MODUL ABSORBSI
KELOMPOK 10KP
ANGGOTA KELOMPOK :
ABU BAKAR ASH SHIDDIQ
(1306449302)
(1306370631)
(1406643091)
DAFTAR ISI
Tujuan ........................................................................................................... 3
1.2
1.3
1.4
Prosedur ........................................................................................................ 6
2.2
2.3
Absorben ....................................................................................................... 7
2.4
2.5
2.6
2.7
3.2
Pengolahan Data......................................................................................... 21
4.2
4.3
4.4
BAB I
PENDAHULUAN
Alat
1. Menara Absorbsi
Menara absorbsi yang dipakai pada praktikum ini menggunakan packing
berupa pall ring yang disusun secara dumping. Penggunaan packing
disini bertujuan untuk memperluas permukaan kontak antara gas dan
cairan agar proses absorbsi berjalan dengan lebih optimal. Sesuai dengan
namanya,
menara
absorbsi
disini
digunakan
sebagai
tempat
Bahan
1. Air
Digunakan sebagai solvent dalam proses absorbsi gas CO2.
2. Larutan NaOH
Digunakan sebagai solvent dalam proses absorbsi gas CO2 selain dari
solvent air.
3. Larutan HCl
Digunakan sebagai titran (larutan pentiter) dalam proses titrasi sampel.
4. Larutan BaCl2 5% wt
Ditambahkan kedalam sampel larutan yang akan dititrasi.
5. Gas CO2
Digunakan sebagai spesi yang akan diabsorbsi pada percobaan kali ini.
6. Phenolpthalein (PP)
Digunakan sebagai pH indikator dalam proses titrasi sampel yang
diperoleh dari titik 4 dan 5.
7. Methyl Orange (MO)
Digunakan sebagai pH indikator dalam proses titrasi sampel yang
diperoleh dari titik 4 dan 5
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Definisi Absorbsi
Absorpsi adalah proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan
cara pengikatan bahan tersebut pada permukaan absorben cair yang diikuti dengan
pelarutan. Absorpsi dapat dilakukan pada gas-gas atau cairan yang relatif
berkonsentrasi rendah maupun konsentrat. Prinsip absorpsi adalah dengan
memanfaatkan besarnya difusivitas molekul-molekul gas pada larutan tertentu.
Dengan demikian, bahan yang memiliki koefisien partisi hukum Henry (tekanan
uap/kelarutan) rendah sangat disukai dalam proses absorpsi. Pada proses absorpsi,
campuran gas tersebut biasanya terdiri dari gas inert dan gas yang larut dalam
cairan. Cairan yang digunakan juga umumnya ntidak mudah menguap dan larut
dalam gas.
Kelarutan gas yang akan diserap dapat disebabkan hanya oleh gaya-gaya
fisik (pada absorpsi fisik) atau selain gaya tersebut juga oleh ikatan kimia (pada
absorpsi kimia). Komponen gas yang dapat mengadakan ikatan kimia akan
dilarutkan lebih dahulu dan juga dengan kecepatan yang lebih tinggi. Karena itu
absorpsi kimia mengungguli absorpsi fisik. Tujuan dari operasi absorpsi dalam
industri adalah untuk meningkatkan nilai guna dari suatu zat dengan cara merubah
fasenya, mengurangi impurities (pemurnian).
2.2
Kolom Absorbsi
Kolom absorpsi adalah suatu kolom atau vessel tempat terjadinya proses
pengabsorpsi
(penyerapan/penggumpalan)
dari
zat
yang
dilewatkan
di
Kolom absorpsi adalah sebuah kolom, dimana ada zat yang berbeda fase
mengalir berlawanan arah (counter current) yang dapat menyebabkan komponen
kimia ditransfer dari satu fase cairan ke fase lainnya, terjadi hampir pada setiap
reaktor kimia. Proses ini dapat berupa absorpsi gas, distilasi, pelarutan yang
terjadi pada semua reaksi kimia.
