Anda di halaman 1dari 20

KEPERAWATAN SISTEM REPRODUKSI

Asuhan Keperawatan : Emboli Cairan Ketuban

Kelompok 13 :
Carla Nasbar

1311311086

Puti Lenggo Geni

1311311074

Vhira Nadiandra Pratiwi

1311311008

Prodi S1 Ilmu Keperawatan


Fakultas Keperawatan
Universitas Andalas
Padang
2016
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan
ketuban memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan
pernafasan yang akut dan shock. Sindrom cairan ketuban adalah sebuah
gangguan langka dimana sejumlah besar cairan ketuban tiba tiba
memasuki aliran darah. Emboli cairan ketuban adalah masuknya cairan
ketuban beserta komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Yang
dimaksud komponen di sini ialah unsur-unsur yang terdapat di air ketuban
seperti lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin,
dan musin/cairan kental. yang dapat menghambat pembuluh darah dan
mencairkan darah yang mempengaruhi koagulasi. Dua tempat utama
masuknya cairan ketuban dalam sirkulasi darah maternal adalah vena yang
dapat

robek

sekalipun

pada

persalinan

normal.

Ruptura

uteri

meningkatkan kemampuan masuknya cairan ketuban. (dr. Irsjad


Bustaman, SpOG.2009)
Emboli cairan ketuban dapat terjadi bila ada pembukaan pada
dinding pembuluh darah dan dapat terjadi pada wanita tua/ usia lebih dari
30 tahun, sindrom janin mati, Multiparitas, Janin besar intrauteri, Insidensi
yang tinggi kelahiran dengan operasi, Menconium dalam cairan ketuban
dan kontraksi uterus yang kuat. Dua puluh lima persen wanita yang
menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1 jam. Emboli air ketuban
atau EAK (Amniotic fluid embolism) merupakan kasus yang sangat jarang
terjadi. Kasusnya antara 1 : 8.000 sampai 1 : 80.000 kelahiran. Bahkan
hingga tahun 1950, hanya ada 17 kasus yang pernah dilaporkan. Sesudah
tahun 1950, jumlah kasus yang dilaporkan sedikit meningkat. Dalam
kenyataannya memang emboli cairan ketuban jarang dijumpai, namun
kondisi ini dapat mengakibatkan kematian ibu dengan cepat. Sekalipun
mortalitas tinggi, emboli cairan tidak selalu membawa kematian pada tiap
kasus. 75% wanita meninggal sebagai akibat langsung emboli. Sisanya
meninggal akibat perdarahan yang tidak terkendali. Meskipun jarang

terjadi, tetapi bila edema cairan ketuban terjadi pada wanita, maka akan
menyumbat aliran darah ke paru, yang bila meluas akan mengakibatkan
penyumbatan dijantung, sehinggaa iskemik dan kematian jantung secara
mendadak bisa terjadi. Karena wanita tersebut akan mengalami gangguan
penapasan, syok, hipotermi, Dyspnea, Batuk, Hipotensi perubahan pada
membran mukosa akibat dari hipoksia Cardiac arrest. Koagulopati atau
pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan lain (DIC terjadi di 83%
pasien.). Risiko emboli cairan ketuban tidak bisa diantisipasi jauh-jauh
hari karena emboli paling sering terjadi saat persalinan. Dengan kata lain,
perjalanan kehamilan dari bulan ke bulan yang lancar-lancar saja, bukan
jaminan ibu aman dari ancaman EAK. Sementara bila di persalinan
sebelumnya ibu mengalami EAK, belum tentu juga kehamilan selanjutnya
akan mengalami kasus serupa. Begitu juga sebaliknya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teoritis dari emboli cairan ketuban?
2. Bagaimana patofisiologi/ WOC dari emboli cairan ketuban?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada emboli cairan ketuban?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep teori dari cairan ketuban dan emboli cairan ketuban
2. Mengetahui WOC emboli cairan ketuban
3. Mengetahui pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan emboli cairan
ketuban
4. Mengetahui diagnosa dan intervensi yang muncul pada emboli cairan
ketuban berdasarkan NANDA, NIC NOC

