Anda di halaman 1dari 11

Perawatan Klas II Slot pada Gigi Molar

Sulung
(Treatment of Primary Molar Class II Slot
Cavity)
Beactris Lamria
NIM: 100600060
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara
Jalan Alumni Nomor 2 Kampus USU Medan 20155

Abstract
The Center for Disease Control and Prevention (CDC) reported that children have very high
caries risk. Many of them are proximal caries that caused by food impaction and categorized
as class II Black for posterior teeth or as site 2 size 1 cavity Mount and Hume. Eradication of
caries by minimally invasive techniques and restoration of tooth form after such cavity
preparation necessitates specialized restorative materials that feature adhesion to tooth
structure and ion exchange to facilitate remineralization. So, to manage small cavity in
proximal site we can create slot cavity design. Even though the slot cavity design more
commonly used in anterior teeth, but we can use it for posterior teeth with small cavity. The
restoration for primary teeth should be differentiate from the restoration for permanent teeth
because of the morphology. It is recommended to create slot cavity design for class II Black
primary teeth because the primary teeth have higher pulp horn, thinner dentin and enamel
than permanent teeth, so slot cavity design can prevent perforation to the pulp. The aim of
this article is to provide the information about managing class II Black with minimal
intervention technique by creating slot cavity design.
Key words: class II Black, primary teeth, slot cavity

PENDAHULUAN

Menurut Miller pada tahun 1889, karies merupakan chemico parasitic yang diawali
dengan perlunakan email dan dentin sehingga terjadi pelarutan sisa-sisa jaringan yang telah
dilunakkan, dikenal dengan teori kemoparasiter atau asidogenik. Proses kerusakan gigi dibagi
dalam dua tahap, tahap awal yaitu dekalsifikasi enamel dan dentin yang mengakibatkan

kerusakan

total,

diikuti

dengan

tahap

pelarutan

residu

yang

melunak

Asam yang mempengaruhi ini mengalami dekalsifikasi primer yang berasal dari fermentasi
karbohidrat dan glukosa yang melekat pada gigi. Menurut Miller, komponen utama penyebab
karies adalah host, mikroorganisme, substrat, dan dipengaruhi juga oleh waktu.1
Proses karies menurut Featherstone adalah suatu keseimbangan antara faktor patologis
dan pencegahan. Faktor risiko dan indikator karies pada anak antara lain adalah

Klinis, yaitu riwayat kesehatan gigi, bagian gigi yang mengalami dekalsifikasi, defek
pada enamel, bakteri

Kebiasaan, yaitu kebersihan mulut dan diet

Kesehatan umum yaitu status kesehatan sistemik, pengobatan dan terapi

Budaya sosial dan lingkungan

Anak memiliki prevalensi kariesyang paling tinggi di sejumlah negara. Berdasarkan


reportasi The Center for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2007 bahwa
dalam selang tahun 1999-2004 sekitar 27,9% anak di amerika berusia dua sampai enam tahun
mempunyai kavitas pada giginya dan 73% dari anak-anak tersebut belum memperbaiki gigi
yang mengalami karies tersebut.2
Karies berdasarkan lokasinya diklasifikasikan menjadi lima klas, yang dikenal dengan
klasifikasi Black.

Klas I
Karies berada pada pits dan fissure gigi posterior dan foramen caecum pada gigi
anterior

Klas II
Karies yang mengenai permukaan proksimal gigi posterior

Klas III
Karies berada pada bagian approximal gigi anterior, tapi belum mencapai incisal gigi

Klas IV

Karies yang merupakan lanjutan dari karies Klas III dimana karies terjadi pada bagian
approximal gigi anterior dan telah mencapai incisal gigi.

Klas V
Karies Klas V ini terdapat pada bagian satu per tiga servikal gigi baik anterior
maupun posterior, baik pada bagian labial, lingual, palatal, maupun bukal.

