Anda di halaman 1dari 21

SEL SURYA

Pengertian sel surya


Sel surya atau sel photovoltaic, adalah sebuah alat semikonduktor yang terdiri dari
sebuah wilayah-besar diode p-n junction, di mana, dalam hadirnya cahaya matahari mampu
menciptakan energi listrik yang berguna. Pengubahan ini disebut efek photovoltaic. Bidang riset
berhubungan dengan sel surya dikenal sebagai photovoltaics.
Sel surya memiliki banyak aplikasi. Terutama cocok untuk digunakan bila tenaga listrik dari grid
tidak tersedia, seperti di wilayah terpencil, satelit pengorbit bumi, kalkulator genggam, pompa
air, dll. Sel surya (dalam bentuk modul atau panel surya) dapat dipasang di atap gedung di mana
mereka berhubungan dengan inverter ke grid listrik dalam sebuah pengaturan net metering.
Banyak bahan semikonduktor yang dapat dipakai untuk membuat sel surya diantaranya Silikon,
Titanium Oksida, Germanium, dll.
Listrik tenaga surya memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber penghasil
listrik.Energi matahari yang dianugerahkan Tuhan untuk kita.Alat utama untuk menangkap,
perubah dan penghasil listrik adalah Photovoltaic atau yang disebut secara umum Modul/Panel
Solar Cell.Dengan alat tersebut.
Sinar matahari dirubah menjadi listrik melalui proses aliran-aliran elektron negatif dan
positif didalam cell modul tersebut karena perbedaan electron. Hasil dari aliran elektron-elektron
akan menjadi listrik DC yang dapat langsung dimanfatkan untuk mengisi battery / aki sesuai
tegangan dan ampere yang diperlukan. Rata-rata
produk modul solar cell yang ada dipasaran
menghasilkan tegangan 12 s/d 18 VDC dan ampere
antara 0.5 s/d 7 Ampere. Modul juga memiliki
kapasitas beraneka ragam mulai kapsitas 10 Watt
Peak s/d 200 Watt Peak, juga memiliki type cell
monocrystal dan polycrystal. Komponen inti dari
sistem PLTS ini meliputi peralatan : Modul Solar
Cell, Regulator / controller, Battery / Aki, Inverter
DC to AC, Beban / Load.
Di pasaran biasanya dijual dalam bentuk paket, tergantung besar watt nya. Pemakaiannya
dapat juga dikombinasikan dengan listrik dari PLN. Pada umumnya digunakan untuk lampulampu penerangan di rumah, kantor, tempat ibadah, tempat umum dan yang lagi trend dipakai
untuk traffic light / lampu merah. Instalasi, untuk memasang PLTS, sebenarnya tidak terlalu sulit,
dapat dikerjakan sendiri, komponen utama Solar Panel dipasang menghadap sinar matahari
dengan intensitas tinggi, selanjutnya hubungkan dengan Battery untuk media penyimpan energi
(arus DC), untuk pemakaian arus AC kita bisa menghubungkan dengan DC to AC Converter dan
siap digunakan untuk keperluan rumah tangga (Lampu, TV, Kulkas, dsb). Ingat besaran dayanya,
jangan sampai overload.
Namun harga, inilah yang menjadi kendala utama, investasi awalnya cukup besar, tetapi
kalau dihitung dengan penggunaan listrik dari PLN untuk beberapa tahun, tentu bisa sangat
hemat, umur ekonomis Solar Panel bisa lebih dari 10 tahun, yang agak singkat Battery (kurang
lebih 2 tahun) dan DC to AC Converter (tergantung kualitas perangkatnya). Untuk 50 Watt Peak
(wp), dipasaran dijual paket lengkap seharga Rp. 3 juta - Rp. 4 juta. Untuk 100 wp Rp. 4 juta Rp. 6 juta. Harga Battery bervariasi tergantung merk, biasanya untuk 100 AH sekitar Rp. 1 juta,
demikian juga dengan DC-AC Converter harga nya tergantung kapasitas (watt) dan merknya.
Rumah Hemat Energy
Tips untuk membangun PLTS ini, khususnya untuk konsumsi rumah tangga :

Hitunglah terlebih dahulu pemakaian real di rumah kita, bisa dihitung dari informasi di masingmasing peralatan (spt TV, kulkas, dll) atau diukur pemakaiannya dengan Clamp Meter (diukur
besar kuat arusnya).
Setelah dihitung, tentukan apakah PLTS dipakai sebagai sumber listrik utama, backup atau
kombinasi, karena akan mempengaruhi sistem instalasinya nanti. Anda bisa memilih untuk
dipakai secara kombinasi dengan PLN, sehingga sedikit demi sedikit bisa mengurangi
ketergantungan pada PLN. Misal, kita beli paket 100 wp untuk lampu dulu, kemudian kalau
punya uang lagi beli yang 300 wp untuk TV, dst. Terakhir, kita minta orang PLN untuk memutus
PLN di rumah kita.

Tentang Panel Surya


Energi matahari, energi natural yang tidak akan habis dan kita dapat memakainya dimana
pun berada. Di saat hari yang cerah, energi matahari yang menyinari bumi menghasilkan ratarata 1 kilowatt per meter persegi area bumi, berarti dalam satu jam energi matahari yang
menyinari bumi mampu mensuplai energy yang dibutuhkan di seluruh dunia untuk 1 tahun.
Jika energi matahari dapat diserap diatas 1% dari luas permukaan bumi, maka akan menutupi
konsumsi energi listik yang dibutuhkan untuk seluruh dunia. Permukaan bumi disinari matahari
dengan jumlah volume yang sangat besar. Tidak seperti minyak bumi, batu bara dan energi fosil
lainnya, energi matahari ramah lingkungan, untuk pemakaiannya tidak menghasilkan emisi gas
buang CO2 yang dapat merusak lingkungan, oleh karena itu teknologi panel surya sangat
mendukung penyediaan energi alternatif pada saat krisis energi dan mendukung pencegahan
pemanasan global di dunia.
Teknologi panel surya telah dikembangkan secara luas dan potensial. Setelah dikembangkan
dimensi ketebalan dari panel surya jadi semakin tipis dan tanpa menghilangkan fungsinya untuk
mendapatkan energi yang alami dan efisien. Setelah berinovasi sejak dari setengah abad yang
lalu, jepang terus prioritaskan pengembangan teknologi panel surya untuk memenuhi kebutuhan
listrik yang bersih dan ramah lingkungan.
Jenis - jenis panel surya :
Monokristal (Mono-crystalline)
Merupakan panel yang paling efisien yang dihasilkan dengan teknologi terkini & menghasilkan
daya listrik persatuan luas yang paling tinggi. Monokristal dirancang untuk penggunaan yang
memerlukan konsumsi listrik besar pada tempat-tempat yang beriklim ekstrim dan dengan
kondisi alam yang sangat ganas. Memiliki efisiensi sampai dengan 15%. Kelemahan dari panel
jenis ini adalah tidak akan berfungsi baik ditempat yang cahaya mataharinya kurang (teduh),
efisiensinya akan turun drastis dalam cuaca berawan.
Polikristal (Poly-crystalline)
Merupakan panel surya yang memiliki susunan kristal acak karena dipabrikasi dengan proses
pengecoran. Type ini memerlukan luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan jenis
monokristal untuk menghasilkan daya listrik yang sama. Panel suraya jenis ini memiliki efisiensi
lebih rendah dibandingkan type monokristal, sehingga memiliki harga yang cenderung lebih
rendah.
Thin Film Photovoltaic
Merupakan panel surya ( dua lapisan) dengan struktur lapisan tipis mikrokristal-silicon dan
amorphous dengan efisiensi modul hingga 8.5% sehingga untuk luas permukaan yang diperlukan
per watt daya yang dihasilkan lebih besar daripada monokristal & polykristal. Inovasi terbaru
adalah Thin Film Triple Junction PV (dengan tiga lapisan) dapat berfungsi sangat efisien dalam
udara yang sangat berawan dan dapat menghasilkan daya listrik sampai 45% lebih tinggi dari
panel jenis lain dengan daya yang ditera setara.
Panel Surya
Panel surya terdiri dari susunan sel surya yang dihubungkan secara seri. Sel surya berfungsi
mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Sel surya umumnya dibuat dari silikon yang
merupakan bahan semikonduktor. Daya yang dihasilkan sebuah panel surya bergantung pada

radiasi matahari yang diterima, luas permukaan panel dan suhu panel. Daya yang dihasilkan
semakin besar jika radiasi dan luas permukaan lebih besar, sedang kenaikan suhu mengakibatkan
penurunan daya. Karena itu, pada saat pemasangan panel perlu diperhatikan untuk menyediakan
jarak dengan atap agar udara dapat bersirkulasi di bawah panel (efek pendinginan).
Panel Surya type terbaru mempunyai daya 130 Wattpeak per m2 . Wattpeak menunjukkan daya
maksimum yang dihasilkan pada kondisi radiasi matahari 1000 W/m2 dan suhu panel 25oC.
Panel surya diproduksi dalam berbagai ukuran (daya terpasang). Konstruksi panel surya terdiri
dari susunan sel surya, tutup kaca, bingkai Alumunium khusus dan soket. Panel surya memiliki
usia yang relatif panjang yaitu minimal 20 tahun, dan umumnya suplier panel surya memberi
garansi out put power hingga 10-25 tahun.

