Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Psikologi belajar merupakan studi yang membahas keseluruhan pembelajaran pada anak. Kita
tidak bisa menutup mata akan adanya kesulitan atau ketidakmampuan belajar didalam
pembelajaran. Definsi ketidakmampuan sendiri adalah istilah umum yag merujuk kepada
kelompok yang memiliki masalah besar dalam menerima, mendengarkan, membaca, menulis
atau kemapuan matematika. Penyimpangan ini tidak terlihat dan dipandang sebagai akibat
disfungsi sistem saraf. Meskpun, sebuah ketidakmuan belajar mungkin terjadi dengan
melibatkan

alasan

lain,

termasuk

berbagai

halangan

(perbedaan

budaya

ketidakmampuan/kekurangan petunjuk). Tetapi hal itu tidak menunjukkan alasan langsung.


Ketidakmampuan belajar itu dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal tetapi faktor
eksternal akan mempengaruhi cara belajar anak.
Ada beberap macam ketidakmampuan belajar, salah satunya disleksia. Jika kita berbicara soal
disleksia, kata yang pertama muncul adalah seseorang yang mengalami kesulitan membaca,
dan tak jarang anak yang mengalami disleksia ini dijudge dengan anak bodoh. Disleksia
berasal dari kata Yunani yaitu dys yang berarti kesulitan dan lexia yang berarti kata-kata.
Dengan akata lain, disleksia berarti kesulitan dalam mengolah kata-kata. Ketua Pelaksana
Harian Asosiasi Disleksia Indonesia Dr. Kristiantini Dewi, Sp A, menjelaskan, disleksia
merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan
dalam mengenali kata dengan tepat atau akurat dalam pengejaan dan dalam kemampuan
mengode simbol.
Terdapat dua macam disleksia, yaitu developmental dyslexia dan acquired dyslexia.
Developmental dyslexia merupakan bawaan sejak lahir dank arena faktor genetic atau
keturunan. Penyandang disleksia akan membawa kelainan ini seumur hidupnya atau tidak
dapat disembuhkan. Tidak hanya mengalami kesulitan membaca, mereka juga mengalami
hambatan mengeja, menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain. Meski demikian, anakanak penyandang disleksia memiliki tingkat kecerdassan normal atau bahkan diatas rata-rata.
Dengan penanganan khusus, hambatan yang mereka alami bisa diminimalkan.

2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana teori pokok dari Disleksia?
b. Apa saja isu-isu sentral tentang Disleksia?
3. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui definisi dan karakteristik Disleksia.
b. Untuk mengetahui berbagai kesalahan membaca.
c. Untuk mengetahui asesmen dari penderita Disleksia.
d. Untuk mengetahui penanganan dari Disleksia

BAB II

PEMBAHASAN
A. TEORI POKOK
1. Definisi
Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia (dyslexia). Perkataan disleksia berasal
dari bahasa Yunani yang artinya kesulitan membaca. Kesulitan belajar membaca yang berat
sering disebut aleksia (alexia).
Bryan dan Bryan seperti dikutip oleh Mercer (1979) mendefinisikan disleksia sebagai suatu
sindroma