Campuran gas yang merupakan keluaran dari reaktor diumpankan
kebawah menara absorber. Didalam absorber terjadi kontak antar dua fasa yaitu
fasa gas dan fasa cair mengakibatkan perpindahan massa difusional dalam umpan
gas dari bawah menara ke dalam pelarut air sprayer yang diumpankan dari bagian
atas menara. Peristiwa absorpsi ini terjadi pada sebuah kolom yang berisi packing
dengan dua tingkat. Keluaran dari absorber pada tingkat I mengandung larutan
dari gas yang dimasukkan tadi.
Pada kolom absorpsi ini yang perlu diperhatikan adalah pada dasarnya ini
adalah alat dimana diciptakan bidang (permukaan) kontak antar fasa yang luas.
Makin luas permukaan antar fasanya makin baik. Hal ini dapat dilakukan dengan
2 cara yaitu:
Penyebaran (dispersi) cairan dalam gas
Penyebaran (dispersi) gas dalam cairan
Struktur dari absorber dapat dilihat dalam Gambar 2.2. Penjelasannya
adalah sebagai berikut :
Bagian atas:
Sebagai outlet dari gas yang telah mengalami kontak dengan absorben.
inlet dari absorben
Spray untuk mengubah gas input menjadi fase cair.
Bagian tengah:
Packed tower untuk memperluas bidang permukaan sentuh sehingga
memudahkan proses absorpsi.
Disini terjadi kontak antara absorben dengan fluida yang akan di absorpsi.
Bagian bawah:
Input gas sebagai tempat masuknya gas ke dalam reaktor, dan juga sebagai
outlet dari absorben untuk kemudian di-regenerasi.
Plate Column
Spray Column
2.3
Absorben
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan
diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi kimia.
Absorben sering juga disebut sebagai pelarut. Persyaratan absorben adalah :
Absorben yang digunakan harus sesuai dengan senyawa yang akan
dipisahkan atau dimurnikan.
Absorben yang digunakan harus memiliki kelarutan gas harus tinggi
sehingga dapat meningkatkan laju absorpsi dan menurunkan kuantitas
absorben yang diperlukan. Umumnya, absorben yang memiliki sifat yang
sama dengan bahan terlarut akan mudah dilarutkan.
10
Absorben harus memiliki tekanan uap yang rendah karena jika gas yang
meninggalkan kolom absorpsi jenuh dengan absorben, maka akan ada
banyak absorben yang terbuang. Jika diperlukan, dapat menggunakan cairan
absorben kedua, yaitu yang volatilitasnya lebih rendah untuk menangkap
porsi gas teruapkan.
Absorben yang digunakan tidak boleh bersifat korosif karena dapat merusak
peralatan kolom absorber.
Penggunaan pelarut yang lebih murah.
Ketersediaan absorben di dalam negeri akan sangat berpengaruh terhadap
stabilitas harga dan biaya operasi secara keseluruhan.
Viskositas absorben yang rendah amat disukai karena akan terjadi laju
absorpsi yang tinggi, meningkatkan karakter flooding dalam menara, serta
perpindahan kalor yang baik.
Sebaiknya absorben tidak memiliki sifat toksik, flamable, dan sebaliknya
absorben sedapat mungkin harus stabil secara kimiawi dan memiliki titik
beku yang rendah.
2.4
diantaranya :
Luas pemukaan kontak
Semakin besar permukaan gas dan pelarut yang kontak, maka laju absorpsi
yang terjadi juga akan semakin besar. Hal ini dikarenakan, permukaan
kontak yang semakin luas akan meningkatkan peluang gas untuk berdifusi
ke pelarut.
Laju alir fluida
Jika laju alir fluida semakin kecil, maka waktu kontak antara gas dengan
pelarut akan semakin lama. Dengan demikian, akan meningkatkan jumlah
gas yang berdifusi.
Konsentrasi gas
Perbedaan konsentrasi merupakan salah satu driving force dari proses difusi
yang terjadi antar dua fluida.
11
Tekanan operasi
Peningkatan tekanan akan meningkatkan efisiensi pemisahan.
Temperatur komponen terlarut dan pelarut
Temperatur pelarut hanya sedikit berpengaruh terhadap laju absorpsi.
Kelembaban Gas
Kelembaban yang tinggi akan membatasi kapasitas gas untuk mengambil
kalor laten, hal ini tidak disenangi dalam proses absorpsi. Dengan demikian,
proses dehumidification gas sebelum masuk ke dalam kolom absorber
sangat dianjurkan.