Beberapa hal yang perlu diingat pada saat pemasangan panel surya adalah:
1. Panel ditempatkan di bagian atap yang tidak terkena bayangan pohon atau benda lain.
2. Atap cukup kuat menahan beban panel dan angin
3. Penempatan panel memungkinkan pembersihan dan perbaikan.
4. Tersedia jarak dengan atap untuk sirkulasi udara di bawah panel surya
Prinsip Panel Surya
Prinsip dari Panel surya ialah mengubah intensitas cahaya matahari menjadi energi listrik yang
dapat digunakan untuk menjalankan peralatan elektronik. Panel surya/modul surya merupakan
suatu paket yang terdiri dari sel-sel yang disusun secara horizontal dan dilapisi oleh kaca
sehingga dapat di pasang menghadap matahari. Sebuah modul diklasifikasikan berdasarkan daya
maksimumnya. Sel-sel itu terbuat dari kristal silikon yang dikembangkan dalam bentuk ingot.
Dalam potongan tipis yang disambungkan melalui elektroda untuk membentuk sel.
Keuntungan Panel Surya
PLTS mampu menyuplai listrik untuk lokasi yang belum dijangkau jaringan listrik PLN :
1. Potensi pemanfaatan energi surya tersebar secara merata sehingga dapat digunakan untuk
daerah yang terpencil
2. Listrik surya merupakan solusi yang cepat, karena proses instalasi yang relatif cepat untuk
menghasilkan listrik penerangan dll.
3. Tenaga Surya merupakan energi yang sangat bersih, karena sifatnya secara fisika dapat Mengabsorbsi UV radiasi (dari matahari), tidak menghasilkan emisi sedikitpun, tidak menimbulkan
suara berisik dan tidak memerlukan bahan bakar yang perlu dibeli setiap harinya.
4. Sistem tenaga Surya sudah terbukti handal lebih dari 50 tahun mendukung program luar
angkasa, dimana tidak ada sumber energi lain, tidak juga juga nuklir, yang mampu bertahan
dalam keadaan extrim di luar angkasa.
5. Panel Surya merupakan salah satu alat yang dapat memanfaatkan potensi energi radiasi
matahari sebesar 4,8 Kwh/ m2 / hari (* Data BPPT tahun 2005) yang merupakan potensial daya
yang cukup besar dan belum maksimal dimanfaatkan di Indonesia.
6. Panel Surya mempunyai kesan modern dan futuristik, tetapi juga mempunyai kesan peduli
lingkungan dan bersih. Sangat cocok untuk dunia arsitektur modern yang memadukan unsurunsur penting tersebut.
Struktur Sel Surya

Sesuai dengan perkembangan sains&teknologi, jenis-jenis teknologi sel surya pun berkembang
dengan berbagai inovasi. Ada yang disebut sel surya generasi satu, dua, tiga dan empat, dengan
struktur atau bagian-bagian penyusun sel yang berbeda pula (Jenis-jenis teknologi surya akan
dibahas di tulisan Sel Surya : Jenis-jenis teknologi). Dalam tulisan ini akan dibahas struktur
dan cara kerja dari sel surya yang umum berada dipasaran saat ini yaitu sel surya berbasis
material silikon yang juga secara umum mencakup struktur dan cara kerja sel surya generasi
pertama (sel surya silikon) dan kedua (thin film/lapisan tipis).

Struktur dari sel surya komersial yang menggunakan material silikon sebagai semikonduktor.
(Gambar:HowStuffWorks)
Gambar diatas menunjukan ilustrasi sel surya dan juga bagian-bagiannya. Secara umum terdiri
dari :
1. Substrat/Metal backing
Substrat adalah material yang menopang seluruh komponen sel surya. Material substrat juga
harus mempunyai konduktifitas listrik yang baik karena juga berfungsi sebagai kontak terminal
positif sel surya, sehinga umumnya digunakan material metal atau logam seperti aluminium atau
molybdenum. Untuk sel surya dye-sensitized (DSSC) dan sel surya organik, substrat juga
berfungsi sebagai tempat masuknya cahaya sehingga material yang digunakan yaitu material
yang konduktif tapi juga transparan sepertii ndium tin oxide (ITO) dan flourine doped tin oxide
(FTO).
2. Material semikonduktor
Material semikonduktor merupakan bagian inti dari sel surya yang biasanya mempunyai tebal
sampai beberapa ratus mikrometer untuk sel surya generasi pertama (silikon), dan 1-3
mikrometer untuk sel surya lapisan tipis. Material semikonduktor inilah yang berfungsi
menyerap cahaya dari sinar matahari. Untuk kasus gambar diatas, semikonduktor yang
digunakan adalah material silikon, yang umum diaplikasikan di industri elektronik. Sedangkan
untuk sel surya lapisan tipis, material semikonduktor yang umum digunakan dan telah masuk
pasaran yaitu contohnya material Cu(In,Ga)(S,Se)2 (CIGS), CdTe (kadmium telluride), dan
amorphous silikon, disamping material-material semikonduktor potensial lain yang dalam sedang
dalam penelitian intensif seperti Cu2ZnSn(S,Se)4 (CZTS) dan Cu2O (copper oxide).
Bagian semikonduktor tersebut terdiri dari junction atau gabungan dari dua material
semikonduktor yaitu semikonduktor tipe-p (material-material yang disebutkan diatas) dan tipe-n
(silikon tipe-n, CdS,dll) yang membentuk p-n junction. P-n junction ini menjadi kunci dari
prinsip kerja sel surya. Pengertian semikonduktor tipe-p, tipe-n, dan juga prinsip p-n junction dan
sel surya akan dibahas dibagian cara kerja sel surya.
3. Kontak metal / contact grid
Selain substrat sebagai kontak positif, diatas sebagian material semikonduktor biasanya
dilapiskan material metal atau material konduktif transparan sebagai kontak negatif.
4.Lapisan antireflektif
Refleksi cahaya harus diminimalisir agar mengoptimalkan cahaya yang terserap oleh
semikonduktor. Oleh karena itu biasanya sel surya dilapisi oleh lapisan anti-refleksi. Material
anti-refleksi ini adalah lapisan tipis material dengan besar indeks refraktif optik antara
semikonduktor dan udara yang menyebabkan cahaya dibelokkan ke arah semikonduktor
sehingga meminimumkan cahaya yang dipantulkan kembali.
5.Enkapsulasi / cover glassBagian ini berfungsi sebagai enkapsulasi untuk melindungi modul
surya dari hujan atau kotoran.
Cara kerja sel surya
Sel surya konvensional bekerja menggunakan prinsip p-n junction, yaitu junction antara
semikonduktor tipe-p dan tipe-n. Semikonduktor ini terdiri dari ikatan-ikatan atom yang dimana
terdapat elektron sebagai penyusun dasar. Semikonduktor tipe-n mempunyai kelebihan elektron
(muatan negatif) sedangkan semikonduktor tipe-p mempunyai kelebihan hole (muatan positif)
dalam struktur atomnya. Kondisi kelebihan elektron dan hole tersebut bisa terjadi dengan
mendoping material dengan atom dopant. Sebagai contoh untuk mendapatkan material silikon

tipe-p, silikon didoping oleh atom boron, sedangkan untuk mendapatkan material silikon tipe-n,
silikon didoping oleh atom fosfor. Ilustrasi dibawah menggambarkan junction semikonduktor
tipe-p dan tipe-n.

Junction antara semikonduktor tipe-p (kelebihan hole) dan tipe-n (kelebihan elektron).
(Gambar : eere.energy.gov)
Peran dari p-n junction ini adalah untuk membentuk medan listrik sehingga elektron (dan hole)
bisa diekstrak oleh material kontak untuk menghasilkan listrik. Ketika semikonduktor tipe-p dan
tipe-n terkontak, maka kelebihan elektron akan bergerak dari semikonduktor tipe-n ke tipe-p
sehingga membentuk kutub positif pada semikonduktor tipe-n, dan sebaliknya kutub negatif pada
semikonduktor tipe-p. Akibat dari aliran elektron dan hole ini maka terbentuk medan listrik yang
mana ketika cahaya matahari mengenai susuna p-n junction ini maka akan mendorong elektron
bergerak dari semikonduktor menuju kontak negatif, yang selanjutnya dimanfaatkan sebagai
listrik, dan sebaliknya hole bergerak menuju kontak positif menunggu elektron datang, seperti
diilustrasikan pada gambar dibawah.

