Anda di halaman 1dari 11

Latar

Belakang
Memiliki keturunan merupakan salah satu ciri mahluk hidup. Untuk dapat memiliki keturunan
diperlukan sel gamet (ovum dan sperma) serta seperangkat alat reproduksi yang memprasaranai
proses pembentukan, pematangan sel gamet, proses fertilisasi, hingga terjadinya kehamilan
sampai akhirnya fetus dilahirkan. Pada organ yang terlibat dan proses yang berjalan seringkali
terjadi hambatan atau permasalahan. Salah satu permasalahan yang menyebabkan seseorang
maupun ternak sulit atau tidak bisa memiliki keturunan secara alami adalah tidak terjadinya
fertilisasi antara sel telur dan sperma. Untuk mengatasi masalah tersebut maka berkembanglah
teknologi reproduksi berbantu (assisted reproduction technology)yang bertujuan untuk
menghasilkan zigot dari fertilisasi antara sel telur dan sel sperma secara in vitro.

Dalam upaya menjaga, sekaligus membantu upaya peningkatan


peran dan pengembangan jenis ternak, melalui teknik fertilisasi in vitro (FIV) merupakan salah
satu alternatif. Fertilisasi in vitro merupakan suatu teknologi untuk memproduksi embrio dengan
memanfaatkan oosit-oosit dari ovarium yang diperoleh dari manusia maupun hewan. Fertilisasi
in vitro merupakan tiruan dari proses fertilisasi in vivo yang menghasilkan penggabungan dua
gamet, restorasi jumlah kromosom tubuh dan mulainya perkembangan individu baru yang
dilakukan di luar saluran reproduksi induk (Sirard, 1988). Teknologi FIV terdiri dari beberapa
tahapan, yaitu koleksi oosit, pematangan oosit, preparasi sperma, kapasitasi sperma, proses
fertilisasi dan biakan embrio hasil fertilisasi, dilanjutkan dengan transfer embrio kepada resipien.
Proses pematangan oosit in vitro, diperlukan oosit yang dikumpulkan dalam keadaan oosit
primer atau masih dalam stadium pre-anthrum untuk berkembang menjadi oosit tertier.
IVM oosit manusia pertama ditunjukkan tahun 1965 oleh Edwards RG. Kelahiran
manusia pertama yang dihasilkan dari suatu oosit matang in vitro terjadi pada tahun 1991. Sejak
saat itu, banyak modifikasi dan perbaikan telah dilakukan untuk proses IVM dalam upaya untuk
meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya hasil dari teknik ini. Sampai saat ini, telah ada sekitar
500 kelahiran hidup di seluruh dunia sebagai akibat dari IVM.

Sampai saat ini keberhasilan teknologi FIV, khususnya di Indonesia masih berbeda antar
berbagai laboratorium. Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan beberapa faktor yang
membentuk lingkungan yang sesuai untuk pematangan oosit yaitu kandungan gonadotropin,
faktor penumbuh, hormon steroid, media pematangan, kualitas oosit dan faktor yang
disekresikan oosit dan molekul-molekul yang belum diketahui (Lorenzo,et al., 1994). Dalam
proses pematangan oosit maupun perkembangan embrio in vitro, media yang digunakan harus
mempunyai fungsi mekanis, fisik dan kimiawi artinya media dapat memberikan lingkungan yang
optimum untuk menjamin kelangsungan hidup oosit. Penggunaan media kultur lengkap TCM199 dan bicarbonate atau HEPES dan tambahan berbagai macam serum, dan atau gonadotropin
(FSH dan LH) dan steroid (Estradiol -17 B) telah banyak digunakan untuk mempelajari maturasi
oosit in-vitro sapi (Brackett dan Zuelke, 1993).
Kualitas embrio yang dihasilkan secara in vitro sangat dipengaruhi oleh kualitas oosit yang
dihasilkan melalui proses maturasi in vitro. Pematangan oosit sempurna adalah indikasi dari kualitas
embrio yang mempunyai viabilitas yangtinggi. Banyak faktor yang mempengaruhi proses pematangan
oosit in vitro, selainfaktor hormonal ternyata ada faktor-faktor lokal dalam oosit yang dikenal
dengan cytokine lokal yang secara molekuler mempengaruhi proses pematangan oosit .
(Karp,
2005;
Nebreda
and
Ferby,
2000).
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui mekanisme fertilisasi
secara in vitro dan untuk mengetahui mekanisme in vitro maturasi yang terjadi pada proses
fertilisasi
Mamfaat dari penulisan makalah ini adalah dapat mengetahui mekanisme fertilisasi
secara in vitro dan dan dapat mengetahui mekanisme in vitro maturasi yang terjadi pada proses
fertilisasi
PEMBAHASAN
Sejarah Pengenalan Fertilisasi In Vitro
Fertilisasi in vitro (IVF) sudah dikenal, sejak kelahiran Louise Brown pada tahun
1978, dan telah maju pesat serta telah terbukti menjadi pengobatan yang sangat sukses untuk
pasangan infertil. Namun, ada beberapa kelemahan mode ini pengobatan: biaya tinggi yang
terlibat, ketidaknyamanan suntikan gonadotropin harian, efek samping obat, dan persyaratan
untuk kunjungan beberapa pemantauan; risiko yang paling penting adalah sindrom ovarium
hyperstimulation (OHSS), dengan kejadian hingga 6% pada pasien berisiko tinggi menjalani
perawatan IVF, bisa berakibat fatal dan lebih mungkin untuk dikembangkan pada wanita muda
dengan ovarium polikistik (PCO). Ada juga yang mengkhawatirkan (tetapi belum terbukti)
hubungan antara program berulang suntikan gonadotropin dan kanker ovarium yang
menghalangi banyak perempuan.
Keberhasilan IVF didukung karena beberapa penciptaan embrio yang telah tersedia untuk
transfer, sehingga solusi logis untuk melawan kelemahan IVF adalah dengan mengambil oosit

