Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

INTERAKSI PREDASI DAN MUTUALISME

Kelompok
Lokasi
Dosen Pendamping
Assisten

: 21
: Sekitar Kampus Unsoed
:
: Boenga Nur Cita

Oleh
Imam Agus Faisol

B1J012125

Ika Syiami Fitri

B1J012127

Danik Dian Budiarti

B1J012129

Indria Yumrotul Janah

B1J012131

Venthyana Lestary

B1J012133

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
I.

2014
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Interaksi spesies merupakan suatu kejadian yang wajar didalam suatu


komunitas, Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang
lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau
lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi
lain. Interaksi spesies anggota populasi merupakan suatu kejadian yang wajar didalam
suatu komunitas, kejadian tersebut mudah dipelajari interaksi yang terjadi antar
spesies anggota populasi akan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan ataupun
kehidupan populasi (Irwan, 2007).
Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain.
Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain
jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain.
Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita. Organisme-organisme lain tentu
ada didalam situasi natural, dan merupakan bagian yang melengkapi lingkungan.
Mereka sangat penting karena dapat menyediakan bahan makanan, menjadi tempat
berteduh atau berlindung dan melengkapi kebutuhan kebutuhan lain. Sebaliknya
diantaranya tentu ada yang merupakan tetangga yang tidak diinginkan. Interaksi yang
bermacam-macam dapat dibagi dalam dua golongan utama yaitu simbiosa dan

antagonisma. Didalam golongan pertama kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan,
dan salah satu atau kedua-duanya mendapat keuntungan, sedang dalam golongan
yang kedua salah satu pihak dirugikan.
Simbiosa berarti hidup berdampingan. Pada simbiosa mutualisme kedua
organisme saling diuntungkan. Tumbuhan atau hewan tersebut tidak menghisap
makanan dari partnernya hanya numpang tempat tinggal. Yang termasuk kategori
interaksi antagonid ialah antibiosa, eksploitasi dan kompetisi. Organisme
mengeluarkan bermacam-macam bahan dari metabolismenya. Karbondioksida atau
asam organik hasil metabolisme, yang memenuhi suatu lingkungan, sering
menghambat mahluk lain untuk melangsungkan hidup. Ada kalanya ada bahan
produksi khusus yang antagonistik terhadap spesies lain. Cendawan sering kali
mengeluarkan bahan semacam itu, seperti pinicillin, streptomycin, auromycin, ialah
bahan antibiotik yang dapat membunuh bakteria-bakteria tertentu.
Dalam sebuah ekosistem yang terdapat beberapa populasi di dalamnya, maka
akan terjadi interaksi antara individu dan populasi tersebut. Hubungan tersebut
disebut hukum interaksi. Hukum interaksi tersebut meliputi : Kompetisi, Endimis
sirpenti, Kompetisi dan Niche, Amensalisme, Interaksi Alelokemis pada

Level

Produser Dekomposer, Alelopati, Alelokemis pada level Produser-Herbivora,


Interaksi antara Tumbuhan Epifit dengan Inangnya, Interaksi antara Tali Putri dengan
Inangnya.

II.

MATERI DAN METODE


A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam acara praktikum interaksi predasi dan


mutualisme yaitu mika, gunting besar, gunting kecil, jarum pentul, penggaris, plastik,
spidol, kamera, alat tulis, tali rafia, sampul coklat dan timbangan.
Bahan-bahan yang digunakan dalam acara praktikum interaksi predasi dan
mutualisme adalah 10 daun rambutan (Nephellium lappacium) dan bintil akar, bunga
dan polong Mimosa pudica.

B. Metode
I. Pengamatan Interaksi
Acara 6. Interaksi Predasi : tingkat herbivory serangga
Di dalam terdapat 3 macam interaksi antara dua spesie, diantaranya saling
menguntungkan (++), satu organism mendapatkan keuntungan yang lainnya merugi
(+-) serta keduanya merugi (--). Interaksi antara predator dengan mangsanya
merupakan masalah satu bentuk interaksi yang terjadi antara dua spesies (+-).
Interaksi predasi dengan pemangsanya dapat diamati dari tingkat herbivory serangga
pada tumbuha. Herbivora adalah predasi yang memangasa organism autotroph seperti
tumbuhan. Herbivora dapat dibedakan menjadi frugivora pemakan buah buahan,
folivora pemakan daun-daunan dan nectarivora pemakan nectar.
Tingkat herbivore dapat dihitung dengan cara yaitu:
a. Menghitung luas area yang dimangsa per luas daun yang utuh
b. Menghitung berat daun yang dimangsa per berat daun yang utuh
Bahan : daun dari tumbuhan yang terdapat di sekitar kampus Program studi Perikanan
dan Kelautan UNSOED.
Cara kerja:
Pilihlah satu spesies tumbuhan yang terserang oleh serangga. Ambilah sepuluh
lembar daun yang rusak karena dimangsa oleh serangga.
A. Perhitungan luas area yang dimangsa
1. Ukurlah keliling (2 r ) daun dengan cara bentangkan tali plastic dan
ikuti tepian daun.
2
2. Hitunglah luas daun dengan rumus r .

