I. PENDAHULUAN
Secara garis besar, pola penguasaan dan
kepemilikan tanah di Lembah Napu, Lembah Doda
dan Lembah Palolo sangat beragam dan rumit. Pola
kerumitan itu, bisa dilihat dari aspek penguasaan
misalnya, antara lain sewa menyewa, bagi hasil,
hak milik, buruh tani, dan lainnya.
Pola penguasaan lahan juga diikuti oleh
penguasaan berdasarkan etnis, sub-etnis dan
agama. Terjadinya berbagai konflik tanah di ketiga
lembah pada dataran tinggi itu selama lima tahun
terakhir merupakan akses dari kepemilikan di atas
tanah tumpang tindih antara suku, agama dan
bentuk hak milik dan hak menguasai. Apalagi
masuknya sejumlah investasi ke dataran itu, selama
kurun waktu tiga puluh tahun terakhir.
Kerumitan itu, pertama, selama ini pengelolaan
sumber daya tanah di ketiga lembah itu, selalu
dipandang dari sudut nilai ekonomi penguasaan
tanah. Tanpa melihat asal usul dan dinamika tanah
di tingkat masyarakat. Sejarah asal usul
kepemilikan tanah di ketiga lembah sudah
berlangsung lama dengan tujuan dan motif yang
berbeda dan tekanan penduduk komposisi yang
berbeda ke wilayah itu. Sekurangnya itu telah
menyebabkan perubahan bentuk kepemilikan dan
penguasaan tanah dan memiliki aspek yang sangat
kompleks, seperti tanah dari aspek hukum, aspek
10
11
12
No.
1.
Kelapa
2.
2002
2001
185.474,0
185.323,0
2003
194.504,0
Kakao
56.825,0
59.294,0
59.358,0
3.
Kelapa sawit
28.926,0
34.791,0
40.054,0
4.
Cengkeh
8.345,0
9.322,0
9.350,0
5.
Kopi
5.705,0
7.257,0
7.368,0
6.
Jambu mete
2.164,0
4.063,0
4.144,0
7.
Karet
2.371,0
2.415,0
2.215,0
8.
Teh
673,0
655,0
1.101,0
9.
Kemiri
199,0
383,0
394,0
Kemiri
199,0
383,0
394,0
11.
Kapok
189,0
292,0
174,0
13
pengalaman
itu,
kemudian
mereka
mengembangkan perkebunan Kakao di Sulawesi
Tengah.
Berkaitan dengan itu, sampai dengan saat ini
kecenderungan menanam komoditi yang
berhubungan dengan pasar dapat dilihat dibeberapa
desa berikut:
Pada diagram 2, memperlihatkan penggunaan
tanah (lahan) dalam berbagai jenis komoditi.
Komoditi Kakao menempati urutan terbesar
diberbagai daerah itu. Daerah yang baru terbuka
tahun 2000, Dongidongi menempati urutan teratas
dalam menanam komoditi Kakao dan Vanili.
Sementara di Doda, lebih dominan menguasai
komoditi padi, kemudian di Wanga.
Pola Ketujuh, pergeseran pemanfaatan komoditi
mengalami perubahan ketika pola pertanian yang
dibawah para pendatang dan ini menguat ketika
terbukanya jalan di kedua lembah itu. Pada tahun
1970-an, di lembah Napu, dan tahun 1960-an di
Lembah Palolo dan lembah Doda pada akhir tahun
2000-an. Teknologi pertanian moderen yang dibawah
para pendatang ke lembah itu, telah turut
mengubah pola pertanian lokal.
Pertanian orang pendatang lebih dominan
berorientasi pasar ketimbang orang lokal.
Sementara orang lokal hanya terbiasa menjalankan
pertanian mereka yang sudah dikembangkan sejak
dulu. Meski ada perubahan tidak seradikal
pertanian yang dikembangkan oleh masyarakat
pendatang. Misalnya jika di Doda, lebih dominan
ditemukan pertanian lahan basa dengan usaha
pertanian sawah tada hujan, maka di Dongidongi
tidak ditemukan usaha pertanian sawah.
