Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
korban
pembunuhan
masal
kadang-kadang
perlu
dilakukan
untuk
membuktikan adanya pelanggaran hak asasi manusia, korban Tsunami di Thailand yang
tidak lama sesudah dikubur, digali dan diperiksa kembali untuk memastikan identitas
korban. Bagaimana pun secara hukum diperlukan kepastian bahwa seseorang (korban) telah
mati. Bila berkaitan dengan klaim asuransi jiwa misalnya, tentu harus ada bukti dari dokter
bahwa pemegang polis telah meninggal, namun bila jumlah korban begitu besar seperti yang
terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam akan sulit juga untuk membuktikan siapa-siapa yang
telah meninggal.1
Untuk korban yang dikubur secara diam-diam, bukanlah hal yang aneh kalau harus
diperiksa untuk proses penyidikan. Dapat juga terjadi korban yang telah diperiksa melalui
autopsy kemudian harus digali dan diperiksa kembali. Kasus Marsinah yang terkenal di
Indonesia, atau kasus Contemplation, tenaga kerja warga Filiphina yang meninggal di
Singapura, terpaksa diperiksa ulang melalui penggalian mayat. Pada kasus Marsinah
penggalian kubur dilakukan sampai 2 kali. Bagi dokter, pemeriksaan mayat melalui
penggalian mayat ini betul-betul merupakan tantangan yang berat, sehingga pada umumnya
mereka akan merujuk ke bagian kedokteran kehakiman di rumah sakit terdekat. Sebetulnya
setiap dokter dimanapun berada harus sanggup melakukan pemeriksaan ini, yang diperlukan
dokter di daerah dalam hal penggalian mayat ini sesungguhnya hanya ketabahan melakukan
pemeriksaan, karena umumnya mayat masih sangat bau. Pada penggalian mayat di daerah
perlu kesepakatan dokter dengan penyidik apakah pemeriksaan korban dapat dilakukan
dokter setempat atau dirujuk ke dokter spesialis forensik.1
Dalam beberapa tahun terakhir ini, kita seringkali membaca berita mengenai
peristiwa kejahatan, misalnya kasus penganiayaan, pembunuhan, dan kematian mendadak.
Di masyarakat, kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh dan
nyawa manusia. Untuk pengusutan dan penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini di
tingkat lebih lanjut sampai akhirnya pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan
berbagai ahli di bidang terkait untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan
antara tindakan yang satu dengan yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut.
Pada tingkat penyelidikan sebetulnya penegak hukum belum tahu sama sekali apakah suatu
peristiwa (misalnya ditemukannya mayat di pantai atau di suatu gudang) merupakan
peristiwa pidana atau bukan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyelidikan dan dalam rangka
itu penyelidik dapat meminta bantuan dokter, dalam kapasitasnya sebagai ahli.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.
3.
4.
Pada kasus dimana penguburan baru dilakukan, maka pemeriksaan harus segera
dilakukan, tetapi bila penguburan sudah satu bulan atau lebih maka penggalian mayat
dapat ditunda untuk mencari waktu yang tepat dan persiapan yang diperlukan, sebab
penundaan tidak akan membawa pengaruh buruk terhadap pemeriksaan, apalagi kalau
yang tertinggal diduga hanya tulang belulang saja.1
Mengenai pelaksanaan penggalian mayat sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk
mendapatkan cahaya yang cukup terang, udara masih segar, matahari belum terlalu terik
dan terlebih penting lagi menghindari kerumunan masyarakat yang sering mengganggu
pemeriksaan. Bila tidak memungkinkan dilakukan pada pagi hari, pemeriksaan dapat
dilakukan pada siang hari dalam cuaca yang baik. Penggalian mayat pada sore hari
sebaiknya dihindari, karena bila berlangsung lama bisa masuk ke malam hari.1
2.1.4 Persiapan penggalian jenazah
Dokter harus mendapat keterangan yang lengkap tentang peristiwa kematian atau
modus operandi kejahatan, supaya dokter dapat memusatkan perhatian dan pemeriksaan
kepada hal yang dicurigai. Begitu pula sebelum penggalian dilakukan, identitas mayat
harus telah diberikan kepada dokter, terutama mengenai jenis kelamin, umur, panjang
badan, warna atau panjang rambut, keadaan gigi geligi, tato kalau ada, cacat didapat atau
bawaan dan lain-lain.
