personal, dan menjamin
bahwa pengawasan telah dilakukan dengan benar dan baik.
Banyak ruang kebebasan dalam proses intelijen sehingga sering terbuka ruang untuk
mengabaikan petunjuk hukum.
Apabila kerangka kerja telah tersusun untuk membantu personal dalam membuat
keputusan yang baik yang melindungi hak-hak individu dan sekaligus juga menjaga
ketertiban dan keselamatan masyarakat, sehingga kemungkinan terjadi pengabaian
hukum dapat dikurangi melalui tindakan yang benar.
64
BAB IV.
65
PERTANYAAN
PENANGGUNG
JAWAB
66
Prioritas
Strategis
(Strategic
Priority)
Kebutuhan
Intelijen
(Intelligence
Requirement)
Rencana
Pengumpulan
(Collection
Plan ).
Analisis
(Analysis)
Produk intelijen
(Intelligence
Product)
Operasi
yang
perlu dilakukan
(Operasional
Responses)
Proses
pengkajian
ulang ( Process
Review)
67
68
69
.
.
-
Homeland Security.
. Infrastruktur kritis.
. Instalasi tenaga listrik.
. Instalasi air minum.
. Instalasi militer.
. Sumber daya penting.
. Pabrik mobil.
. Gudang dan pusat penyimpanan logistik.
Kekerasan dengan menggunakan senjata api.
. Perampokan.
. Pembunuhan.
. Penyerangan.
Geng.
. Semua jenis kejahatan geng.
Kegiatan kejahatan terorganisasi.
. Rentenir.
. Pemalsuan kredit card.
70
Hal penting yang harus dicatat adalah, kebutuhan (requirement) mendefinisikan tentang
jenis informasi yang harus dikumpulkan yang berhubungan dengan prioritas strategis.
Pengumpulan informasi untuk menjawab kebutuhan intelijen harus dilakukan dengan
pengerahan sumber daya yang proaktif.
Pengumpulan informasi ini dilakukan termasuk dari sumber informasi terbuka, sistem
informasi penegakan hukum dan intelijen, kegiatan tertutup, informan, petugas patroli,
kemitraan dengan swasta, kemitraan dengan masyarakat, termasuk pengamatan dengan
menggunakan teknologi.
Semua itu diartikulasikan dalam rencana pengumpulan (collection plan).
c. Rencana pengumpulan.
Rencana pengumpulan adalah prosedur sistematik untuk mengumpulkan informasi yang
relevan dari sumber-sumber yang legal, untuk menjawab kebutuhan intelijen dalam
menghasilkan produk intelijen. Biasanya dalam rencana pengumpulan informasi
ditetapkan kerangka waktunya, meskipun untuk kebutuhan intelijen yang bersifat tetap,
kerangka waktunya berkelanjutan.
Rencana pengumpulan berhubungan dengan prioritas strategis melalui kebutuhan
intelijen dengan mengumpulkan informasi yang ditargetkan tentang ancaman baik yang
bersifat taktis maupun yang bersifat strategis.
Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam rencana pengumpulan adalah:
- Apakah kebutuhan intelijen telah dirumuskan dengan jelas dalam menetapkan
lokasi dan identitas khusus dari informasi yang dibutuhkan?.
- Apakah sumber-sumber terbuka telah digunakan sebagai pilihan pertama?.
- Adakah dari informasi yang harus dikumpulkan, yang telah tersedia baik dari
masyarakat atau Laporan Aktifitas yang mencurigakan (Suspicious Activity
Report)?.
- Apakah mitra yang ada dapat membantu menjawab kebutuhan intelijen yang telah
ditetapkan?. (Sebagai contoh mitra dari sektor swasta, kemitraan dengan
masyarakat, dan sebagainya).
- Apabila tidak memungkinkan mendapat informasi dari sumber-sumber terbuka
atau dari informasi yang telah dikumpulkan, metode apa yang harus digunakan
untuk mengumpulkan informasi?.
- Sumber apa yang akan digunakan untuk pengumpulan informasi?.
- Adakah metode teknologi khusus, kalau ada apakah diperlukan untuk pengumpulan
informasi?.
- Apakah ada hambatan administratif maupun hukum dalam pengumpulan
informasi?.
- Apakah diperlukan notifikasi atau ijin untuk mengumpulkan jenis informasi yang
spesifik?.
- Apakah validitas sumber dan tingkat kepercayaan terhadap informasi dapat dinilai
dengan akurat?. Apabila tidak maka sumber-sumber lain harus dicari.
Informasi yang telah dikumpulkan dan telah menjawab kebutuhan intelijen serta kaidahkaidah informasi lainnya, dianalisis,dan hasilnya berupa produk intelijen digunakan
untuk memonitor prioritas strategis, dan menetapkan langkah-langkah operasional apa
yang harus dilakukan sebagai respon terhadap ancaman dari setiap prioritas strategis.
71
Salah satu isu yang sangat penting dalam pengumpulan informasi adalah pengkajian
tentang metode yang digunakan dalam pengumpulan informasi.
Ketika institusi penegak hukum melakukan pengumpulan informasi, harus melalui suatu
proses yang tidak melanggar hukum.
Metode pengumpulan informasi yang tidak melanggar hukum ini penting disebabkan
oleh 3 (tiga) alasan :
Pertama, adalah jaminan konstitusional bahwa semua petugas penegak hukum telah
disumpah untuk tidak melanggar hukum dalam menjalankan tugasnya dan fungsinya.
Kedua, dalam pengadilan kriminal bukti penting bisa diabaikan bila diperoleh dengan
cara melanggar hukum.
Ketiga, bila kemudian diketahui bahwa pengumpulan informasi dilakukan dengan pola
yang melanggar hukum institusi penegak hukum akan menghadapi tuduhan telah
melakukan pelanggaran hak-hak sipil.
d. Analisis.
Data-data dan informasi yang masih mentah yang dikumpulkan sesuai dengan rencana
pengumpulan memiliki nilai yang rendah, kecuali telah mengalami proses analisis.
Berpedoman kepada pendekatan ilmiah dalam proses pemecahan masalah, alasan yang
logik, dan interpretasi data yang objektif, proses analisis menghasilkan arti yang utuh
terintegrasi dari berbagai informasi yang terpisah-pisah.
Analisis membangun keterkaitan antara data-data yang berbeda, sebab dan akibat, serta
korelasi dari kegiatan dan tata laku.
Pengetahuan baru yang didapat dari analisis dapat memberikan pemahaman terhadap
datang atau munculnya ancaman, serta metode intervensi yang potensil.
Sudah tentu sasaran dari analisis yang efektif adalah untuk menjamin bahwa kesimpulan
yang dirumuskan dari proses tersebut dapat digunakan (actionable), dalam arti bila hasil
analisis tersebut diberikan kepada unit-unit operasional institusi penegak hukum, telah
tersedia detail yang cukup bagi unit-unit operasional untuk mengembangkan sebuah
rencana bertindak untuk mencegah atau mengatasi ancaman.
Informasi yang dapat digunakan ini disajikan dalam format tertulis disebut dengan
produk intelijen.
e. Produk Intelijen.
Produk intelijen adalah sebuah laporan dan mekanisme penyebaran yang berisi dan
menyampaikan hasil proses analisis. Idealnya setiap unit intelijen atau unit intelijen
gabungan harus dapat menghasilkan produk intelijen yang dapat memenuhi kebutuhan
khusus yang diperlukan oleh pengguna yang berbeda-beda.
Laporan harus memiliki format dan tampilan yang tetap (sebagai brand) yang akan
membantu pengguna memilih produk yang tepat yang sesuai dengan tanggung jawabnya.
Sebagai contoh, ketika sebuah ancaman teridentifikasi dan dilaporkan, para pemimpin
membutuhkan informasi yang berbeda dengan petugas dilapangan.
Kewaspadaan yang sesuai dengan situasi yang berkembang (situational awareness),
analisis strategik, dan indikator taktis merupakan produk intelijen yang mempunyai fokus
yang berbeda terhadap ancaman yang sama.
72
Setiap unit intelijen dan kantor unit gabungan akan menentukan jenis produk intelijen
yang akan diproduksi. Penting untuk diperhatikan bahwa produk intelijen merupakan
metode yang utama dimana fungsi intelijen akan berinteraksi dengan pengguna intelijen.
Manfaat dan kegunaan dari unit intelijen akan dinilai dari produk intelijen yang
disebarkannya. Produk intelijen harus memenuhi kriteria, cukup dari sisi kualitas,
substansi, dan tingkat kegunaannya, sehingga unit-unit operasional akan dapat
mengembangkan taktik dan strategi untuk mencegah terjadinya atau berwujudnya
ancaman.
Dengan menjaga terpenuhinya karakteristik tersebut pada setiap produk intelijen, maka
akan dapat memaksimalkan penggunaan produk intelijen, yang pada gilirannya akan
terpeliharanya keamanan, ketertiban dan keselamatan masyarakat.
f. Operasi penanggulangan.
Mengidentifikasi ancaman lewat Proses Intelijen merupakan resep yang penting untuk
keselamatan masyarakat. Intelijen bagaimanapun hanya merupakan salah satu dari
masalah keamanan. Unsur kritis berikutnya adalah komandan unit-unit operasional yang
mengembangkan rencana tindakan yang dapat menghentikan atau menggagalkan
ancaman.
Sebagian operasi penanggulangan mungkin sangat sederhana, seperti memberikan
indikator-indikator tentang ancaman, sehingga para petugas dapat meningkatkan
kewaspadaan selama melakukan tugas dan tanggung jawab sehari-hari.
Tindakan penanggulangan lain mungkin lebih rumit seperti melakukan taktik penekanan
Seperti melakukan patroli yang intensif dan ekstensif, intervensi proaktif seperti
pemeriksaan kendaraan serta melakukan wawancara lapangan terhadap orang dan
kelompoknya yang diduga merupakan bagian dari ancaman, perkuatan sasaran, pelatihan
bagi masyarakat, membentuk satuan tugas, melakukan investigasi yang progresif untuk
mengidentifikasi dan menangkap para pelanggar.
Penting untuk dicatat bahwa unit operasional harus menyandarkan kepada fungsi intelijen
sebagai acuan ketika mengembangkan intervensi strategis.
Analis yang memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap ancaman dapat
memberikan umpan balik yang bernilai untuk perencanaan operasi.
Hal yang tidak dapat dihindari dalam melaksanakan operasi penanggulangan adalah
pembiayaan. Dalam kontek ini masalah alokasi sumber daya adalah tanggung jawab
pimpinan operasi ketika mengembangkan metode operasi, fungsi intelijen dapat
membantu dengan mengembangkan prioritas dan fokus strategis, sehingga dapat
dilakukan efisiensi penggunaan sumber daya.
73
74
Komitmen
terhadap
konsep
(termasuk
sumber
daya)
Kemitraan
(Masyarakat
dan sektor
swasta)
Proses
Rencana
pertukaran Operasi
informasi
(intra dan
ekstern)
Kemampuan Alterrnatif
Analisis
operasi
penanggulangan
yang
bersifat
taktis
dan
strategis.
Komitmen.
Memberdayakan ILP harus dimulai oleh pimpinan institusi dahulu, melalui pemahaman
konsep ILP, karena bila pimpinan institusi penegak hukum tidak memahami dan tidak
komit terhadap konsep, tidak mungkin ILP berfungsi dengan baik.
Selain itu komitmen ini harus diartikulasikan dalam bentuk kebijakan.
Komitmen pimpinan ini harus diwujudkan dalam pengalokasian sumber daya baik
personel maupun finansial untuk membangun dan mengimplementasian konsep ILP.
Apabila anggota dari institusi tidak meyakini komitmen pimpinannya terhadap program
baru ini, maka segala upaya untuk mengimplementasikan ILP tidak akan berjalan efektif.
Kemitraan.
Untuk mewujudkan ILP yang efektif perlu membangun kemitraan yang luas. Kemitraan
ini perlu dibangun baik dengan institusi pemerintah yang lain diluar institusi penegak
hukum maupun dengan sektor swasta, serta juga dengan masyarakat.
Masing-masing dapat memberikan kontribusi penting dalam memberikan informasi yang
penting untuk proses intelijen.
Yang penting untuk kemitraan dengan sektor publik adalah mereka memahami apa yang
harus di kenali dan bagaimana melaporkannya kepada penegak hukum. Makin tinggi
tingkat kemungkinan partisipasi masyarakat dalam melaporkan informasi kepada
penegak hukum, maka makin tinggi pula kemungkinan untuk menggagalkan tindakan
terorisme dan kejahatan terorganisasi.
Kemitraan seperti ini telah dikembangkan di Kepolisian Inggris khususnya di London,
Turki dan Israel agar masyarakat dapat melaporkan informasi yang spesifik berupa
Kebutuhan Intelijen atau Intelligence Requirement kepada polisi untuk membantu
pencegahan terorisme.
Regional Community Policing Institute - Amerika Serikat mengembangkan pilot project
program ini melalui Wichita State University yang memberi pelatihan Public
awareness dan dihadiri sekitar 600 peserta.
Ada beberapa faktor kunci agar kemitraan ini dapat berjalan efektif.
- Institusi penegak hukum harus membangun kemitraan yang dapat dipercaya oleh
masyarakat dan saling percaya ini akan tumbuh melalui dialog, tidak cukup hanya
dengan meet and greet
75
Sekali saling percaya ini terbangun, komunikasi dua arah yang efektif perlu dibangun
melalui orang perorang, bisa melalui sarana e-mail, telepon, atau mungkin ada orang
yang lebih suka bertatap muka dengan mitra petugas yang dipercayainya.
Kepada masyarakat perlu diperkenalkan tanda-tanda, simbol ataupun kode-kode yang
biasa dipakai oleh kelompok teroris ataupun kejahatan terorganisir, demikian juga
tingkah laku yang aneh yang mengarah kepada kegiatan terorisme atau kejahatan
terorganisir, dalam upaya meningkatkan kewaspadaan masyarakat.
Dalam pelatihan harus pula diberitahukan tentang jenis informasi yang harus
didokumentasikan yang dilaporkan kepada penegak hukum.
Sedangkan tentang tingkah laku, bukti, kendaraan, atau diskripsi tentang orang bukan
kebiasaan dari masyarakat tetapi tugas dari kepolisian.
Jadi harus dijelaskan kepada mitra tentang apa yang perlu dilaporkan disertai waktu,
tanggal, dan tempat
Institusi penegak hukum harus membangun sistem dan proses perlindungan bagi
keamanan mitra baik perorangan maupun kelompok
Kemitraan masyarakat.
Seperti juga masalah kriminalitas yang lain serta problem kemasyarakatan, pengerahan
dukungan masyarakat merupakan hal yang penting.
Dalam dunia intelijen ada dua faktor penting yang membuat masalah dukungan menjadi
lebih menantang.
Pertama, institusi penegak hukum sangat berkepentingan terhadap ancaman.
Kedua, banyak anggota masyarakat tidak menginginkan peran intelijen dalam penegakan
hukum.
Dalam hal ancaman tidak cukup hanya dengan mengingatkan masyarakat agar waspada
terhadap hal yang mencurigakan, tetapi Petunjuk dan pengarahan diperlukan.
Sebagai contoh khususnya di Amerika Serikat, masyarakat dihimbau untuk melaporkan
bila ada orang bertampang Timur Tengah yang memotret atau mengawasi obyek vital
Dalam hal ini masyarakat sering bersikap stereotip baik disengaja atau tidak. Untuk ini
perlu ada petunjuk khusus yang lebih jelas tentang tingkah laku yang bagaimana yang
dianggap mencurigakan sehingga informasi yang disampaikan masyarakat memiliki nilai
intelijen dan berguna bagi institusi penegakan hukum.
Petunjuk yang jelas ini akan mengurangi sikap stereotip yang menyamakan semua orang
yang bertampang Timur Tengah sebagai sosok yang berbahaya.
Untuk mengajak masyarakat berperan dalam bidang intelijen bukan hal yang mudah,
karena banyak anggota masyarakat merasa seolah-olah dijadikan informan termasuk
memata-matai tetangganya meskipun merekapun menghargai peran intelijen. Mereka
merasa melanggar hak-hak sipil dan hak individu.
Untuk itu diperlukan pelatihan masyarakat agar tumbuh pemahaman yang benar tentang
peran intelijen dalam penegakan hukum.
Pelatihan ini harus memberikan wawasan kepada masyarakat tentang apa yang harus
dilihat, informasi apa yang perlu didokumentasikan dan diperlukan oleh penegak hukum,
dan bagaimana melaporkan informasi kepada petugas atau institusi penegak hukum.
Selain itu hal yang sangat penting adalah bagaimana menjalin jalur komunikasi dan
membangun sikap saling percaya antara institusi penegak hukum dengan masyarakat.
76
77
yang juga penting adalah kehendak dan niat dari masyarakat serta pemimpin organisasi
swasta untuk menjadi mitra dalam pertukaran informasi.
a. Kemitraan penuh melalui penugasan personal.
Kemitraan penuh adalah ketika seorang personal dari sektor swasta ditempatkan
secara full-time kedalam organisasi intelijen. Personal tersebut biasanya akan
mewakili sektor bisnis atau asosiasi bisnis, tidak hanya mewakili perusahaan
darimana dia berasal.
Sebagai contoh Boeing Corporation telah menempatkan seorang analis intelijen yang
telah mendapat Security Clearance dari Departemen Pertahanan, di Pusat Analisis
Bersama di Washington atau Washington Joint Analysis Center (WAJAC). Analis ini
tidak hanya mewakili Boeing tetapi mewakili seluruh industri pesawat terbang
termasuk supplier.
Ketentuan ini untuk menghindari tuduhan menganak emaskan salah satu perusahaan
selain untuk tujuan efisiensi dan efektifitas dengan menempatkan satu orang yang
mewakili bisnis sejenis, dari pada menempatkan banyak orang untuk perusahaan yang
sejenis.
Masalahnya adalah mendapatkan jaminan bahwa perwakilan di sektor tersebut telah
memiliki persetujuan dari perusahaan lainnya untuk melakukan pertukaran informasi
yang diperlukan.
Untuk penugasan kemitraan penuh minimal harus dilakukan beberapa ketentuan yaitu
pengusutan latar belakang dari personal yang ditugaskan, memorandum
kesepakatan dengan masyarakat maupun sektor swasta yang memerinci tentang tugas,
tanggung jawab, dan proses dari kedua entitas tersebut yang berhubungan dengan
penugasan personal, serta kesepakatan khusus (nondisclosure agreement) yang
ditanda tangani.
Intelijen penegakan hukum perlu melakukan penilaian tentang sektor kritik di
wilayahnya masing-masing untuk menetapkan sektor mana yang harus diwakili
b. Kemitraan penuh melalui pertukaran informasi.
Melalui pengaturan waktu penuh terjadi pertukaran informasi dua arah antara
penegak hukum dengan mitra sektor swasta secara berlanjut seperti yang terjadi antar
sesama penegak hukum. Perbedaan bentuk ini dengan bentuk kemitraan penuh adalah
dalam bentuk ini personal yang ditugaskan mewakili sektor swasta atau masyarakat
tidak ditempatkan di unit intelijen, tetapi tetap bekerja sebagai pegawai ditempatnya
bekerja. Ini terutama bermanfaat bila kebutuhan intelijen yang tetap berkaitan dengan
sector swasta.
Model yang biasa digunakan adalah program penghubung intelijen atau Intelligence
Liaison Officer (ILO).
Konsep ILO akan membangun hubungan formal dengan sektor swasta yang
menugaskan seseorang sebagai contact point dalam pertukaran informasi dua arah.
ILO dibentuk untuk tujuan keamanan, mendapat pelatihan bersama petugas intelijen
dari institusi penegakan hukum tentang intelijen, kontra terorisme, dan intelijen
tentang keamanan dalam negeri, juga diberikan wilayah tanggung jawab untuk
pertukaran informasi, serta diberikan akses untuk mengamankan system e-mail untuk
pertukaran intelijen. Meskipun ILO tetap berada di kantornya namun harus secara
78
berkala bertemu dengan kelompok intelijen untuk mendiskusikan isu-isu dalam upaya
memaksimalkan efektifitas pertukaran informasi, juga untuk memelihara hubungan
timbal balik yang sangat penting dalam program ILO.
Karena ILO tetap berada ditempatnya masing-masing maka pengamanan informasi
menjadi sangat penting. Program ILO ini biasanya ditempuh bila sektor swasta tidak
mempunyai cukup personal untuk diperbantukan kepada institusi penegak hukum.
c. Kemitraan yang bersifat Ad Hoc atau sementara.
Kemitraan bentuk ini dibentuk sesuai keperluan (as-needed basis). Ini terutama
dibentuk bila tidak ada kebutuhan intelijen yang bersifat tetap yang diperlukan dari
industri sektor swasta.
Ketika ditengarai ada ancaman yang berhubungan dengan sektor swasta atau
organisasi tertentu, kemitraan dibangun dan ditetapkan mekanismenya agar
pertukaran informasi dapat dilakukan dengan cepat.
Dalam kasus yang ekstrem, perwakilan sektor swasta diperbantukan untuk sementara
di institusi penegakan hukum.
Prosedur yang berlaku dalam program ILO harus tetap diberlakukan dalam bentuk
kemitraan ad hoc
Kemitraan penegak hukum dengan sektor swasta dalam prakteknya menghadapi beberapa
kendala.
a. Hambatan dalam pertukaran informasi menyangkut ketidak jelasan tentang jenis
informasi apa yang bisa dipertukarkan dengan sektor swasta karena kepentingan
perlindungan hak-sipil dan pribadi.