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Emboli cairan ketuban adalah suatu gangguan kompleks yang secara


klasik ditandai dengan hipotensi, hipoksia, dan koagulopati komsumtif
secara mendadak. Gambaran klasik tersebut adalah seorang wanita yang
berada pada tahap akhir persalinan dini mulai kehabisan napas, kemudian
dengan cepat mengalami kejang atau henti kardiorespirasi disertai penyulit
koagulasi intravaskular diseminata, perdarahan masif, dan berakhir dengan
kematian.
Emboli cairan amnion ditemukan oleh Meyer pada tahun 1926 dari hasil
pemeriksaan postmortem. Pada tahun 1947 diuraikan sindrom klinisnya
oleh Steiner dan Lusbaugh. Mereka memperlihatkan bahwa masuknya
cairan ketuban dalam jumlah yang cukup banyak secara mendadak ke
dalam sirkulasi darah maternal akan membawa kematian ( fatal).
2.1 Etiologi
a. Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun
Shock yang dalam yang terjadi secara tiba tiba tanpa diduga pada
wanita yang proses persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan
persalinan yang sulit . Khususnya kalau wanita itu berusia lanjut
dengan janin yang amat besar , mungkin sudah meningal dengan
meconium dalam cairan ketuban, harus menimbulkan kecurigaan,
pada kemungkinan ini ( emboli cairan ketuban ) .
b. Janin besar intrauteri
Menyebabkan rupture uteri saat persalinan,

sehingga

cairan

ketubanpun dapat masuk melalui pembuluh darah.


c. Kematian janin intrauteri
Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga kemungkinan
besar akan ketuban pecah dan memasuki pembuluh darah ibu, dan
akan menyubat aliran darah ibu, sehingga lama kelamaan ibu akan
mengalami gangguan pernapasan karena cairan ketuban menyumbat
aliran ke paru, yang lama kelamaan akan menyumbat aliran darah ke
jantung, dengan ini bila tidak tangani dengan segera dapat
menyebabkan iskemik bahkan kematian mendadak.
d. Menconium dalam cairan ketuban
e. Kontraksi uterus yang kuat
Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan terjadinya
laserasi atau rupture uteri, hal ini juga menggambarkan pembukaan

vena, dengan pembukaan vena, maka cairan ketuban dengan mudah


masuk ke pembuluh darah ibu, yang nantinya akan menyumbat aliran
darah, yang mengakibatkan hipoksia, dispue dan akan terjadi
gangguan pola pernapasan pada ibu.
f. Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi
Dengan prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan pembuluh
darah, dan hal ini dapat terjadi ketuban pecah dan masuk ke pembuluh
darah ibu.
g. Bakteri dalm air ketuban
2.3 Patofisiologi
Perjalanan cairan amnion memasuki sirkulasi ibu tidak jelas, mungkin
melalui laserasi pada vena endoservikalis selama diatasi serviks, sinus
vena subplasenta, dan laserasi pada segmen uterus bagian bawah.
Kemungkinan saat persalinan, selaput ketuban pecah dan pembuluh darah
ibu (terutama vena) terbuka. Akibat tekanan yang tinggi, antara lain karena
rasa mulas yang luar biasa, air ketuban beserta komponennya
berkemungkinan masuk ke dalam sirkulasi darah. Walaupun cairan amnion
dapat masuk sirkulasi darah tanpa mengakibatkan masalah tapi pada
beberapa ibu dapat terjadi respon inflamasi yang mengakibatkan kolaps
cepat yang sama dengan syok anafilaksi atau syok sepsis. Selain itu, jika
air ketuban tadi dapat menyumbat pembuluh darah di paru-paru ibu dan
sumbatan di paru-paru meluas, lama kelamaan bisa menyumbat aliran
darah ke jantung. Akibatnya, timbul dua gangguan sekaligus, yaitu pada
jantung dan paru-paru. Pada fase I, akibat dari menumpuknya air ketuban
di paru-paru terjadi vasospasme arteri koroner dan arteri pulmonalis.
Sehingga menyebabkan aliran darah ke jantung kiri berkurang dan curah
jantung menurun akibat iskemia myocardium. Mengakibatkan gagal
jantung kiri dan gangguan pernafasan. Perempuan yang selamat dari
peristiwa ini mungkin memasuki fase II. Ini adalah fase perdarahan yang
ditandai dengan pendarahan besar dengan rahim atony dan Coagulation
Intaravakuler Diseminata ( DIC ). Masalah koagulasi sekunder
mempengaruhi sekitar 40% ibu yang bertahan hidup dalam kejadian awal.
Dalam hal ini masih belum jelas cara cairan amnion mencetuskan

