Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KUNJUNGAN PRAKTIKUM MANAJEMEN LIMBAH

INDUSTRI PERIKANAN
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DAN PADAT DI INDUSTRI
PENGOLAHAN IKAN FRESH FISH

Oleh:
Zulfikar Ramadhan
Brigitta Laksmi Paramita
Theodora Linggaryati
Yusuf Kalingga Murda
Rinto Felly Hartana
Fitria Meilia
Restu Yulia
Rizky Wana Pradipta
Ulfa Khoirun Nisa

(12273)
(12375)
(12406)
(12415)
(12488)
(12520)
(12531)
(12594)
(12622)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN


JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014

I.

PENDAHULUAN
A.

Latar

Belakang
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan hasil laut. Umumnya
hasil laut tersebut dikonsumsi dalam bentuk segar ataupun olahan. Berbagai macam
jenis olahan hasil laut dapat dijumpai di berbagai wilayah di Indonesia, baik
olahan tradisional maupun olahan modern (Rahmania, 2007). Olahan hasil laut
tersebut diperoleh dari proses pengolahan yang tentunya tidak lepas dari sisa
hasil olahan atau limbah.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat
dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai
ekonomis. Upaya pemerintah untuk mengatasi limbah masih sulit dicapai.
Penerapan program zero waste memberikan harapan cerah, namun hingga kini
masih perlu kerja keras untuk mencapai kondisi tersebut. Limbah yang dihasilkan
dari kegiatan perikanan masih cukup tinggi, yaitu sekitar 20-30%. Produksi ikan
telah mencapai 6.5 juta ton pertahun. Hal ini berarti sekitar 2 juta ton terbuang
sebagai limbah (Gintings, 1992).
Alam memiliki kemampuan untuk mengatasi limbah. Berbagai siklus yang
terdapat di alam seperti siklus hidrologi mampu mengatasi limbah. Meningkatnya
konsentrasi limbah yang terlalu cepat akan menyebabkan siklus yang ada
tidak mampu bekerja secara baik. Pada konsentrasi tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan dan bagi kesehatan manusia, sehingga perlu
dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik

limbah

(Sugiharto, 1987) . Teknologi pengolahan limbah adalah cara untuk mengurangi


pencemaran limbah di lingkungan. Beberapa industri pengolahan ikan sudah
menerapkan sistem pengolahan limbah yang baik, namun belum diketahui sistem
pengolahan limbah seperti apa yang pada umumnya dilakukan oleh industri
pengolahan ikan. Oleh karena itu, dilakukan kunjungan ke salah satu industri
pengolahan ikan yaitu Fresh Fish untuk mengetahui sistem pengolaha n
limbah yang dilakukan

di industri tersebut.

B.

Tujuan
1.

Mengetahui jenis-jenis limbah yang ada di industri perikanan Fresh Fish

2.

Mengetahui pengelolaan limbah di industri perikanan Fresh Fish

3.

Mengetahui perbandingan antara pengelolaan limbah pada industri perikanan


Fresh Fish dengan secara teori

C.

Manfaat Praktikum
1. Mampu mengetahui jenis-jenis limbah dan pengelolaan limbah di
industri perikanan Fresh Fish
2. Menambah wawasan tentang pengelolaan limbah di industri perikanan
Fresh
Fish , sehingga dapat membandingkan dengan teorinya

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Limbah Industri Perikanan
Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu
sumber aktivitas manusia maupun proses alam dan belum mempunyai nilai ekonomis,
bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi negatif karena penanganan untuk membuang
atau membersihkan memerlukan biaya yang cukup besar disamping dapat mencemari
lingkungan. Menurut Laksmi dan Rahayu (1993), penanganan limbah yang
kurang baik merupakan masalah di dalam usaha industri termasuk industri perikanan
yang menghasilkan limbah pada usaha penangkapan, penanganan, pengangkutan,
distribusi,

dan

pemasaran.

Limbah

sebagai

buangan

industri

perikanan

dikelompokkan menjadi tiga macam berasarkan wujudnya yaitu limbah cair, limbah
padat, dan limbah gas.
Limbah cair adalah bahan-bahan pencemar berbentuk cair. Air limbah adalah air
yang membawa sampah (limbah) dari rumah tinggal, bisnis, dan industri
yaitu campuran air dan padatan terlarut atau tersuspensi dapat juga merupakan air
buangan dari hasil proses yang dibuang ke dalam lingkungan. Limbah cair yang
dihasikan oleh industri pengolahan ikan mempunyai pH mendekati 7 (netral), yang
disebabkan oleh adanya dekomposisi bahan-bahan yang mengandung protein dan
banyaknya senyawa- senyawa amonia. Kandungan limbah cair industri perikanan
tergantung pada derajat kontaminasi dan juga mutu air yang digunakan untuk
proses (Gonzales

dalam Heriyanto, 2006).

Bau yang timbul dari limbah cair perikanan disebabkan oleh dekomposisi
bahan- bahan organik yang menghasilkan senyawa amina mudah menguap,
diamina dan amoniak. Limbah cair industri perikanan memiliki kandungan
nutrien, minyak, dan lemak yang tinggi sehingga menyebabkan tingginya nilai COD,
terutama berasal dari proses penyiangan usus dan isi perut serta proses pemasakan
(Mendez et a1, 1992 dalam Sari, 2005).
Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur atau
bubur yang berasal dari suatu proses pengolahan. Sumber -sumber dari limbah
padat sendiri meliputi seperti pabrik gula, pulp, kertas, rayon, plywood, limbah
nuklir, pengawetan buah, ikan, atau daging. Menurut Anonim (2014), secara garis
besar limbah padat terdiri dari:
a. Limbah padat yang mudah terbakar

b. Limbah padat yang sukar terbakar


c. Limbah padat yang mudah membusuk
d. Limbah yang dapat didaur ulang
e. Limbah radioaktif
f. Bongkaran bangunan
g. Lumpur
Beberapa parameter yang digunakan dalam pengukuran kualitas air limbah
antara lain: (Kusnoputranto, 1985).
a.