Demikian juga tentang informasi dengan katagori hanya untuk penegak hukum. Selain
itu penetapan metode yang dapat diterima untuk pertukaran informasi yang sensitif dan
intelijen
b. Lemahnya tingkat kepercayaan antara sektor swasta dengan penegak hukum.
Sering kedua belah pihak melihat bahwa masing-masing memiliki tujuan yang berbeda
dan wilayah yang berbeda. Wilayah penegak hukum adalah masyarakat yang
dilayaninya, sedangkan sektor swasta selain masyarakat, juga para investor yang
berada diluar komunitas lokal.
Sering juga timbul hal ketidak percaya dari masing-masing pihak yaitu bila satu pihak
berlaku koperatif apakah pihak lain juga akan bersikap sama.
c. Misinformasi dan kesalah pahaman.
Masalah ini timbul sebagai akibat tidak terbangunnya saling percaya antara kedua
belah pihak. Sering sekali terjadi masing-masing pihak tidak saling memahami dengan
benar apa yang dilakukan atau dapat dilakukan oleh pihak lain. Dan ini sering dilihat
oleh kedua belah pihak sebagai hal yang tidak dapat diperbaiki.
Ada semacam penuntun yang direkomendasikan untuk menghilangkan kendala itu yaitu:
6. Komunikasi (Communication) Sasaran atau tujuan, perencanaan, jenis informasi
yang dipertukarkan, dan kepentingan masing-masing harus ditegaskan secara jelas
dan dibicarakan oleh kedua belah pihak agar tidak menimbulkan kesalah pahaman.
79
80
Sebagai contoh adalah keseragaman bagi semua institusi penegak hukum untuk standar
peri laku personal penegak hukum dan petunjuk keselamatan bagi petugas.
Unsur-unsur dari rencana operasi ini sebenarnya tipikal ditujukan untuk investigasi
kriminal serta operasi penangkapan.
Jadi rencana operasi ILP harus berkaitan dengan komponen operasional untuk memenej
ancaman. Sasaran dan tujuan dari ILP harus secara jelas diartikulasikan.
Operasi intelijen dan investigasi harus dirumuskan secara jelas dan dipisahkan karena ada
perbedaan, seperti hubungan ILP dengan misi institusi penegak hukum untuk operasi
penangkapan.
Rencana operasi ILP harus dikembangkan sebagai petunjuk kegiatan intelijen.
Rencana operasi merupakan road map untuk melaksanakan ILP sebagai strategi
institusi.
Kemampuan analisis.
Tanpa analisis pasti tidak ada intelijen, namun kebanyakan institusi penegak hukum di
Amerika Serikat tidak memiliki analis hanya karena alasan tidak tersedianya anggaran
untuk itu. Selain itu ada hambatan politik bila institusi penegak hukum ingin
mendapatkan atau menyewa seorang analis. Sebagai contoh bagi institusi penegak hukum
tingkat kota kecil di Amerika Serikat tidak mudah untuk meyakinkan masyarakat bahkan
anggota Dewan Kota, bahwa membayar analis sangat diperlukan ketika tindak kejahatan
menunjukkan kecenderungan meningkat, sehingga anggaran perlu dialokasikan.
Selain itu ada kesulitan untuk menambah pegawai sebagai analis yang tidak disumpah di
institusi kepolisian.
Oleh sebab itu banyak institusi dengan ukuran organisasi yang kecil yang harus mencari
cara dalam upaya meningkatkan kemampuan analisisnya, seperti saling meminjamkan
analis antar institusi, penggunaan analis sukarela.
Cara ini memang tidak tepat dan kurang efektif, tetapi pilihan kreatif seperti ini
merupakan satu-satunya cara yang dapat dikembangkan.
Alternatif operasi penanggulangan yang bersifat taktis dan strategis.
Mengembangkan alternatif operasi penanggulangan terhadap ancaman kejahatan atau
kriminalitas menggambarkan cara berpikir yang berbeda tentang kejahatan.
Sebagai contoh dahulu Divisi Kontra Terorisme FBI dalam mengatasi kasus kejahatan
terror dengan melakukan penangkapan dan penahanan sesegera mungkin ketika
kemungkinan penyebabnya telah dikembangkan..
Sekarang ketika pendekatan intelijen digunakan sebagai acuan (intelligence led
approach), Divisi Kontra Terrorisme menggunakannya untuk menambah sebanyak
mungkin informasi tentang sasaran investigasi dan tidak lagi cepat-cepat melakukan
penangkapan dan penahanan.
Salah satu cara yang digunakan adalah membalik sasaran menjadi informan, dengan
tetap membiarkan sasaran melakukan kegiatannya.
Dalam kasus lain sasaran dibiarkan namun tetap berada dalam pengawasan yang ketat,
meskipun mungkin akan menimbulkan hal lain, namun institusi penegak hukum dapat
memonitor dan mengidentifikasi sebanyak mungkin kelompok-kelompok lainnya yang
berhubungan dengan sasaran.
81
Tujuan lain adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana sasaran melakukan
komunikasi, dari mana sasaran memperoleh dukungan finasial, dan bagaimana sasaran
mengendalikan kelompoknya, sehingga dapat dilakukan operasi penanggulangan dan
melumpuhkan organisasi kejahatan.
Tindakan selanjutnya mungkin akan berlanjut dengan penahanan, namun seperti dalam
banyak kasus tujuan ILP bukan pada penahanan, tetapi lebih kepada upaya melumpuhkan
organisasi kejahatan untuk menghilangkan ancaman.
Ini seperti dikemukakan oleh Ratcliffe dan Guidetti:
Intelligence Led Policing is a conceptual framework for conducting the business of
policing. It is not a tactic in a way saturation patrolling is, nor is it a crime reduction
strategy in the way situational crime prevention is.
Rather, it is a business model (John and Maguire, 2003) and an information organizing
process that allows police agencies to better understand their crime problems and take a
measure of the resources available to able to decide on an enforcement tactic or
prevention strategy best designed to control crime. 31
(Intelijen Led Policing adalah kerangka kerja konseptual untuk melaksanakan urusan
pemolisian.
Ini bukan taktik seperti patroli pemeriksaan, atau strategi untuk mengurangi tindak
kejahatan seperti pencegahan situasional terhadap tindak kejahatan.
Ini merupakan model kerja dan proses pengorganisasian informasi agar institusi
kepolisian mempunyai pemahaman yang lebih baik akan masalah kejahatan yang
dihadapinya dan mengambil langkah-langkah dengan menggunakan sumber daya yang
tersedia sehingga dapat menentukan taktik penegakan hukum atau menyusun strategi
yang terbaik untuk mengontrol kejahatan)
Implementasi.
Sering institusi penegak hukum menanyakan model yang baku bagaimana
mengimplementasikan ILP.
Dalam kenyataannya tidak ada model yang baku dan universal.
Yang harus dilakukan oleh institusi penegak hukum adalah menguji dan mendalami
filosofi ILP serta komponen-komponen kritis, kemudian merancang skema
implementasinya yang sejalan dengan tingkat keperluan, sumber daya yang tersedia,
sasaran yang ditetapkan, dan dikaitkan dengan pelaksanaan ILP dari keperluan yang telah
dirumuskan.
Proses implementasi adalah percobaan dalam perubahan organisasi agar komponenkomponen tersebut bekerja.
82
Resource Increase
Resources to
Implement
ILP
(Proportional)
No
Intelligence
Capacity
Basic
Intelligence
Capacity
for
Information
Sharing
Advance
Intelligence
Capacity
Including
Record
System
Mature Full
Service
Intelligence
Capacity
Need of
External
Assistance
Time
Required to
Implement
ILP
Time Increase
Makin rendah kemampuan intelijen yang dimiliki sebuah institusi makin besar keperluan
bantuan dari luar serta sumber daya untuk mengembangkan kemampuan intelijen ke
tahap yang diperlukan oleh sebuah institusi
Untuk menentukan tingkat kemampuan intelijen, dan dimulainya pengembangan atau
merancang fungsi intelijen, institusi penegak hukum harus melakukan penilaian sendiri
atau self assessment terhadap variabel kritis yang tertera dalam tabel dibawah ini.
32
83
Memiliki kemampuan
dasar intelijen untuk
pertukaran informasi
Karakteristik
operasional.
- Tidak ada pelatihan
yang sistematik
bagi anggota.
- Tidak memiliki
kebijakan serta
prosedur dalam
bidang intelijen.
- Tidak ada
keterkaitan
dengan sistem
dokumentasi
intelijen.
- Tidak ada prakarsa
yang sistematik
dalam bidang
intelijen, selain
menerima dari
institusi
penegak hukum
yang lain.
Karakteristik
operasional.
- Pelatihan intelijen
yang terbatas,
terutama untuk
investigator.
- Kebijakan intelijen
yang
sangat
dasar.
- Tidak memiliki
sistem
dokumentasi
intelijen
kriminal.
- Tidak memiliki
ataupun
ada
sangat terbatas
keterkaitan
dengan system
dokumentasi
intelijen.
- Kegiatan intelijen
terbatas
pada
kegiatan
identifikasi satu
atau dua sasaran
serta pertukaran
intelijen
terbatas.
Langkah tindakan.
- Kaji ulang
kebijakan yang
berhubungan
dengan Rencana
Operasi
Intelijen.
- Pelatihan
untuk
seluruh personal
sesuai standar
minimum.
- Bangun kemitraan
dengan sektor
swasta.
- Bangun kemitraan
dengan
masyarakat.
- Jamin
bahwa
penanganan
CUI(Controlled
Langkah tindakan.
- Mengembangkan
kemampuan
intelijen sesuai
standar
pertukaran
intelijen
nasional.
Amerika Serikat
menggunakan
standar
National
Criminal
Intelligence
Sharing Plan.
(NCISP)
- Pelatihan untuk
anggota sesuai
standar
minimum.
Memiliki kemampuan
intelijen yang lebih
baik termasuk sistem
dokumentasinya
Karakteristik
operasional.
- Memiliki satu atau
dua
analis
intelijen.
- Memiliki sistem
dokumentasi
kriminal.
Mempunyai
hubungan
dan
ketersambungan
dengan Sistem
pertukaran
Informasi
institusi penegak
hukum yang lain.
Memiliki kemampuan
intelijen yang lengkap
Langkah tindakan
- Sistem dokumentasi
intelijen
harus
sudah
sesuai
dengan UndangUndang
atau
Peraturan
lainnya.
- Susun atau kaji
ulang kebijakan
tentang
kerahasiaan
(privacy policy)
yang
sesuai
dengan UndangUndang
atau
peraturan yang
berlaku.
- Pastikan bahwa
semua petugas
Langkah tindakan.
- Pastikan
bahwa
semua
telah
sesuai
dengan
standar
yang
telah ditetapkan.
- Pelatihan
analis
tingkat lanjutan.
- Program pelatihan
untuk
petugas
penghubung.
- Kemitraan dengan
masyarakat telah
terbangun.
- Kemitraan dengan
sektor
swasta
telah terbangun.
- Telah terbangun
jaringan
pertukaran
Karakteristik
operasional.
- Memiliki kelompok
analis.
- Terhubung dengan
beberapa sumber
informasi.
- Pelatihan analis
yang lebih tinggi.
- Memiliki sistem
dokumentasi
yang
komprehensif.
84
Amerika Serikat
menggunakan
Minimum
Criminal
Intelligence
Training
Standards for
United
States
Law
Enforcement
and
Other
Criminal
Justice Agencies
(Minimum
Standards).
- Mengembangkan
Rencana
Operasi.
Menyiapkan
logistik untuk
menerima dan
menyimpan
Controlled
Unclassified
Information
(CUI) .
- Siapkan kebijakan
tentang
ke
rahasiaan
(privacy policy)
- Siapkan personal
penghubung.
- Bangun kemitraan
dengan
masyarakat.
- Bangun
jaringan
komunikasi online
dengan
institusi
penegak hukm
lainnya.
Unclasified
Information)
telah memenuhi
standar
keamanan.
Jamin bahwa
kebijakan
tentang
kerahasiaan
(privacy policy)
sudah ada.
Siapkan petugas
penghubung
atau
Liaison
Officer.
telah mendapat
pelatihan
kesiagaan
intelijen.
Lakukan kaji ulang
terhadap
Rencana Operasi
yang
sesuai
dengan standar
pertukaran
intelijen
yang
ditetapkan.
Pastikan bahwa
pelatihan analis
telah
sesuai
dengan standar
minimum.
Siapkan petugas
penghubung
(liaison officer).
Kemitraan dengan
masyarakat
sudah terbangun.
Kemitraan dengan
sektor
swasta
telah terbangun.
intelijen dengan
institusi penegak
hukum lainnya.
Kaji
ulang
kebijakan
tentang
kerahasiaan
(privacy policy)
yang
sesuai
dengan UndangUndang
dan
ketetapan yang
berlaku.
85
- Apakah kemampuan intelijen saat ini telah berjalan sesuai dengan praktek intelijen
yang seharusnya, seperti misalnya di Amerika Serikat sesuai ketentuan National
Criminal Intelligence Sharing Plan dan Standar Minimum yang ditetapkan oleh
Counterterrorism Training Coordination Working Group.
- Apakah kemampuan intelijen saat ini telah mengembangkan kebijakan tentang
kerahasiaan?.
- Proses apa yang telah dilakukan dan dipertimbangkan dalam mengembangkan
kemampuan intelijen menuju ILP?
- Apakah institusi penegak hukum telah diakreditasi oleh Komisi Akreditasi untuk
Institusi Penegak Hukum (Commision on Accredttation for Law Enforcement
Agencies). Kalau sudah komitmen dan kebijakan apa yang telah ditetapkan yang
sesuai dengan standar intelijen yang ditetapkan oleh Komisi .Ini berlaku di
Amerika Serikat.
Bagaimana secara umum tingkat kesadaran dan pengetahuan dari personal penegak
hukum mengenai intelijen untuk penegakan hukum.
Bagaimana tingkat ketersediaan sumberdaya internal untuk membantu mengembangkan
dan mengimplementasikan ILP?.
Bagaimana tingkat ketersediaan sumberdaya eksternal untuk membantu
mengembangkan dan mengimplementasikan ILP?.
Apakah ada kesulitan dan hambatan yang harus diatasi sebelum mengimplementasikan
ILP?.
Tujuan dari pertanyaan ini adalah untuk mendapat gambaran yang menyeluruh tentang
institusi penegak hukum. Penilaian terhadap jawaban atas pertanyaan ini akan membantu
dan menuntun institusi penegak hukum dalam melakukan langkah berikutnya dalam
proses implementasi ILP.
Perubahan adalah proses yang tidak mudah dan biasanya kebanyakan orang
menentangnya, oleh sebab itu langkah awal dalam proses memasarkan ILP adalah
menghilangkan sikap resistensi atau dogmatisme.
Cara yang paling efektif adalah dengan membangun pemahaman tentang ILP dan
mendemonstrasikan manfaat perubahan baik untuk perorangan maupun untuk organisasi.
Intinya personal pada semua tingkat harus dibentuk dalam semangat perubahan, dalam
hal ini adalah ILP.
Merubah sikap, nilai dan keyakinan merupakan masalah yang sulit sehingga memerlukan
inisiatif yang proaktif, kesabaran, kegigihan, konsistensi dan menerima kenyataan bahwa
tidak semua orang mau menerima perubahan.
Salah satu metode kunci untuk membantu proses sosialisasi adalah mendemonstrasikan
komitmen dan menyediakan sumber daya untuk ILP.
Selama proses resosialisasi ILP berjalan, rencana operasi harus disiapkan yang
mengartikulasikan misi serta proses kemampuan intelijen.
Rencana operasi ini akan bersifat unik bagi masing-masing institusi penegak hukum.
Disamping ada beberapa unsur tertentu yang dapat dijadikan model, ada perbedaan yang
besar antar institusi penegak hukum yang akan mengurangi penggunaan model rencana
operasi yang sama.
Setelah pelatihan diberikan dan rencana operasi disusun dan disebarkan kepada seluruh
anggota dalam institusi penegak hukum, rencana harus diimplementasikan melalui
86
BAB V
PEMOLISIAN MODEL IACP DALAM INTELIJEN KRIMINAL.
87
88
. Ibid hal 6.
89
dengan tindakan penegakan hukum tradisional yang dilakukan setelah perbuatan kriminal
terjadi.
Sesuai dengan sifat operasi intelijen pada umumnya yang bersifat antisipatif, operasi
intelijen penegakan hukum biasanya kurang fokus.
Maka dikatakan intelijen sering menggunakan prinsip The fishing net rather than the
fishing spear.
Namun demikian untuk mendapatkan informasi yang seluas-luasnya dalam upaya
melakukan tindakan investigasi yang lebih aktif dan mendalam, petugas intelijen dapat
mengembangkan berbagai tehnik.
Dalam operasi yang demikian pertanyaan yang sering muncul adalah sejauh mana
petugas intelijen dapat melakukan tindakan yang lebih aktif dan agresif dalam
pengumpulan informasi. Seorang superviser intelijen yang berpengalaman harus
membuat judgment yang tepat dalam membaca situasi yang dihadapinya.
Karena itu diperlukan adanya petunjuk yang bersifat umum sebagai bingkai pengawasan
yang dapat menakar kegiatan intelijen yang dianggap mengganggu dalam pengumpulan
informasi dihadapkan kepada tingkat bahaya dari kegiatan perbuatan kejahatan yang
potensil atau dugaan.
Sebagai contoh di Amerika Serikat dikenal dengan apa yang disebut dengan sneak and
peek search warrant.
Sneak and peek search warrant atau disebut juga Covert entry search warrant atau
Surreptitious entry search warrant adalah surat kuasa atau surat perintah yang memberi
wewenang kepada petugas penegak hukum untuk melakukan penggeladahan fisik dengan
diam-diam dan memasuki rumah pribadi seseorang tanpa harus mendapat ijin atau
sepengetahuan dari penghuni. Namun petugas penegak hukum yang melakukan
penggeladahan diam-diam dilarang mengambil barang-barang apapun dari rumah
tersebut.
Cara ini sangat bermanfaat terutama untuk menyelidiki pabrik narkotika ilegal, karena
dapat melihat bahan-bahan kimia dan perlengkapan yang dicurigai, kemudian petugas
kembali lagi dengan surat perintah penggeladahan biasa.
Cara ini dikukuhkan dalam Patriot Act Section 213, Under Title II atau The Enchanced
Surveillance Procedures.
Ketiga, melakukan segala upaya untuk menjamin bahwa informasi tambahan yang
diperoleh untuk memperkuat informasi dasar intelijen kriminal, relevan dengan
penyelidikan yang sedang berjalan dan produknya didapat dari sumber yang dapat
dipercaya. Sumber dari mana informasi diperoleh dan dipelihara berdasarkan fungsi
intelijen.harus disimpan.
(shall make every effort to ensure that information added to the criminal intelligence
base is relevant to the current or on-going investigation and the product of dependable
and trustworthy source of information. A record shall be kept of the source of all
information received and maintained by the intelligence function).
Intinya standar professional ini adalah upaya untuk meningkatkan kendali mutu. Dari
sudut pandang standar professional, kegagalan untuk menetapkan standar kendali mutu
dapat menimbulkan problem yang serius.
90
91
BAB VI.
.
PROSES INTELIJEN.
Telah disinggung bahwa intelijen adalah informasi yang telah mengalami proses analisis.
Proses untuk menghasilkan intelijen yang terpercaya adalah kunci suksesnya fungsi
penegakan hukum.
92
pengumpulan informasi / bahan keterangan serta analisis tentang korban dan lokasi akan
memberi petunjuk dan informasi tentang pelaku. Karena kelompok teroris biasanya
memiliki motif, metode, dan sasaran yang berbeda, maka informasi yang berhasil
93
dikumpulkan tentang korban dan lokasi dapat memberi petunjuk tentang kelompok mana
yang melakukannya.
Dalam kejahatan bisnis korban dapat berarti komoditas.
Dari contoh-contoh diatas informasi yang dicari harus didasarkan kepada intelligence
requirement. Merumuskan kebutuhan informasi (requirement) dengan tepat akan
menghasilkan intelijen yang tepat pula.
Contoh lain, serangan teroris dalam deret waktu kurun tertentu, dilakukan terhadap
sasaran-sasaran dan kepentingan kepentingan yang berbau Amerika Serikat, maka dapat
diduga dilakukan oleh kelompok-kelompok teroris Anti Amerika Serikat.
Kegiatan pengumpulan informasi dan kegiatan riset dan analisis selalu berjalan seiring.
Yang satu tidak akan memiliki arti tanpa kegiatan yang lain.
Kegiatan pengumpulan informasi dan analisis semuanya ditujukan untuk menjawab
pertanyaan terhadap masalah yang dihadapi, meskipun antara agen pengumpul bahan
keterangan dan analis secara professional terdapat perbedaan yang besar.
Agen lapangan yang bertugas mengumpulkan bahan keterangan mencari jawaban
terhadap pertanyaan spesifik (intelligence requirement) melalui sumber-sumber yang
dianggap memiliki keterangan yang diperlukan. Sedangkan analis mencari jawaban yang
sama melalui serangkaian proses deduktif, atau induktif, atau pendekatan gabungan,
setelah menelaah semua bahan keterangan yang diperlukan.
Seperti telah dijelaskan diatas bahwa informasi yang belum diolah memiliki nilai
kegunaan yang kecil, namun tergantung dari kondisi aktual.
Sebagai contoh, apakah serangan yang dilancarkan terhadap sistem pembangkit tenaga
listrik musuh berhasil atau tidak.
