Anda di halaman 1dari 11

TRANSFUSI DARAH

Dr. Ganda P. Sibabiat SpAn KIC


Pendahuluan
Transfusi darah adalah tindakan memasukkan darah atau komponennya ke
dalam sistem pembuluh darah seseorang. Dalam hal transfusi darah, hendaknya
mempertimbangkan

manfaat

dan

resiko

transfusi

pada

pasien,

serta

kepercayaan yang dianut. Selama tersedia komponen darah, maka transfusi


komponen darah diutamakan daripada transfusi darah utuh (whole blood).
Komponen darah yang biasa ditransfusikan ke dalam tubuh seseorang adalah
sel darah merah, trombosit, plasma, sel darah putih. Tindakan transfusi darah
atau komponennya bukanlah tindakan tanpa resiko sebaiknya tindakan ini
merupakan tindakan yang mengaundung resiko yang dapat berakibat fatal, oleh
karena itu keputusan untuk melakukan transfusi darah / komponen
komponennya harus dibuat secara tepat oleh dokter yang merawat serta memilih
secara tepat bahan / sediaan darah yang hendak diberikan kepada orang sakit.
Sampai kini dikenal dua jenis transfusi yang lazim dilakukan yaitu:
1. allo transfusi: bahan transfusi berasal dari darah orang lain.
2. auto transfusi: bahan transfusi berasal dari darah recipient sendiri.
Pada auto transfusi darah dapat diperoleh dengan tiga cara:
1. cara Leafrog. Darah diambil dari recipient sendiri tiap minggu, minggu
berikutnya ditransfusikan kembali diikuti pengambilan dan penyimpanan
dalam jumlah lebih banyak dan seterusnya sehingga terkumpul jumlah
darah yang diperlukan.
2. cara Infra Operative Deposit. Darah diambil sebelum operasi dan diganti
dengan koloit. Pasca operasi darah yang diambil ditransfusikan kembali.

3. cara Infra Operative Salvage. Darah dalam rongga dada / abdomain


dihisap, disaring kemudian ditransfusikan kembali.
Keuntungan Auto transfusi:
1. merupakan darah yang paling cocok misalnya pada donor donor langka
2. kesalahan crossmatch tidak ada
3. reaksi pirogen alregi tidak ada
4. penularan penyakit tidak ada
5. tidak bertentangan dengan kepercayaan tertentu
Pemberian transfusi tetap mengikuti ketentuan transfusi secara umum, tentang
kesesuaian golongan darah donor dan penerima (recipient).
Tujuan transfusi darah adalah:
1. Replacement of Circulating Volume
Mengganti volume darah yang hilang atau berkurang misalnya
perdarahan, trauma, bedah atau luka bakar.
2. Replacement of Oxygen Carrying Capacity
Memperbaiki daya angkut oksigen ke jaringan.
3. Repalcement of Hemostatic Components
Mengganti / menambah komponen darah yang hilang atau berkurang.
Pedoman untuk transfusi komponen darah
1. Pemberian pached red cells (PRC)
a. Selalu diidentifikasikan pada kadar Hb kurang 7gr%, terutama pada
anemia akut.
b. Bila ditemukan hipoksia dan hipoksemia yang bermakna secara
klinis dan laboratorium.

Transfusi PRC dapat dilakukan pada kadar Hb 7 10gr%.


c. Tidak dilakukan transfusi bila kadar Hb 10gr% kecuali bila ada
indikasi tertentu misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas
transport oksigen lebih tinggi (contoh: PPOK, Penyakit Paru
Obtruktif Kronis, dan penyakit jantung iskemik berat.
d. Pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar Hb
11gr%.
Jumlah PRC yang diperlukan untuk menaikkan Hb dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah PRC = Hb x 3 x BB
= selisih Hb yang diinginkan dengan Hb sebelum transfusi
BB = Berat Badan
Tujuan transfusi PRC adalah untuk menaikkan Hb pasien tanpa menaikkan
volume darah secara nyata. Keuntungan pemberian PRC:

Kenaikkan Hb dapat diatur sesuai dengan yang diinginkan

Mengurangi kemungkinan penularan penyakit.