Kandungan Zat Padat


Kandungan zat padat ini diukur dalam bentuk Total Suspended Solid (TSS)
dan Total Dissolved Solid (TDS). TSS adalah padatan yang menyebabkan
kekeruhan air yang tidak larut dan tidak dapat mengendap langsung. TDS
adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan pada air yang sifatnya
terlarut dalam air.

b.

Kandungan Zat Organik


Zat organik di dalam penguraiannya memerlukan oksigen dan bantuan
mikroorganisme. Salah satu penentuan zat organik adalah dengan mengukur
BOD ( Biologycal Oxygen Demand) dari buangan tersebut. BOD adalah ju mlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan dekomposisi aerobik
bahan-bahan organik dalam larutan, di bawah kondisi waktu dan suhu tertentu
(biasanya lima hari pada suhu 20C).

c.

Kandungan Zat Anorganik


Beberapa komponen zat anorganik yang berperan penting sebagai parameter
kualitas air limbah antara lain Nitrogen dalam senyawa Nitrat, Phospor, H2O
dalam zat beracun dan logam berat seperti Hg, Cd, Pb ; dan lain-lain.

d.

Gas
Adanya gas N 2, O2, dan CO 2 pada air buangan berasal dari udara yang larut ke
dalam air dan gas H2S, NH 3, dan CH 4 yang berasal dari proses dekomposisi
air buangan. Oksigen di dalam air buangan dapat diketahui dengan mengukur
DO (Dissolved Oxygen). Jumlah oksigen yang ada di dalam air sering
digunakan untuk menentukan banyaknya/besarnya pencemaran organik
dalam larutan, semakin rendah DO suatu larutan semakin tinggi kandungan
zat organiknya.

e.

Kandungan Bakteriologis

Bakteri golongan Coli terdapat normal di dalam usus dan tinja manusia.
Sumber bakteri patogen dalam air beras al dari tinja manusia yang
sakit. Analis is bakteri patogen yang terdapat dalam air buangan cukup
sulit, sehingga digunakan parameter mikrobiologis perkiraan terdekat jumlah
golongan coliform (MPN/ Most Probably Number) dalam sepuluh mililiter
buangan serta perkiraan terdekat jumlah golongan coliform tinja dalam
seratus mililiter air buangan.
f.

pH (Derajat Keasaman)
Pengukuran pH berkaitan dengan proses pengolahan biologis karena pH yang
kecil akan menyulitkan, disamping akan mengganggu kehidupan dalam
air jika dibuang ke perairan terbuka.

g.

Suhu
Suhu air buangan umumnya tidak banyak berbeda dengan suhu udara
tetapi lebih tinggi daripada suhu air minum. Suhu dapat mempengaruhi
kehidupan dalam air.

B. Sistem Penanganan Limbah Cair Industri Perikanan


Selama proses pengolahan, industri pengolahan ikan akan menghasilkan
cairan yang berasal dari proses pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk yang
mengandung darah, lendir, dan potongan-potongan ikan kecil. Limbah yang
dihasilkan oleh industri rumah tangga yang kami kunjungi yakni berasal dari sisa
rebusan ikan dan sisa cucian ikan yang digunakan sebagai bahan baku. Limbah cair
industri perikanan mengandung banyak protein dan lemak, sehingga mengakibatkan
nilai nitrat dan amonia yang cukup tinggi. Perbedaan itu dipengaruhi oleh tingkat
produksi, jenis bahan mentah, kesegaran, dan jenis produk akhir yang dihasilkan.
Air rebusan dalam proses pengolahan ikan merupakan limbah cair industri
pangan yang mengandung berbagai komponen flavour yang menarik
untuk dimanfaatkan agar dapat mengurangi pemborosan terhadap biaya
pemulihan lingkungan yang tercemar. Limbah cair industri pangan khususnya
air rebusan pindang mengandung banyak protein dan lemak sehingga
meningkatkan konsentrasi BOD

dan TS S yang cukup tinggi. Kadar BOD

dan TS

S tergantung pada tingkat produksi, jenis bahan mentah, kesegaran, dan


pemindangan ikan yang berasal dari produk akhir yang dihasilkan (Dordland, 1997).
Limbah cair industri pangan mengandung berbagai jenis protein yang
begizi tinggi namun belum dapat dimanfaatkan secara optimal sehingga limbah
tersebut

dapat menimbulkan masalah di lingkungan bila tidak dilakukan proses pengolahan.


Limbah cair tersebut berasal dari bekas pemasakan dan penirisan yang biasanya
dimanfaatkan untuk kecap ikan, petis ikan dan flavour. Limbah yang dihasilkan oleh
industri pangan khususnya hasil olahan ikan meliputi protein, karbohidrat terlarut,
serpihan daging, dan komponen lainnya yang hilang selama perebusan (Morita,
2002).
Ada 5 tahap yang di perlukan dalam pengolah an air limbah, yaitu (Sugiharto,
1987):
a.

Pengolahan Awal ( Pretreatment)


Tahap ini melibatkan proses fisik yang bertujuan untuk menghilangkan
padatan tersuspensi dan minyak dalam limbah. Beberapa proses
pengolahan yang berlangsung pada tahap ini ialah screen and grit
removal, equalization and storage, serta oil separation.

b.

