PENDAHULUAN
Penyakit Ginjal Kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini
tterjadi apabila laju filtrasi glomeluar (LFG) kurang dari 60 mL/menit dalam waktu 3
bulan atau lebih. Penurunan fungsi ginjal terjadi secara berangsur-angsur dan
irreversible yang berkembang menjadi gagal ginjal terminal. Adanya kerusakan ginjal
tersebut dapat dilihat dari kelainan yang terdapat dalam darah, urin, pencitraan atau
biobsi ginjal.
Penyakit
Ginjal
Kronik
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Kriteria definisi
Penyakit Ginjal Kronik:
1.
Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural
atau fungsional dengan atau tanpa laju filtrasi glomerulus dengan manifestasi
kelainan patologis(yang ditentukan secara radiologik misalnya, terdapatnya
kista, massa, scarring, atropi ginjal; yang ditentukan secara histologik,
misalnya kelainan pada hasil biopasi ginjal) atau ditemukannya marker
kerusakan
2.
ginjal
seperti
mikroalbuminuria,
proteinuria,
hematuria,
2.2.
dikatakan tidak ada. Yang adapun juga langka adalah studi atau data epidemiologi
klinik. Pada saat ini tidak dapat dikemukakan pola prevalensi di Indonesia, demikian
pula morbiditas dan mortalitas. Data klinik yang ada berasal dari RS Referal Nasional,
RS Referal Provinsi, RS Referal Swasta Spesialitik. Dengan demikian dapat dimengerti
bahwa data tersebut berasal dari kelompok yang khusus.3
Kesulitan dalam menentukan angka yang tepat tentang prevalensi penyakit
ginjal kronik di Indonesia adalah karena banyaknya pasien yang datang ke rumah sakit
dalam stadium terminal atau karena memerlukan dialisis. Namun di Amerika Serikat
diperkirakan sekitar 6%dari populasi dewasa menderita gagal ginjal kronik dengan GFR
> 60 mL/min per 1.73m2 (stadium 1 dan 2 ) dan 4.5% berada dalam stadium 3 dan 4.4
2.3.
Klasifikasi (5)
Derajat
1
2
Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
60 89
3
Kerusakan ginjal dengan LFG sedang
30 59
4
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
15 29
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis
Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2)
obat, neoplasma)
Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopathi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)
Penyakit
transplantasi
2.4. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa
ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan
ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih
utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran setan
3
Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan
produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit,
penurunan kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit
darah. Selain itu GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung
(gastripati uremikum) yang sering menyebabkan perdarahan saluran
cerna. Adanya toksik uremik pada GGK akan mempengaruhi masa paruh
dari sel darah merah menjadi pendek, pada keadaan normal 120 hari
menjadi 70 80 hari dan toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi
eritropoiesis
Sesak nafas
Menurut saya disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal
sehingga menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi
iskemik ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin
yang terdapat di aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah
angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu oleh converting enzyme,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II merangsang
pelepasan aldosteron dan ADH ssehingga menyebabkan retensi NaCl dan
air volume ekstrasel meningkat (hipervolemia) volume cairan
berlebihan ventrikel kiri gagal memompa darah ke perifer LVH
peningkatan
Asidosis
dikatakan
asidosis
metabolik.
Asidosis
metabolik
dpaat
Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal.
Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di
aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi
angitensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga
meningkatkan tekanan darah.
Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas
oleh ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.
Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di
dalam darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan
menyebabkan pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan
terlihat membengkak, meradang dan nyeri
Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon
peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada
tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan
Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat
sehingga fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika
kelarutannya terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca 2+
untuk
Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat.
Keadaan hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar
paratiroid sehingga memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya
terjadi demineralisasi tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu
membuat konsentrasi fosfat di dalam plasma tetap rendah dengan
menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi meskipun terjadi mobilisasi
kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma tidak berlebihan dan
konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun pada insufisiensi ginjal,
eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga konsentrasi
fosfat
di
plasma
meningkat.
Selanjutnya
konsentrasi
CaHPO4
Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel
ginjal sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma.
Peningkatan konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan
peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan
berkurang sehingga menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari
kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung,
rangka dan polos sehingga dapat menyebabkan kelemahan otot dan
hilangnya refleks tendon dalam, gangguan motilitas saluran cerna dan
kelainan mental.
Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari
kerusakan ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan
hipertensi. Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit
ginjal yang melibatkan glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan
kenaikan
permeabilitas
glomerulus
dan
memicu
terjadinya
Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari
uremia pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal
sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin
dapat berdifusi ke aliran darah dan menyebabkan toksisitas yang
mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus
ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang dari 10% dari normal, maka gejala
klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala iritasi
traktus gastrointestinal, gangguan neurologis, nafas seperti amonia (fetor
uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis uremik. Gangguan pada
serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi dan
menyebabkan koma uremikum.
2.5
sampai indikasi transplantasi ginjal. Penderita gagal ginjal kronik dengan komplikasi,
akan mengehipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik,
gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida). 9,13
Gejala yang dialami penderita gagal ginjal akut dan kondisi akut pada gagal
ginjal kronik biasanya sama. Bedanya, pada kondisi akut gagal ginjal kronik, penderita
akan mengeluhkan sesak nafas yang lebih berat dibanding penderita gagal ginjal akut.
Hal ini akibat komplikasi gagal ginjal kronik pada kardiovaskular yang progresif. Selain
itu, penderita gagal ginjal akut selalu mengeluhkan oliguria atau anuria, sedangkan
urinari penderita gagal ginjal kronik tahap awal masih normal atau bahkan mengalami
poliuria akibat kompensasi nefron. 2,9,14
Setelah itu, eksplorasi faktor risiko untuk menentukan penyebab. Faktor risiko
penderita Acute Kidney Injury terbanyak adalah akibat dehidrasi, hipertensi, gagal
jantung, nekrosis tubular akut dan hanya sedikit yang disebabkan obstruksi saluran
kemih. 50% dari gagal ginjal kronik disebabkan oleh diabetes mellitus, 27% disebabkan
hipertensi, 13% disebabkan glomerulonefritis dan penyebab lain hanya berkisar 10%.
Perlu ditanyakan obat-obat yang digunakan sebelumnya seperti diuretik, NSAIDS,
ACE-inhibitor, atau ARB untuk mengidentifikasi obat-obatan yang nefrotoksik. Selain
itu, riwayat keluarga penderita gagal ginjal menjadi suatu faktor resiko penting
timbulnya hal yang sama pada keturunannya.15
Setelah anamnesis, selanjutnya lakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik
dianjurkan dilakukan pada ginjal, jantung, paru dan abdomen untuk menyingkirkan
asumsi penyakit lain dan untuk menentukan apakah terdapat komplikasi pada organ
tersebut. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi. 1,16
Pada pemeriksaan fisik prerenal gagal ginjal akut ditemukan hipertensi,
penurunan tekanan vena jugularis, berkurangnya turgor kulit, dan membran mukosa
yang kering. Untuk gangguan sirkulasi yang menyebabkan prerenal ARF, dapat
ditemukan pada pemeriksaan fisik penyakit hati kronik, gagal jantung lanjut, sepsis, dan
sebagainya(tergantung etiologi). Apabila pada kulit didapati petekie, purpura,
ecchymosis menandakan kemungkinan gagal ginjal akut yang berhubungan dengan
pembuluh darah. Ditemukannya uveitis mengindikasikan adanya nefritis interstitial dan
necrotizing vasculitis. Ocular palsy menandakan keracunan etilen glikol atau
necrotizing vasculitis.1,9,17
Umumnya pemeriksaan fisik pada gagal ginjal kronik tidak begitu membantu
namun dapat mengetahui etiologi atau komplikasi yang telah terjadi. Hal ini disebabkan
karena pada stadium awal, penderita gagal ginjal kronik masih belum menunjukkan
kelainan apapun. Tetapi, bila sudah menimbulkan komplikasi, gejala akan sangat parah.