Klas VI
Karies yang terjadi pada tonjol gigi posterior dan edge insisal gigi anterior.4,5

KARIES KLAS II GIGI SULUNG

Menurut klasifikasi Black, karies klas II berarti karies pada gigi posterior dimana lesi
telah mencapai bagian proksimal. Karies klas II dapat mengenai permukaan mesial dan distal,
atau salah satu permukaan proksimal dari gigi. Sehingga, berdasarkan bagian yang terkena
lesi maka kavitas karies klas II dibagi menjadi kavitas MO (mesio-oklusal), DO (distooklusal), dan MOD (mesio-okluso-distal). Bila dilihat dari definisinya, karies klas II adalah
lesi proksimal yang tidak selalu mencakup permukaan oklusal gigi posterior.4,6

Gambar 1. Karies klas II

Pada gigi sulung harus diperhatikan bahwa anatominya sedikit berbeda dengan gigi
permanen dimana daerah kontak antara gigi molar sulung lebar dan datar sehingga
memungkinkan sering terjadinya impaksi makanan dan menyebabkan karies proksimal.
Selain itu, gigi sulung memiliki tanduk pulpa yang lebih dekat dengan permukaan gigi dan
ketebalan dentin dan enamel yang lebih tipis dibanding gigi permanen. Sehingga kurang baik
untuk dilakukan preparasi makromekanikal bahan restorasi amalgam. Gigi sulung juga
prismless sehingga untuk melakukan etsa restorasi resin komposit diperlukan waktu yang
lebih lama dan kurang baik untuk karies yang mencapai dentin.2,5,6

Gambar 2. Perbedaan gigi sulung dan gigi permanen

Walaupun bahan restorasi yang efektif dan dapat digunakan untuk karies klas II gigi
sulung adalah amalgam karena amalgam memiliki kekuatan fisik yang tinggi dan dapat
menahan beban oklusal yang diterima gigi posterior, namun restorasi amalgam tidak
meggunakan prinsip preparasi minimal karena sifatnya yang melekat dengan adanya retensi
(makromekanik)

sehingga

sangat

memungkinkan

terjadinya

perforasi.

Seiring

berkembangnya pengetahuan di bidang kedokteran gigi, resin modified glass ionomer cement
(RM-GIC) dibuktikan dapat menggantikan amalgam sebagai bahan restorasi untuk
penumpatan karies klas II gigi sulung. Hal ini didasarkan pada kandungan RM-GIC yaitu
strontium flouroaluminodilicate glass yang dapat melepas flour dan baik digunakan untuk
restorasi gigi anak dan mencegah karies sekunder pada hasil tumpatan. Selain RM-GIC dapat
juga digunakan GIC konvensional untuk restorasi gigi dengan kavitas kecil pada proksimal

gigi molar dan tidak membutuhkan estetis yang tinggi dengan harga yang lebih murah dan
pelepasan flour lebih banyak.5,6

KAVITAS SLOT

Saat ini prinsip preparasi yang digunakan adalah teknik preparasi minimal. Dimana
para ahli menganggap untuk melakukan preparasi tidak perlu membuang semua bagian yang
mengalami demineralisasi, melainkan hanya bagian yang memiliki lesi karies saja. Slot
adalah salah satu design preparasi gigi yang menggunakan prinsip preparasi minimal dan
dilakukan apabila lesi karies berada pada permukaan proksimal gigi yaitu mesial atau distal
yang jaraknya kurang dari dua mm dari puncak marginal ridge gigi dan preparasi kavitas
dapat dilakukan dari marginal ridge itu sendiri. Dalam melakukan preparasi slot, operator
harus yakin bahwa akses menuju lesi tersebut dapat dicapai baik dari arah fasial maupun
lingual daripada arah oklusal.5,7
Secara umum, alat yang digunakan pada preparasi slot adalah round diamond stone/bur.
Yang dilakukan dengan cara:

Round diamond stone/bur diarahkan dengan tepat pada ketinggian occlusogingival.

Jalan masuk instrument berasal dari gigi yang berdekatan, pertahankan permukaan
lingual atau facial dari gigi terdekat tersebut.

Kedalaman inisial aksial <0,2 mm pada dentinoenamel junction.5

Gambar 3. Klas II kavitas slot

BAHAN RESTORASI
Pemilihan bahan restorasi untuk gigi sulung dipengaruhi oleh:

