Lembar pengesahan . i
Daftar Isi..................................................................................................................................1
Bab I Pendahuluan...........................................2
Bab II Tinjauan pustaka
1.
2.
3.
4.
Anatomi ........... 3
Histologi........................................................................................................5
Fisiologi.........................................................................................................7
Ileus
- Definisi.....................................................................................................9
- Epidemiologi............................................................................................10
- Klasifikasi.................................................................................................10
- Etiologi......................................................................................................11
- Patofisiologi...............................................................................................14
- Manifestasi Klinis......................................................................................15
- Pemeriksaan Fisik......................................................................................17
- Pemeriksaan Penunjang.............................................................................18
- Diagnosis....................................................................................................19
- Diagnosis Banding......................................................................................21
- Komplikasi..................................................................................................21
- Tatalaksana..................................................................................................21
- Prognosis......................................................................................................24
Bab III Kesimpulan.............................................................................................................25
Bab IV Daftar Pustaka ... ....27
BAB I
PENDAHULUAN
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yng merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Gangguan pasase usus dapat
disebabkan oleh obstruksu lumen usus yang disebut ileus obstruktif atau oleh gangguan
peristaltic yang selanjutnya disebut sebagai ileus paralitik.
obstruktif, iskemik, dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera
langsung atau tidak langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.
Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di Amerika
diperkirakan sekitar 300.000 400.000 menderita ileus setiap tahunnya. Di Indonesia tercatat
ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruksi tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien
rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank Data Departement Kesehatan Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Usus
1. Usus halus
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari
pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki
pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung
proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis
tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm. Usus halus dibagi menjadi duodenum,
jejenum, dan ileum.
Duodeneum
Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum.
Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa
yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada
perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum
suspensorium (penggantung).
terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media sebelah kiri,
sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada
junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior abdomen dengan
perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang dikenal sebagai messenterium
usus halus. Pangkal lipatan yang pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada
dinding posterior abdomen sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kenan dari kiri vertebra
lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan
keluar dan masuknya cabang-cabang arteri vena mesenterica superior antara kedua lapisan
peritoneum yang memgbentuk messenterium.
Pada usus halus, arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat dibawah
arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian atas
duodenum adalah arteri pancreaticoduodenalis superior, suatu cabang arteri gastroduodenalis.
Sedangkan bagian bawah duodenum diperdarahi oleh arteri pancreaticoduodenalis inferior,
suatu cabang arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi
jejunum dan ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arcade.
Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan
lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Pembuluh limfe duodenum mengikuti arteri dan mengalirkan cairan limfe ke atas
melalui nodi lymphatici pancreoticoduodenalis ke nodi lymphatici gastroduodenalis dan
kemudian ke nodi lymphatici coeliacus: dan ke bawah, melalui nodi lymphatici
2. Usus besar
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki
(sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah
pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin
dekat anus semakin kecil.3
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua
atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum
ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, desendens dan sigmoid.
Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati,
menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon ascendens
membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum
menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli Dekstra sampai fleksura koli
sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah,
membentuk fleksura koli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon
descendens. Kolon sigmoid mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan
lanjutan kolon descendens. Ia tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk
lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki
bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan
turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Disisni rektum
melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum.
Pada usus besar, arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan
(sekum, kolon ascendens, dan dua pertiga proksimal kolon transversum) dengan cabangnya
yaitu ; arteri ileokolika, arteri kolika dekstra, arteri kolika media, serta arteri
pancreaticoduodenalis inferior dan arteri mesenterika inferior memperdarahi bagian kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal
rektum) melalui arteri kolika sinistra, arteri sigmoidalis, dan arteri hemoroidalis superior.
Pembuluh limfe sekum berjalan melewati banyak nodi lymphatici mesentericus dan
akhirnya mencapai nodi lymphatici msentericus superior Pembuluh limfe untuk kolon
mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe yang terletak di sepanjang perjalanan arteri vena
kolika. Untuk kolon ascendens dan dua pertiga dari kolon transversum cairan limfenya akan
masuk ke nodi limphatici mesentericus superior, sedangkan yang berasal dari sepertiga distal
kolon transversum dan kolon descendens akan masuk ke nodi limphatici mesentericus
inferior.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf ototonom dengan perkecualian
sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar (Price & Wilson, 1994). Sekum,
appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis
nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi
oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis
berjalan dari pleksus mesentericus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya
mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf
parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut
simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus.
