Anda di halaman 1dari 3

Hubungan Litologi Batulempung dan Batupasir dalam Menentukan Tua

Muda suatu Perlapisan di Kali Koning, Desa Mluweh, Semarang, Jawa


Tengah
Ronando Audiva1
21100113130107
1

Teknik Geologi Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Abstract
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil
aktifitas kimia maupun organisme, yang diendapkan lapis demi lepis pada permukaan bumi yang kemudian mengalami pembatuan. Batuan
sedimen klastik merupakan batuan sedimen yang terbentuk berasal dari hancuran batu lain, kemudian tertranportasi dan terdeposisi yang
selanjutnya mengalami diagenesa. Latar belakang penulis mengangkat tema ini adalah agar dapat menganalisa dan mengetahui litolgi yang
terdapat di singkapan ini dan daerah sekitarnya yang mencakupi deskripsi, proses proses yang terjadi, serta proses pembentukkannya.
Metode yang diambil adalah dari referensi internet tentang daerah mluweh serta tinjauan langsung ke lapangan. Tujuan penulis mengangkat
tema ini adalah agar dapat memberikan garis terang untuk dapat mengetahui segala aspek litologi yang terdapat di singkapan ini serta
urutan terbentuk litologi mana yang terbentuk dahulu. Kesimpulan dari metode ini mengenai analisa litologi batulempung dan batupasir di
singkapan Kali Koning, Jawa tengah.
Kata Kunci: Litologi, Batuan Sedimen, Batulempung dan Batupasir.

Pendahuluan
Istilah sedimen berasal dari kata sedimentum, yang
mempunyai pengertian yaitu material endapan yang
terbentuk dari hasil proses pelapukan dan erosi dari suatu
material batuan yang ada lebih dulu, kemudian diangkut
secara gravitasi oleh media air, angin atau es serta
diendapkan ditempat lain dibagian permukaan bumi.
Umumnya bentuk awal dari endapan ini berupa kumpulan
dari fragmen yang berukuran halus hingga kasar yang
belum terkonsolidasi sempurna, disebut endapan, sedimen
(sediments), superfical deposits. Kemudian akan
berlangsung proses diagnesa yang meliputi proses fisik :
kompaksi, proses kimia antara lain : sedimentasi, autigenik,
rekristalisasi, inversi, penggantian, dan disolusi, proses
biologi. Proses diagnesa ini berjalan selama waktu geologi,
sehingga mentebabkan material terkonsolidasi sempurna
dengan bentuk fisik masif dan padat. Hal ini akan
menghasilkan salah satu jenis batuan dialam, yaitu yang
disebut dengan batuan sedimen (sedimentary rokcs)(Boggs,
1987).
Sebagian besar material penyusun komposisi batuan
sedimen berasal dari proses pelapukan dan erosi dari batuan
yang tertua, atau batuan yang terbentuk lebih dahulu.
Sedimen Klastik Terbentuk dari pengendapan kembali
denritus atau perencanaan batuan asal. Batuan asal dapat
berupa batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.
Dalam pembentukkan batuan sedimen klastik ini
mengalami diagnesa yaitu perubahan yang berlangsung
pada temperatur rendah di dalam suatu sedimen selama dan
sesudah litifikasi.
Tersusun olek klastika-klastika yang terjadi karena
proses pengendapan secara mekanis dan banyak dijumpai
allogenic minerals. Allogenic minerals adalah mineral yang