Pengolahan Tahap Pertama (Primary Treatment)


Pengolahan tahap pertama memiliki tujuan yang sama dengan
pengolahan awal.

Letak perbedaannya ialah pada proses yang

berlangsung. Proses yang terjadi ialah neutralization, chemical addition


and coagulation, flotation, sedimentation, dan filtration.
c.

Pengolahan Tahap Kedua (Secondary Treatment)


Tahap kedua dirancang untuk menghilangkan zat terlarut dari limbah
yang tak dapat dihilangkan dengan proses fisik. Peralatan yang
umum digunakan pada pengolahan tahap ini ialah activated sludge,
anaerobic lagoon, tricking filter, aerated lagoon, stabilization basin,
rotating biological contactor, serta anaerobic contactor and filter.

d.

Pengolahan Tahap Ketiga (Tertiary Treatment)


Proses-proses yang terlibat dalam pengolahan air limbah tahap
ketiga ialah
adsorption,

coagulation

and

sedimentation, filtration,

ion exchange, membrane separation,

carbon

serta thickening

gravity or flotation. Tahap ini dilakukan pemisahan secara kimia untuk


lebih memurnikan air yang belum sepenuhnya bersih.
e.

Pengolahan Lumpur (Sludge Treatment)


Lumpur yang terbentuk sebagai hasil keempat tahap pengolahan
sebelumnya kemudian diolah kembali melalui proses digestion or
wet combustion, pressure filtration, vacuum filtration, centrifugation,
lagooning or drying bed, incineration, atau landfill.

C. Pemanfaatan Limbah Padat Industri Perikanan


Limbah padat perikanan merupakan limbah padat yang tidak menimbulkan
zat- zat

beracun bagi lingkungan,

namun

merupakan limbah padat

yang

mudah membusuk, sehingga menyebabkan bau yang sangat menyengat. Limbah


padat dapat berupa kepala, kulit, tulang ikan, potongan daging ikan, sisik, insang atau
saluran pencernaan (Sugiharto, 1987).
Tulang ikan merupakan salah satu limbah hasil pengolahan perikanan yang dapat
dimanfaatkan sebagai tepung untuk bahan pangan. Pemanfaatan tepung tulang ikan
dapat dilakukan dalam bentuk pengayaan (enrichment) sebagai salah satu upaya
fortifikasi zat gizi dalam makanan. Tulang ikan banyak mengandung garam mineral
dari garam fosfat, seperti kalsium fosfat (Elfauziah, 2003). Penelitian mengenai
kalsium tulang ikan telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Nabil
(2005) memperoleh hasil bahwa kalsium dari ikan tuna sebesar 23,72-39,24%.
Kulit ikan terdiri dari daerah punggung, perut dan ekor sesuai dengan bentuk
badannya. Kulit ikan tersusun dari komponen kimia protein, lemak, air, dan mineral.
Kulit ikan merupakan penghalang fisik terhadap perubahan lingkungan serta
serangan mikroba dari luar tubuh. Kulit ikan merupakan salah satu bagian pada
ikan yang banyak dimanfaatkan selain dagingnya. Kulit ikan dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pangan maupun non pangan. Kulit ikan banyak digunakan sebagai
bahan baku dalam proses pembuatan kerupuk kulit ikan, gelatin, kulit olahan, tepung
ikan, serta sumber kolagen untuk kosmetik. Kandungan protein kolagen yang
terdapat pada kulit ikan yaitu sebesar 41-84% (Judoamidjojo, 1981).
D. Contoh Produk Hasil Pemanfaatan Limbah Industri Perikanan
Limbah Industri perikanan dapat dimanfaatkan hingga menghasilkan
beberapa produk yang bermanfaat. Contoh produk limbah industri perikanan antara
lain:
1. Tepung Tulang Ikan
Tepung ikan adalah produk berkadar air rendah yang diperoleh dari
penggilingan ikan. Produk yang kaya dengan protein dan mineral ini
digunakansebagai bahan baku pakan. Tepung ikan mengandung protein yang
cukup tinggi, sehingga sering digunakan sebagai sumber utama protein
pada pakan unggas, disamping pakan lainnya. Selain sebagai sumber prote in,
tepung ikan juga dapat digunakan sebagai sumber kalsium. Tepung ikan yang
bermutu baik harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut (Afrianto dan Liviawaty,
2005) :

Butiran butirannya harus seragam

Bebas dari sisa sisa tulang, mata ikan dan benda asing, warna

halus bersih, seragam, serta bau khas ikan amis


2. Kitin dan Kitosan
Limbah padat Crustacea (kulit, kepala, kaki) merupakan salah satu masalah
yang harus dihadapi oleh pabrik pengolahan Crustacea. Selama ini limbah tersebut
dikeringkan dan dimanfaatkan sebagai pakan dan pupuk dengan nilai ekonomi
yang rendah. Seiring dengan semakin majunya i1mu pengetahuan kini limbah
udang dapat dijadikan bahan untuk membuat kitin dan kitosan (Fahmi,
1997). Kitin adalah senyawa polisakarida terbesar kedua di bumi setelah
selulosa dan menjadi bahan utama pembentuk cangkang hewan seperti kulit
udang, kepiting, rajungan, kalajengking, cumi-cumi, serangga, laba-laba, ulat
sutera dan gurita. Kitin merupakan polimer yang layak menjadi material
fungsional sebab memiliki keunggulan dalam hal biokompatibilitas,
biodegradabilitas, non toksik dan sifat adsorpsinya. Kitosan merupakan salah
satu resin alami yang dapat dibuat dari kulit, kepala dan kaki udang. Kitosan
merupakan polimer alami yang bersifat non toksis, lebih ramah lingkungan dan
mudah terdegradasi secara alami. Kitosan mempunyai sifat menyerap dan
menggumpal yang baik. Senyawa ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan
penyerap logam-logam berat yang dihasilkan oleh limbah industri diantaranya
limbah dari industri percetakan (Hargono, 2007). Berikut prosedur pembuatan
kitin dan kitosan:
Pembuatan kitin
Isolasi kitin dari serbuk kulit udang