matang dari ovarium yang distimulasi,sehingga memungkinkan pematangan oosit in vitro


sebelum dewasa, dan membuahi oosit matang yang dihasilkan untuk membuat beberapa embrio.
Penelitian pematangan oosit imatur dilaporkan pada tahun 1935 oleh Pincus dan dilanjutkan oleh
Edwards pada tahun 1965 dan 1969. Pada tahun 1991 dilaporkan bahwa anak dari hasil IVF
dikandung untuk pertama kalinya oleh manusia. Penelitian dilanjutkan sesudah itu dan kemajuan
yang dibuat oleh Trounson et al membantu memasukkan dalam pematangan oosit in vitro (IVM)
sebagai bentuk perlakuan yang akan ditawarkan kepada pasien yang memenuhi syarat.
(Edwards RG. Edwards RG. Maturation in vitro of human ovarian oocytes. Lancet
1965;2:926929).http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|
id&u=http://ivfflorida.com/ivf.asp

Pematangan In Vitro
Biasanya proses IVM memerlukan minimal atau tanpa rangsangan hormon ovarium.
USG awal dilakukan untuk menentukan apakah kista ovarium yang hadir di awal siklus alami
wanita.
USG
tindak
lanjut
akan
dilakukan
untuk
menilai
folikel
dan
perkembangan endometrium. Setelah folikel mencapai ukuran yang sesuai, pasien mengalami
prosedur dimana telur matang yang akan diambil dan kemudian matang di laboratorium hanya
dalam satu atau dua hari. Telur tersebut kemudian dibuahi dengan sperma Intracytoplasmic
spermusing Injection (ICSI). Setelah telur dibuahi, embrio yang tumbuh di laboratorium selama
dua hingga lima hari sebelum dipindahkan ke rahim ibu.
Proses In Vitro Maturasi
Untuk melakukan kegiatan IVF, salah sam persyaratan yang harus dipenub adalah
komposisi campuran gas C02 , 02 dan N2. Penggunaan campuran ketiga macam gas tersebut
telah dicoba untuk mengkultur oosit domba dan sapi yang telah dibuahi (fertilized ova) untuk
dikembangkan ke tahap moaila atau blastosis (Tervit et al., 1972; Tervit dan Rowson 1974;
Thompson et al., 1990). Secara khusus konsentrasi O, juga telah diuji pada kultur in vitroembrio
domba dan sapi (Thompson et al., 1990). Whitten (1971) dan Tervit et cl. (1S72) melaporkan
bahwa konsentrasi oksigen merupakan salah satu faklor penting untuk perkembangan normal
embrio mencit, domba dan sapi yang dikultur secara in vitro, namun C dengan konsentrasi tinggi
akan menghambat perkembangan oosit yang telah dibuat ke tahap morula maupun blastosis. O,
dengan konsentrasi 0, 5, dan 10% (Tervit et al., 1972) serta lebih rendah dari 5% (Thompson et
a!., 1990) di dalam udara dianggap sesuai untuk perkembangan embrio domba maupun sapi.
Selama maturasi in vitro, konsentrasi C02 sebanyak 5% di dalarn inkubat adalah yang
sering digunakan untuk mematangkan oosit yang dikoleksi dari RP1 Namun demikian, tidak ada
bukti atau laporan mengenai perlunya keberanian selama maturasi oosit in vitro. Adanya
informasi ini sangat diperlukan terutama untuk menanggulangi persoalan lokal seperti di