tidak terbentuk pada lingkungan sedimentasi atau pada saat


sedimentasi terjadi. Mineral ini berasal dari batuan asal
yang telah mengalami transportasi dan kemudian
terendapkan pada lingkungan sedimentasi. Pada umumnya
berupa mineral yang mempunyai resistensi tinggi.
Batuan sedimen terbentuk dari batuan-batuan yang telah
ada sebelumnya oleh kekuatan-kekuatan yaitu pelapukan,
gaya-gaya air, pengikisan-pengikisan angina, serta proses
litifikasi, diagnesis, dan transportasi, maka batuan ini
terendapkan di tempat-tempat yang relatif lebih rendah
letaknya, misalnya: di laut, samudera, ataupun danaudanau. Mula-mula sedimen merupakan batuan-batuan
lunak, akan tetapi karena proses diagenesis sehingga
batuan-batuan lunak tadi akan menjadi keras.
Proses diagnesis adalah proses yang menyebabkan
perubahan pada sedimen selama terpendapkan dan
terlitifikasikan, sedangkan litifikasi adalah proses
perubahan material sedimen menjadi batuan sedimen yang
kompak.
Latar belakang penulis membuat paper ini tentang
Analisa Singkapan Litologi Batulempung dan Batupasir
untuk kementukan tua muda suatu perlapisann di Kali
Koning, Desa Mluweh, Semarang, Jawa Tengah adalah
supaya dapat menghubungkan kaitan antara litologi
batulempung dan batupasir dan segala faktor yang
mempengaruhinya dengan dampak yang ditimbulkannya.
Adapun tujuan penulis membuat metode penelitian
tentang Analisa Singkapan Litologi Batulempung dan
Batupasir dalam menentukan tua muda suatu perlapisan di
Kali Koning, Desa Mluweh, Semarang, Jawa Tengah
adalah agar memberikan gambaran dan penjelasan
mengenai litologi litologi dari seingakapan ini serta segala
aspek yang mempengaruhinya.

Metodologi
Dalam pembuatan paper ini digunakan beberapa metode
dalam pengambilan datanya. Diantaranya adalah dengan
mengambil dan mencari data tentang batuan sedimen.
Selain itu juga dengan memepalajari wilayah geologi
regional daerah Mluweh dan Jabungan. Data yang
diperoleh berasal dari data yang telah ada sebelumnya
dengan mencari referensi referensi tentang daerah
Mluweh dan Jabungan ini.
Hasil dan Analisis
Di singkapan ini terdapat dua kontak litologi, litologi
pertama berdasarkan ciri-ciri megaskopisnya, batuan ini
memiliki warna abu abu gelap dengan struktur primer
perlapisan miring yaitu struktur perlapisan yang sudah
terkena gaya deformasi memiliki kontak strike/dip N
285oE/59o. Memiliki tekstur ukuran butir pasir sedang (1/4
1/2 mm) (Wentworth, 1922), kemas tertutup artinya
butiran-butiran penyusun batuan saling bersentuhan satu
sama lain, sortasi well sorted artinya tersusun atas butiran
yang sama besar, derajat kematangan mature artinya
material penyusun batuan tertransportasi secara bersamaan
karena memiliki butiran yang sama besar serta memiliki
bentuk butir rounded.
Komposisi batuan tersusun atas fragmen pasir sedang
dengan ukuran - mm (Wentworth, 1922) dan matriks
berupa lempung berukuran 1/256 mm (Wentworth, 1922),
dan semen karbonatan setelah dilakukan uji HCl. Dengan
tingkat pelapukan sekitar 60%.
Berdasarkan hasil deskripsi di atas, maka nama batuan
ini adalah Batupasir (Wentworth, 1922).
Pada litologi ke dua, batuan ini memiliki warna abu abu
gelap dengan struktur primer perlapisan miring yaitu
struktur perlapisan yang sudah terkena gaya deformasi
memiliki kontak strike/dip N 285oE/59o. Memiliki tekstur
ukuran butir lempung (< 1/256 mm) (Wentworth, 1922),
kemas tertutup artinya butiran-butiran penyusun batuan
saling bersentuhan satu sama lain, sortasi well sorted
artinya tersusun atas butiran yang sama besar, dan memiliki
bentuk butir well rounded.
Komposisi batuan tersusun atas lempung dengan ukuran
< 1/256 mm (Wentworth, 1922) dan matriks berupa
lempung berukuran 1/256 mm (Wentworth, 1922), dan
semen karbonatan setelah dilakukan uji HCl. Dengan
tingkat pelapukan sekitar 60%.
Berdasarkan hasil deskripsi di atas, maka nama batuan
ini adalah Batulempung (Wentworth, 1922).
Pembahasan
Batuan pada singkapan ini merupakan batuan sedimen
klastik yang terbentuk dari pengendapan kembali dendritus
atau perencanaan batuan asal. Batuan asal tersebut dapat
berupa batuan beku, metamorf ataupun batuan sedimen
sendiri yang mengalami diagenesa yaitu seluruh proses
yang menyebabkan perubahan pada sedimen selama
terpendam dan terlitifikasi. Tersusun oleh klastika-klastika
yang terjadi karena proses pengendapan secara mekanik.