Penyebabnya, karena orang Kaili sub-etnis Daa
mempunyai pengalaman panjang dengan pertanian
lahan kering, menyusul mereka berasal dari
punggung gunung Gawalise, yang tak tersedia
pertanian lahan basa. Pola pemanfaatan lahan
secara garis besar juga dipengaruhi oleh kebiasaan
etnis di lembah itu mengelola pertanian dan
sebagian besar diantara suku asli mereka memiliki
memanfaatkan lahan berdasarkan kebiasaan
mereka mengelola pertanian, berdasarkan tradisi
yang sudah berlangsung lama (subsituen).
Terlepas dari soal pengaruh harga pasar
mengenai komodoti itu, migrasi, peguasaan tanah
14
15
Islam
> 2 ha
0
0
58
0
0
0
0
0
0
58
116
23%
43
4
0
8
4
0
0
0
4
13
76
0%
15%
33
11
0
3
5
8
5
3
3
6
77
57
8
0
0
4
0
4
0
0
4
77
15%
%Suku
211
23
77
50
13
8
9
22
7
81
501
15%
42%
5%
15%
10%
3%
2%
2%
4%
1%
16%
100%
100%
37
12
% -Suku
51%
Kulawi
Bugis
10
21
0
14
2
0
1
0
1
0
6
4
0
3
9%
18%
Flores
Toraja
Behoa
3
7
3
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
3
4
3
0
1
0
3%
6%
3%
Manado
Jawa
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
1
0
4%
0%
Poso
Other
No Answer
0
8
0
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
5
0
0
1
0
0%
7%
0%
Totals
% - Bukti
pemilikan
114
19
65
18
100%
100%
17%
4%
3%
3%
57%
16%
Suku
Napu
16
Membuka
hutan
Pembagian
negara
%Totals peruntukan
Sawah
10
26
13
66
Kolam Ikan
12
4%
Kebun Coklat
14
21
14
67
23%
Kebun Kopi
21
7%
13
4%
34%
2%
Kebun Vanili
Ladang jagung
19
29
12
26
100
Ladang sayur-sayuran
Ladang kacang-kacangan
Totals
30
48
95
14
37
66
13%
0%
%_ Peroleh
10% 17%
33%
5%
290
23%
1%
100%
23% 100%
17
Sawah
Kolam
ikan
Kebun Coklat
Kebun
Kopi
Kebun
vanili
Ladang
jagung
Ladang sayur
sayuran
Ladang
kacang kacangan
Tot
als
% - Suku
Behoa
4%
Bugis
5%
Flores
3%
1%
Jawa
Kulawi
11
7%
Manado
4%
Napu
29
21
32
10
4
62%
Poso
2%
Toraja
3%
Other
16
10%
Totals
40
39
10
60
16
8
100%
%Usaha
Tani
24%
5%
23%
6%
4%
36%
2%
1%
10
0%
18
11
> 2 ha.
Totals
106
41
19
Overall Hama
Ladang jagung.
Sawah.
Kebun Coklat
Kebun Kopi.
Kolam ikan.
Kebun vanili.
Ladang sayur - sayuran.
Ladang kacang kacangan.
Total
Biaya
Lahan
Alat dan
produksi Pemasaran
pertanian
sarana
Other
hasil
yang
yang
pertanian
tinggi
sempit
125
89
81
27
21
18
10
52
32
30
9
8
6
3
13
13
11
5
3
5
3
5
5
4
3
2
1
1
44
32
27
5
5
4
2
10
6
8
4
2
2
1
1
1
1
1
1
0
0
6
377
2
142
2
55
1
22
1
120
0
33
0
5
Toraja.
Kedatangan mereka karena motivasi yang
berbeda, suku pamona karena termotivasi sebagai
penyiar agama (Pendeta), yang ditugaskan
organisasi dan kawin dengan orang Rampi yang
tinggal di Dodolo, demikian pula dengan
kedatangan orang Toraja dan lainnya. Orang Behoa
masuk ke Dodolo, selain karena kawin juga
termotivasi karena menipisnya tanah di tanah asal
mereka, seperti di lembah Doda.
20
Hibah.
0%
Sewa.