Mengurangi kemungkinan reaksi immunologis

Volume darah yang diberikan lebih sedikit sehingga kemungkinan


overload berkurang.

2. Pemberian suspensi trombosit


Tujuan adalah

menaikkan kadar trombosit darah. Dosis supsensi

trombosit yang diperlukan dapat dihitung kira kira sebagai berikut:


50 ml suspensi trombosit menaikkan kada trombosit sebanyak 7500
10,000 / mm pada recipient yang berat badannya 50 kg.
Suspensi trombosit diberikan pada penderita trombositopenia bila:
a. Didapat perdarahan

b. Untuk mencegah perdarahan pada keadaan dimana ada erosi yang


dapat berdarah bila kadar kurang 35,000 / mm
c. Untuk mencegah perdarahan spontan bila kadar trombosit kurang
15,000 / mm.
Transfusi trombosit propilaksis dilakukan bila hitung trombosit kurang 50,000 /
mm pada pasien yang akan menjalani operasi atau prosedur infasive lainnya
atau sesudah transfusi massive. Yang dimaksud dengan transfusi massive
adalah penggantian jumlah darah yang hilang lebih banyak dari total volume
darah pasien dalam waktu kurang dari 24 jam ( 7ml / kg pada orang dewasa
dan 80 90 cc/kg pada anak / bayi).
3. Pemberian suspensi plasma beku (Fresh Frozen Plasma)
Plasma segar yang diberikan mengandung sebagian besar factor
pembekuan disamping berbagai protein yang terdapat didalamnya.
Karena itu selain untuk mengganti plasma yang hilang dengan
perdarahan dapat dipakai sebagai pengobatan. Transfusi plasma beku
segar dilakukan:
a. Untuk mengganti defisiensi factor IX (hemophilia B) dan defisiensi
factor inhibitor koagolasi baik yang didapat maupun bawaan.
b. Untuk menetralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila
terdapat perdarahan yang mengancam nyawa
c. Jika ada perdarahan dengan parameter koagolasi yang abnormal
setelah transfusi massive atau operasi pintasan jantung atau pada
pasien dengan penyakit lever.
4. Pemberian suspensi Cryoprecipitate.
Transfusi cryoprecipitate dilakukan bila:
a. Untuk propilaksis pada pasien dengan defisiensi fibrinogen yang
akan menjalani prosedur invasive dan terapi pada pasien yang
mengalami perdarahan.

b. Pasien dengan hemophilia A dan penyakit Von Willebrand yang


mengalami perdarahan atau yang tidak responsive terhadap
pemberian desmopressin asetat atau akan mengalami operasi.
Pedoman untuk transfusi dengan darah utuh (whole blood)
Transfusi ini diperlukan untuk mengembalikan dan mempertahankan volume
darah dalam sirkulasi atau mengatasi renjatan. Whole blood terdiri dari red cell
+ sejumlah besar plasma dan biasa diberikan pada perdarahan lebih dari 20%
misalnya pada active bleeding dan massive transfusi.
Kerugian pemberian whole blood:

Factor V dan VIII menurun.

Meningkatnya kalium, berbahaya bagi pasien dengan penyakit ginjal.

Meningkatnya ammonia yang berbahaya untuk pasien sakit lever

Penimbunan citrat yang menyebabkan hipocalsemia.

Proses penyimpanan darah / blood storage


Perlu diperhatikan dua factor penting, yaitu:
1. Zat pengawet / anti koagulan yaitu bahan yang diperlukan agar jika darah
dicampur dengan zat tersebut darah tidak membeku dan juga tidak
mengalami hemolisis.
2. Temperatur ruangan tempat penyimpanan darah. Paling baik disimpan
pada suhu 4C (biasa disimpan antara 2C sampai 10C). lebih dari 10C
perusakan eritrosit berlangsung lebih cepat. Pada suhu 0C eritrosit rusak
karena air membeku.
Persyaratan untuk menjadi donor darah:
1. Umur 17 65 tahun
2. Umur 17 65 tahun