Perangsangan
simpatis
menyebabkan
penghambatan
sekresi
dan
kontraksi,
serta
B. Histologi Usus
1. Usus halus
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan :
a. Tunika serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap diatas duodenum, hampir
lengkap didalam usus halus mesenterika, ke kecualian pada sebagian kecil, tempat
lembaran visera dan mesenterika peritoneum bersatu pada tepi usus.
b. Tunika muskularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunika
muskularis usus halus. Ia paling tebal didalam duodenum dan berkurang tebalnya
ke arah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinal dan lapisan dalamnya stratum
sirkular. Yang terakhir membentuk masa dinding usus. Pleksus mienterikus saraf
(auerbach) dan saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.
c. Tela submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara tunika
muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak dibawah
mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh
limfe. Disamping itu, disini ditemukan neuro pleksus meissner.
d. Tunika mukosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun dalam lipatan
sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-masing
lipatan ini ditutup dengan tonjolan villi. Usus halus ditandai oleh adanya tiga
struktur yang sangat menambanh luas permukaan dan membantu fungsi absorbs
yang merupakan fungsi utamanya :
1) Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang
dinamankan valvula koniventes (lipatan Kerkringi) yang menonjol kedalam
lumen sekitar 3 sampai 10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan
jejunum dan menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini
menyerupai bulu pada radiogram.
2) Villi merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya
sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5
1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran
mukosa menyerupai beludru.
3) Mikrovilli merupakan tonjolan yang menyerupai jari-jari dengan panjang
sekitar 1 pada permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengn
mikroskop electron dan tampak sebagai brush border pada mikroskop cahaya.
Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah
sekitar 2000 cm2. Valvula koniventes, villi
menambah luas permukaan absorbs sampai 2 juta cm2, yaitu meningkat seribu
kali lipat.
2. Usus besar
Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan
tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pasa usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus
besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia coli. Taenia
bersatu pada sigmoid distal, dengan demikian rectum mempunyai satu lapisan otot
longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada usus, hal ini menyebabkan
usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak
dan melekat disepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan
mukosa usus halus dan tidak mengandung villi atau rugae. Kriptus Lieberkun (kelenjar
intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet daripada usus halus.
C.
Fisiologi Usus
1. Usus halus
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan-
bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan
lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus enterikus).
Banyak diantara enzim-emzim ini terdapat pada brush border villi dan mencernakan zat-zat
makanan sambil diabsorbsi.
Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu
segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon (Sjamsuhidajat
Jong, 2005). Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan
sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari
salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan
suplai kontinyu isi lambung.
mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan berkontraksi secara lokal. Tiap
kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1-4 cm. Pada saat satu segmen usus
halus yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen lainnya segera akan memulai
kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus berelaksasi, makanan akan kembali ke
posisinya semula. Gerakan ini berulang terus sehingga makanan akan bercampur dengan
enzim pencernaan dan mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya
terjadi absorbsi.
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang
merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi
segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7 kali/menit
pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan menuju ke arah kolon
dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian proksimal lebih cepat
daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan biasanya menghilang
setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm.
Absorpsi adalah pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan
protein (gula sederhana, asam-asam lemak dan asa-asam amino) melalui dinding usus ke
sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sesl-sel tubuh. Selain itu air, elektrolit dan
vitamin juga diabsorpsi. Absorbsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme transpor aktif
dan pasif.
2. Usus besar
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir
isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorpsi air dan elektrolit, yang
sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir
yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung.
Kolon mengabsorpsi air, natrium, khlorida, dan asam lemak rantai pendek serta
mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga keseimbangan air
adan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500 ml/hari, semua, kecualim100200 ml diabsorpsi, paling banyak di proksimal. Kapasitas sekitar 5 l/hari.