Ilustrasi cara kerja sel surya dengan prinsip p-n junction. (Gambar : sun-nrg.org)

SEL BAHAN BAKAR


PENGERTIAN SEL BAHAN BAKAR
Sel bahan bakar (bahasa Inggris: fuel cell) adalah sebuah alat elektrokimia yang
mirip dengan baterai, tetapi berbeda karena dia dirancang untuk dapat diisi terus
reaktannya yang terkonsumsi; yaitu dia memproduksi listrik dari penyediaan bahan
bakar hidrogen dan oksigen dari luar. Hal ini berbeda dengan energi internal dari
baterai. Sebagai tambahan, elektrode dalam baterai bereaksi dan berganti pada
saat baterai diisi atau dibuang energinya, sedangkan elektrode sel bahan bakar
adalah katalitik dan relatif stabil.

Reaktan yang biasanya digunakan dalam sebuah sel bahan bakar adalah hidrogen di sisi
anode dan oksigen di sisi katode (sebuah sel hidrogen). Biasanya, aliran reaktan mengalir masuk
dan produk dari reaktan mengalir keluar. Sehingga operasi jangka panjang dapat terus menerus
dilakukan selama aliran tersebut dapat dijaga kelangsungannya.
Sel bahan bakar seringkali dianggap sangat menarik dalam aplikasi modern karena
efisiensi tinggi dan penggunaan bebas-emisi, berlawanan dengan bahan bakar umum seperti
metana atau gas alam yang menghasilkan karbon dioksida. Satu-satunya hasil produk dari bahan
bakar yang beroperasi menggunakan hidrogen murni adalah uap air, namun ada kekhawatiran
dalam proses pembuatan hidrogen yang menggunakan banyak energi. Memproduksi hidrogen
membutuhkan "carrier" hidrogen (biasanya bahan bakar fosil, meskipun air dapat dijadikan
alternatif), dan juga listrik, yang diproduksi oleh bahan bakar konvensional. Meskipun sumber
energi alternatif seperti energi angin dan surya dapat juga digunakan, namun sekarang ini mereka
sangat mahal.

Cara Kerja dan Aplikasi Sel Bahan Bakar


Saat ini kebutuhan energi sudah sangat besar seiring dengan peningkatan jumlah penduduk
terutama energi listrik. Jadi, dalam bidang energi sudah saatnya kita mengusahakan untuk
memproduksi sumber energi alternatif untuk mengantisipasi ketersediaan energi di masa yang
akan datang. Sumber energi tersebut harus memenuhi parameter keberhasilan suatu sumber
energi alternatif yaitu: dapat diperbarui (renewable energy), ramah lingkungan, dan biaya yang
murah. Salah satunya dengan memanfaatkan sel bahan bakar (Fuel cell). Fuel cell merupakan
konverter dari energi kimia ke energi listrik yang ramah lingkungan. Fuel cell dirancang untuk
dapat diisi reaktannya yang terkonsumsi dimana fuel cell memproduksi listrik dan penyediaan
bahan bakar hidrogen dan oksigen dari luar. Reaktan yang biasanya digunakan dalam sebuah sel
bahan bakar adalah hidrogen di sisi anoda dan oksigen di sisi katoda. Reaktan mengalir masuk
dan produk dari reaktan mengalir keluar. Sehingga operasi jangka panjang dapat terus menerus
dilakukan selama disuplai oleh bahan bakar (hidrogen) dan oksigen.
Fuel cell ini di klasifikasikan sebagai pembangkit tenaga karena sel bahan bakar ini dapat
beroperasi secara terus menerus atau selama ada persediaan bahan bakar (fuel) dan oksidan. Fuel
cell diklasifikasikan dalam beberapa jenis tergantung dari jenis bahan bakar yang digunakan,
yaitu Alkaline Fuel Cell (AFC), Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC), Phosphoric Acid Fuel Cell
(PAFC), Proton Exchange Membrane (PEM), Solid Oxide Fuel Cell (SOFC) (De Guire, 2003).
Fuel cell memiliki karakteristik umum yaitu sangat efisien (>85%), modular (dapat ditempatkan
dimana diperlukan), ramah lingkungan (tidak berisik, emisinya rendah), panas yang terbuang
dapat di simpan (Handayani, 2008).

SOFC dianggap menarik karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan fuel cell
jenis lain. SOFC merupakan fuel cell dengan temperatur tertinggi pada saat ini yaitu sekitar
600 oC - 1000 oC dan juga memiliki tingkat efesiensi yang paling tinggi yaitu sekitar 60%. SOFC
berkembang sejak tahun 1950 dan memiliki dua bentuk yaitu planar dan tubular. Keuntungan
dari fuel cell jenis ini yaitu dapat menggunakan bahan bakar lain selain hidrogen. Sama seperti
jenis fuel cell yang lain, SOFC juga memiliki tiga bagian penting yaitu elektrolit, katode, dan
anode (De Guire, 2003).
1. Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)
Fuel cell (sel bahan bakar) adalah suatu konverter dari energi kimia menjadi energi listrik dengan
memanfaatkan kecendrungan hidrogen dan oksigen untuk bereaksi dimana operasi jangka
panjangnya dapat terus menerus terjadi selama bahan bakarnya dapat terus disuplai yaitu
hidrogen dan oksigen. Gas hidrogen dan oksigen secara elektrokimia dikonvert menjadi air.
Reaksi secara keseluruhannya adalah sebagai berikut (Cook, 2001):
Anoda : H2 2 H+ + 2 eKatoda : O2 + 2 H+ + 2 e- H2O
Reaksi total : H2 + O2 H2O + energi listrik + kalor
Prinsip kerja fuel cell yaitu hidrogen di dalam sel dialirkan menuju sisi anoda sedangkan oksigen
di dalam udara dialirkan menuju sisi katoda. Pada anoda terjadi pemisahan hidrogen menjadi
elektron dan proton (ion hidrogen). Ion hidrogen ini kemudian menyebrang dan bertemu dengan
oksigen dan elektron di katoda dan menghasilkan air. Elektron-elektron yang mengandung
muatan listrik ini akan menuju katoda melalui jaringan eksternal. Aliran elektron-elektron inilah
yang akan menghasilkan arus listrik. Skema fuel cell diperlihatkan pada Gambar 1.

Skema sel bahan bakar (fuel cell) (Anonim 2012)


Fuel cell memiliki beberapa kelebihan yaitu (Anonim, 2008):
1. Memiliki efiesiensi yang tinggi (60%-70%)
2. Ramah lingkungan (tidak berisik, emisinya rendah)
3. Secara teoritis, limbah atau emisi yang dihasilkan adalah air (H2O).
Berbeda dengan pada pembakaran biasa dengan menggunakan mesin, dimana limbah yang
dihasilan adalah gas-gas yang berpotensi untuk mencemari lingkungan. Selain itu jika
menggunakan pembangkit daya yang konvensional, polusi kebisingan juga dapat terjadi,
sedangkan sel bahan bakar ini tidak menghasilkan suara. Sel bahan bakar tidak memerlukan
penggantian elektrolit dan pengisian bahan bakar, akan tetapi jika bahan bakarnya habis, maka
sel ini juga tidak dapat berfungsi.
3. Bahan bakarnya flexibel
Bahan bakar yang digunakan untuk sel bahan bakar dapat digunakan beberapa macam,
kebanyakan menggunakan hidrogen dan oksigen sebagai bahan bakar dan oksidannya. Selain
menggunakan kedua bahan tersebut, bahan bakar lain yang dicoba digunakan antara lain
ammonia, hidrazine, metanol dan batubara.
Fuel cell memiliki beberapa macam tipe yaitu

1.
2.
3.
4.
5.

Alkaline Fuel Cell (AFC)


Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC)
Phosphoric Acid Fuel Cell (PAFC)
Proton Exchange Membrane (PEM)
Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)

4. Solid Oxide Fuel Cell (SOFC)


SOFC adalah suatu jenis perangkat elektrokimia yang menggunakan bahan bakar oksida padat
yang dapat mengkonversi secara langsung dari energi kimia menjadi energi listrik yang lebih
efisien dan bahan bakarnya bebas dari polusi. Skema sebuah SOFC diperlihatkan pada Gambar
2.