Indonesia atau mendatangkan oosit dari manca negara yang transportasinya memakan waktu
sangat lama sampai dengan diproses di dalam laboratorium IVF. Penelitian ini dimaksudkan
untuk mengembangkan suatu metode maturasi in vitro tanpa C02 untuk oosit domba dan
kemungkinan besar dapat diterapkan pada hewan ruminant lain.
Medium IVM yang digunakan yaitu Bikarbonat-199 + 10% FCS + 10 ng/'ml Follicle
Stimulating Hormone (FSH) + 10 ng/ml human Chorionic Gonadotropin (hCG) + 1 ng/ml
Estradiol (E2). Tiga metode maturasi in vitrotelah digui^akan sebagai perlakuan dalam penelitian
ini. T1 = oosit dikuJtur di dalam medium IVM (di dalam eppendorf, di atas medium ditutup
mineral oil) yang sebelumnya telah diekuilibrasi di dalam inkubator dengan 5% C02 selama 2
jam, kemudian oosit dimaturasikan d(dalam inkubator tanpa COj. T2= oosit dikultur di dalam
drop medium IVM yang ditutup dengan mineral oil pada cawan petri (10 oosit per drop; 50 per
drop) tanpa ekuilibrasi dengan C02 sebelumnya. T3= oosit dikuJtur oidaiam drop medium IVM
(seperti T2), sebelumnya telah diekuilibrasi di dalam inkubator 5% C02 selama + 2 jam
kemudian dimaturasikan di dalam inkubator 5% CO:. Lama maturasi (intuk semua perlakuan
yaitu 24 jam pada suhu 38C dan humiditas tinggi.
Fiksasi dan Pewamaan Oosit
Maturasi dihentikan setelah 24 jam pioses pematangan di dalam inkubator. Oosit dicuci
dengan larutan pencuci Phosphate Buffered Saline (PBS), dibersihkan dari sel cumulus yang
menempel dan dicetak di atas objek gelas dan ditutup dengan gelas penutup. Antara objek dan
gelas penutup direkatkan dengan cat kuku pada kedua sisi, kemudian direndam di dalam larutan
fiksasi (asam asetat:ethanol = 1:3) selama 48 jam. Pengecatan oosit dilakukan dengan Lacmoid
1% selama 1-2 menit setelah perendaman 48 jam dan dicuci dengan 45% larutan asam asetat.
Keempat sisi gelas penutup dan gelas objek ditutup dengan cat kuku. Pengariatan tiap pemasakan
oosit (meiosis division) dilakukan di bawah mikroskop terbalik {inverted microscope) dengan
pembesaran 300 kali. Tahap maturasi yang diamati yaitu metaphase 1, anaphase I, telophase 1,
dan metaphase 11, menurut kriteria yang digarnbarkan oleh Tsafriri (1978).
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://ivfflorida.com/ivf.asp
Koleksi Oosit
Dalam pematangan in vitro (IVM) pasien menjalani prosedur dimana telur yang belum
matang diambil dari indung telur dan matang di laboratorium hanya dalam satu atau dua
hari. Telur yang mencapai kematangan di laboratorium kemudian dibuahi dengan sperma
menggunakan Injeksi Sperma Intracytoplasmic (ICSI) prosedur. Setelah telur dibuahi, embrio
yang tumbuh di laboratorium selama dua hingga lima hari sebelum dipindahkan ke rahim ibu.
Saat ini, ada tiga kategori pasien yang luas untuk IVM mungkin merupakan alternatif untuk
stimulasi hormonal tradisional dari ovarium dan selanjutnya fertilisasi in vitro (IVF). Wanita
dengan sindrom ovarium polikistik, (PCOS), yang berada pada risiko yang signifikan
hiperstimulasi ovarium sindrom berat (OHSS) - wanita-wanita ini mewakili populasi yang
cenderung sangat peka terhadap obat-obatan yang diperlukan untuk stimulasi ovarium dalam

protokol IVF khas. Karena IVM memerlukan mengambil oosit matang, sedikit atau tidak ada
stimulasi ovarium dibutuhkan yang hampir menghilangkan risiko OHSS.
Kategori pasien kedua yang berdiri untuk mendapatkan keuntungan dari IVM untuk
alasan yang disebutkan di atas adalah kelompok perempuan yang telah menjalani IVF
sebelumnya dan dikembangkan ovarium sindrom hiperstimulasi (OHSS). Akhirnya, wanita
yang telah menerima diagnosa kanker dan perlu pelestarian kesuburan sebelum menerima
kemoterapi adalah kandidat untuk IVM. Pasien-pasien ini bisa mendapatkan manfaat dari
teknologi ini karena akan menurunkan jumlah hormon yang mereka hadapi serta mengurangi
jumlah waktu yang diperlukan antara diagnosis dan inisiasi pengobatan.