Indikatornya apabila listrik masih menyala dapat disimpulkan bahwa serangan gagal
tanpa memerlukan analisis lebih jauh.
Dalam kasus ini kondisinya sangat khusus dan unik, yaitu bila sistem pembangkit listrik
hanya satu. Kejadian seperti ini sangat jarang terjadi.
Penggunaan intelijen sebagai hasil pengolahan dan analisis intelijen oleh pengguna
intelijen, ditentukan oleh 3 (tiga) faktor utama yaitu mutu intelijen, sikap pengguna
intelijen dan ketepatan pengguna intelijen menentukan sejumlah kebutuhan intelijen
(intelligence requirement) yang dirumuskan oleh pengguna intelijen untuk dicari
jawabannya oleh intelijen.
Collation
O.S
Reliability
1. Mutu intelijen sebagai keluaranSource
proses
analisis.
Mutu intelijen
mempunyai pengaruh
yang paling dominan terhadap kualitas
Collection
Evaluation
sebuah keputusan dan kebijakan. Kualitas keputusan atau kebijakan adalah
Info dilaksanakan dapat
apakah keputusan yang telah ditetapkan,
dan kemudian
Information Validity
C.S.
Segr
dengan tepat menyelesaikan persoalan yang dihadapi, baik dilihat dari sisi
substansi maupun waktu. Untuk menghasilkan keluaran yang bermutu, intelijen
Commodity Flow
harus mengalami suatu
yang disebut dengan siklus Index&
intelijen seperti
Activity proses
Flow
Storage
35
tergambar dibawah ini:
Analysis
Link Analysis
Logical Reasoning
Hypothesis Testing.
35
Conclusion
. David
L.Carter - Law Enforcement
Local, and Tribal Law
ReportingIntelligence : A Guide for State,
Dissemination
s
Enforcement Agencies .(Edisi 1-2004). Hal 64.
Protections
Estimate
s
Tactica
l
Strategi
c
Periodic
R.D.
RTR
94
Catatan .
Info.Seg. Information Segregation.
O.S
Overt Sources
C.S
- Covert Sources.
R.D
Routine Distribution.
RTR
- Response to Request.
a. Penyusunan rencana dan Petunjuk ( Planning and Direction)
Perencanaan bagaimana data dan informasi diperoleh adalah kunci dari proses
intelijen. Perencanaan yang efektif adalah mengolah data yang tersedia dan
harus dapat menjamin bahwa data tambahan dapat melengkapi data yang telah
ada. Sehingga ada motto yang mengatakan :Jangan beritahu yang saya
ketahui, tetapi beritahu yang belum saya ketahui.
Agar pengumpulan data atau bahan keterangan berjalan efektif, maka
perencanaan pengumpulan harus dirancang secara terarah dan fokus, metode
pengumpulan harus dikoordinasikan, harus ditegaskan agar pengumpulan data
dan bahan keterangan tidak melanggar hukum. Pengumpulan bahan
keterangan yang tidak terarah akan menghasilkan intelijen yang menyesatkan,
meskipun dilakukan dengan metode analisis yang benar dan analis yang
cakap.
Dalam penyusunan rencana pengumpulan harus dapat diidentifikasi tentang
apa yang ingin dicapai. Identifikasi akan mengarahkan para agen lapangan
tentang lingkup kegiatan investigasi yang akan dilaksanakannya.
Sebagai contoh misalnya: Mengidentifikasi kelompok kejahatan / kriminal di
daerah tertentu, atau mengidentifikasi kemungkinan kelompok ekstrimis
tertentu menyerang tamu negara.
95
b, Pengumpulan (Collection).
Analis intelijen memerlukan data dan bahan keterangan yang cukup sebagai
bahan pengolahan. Pengumpulan data dilihat dari aspek proses intelijen
merupakan kegiatan yang most labor-intensive. Secara tradisional manusia
merupakan unsur yang penting dalam kegiatan pengumpulan data atau bahan
keterangan. Teknologi baru, undang-undang baru atau yang disempurnakan
hanya sebagai alat bantu.
Manusia belum mampu digantikan oleh sistem apapun karena manusia
memiliki beberapa kemampuan dan kelebihan yaitu, berakal (Inventive), dapat
berhubungan (communicative), cerdik (manipulative), memiliki daya imajinasi
(imagination), tangkas (dexterous), abadi (self perpetuating), mandiri (Need
no operator), memiliki daya nalar (common sense), cerdas (intelligence),
kemampuan melihat kedepan (foresee problems), dan kemampuan
memecahkan masalah (solve problem).
Catatan dibawah ini tercatat bentuk kegiatan pengumpulan data atau bahan
keterangan pada masa lalu yang dilakukan oleh unit - unit intelijen:
- Pengamatan fisik (oleh manusia atau menggunakan videotape).
- Pengamatan elektronik (menggunakan trap and trace atau penyadapan)
- Menggunakan tenaga informan.
- Kegiatan rahasia.
- Laporan dari Surat Kabar ( sekarang ditambah dari Internet)
- Dokumen publik (Public records), seperti Akte, catatan pajak.
c. Prosesing dan pemilahan (Processing / Collation).
Processing / Collation adalah kegiatan pemilahan / penyaringan untuk
mendapatkan data dan bahan keterangan yang diperlukan dan relevan dengan
masalah yang dihadapi dan menyusun data dalam urutan yang logis. Kegiatan
ini akan memudahkan identifikasi data dan bahan keterangan yang ada
hubungannya dengan masalah yang sedang dipecahkan.
Saat ini kegiatan penyaringan dapat dilakukan melalui data base yang canggih
dengan kemampuan pencarian data yang cepat.
Rancang bangun data base merupakan hal yang kritis dalam pencarian dan
pembandingan data-data. Banyak pembuat perangkat lunak komputer yang
menawarkan data base, tetapi yang dibutuhkan adalah yang memenuhi
kebutuhan institusi penegak hukum.
Dalam kegiatan prossesing dan pemilahan / penyaringan juga dilakukan
evaluasi terhadap data-data yang akan disimpan, untuk dinilai tingkat
kepercayaan terhadap sumber dan nilai kebenaran terhadap data-data atau
bahan keterangan.
Setiap data atau bahan keterangan yang disimpan dalam sistem intelijen harus
memenuhi standar relevansinya, misalkan harus ada hubungan yang relevan
antara perbuatan kejahatan dengan sumber informasi / informan.
d. Analisis ( Analysis).
96
. http://www.guisd.org/redline.pdf . Hal 6.
97
f).
99
.David L.Carter- Law Enforcement Intelligence: A Guide for State, Local, and Tribal Enforcement
Agencies(2009). Hal 11.
100
Bahan keterangan atau informasi hampir sebagian besar dengan mudah dapat
diakses dari sumber terbuka (Open-source intelligence), meskipun secara
tradisional sumber terbuka dianggap sebagai sumber informasi yang memiliki
nilai rendah (under valued resources) dan dikatagorikan sebagai sumber
informasi kelas dua (second class status)
Penilaian ini terjadi karena asumsi yang keliru yang menganggap bahwa
informasi tentang orang, gerakan-gerakan, dan kondisi yang dapat
menimbulkan ancaman, terutama yang menyangkut niat, karakteristik, dan
perilaku, tidak mungkin diperoleh dari sumber-sumber terbuka.
Asumsi yang keliru ini didasarkan kepada 6 (enam) alasan mendasar yang
sering-sering tidak dipahami yaitu:38
Pertama, orang perorang atau kelompok yang dapat menampilkan ancaman
adalah mereka yang menganut ideologi ekstrem, bahkan juga mereka yang
mendukung tindakan kekerasan untuk mencapai tujuan ideologinya dan
khususnya bila mereka ingin menyebarkan keyakinan dan tujuannya, biasanya
dengan mendekati orang atau kelompok lain untuk ikut bergabung. Untuk itu
mereka akan menggunakan berbagai sarana baik melalui web site, bahan
cetakan, media penyiaran atau media elektronik yang lain. Contoh media yang
mendukung World Jihad bisa diakses melalui - www.memri.org.
Kedua, pelaku kejahatan menggunakan jaringan tanpa identitas untuk
melakukan aktifitas perdagangan gelap. Pelaku dengan mudah dapat mencapai
pasar didalam negeri dari luar negeri, dengan menggunakan tehnik-tehnik
tertentu sehingga sulit dilacak.
Ketiga, jenis informasi tertentu yang berguna untuk proses intelijen, termasuk
informasi tentang identitas perorangan, dapat diperoleh secara terbuka karena
kebijakan, peraturan, atau undang-undang yang membolehkan informasiinformasi tersebut dibuka kepada publik di wilayah-wilayah tertentu. Sebagai
contoh database yang berisi informasi tentang surat kendaraan bermotor,
kepemilikan property, pendaftaran pemilih, pelanggaran seksual, daftar gaji
pekerja publik, dan sejumlah informasi lainnya sulit diperoleh masyarakat,
kalaupun dapat diperoleh dengan pengendalian ketat saat dipublikasikan.
Keempat, masyarakat menginginkan informasi yang terpilih yang
dipublikasikan. Ini disebabkan oleh berbagai alasan: nomor telepon, kartu
nama dan alamat, laporan riset, dan pemasaran adalah dari sedikit contoh
Sebuah informasi dapat memberi pengetahuan, tetapi setumpuk informasi
akan memberi pemahaman yang lebih mendalam apabila telah mengalami
proses analisis.
Kelima, komunitas bukan penegak hukum, seperti media atau kelompok
advokasi, dapat melakukan penyelidikan yang kemudian menjadi sumber
terbuka. Sumber-sumber ini dapat memberikan informasi perorangan
(personal information), penjelasan tentang perilaku, hubungan personal,
kegiatan dari kelompok tertentu, dan penjelasan tentang sebuah peristiwa
dalam memenuhi tujuan bisnisnya atau sebab-sebab lain.
38
102
103
Sumber informasi baik manusia maupun alat hasil teknologi dinilai menurut
kriteria Reliability of Source atau tingkat kepercayaan terhadap sumber.
Tingkat kepercayaan ditentukan sebagai berikut :
A. Sangat dipercaya (Completely reliable).
B. Biasanya dapat dipercaya (Ussually reliable).
C. Agak dapat dipercaya (Fairly reliable).
D. Biasanya tidak dapat dipercaya (Not usually reliable)
E. Tidak dapat dipercaya (Unreliable).
F Tidak diketahui (Unknow or No Judgment).
Kebenaran bahan keterangan (probable accuracy of information) dinilai
menurut kriteria sebagai berikut.:
1. Kebenarannya dikuatkan oleh sumber lain ( Confirm by other source).
2. Benar ( Probably true).
3. Mungkin benar ( Posibly true).
4. Diragukan ( Doubtful).
5. Sangat diragukan (Improbable).
6. Tidak diketahui ( Unknown or No Judgment).
Dalam melakukan analisis perlu kehati-hatian yang tinggi serta tersedianya
bahan keterangan yang diperoleh dari sumber dengan tingkat kepercayaan
yang tinggi serta tingkat kebenaran bahan keterangan yang tinggi pula, agar
setiap keputusan dan tindakan yang diambil dapat dilakukan secara objektif.
Meskipun proses intelijen merupakan siklus yang tidak terputus, namun
terjadi pemisahan (kompartementasi) yang ketat antar tahap.
Pengumpulan bahan keterangan / informasi terpisah dari proses pengolahan
dan nalisis , demikian juga untuk penyebaran.
Untuk proses pengolahan dan analisis perlu tersedia bahan keterangan /
informasi yang cukup, baik yang merupakan latar belakang atau basic
intelligence maupun bahan keterangan aktual atau current intelligence.
Dengan kedua jenis bahan keterangan ini analis intelijen melakukan
pengolahan dan analisis sehingga dapat menyajikan intelijen baik berupa
perkiraan (estimasi) maupun peringatan dini (early warning). Hasil akhir yang
berupa intelijen disebarkan kepada pengguna intelijen. Kegunaan intelijen
harus memenuhi syarat tepat masalah, tepat waktu, dan tepat sasaran.
Intelijen yang disampaikan kepada pengguna intelijen yang tidak memenuhi
ketiga syarat diatas, sudah tidak memiliki arti dan nilai intelijen, tetapi hanya
sebagai berita biasa.
2. Sikap pengguna intelijen.
Seseorang yang disebut pengguna intelijen adalah mereka yang membuat
keputusan dan melakukan kegiatan operasi. Mereka tersebar pada berbagai
tingkatan organisasi mulai dari tingkat pusat, daerah maupun sampai pada tingkat
paling bawah.
104
Intelijen yang dibutuhkan pada tiap tingkatan berbeda sesuai keperluan sesuai
tingkat kewenangan organisasi. Para pengguna intelijen memiliki power,
sehinggga mereka dapat mempengaruhi peran organisasi intelijen dalam arti
mereka memilki kekuasaan apakah mereka akan menggunakan intelijen yang
disiapkan oleh organisasi intelijen atau disiapkan oleh para pembantunya.
Jadi manfaat intelijen tergantung dari sikap pengguna intelijen, yaitu apakah dia
mempercayai intelijen dan apakah mereka membutuhkannya. Ketepatan
pemanfaatan intelijen selain ditentukan oleh mutu intelijen tergantung juga
kepada sikap pengguna intelijen tadi. Ini menyangkut Need and Trust. Sikap ini
yang krusial dalam meletakkan produk intelijen dalam tataran pengambilan
keputusan.
R.Hilsman dalam surveynya mengklasifikasikan pengguna intelijen yang disebut
Operator ke dalam 3 (tiga) katagori yaitu: Activism, Simplism, dan
Organizational Tinkering. 39
Pertama tipe Activism adalah mereka yang rajin dan bekerja keras. Pemimpin dan
pengguna intelijen tipe ini umumnya teliti (conscientious), bersungguh-sungguh
(serious), ambisius (ambitious), dan seorang pekerja keras (hard working).
Pemimpin tipe ini orientasinya kepada bertindak dan menyelesaikan pekerjaannya
dengan cepat dan tuntas. Tidak mengherankan pengguna intelijen tipe ini adalah
orang yang tidak sabar untuk membaca laporan yang panjang-panjang yang
memuat berbagai alternatif. Mereka cenderung untuk menyelesaikan persoalan
dengan berbuat dan bertindak, bukan berpikir lama-lama.
Tipe kedua disebut simplism. Pemimpin dan pengguna intelijen tipe ini tidak suka
kepada pola penyelesaian yang rumit. Ini disebabkan oleh orientasinya pada
tindakan dan berada pada tekanan pekerjaan. Mereka tidak suka kepada
penyelesaian yang rumit, juga tidak menyukai solusi dengan berbagai persyaratan,
alasan yang tidak jelas dan terlalu akademik. Mereka lebih menyukai
penyelesaian masalah dengan alasan yang praktis, masuk akal dan langsung
meskipun mereka juga menghargai pemikiran para analis. Mereka tidak suka
dengan laporan dan analisis yang panjang karena mereka memiliki waktu yang
sedikit untuk membaca. Satu halaman padat sudah cukup bagi mereka.
Tipe ketiga disebut Organizational Tinkering. Pemimpin dan pengguna intelijen
tipe ini meyakini bahwa kinerja yang baik terjadi karena kesempurnaan
organisasi.. Kesempurnaan menyangkut rantai komando, pembagian kerja yang
jelas, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan kebijakan dan sebagainya.
Organisasi yang rumit akan menghambat aliran informasi, oleh sebab itu tipe ini
menganggap organisasi yang sederhana dan pembagian kerja yang tidak berteletele akan meningkatkan kinerja. Tugas-tugas yang menyangkut riset dan analisis
dalam organisasi cenderung dianggap penghambat kinerja, karena pada dasarnya
analisis dapat dikerjakan oleh bagian-bagian tanpa perlu yang khusus.
R.Hilsman mengkatagorikan tipe diatas sebagai sikap pengguna yang memiliki
pengaruh tidak langsung terhadap pemanfaatan intelijen sebagai hasil
pengolahan dan analisis.
39
105
106
Pengumpulan
berdasarkan
Intelligence Requirements
. Penekanan pada data
. Penekanan pada Analisis.
. Bersifat mencari. (Exploratory).
. Bersifat olah intelektual melalui
proses berpikir (Contemplative).
. Menekankan pada data sebanyak- . Menekankan pada analisis data.
banyaknya.
. Menyimpulkan perbuatan kriminal . . Menyimpulkan pelaku kriminalitas
dari orang yang dicurigai (Suspected yang dicurigai dari peristiwa kriminal.
persons)
. Dalam pengumpulan informasi, . Dalam pengumpulan informasi,
menggunakan
pendekatan menggunakan pendekatan sasaran secara
pengumpulan
data
sebanyak- terarah dan spesifik yang ada kaitannya
banyaknya
dengan
peristiwa
kejahatan
yang
dicurigai.
. Mempelajari semua referensi . Mempelajari secara terpilih kejahatan
tentang tindak kejahatan yang
yang menonjol berdasarkan prioritas
potensial.
dan bukti.
. . Mempelajari semua informasi yang.
Menjawab
pertanyaan
dengan
terhimpun untuk melihat bila ada
mengumpulkan dan menganalisis
pertanyaan yang harus dijawab.
informasi.
. Membangun file intelijen untuk . Mengembangkan file intelijen untuk
kontijensi
mendukung penyelidikan kejahatan
yang aktif.
.
Statistik disusun untuk tujuan.
Stastistik disusun untuk proses
penjelasan
pengambilan keputusan.
Karena ini merupakan proses ilmiah, fungsi intelijen dapat menggunakan protokol
kualitatif untuk pengumpulan bahan keterangan atau informasi yang diperlukan
untuk memenuhi requirement.
Protokol ini untuk menyempurnakan proses pengumpulan bahan keterangan yang
merupakan bagian dari siklus intelijen.
Beberapa langkah dibawah ini adalah tindakan-tindakan dalam protokol, sebagai
gambaran petunjuk-petunjuk.
Ini bukan merupakan sebuah model, tetapi sebuah proses dimana setiap institusi
atau badan perlu mengembangkannya untuk dapat memenuhi karakteristik
masing-masing.
a. Memahami tujuan intelijen anda.
107
b.
c.
d.
e.
f.
yang
dijabarkan kedalam
Dissemination
Instruction
(Instruksi
Penyebaran).
- Nama
pengguna.
- Jabatan.
- Alamat.
korespodensi
108
Nomor
kontak.
Alamat e-mail
pejabat
Penegak
hukum atau
pegawai
lainnya.
Laporan
kecenderungan
global,
nasional,
daerah
tentang
organisasi,
dan
struktur teroris yang aktif,
kriminal,
narkoba,
dan
kelompok pengacau lainnya.
- Identitas dari kelompok
yang
dicurigai
dan
peranan
mereka
di
daerah.
- Jangkauan territorial dari
kelompok-kelompok
tersebut.
- Proses
pengambilan
keputusan;
derajat
otonomi
kelompokkelompok.
- Komando-PengendalianKomunikasi (C-3) dari
sisi tehnik, peralatan, dan
jaringan.
Laporan
kecenderungan
global, nasional, dan daerah
109
110
intelijen
111
112
titik
pemberangkatan,
negara transit.
Simpul-simpul / titik-titik
pemindahan
muatan;
tehnik
pelintasan
perbatasan.
Tehnik pengamanan rantai pengaman kurir
secara berlapis ; ketibaan
dan tehnik pengambilan
muatan.
113
114
. Jonathan R. White Defending the Homeland: Domestic Intelligence, Law Enforcement, and Security.
Hal 80.
115
BAB VII.
INTELIJEN BERDASARKAN SIFAT ANALISIS.
Didasarkan kepada prosesnya dikenal dua istilah intelijen yaitu raw intelligence dan
finished intelligence.
Raw Intelligence adalah informasi yang diperoleh dari sumber-sumber yang umumnya
dapat dipercaya.
Jenis intelijen ini dianggap valid dan memenuhi syarat bukan karena diperoleh dari
sumber yang dipercaya tetapi karena cocok atau sesuai dengan informasi lain yang telah
diketahui.
Meskipun demikian raw intelligence memiliki kelemahan dilihat dari sisi waktu dan
masa berlakunya, tingkat validitasnya relatif pendek dan akan menurun seiring waktu.
Karena masalah waktu merupakan masalah yang sensitif dan kritis dihubungkan dengan
41
116
Produk Intelijen.
Kebanyakan petugas penegak hukum sangat memahami tentang laporan investigasi atau
catatan investigasi, namun sering kurang memahami produk atau laporan intelijen.
Keduanya memiliki perbedaan yang harus dipahami oleh pengguna, seperti tergambar
dibawah ini.
Investigasi Kriminal.
Intelijen Penegakan Hukum.
Laporan dan Catatan.
Laporan, Catatan, dan Produk.
- Tujuan utama adalah penuntutan.
- Tujuan utama adalah pencegahan
- Laporan berupa dokumentasi
terhadap ancaman.
tindakan kriminal yang terjadi.
- Laporan focus kepada ancaman
- Laporan merupakan catatan resmi
kriminal yang dicurigai.
dan berisi bukti-bukti.
- Laporan berisi informasi yang
- Motif tidak relevan sebagai unsur
berhubungan dengan pertanyaan
hukum dari tindak kejahatan.
tentang ancaman.
- Bukti didokumentasikan untuk
- Motif merupakan unsur penting
membuktikan corpus delicti (barang
untuk membuat perkiraan.
yang digunakan untuk melakukan
- Informasi
didokumentasikan
suatu kejahatan atau hasil dari suatu
untuk membangun hipotesa
kejahatan).
tentang
ancaman
tindak
kejahatan.