Biasanya pemeriksaan dilakukan di tempat, mayat tidak dibawa ke rumah sakit,
hanya pada keadaan tertentu saja mayat harus dibawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan.
Oleh karena itu, perlengkapan autopsy harus dibawa ke lokasi, termasuk ember, toples
bersih yang belum dipakai, alkohol 95 % sebanya 2 liter atau lebih, formalin 10 %
sebanyal 1 liter, kantong plastik untuk membawa sampel tanah, sabun, kapas dan kain
kasa. Sementara itu di lokasi sudah disediakan tenda lengkap dengan dinding penutup,
meja pemeriksaan, air, wadah dan perlengkapan pengangkatan mayat.1
2.1.5 Pelaksanaan penggalian jenazah
Pada saat pelaksanaan penggalian mayat haruslah hadir:
a. Penyidik/ polisi beserta pihak keamanan
b. Pemerintah setempat/ pemuka masyarakat
c. Dokter beserta pembantunya
d. Keluarga korban/ ahli waris korban
e. Petugas pemakaman/ penjaga kuburan
f. Penggali kuburan
Daerah di sekitar penggalian mayat haruslah dijaga oleh petugas kepolisian, oleh
karena kemungkinan dapat menimbulkan gangguan pada waktu penggalian dan
pemeriksaan berlangsung.
Pertama tentu diperlukan pengenalan dan pemastian dimana korban dikubur,
sehubungan dengan hal ini peranan petugas pemakaman atau penjaga kuburan dan
keluarga korban sangatlah penting agar tidak salah dalam melakukan pembongkaran
kuburan. Setelah identifikasi kuburan sudah jelas dan tepat, barulah kuburan digali oleh
petugas penggali kuburan, setelah peti tampak, lalu diukur jaraknya dari atas permukaan
tanah sampai ke peti. Panjang, lebar dan tinggi peti tersebut diukur dan diidentifikasi oleh
keluarga korban.1
penguburan kembali, dan hal ini sangat diharapkan oleh pihak keluarga atau ahli waris
korban.
Pemeriksaan di kamar mayat memang lebih baik, dalam arti pemeriksaan dapat
dilakukan dengan tenang tanpa harus ditonton oleh masyarakat banyak sebagaimana bila
dilakukan di tempat penggalian mayat. Dengan demikin pemeriksaan di kamar mayat
diharapkan dapat dilakukan dengan lebih teliti. Petugas pemeriksa mayat haruslah
memakai masker yang telah dicelup ke dalam larutan potassium permanganas dan
memakai sarung tangan yang tebal.
Peti dibuka, mayat dikeluarkan dari peti dan diletakkan di atas meja pemeriksaan
yang telah disediakan sebelumnya di pinggir kuburan. Bila kematian korban diduga
karena keracunan, maka tanah di sekeliling mayat diambil sebanyak 500 gram dari
kekempat sisi mayat dan tanah yang setentang dengan lambung mayat (di bawah
lambung). Tanah di sekitar kuburan diambil sebagai control dan dimasukkan ke dalam
kantong plastic yang bersih dan kering untuk pemeriksaan laboratorium. Bila mayat telah
mengalami pembusukkan dan mengeluarkan cairan, maka kain pembungkus mayat harus
diambil juga untuk pemeriksaan laboratorium, terutama kain yang setentang daerah
punggung mayat.
Pemeriksaan pertama ditujukan pada daerah leher, untuk menentukan apakah ada
tanda-tanda kekerasan seperti dicekik, penyeratan atau tergantung. Perhatikan dan cari
apakah ada fraktur tulang lidah. Periksa seluruh tubuh untuk mencari kemungkinan
adanya tanda-tanda kekerasan seperti hematom, luka atau patah tulang. Jangan lupa untuk
mengenal adanya bau yang tidak lazim seperti keracunan insektisida dan lain-lain.