http://www.scribd.com/doc/61568313/9/Maturasi-Oosit-Secara-In-Vitro
Maturasi Oosit

Oosit yang diperoleh dicuci dengan modified phosphat bufferd saline (M-PBS) dan
medium maturasi masing-masing sebanyak dua kali.Berdasarkan fakta dalam studi literatur,
dimungkinkan oosit yang dimaturasi secara in vivo memiliki kemampuan berkembang yang lebih
dibandingkan dimaturasi secara in vitro. Oosit mengalami modulasi yang signifikan pada folikel
dominan sehingga memegang peranan dalam peningkatan kemampuan berkembang. Jumlah
ultrastruktur dan molekuler mengalami perubahan selama perkembangan oosit telah
dihubungkan dengan kemampuan berkembang (5, 34). Selain itu, maturasi in vitro telah
diasosiasikan dengan berbagai abnormalitas pada oosit (31-33).
Assey et al. (4) melaporkan bahwa oosit sapi yang diaspirasi dari dominan folikel
sebelum gelombang LH, akan memperlihatkan perubahan nukleus dan morfologi sitoplasma,
menurut Assey keduanya adalah syarat untuk peningkatan kemampuan berkembang. Hal ini akan
mengindikasikan bahwa tidak hanya oosit akhir maturasi (proses yang terjadi antara gelombang
LH dan ovulasi) yang signifikan, namun juga periode sebelum gelombang LH mungkin penting
untuk membentuk kemampuan berkembang. Tidak terdapat perbedaan pada tingkat pembelahan
oosit selama IVF, namun secara signifikan lebih banyak blastosist terbentuk dari oosit yang
dimaturasi secara in vivo(58,2%) dibandingkan oosit yang diambil sebelum gelombang LH
(39,2%) atau yang berasal dari folikel berukuran 2-6 mm (38,9%). Oosit yang berasal dari folikel
besar (>6 mm) menghasilkan intermediet blastosist (46,5%). Kualitas blastosist (Gambar 1),
mampu bertahan hidup selama vitrifikasi relatif rendah berkisar <40% style="">post warming
hingga <20% style="">post warming.
Hasil ini secara nyata memperlihatkan bahwa oosit yang dimaturasi in vivo lebih
berkembang dibandingkan dimaturasi in vitro. Hal in merupakan kesepakatan dengan studi
sebelumnya (11, 26, 45, 52, 80). Data yang didapat juga mendukung dugaan bahwa oosit yang
didapat dari folikel besar lebih berkembang dibandingkan dari folikel kecil selama IVP (46, 61).
Akan tetapi, data yang menunjukkan kualitas blastosist tidak berhubungan dengan sumber
oosit. Hasil yang berbeda telah dilaporkan antara maturasi oosit in vivo dan in vitro yang
mungkin menjelaskan perbedaan kemampuan berkembang. Ekspansi cumulus biasanya lebih
ekstensif selama maturasi in vivo (75). Selain itu, terdapat tingkat homogeneity yang tinggi pada

oosit yang dimaturasi in vivo pada level ultrastruktur; hal ini jauh berbeda
dengan heterogeneity ultrastruktur yang ditunjukkan oosit dimaturasi in vitro, meskipun pada
populasi sama akhirnya diseleksi sebelum maturasi in vitro (17).
Sumber : http://biologi-news.blogspot.com/2011/02/kualitas-oosit-dan embrio.htmllxs

1.
2.
3.
4.
5.

