Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nifas atau purperium adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Akan tetapi seluruh
alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3
bulan kejadian yang terpenting dalam masa nifas ialah involusi dan laktasi
(Menurut Winkjosoastri Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan). Setelah melahirkan ibu
mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga mengakibatkan adanya
beberapa perubahan psikis, tidak heran bila ibu mengalami perubahan perilaku
dan sesekali merasakan kerepotan.
Pada saat proses nifas ibu baru merasakan rasa nyeri kadangkala
menyebabkan keengganan untuk berkemih. Seperti halnya dengan berkemih,
perempuan pasca melahirkan sering tidak merasakan sensasi ingin buang air
besar, yang dapat di sebabkan pengosongan usus besar (klisma) sebelum
melahirkan atau ketakutan menimbulkan robekan pada jahitan di kemaluan.
Sebenarnya kotoran yang dalam beberapa hari tidak dikeluarkan akan mengeras
dan dapat menyulitkan di kemudian hari. Pengeluaran air seni akan meningkat
24-28 jam pertama sampai sekitar hari ke 5 setelah melahirkan. Hal ini terjadi
karena volume darah meningkat pada saat hamil tidak diperlukan lagi setelah
persalinan. Kesulitan inilah yang dapat menganggu proses kebutuhan eliminasi
pada ibu nifas dan menyusui.
Oleh karena itu, ibu perlu belajar berkemih secara spontan dan tidak menahan
buang air kecil ketika ada rasa sakit pada jahitan. Menahan buang air kecil akan
menyebabkan terjadinya bendungan air seni dan ganguan kontraksi

rahim

sehinga pengeluaran cairan vagina tidak lancar. Sedangkan buang air besar

akan sulit karena ketakutan akan rasa sakit, takut jahitanya terbuka atau karena
adanya haemorroid (wasir).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana eliminasi dalam pemenuhan kebutuhan dasar ibu nifas dan menyusui?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui eliminasi dalam pemenuhan kebutuhan dasar ibu nifas dan
menyusui
1.4 Manfaat Penulisan
Mengetahui dan dapat memahami konsep kebutuhan eliminasi pada ibu nifas dan
menyusui pada asuhan kebidanan.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Masa Nifas
Masa nifas adalah masa setelah melahirkan selama 6 minggu atau 40 hari.
Menurut Bobak, et.al (2005) periode postpartum adalah masa enam minggu sejak
bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum
2

hamil. Pengertian lainnya, masa nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
sebelum hamil, masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saleha,
2009).
Tujuan asuhan masa nifas menurut Maryunani (2009) adalah: (1) menjaga
kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik, (2) melaksanakan
sharing yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila
terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya, (3) memberikan pendidikan
kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana,
menyusui, pemberian imunisasi kepada bayi, dan perawatan bayi sehat, (4)
memberi pelayanan KB.
Menurut Suherni (2009) peran dan tanggung jawab bidan pada masa nifas
adalah: (1) mengidentifikasi dan merespon terhadap kebutuhan dan komplikasi
yang terjadi pada saat-saat penting yaitu 6 jam, 6 hari, 2 minggu dan 6 minggu,
(2) mengadakan kolaborasi antara orang tua dan keluarga, (3) membuat
kebijakan, perencanaan kesehatan dan administrator. Asuhan masa nifas ini sangat
penting karena periode ini merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya.

2.2 Kebutuhan Dasar Ibu Nifas dan Menyusui


ELIMINASI : BAB/BAK
1) Buang air kecil (BAK)
a. Dalam 6 jam ibu sudah harus bisa BAK spontan, kebanyakan ibu dapat
berkemih spontan dalam waktu 8 jam.
b. Urin dalam jumlah yang banyak akan diproduksi dalam waktu 12-36 jam
setelah melahirkan.
c. Ureter yang berdilatasi akan kembali dalam waktu 6 minggu.