Pada inspeksi penderita gagal ginjal kronik akan tampak pucat. Penderita gagal ginjal
akut, kecuali gagal ginjal akut yang disebabkan anemia, tidak akan terlihat
pucat.Pemeriksaan Pada palpasi dan perkusi ginjal akan dirasakan ginjal yang semakin
mengecil. Pemeriksaan palpasi dan perkusi jantung akan menunjukkan pembesaran
ventrikel kiri. Dan identifikasi murmur saat auskultasi. Pemeriksaan perkusi paru-paru
juga sering menimbulkan bunyi redup yang menunjukkan terdapatnya edema paru.11,12
Setelah pemeriksaan fisik, lanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah pemeriksaan
darah rutin, pemeriksaan BUN, pemeriksaan kreatinin, pemeriksaan elektrolit dan
urinalisis (protein, sedimen urin dan kultur urin bila terdapat tanda infeksi). Untuk
konfirmasi gagal ginjal termasuk gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronik, lakukan
pemeriksaan USG. Untuk pasien yang dicurigai penderita gagal ginjal kronik, wajib
dilakukan pemeriksaan radiologik jantung berupa foto toraks maupun EKG. Selain itu,
pemeriksaan penunjang harus dilakukan juga sesuai dengan penyakit penyerta.
Misalnya, lakukan pemeriksaan KGD atau reduksi urin pada penderita DM, faal hati
(SGOT, SGPT) pada pasien dengan gangguan hati, foto polos dan IVP pada penderita
dengan gangguan ginjal atau obstruksi saluran kemih (pertimbangkan juga kadar ureum
dan kreatinin sebelum melakukan IVP). 8,18,19
Pemeriksaan Hb bisa menjadi suatu patokan awal untuk membedakan gagal
ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Hb (normal= 12-16 g/dL)8 yang menurun (anemia
normokrom normositik) dijumpai pada penderita gagal ginjal kronik.2,18 Selain itu, pada
penderita gagal ginjal kronik sering juga ditemukan disfungsi platelet dan
trombositopenia akibat uremia.9 Pemeriksaan leukosit untuk menentukan ada tidaknya
terjadi komplikasi infeksi saluran kemih atau sepsis. Pada pasien gagal ginjal stadium
akhir biasanya menunjukkan keadaan leukopenia.20
Peningkatan BUN (ureum normal=20-40 mg%)12 dan kreatinin merupakan
pertanda khas untuk gagal ginjal, baik gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik.
Bedanya, penderita gagal ginjal akut menunjukkan penurunan ureum secara tiba-tiba,
sedangkan penderita gagal ginjal kronik menunjukkan peningkatan ureum yang
perlahan.9 False postive terjadi pada pasien dengan intake protein yang tinggi. BUN
juga mungkin meningkat pada pasien dengan perdarahan pada mukosa dan saluran
pencernaan, dan pengobatan steroid. Kadar kreatinin darah diperiksa untuk menentukan
10
Tabel 2.3 Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan Derajatnya 1
Derajat
1
LFG (ml/menit/1,73m2)
90
Rencana tatalaksana
Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
pemburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil
2
3
4
60-89
30-59
15-30
risiko kardiovaskular
Menghambat perburukan(progression) fungsi ginjal
Evaluasi dan terapi komplikasi
Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
11
< 15
Fosfat g/kg/hari
Tidak dianjurkan
Tidak dibatasi
0,6-0,8/kg/hari, termasuk 0,35 gr/kg/hari 10 g
nilai biologi tinggi
0,6-0,8/kg/hari, termasuk 0,35 gr/kg/hari 10 g
protein nilai biologi tinggi atau tambahan
< 60
(sindrom
nefrotik)
penting, karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit
kardiovakular adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian
dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia, dan terapi terhadap
kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan
pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.
e. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium V, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa:
Hemodialisis
13
tekanan negatif kedalam kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zat-zat
terlarut berpindah dari darah kedalam cairan dialisat.
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah hipotensi, kram otot,
mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan
menggigil. Komplikasi yang jarang terjadi misalnya sindrom disekuilibrium, reaksi
dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemodialisis,
emboli udara, neutropenia, serta aktivasi komplemen akibat dialisis dan hipoksemia.
Kontraindikasi dari hemodialisis adalah perdarahan, ketidakstabilan hemodinamik, dan
aritmia.23
Pasien hemodialisa harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap dalam
gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk terjadinya
kematian pada pasien hemodialisis. Asupan protein diharapkan 1-1,2 g/KgBB/hari
dengan 50% terdiri atas protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan
40-70 mEq/hari.21
Indikasi dilakukannya hemodialisis pada penderita gagal ginjal stadium terminal
antara lain karena telah terjadi:23
o Kelainan fungsi otak karena keracunan ureum (ensepalopati uremik).
o Gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit, misalnya asidosis metabolik,
hiperkalemia, dan hiperkalsemia.
o Kelebihan cairan ( volume overload ) yang memasuki paru-paru sehingga
menimbulkan sesak nafas berat.
o Gejala-gejala keracunan ureum ( uremic symptoms )
Dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari:23
o Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata.
o K serum > 6mEq/L
o Ureum darah > 200 mg/dl
o pH darah < 7,1
o Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
o Fluid overloaded atau kelebihan cairan yang memasuki paru-paru sehingga
menimbulkan sesak nafas berat.
