Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN JURNAL DAN CRITICAL APPRAISAL

Hallucinations in acutely admitted patients with psychosis, and


effectiveness of risperidone, olanzapine, quetiapine, and ziprasidone:
a pragmatic, randomised study
Diajukan untuk memenuhi syarat dalam mengikuti Program Pendidikan
Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro

Puja Adi Bimoseno (06711183)


Dosen Pembimbing Klinik:
dr. Akbar Zulkifli Osman, Sp. KJ., M. Kes

Pendidikan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Jiwa


Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soehadi Prijonegoro Sragen
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
2015

Hallucinations In Acutely Admitted Patients With Psychosis, And


Effectiveness Of Risperidone, Olanzapine, Quetiapine, And
Ziprasidone: A Pragmatic, Randomised Study
Erik Johsen, Igne Sinkeviciute, Else- Marie Loeberg, Rune A Kroken, Kenneth
Hugdahl and Hugo A Jorgensen
BMC Psychiatry 2013,13:241
Introduksi
a. Latar Belakang dan Alasan Dilakukan Penelitian
Halusinasi terutama halusinasi auditori mempunyai prevalensi
yang tinggi pada skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya namun
tulisan tentang hal tersebut mempunyai prevalensi yang berbeda pada
setiap penelitian. Halusinasi auditori pada skizofrenia dapat menjadi
episode yang dramatik dan dapat membuat efek yang berat bagi afek
penderitanya, dan kadang- kadang berhubungan dengan kejadian
bunuh diri, kekerasan dan pembunuhan. Halusinasi merupakan salah
satu target dari obat- obatan psikotik dan efek obat terhadap gejala
halusinasi masih jauh dibandingkan dengan gejala positif ataupun
negatif dari skizofrenia. Pasien dengan skizofrenia mempunyai gejala
yang heterogen. Selama ini pengobatan yang ada jarang yang
memfokuskan pada satu gejala saja, melainkan difokuskan pada
kumpulan gejala skizofrenia. Pengobatan selama ini dinilai dengan
Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) yang meliputi 7 item
seperti delusi, disorganisasi konseptual, gaduh gelisah, waham
kebesaran, waham curiga dan permusuhan. Belum ada penelitian yang
bertujuan untuk mengatasi efek antihalusinasi pada gejala skizofrenia.
Penelitian ini difokuskan untuk melanjutkan penelitian tentang
efektifitas dari risperidone, olanzapine, quetiapine dan ziprasidone
untuk semua perubahan item pada PANSS. Penelitian ini difokuskan
pada halusianasi yang termasuk dalam item PANSS. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menilai tingkat dan keparahan

dari

halusinasi yang dinilai 6 minggu setelah pengukuran terakhir pada


pasien psikotik akut. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan efektifitas anti halusinasi dari obat- obatan psikotik
generasi ke dua yaitu, risperidone, olanzapine, quetiapine dan
ziprazidone yang di follow up selama 2 tahun.
b. Metode
a. Desain Penelitian
Penelitian dilakukan selama 2 tahun, dengan desain prospektif,
rater

blind,

pragmatik,

randomized

dalam

membandingkan

risperidone, olanzapine, quetiapine dan ziprasidone yang dilakukan di


Universitas Haukeland, Bergen Norwegia.
Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Medis
di Norwegian Social Science Data, dimana penelitian ini tidak dibiayai
oleh perusahaan farmasi.
b. Subjek Penelitian
Pasien telah mendapatkan informed consent bahwa akan
dimasukan dalam penelitian yang disetujui oleh Komite Etik setempat.
c. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah pasien dewasa
dengan psikotik akut dengan skor > 4, termasuk dilusi, halusinasi,
waham kebesaran dan waham curiga atau gejala- gejala lain yang
termasuk dalam kriteria PANSS dan merupakan pasien dengan
indikasi pengobatan oral obat antipsikotik. Semua subjek dalam
penelitian merupakan pasien yang didiagnosis menurut ICD- 10
dengan kriteria diagnosis seperti skizofrenia, skizoafektif, akut dan
transient psikotik, gangguan halusinasi, psikosis yang terinduksi obat,
gangguan bipolar kecuali psikotik dengan manik atau ganggu depresi.
Diagnosis tersebut diperoleh dari psikiater di tempat penelitian.
d. Kriteria Eklusi