Bila mayat sudah hancur semuanya, maka setiap organ yang masih tinggal harus
diambil untuk pemeriksaan laboratorium. Jika organ dalam tidak dijumpai lagi maka
diambil rambut, gigi, kuku, tulang dan kulit korban yang kemudian dikumpulkan untuk
pemeriksaan lebih lanjut.
Pada kasus keracunan Arsen dan logam berat lainnya, selain tanah harus juga
diambil rambut, kuku dan tulang-tulang panjang untuk pemeriksaan laboratorium.
Perlu diingatkan, dalam pemeriksaan tubuh mayat tidak boleh disirami desinfektan
meskipun resiko penularan dari bakteri-bakteri patogen besar sekali. Tindakan ini dapat
merusak bahan-bahan pemeriksaan, terutama pada kasus-kasus keracunan. Perlu
diketahui bahwa mayat yang baru dikubur lebih berbahaya dari mayat yang sudah
mengalami pembusukan lanjut dalam penularan penyakit.
dapat membuat jelas dan terang suatu perkara pidana yang menyangkut tubuh
manusia. Bantuan dokter di TKP adalah melakukan pemeriksaan yaitu berupa
pemeriksaan korban, dan pengolahan TKP, yang meliputi pengamanan TKP,
pembuatan sketsa dan pemotretan, dan pengumpulan barang bukti. Adapun manfaat
a.
keras.
Darah
tetap
cair
karena
adanya
pembuluh
darah.
yang disebut relaksasi primer. Kemudian terbentuk rigor mortis. Setelah 36 jam
pasca mati klinis, tubuh mayat akan lemas kembali sesuai urutan terbentuknya
c.
d.
S terbalik (sigmoid).3
Pembusukan (dekomposisi)
Dekomposisi terbentuk oleh dua proses yaitu autolisis dan putrefaction.
Autolisis menghancurkan sel-sel dan organ-organ melalui proses kimia aseptik
yang disebabkan oleh enzim intraselular. Proses kimia ini, dipercepat oleh
panas, diperlambat oleh dingin, dan dihentikan oleh pembekuan atau
penginaktifasi enzim oleh pemanasan. Organ-organ yang kaya dengan enzim
akan mengalami autolisis lebih cepat daripada organ-organ dengan jumlah
enzim yang lebih sedikit. Jadi, pankreas mengalami autolisis lebih dahulu
daripada jantung.3
Onset dari putrefaction tergantung pada dua faktor utama: lingkungan dan tubuh.
Pada iklim panas, yang lebih penting dari dua faktor tersebut adalah lingkungan. Banyak
penulis akan memberikan rangkaian dari kejadian-kejadian dari proses dekomposisi dari
tubuh mayat. Yang pertama adalah perubahan warna menjadi hijau pada kuadran bawah
abdomen, sisi kanan lebih daripada sisi kiri, biasanya pada 24-36 jam pertama. Ini diikuti
oleh perubahan warna menjadi hijau pada kepala, leher, dan pundak; pembengkakan dari
wajah disebabkan oleh perubahan gas pada bakteri; dan menjadi seperti pualam. Seperti
pualam ini dihasilkan oleh hemolisis dari darah dalam pembuluh darah dengan reaksi dari
hemoglobin dan sulfida hydrogen dan membentuk warna hijau kehitaman sepanjang
pembuluh darah. Lama kelamaan tubuh mayat akan menggembung secara keseluruhan
(60-72 jam) diikuti oleh formasi vesikel, kulit menjadi licin, dan rambut menjadi licin.