Peritoneal Dialisis (beberapa orang menyebutnya sebagai 'cuci perut') merupakan proses
dialisis yang berlangsung di dalam rongga perut memanfaatkan ruang peritoneum.
14
Cairan dialisis/dialisat dimasukkan kedalam rongga perut melalui suatu kateter two way
(disebut Tenckhoff catheter) yang lembut, untuk kemudian didiamkan beberapa waktu
(disebut dwell time). Antara darah dengan cairan dialisis dibatasi oleh membran
peritoneum yang berfungsi sebagai media pertukaran zat. Ketika cairan dialisat berada
di dalam rongga peritoneum maka terjadi pertukaran zat-zat, yang berguna akan terserap
kedalam darah dan yang tidak berguna (produk limbah dan racun) serta kelebihan air
akan terserap kedalam cairan dialisat melalui proses ultrafiltrasi. Ketika klep kateter
pengeluaran dibuka, maka cairan dialisis meninggalkan tubuh dengan membawa serta
limbah (racun) ditambah ekstra cairan yang tadi diserap dari dalam darah pasien.23
Indikasi pemakaian dialisis peritoneal dapat digunakan pada pasien:23
o Gagal ginjal akut (dialisat peritoneal akut)
o Gangguan keseimbangan cairan elektrolit atau asam basa
o Intoksikasi obat atau bahan lain
o Gagal ginjal kronik (dialisat peritoneal kronik)
o Keadaan klinis lain dimana DP telah terbukti manfaatnya
Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal telah menjadi terapi pengganti utama pada pasien gagal ginjal tahap
akhir hampir di seluruh dunia. Manfaat transplantasi ginjal sudah jelas terbukti lebih
baik dibandingkan dengan dialisis terutama dalam hal perbaikan kualitas hidup. Salah
satu diantaranya adalah tercapainya tingkat kesegaran jasmani yang lebih baik.
Misalnya seorang perempuan muda yang menerima transplantasi ginjal bisa hamil dan
melahirkan bayi yang sehat. Manfaat transplantasi ginjal paling jelas terlihat pada
pasien usia muda dan pasien diabetes melitus.
Cangkok ginjal adalah mencangkokkan ginjal sehat yang berasal dari manusia lain
(donor) ke tubuh pasien gagal ginjal terminal melalui suatu tindakan bedah (operasi).
Biasanya ginjal cangkokan ditempelkan (dicangkokkan) di sebelah bawah pada
pembuluh darah yang sama dari ginjal lama yang sudah 'tidak' berfungsi sedangkan
ginjal lama dibiarkan ditempatnya.24
Tabel 2.5 Perbandingan Keuntungan Transplantasi Ginjal dan Hemodialisis Kronik.23
Prosedur
Kualitas hidup
(jika berhasil)
Ketergantungan
Transplantasi Ginjal
Biasanya satu kali
Baik sekali
pada minimal
HD kronik
Seumur hidup
Cukup baik
Besar
fasilitas medic
15
Jika gagal
4-8 %
20-25 %
Kidney disease
with
Blood
pressure
Pressure
Target
> < 130/80
(or
agent
to
Hypertension
ACE Inhibitor or ARB
target BP
Diuretik preffered
then BB or CCB
pressure
No prefered
Diuretik, BB or
CCB
pressure
<
130/80
Diuretik preffered
then BB or CCB
16
Stadium Penjelasan
1
Kerusakan
2
LFG (ml/menit)
ginjal
90
60-89
30-59
15-30
2.8
Gagal ginjal
Komplikasi
-
< 15
- Hiperfosfatemia
- Hipokalsemia
- Anemia
- Hiperparatiroid
- Hipertensi
- Hiperhomosistenemia
- Malnutrisi
- Asidosis metabolik
- Cenderung
-
hiperkalemia
Dislipidemia
Gagal jantung
Uremia
penurunan fungsi ginjalnya.3 Penyebab utama kematian pada pasien dengan penyakit
ginjal kronis adalah penyakit kardiovaskuler (45%), dengan atau tanpa ada kemajuan ke
stage V.29 Penyebab lainnya termasuk infeksi (14%), penyakit cerebrovaskular (6%),
dan keganasan (4%). Diabetes, umur, albumin serum rendah, status sosial ekonomik
rendah dan dialisis inadekuat adalah prediktor signifikan dalam angka kematian.