pembekuan. Kemungkinan terjadi akibat dari embolisme air ketuban atau


kontaminasi dengan mekonium atau sel-sel gepeng menginduksi koagulasi
intravaskuler.

2.4 Manifestasi Klinis

Tanda-tanda dan gejala yang menunjukkan kemungkinan emboli cairan


ketuban:
a. Ketika mencapai paru paru akan menyebabkan penyumbatan kapiler
paru-paru yang menyebabkan gangguan pada proses respirasi, dengan
gejala dispnea, takipnea, nyeri dada, sianosis, edema paru, dan syok.
b. Dapat menyebabkan spasme kuat pembuluh kapiler paru lalu terjadi
pengurangan cardiac output, hipertensi, bradikardi, serta nantinya
akan berlanjut ke gagal jantung kanan akut dan hipoksemia.
c. Berlanjut menjadi hilang kesadaran, hal ini sekitar 25-50% dapat
menyebabkan kematian dalam beberapa jam pertama (kematian
mendadak).
d. Kematian sering terjadi pada emboli cairan amnion yang banyak
mengandung

debris

partikel,

misalnya:

cairan

amnion.Cepat

lambatnya ibu meninggal bergantung pada jumlah cairan ketuban


yang masuk ke sirkulasi ibu.
e. Reaksi anafilaktik mungkin terjadi emboli yang berasal dari fetus
merupakan benda asing di dalam tubuh ibu.
f. Pendarahan hebat (HPP) akibat darah sulit membeku,karena adanya
unsure tromboplastik dalam cairan amnion.Khususnya pendarahan
pada traktus genetalis dan daerah yang mengalami trauma.
g. Trombositopenia berat timbul dan khasnya darah sulit membeku bila
diberi thrombin atau maksimal membentuk bekuan kecil lalu segera
mengalami lisis sempurna.
h. Tekanan darah turun secara signifikan dengan hilangnya diastolik
pada saat pengukuran (Hipotensi )
i. Sianosis perifer dan perubahan pada membran mukosa akibat dari
hipoksia.
j. Janin Bradycardia sebagai respon terhadap hipoksia, denyut jantung
janin dapat turun hingga kurang dari 110 denyut per menit (dpm). Jika
penurunan ini berlangsung selama 10 menit atau lebih, itu adalah
Bradycardia. Sebuah tingkat 60 bpm atau kurang lebih 3-5 menit
mungkin menunjukkan Bradycardia terminal.
k. Rahim atony: atony uterus biasanya mengakibatkan pendarahan yang
berlebihan setelah melahirkan. Kegagalan rahim untuk menjadi
perusahaan dengan pijat bimanual diagnostik.

l. Koagulopati atau pendarahan parah karena tidak adanya penjelasan


lain (DIC terjadi di 83% pasien.)
2.5 Faktor Resiko
Secara normal, air ketuban tidak masuk ke dalam sirkulasi maternal karena
terdapat aman di dalam uterus, dilindungi oleh kantung ketuban. Perihal
kenapa masuknya air ketuban terjadi pada beberapa wanita dan tidak pada
yang

lainnya,

belum

dapat

dimengerti.