Gerakan retrograd dari kolon memperlambat transit materi dari kolon kanan,
meningkatkan absorpsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang paling umum,
mengisolasi segmen pendek dari kolon, kontraksai ini menurun oleh antikolinergik,
meningkat oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa merupakan pola yang kurang umum,
pendorong antegrad melibatkan segmen panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang,
tekanan 100-200 mmHg, tiga sampai empat kali sehari, terjadi dengan defekasi.
Gas kolon berasal dari udara yang ditelan, difusi dari darah, produksi intralumen.
Nitrogen, oksigen, karbon dioksida, hidrogen, metan. Bakteri membentuk hidrogen dan
metan dari protein dan karbohidrat yang tidak tercerna. Normalnya 600 ml/hari.
D.
Ileus
1. Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi
usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakakan. Gangguan pasase
usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus yang disebut ileus mekanik atau
oleh gangguan peristaltik yang selanjutnya disebut sebagai ileus paralitik.
Ileus mekanik adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana merupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau mengganggu jalannya isi usus, yaitu
oleh karena kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus terhalang dan
tertimbun dibagian proksimal dari sumbatan, sehingga pada daerah proksimal
tersebut akan terjadi distensi atau dilatasi usus. Dapat terjadi pada usus halus
maupun usus besar.
Ileus paralitik disebut juga adinamik ileus, adalah keadaan dimana usus gagal
atau tidak mampu melakukan kontraksi peristaltic untuk menyalurkan isinya.
2. Epidemiologi
Obstruksi usus halus menempati sekitar 20% dari seluruh pembedahan darurat,
dan mortalitas dan morbiditas sangat bergantung pada pengenalan awal dan
diagnosis yang tepat. Hernia strangulate adalah salah satu keadaan darurat yang
sering dijumpai oleh dokter bedah dan merupakan penyebab obstruksi usus
terbanyak. Mc iver mencatat 44% dari osbtruksi mekanik usus disebabkan oleh
hernia eksterna yang mengalami strangulasi.
Walaupun di negara berkembang seperti Indonesia , adhesi bukanlah sebagai
penyebab utama terjadinya obstruksi usus. Penyebab tersering obstruksi usus di
Indonesia adalah hernia, baik sebagai penyebab obstruksi sederhana (51%) maupun
obstruksi usus strangulasi (63%).
10
Adhesi pasca operasi timbul setelah terjadi cedera pada permukaan jaringan,
sebagai akibat insisi, kauterisasi, jahitan atau mekanisme trauma lainnya. Dari
laporan terakhir pasien yang telah menjalani sedikitnya operasi intra abdomen, akan
berkembang adhesi satu hingga lebih dari sepuluh kali. Obsruksi usus merupakan
salah satu konsekuensi klinik yang penting. Di Negara maju adhesi intra abdomen
merupakan penyebab terbanyak terjadinya obstruksi usus. Pada pasien digestif yang
memerlukan tindakan reoperasi, 30-41% disebabkan obstruksi usus akibat adhesi.
Untuk obstrusi usus akibat adhesi halus, proporsi ini meningkat hingga 65-75%.
3. Klasifikasi
a. Ileus mekanik
1) Berdasarkan lokasi obstruksi
Letak tinggi : bila mengenai usus halus (gaster-ileum terminal)
Letak rendah : bila mengenai usus bersar (ileum terminal-anus)
2) Berdasarkan sifat sumbatan
Partial obstruction : terjadi sumbatan sebagian lumen.
Simple obstruction : terjadi sumbatan total yang tidak disertai terjepitnya
pembuluh darah. Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan oleh
tumor atau askaris.
Strangulated obstruction : terjadi jepitan pembuluh darah sehingga terjadi
iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai
dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari jaringan
gangren. Biasanya terjadi pada obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia,
invaginasi, adhesi, dan volvulus.
3) Berdasarkan kecepatan timbul (speed of onset) :
Akut : dalam hitungan jam
Kronik : dalam hitungan minggu
Kronik dengan serangan akut
b. Ileus neurogenik
1) Adinamik/ileus paralitik : ileus timbul karena adanya lesi saraf (terjepit,
peritonitis umum) sehingga terjadi paralisis yang berakibat ileus paralitik.