Angka kematian lebih tinggi pada pasien yang menjalani dialisis dibandingkan
pada pasien kontrol dengan umur yang sama. Angka kematian setiap tahun adalah 21,2
setiap seratus pasien per tahun. Angka kelangsungan hidup yang diharapkan pada pasien
grup usia 55-64 tahun adalah 22 tahun sementara pada pasien dengan gagal ginjal
terminal angka kelangsungan hidup adalah 5 tahun.6
Sementara terapi penggantian ginjal dapat mempertahankan pasien tanpa waktu
dan memperpanjang hidup, kualitas hidup adalah sangat terpengaruh. 6,7 Transplantasi
Ginjal meningkatkan kelangsungan hidup pasien penyakit ginjal kronik stage V secara
signifikan bila dibandingkan dengan pilihan terapi lainnya.8,9 Namun, transplasntasi
ginjal ini terkait dengan mortalitas jangka pendek yang meningkat (akibat komplikasi
dari operasi). Selain transplantasi, intensitas yang tinggi dari home hemodialysis tinggi
tampak terkait dengan peningkatan ketahanan hidup dan kualitas hidup yang lebih
besar, bila dibandingkan dengan cara konvensional yaitu hemodialiasis dan dialysis
peritonial yang dilakukan tiga kali seminggu.28
BAB III
STATUS PASIEN
Umur : 61 Tahun
14 Maret 1953
Alamat : Desa Huta Gurgur II Kec.Silaen
No. Telepon : -
18
Pekerjaan : Petani
Status: Menikah
Pendidikan : SD
Dokter Muda
ANAMNESIS
Automentesi
Heternoment
Deskripsi
:
Nyeri perut bagian atas dialami pasien sejak 4 hari sebelum masuk
rumah sakit, nyeri dirasakan pada pada perut kanan dan kiri, nyeri dirasakan
seperti ditekan dan ditusuk-tusuk, nyeri diikuti dengan mual
dan muntah.
Muntah berisi apa yang dimakan dan diminum. Demam tidak dijumpai dan
disangkal. Pasien juga tidak selera makan. Pasien juga merasa perut pasien
terasa kembung.
Pasien juga mengeluhkan bila pasien buang air kecil kemerahan seperti
teh manis dan lebih sering pada malam hari. Apabila pasien buang air besar juga
seperti kehitaman. Pasien merasa badannya terasa lemas, mudah lelah, sering
kebas-kebas pada kedua kaki, susah berjalan dan kulit pasien terasa gatal dan
lebih pucat dari sebelumnya.
Pasien juga mengalami batuk dan sesak nafas, batuk dan sesak nafas
dirasakan 3 bulan ini. Sesak nafas terasa semakin memberat selama 2 minggu
ini. Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan aktivitas. Batuk berdahak dan berdarah
1 minggu ini. Riwayat nyeri dada disangkal.