2) Buang air besar (BAB)


a. BAB biasanya tertunda selama 2-3 hari, karena enema persalinan, diet
cairan, obat-obatan analgetik, dan perineum yang sangat sakit.
b. Bila lebih dari 3 hari belum BAB bisa diberikan obat laksantia.
c. Ambulasi secara dini dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB
d. Asupan cairan yang adekuat dan diit tinggi serat sangat dianjurkan.

PROSES ADAPTASI PSIKOLOGIS IBU PADA MASA NIFAS


1. Fungsi Sistem Perkemihan
a. Mencapai hemostatis internal
1)
Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Cairan yang terdapat dalam tubuh terdiri dari air dan unsurunsur yang terlarut di dalamnya. 70 % dari air tubuh terletak di dalam
sel-sel dan dikenal sebagai cairan intraselular kandungan air sisanya
disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraselular dibagi antara plasma
darah, dan cairan yang langsung memberikan lingkungan segera untuk
a)

sel-sel yang disebut cairan interstisial (Cambridge, 1991: 2).


Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan

keseimbangan cairan dalam tubuh.


b) Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi
pada tubuh karena pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.
b. Keseimbangan asam basa tubuh
a)
Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-7,40.
b)
Bila PH >7,4 disebut alkalosis dan jika PH <>
c. Mengeluarkan sisa metabolisme, racun dan zat toksin ginjal mengekskresi
hasil akhir metabolisme protein yang mengandung nitrogen terutama :
urea, asam urat, dan kreatinin.
2. Keseimbangan dan keselarasan berbagai proses di dalam tubuh
a. Pengaturan Tekanan Darah

Menurunkan

volume

darah

dan

serum

sodium

(Na)

akan

meningkatkan serum pottasium lalu merangsang pengeluaran renin yang


dalam aliran darah diubah menjadi angiotensin yang akan mengekskresikan
aldosteron sehingga mengakibatkan terjadinya retensi Na+ + H2O
kemudian terjadi peningkatan volume darah yang meningkatkan tekanan
darah. Angiotensin juga dapat menjadikan vasokontriksi perifer yang
mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
b. Perangsangan produksi sel darah merah
Dalam pembentukan sel darah merah diperlukan hormon eritropoietin
untuk merangsang sumsum tulang hormon ini dihasilkan oleh ginjal.
3. Sistem Urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut
menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar sterorid
setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi
ginjal selama masa pasca partum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu
satu bulan setelah wanita melahirkan. diperlukan kira-kira dua sampai 8
minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal
kembali ke keadaan sebelum hamil (Cunningham, dkk ; 1993). Pada sebagian
kecil wanita, dilaktasi traktus urinarius bisa menetap selama tiga bulan.
a. Komponen Urine
Glikosuria ginjal diinduksikan oleh kehamilan menghilang. Laktosuria
positif pada ibu meyusui merupakan hal yang normal. BUN (blood urea
nitrogen), yang meningkat selama pasca partum, merupakan akibat otolisis
uterus yang berinvolusi, Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus
juga menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama satu sampai dua hari setelah
wanita melahirkan. Hal ini terjadi pada sekitar 50% wanita. Asetonuria bisa
terjadi pada wanita yang tidak mengalami komplikasi persalinan atau setelah
suatu persalinan yang lama dan disertai dehidrasi.
b. Diuresis Postpartum
Dalam 12 jam pasca melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan
yang tertimbun di jaringan selama ia hamil. salah satu mekanisme untuk
5

mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas,
terutama pada malam hari, selama dua sampai tiga hari pertama setelah
melahirkan. Diuresis pascapartum, yang disebabkan oleh penurunan kadar
estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan
hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme
tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan cairan melalui keringat
dan peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5
kg selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun
selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabilisme air pada masa
hamil (reversal of the water metabolisme of pregnancy).