Serbuk ukuran 100 mesh

Refluks : NaOH 4% 1:10 (berat:vol), 80 C, 1 jam

Serbuk disaring dan dicuci dengan akuades

Serbuk netral

Didemineralisasi: HCl 1M (1:5), suhu kamar, 3 jam

Serbuk disaring dan dicuci dengan akuades Serbuk

netral

Didepig mentasi NaHOCl 4% (1:10), suhu kamar, 1 jam

Serbuk disaring dan dicuci dengan akuades

Serbuk netral
Pembuatan kitosan
Kitin

dideasetilasi dengan NaOH 60% (1:15), suhu 120C

1 X 3 jam (deasetilasi tahap 1)


NaOH
2 X 1,5 jam (deasetilasi tahap 2)
NaOH
3 X 1 jam (deasetilasi tahap 3)

Serbuk disaring dan dicuci dengan akuades

Serbuk netral

3. Kolagen dan Gelatin


Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan ikat putih
(white connetive tissue) yang meliputi hampir 30 persen dari total protein pada
jaringan dan organ tubuh vertebrata dan invertebrata. Pada mamalia, kolagen
terdapat di kulit, tendon, tulang rawan dan jaringan ikat. Demikian juga pada
burung dan

ikan, sedangkan pada avertebrata kolagen terdapat pada dinding sel (Baily and
Light, 1989). Molekul kolagen tersusun dari kira-kira dua puluh asam amino
yang memiliki bentuk agak berbeda bergantung pada sumber bahan bakunya.
Asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin merupakan asam amino utama
kolagen. Asam -asam amino aromatik dan sulfur terdapat dalam jumlah
yang sedikit. Hidroksiprolin merupakan salah satu asam amino pembatas
dalam berbagai protein (Chaplin, 2005).
Gelatin adalah derivat protein dari serat kolagen yang ada pada kulit, tulang,
dan tulang rawan. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen, dimana
glisin sebagai asam amino utama dan merupakan 2/3 dari seluruh asam amino
yang menyusunnya, 1/3 asam amino yang tersisa diisi oleh prolin dan
hidroksiprolin (Chaplin, 2005).
Pada prinsipnya proses pembuatan gelatin dapat dibagi menjadi dua
macam,yaitu proses asam dan proses basa. Perbedaan kedua proses ini terletak
pada proses perendamannya. Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang protein
dan jenis bahanyang diekstrak, maka penerapan jenis asam maupun basa organik
dan metodeekstraksi lainnya seperti lama hidrolisis, pH dan suhu akan berbedabeda (Gilsenan,et.al, 2000)
4. Kulit Tersamak
Salah satu limbah yang dih asilkan dari pengolahan fillet ini ialah kulit
ikan. Kulit ikan dibeberapa daerah belum dimanfaatkan dengan optimal padahal
melalui proses penyamakan, kulit ikan ini mempunyai potensi yang besar.
Kulit hasil penyamakan digunakan sebagai bahan baku kerajinan seperti sepatu,
tas, dompet, ikat

pinggang,

dan jaket.

Melalui pengembangan teknologi

penyamakan kulit, kulit ikan yang semula dianggap sebagai limbah yang kurang
termanfaatkan dan tidak mempunyai nilai jual, saat ini justru berpeluang menjadi
bahan baku industri kerajinan yang sangat potensial.
Menurut Anonim (2005), proses penyamakan kulit pada dasarnya adalah
kegiatan mengubah kulit mentah yang bersifat labil yaitu bahan yang
cepat membusuk menjadi kulit tersamak (leather) yang sangat stabil untuk jangka
waktu tidak terbatas dan mempunyai daya jual yang sangat signifikan. Menurut
Purwanti (2010), produk utama yang berasal dari kulit ikan pari tersamak ialah
produk kulit yang memanfaatkan bagian mutiara terbesar dari kulit pari,
sedangkan produk

turunan ialah produk yang berasal dari kulit pari tersamak sisa proses
pembuatan produk kulit utama yang masih dapat dimanfaatkan kembali.

III. METODOLOGI PRAKTIKUM


Metodologi yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Studi pengamatan langsung di pabrik.
2. Wawancara dengan pihak industri perikanan.
3. Pengumpulan data/informasi mengenai sistem penanganan limbah cair
dan pengambilan limbah padat industri perikanan.
4. Studi pustaka, pembuatan video limbah cair dan inovasi pemanfaatan limbah padat.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.

Hasil
Berikut bagan alir proses penanganan limbah cair di industri perikanan Fresh
fish .
Limbah cari sisa pencucian ikan atau sisa rebusan ikan dibuang ke wastafel

Limbah cair yang dibuang ke wastafel mengalir ke sumur resapan

Limbah cair di sumur resapan secara tidak langsung meresap ke dalam tanah
Estimasi anggaran biaya untuk limbah padat di industri ini tidak dicantumkan. Nilai
tambah limbah padat dari industri ini, yaitu sebagai pakan ternak (bebek dan
kucing) dan tepung ikan non food grade. Pakan ternak bebek tersebut diperoleh dari
jeroan dan kulit ikan yang dibuang, sedangkan pakan kucing dari sisa-sisa daging
merah. Pecahan daging ikannya dikumpulkan dan dijual dengan harga Rp
30.000,00/kg. Produk tepung ikan non food grade dijual dengan harga Rp
6.000,00/kg yang terbuat dari tulang ikan, harga tulang ikan jika dijual seharga Rp
500,00/kg.
B.