Umur, yang berkaitan dengan waktu erupsi gigi permanen

tingkat karies anak, dimana digunakan bahan restorasi berbeda untuk anak

dengan risiko karies tinggi atau rendah

kerjasama anak, dimana anak yang kurang kooperatif tidak diindikasikan

menggunakan bahan restorasi dengan teknik manipulasi yang sulit.6


Secara umum, bahan restorasi yang dianjurkan untuk gigi sulung adalah Glass
Ionomer Cement (GIC) yang mengandung strontium flouroaluminodilicate glass yang
dapat melepas flour dan baik digunakan mencegah karies sekunder pada hasil tumpatan
terutama pada anak dengan risiko karies tinggi.5,6
Indikasi dari penggunaan bahan restorasi GIC adalah:
Sebagai basis resin komposit (restorasi sandwich)
Gigi yang mengalami abrasi servikal
Dapat digunakan pada gigi posterior karena tahan terhadap abasi dan bersifat
radiopaque
Pasien dengan insiden karies tinggi
Gigi yang sensitif terhadap etsa asam
Dan menjadi kontraindikasi terhadap:
Gigi yang memerlukan estetis
Gigi yang menerima beban oklusal besar 5

Berdasarkan penggunaannya GIC dibagi menjadi tiga tipe yaitu:

Tipe I-Luting

Yang digunakan untuk sementasi crown, bridge, inlay, dan orthodontic.

Mudah

digunakan karena mempunyai konsistensi yang baik, solubilitas rendah dalam rongga
mulut, tensile strength dan tesistensi terhadap abrasinya sama dengan zinc phosphate,
dan memiliki toleransi yang baik terhadap pulpa dan gusi.

Tipe II-Restorasi
Tipe restorasi dibagi menjadi dua, yaitu:
II.1

Restorasi estetik
Digunakan sebagai bahan restorasi yang membutuhkan estetis. Mudah

digunakan karena memiliki estetis dan translusensi yang baik pada jenis autocure atau
jenis RM-GIC, kekuatan bahan cukup baik selama struktur gigi yang sehat masih
dapat mendukung restorasi, perlekatan dengan struktur gigi melalui proses pertukaran
ion sehingga mencegah terjadinya microleakage.
II.2

Restorative reinforced
Digunakan sebagai restorasi untuk gigi yang menahan beban oklusal cukup

tinggi karena memiliki kekuatan fisik yang baik tetapi kurang estetis. GIC tipe ini
memiliki setting time yang cepat dan bersifat radiopaque sehingga dapat dilakukan
evaluasi hasil restorasi melalui rontgen foto.

Tipe III-Lining dan basis


Lining digunakan sebagai penahan panas pada restorasi metal, sedangkan digunakan
sebagai basis pada saat dikombinasikan dengan resin komposit pada teknik laminasi.5

KLAS II SLOT GIGI SULUNG


Ketika lesi karies berada pada permukaan proksimal kurang lebih dua mm dari
marginal ridge oklusogingival. Maka disarankan untuk melakukan preparasi lesi dari
marginal ridge itu sendiri dan membuat bentuk kavitas kecil untuk menghilangkan lesi karies
tapi tidak memperluas kavitas ke daerah yang mengalami demineralisasi di sekitarnya.
Melalui cara ini, maka kita dapat melindungi kontak gigi dengan gigi tetangganya baik
bagian margin fasial atau lingual atau keduanya sehingga gigi tetap memiliki kontak yang
normal.5,7

Preparasi klas II slot gigi sulung dapat dilakukan dengan cara:

Buka

lesi

dengan

menggunakan

fine

tapered

diamond

bur

pada

intermediate atau high speed

Perluas kavitas sampai lesi karies terlihat jelas. Dapat juga digunakan
gingival margin trimmer untuk memperlua kavitas tanpa merusak gigi
tetangga

Hilangkan karies dengan small round bur dan pastikan kavitas bersih.
Apabila memungkinkan, sebaiknya dilakukan isolasi pada gigi tetangga

Dapat juga dilakukan polish terhadap margin enamel dengan menggunakan


diamond bur kecil, untuk memperhalus adhesi

Restorasi klas II dilakukan dengan cara:

Autocure glass-ionomer high strength type II.2 dapat digunakan pada gigi
dengan beban oklusal ringan