Maturasi Spermatozoa
Beberapa faktor menentukan apakah sperma seorang pria dapat membuahi sel telur:
Volume air mani
Jumlah sperma atau kepadatan
Motilitas sperma
Perkembangan
Bentuk sperma
Sperma yang diperoleh dari semen beku (yang kemudian dicairkan) maupun cair.
Beberapa hal yang mendukung pengaruh yang baik dari penambahan -merkaptoetanol pada
medium maturasi berhubungan dengan peningkatan sintesa glutation di dalam sel oosit pada
waktu maturasi, sintesa glutation selama maturasi merupakan faktor penting untuk terjadinya
dekondensasi kromatin spermatozoa yang merupakan prasyarat untuk pembentukan pronukleus
jantan.
fitur penyimpanan sperma epididimis berbeda dari mereka yang terlibat dalam
pematangan, yang penting dari aspek fungsi epididimis jelas pemeliharaan kelangsungan hidup
spermatozoa pada konsentrasi tinggi. Dalam spesies laboratorium seperti tikus atau kelinci,
daerah saluran mana sperma kapasitas pemupukan pertama diperoleh telah didefinisikan oleh
baik dalam vivo atau in vitro fertilization.
Pada pasien yang kurangnya vas deferens atau saluran epididimis diblokir, dan bahkan
pada pria normal, sebagian kecil dari spermatozoa di proksimal daerah saluran excurrent
(kadang-kadang dalam dapat menampilkan beberapa motilitas progresif. Micro-aspirasi teknik
dan protokol telah mencuci fertilization digunakan untuk mengambil spermatozoa untuk sukses
fertilisasi in vitro dan transfer embrio perawatan (Silber et al, 1988.). Ini dibantu-konsepsi
teknik menunjukkan bahwa pada manusia manusia spermatozoa mungkin memerlukan sedikit,
jika ada, kontribusi dari saluran, untuk menjalani pematangan cukup untuk fertilisasi in vitro.
http://www.scribd.com/doc/6175813/9/Maturasi-Speratozoa-Secara-In-Vitro
Pematangan spermatozoa in vitro mamalia
Saat transit epididimis, spermatozoa mamalia mengalami pematangan dan mendapatkan
kapasitas fertilisasi penuh. Kontribusi faktor dari epitel epididimis tampaknya penting untuk
proses ini. Meskipun in vitro lengkapdalam pematangan spermatozoa epididimis belum tercapai,
tahap pematangan dapat diinduksi dalam berbagai kondisi. Yang paling sukses telah diperoleh
dengan menginkubasi spermatozoa epididimis dengan primer budaya epitel epididimis. Ini cometode inkubasi mempromosikan motilitas sperma dan kapasitas spermatozoa untuk mengikat

dan membuahi oosit, dan memperpanjang kelangsungan hidup spermatozoa in vitro. Protein
spesifik sekresi androgen tergantung dari sel kepala epididimis yang mungkin terlibat dalam
proses pematangan telah diidentifikasi dengan menggunakan pulsa-label teknik juga membatasi
jenis penelitian pada pria. Dalam upaya untuk meniru lingkungan mikro epididimis, sejumlah
penelitian kelompok, telah digunakan teknik secara in vitroculture. Metode ini memberikan
wawasan berharga peristiwa pematangan sperma, dan akhirnya mungkin memiliki praktis
aplikasi dalam kedokteran klinis, untuk mengembangkan metode kontrasepsi baru, dan untuk
menilai efek toxicants pada kesuburan. Di sini, kita meninjau kemajuan yang dibuat dengan
sperma Maturation in vitro dan menjelaskan beberapa eksperimen terbaru dari kami laboratorium
sendiri. Komprehensif review dari sperma epididimis pematangan disediakan tempat lain
(Cooper, 1986; Bedford dan Hoskins, 1990; Moore, 1990b, 1995).
http://www.scribd.com/doc/6175813/9/Maturasi-Speratozoa-Secara-In-Vitro

Inkubasi atau Pengobatan Spermatozoa Epididimis dengan Sekresi Epididimis dan zat-zat
lain in vitro
Hal ini jelas bahwa ada serangkaian interaksi yang rumit antara sekresi dan spermatozoa
epididimis saat mereka bermigrasi sepanjang epididimis sehingga mungkin mengejutkan bahwa
bahkan sederhana dalam spermatozoa epididimis cubation matang in vitro dengan ekstrak protein
epididymal atau bahan lainnya telah bertemu. Meskipun terbatas) penuaan dewasa epididymal
spermatozoa in vitro saja tidak akan mempromosikan pemupukan kapasitas. Tingkat pematangan
sperma yang telah dicapai oleh incubations sederhana atau lebih kompleks co-budaya metode
tergantung untuk sebagian besar jatuh tempo pada awal spermatozoa yang sedang dirawat. For
example, in the first clear Sebagai contoh, di jelas pertama demonstrasi pematangan sperma in
vitro,dan menambahkan ekstrak kasar dari sperma sitoplasmik bebas epididimis kelinci dari
daerah distal corpus spermatozoa kelinci pulih dari daerah korpus proksimal yang ebelumnya
telah diinkubasi secara in vitro selama 24 jam meningkatkan kapasitas pemupukan dari
epididimis spermatozoa. Karena, pada kelinci, kapasitas pemupukan spermatozoa meningkat
secara substansial ketika mereka bergerak dari proksimal ke daerah distal corpus, faktor-faktor
dalam ekstrak epididimis itu mungkin mampu menginduksi proses pematangan akhir.
Percobaan serupa pada hamster telah menunjukkan bahwa epididimis ekstrak diinkubasi
dengan spermatozoa yang belum matang dapat meningkatkan kapasitas pemupukan in
vivo dan in vitro. Dalam kasus ini, ekstrak itu disaring untuk menghapus androgen atau steroid
lain yang mungkin punya pengaruh langsung pada spermatozoa. Dengan spermatozoa diambil
dari daerah yang lebih proksimal dari epididimis hewan laboratorium, pengembangan kapasitas
pemupukan penuh dengan incubations sederhana secara in vitro belum dilaporkan. Namun,
perubahan dalam pola motilitas spermatozoa matang telah diamati dengan menambahkan
berbagai epididimis persiapan atau zat-zat tertentu diketahui hadir di dalam epididimis.