11
4. Etiologi
Tabel 1. Klasifikasi ileus berdasarkan etiologi
Ekstramural
Adhesi
Hernia inkarserata
Neoplasma
Abses, hematoma
Volvulus
Intramural
Intususepsi
Penyakit Crohn
Kongenital (volvulus)
Striktur
Ileus paralitik
Intraluminar
Batu empedu
Benda asing
Impaksi fekal
12
mati akibat permberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan cacing
beresiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan perforasi.
e. Penekanan ekternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi,
dan
penumpukan cairan.
f. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut
selama masa infeksi atau karana striktur yang kronik.
g. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti
malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab osbtruksi usus besar.
h. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu
menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit diusus halus, umumnya pada bagian ileum terminal
atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
i. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskemia, inflamasi, terapi
radiasi, atau trauma operasi.
Intrathorak (pneumonia)
13
5. Patofisiologi
Peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
fungsional. Perbedaan utama adalah obstruksi paralitik di mana peristaltik dihambat
dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat,
kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang
bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan atau
penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.
Sehingga terjadi pengumpulan isi lumen usus berupa gas dan cairan pada bagian
proksimal tempat pemyumbatan yang menyebabkan pelebaran dinding usus (distensi).
Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
intraluminal sehingga terjadi hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian
akumulasi cairan dan gas semakin bertambah sehingga menyebabkan distensi usus
sebelah proksimal sumbatan. Selain hipersekresi meningkat, kemampuan absorbsi usus
pun menurun, sehingga terjadi kehilangan volume sistemik yang besar dan progresif.
Hal ini dapat menyebabkan terjadinya syok hipovolemik.
Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat sebagai kompensasi
adanya sumbatan atau hambatan. Bila obstruksi terus berlanjut dan terjadi peningkatan
tekanan intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak berkontraksi dengan baik
dan bising usus menjadi tidak teratur dan hilang. Peningkatan tekanan intraluminal dan
14
adanya distensi menyebabkan gangguan vaskuler terutama statis vena. Dinding usus
menjadi udem dan terjadi translokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang
disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala sistemik.
Efek lokal perengangan usus adalah iskemik akibat nekrosis disertai absorbsi toksintoksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. Hal ini biasanya
terjadi pada obstruksi usus dengan strangulasi. Bahaya umum dari keadaan ini adalah
sepsis.
Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai
gangguan vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi usus dan
udara akan berkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian
proksimal dari usus mengalami distensi dan bagian distalnya kolaps. Fungsi sekresi dan
absorbsi membran mukosa usus menurun dan dinding usus menjadi endema dan
kongesti. Distensi intestinal yang berat dengan sendirinya secara terus menerus dan
progresif akan mengacaukan peristaltik dan fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan
risiko terjadinya dehidrasi, iskemik, nekrosis, perforasi, peritonitis dan kematian.
6. Manifestasi klinik
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya terjadi
pada obstruksi letak tinggi, bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala dominan
adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan
bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi. Pada ileus paralitik gejala yang mungkin
tampak seperti perut kembung tidak disertai kolik abdomen, anorexia, mual, obstipasi.
Pada auskultasi suara usus (peristaltik) melemah atau suara usus menghilang.
Obstuksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus atau baian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare.
Kadang-kadang dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya
mempunyai gejala klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada usus halus.
Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen,
muntah jarang terjadi.
Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah yang
terdiri dari cairan jernih hijau atau kuning dan terlihat dini dalam perjalanan. Usus
didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat distensi. Jika obstruksi di distal
15
di dalam usu halus atau kolon, maka muntah timbul lambat dan setelah munculdistensi.
Muntahnya kental dan berbau busuk (fekulen) sebagai hasil pertumbuhan bakteri
berlebihan sekunder terhadap stagnasi.
Nyeri perut bervariasi dan bersifat interminttent atau kolik dengan pola naik turun.
Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus
++
simple
(Kolik)
Distensi
+
Muntah
borborigmi
+++
Bising usus
Ketegangan
abdomen
Meningkat
16
tinggi
Obstruksi
+++
simple
(Kolik)
Lambat,
rendah
Obstruksi
++++
fekal
+++
strangulasi
(terus-
Paralitik
+++
++
Meningkat
Tak tentu
menerus
Biasanya
terlokasir)
+
meningkat
Menurun
++++
7. Pemeriksaan fisik
Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi
postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang-kadang dapat meningkat.
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan:
Inspeksi
- Abdomen tampak distensi
- Dapat ditemukan Darm Contour (gambaran usus) dan Darm Steifung (gambaran
gerakan usus)
- Benjolan pada regio inguinal, femoral dan skrotum menunjukkan suatu hernia
inkarserata
- Pada Intussusepsi dapat terlihat massa abdomen berbentuk sosis
- Bila ada bekas luka operasi sebelumnya dapat dicurigai adanya adhesi
Auskultasi
Hiperperistaltik, berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum) menjadi
bunyi metalik (klinken) / metallic sound. Pada fase lanjut bising usus dan
peristaltik melemah dampai hilang.
Perkusi
Hipertimpani. Pada obstruksi usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.
Palpasi
Kadang teraba massa seperti pada tumor, invaginasi, hernia. Dan pada obstruksi
usus dengan strangulasi dapat ditemukan ascites.
Pada obstruksi usus dengan strangulasi didapatkan adanya rasa nyeri abdomen
yang hebat dan bersifat menetap makin lama makin hebat, demam, takikardi, hipotensi
dan gejala dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan abdomen
tampak distensi, didapatkan ascites dan peristaltik meningkat (bunyi Borborigmi). Pada
tahap lanjut di mana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan hilang.
17
Adanya feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya
keganasan dan intusepsi.
8. Pemeriksaan penunjang
Laboratotium
Tes laboratorium
obstruksi
strangulasi
dibandingkan
27%
- 44%
pada
obstruksi
18
mengetahui adanya udara bebas yang terletak dibawah diafragma kanan yang
menunjukkan adanya perforasi.
CT scan kadang-kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi
usus halusuntuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada
obstruksi usus besar yang dicurigai adanya anses maupun keganasan.
Herring bone
Multipel air fluid
appearance Gambar 6. Foto polos abdomen
level
9. Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit, salah satu yang hampir selalu harus
ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kepercayaan atas
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaaan radiologi harus dilihat sebagai konfirmasi
dan bukan menunda mulainya terapi yang segera. Diagnosa ileus obstruktif diperoleh
dari:
a. Anamnesia
Pada anamnesia ileus obstruktif diperoleh usus halus biasanya sering dapat
ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah
dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia. Pada ileus obstruktif usu halus kolik
dirasakan di sekitar umbilikus, sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik
dirasakan di sekitar suprapublik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna
kehijauan dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
b. Pemekrisaan Fisik
1) Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisasi dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
19
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen.
Terkadang dapat dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa berkorelasi
dengan mulainya nyeri kolik yang disertai mual dan muntah. Penderita
tampak gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik.
2) Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik
gemerincing logam bernada tinggi dan gelora (rush) diantara masa tenang.
Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas
telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa
tidak ada atau menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan
dalam ileus paralitikus atau ileus obstruktif strangulata.
3) Perkusi
Pada ileus obstruktif didapatkan timpani di seluruh lapang abdomen.
4) Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau
nyeri tekan, yang mencakup defance musculair involunter atau rebound
dan pembengkakan atau massa yang abnormal.
5) Rectal Toucher
- Isi rektum menyemprot : Hirschprung disease
- Adanya darah dapat menyokong adanya strangulasi, neoplasma
- Feses yang mengeras : skibala
- Feses negatif : obstruktif usus letak tinggi
- Ampula rekti kolaps : curiga obstruktif
- Nyeri tekan : lokal atau general peritonitis
c. Laboratorium
Leukositosis, biasanya terjadi bila terdapat strangulasi, tetapi hitung darah
putih yang normal dan tidak menyamping strangulasi. Peningkatan amilase serum
kadang-kadang ditemukan pada asemua bentuk ileus obstruktif, khususnya jenis
strangulasi.
d. Radiologi
Pemeriksaan sinar-X bisa sangat bermanfaat dalam mengkonformasi diagnosis
ileus obstruktif serta foto abdomen tegak dan berbaring harus yang pertama dibuat.