kesulitan

dalam

mempelajari

komponen-komponen

kata

dan

kalimat,

mengintegrasikan komponen-komponen kata dan kalimat, dan dalam belajar segala sesuatu
yang berkenaan dengan waktu, arah, dan masa. Menurut Lerner seperti yang dikutip oleh
Mencer (1979) definisi kesulitan belajar membaca atau disleksia sangat bervariasi, tetapi
semuanya menunjuk pada adanya gangguan pada fungsi otak.
Hornsby (1984) mendefinisikan disleksia tidak hanya kesulitan membaca tetapi juga menulis.
Definisi Hornsby tersebut dapat dipahami karena ada kaitan yang erat antara membaca dan
menulis. Anak yang berkesulitan membaca pada umumnya juga kesulitan menulis. Oleh
karena itu, kesulitan belajar membaca dan menulis tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan
kesulitan bahasa, karena semua merupakan komponen sistem komunikasi yang terintegrasi.
2. Karakteristik
Menurut Mencer (1983) ada empat kelompok karakteristik kesulitan belajar membaca,
yaitu berkenaan dengan (1) kebiasaan membaca, (2) kekliruan mengenal kata, (3) kekeliruan
pemahaman, dan (4) gejala-gejala serbaneka.
Anak berkesulitan belajar membaca sering memperlihatkan kebiasaan mmebaca yang tidak
wajar. Mereka sering memperlihatkan adanya gerakan-gerakan yang penuh ketegangan seperti
mengernyitkan kening, gelisah, irama suara meninggi, atau menggigit bibir. Mereka juga
memperlihatkan perasaan tidak aman yang ditandai dengan perilaku menolak untuk
membaca, menangis, atau mencoba melawan guru. Pada saat membaca mereka sering
kehilangan jejak sehingga sering terjadi pengulangan atau ada baris yang terlompat sehingga
tidak dibaca.

Anak berkesulitan belajar membaca sering mengalami kekeliruan dalam mengenal kata.
Kekeliruan jenis ini mencakup penghilangan, penyisipan, penggantian, pembalikan, salah
ucap, pengubahan tempat, tidak mengenal kata, dan tersentak-sentak. Gejala kekeliruan
memahami bacaan tampak pada banyaknya kekeliruan dalam menjawab pertanyaan yang
terkait dalam bacaan, tidak mampu mengemukakan urutan cerita yang dibaca, dan tidak
mampu memahami tema utama dari suatu cerita. Gejala serbaneka tampak seperti membaca
kata demi kata, membaca dengan penuh ketegangan dan nada tinggi, dan membaca dengan
penekanan yang tidak tepat.
Myklebust dan Johnson seperti dikutip Hargrove dan Poteet (1984) mengemukakan beberapa
ciri anak berkesulitan belajar sebagai berikut :
a. Mengalami kekurangan dalam memori visual dan auditoris, kekurangan dalam
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

memori jangka pendek dan jangka panjang.


Memiliki masalah dalam mengingat kata seperti mengingat hari-hari dalam seminggu.
Memiliki masalah dalam mengenal arah kiri dan kanan.
Memiliki kekurangan dalam memahami waktu.
Jika diminta menggambarkan orang sering tidak lengkap.
Miskin dalam mengeja.
Sulit dalam menginterpretasikan globe, peta atau grafik.
Kekurangan dalam koordinasi dan keseimbangan.
Kesulitan dalam belajar menghitung.
Kesulitan dalam belajar bahasa asing.

Pendapat Vernon, juga dikutip oleh Hargrove dan Poteet (1984), mengemukakan perilaku
anak berkesulitan belajar membaca, sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Memiliki kekurangan dalam diskriminasi penglihatan.


Tidak mampu menganalisis kata menjadi huruf-huruf
Memiliki kekurangan dalam memori visual
Memiliki kekurangan dalam melakukan diskriminasi auditoris
Tidak mampu memahami symbol bunyi
Kurang mampu mengintegrasikan penglihatan dengan pendengaran
Kesultan dalam mempelajari asosiasi symbol-simbol ireguler (khusus yang berbahasa

inggris)
h. Kesulitan dalam mengurutkan kata-kata dan huruf-huruf
i. Membaca kata demi kata
j. Kurang memiliki kemampuan dalam berpikir konseptual.
3. Berbagai Kesalahan Membaca

Berdasarkan tabel perbandingan tiga macam asesmen informal Analitycal reading


inventori ( wood and mooe,1981), Ekwaal reading inventory ( Ekwal,19799, dan informal
reading asesmen (Burns and Roe, 1980) yang dilakukan oleh Hangrove ( 1984) diperoleh
bahwa data anak- anak berkesulitan belajar membaca permulaan mengalami berbagai
kesalahan dalam membaca sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