Banyak

faktor

yang

dipertimbangkan berhubungan dengan meningkatnya risiko kejadian AFE,


antara lain :
1. Overdistensi uterus akibat his/kontraksi persalinan berlebih, yang
umumnya

terjadi

pada

penggunaan

obat-obatan

perangsang

persalinan yang tidak terkontrol.


2. Rupture uteri
3. Multiparitas
4. Kehamilan lewat waktu
5. Fetal distress, ditemukannya mekonium atau tinja janin dalam air
ketuban, di mana janin dalam keadaan kekurangan oksigen. Air
ketuban yang penuh dengan kotoran bayi inilah yang sering kali
menimbulkan kefatalan pada kasus-kasus AFE.
6. Persalinan buatan
7. Janin laki-laki
8. Usia maternal yang lanjut
9. Sectio caesaria
10. Polihydramnion
11. Laserasi serviks yang luas
12. Solusio plasenta dan plasenta previa
13. IUFD
14. Bayi besar
15. Eklampsia
2.6 Penatalaksanaan
1. Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi ,
koreksi defek yang khusus ( atonia uteri , defek koagulasi ).

2. Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk mengkoreksi


hipovolemia & perdarahan .
3. Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu
penanganan atonia uteri.
4. Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan ancietas .
5. Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular dengan
menghambat proses perbekuan.
6. Amniofilin ( 250 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada
bronkospasme ..
7. Isoproternol menyebabkan vasodilatasi perifer, relaksi otot polos
bronkus, dan peningkatan frekuensi dan kekuatan jantung. Obat ini di
berikan perlahan lahan melalui Iv untuk menyokong tekanan darah
sistolik kira kira 100 mmHg.
8. Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .
9. Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskuler dengan
menghambat proses pembekuan.
10. Oksigen diberikan dengan tekanan untuk meningkatkan.
11. Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku
segar dan sedian trombosit.
12. Defek koagulasi harus dikoreksi dengan menggunakan heparin /
fibrinogen
2.7 Komplikasi
1. Edema paru yang luas dan akhirnya mengakibatkan kegagalan dan
payah jantung kanan.
2. Iskemik
3. koma, kematian

4. gangguan pembekuan darah

BAB III

10

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah ibu pernah mengalami benturan saat kehamilan,
melahirkan dengan operasi, kehamilan yang keberapa.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Apakah ibu mengalami sesak nafas, wajah kebiruan,
gangguan sirkulasi jantung, tensi darah mendadak
turun, adanya gangguan perdarahan.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya penyakit keturunan seperti jantung, TB paru.
3. Pemeriksaan Fisik
a) Sirkulasi
Tekanan darah menurun/hipotensi.
Jantung melambat pada respons terhadap curah
jantung.
Bisa terjadi syok.
Gagal jantung kanan akut dan edema paru.
Sianosis
b) Makanan cairan
Kehilangan darah normal akibat pendarahan.
Nyeri dan ketidaknyamanan,khususnya nyeri dada.
Gangguan pernapasan,takipnea.
c) Keamanan
Dapat mengalami pecah ketuban spontan tanpa

berkontraksi.
Peningkatan suhu

ketuban lama).
Cairan amnion kehijauan karena ada mekonium.
Perluasan episiotomi atau laserasi jalan lahir.
Peningkatan tekanan intrauterus.
Merupakan
penyebab
utama
kematian

(infeksi

pada

adanya

pecah

ibu

intrapartum.
d) Genetalia
Darah berwarna hitam dari vagina

11

Peningkatan pendarahan vagina dan tempat yang

mengalami trauma pada saat melahirkan.