Gambar 2. Skema SOFC. (Anonim, 2012)


Pada suhu tinggi oksigen bermigrasi melalui lapisan elektrolit menuju anoda yang akan
mengoksidasi bahan bakar yang mengandung molekul hidrogen pada anoda yang akan
menghasilkan ion hidrogen dan akan membebaskan elektron. Elektron yang dihasilkan pada
anoda keluar dari sirkuit masuk ke sisi katoda yang akan dipergunakan sebagai tenaga listrik
dengan efisiensi 60%. SOFC memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan jenis fuel cell
yang lain, yaitu (Anonim, 2012):
1. Memiliki efisiensi yang tinggi 60%.
2. Memiliki stabilitas jangka panjang.
3. Ramah lingkungan.
4. Dapat menggunakan beberapa jenis bahan bakar.
5. Emisinya rendah.
6. Biaya yang relatif rendah.
7. Dapat beroperasi pada suhu tinggi yaitu 600 oC - 1000 oC.
SOFC memiliki dua desain yaitu desain planar dan tubular (tabung) seperti yang terlihat pada
Gambar 3.
Desain planar memiliki lapisan khusus dalam berbagai ukuran yang banyak digunakan dalam
berbagai sel bahan bakar dimana lapisan elektrolitnya terletak diantara elektroda. Sedangkan
desain tubular, udara atau bahan bakar melewati bagian dalam tabung dan gas lainnya dilewatkan
pada bagian luar tabung. Desain tubular menguntungkan karena lebih mudah untuk membatasi
dan memisahkan bahan bakar dari udara dibandingkan dengan bentuk planar (De Guire 2003).

Gambar 3. (a) sistem tubular SOFC (b) Sistem planar SOFC (De Guire 2003).
Sama seperti fuel cell pada umumnya, SOFC juga memiliki bagian penting, yaitu (De Guire,
2003):
a. Elektrolit

Elektrolit merupakan pemisah antara katoda dan anoda. Elektrolit berfungsi untuk memindahkan
ion-ion yang terlibat dalam reaksi-reaksi reduksi dan oksidasi dalam sel bahan bakar. Elektrolit
sangat berpengaruh pada kinerja fuel cell.

b. Katode
Katode merupakan elektroda yang berinteraksi dengan udara yang berfungsi menjadi batas untuk
oksigen dan elektrolit, mengkatalis reaksi reduksi oksigen dan menghubungkan elektron-elektron
dari sirkuit luar ke tempat reaksi.
c. Anode
Anode merupakan elektroda yang berinteraksi dengan bahan bakar yang berfungsi menjadi batas
untuk bahan bakar dan elektrolit, mengkatalis reaksi oksidasi dan menghubungkan elektronelektron dari tempat reaksi elektron dari tempat reaksi ke eksternal sirkuit. Anoda merupakan
bagian terpenting dalam SOFC. Anode dalam sebuah SOFC harus memiliki beberapa kriteria
yaitu
1. Memiliki konduktivitas listrik yang tinggi (10-1- 103 (.cm)-1)
2. Stabil dalam lingkungan reduksi
3. Mempunyai porositas yang spesial dan banyak (20%-40%)
4. Memiliki aktivitas katalik dan elektrokimia yang tinggi untuk mengoksidasi bahan bakar
5. Memiliki struktur kristal kubik.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Herliyani (2012) dilakukan pembuatan anode dengan bahan
dasar CSZ (calcia stabilized zirconia) dengan metode kompaksi serbuk. Dimana metode
kompaksi serbuk merupakan proses pembuatan serbuk dan benda jadi dari serbuk logam atau
paduan logam dengan ukuran serbuk tertentu dengan cara di kompaksi tanpa melalui proses
peleburan (Rusianto, 2009). Energi yang digunakan dalam proses ini relative rendah sedangkan
keuntungan lainnya antara lain hasil akhirnya dapat langsung disesuaikan dengan dimensi yang
diinginkan yang berarti akan mengurangi biaya permesinan dan bahan baku yang terbuang.
Jenis dan macam produk yang dihasilkan oleh proses metalurgi serbuk sangat ditentukan proses
kompaksi dalam membentuk serbuk dengan kekuatan yang baik. Pada proses kompaksi serbuk
meliputi proses pengepresan suatu bentuk di dalam cetakan yang terbuat dari baja. Teknik
metalurgi serbuk meliputi pencampuran serbuk (mixing), pembuatan pellet (kompaksi),
perlakuan panas (sintering). Pengecoran adalah suatu proses manufaktur yang menggunakan
logam cair dan cetakan untuk menghasilkan parts dengan bentuk yang mendekati bentuk
geometri akhir produk jadi. Logam cair akan dituangkan atau ditekan ke dalam cetakan yang
memiliki rongga sesuai dengan bentuk yang diinginkan (Anonim, 2011). Namun teknik ini
mempunyai beberapa kelemahan antara lain butir-butir yang dihasilkan cukup besar sehingga
menurunkan kekuatan tariknya. Selain itu teknik pengecoran mempunyai kesulitan dalam
pemaduan unsur-unsur dengan perbedaan titik leleh yang besar. Sehingga metode metalurgi
serbuk ini digunakan dalam penelitian ini walaupun metode ini memiliki beberapa kelemahan
yaitu : bentuk yang rumit tidak dapat dibuat, bahan serbuk logam mahal dan kadang sulit
penyimpanannya karena mudah terkontaminasi.
Keramik CSZ ini merupakan campuran dari ZrO2 dan CaO dengan perbandingan persentase mol
sebesar 85% dan 15% karena jika ZrO2 lebih dari 85% maka dikhawatirkan keramik akan
menjadi rapuh sedangkan jika persentase mol kurang dari 85% maka tidak akan membentuk
struktur kristal kubik seperti yang diharapkan. Kemudian campuran CSZ yang terbentuk
ditambahkan dengan NiO dan PVA yang bervariasi konsentrasi beratnya masing-masing sebesar
2%, 6%, dan 10% dimana variasi persentase konsentrasi berat PVA seperti ini paling tepat untuk
menghasilkan porositas keramik yang spesial tetapi konsentrasi berat PVA ini bisa diekstrapolarsi
jika ada penelitian lain yang mencoba dengan persentase konsentrasi berat PVA sebesar 2%,
6%, dan 10%. Berikut ini adalah tabel karakteristik dari PVA (polyvinyl alcohol).

Tabel 1. Karakteristik PVA (Wikipedia, 2012)


Rumus Molekul

(C2H4O)

Kerapatan

1,19 1,39 g/cm3

Titik didih

228 oC

Titik lebur

230 oC

Matula et al., (2008) menjelaskan bahwa untuk mendapatkan bahan anode SOFC yang paling
baik, maka campuran harus disintering dengan temperature sintering 1400 oC dan direduksi
pada temperatur minimal 800 oC Hal ini terlihat dari Gambar 4, dimana pada gambar ini terlihat
bahwa densitas dari Ni-YSZ meningkat seiring dengan penambahan suhu sintering tetapi akan
kembali menurun jika suhu sinteringnya lebih dari 1500 oC. Sedangkan jika temperatur reduksi
kurang dari 800 oC maka reduksi akan berlangsung tidak sempurna karena masih adanya fase
NiO.

Gambar 4. Kurva sintering Ni-YSZ 50:50 (Matula et al., 2008)


Selain suhu sintering dan reduksi, komposisi NiO pada Ni-YSZ juga mempengaruhi bahan yang
akan dijadikan anode. Seperti yang diharapkan porositas meningkat terhadap NiO sebagai
konsekuensi dari reduksi Ni. Efek ini menguntungkan untuk transport bahan bakar di anoda.
Namun, ketika tingkat porositas terlalu tinggi maka sifat mekanik berkurang. Berdasarkan
pengujian sifat listrik ditemukan bahwa meningkatnya NiO menyebabkan peningkatan
konduktivitas pada Ni-YSZ. NiO yang lebih rendah dari 40% menghasilkan konduktivitas yang
relative rendah dan material ini tidak sesuai untuk diaplikasikan sebagai anode pada SOFC.
Untuk mempertahankan sifat mekanik yang tinggi yang diperlukan untuk anoda SOFC,
komposisi NiO di NiO-YSZ campuran tidak boleh lebih tinggi dari 60% tetapi tidak boleh lebih
kurang dari 40% agar harga konduktivitas keramik tidak terlalu rendah (Matula et al., 2008).
Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ untuk diaplikasikan
sebagai anode SOFC dengan komposisi NiO 50% dengan suhu sintering 1500 oC dan direduksi
pada suhu 900 oC.

Gambar 5. Proses yang terjadi selama pembuatan keramik secara fisis


Proses fisis yang terjadi selama pembuatan pelet Ni-CSZ secara fisis dijelaskan pada Gambar 5.
sebagai berikut:
2.1. Keramik
Keramik dapat didefinisikan sebagai campuran anorganik yang mencakup bahan logam dan
nonlogam yang dibentuk berdasarkan perlakuan panas dan tekanan (Boursoum, 1997). Sifat
keramik sangat ditentukan oleh struktur kristal, komposisi kimia, dan mineral bawaannya.
Keramik memiliki jenis yang sangat banyak. Salah satunya adalah ZrO2, dimana
keramik ZrO2 memiliki karakteristik sebagai berikut: diguanakan pada suhu sampai 2.400 oC,
kepadatan tinggi, konduktifitas termalnya rendah, kimia inertness, perlawanan terhadap logam
cair , ionic konduksi listrik, ketangguhan perpatahan tinggi, kekerasan tinggi, (dalam Wikipedia,
2010). Gambar berikut menunjukan diagram fasa ZrO2-CaO.