0%
Totals
133
100%
Sementara berkaitan
dengan kehilangan hak
Pemerintah
Saudara
Warga desa
Pengusaha
Tengkulak
Totals
6
4
4
0
0
14
43%
29%
29%
0%
0%
100%
Pergeseran
penguasaan tanah
berdasarkan suku di
Dodolo lebih besar
dikuasai oleh oleh Suku
Rampi, karena mereka
memperoleh tanah
dengan
berbagai
metode pembagian negara, membuka hutan di areal Taman Nasional Lore Lindu, warisan dan
membeli. Suku Bugis 9 KK dinatarnya memperoleh
tanah dengan cara membeli dari 13 KK suku itu
tinggal di Dodolo. Sementara 5 KK Suku Behoa dari
28 KK yang bermukin di Dodolo memperoleh tanah
dengan metode membeli. Meski suku Rampi
mengaku menguasai jumlah kwantitas tanah lebih
banyak, namun jika dibandingkan dengan suku
Bugis, Behoa, Pamona, dan Toraja, maka dari segi
luas tanah mereka hampir sama dengan luas tanah
58
7
6
5
4
0
80
73%
9%
8%
6%
5%
0%
100%
21
Suku/
Asal
Rampi
75
16
11
28
89
Total
%-Suku
219
68%
Bugis
13
4%
Behoa
10
10
28
9%
Pamona
2%
Tator
1%
Other
19
11
12
51
16%
100%
Totals
98
53
12
47
113
323
% - Peroleh
30%
16%
4%
15%
0%
0%
35%
100%
Tabel 12. Luas Lahan Dikuasai Berdasarkan Suku dan Agama di Doda
Suku
< 0,5
ha
Islam
< 0,5 ha
0,5 - 1
ha
Kristen
1-2
ha
Islam
1-2
ha
Kristen
> 2 ha
> 2 ha
Kristen
0,5 - 1
ha
Islam
Behoa
Toraja
Islam
Kristen
14
64
42
Mori
Napu
% - Suku
28
157
77%
2%
2%
1%
Bada
1%
Other
25
33
16%
100%
Totals
% -Agama
22
Totals
18
74
72
30
204
0%
9%
2%
36%
1%
35%
1%
15%
100%
Sawah
Kola
m
ikan
Kebun
Coklat
Kebun
Kopi
Kebun
vanili
Ladang
jagung
Ladang
sayur
sayuran
Ladang
kacang
kacangan
Tota
l
%-Peroleh
tanah
Buka Hutan
25
17
10
11
75
14%
Beli
46
12
36
13
10
16
140
26%
Warisan
119
17
71
28
12
19
277
51%
Pinjam
10
2%
Hibah
14
3%
Sewa
0%
Pembagian
Negara
22
4%
204
33
139
58
33
50
16
540
100%
Totals
masyarakat di Doda melalui warisan 51% (227 KK); pesta kematian dan pesta kawin; 24% untuk
dan 26% (140 KK) diperoleh karena membeli; 14% kepentingan lainnya. Orang Toraja menjual
(75 KK) diperoleh karena membuka hutan. Dan tidak tanahnya, karena pesta kematian keluarga mereka
terdapat sewa menyewa tanah di Doda.
Perolehan warisan lebih besar
Tabel 14. Penjualan Tanah di Doda
dibandingkan frekwesi lain, karena
Suku/Freqwensi Jual
1X
2X
3X
> 3X
Doda merupakan warisan tanah
Behoa
34
2
1
0
kampung tua.
Toraja
Mori
Napu
Bada
Others
Suku/Pela
ku
Behoa
Toraja
Mori
Napu
Bada
Other
Totals
0
0
0
0
1
35
1
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
%-Suku
81%
5%
0%
0%
10%
5%
100%
23
Suku/Pela
ku
Behoa
Toraja
Mori
Napu
Bada
Other
Totals
%-Suku
81%
5%
0%
0%
10%
5%
100%
24
25
pedagang.