Pada saat itu, tubuh mayat yang pucat kehijauan menjadi warna hijau kehitaman.3
Perkiraan saat kematian selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa
perubahan
lain
dapat
digunakan
untuk
memperkirakan
saat
mati.
f.
g.
h.
kematian
akibat
kekerasan,
pemeriksaan
terhadap
luka
harus
dapat
Untuk keperluan ini penyidik harus memperlakukan mayat dengan penuh penghormatan,
menaruh label yang memuat identitas mayat, di lak dengan diberi cap jabatan , diletakkan pada ibu jari
atau bagian lain badan mayat. Mayat selanjutnya dikirim ke Rumah Sakit (Kamar Jenazah) bersama
surat permintaan Visum et Repertum yang dibawa oleh petugas Penyidik yang melakukan pemeriksaan
TKP. Petugas penyidik selanjutnya memberi informasi yang diperlukan Dokter dan mengikuti
pemeriksaan badan mayat untuk memperoleh barang-barang bukti lain yang ada pada korban serta
keterangan segera tentang sebab dan cara kematiannya. 3
pidana meninggal dunia atau saksi yang seharusnya dapat membantu tidak ada sama sekali.
Kalaupun korban masih hidup dan ada saksi, namun keterangan mereka sering tidak
sebagaimana yang diharapkan. Korban sering mendramatisasi keterangannya agar
pelakunya dihukum berat dan saksi juga sering berkata bohong demi tujuan tertentu.
Kadang keterangan mereka saling bertentangan satu sama lain.2
Sungguh pun demikian, masih beruntung bagi penegak hukum sebab hampir setiap
tindak pidana meninggalkan barang bukti (trace evidence), yang apabila dianalisa secara
ilmiah tidak mustahil dapat membuat terang perkara pidana tersebut. Hanya sayangnya,
sebagai penegak hukum mereka tidak dibekali segala macam ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang dapat digunakan untuk menganalisa secara ilmiah semua jenis barang
bukti yang berhasil ditemukan. Oleh sebab itulah diperlukan bantuan para ahli. Dalam hal
barang bukti itu berupa mayat, orang hidup , bagian tubuh manusia atau sesuatu yang
berasal dari tubuh manusia maka ahli yang tepat adalah dokter. Alasannya karena
disamping dapat melakukan berbagai macam pemeriksaan forensik, dokter juga menguasai
ilmu anatomi, fisiologi, biologi, biokimiawi, patologi, psikiatri.
Bantuan dokter dalam melayani pemeriksaan korban diantaranya untuk pembuatan
visum et repertum (hasil pemeriksaan di TKP disebut dengan visum et repertum TKP),
sebagai saksi ahli di sidang pengadilan, penentuan identitas jenazah yang sudah tidak utuh
lagi (misalnya hanya tinggal tulang belulang), penentuan telah berapa lama luka terjadi atau
telah berapa lama korban meninggal, penentuan sebab dan cara kematian korban tindak
kekerasan dan kematian yang tidak wajar, tentang perkosaan, pemeriksaan korban
keracunan dan lain-lain. Bantuan yang diminta dapat berupa pemeriksaan di TKP atau di
Rumah Sakit. Dokter tersebut dalam pemeriksaan harus berdasarkan pengetahuan yang
sebaik-baiknya.
Pada dasarnya pelayanan visum et repertum, dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu
visum untuk orang hidup dan visum untuk orang yang telah meninggal. Yang terakhir ini
disebut visum mayat atau visum jenazah (Harus dibuat berdasarkan hasil autopsi lengkap).
yaitu visum yang dibuat oleh dokter atas permintaan yang berwenang pada orang yang
meninggal karena kekerasan, luka-luka, keracunan/diduga keracunan, kematian yang
sebabnya mencurigakan dan lain-lain.