Keluaran atau produk Intelijen penegakan hukum terbagi kedalam dua tipe yaitu Case
Intelligence atau Intelijen Kasus dan Intelligence Advisory Product.
Ciri yang kritikal dari Case Intelligence adalah mengidentifikasi orang perorang atau
organisasi. Secara konseptual tujuan yang paling tinggi adalah menahan dan mengadili
sasaran sebagai alat untuk mencegah terlaksananya ancaman.
Faktor penting yang harus dicatat dari Case Intelligence adalah hak-hak sipil yang
melekat pada orang perorang yang diidentifikasi pada setiap laporan.
Sedangkan pada tipe kedua yaitu Intelligence Advisory Product berisi indikatorindikator tindakan kejahatan dan ancaman secara umum agar para petugas menjadi
waspada. Jadi tujuannya adalah untuk menggugah kewaspadaan para personil penegak
hukum tentang indikator-indikator, sehingga apabila ada indikasi-indikasi dilapangan ,
dapat dilakukan tindakan pencegahan yang tepat untuk menjamin keselamatan
masyarakat dan pencegahan terhadap tindakan kriminal.
Sebagai perbandingan dapat digambarkan sebagai berikut,
Case Intelligence
- Seseorang diidentifikasi.
tindak
117
Kejahatan
yang
spesifik
diidentifikasi.
Intelijen mengembangkan bukti
sehingga dapat dipertanggung
jawabkan secara hukum.
Pengembangan kasus untuk tujuan
penuntutan.
Untuk dapat memenuhi tujuannya, intelijen dan informasi-informasi yang sangat penting
harus disusun dalam format laporan agar dapat digunakan secara berdaya dan bernilai
guna
Laporan tersebut harus,
- Dapat mengidentifikasi pelanggan / pengguna yang memerlukan informasi seperti
petugas patroli, administrator, anggota satuan tugas dan lainnya.
- Dapat menyampaikan pesan atau informasi penting dan kritis secara jelas.
- Dapat mengidentifikasi parameter waktu dimana intelijen ditindak lanjuti.
- Memberikan perkiraan, rekomendasi tetapi bukan cara bertindak.
Produk intelijen akan bermanfaat bila setiap produk intelijen menunjukan sasaran dan
tujuan yang spesifik, konsisten, jelas, dan memenuhi estetika laporan, memuat informasi
yang kritis yang benar-benar diperlukan oleh pengguna dan tidak berisi informasi yang
tidak bermanfaat.
Produk intelijen ini akan berbeda sesuai dengan besarnya lembaga yang memproduksinya
apakah tingkat pusat, daerah atau satuan yang lebih rendah selain juga kemampuan
pengumpulan dan analisis dari personal yang tersedia.
Sebagai aturan yang umum hanya 3 (tiga) jenis produk yang diperlukan yaitu:
- Laporan yang memberi perkuatan kepada upaya investigasi dan pencegahan.
- Laporan yang menyajikan perkiraan tentang ancaman dalam upaya memperkuat
pengamanan sasaran.
- Laporan yang berisi analisis strategik yang dapat memberi masukan untuk penyusunan
perencanaan dan penentuan alokasi sumber daya.
Selain itu produk intelijen harus memenuhi karakteristik sebagai berikut: 42
- Dapat ditindak lanjuti (Actionable).
Setiap produk intelijen harus dapat memberi muatan yang cukup sehingga
kegiatan operasi ataupun respon dapat dilakukan berdasarkan intelijen tersebut
- Akurat (Accurate).
Proses analisis sering-sering bersifat probabilistik (kemungkinan-kemungkinan),
sehingga jarang sekali terumuskan kesimpulan atau ramalan yang konkrit.
Meskipun demikian segala upaya dan kemampuan harus dilakukan agar dapat
dihasilkan produk yang seakurat mungkin
- Objektif (Objective).
42
. David L.Carter- Law Enforcement Intelligence: A Guide for State, Local, and Tribal Law Enforcement
Agencies(2009). Hal 275..
118
Produk intelijen harus terhindar dari bias. Semua informasi harus diperlakukan
secara seimbang sehingga dapat dihasilkan intelijen yang dapat menggambarkan
apa yang diketahui maupun apa yang tidak diketahui, juga kekuatan dan
kelemahan dari analisis.
Relevan (Relevant).
Analisis dan produk harus fokus kepada ancaman yang menjadi bagian dari
prioritas yang strategis atau ancaman yang muncul dan berkembang yang dapat
memberi dampak kepada keselamatan masyarakat dalam wilayah tertentu.
Tepat waktu (Timely).
Waktu memiliki 2 komponen.
Pertama produk intelijen harus menjawab tentang ancaman yang sedang menjadi
perhatian saat itu.
Kedua, yang bersifat praktis yaitu intelijen harus dapat memberi waktu sejauh
mungkin sehingga unit-unit operasional memiliki waktu yang cukup untuk
mempersiapkan rencana tindakan dan pelaksanaannya.
Luas dan lengkap (Comprehensive).
Intelijen harus dapat memberi muatan sebanyak mungkin tentang seluruh dimensi
dari sebuah ancaman.
Tiga hal mendasar yang harus dihindarkan dalam membuat produk intelijen.
Pertama, jangan menjiplak produk intelijen dari organisasi lain.
Kebanyakan organisasi intelijen akan menerima produk intelijen yang asli, oleh karena
itu menjiplak akan merupakan duplikat dan akan membingungkan.
Produk jiplakan memiliki nilai yang rendah dan dapat menyesatkan bila intelijen yang
sama didistribusikan sebagai produk dari institusi yang berbeda.
Apabila satu institusi mengeluarkan produk jiplakan maka institusi tersebut akan
menemui kesulitan bila diminta tindak lanjut laporan yang lebih detail.
Kedua, jangan menyebarkan semua intelijen kepada setiap orang.
Terlalu banyak menerima informasi tidak akan efektif, sama halnya dengan tidak
menerima informasi sama sekali. Apabila seseorang dibanjiri oleh aliran informasi yang
kurang bernilai, maka akan ada kecenderungan mereka mengabaikan setiap informasi.
Intelijen harus mampu memisahkan sekam dari gandum.
Hal yang kritis adalah penyebaran intelijen harus ditujukan kepada mereka yang benarbenar memerlukan
Ketiga, jangan mengembangkan sikap berkarya atau binasa (publish or perish).
Hampir semua pimpinan intelijen pada semua tingkatan ingin melihat produktifitas para
analisnya. Namun produktifitas dalam fungsi intelijen sulit mengukurnya. Banyak yang
menggunakan jumlah produk sebagai ukuran produktifitas, padahal banyaknya produk
tidak bisa diukur tersendiri sebagai sebuah ukuran keberhasilan. Meskipun sebuah produk
intelijen nampak menarik namun apabila tidak bisa dilaksanakan dan ditindak lanjuti
tidak memiliki nilai.
119
Jadi yang menjadi ukuran bukan jumlah produk, namun mutu dan kegunaannya (quality
and utility). Memang hal ini bukan perkara yang mudah dan bersifat subyektif..
Produk intelijen yang tidak memenuhi kriteria diatas hanya merupakan kertas yang tidak
berguna.
a. Intelijen operasi - Non product .
Institusi penegak hukum baik pada tingkat pusat, daerah maupun pada tingkat yang
lebih rendah sering kali dihadapkan pada kebutuhan untuk menyimpan intelijen baik
yang berupa raw intelligence maupun finished intelligence yang menghadapkannya
pada situasi kontroversi.
Untuk kepentingan keamanan masyarakat, penegak hukum harus menyimpan
informasi tentang orang - orang maupun organisasi tertentu dengan 2 alasan utama;
1).Mereka memiliki potensi untuk melakukan tindakan kejahatan.
2).Mereka dapat menampilkan ancaman yang serius, meskipun untuk menentukan
parameter ancaman secara spesifik sering kali tidak mudah dilakukan.
Langkah, tindakan tindakan serta jaringan mereka dimonitor untuk mencegah
perbuatan kejahatan dikemudian hari.
Persoalan yang mendasar tentang kejahatan yang mungkin dilakukan di kemudian
hari adalah apa yang menjadi dasar dan alasan rasional untuk menyimpan data dan
informasi seseorang yang tidak berbuat kejahatan, hanya dengan dasar mungkin
berbuat kejahatan.
Yang paling penting, kalau ada kepentingan yang memaksa demi kepentingan
keamanan masyarakat, alasan yang tepat untuk dapat menyimpan informasi orang
perorang atau kelompok adalah adanya alasan pembenar yang masuk akal yang
menghubungkan kegiatan orang dimaksud dengan perbuatan kejahatan / kriminal.
Intelijen tipe ini tidak dalam bentuk produk tetapi secara berkala disiapkan dan
disebarkan dalam catatan operasional tentang keterkaitan orang atau kelompok
dengan kegiatan terror atau kejahatan terorganisasi. Yang terpenting meskipun sulit,
diperlukan keseimbangan untuk menjamin tidak ada pelanggaran undang-undang
selama proses berlangsung dengan tetap memelihara sumber informasi yang dapat
dipercaya untuk mencapai tujuan penegakan hukum yang legitimate.
Sebagai contoh: Demonstran yang menganjurkan bertindak anarkis, dibubarkan oleh
polisi. Pembubaran demonstrasi oleh polisi dapat dianggap melanggar hak
demonstran yang dijamin Undang Undang. Demonstrasi pada hakekatnya
merupakan ekspresi untuk mengeluarkan pendapat dan kebebasan berbicara yang
dijamin oleh Undang-Undang, sehingga operasi intelijen untuk mengatasi para pelaku
demonstrasi adalah tindakan yang tidak tepat. Namun tindakan anarkis yang
membahayakan keamanan properti dan keselamatan masyarakat, tindakan intelijen
operasi menjadi penting karena potensil terjadi tindakan pelanggaran terhadap
undang-undang kriminal.
Bila penganjur tindakan anarkis melakukan rapat, akan lebih baik bagi intelijen untuk
menghadirkan agen-agennya secara tertutup, mencatat poin-poin penting, mencatat
120
para peserta rapat, dan membuat catatan yang lebih terperinci dan memasukkannya
kedalam sistem data intelijen.
b. Intelijen berdasarkan proses analisis.
Secara umum intelijen untuk institusi penegak hukum baik pada tingkat pusat, daerah,
atau pada tingkat yang lebih rendah, dari hasil analisis dapat dilihat apakah untuk
kepentingan taktis atau strategis.
Sering sekali terjadi salah pengertian tentang perbedaan antara intelijen taktis dan
intelijen strategis.
Intelijen taktis memberikan arah dan petunjuk langsung kepada sebuah tindakan,
sedangkan intelijen strategis berevolusi sejalan waktu dan eksplorasi dalam jangka
panjang, serta menjadi dasar pemecahan masalah dengan lingkup yang luas. .
Sebagian professional ada yang menggunakan istilah intelijen berdasarkan bukti atau
evidential intelligence, dimana dari sebagian bukti yang ada dapat diperoleh buktibukti lain yang ada hubungannya dengan peristiwa yang sedang diselidiki.
Intelijen berdasarkan bukti atau evidential intelligence dapat membantu untuk
mengungkapkan sebuah tindakan kejahatan atau memberi petunjuk dan arah untuk
tindakan penyelidikan selanjutnya.
Terminologi intelijen operasi atau Operational Intelligence sering dipakai untuk
jenis intelijen yang digunakan untuk mendukung penyelidikan jangka panjang dengan
sasaran banyak dan sejenis.
Intelijen operasi terutama berhubungan dengan kegiatan identifikasi, penentuan
sasaran, deteksi, dan intervensi dalam kegiatan kriminal. 43
1). Intelijen Taktis (Tactical Intelligence).
Intelijen taktis digunakan untuk pengembangan kasus yang kritik, biasanya
kejahatan terorganisir, kejahatan lintas negara, atau investigasi kasus
kejahatan yang rumit, seperti terorisme. Intelijen taktis mengumpulkan dan
memanaje informasi yang bermacam-macam untuk keberhasilan
menyelesaikan sasaran intelijen. Intelijen taktis digunakan juga sebagai dasar
pengambilan keputusan yang spesifik atau pemecahan masalah untuk
menangani krisis dengan segera.
Intelijen taktis memberikan kontribusi langsung kepada keberhasilan kegiatan
penyelidikan
IACP National Enforcement Policy Center mendefinisikan Intelijen Taktis
sebagai berikut;
Tactical Intelligence is defined in the model policy as: Information
regarding a specific criminal event that can be used immediately by
operational units to further a criminal investigation, plan tactical operations
and provide for officer safety44
(Informasi yang berhubungan dengan peristiwa kejahatan yang dapat
digunakan dengan segera oleh unit-unit operasional untuk tindakan
43
. Marilyn Peterson Intelligence Led Policing: The New Intelligence Architecture. Bureau of
Justice Assistance US Department of Justice. Hal 3.
44
. IACP National Law Enforcement Policy Center Criminal Intelligence. Hal 3
121
Ibid hal 3.
122
Tingkat Intelijen.
Agar intelijen dapat bekerja secaa efektif, intelijen harus menjadi fungsi setiap institusi
dan dapat menggunakannya tanpa memandang besar kecilnya.
Secara umum institusi intelijen dapat dikatagorikan berdasarkan kepada 4 tingkatan
operasi intelijen.. Dalam katagori berikut digambarkan kamampuan institusi meskipun
tidak dapat dikatakan tepat
Kemampuan intelijen dari setiap institusi pada dasarnya berbeda, dan menjelaskan
kemampuan dilihat dari besar kecilnya organisasi hanya salah satu cara untuk
menggambarkan perbedaan tersebut.
Untuk menjelaskan hal tersebut katagori dibawah ini digunakan untuk
mengidentifikasi rencana kegiatan (plan of action).46
a. Intelijen tingkat 1.
Intelijen tingkat 1 adalah tingkatan intelijen paling tinggi, merupakan skenario ILP
yang ideal dimana institusi tersebut memproduksi intelijen taktis dan strategis untuk
kepentingan Departemennya sendiri atau institusi penegak hukum lainnya.
Institusi penegak hukum pada tingkat ini diawaki dengan seorang pemimpin,
beberapa pegawai, serta beberapa analis intelijen professional.
Contoh institusi intelijen tingkat I yang terdapat dalam sistem intelijen penegak
hukum di Amerika Serikat adalah the High Intensity Drug Trafficking Area
(HIDTA) Intelligence Support Centers, the Financial Crimes Enforcement Network,
dan beberapa institusi lain yang dapat memberikan produk intelijen atas permintaan,
kepada institusi penegak hukum pada tingkat daerah, seperti the Californian
Department of Justice, the Florida Department of Law Enforcement, the Arizona
46
. Marilyn Peterson Intelligence Led Policing: The New Intelligence Architecture. Bureau of
Justice Assistance US Department of Justice. Hal 12.
123
124
Klasifikasi Informasi.
Pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap kelangsungan hidup bangsa dan
rakyat. Salah satu upaya dalam rangka mengamankan kelangsungan hidup bangsa
adalah dengan cara menetapkan klasifikasi informasi serta membatasi akses
terhadapnya. Oleh sebab itu klasifikasi informasi sering disebut sebagai cornerstone
dari keamanan nasional. Klasifikasi mengidentifikasi informasi mana yang harus
dirahasiakan terhadap pihak-pihak yang tidak berhak.
Perbedaan yang utama dari informasi yang tidak berklasifikasi dengan yang
berklasifikasi adalah pada sumber (source) dan metoda (methode).
Undang-Undang Republik Indonesia - Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara,
pasal 25 mengkatagorikan Rahasia Intelijen dapat:
a. Membahayakan pertahanan dan keamanan negara.
b. Mengungkapkan kekayaan alam Indonesia yang masuk dalam katagori dilindungi
kerahasiaannya.
c. Merugikan ketahanan ekonomi nasional.
d. Merugikan kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri.
125
Secret atau Rahasia - diberlakukan terhadap informasi, yang jika jatuh ketangan
yang tidak berhak diperkirakan akan menimbulkan dampak yang serius terhadap
keamanan nasional.
. Confidential diberlakukan terhadap informasi yang jika jatuh ketangan yang tidak
berhak diperkirakan akan menimbulkan dampak terhadap keamanan nasional.
Ada beberapa ketentuan dalam menetapkan klasifikasi yaitu:
- Bila terdapat keraguan apakah sebuah informasi harus diklasifikasi atau tidak, maka
langkah yang harus dilakukan adalah memberi klasifikasi sampai ada ketentuan lain
dari pejabat yang berhak memberi klasifikasi, paling lambat dalam waktu 30 hari.
- Jika terdapat keraguan dalam menetapkan tingkat klasifikasi sebuah informasi, maka
langkah yang harus dilakukan adalah menetapkan dengan klasifikasi yang lebih
tinggi sampai ada ketentuan dari pejabat yang berhak memberikan klasifikasi, paling
lambat dalam waktu 30 hari.
Apabila seorang analis menerima informasi dasar (raw information), langkah pertama
yang harus dilakukan adalah melakukan penilaian terhadap tingkat kepercayaan
sumber informasi serta validitas informasinya.
Derajat hasil penilaian terhadap kedua variabel tersebut serta kesimpulannya akan
memberi gambaran yang mendalam terhadap kredibilitas dan pentingnya informasi
tersebut.
Makin tinggi kredibilitas sumber serta validitas informasi, akan makin tinggi pula
ketepatan (accuracy) informasi tersebut.
Secara utuh bila kredibilitas makin meningkat maka akan memberi keyakinan kepada
pengambil keputusan untuk melakukan respon terhadap informasi tersebut..
Sebagai contoh, Badan Intelijen Negara menerima informasi tentang kemungkinan
adanya serangan teroris. Apabila penilaian terhadap informasi tersebut rendah baik
mengenai kredibilitas sumber informasi maupun validitas informasinya, maka
126
127
Spreadsheet
Kapasitas analisis dari perangkat lunak versi spreadsheet sudah menunjukkan
kegunaan yang cukup baik.Sebagai contoh data dari pen-register (alat pencatat
nomor telepon dan komunikasi lewat internet) dapat dimasukan, dibandingkan,
128
129
dan perbaikan perangkat keras, dan personal lainnya yang memiliki akses ke
daerah tertentu.
d..
.
.
.
.
.
130
BAB VIII
TEHNIK PENANGANAN KRIMINALITAS .
Kriminalitas atau kejahatan merupakan perbuatan yang sangat merugikan baik dalam
konteks orang perorang maupun masyarakat.
Kerugian bisa dalam bentuk kerugian materil seperti hilangnya barang berharga,
keuangan dan psikologis, bahkan penderitaan fisik seperti terluka atau kematian.
Kenyamanan dan ketenangan adalah tuntutan setiap orang untuk dapat menjalankan
kehidupan secara layak dan wajar.
Namun berharap untuk hilangnya sama sekali tindakan kejahatan adalah hal sangat tidak
mungkin.
Akan tetapi adalah masuk akal untuk meyakini sebuah pandangan bahwa kejahatan dan
perasaan takut akan tindak kejahatan bisa dikurangi dan dikontrol.
131
Untuk tujuan itu upaya pencegahan menjadi unsur utama dari upaya pengendalian
kejahatan.
Pencegahan kejahatan adalah sebuah pendekatan langsung dan sederhana tetapi elegan
yang bisa melindungi calon korban dari serangan kejahatan.
Robert L. OBlock menyatakan bahwa kejahatan adalah masalah sosial, maka usaha
pencegahan kejahatan merupakan usaha yang melibatkan berbagai pihak.
Konsep pencegahan kejahatan (crime prevention) menurut The National Crime
Prevention Institute adalah - " the anticipation, recognition and appraisal of a crime risk
and the initiation of some action to remove or reduce it".
( antisipasi, identifikasi dan estimasi resiko akan terjadinya kejahatan dan melakukan
inisiasi atau sejumlah tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi kejahatan).
Sedangkan Venstermark dan Blauvelt mendefinisikan konsep pencegahan kejahatan
yaitu- " crime prevention means, practically reducing the probability criminal activity".
(pencegahan kejahatan berarti mengurangi kemungkinan atas terjadinya aksi kejahatan)..
Sedangkan Fisher mengemukakan pendapatnya tentang syarat dalam melakukan tindakan
pencegahan kejahatan yaitu - " to determine the amount of force a security officer may
use to prevent crime, the court have consider circumstances, the seriousness of the crime
prevented and the possibility of preventing the crime by other means".
. ( Untuk menentukan jumlah kekuatan petugas pengamanan yang dapat digunakan untuk
mencegah kejahatan, pengelola mempertimbangkan keadaan, keseriusan kejahatan yang
harus dicegah dan kemungkinan mencegah kejahatan dengan cara lain).
Pencegahan itu dilakukan dengan cara mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi
dan seterusnya menghilangkan atau mengurangi peluang akan munculnya tindak
kejahatan serta mengantisipasi kemungkinan yang akan membahayakan bagi seseorang
ataupun kemungkinan hilangnya harta benda bila memang tindak kejahatan terjadi.47
Ada berbagai cara dan ragam pendekatan dalam mengatasi kejahatan yaitu:
a. Social Based Crime Prevention merupakan pendekatan untuk mencegah kejahatan
dengan cara mengubah pola kehidupan sosial daripada bentuk fisik dari lingkungan.
b. Situational Crime Prevention: pendekatan ini pada dasarnya lebih menekankan
bagaimana caranya mengurangi kesempatan bagi pelaku untuk melakukan kejahatan
c. Community Based Crime Prevention adalah pencegahan berupa operasi dalam
masyarakat dengan melibatkan masyarakat secara aktif bekerja sama dengan lembaga
lokal pemerintah untuk menangani masalah-masalah yang berkontribusi untuk terjadinya
kejahatan, kenakalan, dan gangguan kepada masyarakat.