2.5
antara lain:
Jika tujuan utama operasi untuk menghasilkan larutan yang spesifik, maka
solven ditentukan berdasarkan sifat dari produk. Contoh : produksi asam
hidroklorida.
Jika tujuan utama adalah menghilangkan kandungan tertentu dari gas,
maka ada banyak pilihan yang mungkin. Contoh : air adalah solven yang
paling murah dan sangat kuat untuk senyawa polar.
Kelarutan gas
Kelarutan gas yang tinggi akan meningkatkan laju absorpsi dan
menurunkan kuantitas solven yang diperlukan. Pelarut (solvent) yang
memiliki sifat yang sama dengan bahan terlarut akan mudah dilarutkan.
Jika gas larut dengan baik dalam fraksi mol yang sama pada beberapa
jenis solven, maka harus dipilih solven yang memiliki berat molekul
terkecil. Sehingga akan diperoleh fraksi mol gas terlarut lebih besar.
Jika terjadi reaksi kimia dalam absorpsi, maka kelarutan akan sangat
besar. Namun jika pelarut akan di-recovery, maka reaksi tersebut harus
reversible. Contoh: etanolamina digunakan untuk mengabsorpsi hidrogen
sulfida dari campuran gas karena sulfida tersebut sangat mudah diserap
12
pada suhu rendah dan dengan mudh dilecut (stripped) pada suhu tinggi.
Sebaliknya, soda kaustik tidak dapat digunakan walaupun sangat mudah
menyerap sulfida, namun tidak dapat dilecut dengan operasi stripping.
Volatilitas
Pelarut harus memiliki tekanan uap yang rendah karena jika gas yang
meninggalkan kolom absorpsi jenuh dengan pelarut, maka akan ada
banyak solven yang terbuang. Bila diperlukan, dapat digunakan cairan
pelarut kedua, yaitu pelarut yang volatilitasnya lebih rendah untuk
menangkap porsi gas yang teruapkan. Aplikasi bagian recovery ini
umumnya pada proses pengilangan minyak dimana terdapat menara
absorpsi hidrokarbon yang menggunakan pelarut hidrokarbon yang
cukup volatil dan di bagian atas digunakan minyak tidak volatil untuk
me-recovery pelarut utama.
Korosivitas
Material bangunan menara absorpsi sebisa mungkin tidak dipengaruhi
oleh sifat solven. Solven atau pelarut yang korosif dapat merusak
menara, sehingga diperlukan material menara yang mahal atau tidak
mudah dijumpai.
13
biaya
operasi
menara
absorber.
Sementara
itu,
Distilasi
Prinsip pemisahan
Absorpsi
Perbedaan
titik Perbedaan
didih
dan difusivitas
tekanan uap
tekanan uap
Fasa
Cair Gas
Cair - Gas
Kondisi operasi :
Peralatan
Ekstraksi
Leaching
Perbedaan sifat
dan fisika dan kimia
Cair - Cair
dan Suhu
Padat Cair
dan Suhu
dan
tekanan tetap
tekanan tetap
tekanan tetap
Packed column
banyak dipakai
2.6
14
Masuk = Keluar
Gm y1 y2 Lm x1 x2
Gm1 Lm 2 Gm 2 Lm1
Dimana,
Gm1
Gm2
Lm1
Lm2
K OG
P
ln i
Po
Ga
a AH
Pi Po
15
Dimana,
KOG
Ga
AH
= volume kolom
Pi
Po
2.7
16
ini,
liquid
dessicant
dehydrator
berfungsi
untuk
mengabsorpsi uap air dari aliran gas. Glikol, agen utama dalam proses ini,
memiliki afinitas kimia untuk air. Ini berarti bahwa, ketika glikol kontak
dengan aliran gas alam yang mengandung air, glikol akan berfungsi untuk
mengambil air dari aliran gas.
Pada dasarnya, dehidrasi glikol ini melibatkan penggunaan larutan
glikol, biasanya baik diethylene glycol (DEG) atau triethylene glycol
(TEG), yang dibawa ke dalam kontak dengan aliran wet gas yang disebut
dengan kontaktor. Laruan glikol akan mengabsorpsi air dari wet gas.