Penghilangan kata atau huruf


Penyelipan kata
Pengantian kata
Pengucapan kata salah dan makna berbeda
pengucapkan salah tetapi makna sama
pengucapan salah tetapi tidak bermakna
pengucapan kata dengan bantuan guru
pengulangan pembalikan kata
pembalikan huruf
kurang memperhatikan tanda baca
pembetulan sendiri
ragu-ragu, dan
tersendat-sendat

Penghilangan huruf atau kata sering dilakukan oleh anak berkesulitan belajar membaca
karena adanya kekurangan dalam mengenal huruf, bunyi bahasa dan bentuk kalimat.
Penghilangan huruf atau kata biasanya terjadi pada pertengahan atau akhir kata atau kalimat
penyebab lain dari adanya penghilangan tersebut adalah karena anak menganagap huruf atau
kata yang dihilangkan tersebut tidak diperlukan .contoh penghilangan huruf atau kata adalah
baju anak itu merah dibaca baju itu merah, atau adik membeli roti dibaca adik beli
roti
Penyelipan kata terjadi karena anak kurang mengenal huruf, membaca terlalu cepat atau
karena bicaranya melampauwi kecepatan membacanya. Contohnya baju mama dilemari
dibaca baju mama ada dilemari
Pengantian kata merupakan kesalahan yang banyak terjadi. hal ini mungkin disebabkan
karena anak tidak memahami kata tersebut sehingga menerka-nerka saja contoh pengantian
kata yang menguba

makna adalah tas ayah didalam mobil dibaca oleh anak tas bapak

didalam mobil
Pengucapan kata yang terdiri dari tiga macam:

1) pengucapan kata yang salah makna berbeda


2) pengucapan kata salah makna sama
3) pengucapan kata salah yang bermkana
Keadaan semacam ini dapat terjadi karena anak tidak mengenal huruf sehingga mendugaduga saja, mungkin karena membaca terlalu cepat, karena perasaan tertekan atau takut kepada
guru atau karena perbedaan dialek anak dengan bahasa Indonesia yamg baku. Contoh
pengucapan kata salah makna berbeda adalah baju bibi baru dibaca baju bibi biru
pengucapan salah makna berbeda adalah kaka pergi kesekolah dibaca kaka pigi kesekolah
. sedangkan contoh pengucapan salh tidak bermakna adalah bapak beli duren dibaca
bapak beli buren.
Pengucapan kata dengan bantuan guru terjadi jika guru ingin membantu anak melafalkan
kata- kata. Hal ini terjadi karena sudah beberapa menit ditunggu oleh guru anak belum juga
melafalkan kata- kata yang di harapkan. Anak yang memerlukan bantuan semacam itu
biasanya karena ada kekurangan dalam mengenal huruf atau karena takut resiko jika terjadi
kesalahan. Anak semacam ini biasanya juga memilki kepercayaan diri yang kurang, terutam
pada saat menghadapi tugas membaca.

Pengulangan dapat terjadi pada kata, suku kata atau kalimat. Contoh pengulangan adalah
Bab-ba-ba bapak menulis su-rat . pengulangan terjadi mungkin karena kurang mengenal
huruf sehingga harus mempelambat membaca sambil mengingat-ingat nama huruf yang
kurang dikenal tersebut. Kadang kadang anak sengaja mengulang kalimat untuk lebih
memahami arti kalimat tersebut.
Pembalikan huruf tersebut karena anak bingung posisi kiri kanan, atau atas bawah
pembalikan terjadi terutama pada huruf- huruf yang hampir sama dengan b,p,q, atau
g,m,dengan n atau w. Pembentukan sendiri dilakukan oleh anak jika dia menyadari adanya
kesalahan . karena kesadaran akan adanya kesalahan, anak lalu mencoba membetulkan sendiri
bacaanya.
Anak yang ragu-ragu terhadap kemampuanya sering membaca dengan tersendat- sendat.
Murid yang ragu-ragu dalam membaca sering dianggap bukan sebagai kesalahan meskipun
demikian guru umumnya berupaya untuk memperbaiki karena dianggap sebagai kebiasaan