George Richard dalam bukunya - Understanding Crime Prevention - yang diterjemahkan
oleh Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia, menjelaskan bahwa kejahatan akan terjadi
bila ada tiga unsur utama yaitu:
Pertama :. Keinginan atau motivasi dari pelaku tindak kejahatan.
Kedua :. Keterampilan dan tersedianya alat-alat yang diperlukan untuk melakukan
tindak kejahatan.
Ketiga :. Peluang atau kesempatan.
Ketiga unsur utama tejadinya tindak kejahatan tersebut digambarkan sebagai berikut
47
132
Routine activity theory untuk
Crime
prevention
yang
merupakan teori utama dari
masalah
kriminalitas
atau
kejahatan merumuskan hal yang sama dengan wording yang berbeda. Menurut teori ini
kejahatan dapat terjadi apabila ketiga unsur utama kejahatan datang bersamaan pada
waktu dan tempat tertentu.
Unsur-unsur tersebut adalah:
Pertama : Sasaran yang bisa diakses ( an accessable target)
Sasaran yang bisa diakses dapat berupa orang, barang atau tempat. Akronim dibawah ini
dapat digunakan untuk menjelaskan sasaran yang bisa diakses.
* VIVA - Value, Inertia, Visibility, Access.
* CRAVED - Concealable, Removable, Available, Valuable, Enjoyable, Disposable.
Routine activity theory sebagai metode pencegahan kejahatan fokus pada unsur-unsur
penting yang menyebabkan terjadinya kejahatan.
Teori ini memberi kerangka pencegahan kejahatan dengan mengubah paling tidak satu
dari unsur-unsur penting tersebut yaitu pelaku kejahatan, sasaran kejahatan atau
penjagaan yang baik.
Strategi pencegahan kejahatan yang paling efektif tentu akan fokus kepada ketiga unsur
tersebut.
Kedua, ketiadaan pengawalan yang baik yang dapat melakukan tindakan pencegahan
(Absence of capable guardian that could intervene)
Unsur pengawalan yang baik memiliki " unsur manusia" biasanya mereka yang sering
hadir akan menimbulkan efek tangkal terhadap pelaku potensial yang berniat melakukan
tindakan kejahatan.. Pengawalan yang baik juga dapat berupa CCTV asalkan ditempatkan
ditempat yang tepat dan selalu dimonitor..
Contoh yang termasuk pengawalan adalah patroli polisi, satuan pengamanan, penjaga
pintu, teman atau tetangga.
Beberapa dari bentuk pengawalan bersifat formal seperti satuan pengamanan (Satpam),
tetapi ada juga yang bersifat informal dan tidak disengaja seperti tetangga tetapi pasti
tidak efektif.
Ketiga, adanya pelaku kejahatan yang termotivasi ( the presence of a motivated offender).
Routine activity theory melihat kejahatan dari sudut pandang pelaku kejahatan. Kejahatan
hanya akan dilakukan apabila pelaku kejahatan melihat sasaran yang tepat serta tidak
adanya pengawalan. Ini merupakan analisis situasi dari pelaku kejahatan apakah
kejahatan akan dilakukan atau tidak.
Pencegahan kejahatan dimaksudkan untuk mempersempit peluang terjadinya tindak
kejahatan ketimbang menghambat keinginan seseorang untuk melakukan tindak
kejahatan.
Strategi Kepolisian Republik Indonesia dalam Pencegahan Kejahatan:
133
Pertama, Pre-emtif yaitu kebijakan yang melihat akar masalah utama penyebab
terjadinya kejahatan melalui pendekatan sosial, pendekatan situasional dan pendekatan
kemasyarakatan untuk menghilangkan unsur Potensi Gangguan (Faktor Korelatif
Kriminogen).
Kedua, Preventif yaitu upaya pencegahan munculnya Ambang Gangguan (police
hazard), agar tidak berlanjut menjadi gangguan nyata / Ancaman Faktual (crime)
. Ketiga, Represif yaitu upaya penegakan hukum terhadap Gangguan Nyata / Ancaman
Faktual berupa penindakan/pemberantasan/ penumpasan setelah terjadinya kejahatan atau
pelanggaran hukum.
Tujuan dari langkah represif ini adalah untuk memberikan contoh (Social Learning) dan
menimbulkan Efek Deterence agar dapat mengantisipasi para pelaku melakukan /
mengulangi perbuatannya.
Alan M. Dershowitz merumuskan beberapa tehnik dalam penanganan kriminalitas: 48
Pertama, yang disebut dengan tehnik Disincentive The Act atau Deter The Actor yaitu
tehnik untuk meyakinkan pelaku kriminal bahwa tindakannya akan mendatangkan
kerugian yang lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh.
Tehnik Disincentive adalah untuk mengurangi sejauh mungkin keuntungan atau manfaat
yang diperoleh oleh pelaku kriminal. Ronald V. Clarke menyebutnya dengan Denying
Benefit.
Kedua, yang disebut dengan tehnik Incapacitate yaitu suatu tindakan melumpuhkan
pelaku atau memperkecil atau menghilangkan peluang atau kesempatan sehingga pelaku
kriminal tidak dapat melakukan rencananya, karena berkurangnya kemampuan.
Dalam tehnik ini yang dilakukan bukan mengubah keinginannya tetapi menciptakan
penghalang yang sulit ditembus antara pelaku kejahatan dan sasaran.
Ketiga, yang disebut tehnik - Proactive Prevention. Kata Prevention menggambarkan
implikasi yang luas, termasuk membatasi dalam mengurangi penyebab tindakan kriminal.
Dalam arti yang spesifik prevention adalah kegiatan pencegahan dengan mengumpulkan
intelijen tentang rencana atau ancaman tindakan kejahatan..
Keempat, yang disebut tehnik Persuade. Tehnik pembujukan ini dilakukan agar pelaku
tidak melakukan tindakan kriminal dengan meyakinkan pelaku bahwa tindakannya salah.
Ronald V. Clarke menyebutnya dengan tehnik Reducing Temptation yaitu usaha untuk
mengurangi suatu keinginan pelaku untuk melakukan tindak kejahatan.
Dalam praktek penggunaan tehnik tehnik tersebut kadang kadang tidak dapat
dipisahkan secara hitam putih.
Apakah tehnik tehnik ini dapat digunakan dalam menghadapi terorisme?.
Alan M.Deshowitz menjelaskan bahwa untuk memerangi terorisme dapat ditempuh
pendekatan makro dan pendekatan mikro.
48
. Alan M. Dershowitz Why Terrorism Works : Understanding the Threat, Responding to the
Challenge. Scribe Publication, Melbourne. Hal 16.
134
Dalam pendekatan makro diperlukan pikiran dan upaya bersama untuk memerangi
bahkan menghilangkan hal-hal yang memacu dan mendorong berkembangnya terorisme
atau disebut disincentive.
Pendekatan makro lebih ditujukan kepada para pemimpin teroris yang berusaha untuk
mengukuhkan pembenaran terhadap sebab-sebab dilakukannya tindakan terror. Upaya
untuk menghilangkan hal yang mendorong, memperkuat dan memperluas terorisme
hanya dapat dilakukan melalui kerjasama antar negara. Untuk lebih meningkatkan
perlawanan terhadap terorisme tidak mungkin dilakukan hanya dengan pendekatan makro
tetapi juga pendekatan mikro.
Pendekatan mikro adalah upaya perlawanan terhadap terorisme yang lebih ditujukan
terhadap kelompok teroris daripada para pemimpinnya. Upaya mikro misalnya kegiatan
pengumpulan intelijen, penyusupan kedalam sel-sel organisasi teroris, pengintaian
elektronik dan satelit serta tindakan tindakan pengamanan lainnya.
Penyusupan agen kedalam organisasi teroris merupakan cara yang terbaik karena
informasi tentang rencana dan niat teroris hanya dapat diperoleh melalui Human
Intelligence, meskipun tindakan penyusupan kedalam organisasi teroris merupakan hal
yang tersulit dan paling berbahaya. Dalam mendeteksi rencana teroris tidak pernah bisa
dilakukan dengan sempurna, tetapi dapat mengurangi dan tidak dapat dikatakan gagal.
Diantara pendekatan makro dan mikro terbentang strategi strategi pencegahan lainnya,
selain tindakan penyusupan agen, seperti penyogokan bahkan pemerasan terhadap
anggota anggota teroris agar dapat menjadi agen ganda (double agent). Kadang
kadang melakukan tindakan dengan mendorong kegiatan kriminal agar jaringannya dapat
dibuka. Semua kegiatan ini masuk dalam tehnik Proactive Prevention.
Cara terbaik adalah gabungan tehnik tehnik makro dan mikro.
Ronald V. Clarke merumuskan pencegahan kejahatan dengan pendekatan Situational
Crime Prevention sebagai berikut:49
1. Target Hardening ( Penguatan Sasaran).
Sering sekali cara yang sangat efektif untuk mengurangi peluang kejahatan dengan
menggunakan hambatan fisik seperti pemasangan pagar, penggunaan kunci, brankas,
Layar Pemantau atau perkuatan materil lainnya.
Misalnya dengan melakukan perubahan rancang bangun pada Mesin Penolak Koin Palsu
(Slug rejecter) ditempat-tempat parkir yang telah berhasil mengurangi penggunaan koin
palsu di New York Parking Meter.(Decker 1992), dan juga Mesin Tiket di London
Underground (Clarke dkk., 1994).
Pelindung transparan untuk melindungi pengemudi bus telah berhasil secara signifikan
mengurangi serangan dalam salah satu sistem angkutan. (Poyner et al ,. 1988); atau
pelindung anti-bandit yang dipasang di Loket Pelayanan kantor pos di London pada tahun
1980-an yang diperkirakan telah berhasil menurunkan aksi perampokan sekitar 40%.
2. Pengawasan Akses ( Access Control).
Pengawasan Akses adalah langkah-langkah yang dimaksudkan untuk mencegah pelaku
kejahatan potensial di tempat - tempat seperti kantor, pabrik, atau apaartment.
49
.Ronald V.Clarke - Situational Crime Prevention (Second Edition) - Harrow and Heston PublishersNew York. Hal 17.
135
Pintu yang dapat dinaikkan dan diturunkan (The portcullises), Parit dan Jembatan yang
bisa diangkat dan diturunkan (drawbridges) dari Kastil Abad Pertengahan merupakan
contoh dari sistem Pencegahan yang mungkin sama
Pengawasan Akses sekarang telah berkembang sesuai perkembangan teknologi seperti
penggunaan Nomor Identifikasi Pribadi elektronik (PIN), yang dibutuhkan untuk masuk
kedalam ruangan atau akses ke Sistem komputer dan Rekening Bank.
Poyner dan Webb (1987b) menemukan bahwa kombinasi dari Pengawasan Akses (Acces
Control) yang dioperasikan di Perumahan di London Selatan termasuk entry phone
( sistem telepon untuk masuk), pagar disekitar blok Apartemen dan Pemantau Akses ke
garasi parkir, menunjukan hasil yang signifikan dalam mengurangi aksi vadalisme serta
pencurian
Mereka juga menemukan bahwa penempatan Meja Resepsionis di Lantai Dasar blok
menara menyebabkan menurunnya tindakan vandalisme, corat - coret dan juga
perbuatan-perbuatan yang melanggar tata tertib
3. Menyimpangkan Pelaku (Deflecting Offenders).
Pada pertandingan sepak bola di Inggris, Kelompok Pendukung dari tim yang berbeda
telah dipisahkan di stadion untuk mengurangi kemungkinan terjadi perkelahian, demikian
juga kedatangan dan keberangkatan mereka telah dijadwalkan untuk menghindari bentrok
saat menunggu pertandingan dimulai.(Clarke, 1983).
Penjadwalan bus terakhir yang meninggalkan segera setelah waktu penutupan Pub,
dimaksudkan untuk mengalihkan kebiasaan yang tidak diinginkan dan sering terjadi di
Inggris yaitu keributan sat penutupan Pub.
(Hope, 1985) menyarankan cara lain, yaitu untuk mengurangi gerombolan anak muda
yang mabuk dijalanan setelah Pub ditutup dapat dikurangi dengan menghindarkan
konsentrasi Pub-Pub ditempat-tempat tertentu dalam kota.
Belland Burke (1989) juga menunjukkan bahwa kemacetan parah yang terjadi dijalanjalan sekitar tempat parkir di Arlington, Texas pada setiap malam akhir pekan, sehingga
menimbulkan kerawanan terjadinya tindak kejahatan, dapat dikurangi dengan
mengadakan acara khusus untuk kegiatan para remaja.
Ini semua merupakan contoh cara menjauhkan para penjahat atau yang berpotensi
melakukan kejahatan dari sasaran kejahatan, tehnik situasional yang disarankan oleh teori
kegiatan rutin ( routine activity theory)
Foynerr dan Webb (1987a) juga menunjukkan bahwa pencurian dengan menggunakan
kantong belanja di Pasar kota Birmingham, Inggris, dapat dikurangi secara substansial
dengan menghindarkan kerumunan disekitar kios-kios yang dapat mempersulit pencopet
atau pencuri lainnya dalam melakukan aksinya.
4. Mengontrol fasilitator (Controlling Facilitators).
Salon-salon di Wild West mewajibkan pelanggannya untuk menyerahkan senjata api pada
saat mereka memasuki Salon untuk menghindari perkelahian bersenjata karena mabuk.
Sekarang sudah mulai disuarakan agar pabrik - pabrik senjata membuat "Senjata Yang
Kurang Mematikan " seperti senjata dengan peluru lilin, listrik atau yang hanya membuat
pingsan. (Hemenway Dan Weil, 1990).
Dewan Kejahatan Skotlandia (1975) menyatakan bahwa di beberapa pub bir harus
disajikan dalam cangkir plastik untuk mencegah penggunaan cangkir sebagai senjata.
136
Studi terbaru di Inggris tentang potensi cedera oleh berbagai jenis pecahan kaca telah
melahirkan rekomendasi tentang penggunaan bahan kaca yang kuat untuk gelas bir.
(Shepherd dan Brickley, 1992).
Pengontrolan pada fasilitator yang digunakan pada berbagai jenis kejahatan telah
diusulkan termasuk cek dan Kartu Kredit (yang dapat digunakan untuk penipuan), atau
telepon (Yang dapat memfasilitasi transaksi narkoba, penipuan dan pelecehan seksual).
Untuk mengurangi peredaran narkoba, Telepon Umum Berbayar telah dihapus dari
tempat yang diduga tempat berkumpulnya pengedar narkoba, atau telah diubah untuk
mereka legih mempersulit penggunaannya. (Natarajan et al. , 1996).
Sebuah sistem telepon terkomputerisasi baru di Penjara Pulau Rikers secara substansial
telah mengurangi panggilan telepon terlarang yang dilakukan oleh kelompok nara pidana
dipenjara dar juga bermanfaat tak terduga telah mengurangi perkelahian yang
disebabkan oleh akses ke ponsel (La Vigne, 1994). Dua Studi kasus ini menggambarkan
manfat dari pengontrolan telepon.
Dalam Studi Kasus # 5, Clarke (1990) menunjukkan bahwa pengenalan Caller ID di New
Jersey yang memungkinkan penerima telepon membaca nomor Panggilan,
mengakibatkan penurunan dari panggilan telepon yang tidak bertanggung jawab.dan
mengganggu.
Bichler Dan Clarke (1996) menunjukkan bahwa pemograman - kembali (re-programing
telepon ) bayar di Terminal Bus Port Authority di Manhattan telah dapat mencegah
Akses terlarang ke Jalur tol, dan mencegah peluang penipuan multi-juta Dolar yang
dilakukan penjahat (Studi Kasus # 6).
Akhirnya, Knutsson Dan Kuhlhorn (1981)menunjukkan bahwa Pengenalan Prosedur
identifikasi di Swedia menghasilkan penurunan angka penipuan cek yang dilaporkan
(Studi Kasus 7 #).
5. Skrining Masuk / Keluar ( Entry / Exit Screening).
Skrining masuk berbeda dengan Kontrol Akses (Access Control), yang tujuannya adalah
kurang lebih kepada upaya untuk menyingkirkan penjahat potensial dibandingkan upaya
meningkatkan pendeteksian mereka yang tidak memenuhi syarat untuk masuk.
Persyaratan ini mungkin berhubungan dengan barang atau objek yang dilarang, atau
kepemilikan dokumen atau tiket.
Sebaliknya skrining keluar, tujuan utamanya adalah untuk mencegah pencurian dengan
mendeteksi benda-benda tertentu tetap berada ditempat-tempat tertentu yang dilindungi.
seperti barang-barang ditoko yang tidak dijual.
Perkembangan teknologi elektronik telah mengakibatkan meningkatnya penggunaan
teknik-teknik situasional ditoko ritel, seperti pelabelan barang dagangan (merchandise
tagging) , bar - coding dan titik jual elektronik (electronic point of sales) yaitu pelayanan
mandiri, komputerisasi peralatan yang melakukan semua tugas dari toko .
Hal ini memungkinkan pembayaran oleh Bank atau kartu kredit , memverifikasi
transaksi , menyediakan laporan penjualan , koordina si persediaan data, dan
melakukan beberapa layanan lainnya yang biasanya dilakukan oleh karyawan
6. Pengawasan formal (Formal Surveillance).
Pengawasan formal dilakukan oleh Polisi, Satuan Pengamanan Pusat Belanja, kantor,
perumahan serta pusat-pusat kegiatan lainnya. .
Fungsi utamanya adalah untuk memberikan daya tangkal
137
138
Kasus lain adalah dengan mengurangi transaksi kontan (Cash) di toko-toko atau
pembayaran tiket untuk bis.
Sasaran penting pencurian seperti brankas diamankan dengan penggunaan kunci waktu
(time lock).
"Teknologi sederhana" yang dapat dilakukan misalnya dengan menghimbau pasen-pasen
yang dirawat dirumah sakit untuk tidak membawa barang-barang berharga ke rumah
sakit.
10. Menandai Properti (Identifying Property).
Menulis nma seseorang pada sebuah buku adalah bentuk sederhana dari tehnik
"Menandai Properti" dimana ruang disediakan dalam buku itu untuk maksud tersebut.
Program yang lebih maju untuk tehnik "Menandai Properti" berhubungan dengan
kendaraan. Registrasi kendaraan bermotor telah dilakukan di hampir semua negara.
Di Ameruika Serikat semua mobil yang dijual di Amerika Serikat diwajibkan memiliki
Vehicle Identification Number (VIN)
Motor Vehicle Theft Law Enforcement 1984 telah mengamanatkan untuk memberi tanda
kepada semua bagian penting dari sebuah mobil.
11. Mengurangi godaan (Reducing Temptation)
Adalah salah satu tehnik pencegahan situasional, sebagai upaya untuk mengurangi
keinginan pelaku melakukan tindak kejahatan.
Di jalan-jalan umum dikota adalah tidak bijaksana untk memakai gelang emas yang
mencolok atau meninggalkan mobil diparkir yang menarik perhatian.para pengemudi
yang lalu lalang tanpa tujuan (Joyriders)
Godaan lain yang nampaknya tidak begitu menonjol adalah direktori telepon genggam
yang netral gender dapat memancing panggilan telepon gelap terhadap wanita.
Demikian juga telah ditemukan dalam salah satu riset bahwa kepemilikan senjata api
telah memicu sikap agresif kepada pemiliknya, yang disebut dengan - "weapon effect"
(Berkowitz dan LePage, 1967).
12. Menghilangkan Manfaat (Dennying Benefit).
Masih ada kaitan dengan tehnik "Mengurangi godaan", tetapi secara konsep berbeda
yaitu mengurangi manfaat bagi pelaku tindak kejahatan..
Perkembangan terbaru adalah kode keamanan dari radio mobil. Si pecuri harus tahu
terlebih dahulu nomor PIN radio yang dicurinya sebelum dipasang di mobil lain
merupakan contoh yang sangat baik dari prinsip ini.
Penelitian di Australia menemukan bahwa mobil dilengkapi yang dilengkapi dengan
teknologi tersebut jarang menjadi sasaran pencurian (NRMA Asuransi Ltd 1990) dan juga
di Jerman dan Amerika (Braga Dan Clarke, 1994).
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa prinsip yang sama mungkin dapat diterapkan ke
VCR dan TV sehingga dapat mengurangi manfaat bagi pencuri,
Teknologi lain adalah yang disebut - "Ink Tag". Ink tag digantungkan di baju, tas, sepatu
atau barang yang dijual untuk mencegah pencurian.
Apabila ink tag dilepas dengan paksa maka tinta nya akan merusak barang-barang
tersebut sehingga tidak bisa digunakan atau dijual.
139
140
Misalnya, tidak memiliki tempat sampah umum dapat digunakan sebagai alasan untuk
membuang sampah sembarangan, antrian panjang sebagai alasan untuk masuk tanpa
membayar atau penampilan bobrok sebagai alasan untuk vandalisme.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan misalnya dengan menyediakan tempat sampah
yang cukup, memasang 'papan grafiti' di mana pesan dapat dituangkan dipapan tersebut,
menyediakan toilet umum, program rehabilitasi untuk pecandu
George Walker Bush ketika masih menjadi Presiden Amerika Serikat menyatakan
intelijen harus dibangun agar mampu mendukung strategi memerangi terorisme yang
dikenal dengan istilah 4 D yaitu Defeat, Deny, Diminish, dan Defend.