17
Setelah air diabsorpsi, partikel glikol menjadi lebih berat dan tenggelam ke
bagian bawah kontaktor di mana air dimana mereka di-remove. Gas alam
yang telah kehilangan sebagian besar kadar air, kemudian dibawa keluar
dari dehydrator tersebut. Larutan glikol, yang menanggung semua air yang
diambil dari gas alam, dimasukkan ke boiler yang khusus dirancang hanya
untuk menguapkan air dari larutan . Sementara air memiliki titik didih
212oF (100oC), glikol tidak mendidih sampai 400oF (204.4oC). Perbedaan
titik didih ini membuatnya relatif mudah untuk menghilangkan air dari
larutan glikol, dan memungkinkan digunakan kembali dalam proses
dehidrasi.
Proses Pembuatan Formalin
Formaldehid sebagai gas input dimasukkan ke dalam reaktor. Output
dari reaktor yang berupa gas yang mempunyai suhu 182 0C didinginkan
pada kondensor hingga suhu 55 0C,dimasukkan ke dalam absorber.
Keluaran dari absorber pada tingkat I mengandung larutan formalin
dengan kadar formaldehid sekitar 37 40%. Bagian terbesar dari metanol,
air,dan formaldehid dikondensasi di bawah air pendingin bagian dari
menara, dan hampir semua removal dari sisa metanol dan formaldehid dari
gas terjadi dibagian atas absorber dengan counter current contact dengan
air proses. Skema proses absorpsi yang terjadi dapat dilihat pada Gambar
2.8.
18
19
BAB III
HASIL PERCOBAAN
3.1
Data Pengamatan
Percobaan 1 : Absorpsi CO2 ke dalam Air pada Packed Column
Menggunakan Analisis Gas
Sample point
L1
V1 (ml)
40 ml
V2 (ml)
7.5 ml
dengan :
F1 = 6 liter/menit = 0,1 liter/sekon
F2 = 10 liter/menit = 0,17 liter/sekon
F3 = 15 liter/menit = 0,25 liter/sekon
Keterangan :
F1 : laju alir air masuk packed column
F2 : laju alir udara masuk packed column
F3 : laju alir CO2 masuk packed column
V1 : Volume CO2 dan udara pada pada analisis sample keluaran gas sisa
absorpsi (diukur dalam piston)
V2 : Volume CO2 yang terlarut dalam NaOH pada analisis sample keluaran
gas sisa absorpsi (diukur di dalam tabung liquid overspill).
VB dari S4 (outlet)
Vol BaCl2
VB dari S5 (inlet)
Vol BaCl2
T1
T2
T3
untuk S4
T1
T2
T3
untuk S5
0.9
1.3
1.1
2.2
1.1
0.5
1.3
1.1
20
Sampel S4
T1
T2
Sample S4
Sample S5
Sampel S5
1.1 ml (HCl +
1.3 (BaCl +
+ PP)
PP)
HCl)
+ HCl)
1.3 ml
0.5 ml (MO)
(MO)
T1-T2
0.4
0.6
dengan :
F1 = 3 liter/menit = 0.05 liter/sekon
F2 = 30 liter/menit = 0.5 liter/sekon
F3 = 3 liter/menit = 0.05 liter/sekon
Konsentrasi NaOH = 0.25 M
Konsentrasi HCl = 0.2 M
Volume sampel = 60 ml
Keterangan:
T1 = volume HCl yang dibutuhkan untuk menetralisir NaOH dan
mengubah karbonat menjadi bikarbonat
T2 = total volume HCl yang ditambahkan hingga mencapai end point
kedua atau volume HCl yang digunakan untuk menetralkan basa NaOH
dan Na2CO3 dalam ml
T3 = volume asam yang ditambahkan untuk menetralkan NaOH (dalam
ml)
3.2
Pengolahan Data
Percobaan 1 : Absorpsi CO2 ke dalam Air pada Packed Column
Menggunakan Analisis Gas
CO2 = V1
2
21
V2
V1
7.5 ml
40 ml
Yo = .