Kriteria eklusi dalam penelitian ini adalahg pasien yang tidak


indikasi obat psikotik oral, menderita psikotik gejala manik, dan pasien
yang tidak kooperatif dengan peneletian ini, tidak bisa berbahasa
Norwegia, pasien kandidat ECT dan telah mendapatkan pengobatan
clozapine. Pasien psikotik terinduksi obat dapat dimasukan dalam
penelitian jika kondisi pasien tidak membaik engan obat antipsikotik
yang diberikan dalam beberpa hari.
e. Pengobatan
Amplop yang tersegel dibuka oleh psikiater atau tenaga klinis
dan kemudian pasien diberikan obat risperidone, olanzapine,
quetiapine atau ziprasidone secara acak (RG; randomization group).
Amplop tersebut berisi list SGA (second generation antipsychotic
drugs) dimana psikiater dapat memilih obat untuk pasien berdasarkan
kontraindikasi pemakaian obat dan kecenderungan untuk gejala
negatif. Jika terdapat hal tersebut, maka obat di list selanjutnya yang
dipilih untuk subjek penelitian (FCG: first choice group). Pemilihan
obat tersebut dilakukan berdasarkan keputusan dari psikiater. Selama
penelitian, subjek penelitian harus hanya mengkonsumsi obat yang
diberikan selama penelitian.
f. Penilaian Klinis
Penilaian dilakukan sejak 6 minggu dari baseline (pengukuran
awal), pemantauan selanjutnya dilakukan pada bulan ke 3, 6, 12 dan
24 dari baseline. Pasien tidak diekslusi jika pasien mengkonsumsi
obat lain yang masih termasuk obat yang diteliti namun hanya data
obat antipsikotik awal yang dimsukan dalam analisis penelitian.

a.

Baseline
Sebelum dimasukan dalam penelitian, subjek menjalani

wawancara dengan kriteria PANSS. Selain itu pada subjek juga


dilakukan Intra- class correlation coeficients (ICC), Calgary
Depression Scale for Schizophrenia (CDSS), dan the Clinical Drug
and Alcohol Use Scales (CDUS/CAUS) untuk menilai neurokognitif
menurut Clinical Global Impression- Severity of Illness Scale (CGIS) dan the Global Assesment of Functioning- Split Version,
Functions scale (GAF-F).
b.
Pemantauan/ 6 minggu
6 minggu setelah pengukuran awal, dilakukan pengukuran kembali
dengan alat ukur yang sama. Selain itu, dilakukan juga pengukuran serum
level. Semua tes dan pengukuran ini merupakan pengukuran rutin di
rumah sakit yang tempat dilakukan penelitian dan hasilnya dimasukan di

dalam rekam medis. Pasien secara berkala dilakukan informed consent


untuk tetap berhubungan dengan peneliti untuk dilakukan follow up.
c.
Penilaian Selanjutnya
Pemantauan selanjutnya dilakukan pada bulan ke 3, 6, 12 dan 24
setelah baseline dengan pengukuran yang sama dan semua hasil
pengukuran dimasukan dalam rekam medis. Dosis obat antipsikotik di
bawah pengawasan dirubah ke dalam dosis ekuivalen chlorpromazine
sesuai dengan World Health Organization Collaborating Center for
Drugs.
d.
Prosedur Statistik
Data yang dikumpulkan dalam penelitian dianalisis dengan X 2 tes
dan one way ANOVAs dengan SPSS versi 20. Untuk membandingkan skor
halusinasi dari baseline pada pengukuran 6 minggu, digunakan pairedsample t-test. Untuk membandingkan antara pasien yang lost to follow up
sebelum pasien diukur