Pembahasan

1. Pengelolaan Limbah Cair


Menurut Daryanto (1995) , pengolahan air limbah dapat digolongkan
menjadi tiga, yaitu pengolahan secara fisika, kimia, biologi, yang akan
dijelaskan sebagai berikut:
a. Pengolahan Fisik
Pengolahan ini terutama ditujukan untuk air limbah yang tidak larut
(bersifat tersuspensi), atau dengan kata lain buangan cair yang
mengandung padatan, sehingga menggunakan metode ini untuk pimisahan.
Pada umumnya sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air
buangan diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan
mudah mengendap atau bahan-bahan yang mengapung mudah disisihkan
terlebih dahulu. Proses floatasi banyak digunakan untuk menyisihkan
bahan-bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak
mengganggu proses berikutnya (Tjokrokusumo, 1995).
b. Pengolahan Kimia
Pengolahan secara kimia adalah proses pengolahan yang menggunakan
bahan kimia untuk mengurangi konsentrasi zat pencemar dalam air limbah.
Proses ini menggunakan reaksi kimia untuk mengubah air limbah
yang berbahaya menjadi kurang berbahaya. Proses yang termasuk dalam
pengolahan secara kimia adalah netralisasi, presipitasi, khlorinasi,
koagulasi dan flokulasi. Pengolahan air buangan secara kimia biasanya
dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah
mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa phospor dan zat organik
beracun, dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan.
Pengolahan secara kimia dapat memperoleh efisiensi yang tinggi akan
tetapi

biaya

menjadi

mahal

karena

memerlukan

bahan

kimia

(Tjokrokusumo, 1995).
c. Pengolahan Biologi
Pengolahan air limbah secara biologis, antara lain bertujuan untuk
menghilangkan bahan organik, anorganik, amoniak, dan posfat dengan
bantuan mikroorganisme. Penggunaan saringan atau filter telah dikenal luas
guna menangani air untuk keperluan industri dan rumah tangga, cara
ini juga dapat diterapkan untuk pengolahan air limbah yaitu dengan
memakai berbagai jenis media filter seperti pasir dan antrasit. Pada
penggunaan sistem saringan anaerobik, media filter ditempatkan dalam
suatu bak atau

tangki dan air limbah yang akan disaring dilalukan dari arah bawah ke atas
(Laksmi dan Rahayu, 1993).
Industri ini menghasilkan limbah cair yang berasal dari sisa pencucian
ikan dan sisa rebusan ikan. Industri pengolahan ikan ini tidak memiliki
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah cair yang dihasilkan hanya
dibuang ke tempat pembuangan limbah cair. Tempat pembuangan ini sudah
memiliki saringan yang berfungsi untuk mencegah limbah padat masuk ke
dalamnya. Tempat pembuangan ini berbentuk seperti wastafel yang memiliki
saluran menuju tempat penampungan limbah. Penampungan limbah berada di
bawah tanah yang berupa sumur resapan. Limbah cair dalam sumur resapan ini
secara tidak langsung meresap ke tanah dan mengalir ke sawah yang berada di
samping industri.
Jika dibandingkan dengan teknik

pengolahan

limbah cair

secara

teori, pengolahan limbah cair di industri ini masih belum sesuai teori karena
limbah cair hanya disalurkan ke sumur resapan tanpa ada pengolahan khusus
seperti yang ada pada teori. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
pengolahan limbah cair pada industri F resh Fish ini masih minim.
2. Pengelolaan Limbah Padat
Menurut Zubair (2012) mengenai pengolahan sampah organik, sampah
organik

dapat

dimanfaatkan

secara

langsung,

tanpa

melalui

proses

tertentu, untuk pakan ternak khususnya sapi. Sampah organik juga dapat
diproses untuk berbagai keperluan diantaranya adalah pakan ternak dan
kompos.
a.

Sampah organik untuk pakan ternak


Sampah organik, khususnya sisa makanan, dapat diolah lebih lanjut
menjadi pakan ternak. Sampah yang telah dipilah, kemudian dijadikan
pakan ternak sapi. Dari sampah organik yang kebanyakan merupakan sisa
makanan yang dibuat menjadi pakan ternak sapi.

b.

Kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh
populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang
hangat, lembab,

dan

aerobik

atau

pengomposan adalah

proses

penguraian

biologis, khususnya

yang

secara

dimana

anaerob.
bahan

Sementara

organik

oleh

itu,

mengalami

mikroba-mikroba

memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Jadi, pada


prinsipnya

semua

bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan,

misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik


pasar/kota,

kertas,

kotoran/limbah

peternakan,

limbah-limbah

pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah


pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll.
Menurut Anonim (2013), ada 2 macam cara pembuatan kompos yaitu
secara aerob dan anaerob. Berikut cara pembuatan kompos secara aerob:
1. Siapkan lahan seluas 10 meter persegi untuk tempat pengomposan.
Lebih baik apabila tempat pengomposan diberi peneduh
untuk menghindari hujan.
2. Buat bak atau kotak persegi empat dari papan kayu dengan lebar 1
meter dan panjang 1,5 meter. Pilih papan kayu yang memiliki
lebar 30-40 cm.
3. Siapkan material organik dari sisa -sisa tanaman, bisa
juga dicampur dengan kotoran ternak. Cacah bahan organik
tersebut hingga menjadi potongan-potongan kecil. Semakin kecil
potongan bahan organik semakin baik. Namun jangan sampai
terlalu halus, agar aerasi bisa berlangsung sempurna saat
pengomposan berlangsung.
4. Masukan bahan organik yang sudah dicacah ke dalam bak kayu,
kemudidan padatkan. Isi seluruh bak kayu hingga penuh.
5. Siram bahan baku k ompos yang sudah tersusun dalam kotak kayu
untuk memberikan kelembaban. Untuk mempercepat proses
pengomposan bisa ditambahkan starter mikroorganisme
pembusuk ke dalam tumpukan kompos tersebut. Setelah itu,
naikkan bak papan ke atas kemudian tambahkan lagi bahan-bahan
lain.
Lakukan terus hingga ketinggian kompos sekitar 1,5 meter.
o