yang tidak baik. Keraguan dalam membaca juga sering disebabkan anak kurang mengenal
huruf atau karena kekurangan pemahaman.
Berbagai kesalahan membaca yang telah dikemukakan dapat digunakan oleh guru sebagai
acuan dalam menyusun alat diagnosis informal. Dengan observasi yang terus- menerus guru
dapat mengetahui kesalhan-kesalahan anak dalam membaca dan berdasarkan kesalahankesalahan tersebut dapat dicarikan pemecahan pemecahannya.
4. Asesmen
Suatu sekolah sebaiknya memilki data yang lengkap tentang anak. Data tersebut
menyangkut riwayat anak sejak dalam kandungan, keadaan keluarga, skortes intelegensi,
kondisi pendengaran, dan penglihatan dan sebagainya. Data tersebut hendaknya tersimpan
secara baik tetapi mudah untuk memperolehnya kembali. Data semacam itu belum dapat
secara langsung digunakan untuk memberikan intervensi bagi anak berkesultan belajar tetapi
dapat memberikan gambaran umum tentang anak.
Jika data umum tentang anak telah tersedia guru remedial atau diagnotisan dapat
menggunakan instrument asesmen formal ataupun informal. Mengingat instrument asesmen
formal untuk kesulitan belajar mambaca masih sukar diperoleh maka berikut hanya
dibicarakan instrumen . ada tiga jenis instrument asesmen informal yang dibicarakan, yaitu
untuk mengetahui kemampuan bahasa lisan dan membaca pemahaman.
a. Membaca lisan
Menurut Hatgrove dan Poteet( 1984) ada tiga belas jenis perilaku yang mengindikasikan
bahwa anak berkesulitan belajar membaca lisan. Adapun berbagai perilaku tersebut adalah
:
1) menunjuk tiap kata yang sedang dibaca.
2) menulusuri tiap baris yang sedang dibaca dari kiri kanan dengan jari.
3) menulusuri tiap baris bacaan kebawah dengan jari
4) menggerakkan kepala bukan matanya yang bergerak
5) menempatkan buku dengan cara yang aneh
6) menempatkan buku terlalu dekat dengan mata
7) sering melihat pada gambar jika ada
8) mulutnya komat-kamit waktu membaca
9) membaca kata dengan kata
10) membaca terlalu dekat

11) membaca tanpa ekspresi


12) melakukan analisis tetapi tidak mengintesiskan, dan
13) adanya nada suara yang aneh atau tegang yang menandakan keputusasaan
b. Membaca pemahaman
Menurut Ekwall seperti dikutip oleh Hargrove dan poteet ( 1984), ada tujuan kemampuan
yang ingin dicapai melalui membaca pemahaman yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

mengenal ide pokok suatu bacaan


mengenal detail yang penting
mengembangkan imajinasi visual
meramalkan hasil
mengikuti petunjuk
mengenak organisasi karangan
membaca kritis