Kandungan gas CO2 dapat ditentukan dengan menggunakan neraca massa
pada kolom absorber. Neraca massa yang terjadi adalah
in out = accumulation
(Fin Yin ) (Fout Yout ) = Fabsorbed
Fa adalah banyaknya CO2 yang diabsorpsi dari bagian atas kolom
absorber hingga bagian bawah. Oleh karena itu, neraca massanya menjadi
:
(F2 + F3 )Yi (F2 + (F3 Fa ))Yo = Fa
Fa =
Fa =
(Yi Yo )(F2 + F3 )
1 Yo
Hasil
yang
didapatkan
dengan
satuan
liter/sekon
selanjutnya
Fa
Pkolom mmHg
273
22.42
760 mmHg
Tkolom + 273
Diketahui:
Yi = 0,5
Yo = 0,0466
Ga = 0.001998 g. mol/sekon
s = 440 m2
V=
23
Dp 3 jumlah bed
4
0.13 8913
4
= 6.997 dm3
kya =
k ya =
Ga
s volum packing Yi
0.00874
440 6.997x103 0.595
k y a = . . /
kxa =
k xa =
Ga
s volum packing Xi
0.00874
440 6.997x103 (1 0.595)
k x a = . . /
Koefisen Transfer Massa Overall
1
1
1
=
+
K y a/(1 Yo ) k y a/(1 Yi ) k x a/(1 Yi )
K
1
1
1
=
+
0.00477/(1 0.595) 0,00701/(1 0.595)
y a/(1 0.1875)
1
= 142.68
K y a/(1 0.1875)
= . . /
24
Inlet
1.
2.
3
0.2
60
1.3
0.2 = 0.0043
60
23 =
23
23 = 0.0013
Outlet
1.
2.
3
0.2
60
1.1
0.2 = 0.0037
60
23 =
23
23 = 0.00033
Penentuan Laju Absorpsi
a.
1
[( ) ( ) ]
2
0.05
[0.0043 0.0037 ]
2
1 = 1.5 105 . /
25
b.
26
BAB IV
ANALISIS
NAMA
FUNGSI
ALAT
1
Kolom Absorbsi
packed column
secara
tidak
ke
badan
cairan dan untuk menambah luas kontak antara absorben dan absorbat.
2
Flowmeter
Apparatus Hempl
CO2
dan
air
yaitu
berupa
flowmeter
udara,
Sump Tank
Sump
tank
sebagai
tempat
Tabung Gas
Karbondioksida
tentunya
berasal
dari
Terdapat peralatan kimia lain berupa erlenmeyer, corong, buret, gelas ukur, statif,
timbangan digital, gelas beker, dan buret. Sebagaimana dalam
praktikum-praktikum
27
NAMA BAHAN
FUNGSI
NaOH
berfungsi
sebagai
dari aliran
NaOH 0,2 M
karena
panas
dan
bersifat cukup
dapat menyebabkan
digunakan
digunakan
titrasi sampel S4
2
HCl 0,2 M
dalam
dn S5
yang
juga dibutuhkan
karena apabila
bahan
kehati-hatian
terkena
tangan
terlalu
banyak
maka
dapat
Air
merupakan
universal
menyebabkan
iritasi pelarut
atau gatal-gatal.
dimana
3
Air
digunakan
dan
pelarut
dalam
berbagai
preparasi bahan.
Berfungsi
4
Indikator PP
tercapainya
sebagai
titik
indikator
28
Indikator MO
Berfungsi
6
BaCl2
untuk
mengendapkan
29
Analisis gas sisa yang dimaksud di sini adalah pengukuran gas CO2
yang keluar (CO2 outlet) dari kolom absorber. Gas CO2 yang keluar
ini mengindikasikan jumlah gas CO2 yang tidak terabsorbsi oleh
air.
Sedangkan jumlah gas CO2 yang terabsorbsi oleh air dapat
ditentukan dengan menghitung selisih gas CO2 yang masuk ke
dalam kolom absorber dengan gas CO2 yang keluar. Gas CO2 yang
keluar kemudian akan masuk ke dalam peralatan Hempl untuk
dianalisis lebih lanjut.
Pada peralatan Hempl, sebelum digunakan sebaiknya disterilkan
dari keberadaan gas sisa yang terdapat di sekitar absorption globe,
hal ini agar gas yang berada dalam sistem dalam keadaan vakum
sehingga gas yang akan dianalisis tidak tercampur dengan gas lain.