4. Pemeriksaan Diagnostik
a) Penggunaan kateter Swan Ganz intraarterial untuk
memudahkan

pengukuran

tekanan

darah

dan

memperoleh sampel darah serta instrument untuk


mencatat

tekanan

darah

sistemik,tekanan

arteriapulmonalis, cardiac output, dan oksigenasi darah.


b) Hitung darah lengkap utuk menentukan adanya anemia
dan infeksi.
c) Cek golongan darah dan factor Rh.
d) Rasio lestin terhadap spingomielin

(rasio

L/S):

menentukan maturitas janin.


e) Ph kulit kepala menandakan derajat hipoksia.
f) Ultrasonografi : menentukan usia gestasi,ukuran
janin,gerakan jantung,janin,dan lokasi plasenta.
3.2 Diagnosa Keperawata
1. Resiko perdarahan
2. Gangguan perfusi jaringan
3. Gangguan pertukaran gas

No.
1.

NANDA
Resiko Perdarahan

NOC
NIC
1. 1. Status Sirkulasi
1.
Definisi: tingkat di mana darah
Definisi : Resiko meningkatnay volume
mengalir tanpa obstruksi , satu jalur,
darah yang mungkin mempengaruhi
tekanan darah yang tepat melewati
status kesehatan
vena besar secar sistemik dan aliran

Aneurisma

darah pulmonal
Kriteria hasil :

FAKTOR RESIKO :

Tekanan

sistolik

dalam

12

batas

yang

Sirkum sisi
Kurang pengetahuan
Koagulopati intravascular
Riwayat jatuh
Gangguan gastrointestinal

diharapkan
Tekanan diastolik dalam batas yang

(contoh:

diharapkan
Nadi dalam batas yang diharapkan
Rata-rata tekanan darah dalam batas yang

penyakit gastric ulcer, polip, varises)


Gangguan fungsi hati (contoh: sirosis

diharapkan
Tekanan vena central dalam batas yang

diharapkan
dan depatitis)
Koagulopati yang melekat (contoh: 2. Status Koagulasi
Definisi : tingkat bekuan darah dalam
trombositopenia)
periode waktu tertentu
Komplikasi postpartum (contoh: atoni

postpartum, plasenta yang tertahan)


Komplikasi
kehamilan
(contoh:

molar, robeknya plasenta)

Trauma

Efek
samping
pengobatan
(pembedahan, pengobatan, pemberian

platelet karena kekurangan produksi

darah, kemoterapi

plasenta previa, kehamilan, kehamilan

Kriteria hasil :
Pembentukan bekuan darah
Pendarahan
Memar
Ptekie
Protombin time normal
Red Bood count (RBC)
Partial Thromboplastin Time (PTT)
Banyaknya platelet
Level plasma fibrinogen
Hematokrit

13

2.

14

Ketidakefektifan
2.

perfusi

perifer

jaringan 1. Status sirkulasi


aliran darah yang tidak obstruksi dan
satu arah, pada tekanan yang sesuai

Factor yang berubungan

Perubahan

afinitas

melalui

pembuluh

darah

hemoglobin

besar

sirkulasi pulmonal dan sistemik


2. Keparahan kelebihan beban cairan
terhadap oksigen
keparahan kelebihan cairan didalam
Penurunan konsentrasi hemoglobin
kompartemen intrasel dan ekstrasel
dalam darah

15

1.

Keracunan enzim
Gangguan pertukaran
Hipervolemia
Hipoventilasi
Hipovolemia
Gangguan
transport
melalui

alveoli

dan

tubuh
3. Fungsi sensori kutaneus
tingkat stimulasi kulit dirasakan denga
tepat
4. Integritas jaringan
kulit
dan
membrane
mukosa;
oksigen
keutuhan structural dan fungsi
membrane

2.

fisiologis normal kulit dan membrane


kapiler
Gangguan aliran arteri atau vena
mukosa
Ketidak sesuaian antara ventilasi 5. Perfusi jaringan
perifer; keadekuatan aliran darah
dan alirn darah
melalui pembuluh darah kecil
Batasan karakteristik
ekstremitas untuk mempertahankan
Subjektif
fungsi jaringan
Perubahan sensasi
Objektif