6. Setelah 24 jam, suhu tumpukan kompos akan naik hingga 65 C,


biarkan keadaan yang panas ini hingga 2-4 hari. Fungsinya untuk
membunuh bakteri patogen, jamur dan gulma. Perlu
diperhatikan, proses pembiaran jangan sampai lebih dari 4 hari.
Karena berpotensi membunuh mikroorganisme pengurai
kompos. Apabila

mikroorganisme dekomposer ikut mati, kompos akan lebih


lama matangnya.
7. Setelah hari ke -4, turunkan suhu untuk mencegah kematian
mikroorganisme dekomposer. Jaga suhu optimum pengomposan
o

pada kisaran 45-60 C dan kelembaban pada 40 -50%. Cara


menjaga suhu adalah dengan membolak-balik kompos,
sedangkan untuk menjaga kelembaban siram kompos dengan air.
Pada kondisi ini penguapan relatif tinggi, untuk mencegahnya
kita bisa menutup tumpukan kompos dengan terpal plastik,
sekaligus juga melindungi kompos dari siraman air hujan.
8. Cara membalik kompos sebaiknya dilakukan dengan metode
berikut. Angkat bak kayu, lepaskan dari tumpukan kompos. Lalu
letakan persis disamping tumpukan kompos. Kemudian pindahkan
bagian kompos yang paling atas kedalam bak kayu tersebut
sambil diaduk. Lakukan seperti mengisi kompos di tahap awal.
Lakukan terus hingga seluruh tumpuka kompos berpindah
kesampingnya. Dengan begit u, semua kompos dipastikan sudah
terbalik semua. Proses pembalikan sebaiknya dilakukan setiap 3
hari sekali sampai proses pengomposan selesai. Atau balik apabila
suhu dan kelembaban melebihi batas yang ditentukan.
o

9. Apabila suhu sudah stabil dibawah 45 C, wa rna kompos hitam


kecoklatan dan volume menyusut hingga 50% hentikan proses
pembalikan. Selanjutnya adalah proses pematangan selama
14 hari.
10. Secara teoritis, proses pengomposan selesai setelah 40 -50 hari.
Namun kenyataannya bisa lebih cepat atau lebih lambat
tergantung dari keadaan dekomposer dan bahan baku kompos.
Pupuk kompos yang telah matang dicirikan dengan warnanya
yang hitam kecoklatan, teksturnya gembur, tidak berbau.
11. Untuk memperbaiki penampilan (apabila pupuk kompos hendak
dijual) dan agar bisa disimpan lama, sebaiknya kompos diayak
dan di kemas dalam karung. Simpan pupuk kompos di tempat
kering dan teduh
Sedangkan pembuatan kompos secara anaerob adalah sebagai berikut:
1. Siapkan bahan organik yang akan dikomposkan. Sebaiknya pilih
bahan yang lunak terdiri dari limbah tanaman atau hewan.
Bahan

yang bisa digunakan antara lain, hijauan tanaman, ampas tahu,


limbah organik rumah tangga, kotoran ayam, kotoran kambing,
dll. Rajang bahan tersebut hingga halus, semakin halus semakin
baik.
2. Siapkan dekomposer (E M4) sebagai starter. Caranya, campurkan 1
cc EM4 dengan 1 liter air dan 1 gram gula. Kemudian diamkan
selama 24 jam.
3. Ambil terpal plastik sebagai alas, simpan bahan organik yang
sudah dirajang halus di atas terpal. Campurkan serbuk gergaji
pada bahan tersebut untuk menambah nilai perbandingan C dan N.
Kemudian semprotkan larutan EM4 yang telah diencerkan tadi.
Aduk sampai merata, jaga kelembaban pada kisaran 30 -40%,
apabila kurang lembab bisa disemprotkan air.
4. Siapkan tong plastik yang kedap udara. Masukan bahan organik
yang sudah dicampur tadi. Kemudian tutup rapat-rapat dan
diamkan hingga 3-4 hari untuk menjalani proses fermentasi.
o

Suhu pengomposan pada saat fermentasi akan berkisar 35-45 C.


5. Setelah empat hari cek kematangan kompos. Pupuk kompos
yang matang dicirikan dengan baunya yang harum seperti bau
tape.
Umumnya industri fillet tuna dan marlin menghasilkan limbah yang
cukup besar. Limbah yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai bahan untuk
pakan hewan dan juga digunakan untuk produksi tepung ikan. Perkembangan
industri pengolahan tulang dan kulit ikan menjadi tepung ikan memberi
beberapa keuntungan, yaitu untuk memanfaatkan bagian ikan yang tidak
dikonsumsi seperti tulang dan kulit yang biasanya merupakan limbah industri
pengolahan yang tidak dimanfaatkan (Maulida, 2005).
Limbah padat yang dihasilkan di industri pengolahan ikan Fresh
Fish ini sebagian diolah menjadi bahan-bahan yang lebih bermanfaat dan
sebagian digunakan sebagai pakan ternak. Limbah padat berupa tulang
dikeringkan lalu diolah menjadi tepung sebagai bahan campuran untuk
pembuatan pakan. Berikut proses pengolahan tulang menjadi tepung ikan non
Food Grade:
Tulang ikan
Dijemur

Perebusan
Presto
Penggilingan dengan mesin penggiling
Tepung tulang ikan
Jeroan dan kulit dimanfaatkan sebagai pakan bebek. Bebek yang diberi
pakan jeroan ikan menghasilkan telur yang berukuran lebih besar dari
telur bebek lainnya yang dapat dilihat pada Gambar 9.