Misalnya, konsentrasi carnitine dalam cairan epididimis meningkat secara substansial di daerah
korpus spermatozoa dan, ketika ditambahkan in vitro untuk spermatozoa pulih dari epididymidis
caput, akan meningkatkan motilitas progresif. Apakah ini pengaruh zat khusus perkembangan
motilitas sperma in vitro atau hanya untuk spermatozoa belum memuaskan diselesaikan. Dalam
menghasilkan Spermatozoa, yang mengarah ke motilitas progessive, dapat diinduksi oleh agen
oksidasi sulphydrylin vitro.
Pengamatan ini konsisten dengan peningkatan umum dalam sulfida obligasi pada
spermatozoa pada saat jatuh tempo kondisi inkubasi maka yang mengizinkan atau
mempromosikan oksidasi sulphydryl dapat bertindak oleh sperma meningkatkan pematangan
non-khusus. Proses pematangan juga dapat melibatkan penghapusan atau undeterminan dari
permukaan spermatozoa. Sebuah contoh dari ini adalah induksi akrosom reaksi fisiologis
(dengan dilarutkan zona) pada mouse spermatozoa saat mereka dicuci setelah inkubasi dalam
kondisi capacitating.
Ketika spermatozoa epididimis yang diinkubasi dengan epididimis mereka dapat
mengalami pematangan yang dalam beberapa kasus mengarah ke pengembangan kapasitas
sperma pemupukan. Namun, belum terbukti belum layak untuk membawa tentang semua
perubahan pada spermatozoa yang diperlukan untuk akuisisi kesuburan penuh oleh. Mungkin
contoh yang baik dari hal ini adalah vitro dalam mengembangkan kemampuan dari pemupukan
hamster epididimis spermatozoa. Jika spermatozoa diambil dari daerah distal corpus, mereka
masih menunjukkan lemah telah miskin zona mengikat dan dengan demikian rendah dalam
kemampuan pembuahan dalam vitro. Namun, ketika co-diinkubasi selama 6 jam dengan kultur
sel epitel dari epididymidis cauda, pengikatan spermatozoa terhadap telur nyata meningkatkan
dan di bawah kondisi capasitasi, spermatozoa menunjukkan karakteristik aglutinasi,
menunjukkan bahwa permukaan sel mereka telah dimodifikasi. Hanya ketika spermatozoa
secara artifisial berlangsung selama tiga hari dalam korpus distal wilayah epididimis dengan
ligasi duktus. Toxicants seperti etana dimethanesulphonate (EDS) dapat antar pematangan
sperma dengan in vitro dengan bertindak pada epididimis dan mencegah sekresi normal
androgen-dependent protein. EDS adalah mungkin karena alkilasi sitoplasma protein yang
membuat mereka tidak mampu yang dikeluarkan.
http://www.scribd.com/doc/6175813/9/Maturasi-Speratozoa-Secara-In-Vitro

Interaksi Epitel Sperma Selama di Pematangan In Vitro


Segudang perubahan yang terjadi selama maturasi spermatozoa. Karena sekresi epitel
epididimis protein dapat mengalami proses tambahan pada permukaan sperma mengikuti nasib
suatu determinan tertentu dengan pengamatan yang mungkin sulit untuk menafsirkan. Salah satu
yang paling penting adalah bahwa interaksi intim antara spermatozoa dan sel epitel dapat
diperiksa di detail. Sementara sistem ini masih jauh dari yang sebenarnya kondisi yang berlaku
dalam lumen epididymidis, faktanya yang dapat mengalami perubahan spermatozoa pematangan