Tujuan dan criteria hasil

Perubahan karakteristik kulit


Bruit
Perubahan tekanan darah

ekstremitas
Klaudikasi
Kelambatan penyembuhan
Nadi arteri lemah
Edema
Tanda human positif
Kulit pucat saat elevasi, dan tidak

kembali saat diturunkan


Diskolorasi kulit
Perubahan suhu kulit
Nadi lemah atau tidak teraba

Menunjukkan
pada

keseimbangan

cairan,

integritas jaringan: kulit dan membrane

3.

mukosa dan perfusi jaringan perifer


yang dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut:

1.
2.
3.
4.
5.

gangguan eksterm
berat
sedang
ringan
tidak ada gangguan

2.
4.

16

Gangguan Pertukaran Gas


3.

1. respon alergisistemik
1.
keparahan respon hipersensitifitas

Factor yang berubungan

Perubahan membrane kapiler-alveolar


Ketidakseimbangan perfusi-ventilasi

imun

Dispnea
Sakit kepala pada saat bangun tidur
Gangguan penglihatan

Gas darah arteri yang tidak normal


pH arteri yang tidak normal
ketidaknormalan frekuensi, irama, dan

kedalaman pernapasan
warna kulit tidak normal
konfusi
sianosis
karbondioksida menurun
diaphoresis
hiperkapnia
hiperkarbia
hipoksia
hipoksemia
iritabilitas
napas cuping hidung
gelisah
somnolen
takikardi

antigen

basa
keseimbangan elektrolit dan non
elektrolit

dalam

kompartemen

intrasel dan ekstrasel tubuh


3. Respon ventilasi mekanis: orang
dewasa
pertukaran

Objektif

terhadap

lingkungan tertentu
2. Keseimbangan elektrolit dan asam

Batasan karakteristik
Subjektif

sistemik

jaringan

alveolar
yang

dan

perfusi 2.

disokong

oleh

ventilasi mekanis
4. Status pernapasan
pertukaran gas; pertukaran O2 dan
CO2

di

alveoli

mempertahankan

untuk

konsentrasi

gas

darah
5. Status pernapasan: ventilasi
pergerakan udara yang masuk dan
keluar ke dan dari paru
6. Perfusi jaringan paru
keadekuatan aliran darah melewati
vaskular paru yang utuh untuk
perfusi unit alveoli-kapiler
7. TTV
TTV dalam batas normal

Tujuan dan criteria evaluasi

Gangguan pertukaran gas berkurang


yang

dibuktikan

terganggunya

oleh

respon

tidak
alergi:

sistemik, keseimbangan elektrolit


dan asam basa, respon ventilasi

17

mekanis:

orang

dewasa,

status

pernapasan: pertukaran gas, status


pernapasan:

ventilasi,

jaringan paru, TTV


Menunjukkan status

perfusi

pernapasan:

pertukaran gas dan ventilasi, yang


dibuktikan oleh indicator sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.

gangguan eksterm
berat
sedang
ringan

18

DAFTAR PUSTAKA
Oxom,Harry & R.Forte,William.2003.ILMU KEBIDANAN PATOLOGI DAN
FISIOLOGI PERSALINAN.Jakarta:Medica
Mitayani.2009.Asuhan Keperawatan Maternitas.Jakarta:Medica
Macdonald Grant,Cuningham.1995.Obstetri Williams Edisi 18.Jakarta:EGC
Gary Gunningham F.2006.Obstetri Williams Edisi.21 Vol1.Jakarta:EGC
Herdman, Heather T (editor). 2012. Nursing Diagnoses : definitions and
classification 2012-2014. Wiley Blackwell.
Joanne C.M and Gloria M.B. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC).
Mosby.
Marion J, Meridean M, Sue M. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC).
Mosby

19

20

Anda mungkin juga menyukai