Penguasaan dalam komposisi agama, dimana
Overall
Sawah
Kolam
ikan
Kebun
Coklat
Kebun
Kopi
Kebun
vanili
Ladang
jagung
Ladang
sayur
sayuran
Ladang
kacang kacangan
74
15
15
24
Konsumsi sendiri
49
30
10
35
19
162
65
13
21
24
27
26
< 0,5 ha
< 0,5 ha
0,5 - 1
ha
Membuka
hutan
0,5 - 1
ha
Beli
Membuka
hutan
Pinjam
Da'a
25
Kaili
Kulawi
5
0
39
2
0
27
11
0
0
Manado
Others
1
1
0
1
1
1
0
0
1 - 2 ha
1- 2
ha
Beli
1- 2
ha
Warisa
n
126
40
29
3
0
8
3
0
0
Membuka
hutan
>2
ha
beli
Totals
>2
ha
Memb
uka
hutan
15
206
0
0
7
9
1
1
85
50
0
0
0
2
0
0
10
8
Mandar
Behoa
Napu
3
2
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
4
3
Bada
Poso
0
2
0
0
3
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
0
0
3
4
No Answer
48
252
24
336
Totals
46
132
465
58
715
6%
0%
18%
0%
65%
1%
0%
8%
0%
100%
%Perolehan
Tanah
27
IV. PENUTUP
Sebagai kesimpulan hasil penelitian ini,
terjadinya berbagai konflik di berbagai wilayah di
Doda, Lempe, Wanga, Toejaya dan Dongidongi
disebabkan oleh aspek penguasaan tanah yang
tumpah tindih dengan suku, agama. Pergeseran hak
penguasaan atas tanah, berjalan beberapa arah
yang berbeda, penguasaan berdasarkan suku,
kemudian bergeser penguasaan berdasarkan
agama, penguasaan berdasarkan Pendatang
(migran), penguasaan berdasarkan komposisi luas
dan penguasaan berdasarkan tingkat kesuburan.
Pertama, Penguasaan berdasarkan suku, di
Wanga, kecenderungan suku Napu menguasai tanah
lebih dominan ketimbang suku pendatang yang
masuk ke Desa itu sejak 20 tahun terakhir. Suku
napu, juga menguasai komposisi tanah yang luas
ketimbang migran. Hal yang sama juga terjadi di
Desa Doda, Lempe, dimana kecedrungan suku
Behoa, menguasai komposisi tanah yang luas,
dibandingkan dengan para pendatang. Namun bila
dilihat pada tingkat kesuburan lahan, maka suku
pendatang lebih banyak menguasai usaha pertanian
dilahan-lahan yang subur.
Kedua, penguasaan berdasarkan agama, dimana
penguasaan tanah berdasarkan agama suku, yang
28
Rekomendasi
Untuk mengurangi pergeseran penguasaan
tanah, maka penting dilakukan: Pertama, meninjau
kembali izin usaha perkebunan di sekitar Lembah
Napu, Lembah Doda, Lemba Palolo, yang saat ini
masa berlakunya belum berakhir. Karena dengan
begitu dapat memberi kesempatan kepada
29
Sikor Thomas, Conflict And Concepts: The Politics Of Forest Devolution In Postccolonialist Vietnam, Paper Presented in Biennal Confrence of the
International Association for study of common Property, Victorial Fals, 17-21 June 2002.
Sitorus Felix, 2003, Revolusi Coklat: Social Formation, Agrarian Structure, and Forest Margins in
Upland, central sulawesi, indonesia, Storma
discusion paper series, No.9 (november, 2003), Palu
Reference
30
Endnote
Berbagai macam hak atas tanah menurut UUPA
No.5 tahun 1960, pasal 16 ayat 1, antara lain: Hak
Guna usaha, Hak Guna Bangunan, Hak sewa, Hak
Pakai, Hak Milik, hak membuka tanah, hak
memungut hasil hutan,
2
Perusahaan ini adalah Holding Company dan PT
Rio Tinto Groups. Izin yang sama juga telah
diberikan kepada PT Palu Citra Mineral, di Taman
Hutan Raya Palu. Kedua perusahaan itu, di bawah
payung Rio Tinto.
3
Proyek dan dana di TNLL: 1 Central Sulawesi Integrated Area Development and Conservation
Project (1998-2005) oleh ADB- Pemerintah Indonesia sebesar Rp 382.400.000.000; 2 Management
of a GIS unit for environmental monitoring of Lore
Lindu National Park (2002-2004) oleh The Nature
Conservancy-TNC (Rp.517.200.000; 3. Protection
of tropical forests through ecological conservation
of marginal land phase II (2001-2005) oleh CARE
sebesar Rp. 27.123.528.000. Lihat Seputar Rakyat,
Edisi VI
4
Gunawan Wiradi, 1984, Pola Penguasaan Tanah
dan Reforma Agraria bagian tulisan dalam buku,
Dua Abad Penguasaan Tanah, Pola Penguasaan Tanah
di Jawa dari Masa ke Masa, Gramedia , Jakarta,
hal 290.
5
Ridell, James C. 1987. Land Tenure and
Agroforestry : A Regional Overview, dalam Land,
Trees and Tenure : Proceedings of an International
1
31
32