yang kembali tergantung androgen sel epitel menunjukkan bahwa kondisi baik setidaknya
menirukan sampai batas tertentu in vitro. Oleh karena itu, terutama teknik pelabelan
immunolocalization atau pulsa dengan metionin atau timidin telah digunakan untuk
mengkorelasikan akuisisi penentu pada spermatozoa selama inkubasi dengan cara pematangan
epididimis.
( Edwards RG, Bavister BD, Steptoe PC. Edwards RG, Bavister BD, Steptoe PC. Early stages of
fertilization in vitro of human oocytes matured in vitro. Nature 1969;221:632635)
Maturation Promoting Factor (MPF)
Maturation Promoting Factor (MPF) yang juga disebut M-phasePromoting Factor merupakan
suatu protein heterodimerik yang terdiri atas ikatan kompleks dari Cyclin B 45 kDa dan Cyclin
Dependent Kinase (CDK1, ataudisebut p34 cdc2 ) yang terlibat dalam siklus sel meiosis maupun
mitosis. MPFbertanggung jawab atas transisi sel-sel dari fase G2 ke fase M dari siklus sel.Protein
ini diaktifkan pada akhir fase G2 oleh enzim phosphatase. Kedua unit dariMPF ini bergabung untuk
membentuk pre-MPF inaktif yang kemudian diaktifkanhanya setelah pengangkatan (pembuangan) fosfat
dari tyrosine 15 p34 cdc2 , yangdiregulasi oleh protein tyrosine phosphatase khusus dan kinase
yang homologdengan produk-produk protein cdc25 .
(Kong et al.,2000; Schmitt and Nebreda,2002).
Protein cyclin termasuk golongan protein yang ikut bekerja untuk perkembangan sel di
dalam siklus sel. Cyclin sangat kompleks, berbentuk Cyclin-Dependent Kinase (CDK), yang
mengaktivasi fungsi protein kinase. Cyclindiproduksi untuk mengantarkan sel ke dalam stadium
yang berbeda pada siklussel. Ketika konsentrasi cyclin dalam sel menurun, cyclin dilepaskan dari
CDK,menghambat aktivitas enzim. Cyclin B adalah mitotic cyclin Jumlah dari cyclin B(yang
mengikat CD1) dan aktivitas dari cyclin B-CDK kompleks meningkat saatterjadi mitosis
(Fung et al ., 2005; Dekel, 2005; Mehlmann, 2005).Kedua komponen pembentuk MPF harus ada
untuk maturasi meiosis,akan tetapi komponen tersebut tidak disintesis secara bersamaan. Kadar
cyclin Bmencapai angka maksimal sebelum suatu sel mampu melakukan maturasi ,walaupun teramati adanya
perbedaan pada spesies yang berbeda, sedangkan kadarp34 cdc2 tetap konstan, walaupun aktivitas MPF
berubah.
(Hurk and Zhao, 2005).
Cytokine lokal dalam oosit yang mempunyai peran besar dalam proses pematangan oosit adalah
maturation Promoting Factor (MPF). MPF secaramolekuler mengontrol pematangan oosit
melalui pengeluaran Ca intraselulerberhubungan dengan tahap perkembangan inti oosit.
Pengeluaran Ca intraselulerakan menurunkan cAMP sehingga proses meiosis akan berjalan, oosit
akanmatang dan siap untuk dibuahi. cAMP yang tinggi akan menghalangi oositmemasuki tahap
meiosis (Dekel, 2005; Schmitt and Nebreda, 2002; Mrazek andFulka, 2003).Oleh karena itu,
penting mengetahui peran MPF dalam mekanismemolekuler proses pematangan oosit secara in
vitro, sehingga dapat diatasi faktoryang menyebabkan penurunan kualitas oosit yang
dimaturasi secara in vitro dalam upaya meningkatkan kualitas produksi embrio in vitro.