Gambar 6. Diagram fasa ZrO2-CaO. (Anonim, 2012)


Gambar 6. merupakan diagram fasa ZrO2 CaO. Dalam penelitian ini keramik CSZ diharapkan
membentuk struktur kubik sehingga persentase mol CaO harus diantara 15% - 27% dan
temperature sinteringnya 1500 oC.

2.3 Sintering
Proses sinter merupakan proses perlakuan panas pada serbuk ataupun padatan dari serbuk pada
temperatur 2/3 dibawah titik leleh untuk meningkatkan kekuatan (Didiek et al., 2007). Proses
sintering ini lebih efektif daripada proses kalsinasi. Dimana kalsinasi itu merupakan suatu
metode pemisahan dengan memecah ikatan antar senyawa menggunakan pemanasan
800 oC karena pada suhu ini ikatan kompleks akan terpecah. Sedangkan pembakaran adalah
suatu tahapan reaksi kimia antara suatu bahan bakar dan suatu oksidan disertai dengan produksi
panas yang kadang disertai cahaya dalam bentuk pendar atau api.
Proses sintering sangat efektif untuk mengurangi porositas, meningkatkan kekuatan,
meningkatkan konduktivitas termal, dan meningkatkan kerapatan keramik sesuai dengan
mikrostruktur dan komposisi fasa yang diinginkan. Selama proses sintering ukuran butir
mengecil dan menjadi lebih bulat karena permukaan partikel masuk ke pori-pori di dalamnya
sehingga porositas berkurang dan membuat sampel menjadi lebih padat. Gambar 7a. dan Gambar
7b. menunjukan dua kemungkinan yang akan terjadi selama proses sintering.

Gambar 7. (a) Densifikasi diikuti dengan pertumbuhan butir (grain growth), (b) coarsening
(Barsoum, 1997).
Kedua mekanisme ini saling bersaing. Jika proses atomnya yang mendominasi adalah
densifikasi, maka kerapatan dan porositasnya akan mengecil dan menghilang terhadap waktu.
Tetapi, jika proses coarsening lebih cepat, maka kekasaran dan porositasnya akan membesar
terhadap waktu (Barsoum, 1997).

3.

Polimeric

Electrolyte

Membrane

Fuel

Cells

(PEMFC)

(Mudzakir,

2010)

PEMFC merupakan sel bahan bakar yang banyak dipilih dikarenakan sel bahan bakar tersebut
memiliki sifat yang lebih menguntungkan, yakni mampu meminimalisir korosi yang sering
terjadi dalam penggunaan sel bahan bakar jenis laindengan bahan elektrolit yang korosif, selain
itu PEMFC dapat beroperasi pada temperatur rendah (sekitar 80 oC). Pada PEMFC membran
digunakan sebagai konduktor proton dan insulator elektronik sehingga mempermudah
pengemasan dan meningkatkan efisiensi kerja transfer ion H+ hingga mencapai 40-50%. (Souza,

2003)
Membran yang saat ini banyak digunakan untuk PEMFC adalah Nafion. Politetrafluoroetilena
dengan cabang gugus asam sulfonat (Nafion) memiliki konduktivitas proton, ketahanan
mekanik, dan ketahanan termal yang baik. Namun membran Nafion memiliki kekurangan yaitu
tidak ramah lingkungan, harga yang mahal serta memiliki permeabilitas metanol yang tinggi
sehingga tidak dapat diaplikasikan pada Direct Methanol Fuel Cell (DMFC). Oleh karena itu
berbagai penelitian dilakukan dengan tujuan mendapatkan membran baru yang lebih baik dari
segi kualitas, harga dan ramah lingkungan dibandingkan dengan Nafion.
Dalam PEMFC membran yang digunakan harus bermuatan negatif agar efisien dalam menarik
dan melewatkan proton dari anoda ke katoda. Dan agar lebih ramah lingkungan membran harus
dapat terdegradasi secara alami, sehingga membran hasil pemakaian tidak menjadi limbah atau
polutan.
Kitosan merupakan salah satu biopolimer yang memenuhi syarat untuk diaplikasikan sebagai
membran dalam sel bahan bakar. Karena kitosan bersifat hidrofilik, memiliki kekuatan mekanik
yang baik, mudah dimodifikasi secara kimia serta dapat terdegradasi secara alami. Kitosan
merupakan biopolimer yang berasal dari kulit udang yang telah dideasetilisasi. Sehingga
pemanfaatan kitosan sebagai membran dapat menjawab permasalahan limbah dan menaikkan
nilai ekonomi kulit udang tersebut. Bila dibandingkan dengan Nafion konduktivitas kitosan
sangat rendah, sehingga untuk menaikkan konduktivitas ioniknya dilakukan sulfonasi pada
kitosan.
Polymeric electrolyte membrane fuel cell (PEMFC) disebut juga proton exchange membrane
fuel cell. Membran ini berupa lapisan tipis padat yang berfungsi sebagai elektrolit pemisah
katoda dan anoda. Membran ini secara selektif mengontrol transport proton dari anoda ke katoda
dalam sel bahan bakar. PEMFC mengandung katalis platina. Selain itu, pada fuel cell ini tidak
dipakai fluida yang bersifat korosif seperti jenis sel bahan bakar lainnya.
Membran polimer merupakan komponen yang sangat penting dalam PEM fuel cell. Membran
polimer ini dapat memisahkan reaktan dan menjadi sarana transportasi ion hidrogen yang
dihasilkan di anoda menuju katoda sehingga menghasilkan energi listrik. Kemurnian gas
hidrogen sangat mempengaruhi emisi buang sistem fuel cell berbasis polimer tersebut.
Kemurnian hidrogen yang tinggi memberikan tingkat emisi yang mendekati zero emission.
Penggunaan hidrogen dengan tingkat kemurnian tinggi juga dapat memperpanjang waktu hidup
membran fuel cell dan mencegah pembentukan karbonmonoksida (COx) yang beracun, pada
permukaan katalis (Jamal, 2007).

Gambar 8. Skema PEMFC


Skema gambaran pada prinsip sel bahan bakar ditunjukkan pada Gambar 8. hidrogen sebagai
bahan bakar yang dikonsumsi pada anoda, menghasilkan elektron yang dialirkan ke katoda
melalui rangkaian luar. Ion hidrogen masuk ke larutan elektrolit dan tersebar ke katoda oleh
aliran elektroosmotik. Pada katoda, oksigen dikombinasikan dengan elektron dan proton dari
aliran elektrolit untuk menghasilkan air dan panas. Ionic liquids fuel cell (ILFs) merupakan sel
bahan bakar berbasis hidrogen dengan cairan ionik sebagai elektrolitnya, yang berfungsi sebagai
media untuk proton (H+) bermigrasi dari anoda menuju ke katoda. Pada penelitian sebelumnya
(Souza, 2003) telah melakukan penelitian mengenai cairan ionik imidazolium sebagai media
penghantar proton dalam sel bahan bakar.

Gambar 8. Diagram aplikasi sel bahan bakar pada berbagai bidang.


Dengan kemajuan yang signifikan, kini sel bahan bakar telah diaplikasikan pada berbagai bidang
untuk memenuhi kebutuhan dan kemudahan bagi kehidupan manusia. Diantaranya untuk
transportasi air, udara dan laut serta pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan industri. Serta
digunakan dalam berbagai bidang seperti industri, kedokteran, transportasi hingga militer.

3.1 Kitosan
Kitosan pertama kali ditemukan oleh ilmuan Perancis, Ojier, pada tahun 1823. Ojier meneliti
kitosan hasil ekstrak kerak binatang berkulit keras, seperti udang, kepiting, dan serangga.
Senyawa kitosan diperoleh dari proses deasetilisasi senyawa kitin. Kitin adalah poliamino
sakarida yang cukup banyak terdapat di alam setelah selulosa, susunan molekulnya mirip dengan
selulosa. Keterbatasan penggunaan kitin disebabkan kitin sukar larut dalam beberapa pereaksi.
Oleh karena itu kitin banyak digunakan setelah ditransformasikan dalam bentuk kitosan. Gambar
9. menunjukkan reaksi transformasi kitin menjadi kitosan.

Gambar 9. Reaksi Transformasi Kitin Menjadi Kitosan. [1]


Kitosan yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin merupakan biopolimer yang potensial untuk
dijadikan bahan dasar membran sel bahan bakar (fuel cell membranes). Dikarenakan keunggulan
material ini yang bersifat hidrofilik, mempunyai ketahanan mekanik yang tinggi, mudah
dimodifikasi secara kimia, ramah lingkungan serta keberadaanya yang melimpah di alam.
3.2 Kitosan Sulfonat
Untuk meningkatkan konduktivitas membran kitosan dan menurunkan permeasi terhadap
metanol dalam aplikasi sel bahan bakar dilakukan proses sulfonasi terhadap kitosan. Reaksi
sulfonasi dapat diartikan sebagai suatu reaksi subtitusi untuk mengganti atom hidrogen dengan
gugus SO3H pada molekul organik melalui ikatan kimia pada atom karbon. Syarat untuk
terjadinya sulfonasi adalah keasaman fasa yang harus dipenuhi, karena jika terjadi perbedaan
fasa antara gugus sulfonasi dengan polimer yang akan disulfonasi dapat menyebabkan reaksi
sulfonasi mengalami kegagalan. Selain itu dalam reaksi ini diperlukan suatu pelarut yang
memiliki kelarutan yang baik.