Defeat dilakukan melalui tindakan langsung atau tidak langsung dengan menggunakan
unsur kekuatan nasional seperti diplomasi, ekonomi, informasi, hukum, keuangan,
intelijen, dan militer.
Dari sejarah perlawanan terhadap terorisme dapat ditarik pelajaran bahwa cara yang
terbaik dalam strategi ini adalah melakukan tindakan isolasi dan lokalisasi terhadap
aktivitas teroris dan menghancurkannya melalui tindakan yang intensif dan berkelanjutan.
Namun dengan berkembangnya organisasi teroris baik dilihat dari sisi kecanggihan
maupun jangkauannya, maka yang harus dilakukan adalah mengurangi lingkup operasi
dan kemampuannya. Tugas intelijen dalam tahap ini adalah melakukan identifikasi
terhadap teroris, mencari dan menemukan serta melokalisasi persembunyiannya,
sehingga dapat menghancurkan kemampuan teroris untuk merencanakan dan melakukan
aksinya.
Identifikasi teroris dan organisasinya adalah upaya untuk mengetahui secara jelas
identitas satu organisasi teroris. Dalam perang rumusan know your enemy adalah paling
utama. Komunitas intelijen penegakan hukum harus mampu mengidentifikasi organisasi
teroris, peta rantai komandonya, serta infrastuktur pendukungnya.
Tugas intelijen lainnya adalah harus mampu mengidentifikasi dan memusatkan perhatian
kepada kelompok yang paling berbahaya. Sifat organisasi teroris yang tidak jelas,
menyulitkan dalam membuat analisis tentang niat dan kemampuan organisasi teroris
secara tepat. Untuk mencapai keberhasilan dalam menghancurkan teroris, intelijen tidak
cukup hanya bertumpu pada intelijen tehnik saja, tetapi harus mengembangkan
kemampuan lain yang mampu menembus organisasi teroris, melokalisasi
persembunyiannya serta menggagalkan rencana aksinya.
Intelijen harus mampu menyajikan intelijen yang menyangkut kepemimpinan, niat,
rencana, modus operandi, sumber pendanaan, komunikasi dan perekrutan. Selain itu
intelijen juga harus mampu mengembangkan kerjasama dengan mitranya dinegara lain,
untuk memperoleh intelijen yang lengkap.
Menghancurkan teroris dengan organisasinya adalah dengan menggunakan semua unsur
kekuatan nasional untuk mengurangi dan menghancurkan kemampuan teroris sehingga
tidak mampu melaksanakan aksinya.
Dalam tahap ini intelijen harus mampu mendukung:
a. Upaya untuk menemukan, menangkap, menahan dan membawa teroris ke pengadilan.
b. Mendukung upaya penggunaan kekuatan militer dalam menghancurkan sarang
sarang teroris.
141
142
Terorisme merupakan musuh yang sulit dihitung karena mudah menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, didukung oleh kemajuan teknologi, dan mereka memegang
inisiatif sehingga dapat menghindari kekuatan yang dihadapinya dan memanfaatkan
kerawanan dan kelengahan yang dilihatnya.
Kemajuan teknologi telah memungkinkan saling keterkaitan antar kelompok teroris
sehingga jarak dan waktu bukan menjadi penghalang bagi kelompok teroris.
Oleh sebab itu berlaku hukum pertahanan yang terbaik adalah serangan yang baik.
Maknanya adalah dengan meningkatkan dan mengkoordinasikan indikasi-indikasi dan
peringatan dini, akan dapat mendeteksi rencana teroris sebelum sempat melakukan aksiaksinya.
Intelijen yang baik yang mampu mendeteksi organisasi teroris akan dapat mematahkan
kemampuan teroris dan menghancurkannya. Ini berarti investasi pemerintah dalam
mengembangkan kemampuan intelijen baik menyangkut sumber daya manusia maupun
teknologi harus dilakukan dalam skala besar. Investasi teknologi pada alat pelacak sangat
menolong, tetapi yang paling penting adalah peningkatan Humint, begitu pula dalam
kemampuan analisis. Yang merupakan kelemahan yang dialami oleh hampir semua
organisasi intelijen.
BAB IX
PENATAAN INTELIJEN PENEGAKAN HUKUM.
.
Penataan intelijen sebenarnya merupakan isu biasa yang selalu terjadi, karena penataan
intelijen selalu dilakukan dihadapkan kepada perubahan lingkungan strategik, hakekat
ancaman, serta kepentingan nasional.
Ada sebuah pendekatan yang dirumuskan oleh David L.Carter yang disebut dengan R
atau R-Cubed Approach yaitu Reassessing, Refocusing, dan Reallocating.50
Tujuan dari R adalah menggambarkan kerangka untuk penataan organisasi yang
berkaitan dengan tanggung jawab intelijen. Ini membutuhkan penilaian atau kajian
internal (self assessmant) yang kritis tentang tanggung jawab dan juga sumber daya,
objektivitas yang jauh dari kepentingan-kepentingan tertentu, perspektif yang realistik,
pertimbangan taktis dan strategis dari tanggung jawab pemolisian tradisional maupun
yang baru, serta metoda (termasuk anggaran) bagaimana semua tanggung jawab
pemolisian dapat diselesaikan.
Upaya penataan adalah upaya yang tidak mudah sehingga perlu dilakukan dengan hatihati dan tidak terburu-buru.
50
. David L.Carter,PhD - Law Enforcement Intelligence: A Guide for State, Local,and Tribal Law
Agencies (2009). Hal 415..
143
harus
144
Kedua, setiap wilayah tanggung jawab harus diukur dan ditimbang. Langkah ini untuk
menentukan besarnya beban tugas dan tanggung jawab dan menetapkan wilayah
tanggung jawab mana yang harus mendapatkan perhatian.
Hampir pada setiap institusi kepolisian memenuhi panggilan tugas masih selalu
merupakan prioritas utama. Namun tidak berlebihan dan merupakan tindakan yang
realistik bila prioritas itu dirubah dengan menambahkan pada fungsi intelijen.
Ketiga, perubahan ini diimplementasikan melalui penetapan kebijakan, prosedur, dan
perintah-perintah yang baru. Juga penting dicatat bahwa dalam melakukan perubahan
komunikasi juga memegang peran penting.
Reallocating (pengalokasian kembali)
Ketika keputusan refocusing telah ditetapkan, institusi penegak hukum harus melakukan
pengalokasian kembali sumber daya untuk memenuhi prioritas yang telah ditetapkan. Ini
termasuk sumber daya manusia, anggaran operasional, perlengkapan seperti mobil, radio,
komputer, ruang kantor sesuai kebutuhan baru.
Kesulitan dalam proses realokasi adalah "perlawanan", seperti perpecahan dalam
organisasi karena perbedaan orientasi. Oleh sebab itu dalam proses realokasi diperlukan
kepemimpinan yang efektif untuk memimpin organisasi dan memotivasi personal untuk
memahami pentingnya perubahan dan manfaat perubahan tersebut bagi masyarakat.
Tidak ada resep yang eksplisit untuk perubahan suatu organisasi. Begitu juga dalam
bidang intelijen ketika proses ini tidak dipahami oleh sebagian besar personel.
Namun ada sedikit petunjuk yaitu waktu yang diperlukan dalam proses perubahan ini.
Institusi harus menggunakan waktu secara hati-hati untuk mempertimbangkan semua
tugas dan tanggung jawab baru, yang diimbangi oleh tuntutan yang muncul dalam
organisasi sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, dan lakukanlah
langkah-langkah yang jelas menuju organisasi yang telah disesuaikan dengan perubahan
yang telah ditetapkan.
145
peristiwa-peristiwa yang harus segera diantisipasi melalui upaya pencegahan agar tidak
terulang kembali.
Demikian juga dengan peristiwa terorisme di Indonesia yang makin meningkat baik
dilihat dari korban yang jatuh dari orang-orang yang tidak berdosa maupun sasaransasarannya.
Bila pada tahun 1981 serangan terror baru pada tahap pembajakan pesawat terbang, maka
pada tahun 2005, setelah serentetan tindakan terorisme sebelumnya yang terjadi hampir
pada setiap tahun, telah terjadi tindak kekerasan terorisme di Bali yang telah menelan
korban 22 orang tewas dan 102 orang lainnya mengalami luka-luka akibat ledakan bom
yang terjadi di RAJAs Bar dan Restaurant, Kuta Square, di daerah Pantai Kuta dan di
Nyoman Caf Jimbaran.
Hal lain adalah bagaimana produk intelijen dapat dijadikan acuan terpercaya bagi para
pengambil keputusan dan penentu kebijakan sehingga mampu memberi ruang dan waktu
sebelum serangan terjadi, serta bagaimana membangun akses informasi yang luas dengan
membangun kerjasama antara institusi penegak hukum dengan intelijen.
Pendekatan ini diperlukan karena ada kecenderungan organisasi teroris memanfaatkan
atau saling memafaatkan dengan organisasi kriminal.
Alasan lain adalah batas antara isu-isu domestik dan internasional, kalaupun ada kadangkadang sudah menjadi kabur. Salah satu contoh mudahnya manusia dan narkoba keluar
masuk antar negara.
Organisasi teroris dengan dukungan teknologi akan mampu melaksanakan operasi secara
simultan didalam negeri dan diluar negeri. Aliran uang di dalam negeri maupun antar
negara dapat dengan mudah dilakukan dan dapat digunakan untuk mendukung kegiatankegiatan illegal. Pencurian teknologi juga merupakan kasus yang melibatkan masalah
domestik dan antar negara.
Kepentingan kerjasama institusi intelijen dan institusi penegak hukum yang makin
meningkat, telah memunculkan beberapa pemikiran yaitu:
Pertama, melebur institusi intelijen dan penegak hukum dan menempatkannya dibawah
institusi penegak hukum.
Kedua, melebur kedua institusi tersebut dan menempatkannya dibawah institusi intelijen.
Ketiga, koordinasi operasi antara institusi penegak hukum dan institusi intelijen serta
perluasan fungsi penegak hukum Indonesia di luar negeri perlu mendapatkan prioritas.
Dilihat dari sisi per Undang Undangan dimana tiap institusi mempunyai kewenangan
yang sama seperti TNI dan POLRI dalam menangani terorisme, penataan intelijen yang
mendesak dilakukan adalah pada koordinasi dalam bentuk pertukaran intelijen antar
lembaga penegak hukum maupun dengan institusi intelijen, pengumpulan bahan
keterangan dan pada sistem analisis, karena memang pada ketiga sistem itulah yang akan
menentukan mutu intelijen.
Semua upaya penataan intelijen pada dasarnya selalu ditujukan agar dapat dihasilkan
intelijen yang bermutu dan dapat dipercaya sehingga tidak akan terjadi pendadakan.
a. Peningkatan koordinasi.
146
147
148
149
150
. Jack Davis Occasional Paper : Vol 1, Number 5, Nov 02, The Sherman Kent for Intelligence Analysis.
151
Untuk analisis sebagai bahan pembuatan perkiraan (estimate analysis), analis harus
secara serius memusatkan perhatiannya kepada yang nampaknya akan mempengaruhi
keluarannya.
Untuk analisis sebagai dasar sebuah tindakan (action analysis) analis harus mampu
mengidentifikasi dan mengevaluasi beberapa alternatif, namun tidak menyarankan
tetapi membiarkan pembuat keputusan membuat rekomendasi atau memilihnya
sendiri.
Ketiga, kemapanan intelektual ( Intellectual Rigor ).
Analisis yang baik adalah kunci dalam proses pembuatan kebijakan / keputusan.
Dalam doktrin Kent informasi harus mengalami proses evaluasi yang baku dan ketat
untuk menentukan validitas sumber informasi, untuk mencegah adanya penyesatan
(deception) dan penolakan (denial), serta penilaian terhadap kebenaran informasinya.
Perkiraan atau estimasi dibuat berdasarkan pengorganisasian dan evaluasi data yang
benar, keakhlian yang tidak berpihak, perumusan asumsi yang baik dan terbuka.
Ketidak pastian serta kesenjangan dalam informasi akan sangat mempengaruhi dalam
membuat perkiraan yang baik
Keempat, kesadaran upaya untuk menghindari penyimpangan analisis
(Concious Effort to Avoid Analytic Biases).
Penyimpangan politik atau kebijakan (policy or political bias) adalah kesalahan yang
tidak bisa ditolerir. Namun disadari penyimpangan analitik dan penyimpangan
kognitif adalah proses mental yang biasa dan sulit dihindari dalam menganalisis dan
mengevaluasi masalah yang kompleks dan cair.
Oleh sebab itu diperlukan upaya yang terus menerus, berlanjut serta sungguhsungguh untuk meminimalkannya.
Salah satu cara yang dianjurkan Kent untuk mengurangi penyimpangan analitik dan
kognitif adalah menguji asumsi telah ditegakkan secara sungguh-sungguh.
Kelima, kesediaan untuk mempertimbangkan pendapat orang lain (Willingness
to Consider Other Judgments).
Dalam menegakkan hasil analisis yang baik diperlukan tidak hanya kesepahaman
tetapi juga perbedaan pendapat.
Pendapat yang berbeda perlu dipertimbangkan selama dasar, alasan, dan
argumentasinya jelas seperti kepercayaan terhadap asumsi alternatif atau perbedaan
interpretasi terhadap satu informasi.
Sebelum teknologi informasi berkembang, pada masa lalu biasa dilakukan rapat
bersama para analis dari berbagai disiplin yang ada hubungan dengan masalah yang
dikaji.
Keenam, pemanfaatan tenaga akhli dari luar institusi secara sistematik
(Systematic Use Outside Experts).
Sebagai uji tambahan terhadap kemungkinan penyimpangan analisis dan
kemungkinan ada hal-hal yang tidak tertinjau dalam proses analisis masalah yang
kompleks dan sulit, perlu dipertimbangkan pendapat lain dari luar institusi.
152
Tentu seorang analis harus memegang teguh dan memelihara kerahasiaan hasil
analisis yang disiapkan untuk pengguna intelijen yang dilayaninya.
Pendapat lain itu tidak harus selalu sependapat, namun yang diperlukan adalah
kemungkinan munculnya data dan bahan keterangan tambahan dan analisis dari
asumsi yang mendasarinya.
Berita-berita di media atau jurnal-jurnal khusus harus dipelajari untuk keperluan yang
sama. Seorang analis juga harus menggali dan mengembangkan hubungan dengan
kalangan lain baik dalam bidang pengajaran, riset, dan bisnis yang melakukan
kegiatan serupa.
Ketujuh, hasil analisis adalah tanggung jawab bersama (Collective Responsibility
for Judgement).
Analisis beserta pendapat yang disimpulkan pada dasarnya adalah produk institusi
dan bukan kerja perorangan.
Ketika seorang analis berhadapan dengan pengguna intelijen, harus dapat
menampilkan dan mempertahankan ciri dan pandangan kebersamaan. Namun ketika
keadaan mengharuskan adanya pendapat pribadi, seorang analis harus dapat
menjelaskan sumber yang memberi wewenang kepadanya untuk berbicara tentang isu
tertentu.
Kedelapan, kebijakan komunikasi yang efektif dari informasi pendukung dan
hasil analisis.(Effective communication of policy-support information and
judgements)
Bagi seorang pembuat keputusan yang sibuk, analisis yang pendek akan lebih baik.
Namun demikian kejelasan pendapat yang disampaikan analis juga merupakan hal
yang esensial. Dalam proses analisis persoalan yang kompleks dan cair, faktor ketidak
pastian adalah hal yang tidak bisa dihindarkan.
Meskipun demikian yang juga penting diperhatikan adalah harus dihindarkan sikap
benar sendiri. Apabila timbul kebingungan karena dihadapkan kepada pilihan apakah
harus memperpanjang analisis atau membiarkannya singkat, berikanlah detail yang
terukur dan hati-hati.
Kesembilan, mau mengakui kesalahan dengan jujur (Candid Admission of
Mistakes).
Analis harus selalu berusaha untuk menguasai substansi dan praktek analisis dengan
baik, meskipun tidak ada aturan dan teori analisis yang dapat menjamin keberhasilan
dalam menangani persoalan yang berat dan rumit, atau menghilangkan apa yang
disebut dengan bahaya dalam membuat perkiraan (perils of estimating).
Menurut Sherman Kent seorang analis harus secara sistimatik melihat kembali
kinerjanya untuk mencari cara meningkatkan kemampuan dalam membuat analisis,
juga untuk mempelajari kesalahan-kesalahan.
Kesalahan mungkin saja terjadi, tetapi seorang analis dapat pelajaran penting dengan
melihat kembali secara kritis kegagalan-kegagalan yang terjadi, terutama dari
penilaian kembali tersebut dapat ditemukan kesalahan-kesalahan yang berulang
dengan pola yang sama, seperti melihat dari bayangan (mirror imaging), atau asumsiasumsi yang tidak berubah meskipun lingkungan telah berubah.
153
154
Diluar faktor faktor diatas, faktor faktor manajemen lainpun perlu dipertimbangkan
untuk meningkatkan kemampuan intelijen.
155
diartikan juga sebagai karakter yang dicirikan oleh kesadaran terhadap harapan dan
kesadaran percepatan masa depan.
Kini ada kesadaran baru dalam institusi penegakan hukum tentang pentingnya Intelijen
untuk penegakan hukum (Law Enforcement Intelligence). Kini institusi penegakan
hukum di negara-negara maju secara proaktif melakukan penegakan hukum dengan
menggunakan pendekatan pemolisian masyarakat ( community policing) melalui proses
pemecahan masalah secara proaktif, CompStat, analisis kriminal, komunikasi internal dan
eksternal yang efektif, penanggulangan kejahatan melalui pendekatan multidisiplin,
pendekatan bottom up untuk gelar operasi. Selain itu terutama sejak peristiwa 11
September telah terlihat kemajuan yang sangat penting terutama dalam sumber daya dan
pelatihan sehingga fungsi intelijen penegakan hukum sudah lebih mudah diadaptasi
kedalam sistem.
Kondisi ini menyebabkan fungsi intelijen penegakan hukum sudah menjadi professional,
juga didorong oleh keterlibatan secara intensif dari kalangan akademisi, serta upaya yang
panjang yang dilakukan International Association of Law Enforcement Inteligence
Analysts (IALEIA) atau Asosiasi Analis Intelijen Penegakan Hukum dan juga Unit
Intelijen.
156
Sasaran adalah ujungnya dimana seluruh aktifitas intelijen diarahkan dan yang penting
sasaran harus mission oriented yaitu pencapaian sasaran intelijen akan mendukung
pencapaian misi yang lebih luas dari institusi penegakan hukum.
Contoh tentang perumusan Misi dan Sasaran dari Unit Intelijen.
Misi Intelijen
Misi dari Unit Intelijen dari Bagian Penelitian POLRES Jakarta Timur ialah
mengumpulkan, mengevaluasi, menganalisis, dan menyebarkan intelijen tentang
kegiatan kriminal di wilayah hukum Jakarta Timur atau kejahatan di wilayah hukum
lain yang dapat membawa akibat terhadap keamanan di wilayah hukum Jakarta Timur.
Termasuk juga kegiatan melakukan proses pemilahan dan analisis informasi yang
dikumpulkan oleh unit operasi.
Unit intelijen akan melengkapi data-data yang diperlukan oleh Kapolres, agar Unit
Operasi yang bertanggung jawab terhadap penangkapan dapat melakukan tindakan
yang diperlukan.
Sasaran Intelijen
1.
Unit Intelijen akan memasok Kapolres dengan data intelijen, baik intelijen taktis
maupun strategis yang akurat agar Kapolres selalu dapat mengikuti
perkembangan dan dinamika keamanan di wilayah hukum Jakarta Timur.
2.
Unit Intelijen akan memberi laporan analisis intelijen secara lengkap dan
terperinci tentang sistem kejahatan terorganisir yang beroperasi di wilayah
hukum Jakarta Timur kepada Unit Operasi dengan data-data yang diperlukan
untuk mengidentifikasi kelompok kejahatan terorganisir maupun perorangan
yang terlibat dalam kelompok kejahatan teroganisir.
3.
Unit Intelijen akan memusatkan perhatiannya kepada kejahatan sebagai berikut:
a. Kelompok ekstrim Jamaah Islamiah yang mendukung terorisme
menyangkut kegiatan, pengikut, pendanaan, dan dukungan logistik, yang
bersifat kegiatan kriminal..
b Kelompok ekstrimis di wilayah hukum Jakarta Timur yang mendukung
tindakan kejahatan menyangkut kegiatan, pengikut, pendanaan, dukungan
logistik, yang semuanya bersifat tindakan kriminal.
c Kegiatan buruh / pemogokan melakukan monitoring dan mengumpulkan
intelijen strategis dan disampaikan kepada Biro Operasi yang berhubungan
dengan kegiatannya.
d. Kejahatan terorganisir identifikasi kejahatan dan pengikutnya, termasuk
identifikasi kelompok kejahatan yang baru muncul.
e. Penyebar Narkoba yang besar menyampaikan intelijen taktis dan analisis
informasi kepada Biro Operasi tentang orang yang teridentifikasi terlibat
dalam perdagangan narkoba.
Unit Intelijen mengerti perlunya keseimbangan antara hak-hak individu warga
negara dengan keperluan penegakan hukum yang sah secara hukum. Dengan
pemahaman ini Unit Intelijen akan melaksanakan kegiatan intelijen sesuai dengan
keseimbangan diatas secara konsisten.
157
BAB X
PENGAWASAN INTELIJEN
Pengertian pengawasan dari terminologi control, review, dan oversight sempat menjadi
perdebatan hangat ketika merumuskan fungsi pengawasan. Ini bukan merupakan debat
semantik tetapi lebih kepada akses terhadap informasi dari Badan atau Institusi Intelijen.