19
Penyakit
Tempat
Pengobatan dan
Perawatan
Operasi
SMP
Asma
Puskesmas
Obat Asma
2013
Asam Urat
Bidan
2014
Nyeri Perut
Bidan
RIWAYAT KELUARGA
Laki-laki
Perempuan
Kakek-Nenek
Ayah-Ibu
Pasien
20
Anak
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat imunisasi
Riwayat alergi
Tahun
Tahun
Jenis imunisasi
Bahan / obat
Gejala
Daging
Gatal
Hobi
: Menonton
Olah Raga
:+
Minum Alcohol
:+
Hubungan Seks
: tidak ditanyakan
Ginekologi: -
keluhan
22
DESKRIPSI UMUM
Kesan Sakit
Ringan
Sedang
Berat
Gizi: Cukup
Berat Badan : 48 Kg Tinggi Badan: 158
cm
TANDA VITAL
Kesadaran
Compos
v Mentis
Deskripsi: Kooperatif
23
Nadi
Frekuensi 64 x/i
Tekanan darah
Duduk:
Lengan kiri
: - mmHg
Temperatur
Aksila: 36,7 0C
Pernafasan
Frekuensi: 17 x/menit
24
Belakang
Inspeksi
Simetris fusiformis
Simetris fusiformis
Palpasi
Perkusi
Sonor
Sonor
SP: vesikuler
SP: vesikuler
ST:
punggung kiri
kiri
* Ekspirasi memanjang
* Wheezing pada bagian paru
kanan dan kiri atas
JANTUNG
Batas Jantung Relatif: batas jantung relatif :
atas
25
ABDOMEN
Inspeksi
Palpasi
: soepel, H/L/R: tidak teraba, nyeri tekan pada perut kanan dan
Auskultasi
PUNGGUNG
tapping pain (+), ballotement(+)
EKSTREMITAS:
Superior: oedem -./Inferior: oedem +/+
Kelemahan (+), kekuatan motorik eks. Superior = Inferior
Tophi eks. Superior +/-, Inferior +/+
ALAT KELAMIN:
Tidak dilakukan pemeriksaan
REKTUM: tidak dilakukan pemeriksaan
26
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis :
Bisep (+/+)
Trisep (+/+)
Brakioradialis (+/+)
Patella (+/+)
Tendon achilles (+/+)
Refleks Patologis :
Babinski (-/-)
Chadock (-/-)
Gordon (-/-)
Oppenheim (-/-)
Scuffer (-/-)
Pemeriksaan Lab
Golongan Darah/ Rh
Darah Perifer
Lengkap
20 September
Darah Perifer
2014
Lengkap
22 September
Darah Perifer
2014
Lengkap
27
Pemeriksaan
A/ +
Leukosit
Hemoglobin
Eritrosit
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Leukosit
Hemoglobin
Eritrosit
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Leukosit
Hemoglobin
Eritrosit
Nilai
6100/mm
5,2 g/dL
1,81 juta/mm
15,7 %
87,1 fL
28,7 pg
33,1 g/dL
201.000 /mm
9400/mm
7,9 g/dL
3.15 juta/mm
27,0 %
85,9 fL
25,0 pg
29,2g/dL
182000/mm
7300/mm
9,3 g/dL
3,03 juta/mm
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
25,5 %
84,2fL
30,6 pg
36,4 g/dL
170000/mm
Pemeriksaan Elektrolit
16 September
2014
Nilai Normal
K : 3,48- 5,50 mmol/L
Na : 135,37- 145,00 mmol/L
Cl : 96,00-106,00 mmol/L
Hasil
2,81 mmol/L
94,36 mmol/L
66,64 mmol/L
114 mg/dl
Sewaktu
KGD 2 Jam PP
Asam Urat
128 mg/dl
7,7 mg%
Alkalin
SGOT
SGPT
Bil. Tot
Bil. Dir
Tot. Prot
Albumin
Globulin
Gamma GT
Ureum
Creatinin
LDL
Choles
HDL
Trigliserida
164 U/L
28 U/L
36 U/L
0,4 mg%
0,2 mg%
6,8 gr%
4,1 gr%
2,7 gr%
25 U/L
181 mg%
3,8 mg%
79 mg%
126 mg%
48 mg%
46 mg%
EKG
Tanggal 15 September 2014
Interprestasi EKG
Irama Asinus
Irregular dengan Heart Rate 60-66 x/i
Normoaxis
Gelombang P normal
Gelombang QRS normal
Interval PR : Progevitas gelombang P yang memanjang memblok QRS,
29
30
Interprestasi USG
Hati
o Permukaan rata
o Ukuran normal
o Pinggir tumpul
o Parenkim homogen
Gall Bladder
o Bentuk normal
o Ukuran normal
o Dinding tidak menebal
o Lumen stone (-), sludge (-)
Pankreas : Normal
Lien : Normal
Ginjal
o Kiri dan kanan outline tidak sama
o Tidak berbatas tegas
Kesimpulan : Chronic Kidney Disease
Foto Thorax
Tanggal 15 September 2014
31
32
No. RM : 21-27-67
Nyeri perut bagian atas sejak 4 hari SMRS, nyeri dirasakan pada pada perut kanan
dan kiri, nyeri dirasakan seperti ditekan dan ditusuk-tusuk, nyeri diikuti dengan mual dan
muntah. Muntah berisi apa yang dimakan dan diminum. Tidak selera makan dan kembung.