3. Tekanan darah

: systole 100 180 mmHg


: diastole 60 100 mmHg

4. Berat badan 50 kg
5. Tidak dijumpai adanya dermatitis sekitar vena
6. Tidak ada riwayat alcoholism.
7. Kadar Hb untuk pria 12 gr%, wanita 10 gr%
8. Tidak menderita penyakit: hepatitis, malaria, TBC, AIDS, dan lain lain
Darah donor harus discreening:

ABO Typing

Rh Typing

VDRL (sypillis)

Malaria

Hbs Ag

HCV

HIV

Komplikasi transfusi darah


1. Reaksi immunologi
Dapat berupa:
a) Reaksi transfusi hemolitik yang disebabkan
- golongan darah tidak cocok, dapat terjadi akut atau lambat
- bukan karena golongan darah yang tidak cocok tetapi

Pemberian darah yang sudah hemolisis.

Tetesan transfusi terlalu cepat.

Transfusi dengan memakai larutan hipotonis.

Kesalahan petugas rumah sakit / bank darah

Tanda tanda reaksi hemolitik:


Menggigil, panas, kemerahan pada muka, benungan vena leher, nyeri kepala,
nyeri dada, mual muntah, nafas cepat dan dangkal, takhikardi, hipotensi
hemoglobulinuria, oliguria, perdarahan yang tidak bisa diterangkan asalnya dan
ikterus. Diagnosa dapat ditegakkan dengan adanya hemoglobinuria, urine
menjadi coklat kehitaman.
Terapi reaksi transfusi hemolitik:
Pemberian cairan intravena dan diuretika. Diuretika yang digunakan ialah
a. manitol 25% sebanyak 25gr intravenous kemudian diikuti pemberian 40
meq natrium bikarbonat.
b. Furosemid
c. Oxygen
Reaksi transfusi nonhemolitik
- Reaksi transfusi febrile tanda tandanya:

Menggigil, panas, nyeri kepala, nyeri otot, mual, batuk yang tidak produktif

- Reaksi alergis

Anaphylactoid, keadaan ini terjadi bila terdapat protein asing pada darah
transfusi

Urtikaria muka penderita sembab

Terapi reaksi nonhemolitik:


a. Transfusi stop
b. Diberikan antihistamin

2. Reaksi nonimmunologi

a) Reaksi transfusi pseudohemolitik. Termasuk disini ialah lisis


terhadap sel darah merah tanpa reaksi antigen antibody. Hemolisis
ini dapat terjadi akibat obat, trauma mekanik, penggunaan cairan
dekstrosehiponotis, panas yang berlebihan dan kontaminasi
bakteri.
b) Reaksi yang disebabkan oleh volume yang berlebihan
c) Reaksi karena darah transfusi terkontaminasi virus hepatitis
d) Lain lain penyakit yang terlibat pada terapi transfusi misalnya
malaria, sipilis, bakteri serta parasit dan AIDS

3. Berhubungan dengan transfusi darah massive


a) Dilutional Coagulopathy. Darah simpan yang diberikan secara
massive sering kekurangan factor V dan VIII. Mutu / derajat factor
V pada darah simpan sampai 21 hari sekitar 30% atau lebih,
sedangkan derajat yang dibutuhkan untuk hemostasis antara 15
50%. Derajat factor VIII pada darah simpan 21 hari berkisar 15
50%.

Kenyataannya

memberikan

factor

darah

simpan

koagolasi

yang

kurang

10

cukup

pada

hari

masih

penderita.

Kecenderungan terjadi perdarahan biasanya sesudah penderita


mendapat transfusi banyak dan cepat dengan menggunakan
campuran ACD (Acid Citrate Dextrose).
CPD: Citrate Phosphate Dextrose
CPDA 1: CPD + ADENINE
Manifestasi klinik yang terjadi:

Perdarahan gusi, petechiate dan echymosis.


Etiologi perdarahan ini kemungkinannya adalah terjadinya delutional
trombositopenia, kekurangan factor labil dan DIC (Disseminated
Intravascular

Coagulation).