Pada peralatan Hempl juga terdapat piston yang akan mendorong
gas outlet, kemudian piston akan menarik sampel gas dalam jumlah
tertentu. Sampel ini merupakan gas CO2 yang tidak terabsorbsi oleh
air. Selanjutnya, piston didorong untuk memasukkan sampel gas
ke dalam absorbtion globe yang berisi NaOH 1M yang berfungsi
untuk mengabsorbsi CO2. Volume CO2 yang telah terabsorbsi oleh
larutan NaOH yang ditunjukkan oleh skala yang dalam perhitungan
digunakan sebagai jumlah CO2 pada aliran keluar. Kemudian
piston ditarik kembali, dengan tujuan untuk menghilangkan udara
yang tidak terabsorpsi oleh NaOH ke atmosfer. Hal ini karena
NaOH hanya akan mengabsorpsi CO2 saja, tidak termasuk udara.
4.2.2
30
Titrasi 1
Titrasi yang dilakukan pada erlenmeyer S41 merupakan titrasi agar
didapatkan jumlah BaCl2 yang harus ditambahkan agar seluruh
Na2CO3 mengendap sehingga didapatkan jumlah NaOH di dalam
larutan pada erlenmeyer S51. Untuk mendapatkan jumlah BaCl2
yang harus ditambahkan, maka diperlukan,
31
Titrasi 2
Untuk titrasi 2 ini digunakan sampel (S4)2 dan (S5)2. Pada proses
ini, sebelum dititrasi dengan HCl, masing-masing sampel
ditambahkan dengan BaCl2. Volume BaCl2 yang ditambahkan
bervariasi, bergantung dari volume untuk titrasi tahap satu dan dua.
32
33
= . . /
Sedangkan untuk koefisien transfer massa gas overall, Kya, dapat
dihitung dengan mengasumsikan bahwa aliran volume tidak
dipengaruhi oleh penurunan tekanan yang terjadi sepanjang kolom
(P=760 mmHg), karena penurunan ini nilainya sangat kecil jika
dibandingkan dengan tekanan atmosfer sehingga dapat diabaikan.
Nilai Koefisien Transfer massa gas overall yang didapat:
= . . /
4.3.2
0.000015
Na2CO3
0.000048
34
4.3.3
0.5244
0.00004835
Kondisi laju alir inlet air, udara, CO2 (F1, F2, F3) yang berbeda
Hal ini memungkinkan adanya perbandingan optimum yang
seharusnya di set untuk mencapai laju absorbsi yang optimum.
Sehingga, dalam percobaan ini perbandingan F1: F2: F3 =
6:10:15 menghasilkan laju absorbsi yang lebih besar dari
perbandingan F1: F2: F3 = 3:30:3
35
pembacaan
skala
pada
manometer
yang
dapat
36
37
BAB V
KESIMPULAN
Absorpsi CO2 ke dalam air dapat terjadi karena adanya perbedaan densitas
antara pelarut udara yang merupakan pelarut awal CO2 dengan air.
Laju CO2 yang terabsorpsi ke dalam air dapat diketahui dengan cara
membandingkan fraksi mol CO2 pada bagian inlet kolom dengan bagian
outlet.
Absorpsi CO2 ke dalam NaOH terjadi karena adanya reaksi antara CO2
yang bersifat asam serta NaOH yang bersifat basa, yang kemudian
menghasilkan garam Na2CO3 dan air.
Laju CO2 yang terabsorpsi dapat dilihat dari laju NaOH yang digunakan
serta reaksi serta laju Na2CO3 yang terbentuk selama reaksi.
Laju absorbsi gas CO2 pada air menggunakan analisis gas sebesar 0.5244
gmol/menit
Laju absorbsi gas CO2 pada NaOH menggunakan analisis gas sebesar
0.000048 gmol/menit
38
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1995. Petunjuk Praktikum Proses & Operasi Teknik II. Depok :
Departemen Gas & Petrokimia Fakultas Teknik
Treyball, Robert E. 1981. Mass Transfer Operations. New York : McGraw-Hill
Gozan, Misri. 2006. Absorpsi, Leaching dan Ekstraksi pada Industri Kimia.
Jakarta : UI Press
39