Untuk melatih anak membaca pemahamn guru biasannya menugaskan kepada anak untuk
membaca yang dikenal dengan membaca dalam hati. Dengan demikian, tujuan membaca
dalam hati pada hakikatnya sama dengan membaca pemahaman.
B. ISU SENTRAL
1. Contoh Kasus
Dalam teori-teori telah dijelaskan bagaimana permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak
penyandang disleksia. Dalam isu sentral kali ini saya akan membahas membaca suatu kasus
atau menganalisis kasus.
Pada suatu ketika ada seorang ibu yang mengeluhkan tentang perilaku anaknya, sebut saja
rudi. Rudi adalah seorang anak kelas 2 SD yang saat ini tidak ingin sekolah lagi. Nilai yang
diperoleh Rudi semakin menurun dibanding sebelumnya. Rudi juga enggan mengerjakan PR
bahasa Indonesia yang diberikan oleh gurunya dengan alasan bosan dan sudah bisa. Dengan
penuh kesabaran ibunya menunjuk Rudi untuk mengerjakan soal bahasa Indonesianya itu.
Sebelum menjawab pertayaan yang tersedia Ibu meminta Rudi untuk membaca cerita pendek
yang ada pada buku pegangan miliknya. Namun betapa kaget dan shock ibunya saat
mengetahui bahwa Rudi masih mengeja satu per satu huruf dari cerita pendek tersebut.
Kemudian ibunya pun mendatangi gurunya dan menanyakan keadaan rudi jika disekolah.
Gurunya menjelaskan bahwa Rudi adalah siswa yang patuh, dan selalu memerhatikan guru

saat diberi penjelasan. Namun rudi sering terlihat malas dan tidak mau mengerjakan terutama
saat pelajaran bahas, mencongak atau membaca saat ini ibunya merasa kebingungan atas apa
yang terjadi pada anaknya. Diantara kebingungannya, sang ibu kemudian membawa Rudi ke
seorang psikolog dan menekuna jawabannya bahwa Rudi mengalami disleksia.
Contoh kasus tersebut merupakan suatu persoalan yang sering dialami oleh orang tua.
Tidak jarang pula orang tua mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi persoalan yang
sedang menimpa anaknya. Permasalahan anak disekolah banyak disebabkan karena anak
mengalami kesulitan dalam belajar. Anak dengan permasalahan belajar biasanya mempunyai
permasalahan yang khusus yakni mengalami kesulitan membaca, sedangkan intelegensinya
normal dan tidak mempunyai penyimpanan lain.

2. Penanganan
Orang tua harus lebih peka terhadap anaknya dan mencari tahu bagaimana cara
menangani anak yang mempunyai kesulitan seperti yang dikemukakan diatas. Orang tua harus
mengetahui apa yang sedang dialami oleh anaknya. Apa yang dialami Rudi adalah Disleksia
seperti yang sudah dibahas sebelumnya mengenai disleksia dari mulai pengertian, penyebab,
dan karakteristik yang dimiliki anak disleksia. Mungkin dengan melihat karakteristik yang
ada pada anak disleksia sehingga apabila kita sudah mengetahui permasalahan apa yang
dihadapi oleh Rudi kita bisa mencari tahu bagaimana pengananan dan metode-metode apa
saja yang dapat membantu kesulitan membaca tersebut.
Ada beberapa metode pengajaran membaca bagi anak berkesulitan belajar, yaitu:
a. Metode fernald
Fernald telah mengembangkan suatu metode pengajaran membaca multisensoris yang
sering dikenal pula sebagai metode VAKT (Visual,Audiotory,Kinesthetic, and Tactile).
Ada 4 tahapan:
1) Guru menulis kata yang hendak dipelajari diatas kertas dan krayon. Selanjutnya
anak menelusuri tulisan tersebut, melihat tulisan (visual), dan mengucapkannya
dengan keras (audiotory). Proses semacam ini diulang-ulang sehingga anak dapat
menulis kata tersebut dengan benar, bahan bacaan tersebut disimpan