3. Lakukan hal yang sama untuk setiap bagian daun yang rusak dan
jumlahkan seluruh luas area yang rusak.
4. Hitunglah tingkat herbivory serangga pada tumbuhan tersebut.
B. Perhitungan berat daun yang dimangsa
1. Buatlah pola daun yang rusak pada dua lembar kertas.
2. Satu lembar kertas pola untuk daun yang utuh (K1) dan satu kertas untuk
dipola mengikuti kerusakan daun (K2) karena dimangsa oleh serangga.
3. Kertas pola daun yang utuh (K1), kertas pola daun yang rusak (K2) dan
berat daun yang rusak (D2) kemudian ditimbang.
4. Berat daun yang utuh (D1) dapat dihitung dengan = K2.D2/K1.
5. Tingkat herbivory dapat dihitung dengan menhitung selisih berat daun
yang utuh (D1) berat daun yang rusak (D2) x 100%.
Bandingkan data tingkat herbivory yang anda peroleh dengan data dari dua
kelompok lain. Sajikan hasil pengamatan anda pada diagram balok dengan sumbu x :
Tingkat herbicory (%) dan sumbu y : daun ke-. Kemudian bahas dan simpulkan
Acara 7. Interaksi Mutualisme
Interaksi antara dua spesies yang berbeda yang saling menguntungkan.
Kejadian ala mini dapat dibuktikan dengan mengamati keadaan bintil akar pada
tumbuhan dari familia Legumenocea seperti Mimosa pudica. Bintil akar merupakan
hasil dari simbiosis antara bakteri seperti nitrobacter yang mampu mengikat nitrogen
dan tumbuhan.
Alat dan Bahan:
Tumbuhan Mimosa pudica, bintil akar, bunga dan polong.
Cara kerja:
a. Pilihlah satu tumbuhan Mimosa pudica yang cukup besar telah berbunga dan
atau berpolong disekitar kampus PS Perikanan dan Kelautan UNSOED.
b. Kemudian cabutlah tumbuhan tersebut.
c. Hitunglah jumlah bintil akar, bunga dan polong yang ada pada tumbuhan
tersebut.
d. Timbanglah biomassa dari tumbuhan tersebut.
e. Gunakan data dari dua kelompok lain dan sajikan dalam table hasil.
f. Lengkapi data anda dengan menambahkan data dari dua kelompok lainnya
dan buatlah grafik korelasi antara jumlah bintil akar dengan pertumbuhan
generative Mimosa pudica. Gunakan sumbu x sebagai jumlah bintil akar dan y
jumlah bunga dan jumah polong.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

Tabel 1: Tingkat herbivora serangga pada tumbuhan berdasatkan luas daun


Daun ke-

Luas daun (cm)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

154,12
114,39
133,48
207,03
97,41
71,44
191,03
198,95
121,09
127,01

Luas daun yang


rusak (cm)
1,45
11,06
0,95
3,99
3,15
2,6
1,12
3,08
16,18
4,48

Tingkat herbivory
(%)
0,94
9,66
0,71
1,92
3,23
4,4
0,58
1,54
13,36
3,52

Tabel 2: Tingkat herbivore serangga pada tumbuhan berdasarkan berat daun


Daun ke-

Berat K1
(gram)

Berat D1
(gram)

Berat K2
(gram)

Berat D2
(gram)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

2,20
1,65
2,05
2,65
1,65
2,05
2,75
2,85
1,95
2,55

9,72
7,83
8,50
11,87
5,5
9,25
9,70
10,89
8,15
10,98

2,15
1,60
2,05
2,60
1,65
1,95
2,75
2,80
1,90
2,10

9,50
7,60
8,50
11,65
5,50
8,80
9,70
10,70
7,95
9,05

Tingkat
Herbivora
(%)
97,7
97,06
100
98,1
100
95,1
100
98,2
97,5
82,4

Tabel 3: Jumlah bintil akar, bunga dan polong Mimosa pudica


Individu

Jumlah bintil akar

Jumlah bunga

Jumlah polong

1
32
2
23
2
3
Gambar 1: Kerusakan Daun pada Pohon Rambutan (Nephellium lappacium)