Adanya gelung usus terdistensi dengan batas udara-cairan dalam pola tangga pada
film tegak sangat menggambarkan ileus obsruktif sebagai diagnosis. Dalam ileus
obstruktif usus besar dengan katup ileocaecalis kompeten, maka distensi gas dalam
kolon
merupakan
satu-satunya
gambaran
penting.
Penggunaan
kontras
20
Appensicitis akut
Konstipasi
Pancreatitis akut
(Nobie, 2009)
11. Komplikasi
Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruktif
usus. Isis lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil
produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalamai strangulasi
mungkin mengalami perforasi dan mengluarkan materi tersebut ke dalam rongga
poritoneum. Tetapi meskipun usus tidak mengalami perforasi bakteri dapat melintasi
usus yang permeabel tersebut dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah
bening dan mengakibatkan syok septik.
12. Penatalaksanaan
a. Ileus Obstruktif
Pre-operatif
Dasar pengobatan obstruktif usus meliputi :
a. Penggantian kehilangan cairan dan elektrolit ke dalam usus lumen sampai
pencapaian tingkat normal hidrasi dan konsentrasielektrolit bisa dipantau
dengan mengamati pengeluaran urin (melalui kateter), tanda vital, tekanan
vena dan pemeriksaan laboratorium berurutan.
b. Pemasangan foley kateter (pasang DC) monitor urin output
c. Dekompresi traktur gastrointestinal dengan sonde yang ditempatkan
intralumen
dengan
tujuan
untuk
dekompersi
lambung
sehingga
21
22
- Penderita dipuasakan
- Kontrol status airway, breathing and circulation.
- Dekompresi dengan nasogastrictube.
- Intravenousfluidsandelectrolyte
- Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.
Farmakologis
- Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.
- Analgesik apabila nyeri.
- Prokinetik: Metaklopromide, cisapride
- Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin
- Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagoni
Operatif
- Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis.
- Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau rupture usus.
- Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.
Pintas usus : ileostomi, kolostomi.
Reseksi usus dengan anastomosis
Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi
13. Prognosis
Ileus Obstruktif :
Ileus Paralitik :
Bila ileus hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan
berlangsung sekitar 24-72 jam
Bila penyebab primer dari ileus cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih
baik.
(Nobie, 2009)
23
BAB III
KESIMPULAN
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yng merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus Mekanik adalah obstruksi
lumen usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau mengganggu
jalan isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik. Ileus paralitik adalah keadaan dimana
usus gagal atau tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya
(kegagalan neurogenik).
Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah,
perut distensi dan tidak bisa buang air besar serta flatus. Pada ileus paralitik gejala yang
mungkin tampak seperti perut kembung tidak disertai kolik abdomen, anorexia, mual,
obstipasi. Dari pemerikasaan fisik didapatkan adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala
dehidrasi yang berat. Pada pemeriksaan abdomen yang terlihat adalah abdomen yang distensi,
terdapat Darm Contour dan Darm Steifung, pada auskultasi terdapat hiperperistaltik berlanjut
dengan Borborygmi (bunyi usus mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) atau metallic
sound. Pada fase lanjut, bising usus dan peristaltik melemah sampai hilang. Pada foto posisi
tegak akan didapatkan bayangan air fluid level yang banyak di beberapa tempat yang tampak
terdistribusi dalam susunan tangga (step ladder appearance), juga terlihat gambaran distensi.
24
menghilangkan
peregangan
dan
muntah
dengan
dekompresi
traktus
gastrointestinal, mengatasi peritonitis dan syok bila ada serta menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi kembali normal dengan cara operasi. Prognosis baik
bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan segera.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Geneser, F. 1994. Histologi Usus Besar. Dalam : Andrianto, P., Oswari, J. Editors.
Buku Ajar Bedah Bagian 1. Jakarta. EGC.
2.
Guyton A.C., Hall J.E. 2005a. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi ke- 9. Jakarta :
EGC
3.
Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mttox K
L. Editors. Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern surgical
4.
5.
25