dan pasien yang sudah diukur digunakan

independent-samples t-test untuk data kategorik. Perbandingan waktu


penggunaan obat digunakan analisis dengan Kaplan-Meier survival
analysis. Pasien dengan skor >3 dari efek halusinasidari PANSS, akan di
follow up selama 2 tahun. Intention to treat (ITT) kelompok randomisasi
dilakukan untuk analisa primer. Analisis ini sesuai dengan Cochrane
Handbook for Systematic Reviews of Interventions. Kemudian analisis
sekunder berdasarkan FCGs dimana kelompok ini bukan kelompok
randomisasi namun merupakan kelompok pilihan obat dari psikiater.
Perubahan skor dari PANSS dianalisis dengan R dengan linear- mixedeffects (LME). Hal ini ditampilkan dalam grafik dengan melihat x- aksis
dan y- aksis. Penelitian ini menggunakan =0,05, two sided.
e.

Kekuatan Analisis
Estimasi kekuatan penelitian didasarkan pada LME. Baseline dari

skor halusinasi dan standar deviasi berdasarkan pada hasil model yang
digunakan. Estimasi drop out adalah 3% perbulan dengan 10.000 simulasi.
Power analisis

mengungkapkan 37 subjek dari pengobatan masing

masing percobaang memiliki kekuatan 96 % untuk medeteksi 12,5 %


perubahan perbedan score item halusinasi diatara kelompokpengobatan
sedangakan penelitian ini mempunya kekuatan anlisis 81% untuk
mendeteksi 10% perbedaan. perbedaan yang kecil tidak dipakai penilain
klinis yang signifikan.
c. Hasil Penelitian
Total Sampel
Subjek penelitian berjumlah 226 pasien, 152 (67.3%) laki- laki
dimasukan dalam randomisasi. Rata- rata umur subjek adalah 34.1
tahun dengan standar deviasi 13.5. dari setengah sample yang masuk
kriteria inklusi belum terpapar agen antipsikotik sisanya sudah pernah
terpapar. Rata- rata nilai PANSS adalah 74, dengan interval 44-111 dan
dan global neurocognitive functioning t-score adalah 38.2. 154
(68.1%) subjek mempunyai skor PANSS > 3.
Mean dan median periode waktu antara pemantauan 6 minggu
adalah 28.5 dan 28 hari, SD 14.2. Proporsi halusinasi adalah 33 %
pada pemantauan 6 minggu. Reduksi proporsi dari halusinasi adalah
p=0.014. rata- rata skor halusinasi adalah 3.6 dari baseline 2 pada
pematauan 6 minggu dengan p<0.001, mean difference 1.6, 95% CI
1.2-1.9.
Sub Sampel dengan Halusinasi
Subjek dengan skor halusinasi > 3 dilakukan follow up selama
2 tahun, dengan pasien berjumlah 37, 37, 38 dan 42 untuk risperidone,
olanzapine, quetiapine dan ziprasidone.
Tidak ada perbedaan atantara pasien yang lost to follow up
sebelum pengukuran dan setelah pengukuran pada karakteristik
demografik. Total 78.4 % pasien memilih pada pengobatan 1 pada
daftar. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pasien dengan
randomisasi dengan proporsi yang menerima obat pilihan. Dosis harian
adalah 3.4 (1.2 mg), 14,8 (5.4 mg), 325.9 (185.8 mg) dan 100.9
(46.7)mg untuk rispeidone, olanzapine, quetiapine dan ziprasidone.

Rata- rata serum level dalam nm/L adalah 68.5 (56.2), [30-120], 90.3
(64.4) [30-120], 321.5 (407.3) [100-800], dan 107.2 (73.1) [30-200]
untuk risperidone, olanzapine, quetiapine dan ziprasidone. Tidak ada
perbedaan yang signifikan antara pengunaan antara grup yang
mendapatkan

obat

antispikotik

(N=11),

bersamaan

dengan

antidepresan (N=19), mood stabiliser (N=5), benzodiazepine (N=15)


atau obat antikolinergik (N=9).