Proses sulfonasi dapat dilakukan dengan senyawa yang memiliki gugus sulfonat diantaranya
yaitu asam sulfat (H2SO4), oleum, asetil sulfat, dan asam klorosulfonat. Proses sulfonasi pun
dapat dilakukan dengan 2 metode, metode pertama yaitu metode konvensional dan metode yang
kedua menggunakan bantuan gelombang mikro (microwave oven). Hasil karakterisasi penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa membran kitosan sulfonat yang dihasilkan dengan metoda
konvensional memiliki sifat termal dan kapasitas penukar proton yang lebih tinggi dibandingkan
membran yang diperoleh dengan bantuan gelombang mikro.
Namun demikian, membran yang dihasilkan dari metoda pertama sangat rapuh. Sebaliknya,
membran kitosan tersulfonasi yang diperoleh dari hasil reaksi dengan bantuan gelombang mikro
mempunyai kekuatan mekanik yang baik untuk uji permeasi selanjutnya. Data penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa membran kitosan sulfat yang disintesis dengan gelombang
mikro mempunyai nilai permeasi terhadap metanol yang lebih rendah dibandingkan dengan
membran kitosan tanpa sulfonasi (Velianti, 2008). Gambar 10. menunjukkan reaksi transformasi
kitosan menjadi kitosan sulfonat dengan asam klorosulfonat sebagai agen pensulfonasinya.

Gambar 10. Reaksi Transformasi Kitosan Menjadi Kitosan Sulfonat. [10]


Penelitian mengenai sintesis kitosan sulfat dengan bantuan gelombang mikro telah dilakukan
sebelumnya (Mansyur, 2009). Gelombang mikro digunakan untuk membantu pemasukan gugus
N-sulfo dan O-sulfo pada kitosan. Struktur kitosan sulfonat yang didapatkan dengan gelombang
mikro tidak jauh berbeda dengan struktur kitosan. Karakterisasi penelitian yang dilakukan
sebelumnya dengan menggunakan gelombang infra merah menghasilkan spektrum khas yang
sama dengan kitosan hanya berbeda serapan pada bilangan gelombang 1382,96 cm-1 yang
menunjukkan vibrasi ulur ikatan SO2O-O- dan pada serapan 1018,41 cm-1 yang menunjukkan
ikatan C-O-S. Selain itu, puncak gugus C=O yang terdapat pada bilangan gelombang 1658 cm-1
memiliki kesamaan antara kitosan dan kitosan sulfonat menunjukkan bahwa rantai polimer tidak
mengalami pemutusan ikatan.
3.3 Modifikasi Membran dengan Cairan ionik
Pemodifikasian membran Nafion dengan cairan ionik 1-etil-3-metilimidazolium (EMI) telah
dilakukan oleh Bennett, et al. (2005). Pemodifikasian tersebut dilakukan untuk mengetahui
pengaruh cairan ionik pada membran Nafion dengan cara identifikasi pada nilai konduktivitas
membran dan morfologi membran. Pemodifikasian dilakukan dengan cara meredam membran
dalam cairan ionik / metanol dengan perbandingan 1:1 (v/v) selama 3 jam pada suhu ruang dan
pada suhu 70 oC. Metanol dipilih karena dapat melarutkan cairan ionik dan sifatnya yang mudah
menguap. Membran kemudian dikeringkan pada suhu 110 oC selama 3 jam untuk menghilangkan
metanol. Dilaporkan pula bahwa proses pemodifikasian membran dengan cairan ionik akan lebih
baik pada suhu tinggi, namun penguapan methanol sangat cepat pada suhu 90 oC, sehingga
proses pemodifikasian tidak terkendali.
3.4. Cairan Ionik (Ionic Liquids)
Cairan ionik (ionic liquids) adalah suatu senyawa yang hanya memiliki spesies ionik tanpa
adanya molekul netral yaitu hanya terdiri atas kation-anion (Hermanutz, et al., 2006). Dalam arti
luas, istilah ini mencakup semua garam cair, misalnya, lelehan natrium klorida pada suhu yang
lebih tinggi dari 800 C. Namun, pada saat ini, istilah "cairan ionik" digunakan untuk garam
dengan titik lebur yang relatif rendah (dibawah 100 C). Berbeda dengan garam cair (molten
salt) yang biasanya mempunyai titik leleh dan viskositas tinggi, juga sangat korosif, cairan ionik
umumnya berwujud cair pada suhu kamar, mempunyai viskositas relatif lebih rendah dan relatif
tidak mempunyai sifat korosif (Toma, et al., 2000). Dengan demikian, cairan ionik (ILs) hanya
digunakan untuk garam dengan titik leleh yang relatif rendah, yaitu terletak pada suhu < 100 -

150 oC (Hagiwara dan Ito, 2000; Hermanutz, et al., 2006), terutama garam yang berbentuk cairan
pada suhu kamar lebih dikenal dengan room-temperature ionic liquids (RTILs).
Keuntungan dari sifat yang dimiliki cairan ionik adalah memiliki rentang cair besar, sekitar
300 C (-96 sampai lebih dari 200 C) ; memiliki kestabilan termal dan elektrokimia yang tinggi;
merupakan pelarut yang baik bagi material organik, anorganik maupun polimer; tidak mudah
menguap; tidak mudah terbakar; tidak beraroma (bau yang ditimbulkan berasal dari pengotor);
menunjukkan keasaman Bronsted, Lewis, Franklin dan keasaman yang tinggi (Superacidity);
dapat menjadi katalis sekaligus sebagai pelarut; memiliki sifat selektif yang tinggi terhadap suatu
reaksi dan sebagainya (Fitzwater, et al., 2005; Lajunen, 2006; Pitner, 2004).
Sifat dari cairan ionik dapat disesuaikan dengan mengubah struktur kation dan anionnya
(Murugesan dan Linhardt, 2005). Sifat-sifat cairan ionik seperti kepolaran atau hidrofilisitas/
lipofilisitas yang bisa diatur tergantung dari kation maupun anion yang menyusunnya
menjadikan cairan ionik dikenal sebagai tailored-made solvents (Gordon, 2003).
Jenis-jenis kation yang sering digunakan sebagai kation cairan ionik diantaranya adalah sebagai
berikut (Murugesan dan Linhardt, 2005):

Gambar 11. Beberapa Jenis Kation Cairan Ionik.


Sedangkan jenis anion yang sering digunakan diantaranya adalah tetraflouroborat [BF4]-,
heksaflouroposfat ([PF6]-), heksafluoro antimonat ([SbF6]-), nitrat ([NO3]-), tosilat ([Ots]-), triflat
([Otf]-), bromida (Br-), klorida (Cl-), iodida (I-), triflouroasetat ([CF3CO2]-), perklorat ([ClO4]-),
germanium klorida ([GeCl3]-), bis(trifluorometilsulfonil) imida ([NTf 2]-), aluminium klorida
([Al2Cl7]-), aluminium tetraklorida ([AlCl4]-), asetat ([CH3CO2]-), dan benzoat ([C6H5CO2]-)
(Murugesan dan Linhardt, 2005).
3.4.1 Sintesis Cairan Ionik
Tahapan sintesis dari cairan ionik dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu: pembentukan kation
yang diinginkan dan pergantian anion untuk membentuk produk yang diinginkan. Pada beberapa
kasus, produk dapat langsung dihasilkan tanpa melakukan tahap kedua seperti pada pembentukan
etilammonium nitrat. Kebanyakan kasus kation yang diinginkan secara komersil tersedia dalam
harga yang wajar (seperti garam halida, garam tetraalkilammonium dan trialkilsulfonium iodida),
yang hanya digunakan untuk reaksi pergantian anion. Reaksi yang digunakan untuk mensintesis
cairan ionik meliputi reaksi kuartenerisasi dan reaksi pergantian anion (Gordon, 2003).
3.4.2 Reaksi Kuartenerisasi
Pembentukan kation dapat dihasilkan melalui protonasi dengan adanya asam bebas atau
kuartenerisasi dari amina atau fosfin, biasanya dengan haloalkana. Reaksi protonasi, yang biasa
digunakan pada pembentukan garam seperti etilammonium nitrat, melibatkan penambahan asam
nitrat 3 M yang kemudian didinginkan ke dalam larutan etilamin. Kelemahan proses ini yaitu
dihasilkannya residu amina yang tidak diharapkan (Gordon, 2003).
Pada prinsipnya, reaksi kuartenerisasi sangatlah sederhana, amin atau fosfin dicampurkan dengan
haloalkana yang diinginkan kemudian diaduk dan dipanaskan. Garam halida yang dihasilkan pun
dapat dengan mudah dirubah menjadi garamgaram lain dengan anion yang berbeda (Gordon,
2003).
3.4.3 Reaksi Pergantian Anion
Reaksi pergantian anion dapat dibagi dalam dua kategori yaitu perlakuan langsung dari garam
halida dengan asam lewis dan pembentukan cairan ionik melalui reaksi metatesis anion (Gordon,
2003).