Pecahan daging sisa

fillet dikumpulkan dan dikemas kembali kemudian dijual dengan harga Rp


30.000,- per kilogram, sedangkan daging merahnya dimanfaatkan sebagai pakan
kucing.
Jika dibandingkan dengan teknik pengolahan limbah padat organik
menurut Zubair (2012), pengolahan limbah padat organik di industri ini sudah
sesuai teori karena limbah padat organik sudah dimanfaatkan kembali menjadi
bahan-bahan yang lebih berguna seperti tepung ikan dan pakan ternak sehingga
tidak menimbulkan pencemaran lingkungan seperti bau dan sumber penyakit.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
a.

Jenis-jenis limbah yang ada di industri perikanan Fresh

Fish , yaitu

limbah cair (sisa pencucian ikan dan sisa rebusan ikan) dan

limbah padat

(tulang, jeroan, kulit, dan sisa daging)


b.

Pengelolaan limbah di industri perikanan Fresh Fish untuk limbah


cair dibuang di pembuangan limbah yang terdapat penyaringan (tidak ada
IPAL), sedangkan untuk limbah padat dimanfaatkan menjadi tepung ikan dan
pakan ternak

c.

Pengelolaan limbah pada industri perikanan Fresh Fish

dibandingkan

dengan teori, belum sesuai untuk pengelolaan limbah cairnya karena di


industri ini belum menggunakan sistem IPAL.

Namun, pengelolaan limbah

padat di industri ini sudah sesuai dengan teori karena adanya pemanfaatan
limbahnya sebagai pakan ternak dan tepung ikan non food grade.

B. Saran
a.

Sebaiknya UPI Fresh Fish melakukan pengembangan cara pengolahan


limbah cair sehingga tidak menimbulkan pencemaran ketika dibuang ke
lingkungan

b.

Sebaiknnya juga dilakukan pengolahan limbah tulang ikan secara Food Grade

DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E. Dan Liviawaty, E.

2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya.

Kanisius, Yogyakarta.
Anon im. 2005. Laporan Teknologi Pembuatan Sepatu dan Barang Kulit Ikan (Kakap
dan
Kerapu). Balai Besar Kulit, Karet, dan Plastic. Yogyakarta.
Anonim,

2013.

Cara

Membuat

Kompos.

http://www.alamtani.co m/cara-

membuat- kompos.ht ml. Diakses 15 Mei 2014.


Anonim.

2014. http://www.scribd.co m/doc/34144034/PENGERTIAN -LIMBAH -PADAT .

Diakses tanggal 5 Mei 2014.


Baily, A.J, dan N.D. Light. 1989. Genes, Biosynthesis and Degradation of Collagenin
Connetive tissue in Meat and Meat Products. Elsevier Applied Science

, London.

Chaplin, M. 2005. Gelatin . http://www//Isbuc.ac.uk. Diakses 15 Mei 2014.


Daryanto . 1995. Ekologi dan Sumber Daya alam.
Dorland, W. E. Dan Rogers, J. A.
Dorland Co.

Tarsito. Bandung.

1997. The Fragrance and Flavour I ndustry. Wayne E.

New York.

Elfauziah , R.2003. Pemisahan kalsium dari tulang kepala ikan patin (Pangasius sp.) [Skripi].
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Fahmi, R. 1997. Isolasi dan Transformasi Kitin Menjadi Kitosan. Jurnal Kimia Andalas, 3, 1,
61-68.
Gintings, P erdana. 1992. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Ed isi 1.
Pustaka Sinar Harapan . Jakarta.
Hargono, dkk. 2007. Pembuatan Kitosan dari Kulit Udang Untuk Mengadsorbsi Logam
Tembaga (Cu

2+

) Jurnal Teknik Kimia. Universitas Diponegoro, Semarang.

Heriyanto. 2006. Pengaruh rasio COD/TKN pada proses denitrifikasi

limbah cair industri

perikanan dengan lumpur aktif. [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Judoamidjojo, R Muljono. 1981. Teknik Penyamakan Kulit Untuk Pedesaan. Angkasa .


Bandung.
Kusnoputranto, Haryoto. 1985. Kesehatan Lingkungan. FKM UI. Jakarta.
Laksmi, J. dan Rahayu,W., 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Jakarta.
Maulida, N. 2005. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang sebagai Suplemen
dalam
Pembuatan Biskuit (crackers). Skripsi.Fakultas Per ikanan dan Ilmu Kelautan,
IPB. Bogor.
Morita K, Kubota K, Aishima T. 2001. Sensory Characteristics and Volatile Components in
Aromas of Boiled Prawns Prepared According to Experimental Designs. Jounal of
food science. Vol 34 pages 473-481.
Nabil, M. 2005. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Tuna (Thunnus sp.) sebagai Sumber
Kalsium dengan Metode Hidrolisis Protein. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan, IPB. Bogor.
Purwanti, M. D . 2010. Skripsi. Penigkatan Nilai Ekonomi Limbah Kulit I kan Pari Tersamak.
Universitas Gadjah Mada , Yogyakarta.
Rahmania, I. 2007. Dukungan t eknologi dalam rangka menghasilkan produk yang
bermutu dan aman dikonsumsi. Craby dan Starky.