Daun ke-1

Daun ke-2

Daun ke-3

Daun ke-4

Daun ke-5

Daun ke-6

Daun ke-7

Daun ke-8

Daun ke-9

Daun ke-10

Gambar 2: Bintil Akar, Bunga dan Polong Mimosa pudica

Bintil akar

Bunga

Polong

B. Pembahasan
Diantara beberapa cara pengendalian hama tumbuhan yang ada, pengendalian
biologis dengan memanfaatkan musuh alami merupakan alternative pengendalian
yang paling aman dan sangat direkomendasikan (Foltz, 2002). Tingginya populasi
predator sangat terkait dengan populasi mangsa. Populasi mangsa yang tinggi akan
menarik minat predator untuk datang dan tinggal di tempat tersebut, kemudian diikuti
dengan meningkatnya kemampuan predator dalam memangsa (Malmqvist, 1991).
Keberadaan musuh alami, antara lain predator, merupakan salah satu faktor penentu
tinggi rendahnya populasi hama (Hamback et al, 2007). Kehadiran predator pada
suatu habitat juga dipengaruhi preferensi, keamanan dan kenyamanannya.
Kebanyakan predator tidak akan berusaha mendekati mangsanya pada lokasi yang
tidak menguntungkan atau berbahaya baginya. Musim juga sangat berpengaruh
terhadap keberadaan predator dan mangsanya. Menurut Muotka (1993), populasi
mangsa tinggi pada bulan-bulan tertentu. Pada saat populasi mangsa sedang tinggi,
pada saat itu pula populasi predator utama menjadi tinggi. Tanggapan predator
terhadap perubahan populasi mangsa menurut Solomon (1949) dalam Herminanto
(1999) dapat berupa tanggapan fungsional yaitu perubahan banyaknya mangsa yang
dikonsumsi oleh satu individu pemangsa pada kondisi populasi mangsa yang berbeda
dan tanggapan numerik yaitu perubahan kepadatan populasi pemangsa pada

kepadatan populasi mangsa yang berlainan. Praktek pengendalian hayati terdiri dari
tiga macam yaitu introdeksi, augmentasi dan konservasi. Introduksi merupakan
praktek klasik dalam pengendalian biologi, dikenal juga dengan istilah importation,
karena program biocontrol yang pertama muncul menggunakan cara ini. Dasar dari
praktetk pengendalian ini adalah mengidentifikasi musuh alami yang mengatur
populasi hama pada lokasi aslinya kemudian diintroduksikan ke dalam suatu daerah
yang baru untuk mengendalikan hama, kemudian musuh alami akan reasosiasi
dengan mangsanya. Harapan dari musuh alami yang diintroduksikan akan menjadi
stabil di lapangan dan secara permanen mengurangi populasi serangga hama sehingga
berada di bawah ambang ekonomi. Augmentasi adalah melepaskan dalam jumlah
besar musuh alami yang telah diproduksi missal dengan tujuan untuk meningkatkan
populasi musuh alami di habitat pelepasan atau membanjiri populasi hama dengan
musuh alami. Konservasi, kemungkinan kebanyakan praktek yang dilakukan dalam
biocontrol adalah dengan menerapkan konservasi musuh alami untuk menjaga
populasi predator yang ada di lapangan.

IV.

KESIMPULAN

DAFTAR REFERENSI
Foltz, J.L. 2002. Coleoptera: Coccinellidae. Dept of Entomology & Nematology.
University of Florida. http://entomology.ifas.ufl.edu/foltz/eny3005/lab1/
Coleoptera/Coccinelid.htm
Hamback P.A., Vogt M., Tscharntke T., Thies C., Englund G. 2007. Top-down and
bottom-up Effects on the spatiotemporal dynamics of cereal aphids, testing
scaling theory for local density. Oikos 116:1995-2006.
Hildrew, A.G and C.R. Townswend. 1982. Predators and prey ij a patchy
environment; a freshwater study; J.Animal Ecol. 51:797-815.
Herminanto.1999. Respon Fungsional dan Perkembangan Predator Coelophora
inaequalis Thunb. Sebagai Musuh Alami Kutu Tanaman Aphis craccivora
Koch. Lap. Penel. Fak. Pertanian Unsoed. Purwokerto.
Irwan Zoeraini, Dzamal. 2007. Prinsip-Prinsip Ekologi. Jakarta : Bumi Aksara
Muotka, T. 1993. Microhabitat use by predaceous stream insect in relation to seasonal
change in prey availability. Ann Zool Fennicy. 30:287-297

Anda mungkin juga menyukai