Jadi, bilamana pihak penyidik mendapat laporan bahwa suatu tindak pidana yang
menyangkut nyawa manusia (mati), telah terjadi, maka pihak penyidik dapat minta bantuan
dari dokter untuk melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara tersebut ( dasar
hukum : Pasal 120 KUHAP ; Pasal 133 KUHAP). Bila dokter menolak untuk datang ke
tempat kejadian perkara, maka Pasal 224 KUHP, dapat dikenakan padanya. Sebelum dokter
datang ke Tempat kejadian perkara, harus diingat beberapa hal, diantaranya siapa yang
meminta datang ke TKP (otoritas), bagaimana permintaan tersebut sampai ke tangan
dokter, dimana TKP, serta saat permintaan tersebut diajukan. Meminta informasi secara
global tentang kasusnya,dengan demikian dokter dapat membuat persiapan seperlunya. Dan
perlu diingat bahwa dokter dijemput dan diantar kembali oleh penyidik.2
2.2.4Peranan Dokter Dalam Pemeriksaan Di TKP
Kehadiran dokter di TKP sangat diperlukan oleh penyidik. Peranan dokter di TKP
adalah membantu penyidik dalam mengungkapkan kasus dari kedokteran forensik. Pada
dasarnya semua dokter dapat bertindak sebagai pemeriksa di TKP, namun dengan
perkembangan spesialisasi dalam ilmu kedokteran, adalah lebih baik bila dokter ahli
forensik atau dokter kepolisian yang hadir.
Pemeriksaan kedokteran forensik di TKP harus mengikuti kententuan yang berlaku
umum pada penyidikan di TKP, yaitu menjaga agar tidak mengubah keadaan TKP. Semua
benda bukti di TKP yang ditemukan agar dikirim ke laboratorium setelah sebelumnya
diamankan sesuai prosedur. Selanjutnya dokter dapat memberikan pendapatnya dan
mendiskusikan dengan penyidik dengan memperkirakan terjadinya peristiwa dan
merencanakan langkah penyidikan lebih lanjut.
Bila perlu dokter dapat melakukan anamnesa dengan saksi-saksi untuk
mendapatkan gambaran riwayat medis korban. Adapun tindakan yang dapat dikerjakan
dokter adalah:
a.
Menentukan apakah korban masih hidup atau telah tewas, bila masih hidup upaya
terutama ditujukan untuk menolong jiwanya. Hal yng berkaitan dengan kejahatan dapat
ditunda untuk sementara.
b.
Bila korban telah tewas tentukan perkiraan saat kematian, dari penurunan suhu, lebam
mayat, kaku mayat, dan perubahan post mortal lainnya; perkiraan saat kematian berkaitan
dengan alibi daripada tersangka.
c.
Menentukan identitas atau jati diri korban baik secara visual, pakaian, perhiasan,
dokumen, dokumen medis dan dari gigi, pemeriksaan serologi, sidik jari. Jati diri korban
dibutuhkan untuk memulai penyidikan, oleh karena biasanya ada korelasi antara korban
dengan pelaku. Pelaku umumnya telah mengetahui siapa korbannya.
d.
Menentukan jenis luka dan jenis kekerasan, jenis luka dan jenis kekerasan dapat
memberikan informasi perihal alat atau senjata yang dipakai serta perkiraaan proses
terjadinya kejahatan tersebut dimana berguna dalam interogasi dan rekonstruksi. Dengan
diketahui jenis senjata, pihak penyidik dapat melakukan pencarian secara lebih terarah.
e.
Membuat sketsa keadaan di TKP secara sederhana dan dapat memberikan gambaran
posisi korban dikaitkan dengan situasi yang terdapat di TKP.
f.
3. Kondisi cuaca;
4. Kondisi pencahayaan pada malam hari
5. Apa yang terjadi - insiden;
6. Apa yang telah terjadi aktivitas sejak insiden;
7. Petugas yang bertanggung jawab atas kasus;
8. Adegan penjagaan keamanan tkp;
9. Bantuan yang diberikan di lokasi dan sumber daya lain yang sudah diminta.2
DAFTAR PUSTAKA
diakses
3. Rosfanty,
Viba
T.
2010.
Tanatologi
(Online).
2010)http://dokterrosfanty.blogspot.com/2010/12/tanatologi.html
(Available
at
diakses
24
(Available
at
Desember 2010).
4. Welywahyura.
2010.
Visum
et
Repertum
(Online).
at
(Online).
http://kisah-aneh.blogspot.com/2010/10/foto-penggalian-mayat-