Analisis primer dengan LME


Dalam analisi utama LME didasarkan pada kelompok pengacakan
dengan standart error (SE) Adalah -0,0007 (0.0013), -0,0037 ( 0,0010 )
, -0,0046 ( 0,0011 ) , dan -0,0054 ( 0.0015 ) untuk risperidone,
olanzapine,qutiapine, dan ziprasidone, masing masing (gambar 3).
Kelompok Quetiapine dan ziprasidone memiliki grafik signifikan lebih
curam daripada kelompok risperidone (LME dilakukan : p=0,027),

disesuaikan untuk beberapa pembanding). Distribusi antara kelompok


tidak berubah di sensitivitas analisis juga setelah menyesuaikan untuk
pasien obat numerik lainnya yang kelompok quetiapine dan
ziprasidone.
Distribusi kelompok tetap tidak berubah (-0,0020( 0,0018 ) ,
-0,0036 ( 0,0011 ) , -0,0047 ( 0,0011 ) , dan -0,0061 ( 0,0025 ) ) untuk
risperidone, olanzapine,quetiapine dan ziprasidone, masing masing
meskipun terdapat perbedaan signifikan, bahkan ketika pasien yang
tidak menerima pada daftar obat yang dikeluarkan.

Analisis sekunder dengan LME


Dalam analisis sekunder berdasarkan kelompok pilihan
pertama tidak ada perbedaan dasar yang signifikan antara kelompok
tentang kaitan dengan karakteristik klinis dan demografik grafis
kecuali selama rata rata subskala positif PANSS lebih tingg pada
kelompok olanzapine (22,5 point) dibandingkan dengan kelompok
ziprasidone (19,8) poin ) (ANOVA satu arah p= 0,032 berarti
perbedaan 2,7 poin 95 % CI 0,15-5,3). Dalam Lme analisis tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kelompok.

d. Diskusi

Penelitian dilakukan secara consecutive sampling dengan


mengambil pasien dengan gejala psikotik akut dengan gejala halusinasi
sebesar sepertiga sampai dua pertiganya yang diukur dengan skala
PANSS. Dari pengukuran yang didapatkan dari ITT dari analisis
primer didapatkan bahwa ziprasidone dan quetiapine lebih superior
dalam menurunkan skor halusinasi dibandingkan dengan risperidone
dengan olanzapine pada posisi menengah dalam pemantauan selama 2
tahun. Hal ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang
menyatkan bahwa olanzapine dan risperidone merupakan antipsikotik
yang superior dibanding obat- obatan SGAs yang lain (Leucht et
al.,2009). Dalam penelitian ini sampel lebih heterogen yang
membedakan dengan penelitian- penelitian sebelumnya. Sebagai
perbandingan, Sommer et al.(2012), mempublikasikan hasil skor
halusinasi dengan menggunakan EUFEST studi yang membandingkan
efektifitas haloperidol, olanzapine, amisulpride, quetiapine dan
ziprasidone pada pasien episode pertama skizofrenia. Dengan total
sampel sebanyak 498 pasien, 73% mempunyai skor 3 menurut PANSS
dibandingkan dengan persentase 68% pada penelitian ini dengan
perbedaan waktu pemantauan. Adanya perbedaan ini kemungkinan
disebabkan oleh karakterisktik heterogen pada subjek penelitian.
Kemudian dengan membandingkan efek dari obat antipsikotik,
haloperidol mempunyai efek yang paling baik dalam menurunkan
halusinasi dibandingkan dengan olanzapine berdasarkan EUFEST. Hal
inilah yang menyebabkan penemuan superior antara ziprasidone dan
quetiapine dalam penelitian ini menjadi hal yang mengejutkan.
Pada pasien psikosis, dengan meningkatnya durasi kekambuhan
dari gejala psikotik. Setidaknya dalam fase akut, tidak ada perbedaan
nyata dalam pengurangan keseluruhan halusinasi yang jelas antara
sampel EUFEST dan sampel kami. Berkaitan dengan perbandingan
antara obat antipsikotik yang berbeda, haloperidol memiliki sedikit
mengurangi halusinasi bagi kelompok yang termasuk dalam sampel