2) Anak tidak terlalu lama diminta menelusuri tulisan-tulisan dengan jari, tetapi
mempelajari tulisan guru dengan melihat guru menulis, sambil mengucapkannya.
3) Tulisan di papan tulis dengan tulisan cetak, dan mengucapkan kata-kata tersebut
sebelum menulis. Pada tahap ini anak mulai membaca tulisan dari buku.
4) Pada tahap terakhir anak mampu mengingat kata-kata yang dicetak atau bagianbagian dari kata yang telah dipelajari.
b. Metode Gilingham
Metode Gilingham merupakan pendekatan terstruktur taraf tinggi bagi yang
memerlukan lima jam pelajaran selama dua tahun. Aktifitas pertama diarahkan pada
belajar berbagai bunyi huruf dan perpaduan huruf-huruf tersebut. Anak menggunakan
teknik menjiplak untuk mempelajari berbagai huruf. Bunyi-bunyi tunggal huruf
selanjutnya dikombinasikan ke dalam kelompok-kelompok yang lebih besar dan
kemudian program fonik diselesaikan.
c. Metode analisis Glass
Metode ini merupakan suatu metode pengajaran melalui pemecahan sandi kelompok
huruf dalam kata. Metode ini bertolak dari asumsi yang mendasari membaca sebagai
pemecahan sandi atau kode tulisan.
Ada dua asumsi yang mendasari metode ini,
Pertama, proses pemecahan sandi (decoding) dan membaca (reading) merupakan
kegiatan kegitan berbeda.
Kedua, pemecahan sandi mendahului membaca. Pemecahan sandi didefinisikan
sebagai menetukan bunyi yang berhubungan dengan suatu kata tertulis secara tepat.
Membaca didefinisikan sebagai menurunkan makna dari kata-kata yang berbentuk
tulisan . jika anak tidak dapat melakukan pemecahan sandi tulisan secara efisien.
Maka mereka tidak akan membaca.
Metode anlisis Glass, anak dibimbing untuk mengenal kelompok-kelompok huruf
sambil melihat kata secara keseluruhan. Metode ini menekankan pada latihan
audiotoris dan visual yang terpusat pada kata yang sedang dipelajari. Materi yang
diperlukan untuk mengajar mengenal kelompok-kelompok huruf dapat dibuat oleh
guru.
Lerner (1988), Glass mengemukakan adanya empat langkah dalam mengajarkan kata
yaitu:

10

1) Mengidentifikasi keseluruhan kata, huruf, dan bunyi kelompok-kelompok huruf


2) Mengucapkan bunyi-bunyi kelompok huruf dan huruf
3) Menyajikan kepada anak, huruf atau kelompok huruf dan meminta untuk
mengucapkannya
4) Guru mengambil beberapa huruf pada kata tertulis dan anak diminta mengucapkan
kelompok huruf yang masih tersisa.
Metode phonic ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang
mengalami problem disleksia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut,
metode ini dapat dikemas dalam bentuk buku ataupun software. Berikut ide-ide yang dapat
membantu anak anda denga phonics dan membaca.

Sisihkan waktu setiap hari untuk membaca


Tundahlah sesi jika anak terlalu lelah, lapar, atau mudah marah hingga dapat

memusatkan perhatian
Jangan melakukan sesuatu yang berlebihan pada saat pertama, mulailah dengan

sepuluh atau lima belas menit sehari


Tentukan tujuan yang dapat dicapai satu hari sebanyak satu halaman dari buku phonis

atau buku bacaan


Bersikaplah positif dan pujilah anak anda ketika dia membaca dengan benar. Ketika
dia membuat kesalahan, berssabarlah dan bantu dia untuk membenarkan kesalahan.

Jika dia ragu-ragu berikan waktu sebelum anda terburu-buru member bantuan
Pastikan bahwa anak tidak hanya melafalkan kata-kata, tetapi merasakannya juga.

Tanyakan pendapatnya tentang cerita atau karakter-karakter dalam cerita tersebut


Mulailah dengan membaca dengan suara keras untuk memancing anak. Kemudian
mintalah anak mebaca terusan ceritanya untuk mengetahui apa yang akan terjadi

selanjutnya.
Variasikan aktifitas dengan meluangkan beberapa sesi untuk meluangkan beberapa
sesi untuk melakukan permainan kata-kata sebagai ganti aktifitas membaca, atau
mintalah anak untuk mengarang sebuah cerita, tulislah cerita tersebut, dan mintalah ia

untuk mebaca kembali tulisan tersebut


Bacakan cerita waktu tidur, pertahankan itu. Ini akan sangat membantunya mengenal
buku dengan penuh kegembiraan. Jangan membuat sesi ini sebagai pengganti kegiatan

membaca dengan suara keras pada anak anda


Berikan hadiah padanya ketika dia melakukan sesuatu dengan sangat baik atau ketika
anda melihat perubahan yang nyata pada nilainya disekolah.