Perbedaan yang nampak lebih jelas adalah antara control dengan oversight.
Dalam bahasa Indonesia control diartikan pengendalian, sedangkan oversight diartikan
pengawasan.
Sudah umum dipahami bahwa seorang pemimpin sebuah organisasi memerlukan
kekuasaan yang cukup untuk mengatur dan mengarahkan kegiatan dan operasi dari
institusi tersebut, ini yang dimaksud dengan Control.
Sedangkan oversight lebih kepada proses supervisi terhadap kegiatan yang menjadi
tugas dan tanggung jawab sebuah institusi bukan kepada manajemen harian (day to day
management), tetapi untuk menjamin bahwa seluruh kebijakan, kegiatan dan metode
yang dijalankan institusi tersebut sejalan dengan mandat undang-undang terkait.
158
Isu pengawasan terhadap Institusi intelijen makin menguat sejalan dengan tuntutan
demokratisasi intelijen.
Yang menjadi pertanyaan adalah mungkinkah melakukan demokratisasi intelijen melihat
sifat intelijen yang menonjol yaitu melakukan kegiatannya dengan senyap dan penuh
kerahasiaan.
Ada dua hal yang berhadapan yaitu transparansi dan akuntabilitas dengan kerahasian,
sehingga ini bisa dipandang sebagai sebuah oxymoronic.
Pengawasan publik atas badan intelijen dalam sistem demokrasi dianggap penting karena
alasan-alasan sebagai berikut:53
Pertama, berseberangan dengan konsep keterbukaan dan transparansi yang menjadi hal
yang sangat penting dari pengawasan demokratis, badan intelijen seringkali beroperasi
secara rahasia. Karena kerahasiaan dapat menutupi operasi mereka dari pengamatan
publik, maka menjadi penting bagi legislatif dan khususnya eksekutif untuk
memperhatikan dengan seksama operasi-operasi badan tersebut.
Kedua, badan intelijen memiliki kemampuan khusus untuk memasuki wilayah hak milik
pribadi atau komunikasi yang jelas-jelas dapat melanggar prinsip hak azasi manusia. Oleh
sebab itu pegawasan menjadi masalah yang sangat penting dalam sistem demokrasi.
Ketiga, badan intelijen sedang mengalami penyesuaian dengan munculnya ancaman baru
yang disebut Ancaman Non Tradisional yang dapat berupa kejahatan terorganisasi lintas
negara yang dilakukan oleh aktor-aktor non negara, dengan memanfaatkan kondisi dalam
negeri. Ancaman ini dapat dalam bentuk terorisme, gerakan separatis, kejahatan dunia
maya (Cybercrime), kejahatan lintas negara seperti penyelundupan dan pencurian ikan,
pencemaran dan perusakan ekosistem, imigran gelap, pembajakan / perampokan, aksi
radikalisme, konflik komunal, serta dampak bencana alam
Proses penyesuaian ini seharusnya berada dibawah pengawasan otoritas sipil yang dapat
menjamin proses penyesuaian ini akan berjalan sesuai dengan sistem demokrasi.
Pengawasan oleh legislatif dan eksekutif harus memastikan perubahan yang diinginkan,
diterapkan dengan cara yang efisien, karena badan intelijen merupakan badan birokrasi
yang memiliki daya tolak terhadap perubahan dan tingkat kemapanan birokratis tertentu.
Keempat, badan intelijen bertugas untuk mengumpulkan informasi dan membuat analisis
ancaman serta melakukan penilaian tentang adanya ancaman. Karena penilaian ancaman
merupakan titik awal bagi rencana tindakan pasukan keamanan (militer, polisi dan
pasukan penjaga perbatasan) , maka merupakan hal penting bila penilaian ancaman ini
dilakukan dibawah acuan demokratis. Hal ini relevan terutama karena penilaian ancaman
ini berimplikasi terhadap penentuan prioritas ancaman yang dapat mengakibatkan
dampak politis yang besar.
Kelima, berlaku bagi negara-negara yang berada dibawah rezim otoriter dan dalam proses
transisi menuju demokrasi. Pada masa lalu tugas utama badan intelijen dinegara-negara
tersebut adalah melindungi dan menjaga keamanan para pemimpinnya dari rakyat
53
. Bob S. Hadiwinata (Editor), Hans Born dan Ian Leigh - Mendorong Akuntabilitas Intelijen::Dasar
Hukum dan Praktik Terbaik dari Pengawasan Intelijen. Hal 33.
159
mereka. Badan intelijen terutama berperan untuk memenuhi dan menjalankan fungsifungsi represif.
Dalam proses menuju sistem yang demokratis, yang semula lebih menekankan kepasda
pendekatan yang bersifat represif menjadi alat kebijakan keamanan yang modern
menuntut adanya pengawasan yang ketat oleh eksekutif dan legislatif.
Demokratisasi intelijen.
Dalam pemerintahan yang otoriter tujuan dari institusi intelijen adalah mengabdi kepada
kekuasaan dan menekan serta membungkam oposisi.
Dalam posisi ysng demikian institusi intelijen berada dalam kendali partai yang berkuasa
atau menjadi "bagian" dari struktur komando militer atau sebagai badan yang otonom
dalam negara, layaknya "state within state".
Selain itu institusi intelijen dalam rejim otoriter tidak berada dalam pengawasan yang
independen.54
Dalam negara yang menganut sistem demokrasi, pemantauan terhadap musuh negara
tetap menjadi tugas dari institusi intelijen keamanan. Namun perbedaan rejim otoriter
dengan rejim demokratis terletak pada adanya kebebasan berpolitik serta kebebasan
berkompetisi.
Perbedaan yang lain adalah semua kegiatan intelijen harus berada dalam pengawasan
agar dapat berfungsi secara efektif, efisien, tidak melanggar undang-undang dan etika.
Demokratisasi adalah sebuah proses yang panjang dan bergejolak oleh sebab itu mungkin
prosesnya mandek atau malah kembali kearah semula.
Pertanyaan yang selalu muncul adalah bagaimana karakter bidang keamanan termasuk
intelijen dalam sistem pemerintahan yang demokratis?.
Laurie Nathan menggambarkan 6 (enam) faktor yang harus dipenuhi untuk dapat disebut
memenuhi standar demokrasi.55
Keenam faktor tersebut ialah:
*. Supremasi Sipil di Sektor Keamanan ( Civil Supremacy over the Security Sector).
Pimpinan didalam negara demokratis mereprentasikan kalangan sipil yang dipilih
melalui proses pemilihan umum, maka sektor keamanan (sebagai bagian dari
eksekutif) berada pada tanggung jawab kalangan sipil. Mekanismenya adalah bahwa
pemimpin tertinggi militer dan Menteri Pertahanan hendaknya dari kalangan sipil; dan
lembaga keamanan harus mempertanggungjawabkan setiap tindakannya - termasuk
anggaran belaja - kepada badan legislatif.
* Pembagian tanggung jawab ( Division of Responsibility)
Harus ada pembagian yang tegas antara kelompok sipil dan militer. Sementara
kelompok sipil bergerak di bidang politik dan kepemimpinan nasional, kelompok
militer berkonsentrasi dibidang keamanan nasional. Untuk menjaga profesionalitas
militer, maka militer seharusnya tidak melibatkan diri di dalam urusan politik dan
perebutan kekuasaan politik. Sebagai bagian dari pemerintahan demokratis, kalangan
militer maupun sipil harus bersama-sama mempertanggungjawabkan tindakannya
kepada badan pengawas di badabn legislatif yang dipilih oleh rakyat.
54
55
.Peter Gill and Mark Phythian - Intelligence in an Insecure World. Hal 173.
.Bob S. Hadiwinata (Editor), Hans Born dan Ian Leigh - Mendorong Akuntabilitas Intelijen: Dasar
Hukum dan Praktik Terbaik dari Pengawasan. Intelijen. Hal 17..
160
* Legalitas ( Legality)
Dalam rangka untuk memperoleh pengakuan dan legitimasi dari rakyat, maka sektor
keamanan harus tunduk pada prinsip penegakan hukum (rule of law)
Artinya, lembaga keamanan - termasuk intelijen - harus beroperasi atas dasar
perangkat aturan hukum ( Undang-Undang) yang jelas. Undang-Undang juga dapat
memberikan parameter yang jelas bagi operasi-operasi sektor keanananan.
* Kepatuhan terhadap Hak Asasi Manusia ( Respect for Human Rights),
Sekalipun pada waktu tertentu lembaga keamanan dihadapkan pada suatu situasi
dimana dia harus menggunakan kekuatan penuh ( maximum force), dalam
pemerintahan demokratis mereka tetap harus patuh terhadap prinsip universal tentang
Hak Azasi Manusia, terutama hak setiap orang untuk hidup, bebas dari penyiksaan,
dan bebas dari perlakuan semena-mena. Kegagalan untuk memenuhi hal tersebut,
dapat memiliki akibat hukum (nasional maupun internasional)
* Ketidak berpihakan politik (Political Non-partisanship )
Sebagai suatu organ vital pertahanan negara, lembaga keamanan harus mampu
menjaga diri untuk tidak berpihak-baik secara diam-diam maupun terus terang kepada salah satu kekuatan politik, termasuk partai politik. Keegagalan untuk menjaga
netralitas akan berakibat fatal, karena legitimasi dan integritas lembaga tersebut dimata
masyarakat luas menjadi terancam.
* Transparansi ( Transparency)
Dalam rangka memenuhi prinsip sistem administrasi modern yang menekankan pada
akuntabilitas adan transparansi, maka lembaga keamanan harus bersedia menyediakan
informasi yang memadai mengenai aspek-aspek pertahanan negara, terutama kepada
lembaga pengawas di badan legislatif yang dipilih rakyat. Kesediaan untuk
menerapkan prinsip transparansi tidak saja meningkatkan pamor lembaga pertahanan
dimata rakyat, tetapi juga semakin mendekatkan manajemen sektor keamanan pada
prinsip good governance.
Sejak tahun 1980-an ketika negara-negara Eropa Timur dan beberapa negara dikawasan
yang lain, demokratisasi intelijen terutama dalam reformasi hukum lebih nampak sebagai
simbolik daripada perubahan yang benar-benar.
Dibalik pemerintahan baru para perancang perubahan nampaknya belum menyentuh
secara utuh masalah hukum, terutama kerangka hukum untuk intelijen keamanan
Kerangka hukum untuk intelijen keamanan adalah keniscayaan dalam sistem demokrasi,
namun itu tidak cukup dalam pengawasan demokrasi.
Standar pengawasan demokrasi tidak hanya menyangkut bidang hukum, namun termasuk
isu yang lebih luas yaitu isu tata - laku termasuk isu hak asasi manusia dan etika .
Namun demikian ada semacam dilematik antara kebebasan dan pembatasan terhadap
kebebasan.
European Convention on Human Rights (ECHR) pada pasal 8 - 11, secara umum
mencantumkan ada dua alasan utama dimana "kekuasaan khusus" dibolehkan melakukan
tindakan yang membatasi hak (right) .56
56
.Peter Gill and Mark Phythian - Intelligence in an Insecure World . Hal 176.
161
162
Karena itu Michael Andregg mengatakan bahwa etika tidak bisa disamaratakan. Ini
disebabkan oleh dua sudut pandang yang berbeda antara masyarakat diluar intelijen dan
intelijen.
Didalam intelijen sendiri mempunyai pandangan yang berbeda menyangkut nilai
moralitas kebajikan disebabkan tipe profesional intelijen yang berbeda.
Pertama, bagi pengumpul bahan keterangan (collectors) atau badan pengumpul, mereka
memandang bahwa nilai moral terpenting adalah melindungi metode, sumber keterangan,
dan anonimitas nereka.
Kedua, para analis memandang bahwa nilai moral bagi mereka adalah menghindari
produk yang mereka hasilkan sebagai cook intelligence yang dibuat hanya untuk
memenuhi pesanan pengguna. Bagi analis produk intelijen harus Useful yang bermakna
tepat waktu, akurat, relevan, dan actionable bagi pengguna atau pembuat kebijakan.
Ketiga, operator yaitu mereka yang pergi ke berbagai tempat dan melakukan berbagai
hal. Merekalah yang mengendalikan agen-agen untuk melakukan tindakan penetrasi ke
kandang musuh seperti kelompok teroris, melakukan pembunuhan, dan pekerjaan lain
yang penuh resiko.
Bagi mereka nilai moral tertinggi adalah keselamatan dan keamanan operasi mereka
termasuk keselamatan para agen dan dirinya sendiri.
Keempat, manajer yang mengorganisasikan pekerjaan termasuk pendanaannya bagi
seluruh kegiatan organisasi serta profesional yang disebutkn diatas.
Nilai moral tertinggi mereka adalah keberhasilan organisasi ditengah tantangan
persaingan dengan para birokrat.
Kelima, pembuat kebijakan yang membuat kebijakan yang membawa efek yang paling
besar. Secara teoritis semua profesional intelijen adalah mendukung kebijakan yang
dibuat oleh pembuat kebijakan.
Namun karena umumnya pembuat kebijakan adalah para politisi maka bertolak belakang
dengan para analis.
"Kebenaran" bagi mereka tidak begitu penting dibandingkan dengan "kemanfaatan" dan
kepraktisan perangkat mereka dalam pertarungan politik.
Berdasarkan hal-hal diatas maka dalam menetapkan suatu perangkat etika sebagai aspek
pengawasan bagi intelijen tidak boleh menafikan aspek-aspek intelijen yaitu:
Pertama intelijen sebagai pengetahuan, kegiatan dan organisasi.
Kedua, intelijen dengan karakter kerahasiaannya.
Ketiga, kompartemetasi dalam organisasi intelijen
Sistem pengawasan.
163
Sistem pengawasan intelijen berbeda dari satu negara dengan negara lainnya. Ini sangat
tergantung kepada sistem politik, pemerintahan, budaya dan sistem hukum yang
dianutnya.
Negara-negara yang dipengaruhi oleh tradisi sistem hukum Anglo Saxon atau dikenal
dengan Common Law atau Unwritten Law, cenderung lebih menekankan kepada aspek
pengawasan dan pengendalian yudisial.
Sedangkan negara-negara Eropa daratan yang dipengaruhi Sistem Hukum Kontinental
atau dikenal dengan istilah Civil Law lebih mengedepankan pengawasan legislatif,
meskipun seperti Perancis yang belum menginginkan parlemen untuk terlibat dalam
pengawasan intelijen.
Amerika Serikat meskipun dipengaruhi tradisi Hukum Anglo Saxon lebih
mengedepankan pengawasan legislatif, sedangkan Kanada yang juga dipengaruhi tradisi
hukum Anglo Saxon memilih bentuk Komisi yaitu Komisi Peninjauan Intelijen
Keamanan (Security Intelligence Review Committee)..
Lain lagi dengan negara-negara Nordik seperti Norwegia yang memiliki sebuah Komisi
Independen untuk mengawasi badan intelijen.
Anggota Komisi Independen ini dipilih oleh Parlemen.. Komisi Independen ini setiap
tahun membuat laporan tahunan kepada Parlemen serta laporan khusus sesuai keperluan.
Dalam masyarakat demokratis yang modern, ada kebutuhan akan sistem pengawasan
yang memastikan kepatuhan kepada hukum yang mengatur kegiatan badan intelijen.
1. Agencies
Guidelines
2. Executive
branch
Ministerial
directions
3. Other
4. Citizens
state
and groups
institutions
Statutes,
cases
Manifestos
drawn up by
57
. Peter Gill - Policing Politic:Security Intelligence and Liberal Democratic State. Hal 252
Ibid - h al 173
56.
164
Institutions
of control
e.g. Director
e.g. Attorney
General
Assemblies,
Courts
Political
Parties,
NGOs
report to
Institutions
Of oversight
e.g. Office of
Professional
Responsibility
e.g. Inspector
General
e.g.
Oversight
.
committees
Media /
Commissions Citizens
Secrecy
Seperti telah diuraikan bahwa pengawasan diartikan sebagai proses manajemen yang
tidak berhubungan dengan kegiatan manajemen harian, tetapi lebih kepada untuk
menjamin bahwa kebijakan dan kegiatan serta metode yang dikerjakan oleh badan
intelijen tidak menyimpang dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang.
Prinsip pengawasan ini sesuai dengan peribahasa yang berbunyi - "stable doors should be
shut before the horses can bolt".58
Peter Gill dan Mark Phythian membagi pengawasan kedalam 2 kelompok utama yaitu:
a. Pengawasan Internal yang terdiri dari pengawas Internal Badan Intelijen sendiri serta
kekuasaan Eksekutif lainnya,.
b. Pengawasan Eksternal yang terdiri dari institusi negara lainnya yaitu kekuasaan
legislatif dan yudikatif, serta pengawasan masyarakat dan media..
Sedangkan Aleksius Jemadu memformulasikan tugas pengawasan sebagai berikut;59
a..Kekuasaan eksekutif untuk mengawasi manajemen badan intelijen.
b..Kekuasaan judikatif untuk menghukum tiap pelanggaran hukum.
c. Kekuasaan legislatif bertanggung jawab untuk menyediakan kerangka kerja legal bagi
badan intelijen dan untuk memeriksa dengan teliti kepatuhan badan intelijen terhadap
Undang-Undang
Masalah pengawasan terhadap intelijen merupakan persoalan dibanyak negara, terutama
setelah gencar-gencarnya kampanye hak-hak sipil.
Sebagian masyarakat yang belum memahami peran dan fungsi intelijen, mengganggu hak
hak individu.mengkhawatirkan kegiatan intelijen terutama kegiatan tertutup akan
melanggar dan mengganggu hak-hak individu.
Ada yang berpendapat sebaiknya organisasi intelijen ditempatkan dibawah DPR seperti
dilontarkan oleh Amin Rais. Sistem ini seperti yang dianut negara-negara Eropa daratan
yang menempatkan pengawasan legislatif berada didepan.
58
59
. Praktek - praktek Intelijen dan Pengawasan Demokratis (2007)- Pandangan Praktisi, Editor - Aleksius
Jemadu.
165
Tetapi ada juga yang berpendapat bahwa intelijen harus ditempatkan sesuai fungsinya
yaitu melayani kebutuhan pengambil keputusan dan penentu kebijakan yaitu pemerintah
yang berarti lebih menekankan kepada pengawasan eksekutif..
Pendapat ini didasarkan kepada tugas utama intelijen yaitu :
Pertama, menyediakan dan memasok informasi yang telah diolah dengan bahan
keterangan yang cukup, mutakhir, dan tepat waktu, kepada penentu kebijakan sebagai
dasar pengambilan keputusan.
Kedua, intelijen harus mampu menyediakan intelijen yang telah teruji, tentang
perkembangan dan kecenderungan yang dapat atau mungkin membahayakan atau
mengganggu kepentingan nasional dan keamanan masyarakat. Yang terpenting intelijen
yang disampaikan harus memenuhi persyaratan kelengkapan dan dapat dipercaya.
Ketiga, penentu kebijakan ataupun para perencana memerlukan berbagai perkiraan atau
estimate tentang sesuatu hal pada masa tertentu.
Ada satu pemahaman bahwa penguasaan informasi merupakan unsur kekuatan yang
sangat penting bagi suatu negara, terlepas dari sistem pemerintahan yang dianut apakah
sistem demokrasi atau despotik.
Informasi yang tidak mudah diperoleh dan dicari dengan cara lain serta pembatasan
terhadap penyebaran intelijen merupakan pilar utama dalam dunia intelijen. Dengan
menguasai informasi yang diperoleh dengan cara-cara tertutup seperti kegiatan spionase
ataupun bentuk operasi-operasi yang lain, penyadapan, dan bergerak dalam kerahasiaan,
aparat intelijen dipandang memiliki kemampuan yang luar biasa.
Namun sebaliknya apabila dilepas tanpa pengawasan mempunyai potensi yang dapat
membahayakan pemerintah sendiri dan tidak mustahil digunakan untuk mengkhianati
atau menyesatkan pengambil keputusan.
Peran ini dianggap sangat berbahaya bila dilakukan tanpa pengawasan dalam arti bila
intelijen membuat cook intelligence yang dapat menyesatkan penentu kebijakan dalam
merumuskan kebijakan.
Oleh sebab itu kemampuan kekuasaan eksekutif untuk mengawasi intelijen secara efektif
merupakan hal yang sangat vital.
Persoalannya adalah bagaimana dan sejauh mana pengawasan terhadap intelijen dapat
dilakukan karena menentukan parameter sistem pengawasan intelijen bukan perkara yang
mudah. Dalam negara yang menganut sistem demokrasi pengawasan terhadap intelijen
dilakukan bersama antara kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif.
Sebagai contoh, dalam penetapan anggaran dan pengalokasiannya yang bersifat umum
mungkin tidak akan mendapat tantangan berat dari badan legislatif , berbeda dengan
pengawasan terhadap kegiatan rahasia yang mungkin dianggap mengganggu dan
melanggar hak warganegara mengingat sifat operasi yang tertutup, namun badan legislatif
menganggap hal ini perlu dilakukan sebagai langkah politik yang penting.