EUFEST, dan dibandingkan perbedaan besar untuk olanzapine,


meskipun tidak signifikan secara statistic setelah dilakukan beberapa
kecenderungan perbandingan untuk keunggulan olanzapine dalam
sampel EUFEST, menurut pembahasan sebelumnya, seperti yang
diharapkan, sedangkan temuan pada keunggulan ziprasidone dan
quetiapine disampel kami lebih mengejutkan. Berdasarkan inspeksi
visual dari kecuraman kurva pertumbuhan bagi individu obat di
EUFEST, ziprasidone dan quetiapine tampaknya berada di posisi
menengah antara obat dengan untuk penurunan keparahan halusinasi
yang berarti. Perbedaan ini dalam hasil menunjukkan bahwa temuan
kami mengenai ziprasidone dan quetiapine harus ditafsirkan dengan
hati-hati sampai direplikasikan. Inferioritas efek haloperidol untuk
halusinasi adalah menarik dalam kaitannya dengan temuan kami.
Risperidone memiliki penurunan paling tajam untuk skor halusinasi.
Semua obat antipsikotik saat ini tersedia antara lain antagonis transmisi
dopaminergik jenis dopamin 2 (D2) reseptor, sedangkan SGAs ditandai
oleh afinitas yang lebih rendah untuk reseptor D2 daripada obat
generasi

pertama.

antagonisme

Relatif

serotonergik

kuat
pada

jika
reseptor

dikombinasikan
5HT2A.

dengan

Farmakologi

risperidone adalah SGA yang paling menyerupai haloperidol berkaitan


dengan afinitas reseptor D2, keduanya merupakan obat antagonis
reseptor D2 yang sangat ampuh. Obat antipsikotik reseptor D2 dari 6570% telah diusulkan sebagai terapi yang optimal untuk keberhasilan
antipsikotik. Namun, bukti yang terakumulasi menunjukkan interaksi
yang lebih kompleks dengan sistem dopaminergik dan mekanisme
tambahan di luar D2 kerja antagonisme berhubungan dengan efek obat
antipsikotik. Baru-baru ini ditunjukkan dalam metaanalisis yang
tercatat bahwa kandungan reseptor D2 kurang dari 20% dari varian
respon klinis. Kedua quetiapine dan SGA prototipe - clozapine memiliki afinitas rendah untuk reseptor D2 dan tidak mencapai tingkat
kandungan reseptor sesuai dengan harapan terapi pada dosis klinis.

Inferioritas haloperidol dan risperidone ditemukan pada masingmasing sampel EUFEST dan sampel kami, dengan demikian bisa
diartikan dapat menjadi tambahan yang ampuh. Antagonisme reseptor
D2 bukan satu-satunya mediator dengan efek obat antihallucinatory.
Sehubungan dengan alternatif biologi substrat efek obat, fitur
mencolok adala heterogenitas farmakologi dari antipsikotik. Apalagi
ada bukti yang muncul dari klinis diferensial dan penelitian preclinical
menunjukkan efek di antara obat antipsychotic non-dopaminergic, obat
nonserotonergic target menunjukkan efektivitas obat ini diperkirakan
terjadi dalam sampel klinis dengan skizofrenia. Secara umum kurang
menemukan perbedaan kuat untuk antipsychotics dan juga dapat
dikaitkan dengan isu methodological, seperti menunjuk keluar dengan
leucht dan kolaborator. Keuntungan dari penelitian ini adalah
penggunaan pragmatis, randomized design, menekankan lebih banyak
sampel representatif dan pengaturan pengobatan dibandingkan di
tradisional RCT efikasi diantara yang lainnya. Terdpat Aspek yang
berbeda pada sebagian besar penelitian melaporkan sejumlah skor.
Tetapi, terdapat gejala yang istimewa pada profil dari berbagaisubsampel dalam tingkatan satu sama lain dalam data sampel yang
dikumpulkan. Keuntungan lain dari studi adalah fokus khusus pada
halusinasi. Untuk hasil yang terbaik bagi ilmu pengetahuan, uji klinis
obat antipsikotik kami sangat jarang penelitian yang mempelajari efek
obat pada gejala psikotik tunggal, dan Hasil saat ini harus mendorong
peningkatan penelitian berdasarkan gejala, yang dapat diperpanjang
untuk lain waktu, seperti studi gen-screening. Saat kini Studi
memfokuskan secara eksklusif pada data yang diperoleh selama masa
penggunaan

obat

dari

penelitian,

yang

harus

meningkatkan

kepercayaan terhadap temuan dan perbedaan efektivitas. Hasilnya


diperkuat oleh tingkat pengukuran serum yang menunjukkan tingkat
serum obat dalam rentang referensi untuk pembanding.