11

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Kesulitan belajar membaca sering disebut disleksia (dyslexia). Perkataan disleksia berasal
dari bahasa Yunani yang artinya kesulitan membaca. Kesulitan belajar membaca yang berat
sering disebut aleksia (alexia).
Menurut Mencer (1983) ada empat kelompok karakteristik kesulitan belajar membaca,
yaitu berkenaan dengan (1) kebiasaan membaca, (2) kekliruan mengenal kata, (3) kekeliruan
pemahaman, dan (4) gejala-gejala serbaneka.
Terdapat dua macam disleksia, yaitu developmental dyslexia dan acquired dyslexia.
Developmental dyslexia merupakan bawaan sejak lahir dank arena faktor genetic atau
keturunan. Penyandang disleksia akan membawa kelainan ini seumur hidupnya atau tidak
dapat disembuhkan. Tidak hanya mengalami kesulitan membaca, mereka juga mengalami
hambatan mengeja, menulis, dan beberapa aspek bahasa yang lain. Meski demikian, anakanak penyandang disleksia memiliki tingkat kecerdassan normal atau bahkan diatas rata-rata.
Dengan penanganan khusus, hambatan yang mereka alami bisa diminimalkan.
2. Saran
Penanganan ank-anak dikelas memerlukan treatment khusus,, idealnya dalam sebuah
sekolah memiliki tenaga psikologi atau tenaga kesehatan professional, sehingga anak-anak
dikelas dapat ditangani secara khusus. Orang tua perlu dilibatkan dalam setiap pengananan
yang dilakukan.

12

Langkah yang diambil oleh pihak sekolah adalah membuat kelas khusus untuk anak
disleksia, strategi ini diluar kelas regular, merupakan langkah terbaik dibandingkan mereka
harus belajar normal bersama siswa yang lain.
Anak disleksia membutuhkan dukungan dari lingkungan sekitarnya, termasuk anggota
keluarga. Dukungan ini sangat berarti bagi anak untuk melawan disleksia. Peran orang tua
dengan menyediakan buku bacaan dirumah akan membantu anak dalam membangun rasa
percaya dirinya. Dukungan (supportive) juga dapat membantu aak berhasil dalam bidang
lainnya seperti, olahraga, hobi, dan kesenian.
Sebelum memulai treatment diperlukan evaluasi secara mendalam untuk mengetahui
permasalhan spesifik pada anak. Meskipun banyak teori yang menjelaskan mengenai
disleksia, namun tidak dapat diguanakan satu cara saja untuk treatment. Tenaga kesehatan dan
psikolog juga harus melibatkan pihak sekolah dan orang tua selama proses penanganan para
ahli akan menyusun rancangan treatment dengan beberapa aspek membaca yang melibatkan
pendengaran, penglihatan, berbicara, dan melakukan sesuatu (multisensitiv).

13

DAFTAR PUSTAKA
Agustin, Mubiar. 2011. Permasalahan Belajar dan Inovasi Pembelajaran. Redaksi Aditama.

REFERENSI
Purwanto Ngalim. 2003. Psikologi pendidikan. Rosda Jayapura: Jakarta
Abdurrahman, Mulyono. 2009. Pendidikan bagi anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT.
Rineka Cipta
KOMPAS.COM
http://www.e-dukasi.net
www.dyslexia-indonesia.org
http://wahw33d.blogspot.com/2010/11/da-vinci-dan-picasso-sukseskarena.html#ixzz1EvLr6zwx

14

Anda mungkin juga menyukai