c. Uretra dan Kandung Kemih


Trauma bila terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses
melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung
kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema, seringkali disertai di
daerahdaerah kecil hemoragi. Kandung kemih yang oedema, terisi penuh
dan hipotonik dapat mengakibatkan overdistensi, pengosongan yang tak
sempurna dan urine residual kecuali jika dilakukan asuhan untuk
mendorong terjadinya pengosongan kandung kemih bahkan saat tidak
merasa untuk berkemih. Pengambilan urine dengan cara bersih atau
melalui kateter sering menunjukkan adanya trauma pada kandung kemih.
Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema. Kombinasi
trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi
lahir, dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih
menurun. Selain itu, rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan
saat melahirkan, leserasi vagina, atau episiotomi menurunkan atau
mengubah refleks berkemih. Penurunan berkemih, seiring diuresis
pascapartum, bisa menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung
kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan dapat menyebabkan
perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus
6

berkontraksi dengan balk. pada masa pascapartum tahap lanjut, distensi


yang berlebihan ini dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka
terhadap

infeksi

sehingga

mengganggu

proses

berkemih

normal

(Cinningham, dkk, 1993). Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung


kemih dalam mengalami kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan
mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih
biasanya akan pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi
lahir.

PERUBAHAN SISTEMIK PASCAPARTUM, URINARIUS


Setelah melahirkan, sistem urinarius kembali kepada kondisi seperti sebelum
hamil. Perubahan ini merupakan perubahan yang retrogresif yang efeknya banyak
menghabiskan tenaga dan berat badan. Hamper segera setelah melahirkan,terjadi
diuresis untuk membersihkan tubuh dari kelebihan cairan yang di kumpulkan oleh
tubuh selama kehamilan.
Temuan kajian :
1. Kehilangan tonus kandung kemih untuk sementara
2. Kehilangan sensasi untuk berkemih
3. Uterus terdesak oleh distensi kandung kemih
4. Peningkatan produksi urin
5. Peningkaatan keringat
Implikasi keperawatan :
1. Dapatkan riwayat pascapartum dan lakukan pemeriksaan fisik lengkap
2. Dapatkan riwayat proses persalinan lengkap
7

3. Kaji distensi kandung kemih dengan palpasi atau perkusi diatas abdomen dan
diatas simfisis pubis.
4. Palpasi fundus uteri; fundus yang lunak dan redup mungkin mengindikasikan
distensi kandung kemih.
5. Anjurkan kepada klien untuk berjalan ke kamar mandi dan berkemih pada akhir
jam pertama pascapartum.
6. Temani klien selama proses berkemihnya yang pertama untuk mengantisipasi
rasa pusing yang dialami klien.
7. Nyalakan keran air, berikan klien segelas air, atau alirkan air hangat diatas vulva
untuk membantu proses berkemih.
8. Pasang kateter jika kandung kemih klien mengalami distensi dan klien tidak
mampu untuk berkemih sendiri pada akhir jam pertama.
9. Pantau masukan dan keluaran engan ketat untuk mencegah terjadinya
ketidakseimbangan cairaan.

BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN

Bidan mempunyai peranan yang sangat istimewa dalam menunjang dalam


memenuhi kebutuhan ibu masa nifas. Peran bidan dapat membantu ibu dalam
memenuhi kebutuhannya dengan baik. Kebutuhan pada masa nifas yaitu :
kebutuhan nutrisi dan cairan pada masa nifas, ambulasi, eliminasi BAB/BAK ,
kebersihan diri atau personal hygiene, istirahat dan tidur, seksual, rencana KB,
perawatan peyudara, dan latihan senam nifas pada masa nifas.

3.2 SARAN

Bagi Mahasiswa diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan


mahasiswa dalam memberikan pelayanan kebidanan dan dapat menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi Petugas Kesehatan diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang kebidanan sehingga dapat
memaksimalkan kita untuk memberikan health education dalam perawatan pada
masa nifas.
9

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, M, Irene, et, al. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Alih
bahasa : Maria A. Wijayarini. Jakarta : EGC
Maryunani, Anik. 2009. Asuhan Pada Ibu Dalam Masa Nifas (Postpartum). Jakarta :
TIM
Saleha, Siti. (2009). Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
Suherni, 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/113/jtptunimus-gdl-rizkinuraf-5617-4-bab2.pdf.
Diakses pada tanggal 15 Maret 2016, pukul 16.05 Wita.

10

Anda mungkin juga menyukai