Beberapa

keterbatasan

pada

desain

penelitian

yang

memungkinkan untuk kriteria inklusi dan eksklusi sedikit lebih luas.


Kriteria dari RCT tradisional efikasi, tetapi hanya 30% dari mereka
dinilai untuk kelayakan dan dimasukkan dalam penelitian ini.
Meskipun proporsi di akhir lebih tinggi dibandingkan dengan banyak
uji coba obat antipsikotik, yang dapat mencakup sedikitnya 10% dari
populasi penelitian, terdapat risiko bias seleksi. Arah pengaruh bias
seleksi terkait hasil kami sulit untuk diprediksi. Kekhawatiran lainnya
adalah attrition rate yang tinggi dalam penelitian kami. Total attrition
adalah masalah utama dalam semua studi obat antipsikotik dan dapat
melebihi 40% dalam studi dengan durasi hanya 4 sampai 10 minggu.
Jumlah attrition, bagaimanapun tidak berhubungan dengan dasar klinis
atau karakteristik demografis dan tidak ada perbedaan antara kelompok
pengacakan yang berkaitan dengan durasi pengobatan. Pengacakan itu
terbuka untuk kedua klinisi yang menghadiri dan pasien untuk
mengikuti praktek klinis seperti biasa, tapi ini hanya dilakukan secara
teoritis untuk mengetahui Bias jika ada penggunaan yang sistematis
perbedaan antara obat-obatan sebelum memulai studi dan beberapa
SGAs diselidiki dikaitkan dengan pengalaman lebih dari yang lain
sebelumnya atau lebih populer di kalangan dokter atau pasien. Arah
Bias teoritis tersebut sulit untuk diprediksi, karena keduanya negative
dan pengalaman positif sebelumnya dapat mempengaruhi sikap
menuju SGAs yang diteliti. Tidak ada yang substansial perbedaan
antara kelompok pengacakan. Sehubungan dengan agen yang
digunakan dalam 12 bulan sebelum inklusi atau dalam daftar pertama
proporsi yang menerima SGA. Sekitar setengah sampel memiliki
eksposur hidup-waktu untuk obat antipsikotik pada pembelajaran
inklusi tetapi ketidakpatuhan adalah masalah umum dalam kelompok
pasien dan sering penyebab kekambuhan, dan kemungkinan besar
hanya minoritas menggunakan obat antipsikotik sesuai dengan resep
mereka dalam periode terakhir waktu sebelum masuk. obat serum

tingkat tidak diukur pada masuk, sehingga angka yang tepat tidak
dapat diverifikasi. Analisis sekunder berdasarkan pemilihan obat yang
gagal menemukan signifikan secara statistic perbedaan antara
kelompok. Analisis utama kami, tetapi,analisis dasar intention-to-treat
pada kelompok pengacakan. Analisis sekunder tidak mengambil
keuntungan dari pengacakan dan sesuai rentan terhadap faktor
pembaur yang bisa bias hasilnya. Memang terdapat perbedaan statistik
yang signifikan antara pilihan pertama kelompok pada PANSS skor
subskala positif.
e. Simpulan
Meskipun memiliki keterbatasan, penelitian ini menunjukkan
bahwa perbedaan dari efektivitas anti-halusinasi mungkin ada di antara
risperidone, olanzapine, quetiapine, dan ziprasidone. Tetapi dari Hasil
studi kami kebutuhan replikasi sebelum rekomendasi untuk obat
khusus pasien

dengan halusinasi dapat dibuat. Substrat biologis

mediasi setiap potensi efek obat berbeda pada halusinasi tetap sebagian
besar diketahui, tapi masa depan studi dengan desain translasi untuk
membahas masalah ini dapat dipakai untuk farmakoterapi psikosis
yang lebih terarah.