3.4.3.1 Reaksi Asam Basa Lewis


Pembentukan cairan ionik dengan proses ini dilakukan dengan perlakuan dari garam halida
dengan asam Lewis (biasanya AlCl3). Proses yang umum dilakukan yaitu perlakuan dari
kuartener garam halida Q+X- dengan asam Lewis MXn menghasilkan pembentukan lebih dari
satu spesi anion yang bergantung dari perbandingan relatif dari Q+X- dan MXn. Pembentukan
dari proses ini dapat dicontohkan dengan etilmetilimdazolium (EMIM) klorida dan AlCl3 seperti
reaksi dibawah ini:
[EMIM]+Cl- + AlCl3 [EMIM]+ [AlCl4][EMIM]+ [AlCl4]- + AlCl3 [EMIM]+ [Al2Cl7][EMIM]+ [Al2Cl7] -- + AlCl3 [EMIM]+ [Al3Cl10]
Metode yang sering digunakan untuk pembentukan cairan ionik dilakukan dengan pencampuran
sederhana dari asam Lewis dengan garam halida. Reaksi umumnya eksoterm, ketika
menambahkan satu zat ke dalam zat lain haruslah dengan sangat hati-hati. Walaupun garam
relatif stabil akan suhu, panas yang terbentuk dari lingkungan dapat menyebabkan dekomposisi
cairan ionik yang disintesis. Hal ini dapat dicegah dengan pendinginan selama proses
pencampuran, walaupun hal itu dirasakan sangat sulit, atau bisa juga dengan menambahkan suatu
zat ke dalam zat lain dengan jumlah yang sedikit demi sedikit. Dekomposisi atau pengurangan
jumlah terjadi akibat adanya hidrolisis yang terjadi dalam cairan. Tetapi, hal yang biasa jika
produk yang dihasilkan tidak murni 100% atau terkontaminasi dengan pengotor. Hal itu pun pasti
terjadi pada sintesis cairan ionik, dan pengotor yang biasa mengkontaminasi produk adalah
pelarut organik (Gordon, 2003).
3.4.3.2 Reaksi Metatesis Anion
Reaksi metatesis anion biasanya terjadi pada garam-garam yang ditambahkan dengan garam
perak (AgNO3, AgNO2, AgBF4, Ag[CO2CH3] dan Ag2SO4) dalam metanol atau larutan metanol.
Pada beberapa aplikasi, produk akan berupa cairan pada suhu ruangan. Kombinasi dari anion
dapat menghasilkan perbedaan sifat termal yang berbeda-beda (Gordon, 2003).
3.5. Fatty Imidazolinium sebagai Sistem Kation Baru pada Cairan Ionik
Kation fatty imidazolinium pada Gambar 12(b) mempunyai struktur dan fungsi yang sangat
mirip dengan kation imidazolium Gambar 12(a), berbeda hanya pada gugus substituen
pada N3 [dengan adanya gugus amida, -[C(O)(NH)] pada Gambar 12(b) dan adanya ikatan
rangkap pada sistem lingkar Gambar 12 (a). Garam fatty imidazolinium ini dapat disintesis dari
asam lemak (Bajpai, dan Tyagi, 2006; Tyagi, et al., 2007), sehingga dimungkinkan untuk
mendapatkan garam ini dari minyak nabati terbarukan lokal.

Gambar 12. Struktur Kation Imidazolium (a) dan Fatty Imidazolinium (b)

Gambar 13. Struktur Molekul dari (i) Fatty Imidazoline dan (ii) Kation Fatty Imidazolinium

Penggunaan iradiasi gelombang mikro (microwave irradiation) dalam sintesis organik


menawarkan beberapa keuntungan yaitu umumnya reaksi dapat berlangsung dalam waktu yang
singkat, rendemen yang diperoleh tinggi, dan kemurnian hasil yang tinggi. Selain itu, reaksi
kering (dry reaction) dalam microwave menarik perhatian para peneliti karena dapat
meminimalisir keracunan akibat penguapan dari pelarut organik yang berbahaya bagi tubuh
(Bajpai et al., 2008).
3.6 Mekanisme Pemanasan dengan Gelombang Mikro
Gelombang mikro merupakan salah satu bentuk energi elektromagnetik dengan panjang
gelombang antara 0,01 hingga 1 meter. Gelombang mikro terletak di antara gelombang
inframerah dan gelombang radio dan memiliki frekuensi berkisar antara 0,3 samapai 30 GHz.
Untuk penggunaan dalam laboratorium, frekuensi yang sering dipakai adalah 2,45 GHz. Proses
pemanasan dalam sintesis organik dengan gelombang mikro melibatkan agitasi molekul polar
atau ion yang bergetar dibawah pengaruh medan magnet atau arus listrik yang bergetar. Dalam
medan yang bergetar, partikel-pertikel berusaha untuk mengorientasi diri agar menjadi sefasa.
Gerakan partikel-partikel dibatasi oleh gaya dalam partikel yang menghasilkan gerakan acak
hingga akhirnya menghasilkan panas.
Respon berbagai material terhadap radiasi gelombang mikro beragam dan tidak semua material
dapat mengalami pemanasan oleh gelombang mikro, hanya material yang mengadsorpsi radiasi
gelombang mikro saja yang sesuai dengan microwave chemistry.
Material ini dikelompokkan berdasarkan mekanisme pemanasannya:
3.6.1. Polarisasi dipolar
Polarisasi dipolar merupakan proses menghasilkan panas oleh molekul polar. Molekul polar yang
berada dalam medan elektromagnetik yang berosilasi dengan frekuensi yang sesuai berusaha
untuk mengikuti medan dan menjajarkan diri agar sefasa dengan medan. Adanya gaya dalam
molekul menyebabkan molekul polar tidak dapat mengikuti orientasi medan. Peristiwa tersebut
menghasilkan pergerakan partikel acak yang akan menghasilkan panas.
Polarisasi dipolar dapat menghasilkan panas dengan salah satu atau dua mekanisme ini :
a. Interaksi antara molekul pelarut polar, seperti: air, methanol dan etanol
b. Interaksi antara molekul terlarut polar, seperti: ammonia dan asam format
Radiasi gelombang mikro memiliki frekuensi yang sesuai (0,3-30 GHz) untuk mengosilasi
partikel polar dan bernilai cukup besar untuk interaksi intermolekul. Disamping itu, energi foton
gelombang mikro sangat rendah (0,037 kkal/mol) relatif terhadap energi yang dibutuhkan untuk
memutuskan ikatan molekul (80-120 kkal/mol). Oleh karena itu, eksitasi molekul dengan
gelombang mikro tidak mempengaruhi struktur molekul. Interaksi yang terjadi murni kinetik.
3.6.2. Mekanisme konduksi
Panas dihasilkan karena adanya resistansi terhadap arus listrik. Medan elektromagnetik yang
bergetar menghasilkan getaran electron atau ion dalam konduktor dan menghasilkan arus listrik.
Arus yang masuk kedalam tahanan internal akan memanaskan konduktor.
3.6.3. Polarisasi antar muka (Interfacial polaritation)
Mekanisme pemanasan jenis ini merupakan gabungan dari mekanisme polarisasi dipolar dan
mekanisme konduksi. Keuntungan sintesis dengan gelombang mikro ialah laju reaksi meningkat
dengan adanya fenomena superboiling. randemen lebih tinggi, pemanasan lebih merata, lebih
ramah lingkungan, pemanasan lebih selektif karena respon tiap molekul pada radiasi gelombang
mikro berbeda-beda.

2.6 Konduktivitas Ionik


Konduktivitas listrik timbul karena adanya migrasi elektron atau migrasi ion. Konduktivitas
elektronik adalah konduktivitas listrik yang disebabkan migrasi elektron-elektron. Sedangkan
konduktivitas ionik adalah konduktifitas yang terjadi karena adanya migrasi ion-ion.
Konduktivitas ionik bergantung pada jenis ion yang bermigrasi dalam material. Material disebut
konduktor anionik jika ion-ion pembawa muatan negatif yang bermigrasi sedangkan untuk ionion pembawa muatan positif yang bergerak maka material tersebut dinamakan konduktor
kationik.