Berdasarkan hasil deskripsi megaskopisnya, batuan ini


diinterpretasikan telah mengalami transportasi yang jauh
dari sumbernya (provenance). Ia tertransportasi secara
saltation (meloncat-loncat) karena berukuran butir pasir
(menurut literatur). Batuan ini tertransport dengan arus
yang sedang dan memilki energi pengendapan yang agak
besar. Batuan ini kemungkinan terendapkan dan terbentuk
di daerah laut dangkal karena setelah uji HCl batuan
mengandung semen karbonatan. Biasanya semen karbonat
bisa menjadi indikator suatu batuan terbentuk pada
lingkungan yang dekat dengan laut atau di laut itu sendiri
(laut dangkal), karena menurut literatur karbonat (CaCO 3)
terbentuk dari koral/poraminifera atau organisme
bercangkang yang cangkangnya mengandung karbonat.
Lingkungan pembentukan batuan bersemen karbonat lain
yang memungkinkan adalah delta yang merupakan tempat
pertemuan antara sungai dan laut.
Berdasarkan
hasil
deskripsi
megaskopisnya,
batulempung diinterpretasikan telah mengalami transportasi
yang jauh secara suspended load (melayang) karena ukuran
butirannya sangat kecil. Butiran yang mengalami
transportasi secara suspended load adalah butiran yang
berukuran di bawah pasir (pasir mengalami proses
transportasi saltasi). Batuan ini kemungkinan terendapkan
dan terbentuk di daerah hilir sungai (jauh dari provenance).
Spesifiknya batuan ini terbentuk di flood plain di mana arus
di tempat ini sangat kecil atau bisa tidak ada arus sama
sekali. Dari ukuran butirnya yang sangat kecil material ini
memiliki energi pengendapan yang sangat besar. Material
ini tertransport dengan arus yang pelan lalu terendapkan
pada suatu lingkungan sedimen dan terekatkan oleh semen
karbonat.
Berdasarkan Pengukuran Strike Dip yang makin ke Dip
makin muda, dapat disimpulan batupasir terbentuk dahulu
di daerah ini baru terendapkan batulempung kemudian.
Karena batulempung makin ke dip, berarti batulempung
terndapkana paling terakhir setelah batupasir terendap.
Pada awalnya terjadi proses deposisi berdasarkan
prinsip horizontality of strata, pertama terendapkan
batupasir terlebih dagulu, deposisi disertai dengan jeda
pengendapan, lalu oleh selang waktu terendapkan lagi
batulempung. Bukti ada jeda pengendapan terlihat dengan
adanya batas kontak perlapisan yang jelas antara
batulempung dan batupasir. Kemudian singkapan ini
dipengaruhi oleh struktur dan deformasi, sehingga
perlapisan litologi mengalami perubahan posisi menjadi
perlapisan miring yang dipnya hampir mencapai 90
Penutup
Jadi singkapan batulempung dan batu pasir di daerah
Mluweh yang terndapkan terlebih dahulu merupakan
batupasir, hal tersebut dapat dilihat dari pengukuran Strike
Dip, yang mana arah Dip nya mengarah ke batulempung,
yang menandakan batulempung terendapkan lebih akhir
dari batupasir.
Referensi
[1] Modul Praktikum geomorfologi

Lampiran

Gambar 1. Perselingan Batupasir dan batulempung

Gambar 2. Perselingan Batupasir dan Batulempung

Anda mungkin juga menyukai