Tingkat kerahasiaan dan pengamanan yang tinggi yang melekat pada sifat intelijen
menimbulkan pembatasan tertentu kepada anggota legislatif dalam melaksanakan
fungsinya. Setiap anggota legislatif yang berhubungan langsung dengan pengawasan
memerlukan Security Clearance sampai klasifikasi Sangat Rahasia. Yang
mengeluarkan Security Clearance adalah kekuasaan eksekutif, tetapi eksekutif tidak
memiliki landasan atau dasar untuk memberi atau menolak Security Clearance bagi
166
anggota legislatif karena itu akan melanggar azas pemisahan kekuasaan. Dalam waktu
yang bersamaan anggota yang telah memperoleh Security Clearance tidak berarti
memiliki akses kepada seluruh aktifitas intelijen.
Pembatasan juga berlaku bagi penyebaran intelijen sehingga informasi yang
berklasifikasi tinggi hanya boleh diberikan kepada mereka yang berada dalam Komite
Intelijen di badan legislatif.
Bentuk pengawasan lain yang sering dilakukan adalah dengan membentuk Komisi.
Masalah penting yang menjadi isu utama pengawasan adalah mengenai: anggaran,
ketanggap segeraan intelijen terhadap kebutuhan pengambil keputusan / penentu
kebijakan, kualitas produk intelijen sebagai hasil analisis, kegiatan operasi intelijen, dan
sisi-sisi kelayakan dan kepatutan dalam melakukan aktifitasnya.
Amerika Serikat memiliki keunikan dalam pengawasan intelijen dengan memberi
tanggung jawab pengawasan yang luas kepada kekuasaan legislatif yaitu Kongres.
167
merespon berbagai persoalan intelijen atau membuat inisiatif untuk satu kegiatan
intelijen. Undang-Undang Intelijen Amerika Serikat 2004 telah menambahkan badan
pengawas baru dalam jajaran kekuasaan eksekutif, dan lahirlah yang disebut Dewan
Komunitas Intelijen Gabungan atau Joint Intelligence Community Council (JICC).
JICC dipimpin oleh Direktur Intelijen Nasional (DNI) dengan keanggotaannya termasuk:
Menteri Luar Negeri, Keuangan, Pertahanan, Energi, Keamanan Dalam Negeri, dan Jaksa
Agung.
JICC bertindak sebagai penasihat dan memberi masukan kepada DNI dalam masalah
kebutuhan intelijen, anggaran, kinerja, dan evaluasi. Meskipun demikian setiap anggota
JICC dapat menyampaikan pendapat dan masukan yang berbeda kepada Presiden dalam
suatu masalah, dengan apa yang disampaikan oleh DNI kepada Presiden.
Kewenangan seperti ini menyulitkan DNI, karena kedudukan anggota kabinet jelas lebih
tinggi dengan kewenangan yang lebih besar dibanding DNI.
Kekuasaan eksekutif di Amerika Serikat cenderung untuk menitik beratkan pengawasan
kepada isu yang berhubungan dengan spionase atau kegiatan tertutup lainnya, meskipun
isu-isu yang berhubungan dengan hasil analisispun tidak dikesampingkan.
Semua kegiatan tertutup harus dengan persetujuan Presiden.
Karena berbagai tekanan politik dalam masa pemerintahan George W.Bush dibentuk
Komisi yang bertugas untuk melakukan penilaian terhadap kinerja intelijen.
Meningkatnya pemanfaatan Komisi telah memunculkan berbagai pertanyaan dan
keraguan:
Pertama, secara definisi pembentukan Komisi lebih bersifat politis, pembentukan Komisi
adalah upaya pemerintah untuk mendapatkan keuntungan politik dan meredam tekanan
politik.
Kedua, Komisi yang dibentuk pemerintah selalu menimbulkan pertanyaan tentang
obyektifasnya, karena biasanya anggota Komisi terdiri dari individu dengan latar
belakang dan pandangan politik yang beragam.
Ketiga, dengan keadaan seperti itu menimbulkan pertanyaan tentang tingkat
profesionalisme dan bagaimana tingkat pemahaman dan kepakarannya dalam
menghadapi isu inrelijen.
Intelijen seperti juga profesi lain memiliki kamus, kaidah, norma, dan praktek-praktek
sendiri yang tidak mudah dimengerti dan dipahami oleh komunitas diluar intelijen.
Dengan demikian hasil investigasi Komisi akan diragukan validitasnya sehingga tingkat
kegunaannya pun akan minimal.
Sebaliknya apabila terlalu banyak mantan-mantan intelijen dilibatkan didalam Komisi
akan menimbulkan penilaian yang bias terhadap Komisi.
Di Indonesia ketentuan pengawasan oleh kekuasaan eksekutif tidak dirumuskan dengan
jelas. Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara - pasal 43 , ayat
(1) tentang Pengawasan hanya menjelaskan bahwa pengawasan internal untuk setiap
penyelenggara Intelijen Negara dilakukan oleh pimpinan masing-masing.
168
Kesulitan dan perbedaan pengawasan oleh kekuasaan legislatif terletak kepada tidak
satunya suara kekuasaan legislatif, yang berbeda dengan kekuasaan eksekutif yang selalu
satu suara.
Sebagai akibat dari tidak adanya satu suara dan untuk mencapai kesepakatan selalu
dilakukan melalui voting, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang apakah kekuasaan
legislatif bekerja berdasarkan kenyataan atau dilatar belakangi oleh kepentingan lain.
Namun kekuasaan legislatif memiliki daya ungkit untuk melakukan fungsi pengawasan.
Pertama, pengawasan anggaran.
Pengawasan terhadap anggaran pemerintah merupakan daya ungkit kekuasaan legislatif
yang paling penting. Secara tehnis dapat dikatakan pengalokasian anggaran program
hanya dapat diberikan untuk program yang telah mendapat otorisasi.
Kedua, forum dengar pendapat
Dengar pendapat merupakan alat yang penting dalam proses pengawasan dengan
meminta keterangan dan penjelasan dari pejabat yang bertanggung jawab, serta mencari
pandangan lain dari sumber yang relevan. Dengar pendapat dapat dibuka kepada publik
atau tertutup tergantung substansi yang dibahas. Pemerintah biasanya menggunakan
forum dengar pendapat untuk menyampaikan pilihan kebijakan dan merupakan
kesempatan untuk menjual pilihan kebijakan tersebut. Pejabat intelijen umumnya tidak
menggunakan kesempatan dengar pendapat untuk menjual kebijakan baik mendukung
atau menolak suatu kebijakan, tetapi lebih kepada penyampaian pandangan komunitas
intelijen tentang suatu isu tanpa menyentuh masalah kebijakan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian intelijen akan terlindung dari tuduhan legislatif akan netralitasnya
karena ada rambu-rambu pemisah yang jelas antara kebijakan dan intelijen, kecuali bila
intelijen dipandang telah melanggar rambu-rambu itu.
Ketiga, nominasi.
Kekuasaan Legislatif dalam Sistem pemisahan kekuasaan seperti di Amerika Serikat,
khususnya Komite Pemilihan Senat untuk intelijen memiliki kekuatan politik untuk
menyetujui atau menolak pencalonan pejabat intelijen.
Kritik terhadap proses nominasi ini muncul bukan hanya dalam proses nominasi pejabat
intelijen, namun lebih luas.
Proses nominasi oleh Senat dilihat lebih bersifat politis dan pribadi, tidak ada
keterkaitannya dengan masalah profesionalisme atau tepatkah seseorang untuk jabatan
tertentu, karena keputusan lolos atau tidaknya calon ditentukan oleh suara mayoritas
Komite Pemilihan Senat.
Para pendukung kewenangan ini menjelaskan bahwa proses nominasi memang proses
politik dan Senat tidak hanya menjadi tukang stempel, namun melakukan pemilihan
melalui proses yang hati-hati meskipun mungkin nampak dan terasa mengganggu.
Terlepas dari pro dan kontra terhadap kewenangan ini dan siapa yang benar atau yang
salah, yang pasti kewenangan nominasi Senat telah menunjukan kapasitasnya dan
kekuasaannya.
Keempat, perjanjian atau Treaty.
Kewenangan dan kekuasaan Senat lainnya adalah memberi masukan dan persetujuan
terhadap ratifikasi sebuah perjanjian.
169
Tidak seperti nominasi yang memerlukan suara mayoritas dari anggota Senat yang hadir,
pada masalah perjanjian diperlukan suara dua pertiga dari yang hadir.
Komite Pemilihan Senat untuk Intelijen diberi tugas dan tanggung jawab untuk
melakukan evaluasi terhadap kemampuan komunitas intelijen dalam memonitor
perjanjian.
Memonitor pelaksanaan sebuah perjanjian adalah fungsi intelijen, terutama untuk
melihat, meneliti, memonitor adanya kemungkinan penyimpangan pelaksanaan sebuah
perjanjian.
Kelima, keperluan terhadap laporan.
Pemisahan kekuasaan antara kekuasaan legislatif dengan kekuasaan eksekutif telah
menempatkan informasi pada posisi khusus.
Kekuasaan eksekutif cenderung menyampaikan informasi yang dapat mendukung
kebijakannya. Sebaliknya kekuasaan legislatif menginginkan informasi yang lebih luas
dari yang dilaporkan oleh kekuasaan eksekutif sebagai dasar pengambilan keputusan.
Untuk memperluas akses kekuasaan legislatif, Kongres di Amerika Serikat telah
melembagakan dengan mengharuskan kekuasaan eksekutif membuat laporan baik secara
berkala ataupun sesuai keperluan, dengan apa yang disebut Congresionally Directed
Actions atau CDAs.
CDAs kebanyakan merupakan kajian yang dilakukan oleh Intelijen Komuniti atas
permintaan Kongres. Landasan yang digunakan adalah Intelligence Authorization Act.
CDAs merupakan kesempatan bagi Kongres untuk mendapatkan informasi yang
diinginkan dari kekuasaan eksekutif. Sebagai sebuah peraturan CDAs dirasakan
mengganggu bagi bagian yang membuat laporan terutama dari sisi waktu yang
dipergunakan. Timbul pula pertanyaan tentang sejauh mana laporan ini digunakan dan
dimanfaatkan oleh Kongres secara substantif.
Keenam, investigasi dan pelaporan.
Salah satu fungsi Legislatif adalah investigasi. Laporan investigasi pada umumnya
memuat hasil temuan dan rekomendasi untuk melakukan perubahan-perubahan yang
diperlukan.
Oleh sebab itu investigasi dianggap alat yang penting untuk mengungkapkan kekurangan
atau kelemahan dan pelanggaran-pelanggaran serta membantu kekuasaan eksekutif untuk
menetapkan arah kebijakan baru.
Laporan sebuah investigasi tentang intelijen biasanya singkat karena pertimbangan
keamanan dan kerahasiaan.
Namun demikian Komite Intelijen yang melakukan investigasi harus dapat meyakinkan
anggota legislatif yang lain dan juga masyarakat bahwa investigasi telah dilaksanakan
dengan mengeluarkan semacam dokumen kebijakan yang berisi hal-hal yang harus
dilakukan dan ditindak lanjuti oleh pemerintah.
Hal ini disebabkan oleh sifat legislatif yang merupakan tempat para partisan, yang terdiri
dari partai pendukung pemerintah dan partai yang bersikap oposisi terhadap pemerintah.
Situasi ini dapat memberi pengaruh terhadap kegiatan dan hasil investigasi, sehingga
kemampuan legislatif untuk bersikap obyektif selalu dipertanyakan. Padahal legislatif
memiliki tanggung jawab terhadap tampilan dan kinerja intelijen dalam melakukan
pengawasan yang baik dan objektif dan penyediaan anggaran yang cukup.
170
Ketujuh, penyanderaan.
Yang dimaksud dengan penyanderaan adalah sifat yang sering digunakan legislatif untuk
mencapai kesepakatan dengan pemerintah, dengan menempatkan pemerintah pada posisi
yang tidak mudah dalam melaksanakan suatu kebijakan yang telah ditetapkan. Tindakan
legislatif ini misalnya dengan menahan atau menunda persetujuan terhadap anggaran
intelijen yang diajukan pemerintah sampai pemerintah membuka ruang untuk mengubah
kebijakan sesuai dengan tuntutan legislatif.
Sikap ini menimbulkan kritik dan dianggap sikap yang tidak cerdas. Namun para
pendukung sikap ini menjelaskan bahwa cara ini hanya akan digunakan legislatif apabila
cara-cara lain tidak memberi hasil.
Kedelapan, pemberitahuan pendahuluan tentang kegiatan tertutup.
Legislatif menghendaki adanya pemberitahuan pendahuluan tentang rencana kegiatan
tertutup.Meskipun legislatif menyatakan hal ini sebagai suatu ketentuan, namun
umumnya pemerintah keberatan tentang hal ini sehingga menimbulkan potensi
perselisihan antara pemerintah dengan legislatif.
Pengawasan oleh kekuasaan legislatif di Indonesia ditegaskan dalam Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2011 tentang Intelijen Negara -pasal 43, ayat (2), (3) dan (4) yang
berbunyi sebagai berikut:
(2). Pengawasan eksternal penyelenggara Intelijen Negara dilakukan oleh komisi di
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang khusus menangani bidang Intelijen.
(3) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), komisi
membentuk tim pengawas tetap yang terdiri atas perwakilan fraksi dan pimpinan komisi
di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang khusus menangani bidang
Intelijen serta keanggotaannya disahkan dan disumpah dalam Rapat Paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dengan ketentuan wajib menjaga Rahasia
Intelijen.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan tim pengawas tetap sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
171
Pengawasan yudisial pada dasarnya untuk meletakkan bahwa intelijen tidak berada diatas
hukum sehingga setiap kegiatan dan operasi intelijen tidak melanggar ketertiban
konstitusional.
Ketertiban konstitusional mencakup berbagai kebebasan dasar dan hak asasi. Badan
intelijen tidak boleh melanggar dan mengancam kemerdekaan dan hak asasi dengan cara
melawan hukum.
Dalam negara yang demokratis, badan intelijen dilarang oleh hukum untuk melakukan
wewenang dan tindakan polisional atau kewenangan penegakan hukum lainnya.
Salah satu cara untuk mengawasi badan intelijen dan untuk melindungi hak-hak sipil
adalah dengan membentuk kantor Ombudsman..
172
Lampiran.
. Assessing and Managing the Terrorism Threat - Bureau of Justice Assistance, US Department of Justice.
173
Setiap Lembaga dan berbagai literatur berbeda dalam menetapkan langkah yang harus
dilalui.
wilayah hukum tertentu beserta obyek sasarannya.. Karena kesulitan dalam melakukan
penilaian secara tepat dan akurat tentang kemampuan teroris, niat, dan taktik,
penilaian ancaman hanya memberikan informasi yang bersifat umum tentang resiko
potensial yang mungkin ditimbulkannya
175
176
d. Jumlah musuh dari setiap katagori: Bom bunuh diri yang berdiri sendiri,
kelompok atau merupakan sel dari kelompok teroris, bandit, atau bentuk lain.
e. Sasaran yang dipilih musuh: Infrastruktur kritis, gedung pemerintah, monumen
nasional, atau lainnya.
f. Tipe dari kegiatan perencanaan yang disiapkan untuk menyelesaikan misinya:
Cassing jangka panjang, pemotretan, memonitor pola operasi dan patroli polisi
dan petugas keamanan lainnya.
g. Kemungkinan waktu serangan terburuk yang dilakukan musuh: Apakah
ketika sasaran sedang dihuni secara optimal, pada waktu jam sibuk, malam atau
waktu lainnya.
h. Rentang taktik yang digunakan musuh: Secara senyap, pemaksaan dengan
kekuatan, penipuan dan pengelabuan atau kombinasi.
i. Kemampuan musuh: Pengetahuan dan pemahaman akan target, motivasi,
kecakapan,senjta serta perlengkapan lainnya.
Untuk menyelesaikan tugas intelijen dalam penilaian ancaman, para atasan institusi
penegak hukum harus dapat menjamin bahwa anggotanya telah dsiapkan, dilatih dan
diberi tugas untuk mengidentifikasi sasaran musuh yang potensil, dan dapat
memberikan rekomendasi untuk meningkatkan pengamanan sasaran-sasaran potensil
tadi.
177
c. Menengah (Medium) - (3): Eksistensi, kemampuan, dan history nyata. Namun Niat
tidak nampak.
d. Rendah (Low) (2) : Eksistensi dan kemampuan nyata. History tidak nampak.
e. Diabaikan (Negligible) (1): Eksistensi dan kemampuan tidak nyata.
Identifikasi ancaman merupakan sebuah proses yang rumit sehingga sering terjadi ada
hal-hal yang tidak terpantau karena tidak dipahaminya secara benar proses penilaian
ancaman (threat assessment). Proses penilaian ancaman sering dilihat secara tehnis
merupakan hal yang sulit dijangkau.
Banyak sumber-sumber baik didalam ataupun diluar komunitas penegak hukum yang
dapat dimanfaatkan untuk membantu institusi penegak hukum dalam melaksanakan tugas
ini, dan menggunakan sumber-sumber tersebut merupakan hal yang penting.
178
179
tidak mampu memberi perlindungan yang sesuai dengan tingkat ancaman yang
diperkirakan.
c. Tingkat kerawanan rendah (Low Vulnerable) 1. Merupakan gabungan dari
dua atau lebih hal-hal dibawah ini, dan memberikan kesadaran untuk terus
menerus mengantisipasi tingkat ancaman yang diperkirakan.
1). Fasilitas atau asset sulit didekati dari jalan raya atau jaringan jalan lainnya,
atau akses lainnya terhalang oleh faktor geografi.
2). Fasilitas atau asset memiliki akses pengawasan yang cukup. Patroli, kamera,
remote sensor, serta sistem pelaporan lainnya cukup untuk merintangi masuknya
unsur atau orang yang tidak berhak, berkeliling, melakukan pemotretan, atau
akses ke daerah terlarang.
3). Pengawalan telah dilakukan dengan benar untuk mencegah dan menghalangi
akses ke material yang sensitif. Pengawalan dan penjagaan telah dilakukan secara
seimbang dengan tingkat sensitifitas material yang diamankan dan tingkat
ancaman .
4) Pasukan penanggulangan dapat dengan tepat merespon setiap ancaman yang
terjadi dengan kelengkapan personal, persenjataan, dan waktu yang tepat.
180
Operational Tools
Command and Control
Weapons
Operational Space
Training
Intelligence
Technical expertise and specialists
External weapons sources
Sanctuary
Money
Deception Skills
. Amir Dhia - The Information Age and Diplomacy, An Emerging Strategic Vision in World Affairs,
Dissertation.Com. Hal 251.
181
Daftar Pustaka
1. Aa Kustia - Intelien : Dilema dan Tantangan.
2. Alan M. Dershowitz - Why Terrorism Works : Understanding the threat,
responding to the challenge, Scribe Publications, Melbourne.
3. Aleksius Jemadu (Editor) - Praktek-Praktek Intelijen Dan Pengawasn Demokratis Pandangan Praktisi, Publikasi DCAF -FES SSR Vol II, Jakarta, 2007.
4. Amir Dhia - The Information Age and Diplomacy: An Emerging Strategic Vision
in World Affair - Dissertation. Com, Boca Raton, Florida, USA.
5. Bob S. Hadiwinata (Editor), Hans Born dan Ian Leigh - Mendorong Akuntabilitas
Intelijen: Dasar Hukum dan Praktik Terbaik dari Pengawasan Intelijen Publishing House Parlemen Norwegia, Oslo.
182
183
Profile Penulis.
184
Nama
: Aa Kustia Sukarnaprawira, SE
Pendidikan
Militer.
- Akademi Angkatan Laut Lulus Tahun 1967.
- Pendidikan Lanjutan Perwira Tingkat I/ Sekolah Intelijen Angkatan Laut
Tahun 1971.
- Pendidikan Lanjutan Perwira Tingkat II Tahun 1978.
- Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut 1983.
- LEMHANNAS Tahun 1991.
Umum.
- Universitas Terbuka Jurusan Ekonomi Manajemen Tahun 1998.
Kursus.
- Kursus Intelijen Hankam, Cilendek Bogor Tahun 1970.
- Special Intelligence Course Woodside Australia Tahun 1973.
- Kursus Atase Pertahanan Tahun 1984.
Riwayat Penugasan.
Militer.
- Perwira Elektro, Fregat KRI Slamet Riyadi, Komando Jenis Jelajah dan
Pemburu Armada RI -Tahun 1968 1970.
- Perwira Intelijen Bidang Pengamanan Materil, Staf Umum Armada /I
Tahun 1971 1975.
- Kepala Hubungan Luar Negeri Dinas Pengamanan TNI-AL, MABESAL
Tahun 1975 1978.
- Pewira Pembantu Utama Bidang Perencanaan Staf Intelijen Daerah
Angkatan Laut 7 / Ujung Pandang Tahun 1978 1980.
- Perwira Pembantu Utama Bidang Perencanaan Umum Staf Pengamanan
KASAL Tahun 1980 1982 dan 1983 1984.
- Atase Pertahanan Urusan Laut di Malaysia Tahun 1985 1988.
- Perwira Pembantu Utama Urusan Asia Pasifik, Direktorat B/Luar Negeri
BAIS ABRI Tahun 1988 (3 bulan ).
- Perwira Pembantu Utama Kerjasama Keamanan Perbatasan Staf Operasi
MABES ABRI Tahun 1988 -1990.
- Direktur B/Luar Negeri BAIS ABRI Tahun 1992 1994.
- Staf Akhli Panglima ABRI, Tingkat III Bidang Kesra Tahun 1992 1994.
- Kordinator Staf Akhli Kepala Staf TNI-AL Tahun 1994 1996.
185
Sipil
- Inspektur Jenderal Departemen Luar Negeri Tahun 1996 1998.
- Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Republik Rakyat China
merangkap Republik Marshal Islands Tahun 2001 2005.
186
187