Kondisikan kavitas seperti biasa, masukkan semen menggunakan


syringe atau kapsul

Biarkan semen sampai tiga menit sampai mengeras sempurna

Bentuk konturnya dan lapisi dengan unfilled resin

J i k a b e b a n o k l u s a l p a d a g i g i t e r s e b u t berat maka
pemotongan pada semen dan l a p i s i

dapat

dilakukan

dengan resin komposit untuk

menambah kekuatan dari restorasi. 5

PEMBAHASAN

Dewasa ini anak sering mengalami karies yang dipengaruhi oleh diet, sosial dan
budaya, dan juga kebiasaan buruk. Dalam 172 penelitian tentang karies didapatkan bahwa
jumlah karies anak berkembang seiring bertambahnya umur, anak yang terkena karies
umumnya mengonsumsi makanan cepat saji, anak yang tinggal di kawasan dengan air yang
mengandung flour insidensi kariesnya lebih rendah, dan anak yang meminum susu dari botol

memiliki insidensi karies tinggi. Karena itu kebutuhan untuk memperbaiki gigi yang
mengalami karies juga meningkat.
Restorasi untuk gigi sulung sangat diperlukan, selain untuk mengembalikan fungsi
dari gigi itu sendiri, gigi sulung juga memiliki fungsi penting yaitu sebagai penuntun gigi
sulung. Sehingga apabila gigi sulung mengalami karies terutama di daerah proksimal yang
akan menghilangkan kontak bidang dengan gigi tetengganya maka akan mengganggu oklusi
dari gigi tersebut. Selain itu apabila karies dibiarkan terus menerus sampai akhirnya menjadi
indikasi untuk dilakukan pencabutan, maka gigi tetangganya akan mengalami migarasi, gigi
antagonis menjadi ekstruksi. Hal ini sangat mengganggu bagi erupsi gigi permanen anak
tersebut.
Saat ini teknik preparasi yang sedang gencar dilakukan adalah teknik preparasi
minimal. Yaitu melakukan preparasi hanya pada bagian yang terkena lesi karies tanpa
melakukan intervensi pada daerah sekitarnya yang mengalami demineralisasi. Sehingga
diperkenalkanlah modifikasi slot cavity yang merupakan salah satu design preparasi gigi yang
menggunakan preparasi minimal dan dilakukan apabila lesi karies berada pada permukaan
proksimal gigi yaitu mesial atau distal yang jaraknya kurang dari dua mm dari puncak
marginal ridge gigi dan preparasi kavitas dapat dilakukan dari marginal ridge itu sendiri.
Restorasi slot cavity dapat menggunakan bahan restorasi GIC tipe II.2 yang selain memiliki
kemampuan untuk melepaskan flour yang baik untuk tumbuh kembang gigi sulung anak dan
mencegah terjadinya karies sekunder pada restorasi, bahan restorasi tipe ini juga memiliki
kekuatan yang cukup untuk manahan beban oklusi gigi molar sulung. Namun apabila kavitas
cukup besar dan gigi membutuhkan kekuatan untuk menahan beban oklusal lebih maka bahan
semen dapat dilapisi dengan resin komposit.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Pandula, Varun. Acidogenic Theory or Chemicoparasitic theory of Dental


Caries.

26

Mei

2011.

http://www.juniordentist.com/acidogenic-theory-or-

chemicoparasitic-theory-of-dental-caries.html. 20 September 2012

2. Berg JH, Slayton RL. Early Childhood Oral Health. Iowa: Wiley-Blackwell, 2009: 19,
174-9
3. Rowson JE, Slaney AE. Dentistry. Delhi: AITBS Publishers, 2001: 39-40
4. Baum, Phillips, dkk. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi. Alih bahasa. Rasinta Tarigan.
Jakarta: EGC, 1997:49-51
5. G.J. Mount, W. R. Hume. Preservation and Restoration of Tooth Structure. 2nd ed.
London: knowledge books and software, 2005: 191-3, 244-7, 261, 265-66
6. Pradopo seno, Saskianti tania. Mengatasi Kegagalan Restorasi Klas II pada Gigi
Sulung. Dentika Dental Journal. 2007; 12 (1): 75-80

7.

Mount, Graham. Minimal intervention in dentistry: Some variations in.


Journal of Minimum Intervention in Dentistry. 2012; 5: 12 - 18

KUMPULAN REFERENSI

1. Acidogenic Theory or Chemicoparasitic theory of Dental Caries (website)


2. Early Childhood Oral Health (textbook)
3. Dentistry (textbook)
4. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi (buku terjemahan)
5. Preservation and Restoration of Tooth Structure (textbook)
6. Mengatasi Kegagalan Restorasi Klas II pada Gigi Sulung (journal)
7. Minimal intervention in dentistry: Some variations in (journal)

10

11

Anda mungkin juga menyukai