MAGNET HIDRO DINAMIKA

Pengertian MHD (Magneto Hydro Dynamics)


Hidrodinamika merupakan salah satu mata kuliah oseanografi yang merupakan lanjutan dari
mekanika fluida. Hidrodinamika dapat didefinisikan sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan
yang mempelajari gerak liquid atau gerak fluida cair khususnya gerak air. Ruang lingkup cabang
ilmu ini cenderung untuk mengkaji gerak partikel air sehingga disebut kajian skala makroskopik.
Skala makroskopik disini disebabkan karena air itu terdiri dari partikel-partikel fluida, sedangkan
seperti kita tahu bahwa skala terkecil air itu adalah atom bukan partikel. Selain itu hidrodinamika
merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mencoba untuk mengaplikasikan persamaan
matematika. Hal ini terjadi karena kajian hidrodinamika banyak berhubungan dengan perlakuan
matematik dari persamaan-persamaan dasar fluida kontinyu yang berbasis hukum-hukum
newton. Sehingga objek utama yang dijadikan bahan kajian dan analisa adalah fluida newton.
Dalam pikiran kita mungkin terlintas pertanyaan mengapa kita harus mempelajari
hidrodinamika? Ada beberapa alasan kita harus mempelajari hidrodinamika yang berkaitan
dengan keilmuan oseanografi, yaitu untuk:
1. Mengetahui dan memahami kejadian atau fenomena-fenomena fisis yang terjadi di laut,
seperti terbentuknya arus, gelombang, ombak, pasang surut, dan sebagainya.
2. Memahami dasar gerak fluida yang melibatkan gerak fluida yang kompleks seperti
ombak.
3. Membangun daya analisa dan berpikir logis dalam meneliti mengapa suatu fenomena itu
terjadi. Hal ini sangat-sangat dibutuhkan oleh seorang peneliti untuk menganalisa
fenomena yang kompleks.
Sebenarnya hidrodinamika yang dipelajari dalam kelautan itu bermacam-macam. Ada
hidrodinamika arus laut, hidrodinamika pasang surut, hidrodinamika gelombang, hidrodinamika
transport sedimen, dan hidrodinamika polutan. Namun pada semester ini kita hanya mempelajari
hidrodinamika secara umum. Di lihat dari sejarahnya, cabang ilmu ini pertama kali dirumuskan
oleh para pakar matematika yang mencoba menganalisa gerak air dan fenomena alam lainnya
dengan formulasi matematika. Sehingga tidak salah jika pada cabang ilmu ini lebih
mengedepankan pendekatan persamaan matematika dan fisika.
Sebelum mempelajari hidrodinamika lebih jauh kita harus mengingat-ingat kembali mata kuliah
mekanika fluida sebagai konsep dasar yang akan kita gunakan. Partikel fluida adalah material
poin, maksudnya adalah partikel fluida diasumsikan sebagai fokus analisa gerak fluida. Dalam
hal ini partikel fluida dapat dianggap homogen, isotropic, dan kontinyu dalam skala
makroskopik.
Pada gerakan skala makroskopik, gerak pola molekul dan gerak brown tidak dibahas karena
tidak memberi pengaruh signifikan. Dengan mengintegrasikan hukum perilaku partikel-partikel
fluida sepanjang jejak geraknya didalam ruang, kita dapat memperoleh hukum-hukum
perhitungan dalam mekanika fluida. Kajian hidrodinamika dapat dikaji dengan dua cara, yaitu
pertama memilih persamaan-persamaan umum diferensial parsial yang mengatur gerak dari

partikel fluida. Kedua memperlajari berbagai metoda matematika untuk mengintegrasikan


persamaan-persamaan tersebut. Fokus utama kajian hidrodinamika adalah hanya beraku untuk
fluida newtonian saja.
Dalam mempelajari hidrodinamika, kita akan mengenal istilah hidrolika. Hidrolika berasal dari
bahasa Yunani hyidraulikos yang bila dipecah persuku kata menjadi hydro yang berarti air dan
aulos berarti pipa. Secara sederhana hidrolika adalah salah satu topik dalam cabang ilmu yang
berurusan dengan sifat fisis fluida (hidrodinamika) yang mempelajari aliran air secara mikro dan
secara makro. Hidrodinamika akan meletakkan dasar-dasar teori hidrolika yang difokuskan pada
rekayasa sifat-sifat fluida (seperti densitas, viskositas, tegangan permukaan,
kemampumampatan) serta perilaku fluida (kecepatannya).
Dalam pemanfaatannya, hidrolika digunakan untuk kontrol, pembangkit, dan perpindahan energi
melalui fluida yang mampu dimampatkan. Ditinjau dari mekanika alirannya, terdapat dua macam
aliran untuk hidrolika. Pertama adalah aliran saluran terbuka, dan kedua aliran saluran tertutup.
Kedua aliran tersebut pada hakikatnya adalah sama, namun ada sedikit perbedaan diantara
keduanya. Perbedaannya yaitu pada saluran terbuka ia akan memiliki permukaan bebas,
sedangkan aliran saluran tertutup tidak memiliki permukaan bebas akibat air yang akan langsung
mengisi seluruh penampang saluran. Dengan kata lain, saluran terbuka berhubungan langsung
dengan atmosfer dan saluran tertutup tidak berhubungan langsung dengan atmosfer.

PERKEMBANGAN EKSPERIMENTAL
Pada bagian awal abad kesembilan belas
Michael Faraday (1832)
melakukan percobaan MHD dengan menggunakan air
p a y a u d a r i s u n g a i Thames yang mengalir melalui's medan
magnet bumi. Dia menggambarkan proses konversi di MHD
pada tahun 1893. Namun pemanfaatan aktual konsepini masih
terpikirkan.Keberhasilan percobaan pertama pembangkit
listrik, dikembangkanoleh
Richard Rosa pada tahun 1959,
yang dihasilkan 10 kW dengan saluran berdinding kayu pada
"Mark
1"
fasilitas
AVCO
di
Boston,
Massachusetts.Keberhasilan
ini
dan
kemungkinan
kekuasaan MHD murah memimpin pada tahun 1960 untuk
program nasional di Inggris, Uni Soviet, Belanda, Perancis, Jerman,
Polandia, Italia,India, Australia dan Israel. Pada tahun
1965
AVCO "Mark 5" generator berhasil menghasilkan 32 MWselama jangka satu menit
menggunakan alkohol pada 45 kg / detik dipecat dengan oksigen. AVCOkemudian
mengembangkan batubara canggih dipecat saluran MHD untuk tes program jam
2.000 danmenunjukkan kelayakan teknis di bawah kondisi yang paling ketat.Pada tahun
1972
di Moskow, fasilitas eksperimental besar, "U-25," menggunakan MW bakar gas alam250 dan
dihasilkan 20 MW. Soviet telah menggunakan sangat sukses mobile, berdenyut generator
MHDseluruh Uni Soviet, untuk studi seismik. program MHD di Amerika Serikat terkonsentrasi
di dua fasilitas utama. A "Komponen Pengembangandan Integrasi Fasilitas" terletak di Butte,
Montana, dan "Batubara Uap Flow Fasilitas" di University of Tennessee untuk batubara studi
dipecat MHD, terak pengolahan, penanganan benih dan sistem hilir.Dalam beberapa tahun
terakhir, pengembangan pembangkit listrik sistem MHD semakin mempercepatd e n g a n
upaya difokuskan pada batubara siklus plasma MHD sistem
terbuka.
Sistem
s e p e r t i menggunakan
gas
pembakaran
batubara
t e r i o n i s a s i u n g g u l a n d e n g a n K 2CO3 s e b a g a i b a i k d a n electrodynamic fluida
termodinamika dalam generator MHD pada suhu sampai dengan 2800 K.
danmenggunakan penukar panas (boiler radiasi) untuk mentransfer energi panas
dari fl uida kerja MHD

MAKALAH
SEL SURYA, SEL BAHAN BAKAR, MAGNET
HIDRO DINAMIKA

Oleh:
AGUSMAN BOIFAROI ZENDRATO
NIM: 02150001
MATA KULIAH MEDAN ELEKTROMANGNETIK
DOSEN PENGASUH
Drs. A.H. BUTAR-BUTAR MT

FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI IMMANUEL MEDAN


T.A 2015/2016

REFERENSI
https://id.wikipedia.org/wiki/Sel_bahan_bakar
https://teknologisurya.wordpress.com/dasar-teknologi-sel-surya/prinsip-kerja-selsurya/

http://perpustakaancyber.blogspot.co.id/2013/03/cara-kerja-dan-aplikasi-selbahan-bakar-hidrogen-bahan-prinsip-contoh.html
https://www.scribd.com/doc/55710080/kONVERSI-MHD
http://yazidridla.blogspot.com/2011/02/hidrodinamika-pengenalan.html
http://www.ilmusipil.com/pengertian-hidrolika
http://osean025.wordpress.com/2011/02/08/pendahuluan-hidrodinamika/
http://id.wikipedia.org/wiki/hidrolika

Anda mungkin juga menyukai