Serum selain banyak mengandung kelengkapan protein, asam lemak, zat organik, enzym,
imunoglobulin juga banyak mengandung hormon dan faktor penumbuh (growth factor) dalam
konsentrasi tertentu yang penting untuk pematangan oosit. Serum betina birahi merupakan satu
bahan supplementasi yg berperan penting untuk pematangan oosit, karena serum betina birahi
banyak mengandung protein dan glukosa yang penting untuk metabolisme oosit. Di samping itu
juga banyak mengandung hormon gonadotropin dan estrogen untuk penyempurnaan pematangan
oosit dan perkembangan embrio selanjutnya. Namun informasi penambahan berbagai macam
serum hewan betina berahi untuk meningkatkan pematangan oosit in vitro pada sapi belum
pernah dilakukan.
Evaluasi tingkat pematangan oosit dilakukan dengan pengamatan transformasi inti dan
pemekaran (ekspansi) sel-sel kumulus. Pada tingkat seluler, pematangan oosit diawali dengan
terjadinya diferensiasi pada inti, sitoplasma dan membran yang kemudian diikuti dengan
terjadinya perubahan struktur protein inti dan membran inti. Pada saat yang sama terjadi
pembengkakan kromosom yang dinamakan Germinal Vesicle Break Down (GVBD). Setelah
terjadinya peleburan membran inti, kromosom menyusun diri pada suatu equator diperifer
sitoplasma untuk memulai pembentukan metafase I, Anafase I, dan telofase I yang selanjutnya
diikuti dengan pelepasan polar bodi dari sitoplasma oosit. Setelah pelepasan polar bodi
kromosom akan bergerak untuk menyusun diri di daerah perifer sitoplasma dan equator untuk
menyelesaikan tahap metafase II. Dengan demikian proses pematangan oosit berakhir setelah
tercapainya pembelahan meiosis sampai tahap metafase II dan terbentuknya polar bodi I.
Secara visual berbagai pengembangan kumulus oophorus dapat diamati. Pada oosit yang
belum matang nampak kumulus oophorus tidak mengembang dan mengembang sebagian, karena
pematangan sitoplasma kurang sempurna dan pembelahan inti tidak berlanjut sampai metafase II.
Kumulus oophorus yang tidak mengembang menunjukkan bahwa pembelahan sel hanya sampai
pada tahap Germinal Vesikel (GV), sedangkan kumulus yang berkembang sebagian
menunjukkan bahwa pembelahan sel sampai pada fase GVBD, metafase I dan anafase, telofase
pada
meiosis
I.
Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrilamid Gel Electrophoresis (SDS-PAGE)
SDS-PAGE adalah salah satu cara elektroforesis yang digunakan untuk memisahkan
protein. Pemisahan dengan menggunakan Sodium Dodecyl Sulphate (SDS) yaitu suatu detergen
bermuatan negatif yang dapat mengikat protein (Davis, et al. , 1994). Prinsip dasarnya adalah
denaturasi protein oleh Sodium Dodecyl Sulphate dilanjutkan dengan separasi molekul berdasarkan
beratmolekulnya dengan metode elektroforesis menggunakan gel poliakrilamid.SDS merupakan
detergen ionik yang digunakan untuk mengikat residuhidrofobik dari bagian belakang peptida,
salah satu dari setiap asam amino,sehingga dapat membuka rantai peptida secara lengkap.
Poliakrilamid adalahmatrik pilihan untuk memisahkan protein yang mempunyai berat molekul
antara500 - 250.000 Dalton. Protein SDS komplek migrasi melalui poliakrilamidtergantung dari
berat molekulnya tetapi tidak spesifik terhadap jenis proteintertentu (Rantam, 2003).

1.
2.

3.

4.
5.

6.

7.

( Edwards RG. Edwards RG. Maturation in vitro of human ovarian oocytes.. Lancet
1965;2:926929 )
Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil pembahasan makalah ini adalah :
Fertilisasi in vitro merupakan suatu teknologi untuk memproduksi embrio dengan memanfaatkan
oosit-oosit dari ovarium yang diperoleh dari manusia maupun hewan
Fertilisasi in vitro merupakan tiruan dari proses fertilisasi in vivo yang menghasilkan
penggabungan dua gamet, restorasi jumlah kromosom tubuh dan mulainya perkembangan
individu baru yang dilakukan di luar saluran reproduksi induk
Teknologi FIV terdiri dari beberapa tahapan, yaitu koleksi oosit, pematangan oosit, preparasi
sperma, kapasitasi sperma, proses fertilisasi dan biakan embrio hasil fertilisasi, dilanjutkan
dengan transfer embrio kepada resipien.
Kualitas embrio yang dihasilkan secara in vitro sangat dipengaruhi oleh kualitas oosit yang
dihasilkan melalui proses maturasi in vitro.
Banyak faktor yang mempengaruhi proses pematangan oosit in vitro, selainfaktor hormonal ternyata ada
faktor-faktor lokal dalam oosit yang dikenal dengan cytokine lokal yang secara molekuler
mempengaruhi proses pematangan oosit
Medium IVM yang digunakan yaitu Bikarbonat-199 + 10% FCS + 10 ng/'ml Follicle
Stimulating Hormone (FSH) + 10 ng/ml human Chorionic Gonadotropin (hCG) + 1 ng/ml
Estradiol (E2).
Dalam pematangan in vitro (IVM) pasien menjalani prosedur dimana telur yang belum matang
diambil dari indung telur dan matang di laboratorium hanya dalam satu atau dua hari.

Anda mungkin juga menyukai