Buletin Pengolahan dan

Pemasaran Perikanan. Edisi November 2007. Diterbitkan oleh Direktorat J

endral

Pengolahan dan Pemasran Hasil Perikanan DKP . Jakarta.


Sari, N. 2005. Pengaruh Rasio COD/N
Pengolahan Limbah Cair

O3 pada Parameter Biokinetika Denitrifikasi

Perikanan dengan Lumpur Aktif

[skripsi].

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


Sugiharto. 1987. Dasar Dasar Pengelolaan Air Limbah. Universitas Indonesia . Jakarta.
Tjokrokusumo. 1995. Pengantara Konsep Teknologi Bersih. Sekolah Tinggi Teknik
Lingkungan YLH. Yogyakarta.
Zubair, Achmad

dan Haeruddin. 2012. Studi

Potensi Daur Ulang Sampah

di Tpa

Tamanggapa Kota Makassar. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unhas . Makasar.

LAMPIRAN
PRODUK INDUSTRI FRESH FISH DAN PENGOLAHAN LIMBAHNYA

Gambar 1. Abon Ikan

Gambar 2. Tahu Bakso

Gambar 3. Risol

Gambar 4. Daging stik

Gambar 5. Nugget Ikan

Gambar 6. Sumur Resap an di Industri


Pengolahan ikan Fresh Fish

Gambar 7. Mesin Penggiling


Tulang Ikan menjadi Tepung

Gambar 9. Tepung Tulang Ikan

Gambar 8. Proses Penjemuran Tulang


Ikan

Gambar 9. Telur dari bebek yang diberi


pakan jeroan dan kulit ikan tuna

HASIL DISKUSI
Presenter : Kelompok 3
Judul

: Pengolahan Limbah Perikanan di Industri Perikanan Fresh Fish

Moderator : Bimo Pambudi


Notulen

: Rani Artanti

Diskusi

A.

Diskusi Wajib
Pertanyaan:
1.

Bhatara (Kelompok 4)

Dampak

limbah cair

mengalir ke sawah

akibat pengolahan dengan sumur resapan bagaimana?


2.

Mirna (Kelompok 2

: Apakah ada pencemaran terhadap air tanah

selama usaha berdiri?


3. Agung (Kelompok 1)

: Apakah pengolahan limbah sudah sesuai standar

baku? Jawaban:
1.

Lingga menjawab Bhatara: Tidak menggunakan treatment adalah tindakan


yang berbahaya karena dapat mempengaruhi pH, ekologi tanah, ekologi sawah,
perlu dibangun IPAL .

2.

Brigitta menjawab Bhatara: Limbah cair yang meresap ke dalam tanah


secara tidak langsung mengalir ke sawah justru memberikan pengaruh positif
pada sawah karena limbah cair perikanan dapat menjadi pupuk organik, tetapi
tidak baik juga langsung dibuang ke lingkungan.

3. Rinto menjawab Mirna


4.

Ulfa menjawab Mirna

: Tidak karena sejauh ini sawah tetap produktif


: Limbah organik tidak terlalu berbahaya. Limbah

tidak mencemari air tanah karena pasti sumur digali dengan kedalaman tertentu
5. Brigitta menjawab Agung : Standar pengolahan limbah sudah terpapar pada teori.
Pengolahan limbah cair pada industri Fresh Fish belum memenuhi
standar sedangkan pengolahan limbah padatnya sudah sesuai.
B. Diskusi Bebas
(Tidak Ada)
C. Tambahan dari Asisten
1.

Mas Fadli (saran) : Font lebih diperhatikan, jangan terlalu kecil. Bahasa
yang digunakan saat presentasi harus baku. Isi sudah bagus namun tinpusnya
terlalu banyak sehingga pembahasannya kurang.

2.

Mbak Diani (saran): Isi sudah bagus namun penulisan diperbaiki, jangan
terlalu menjorok. Sebaiknya gambar diberi pengantar.

3.

Mbak Syifa

(pertanyaan): Bagaimana urutan yang benar antara aerob,

anaerob, dan fitoremediasi?


Jawab:
1.

Lingga

: Pertama aerob karena lebih mudah didegradasi. Kedua

anaerob karena pendegradasian lebih kuat.

Ketiga

fitoremediasi karena

agar tidak berbahaya bagi tanaman dan penyerapan terhadap limbah maksimal
2.

Ulfa

: Pertama Fitoremediasi karena kandungan bahan organik

masih banyak dan diserap oleh tanaman. Kedua aerob karena menggunakan
oksigen sehingga bakteri lebih leluasa dalam menguraikan limbah. Ketiga
anaerob karena beban limbah sudah cenderung berkurang.
3.

Zulfikar

Pertama Fitoremediasi untuk mengurangi zat-zat organik

pada limbah. Kedua anaerob karena dapat meminimalisisr zat organik. Ketiga
aerob karena zat berbahaya sudah berkurang.
4. Mbak Syifa: Pertama fitoremediasi karena zat organik dapat diserap oleh
tumbuhan. Kedua anaerob karena dalam kondisi tertutup dan tanpa cahaya
bakteri dapat merombak dalam jumlah besar. Ketiga aerob karena zat organik
tinggal sedikit dan aerasi digunakan untuk memaksimalkan kerja bakteri. Yang di
bawah semakin jernih.

Anda mungkin juga menyukai