Worksheet Critical Appraisal


1. Resume Jurnal

a. Judul
Hallucinations in acutely admitted patients with psychosis, and
effectiveness of risperidone, olanzapine, quetiapine, and ziprasidone:
a pragmatic, randomized study
b. Penulis
Johnsen, Erik. Et al
c. Penerbit dan tahun penerbitan
BMC PSychiatry 2013
.

Validitas
1a. Apakah alokasi pasien

Ya

Pada saat pasien masuk, dokter mendapat

terhadap terapi / perlakuan

[]

amplop

dilakukan secara random?

Apakah

[ ]
randomisasi Ya

dilakukan tersembunyi?

berisi

nomer

yang

kemudian digunakan untuk memberikan


Tidak

1b.

tertutup

[ ]

terapi pertama pada pasien


Tidak dijelaskan proses serta tatacara
penentuan

nomor

randomisasi

yang

diberikan dalam amplop.


Tidak
1c. Apakah antara subyek

[]
Ya

Pemberi terapi serta pasien mengetahui

penelitian

[ ]

terapi apa yang diterima terhadap pasien.

dan

peneliti

blind terhadap terapi /


perlakuan

yang

akan

diberikan?

Tidak

[]
2a. Apakah semua subyek Ya

Semua pasien kemudian dianalisis pada

[]

hasil penelitian menganalisis pasien dari

yang

ikut

penelitian

serta

dalam

diperhitungkan

awal sampai akhir.

dalam hasil / kesimpulan? Tidak


(Apakah
pengamatannya [ ]
cukup lengkap?)
2b. Apakah pengamatan Ya
yang

dilakukan

cukup [ ]

panjang?

Pasien diamati hingga keluar RS atau


selama

maksimal

minggu

dalam

perawatan dan dipantau selama 2 tahun.


Tidak

2c. Apakah subyek

[ ]
Ya

Pasien dianalisis berdasarkan vbeberapa

dianalisis pada kelompok

[]

variabel pada setiap kelompok penelitian.

dimana sub-yek tersebut

dikelompokkan dalam

Tidak

randomisasi?
3a. Selain perlakuan yang

[ ]
Ya

Karena ada grup yang memakai obat

dieksperimenkan,

[ ]

tambahan.

apakah

subyek diperlakukan sama?


Tidak
3b.

Apakah

[ ]
kelompok Ya

Tidak ada perubahan terhadap kelompok

dalam penelitian sama pada [ ]


awal penelitian?

yang diteliti

Tidak
[ ]

Importance
1. Berapa besar efek terapi?

Ziprasidone dan quetiapine memiliki efektifitas


paling tinggi, diikuti olanzapine dan kemudian

risperidone.
2. Seberapa tepat estimasi Tidak ada penjelasan mengenai ketepatan estimasi
efek terapi?

efek terapi.

Applicable
1. Apakah pasien yang kita

Ya

Tidak ada penjelasan dimana

miliki sangat berbeda

[]

penelitian dilakukan dan karakteristik

dengan pasien dalam

Tidak

penelitian ?

[ ]

pasien yang dijelaskan tidak


mendetail sehingga dapat terjadi
perbedaan dengan karakteristik

2. Apakah hasil yang baik

Ya

pasien yang dimiliki.


Unntuk menurunkan gejala halusinasi

dari penelitian dapat

[]

yang diderita pasien

diterapkan dengan kondisi


yang kita miliki ?

Tidak
[ ]

3. Apakah semua outcome

Ya

Tidak

klinis yang penting diper-

[]

terhadap efek samping yang mungkin

timbangkan (efek samping

Tidak

dilakukan

pengamatan

timbul

yang mungkin timbul)?

[ ]

4. Apakah sudah memahami

Ya

Penderita dengan gejala halusinasi

harapan dan pilihan pasien ?

[ ]

dapat diringankan gejalanya dengan

Tidak

obat-obatan yang diteliti

5. Apakah intervensi yang

[ ]
Ya

Pasien sudah di inform consent

akan diberikan akan

[]

sebelum dimasuan sebagai sampel

memenuhi harapan pasien ?

Tidak

Pasien siap akan


konsekuensinya?

Anda mungkin juga menyukai