Perdarahan

yang

hebat

akibat

trombositopenia pada transfusi massive terjadi sesudah transfusi 10 unit


darah atau lebih.
b) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
DIC merupakan kombinasi antara perdarahan dan trombosis, suatu
hal dua kejadian yang bertentangan. Perdarahan ini di terapi
dengan anti coagolan yaitu heparin. Tujuan utama terapi ini ialah
menghilangkan penyebabnya, mempertahankan volume normal.
Mengganti factor factor pembekuan yang cukup sehingga
penderita dapat melanjutkan proses coagolasi.
c) Intoksikasi sitrat (komplikasi yang jarang terjadi)
Sitrat mengikat kalsium sehingga dapat terjadi hipocalsemia.
Pemberian kalsium sebaiknya dibatasi sampai didapatkan bukti
adanya depresi miokard dan pada EKG terdapat tanda tanda
hipocalsemia yaitu adanya perpanjangan QT pada EKG.
d) Keadaan asam basa.
Bila larutan ACD diberikan pada darah maka PHnya akan menurun
sampai 7,0. PH darah akan terus menurun sampai kira kira 6,5
sesudah 21 hari disimpan karena adanya glikolisis yang terus =
menerus dan pembentukan asam laktat dan pyruvat oleh
metabolisme sel. Asidosis terjadi sebagai akibat hipoksia sel darah
merah selama penyimpanan.
e) Hipercalemia
Darah dari bank darah berisi ion kalium antara 17 24 meq/L pada
penyimpanan 21 33 hari. Pada darah simpan akan terjadi
pengurangan isi kalium pada eritrosit dan kenaikan dalam plasma.
f) Hipotermia

Transfusi massive dengan menggunakan darah dingin akan


menurunkan temperature recipient yang berakibat dapat terjadi
aritmia dan cardiac arres. Sehingga sebelum diberikan harus
dipanaskan sesuai suhu tubuh. Penurunan temperature dapat
menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen dan cardiac output.
g) Post transfution hepatitis
Penemuan yang penting adanya Australian antigen (HAA).
Hal hal yang perlu diperhatikan dalam terapi dengan transfusi darah
1. Didalam transfusi darah, kebijaksanaan yang dianggap terbaik adalah
penggunaan komponen yang dibutuhkan saja, selain mengurangi
kemungkinan komplikasi juga berarti penghematan komponen darah yang
mungkin diperlukan oleh pasien lain
2. Pada perdarahan massive seringkali pemberian darah utuh (whole
blood), merupakan cara yang paling tepat.
3. Pada transfusi massive harus hati hati karena zat pengawet yang
digunakan dalam keemasan transfusi darah mengandung asam sehingga
menyebabkan asidosis
4. Sebaiknya dalam pemberian darah gunakanlah darah segar
5. Dalam transfusi, larutan garam fisiologis saja (NACL 0,9%) yang cocok
digunakan karena tidak mengandung kalsium
6. Saluran intravenus transfusi darah

tidak boleh digunakan

untuk

memasukkan obat
7. Komponen darah harus lewat saringan sebelum masuk tubuh, hal ini
mencegah masuknya bekuan fibrin dan benda asing lainnya
8. Pemberian darah suhu rendah dalam jumlah banyak menimbulkan
hipotermia dan cardiac arres.
9. Kebanyakan perangkat transfuse, 15 tetes = 1 ml. Pada kecepatan 60
tetes/menit, berarti 60/15 x 60 = 240 ml dalam 1 jam. Sehingga lamanya
transfusi darah dapat diperkirakan.

Kesimpulan
Transfusi darah adalah tindakan memasukkan darah atau komponennya ke
dalam sistem pembuluh darah seseorang. Selama tersedia komponen darah
maka transfusi komponen darah diutamakan daripada transfusi darah utuh
(whole blood). Tujuan transfusi darah adalah replacement circulatory volume,
replacement

of

oxygen

carrying

capacity,

replacement

of

hemostatic

components.
Walaupun tindakan transfusi darah atau komponennya bukan tindakan tanpa
resiko bahkan sering menimbulkan resiko yang dapat berakibat fatal. Oleh
karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui reaksi reaksi fisiologis maupun
patofisiologis dari keadaan keadaan yang berhubungan dengan situasi yang
memerlukan transfusi darah supaya kita dapat menghindari keadaan yang justru
akan memperburuk keadaan pasien.

Anda mungkin juga menyukai