Buang air kecil kemerahan seperti teh manis dan lebih sering pada malam hari, buang
air besar juga seperti kehitaman. Badannya terasa lemas, mudah lelah, sering kebas-kebas
pada kedua kaki, susah berjalan dan kulit pasien terasa gatal dan lebih pucat dari sebelumnya.
Batuk dan sesak nafas, batuk dan sesak nafas dirasakan 3 bulan ini. Sesak nafas
terasa semakin memberat selama 2 minggu ini. Batuk berdahak dan berdarah 1 minggu ini.
Gangguan pendengaran 1 tahun yang lalu dan ada riwayat asam urat, yang mengakibatkan
adanya nyeri sendi, dan menggunakan obat asam urat. Pasien juga pernah berobat ke Bidan
dikarenakan nyeri perut namun tidak sembuh.
3. PEMERIKSAAN FISIK :
- Vital Sign :
* Sensorium : Compos Mentis
* Tekanan Darah : 170/100 mmHg
* Heart Rate : 64 kali/menit, regular, t/v cukup
* Respiratory Rate : 17 kali/menit
* Temperature : 36,7 0C
33
* Sp O2 : 99 % free air
Physic Diagnostic
Thorax
o Pada auskultasi ditemukan suara tambahan antara lain :
Ronchi di lapangan bawah paru kiri dan pungung kiri bawah
Ekspirasi memanjang
Wheezing pada bagian paru kanan dan kiri atas
Abdomen
o Inspeksi : Pulsus abdominus (+)
o Palpasi : nyeri tekan pada perut kanan dan kiri atas (+)
Punggung
o Tapping Pain (+)
o Ballotement (+)
Ekstremitas
o Inferior : oedem (+/+)
o Kelemahan (+), kekuatan motorik eks. Sup = Inf
o Tophi eks Sup +/-, Inferior (+/+)
4. PEMERIKSAAN
Tanggal 15 September 2014
Golongan Darah/ Rh : A/+
Darah Perifer Lengkap :
Hemoglobin 5,2 g/dL
Eritrosit 1,81 juta/mm
Hematokrit 15,7 %
EKG AV Blok I
Foto Thorax Kardiomegali (-)
USG Chronic Kidney Disease Bilateral
5. DIAGNOSIS :
34
35
36
RENCANA AWAL
Nama Penderita : Tn. Busmin Siagian
No. RM. :
Masalah
Rencana Diagnosa
Rencana Terapi
M
1.
Chronic Kidney
Tirah Baring
Vital
Diet Ginjal
DPL
LFT
BAK kemerahan
1fls/ 10 jam
Hiperuric acid
fatigue, parasthesia,
susah berjalan,
pruritus, nyeri sendi
Furosemide 2x40mg
Nervaplus 2x1 tab
RFT
As.U
KGD
Urin
USG
Allopurinol 1x 100mg
Batuk dan sesak
nafas, berdahak dan
berdarah
2.
-Bronchopneumonia
- Chronic
Obstructive
Pulmonary Disease
KSR 2x 1 tab
Ambroxol syr 3x cth 1
Foto
Peme
Sput
DPL
Pucat, Hb menurun,
MCH, MCV normal
Anemia Normokrom
Normositer
3.
37
HCT menurun
= 3x 48 kgx 4 =576 cc
Dehidrasi Ringan
4.
Tanggal
38
DPL
Nyeri
perut
muntah,
IVFD
Gout arthritis
Rexam
RR : 17 x/i
Inj Vo
Pemeriksaan :
Inj. O
Hb : 5,2 g/dL
Furos
Nerva
Hematokrit :15,7 %
Allopu
EKG : AV Blok I
USG
Chronic
Kidney
Disease Bilateral
Foto Thorax : Normal
16-9-2014
39
Pro tr
IVFD
Gout arthritis
Renxa
Inj Vo
Inj. O
Furos
Nerva
Allopu
IVFD
KSR 3
Pro tr
TD : 140/70 mmHg
Gout Arthritis
IVFD
RR : 62x/i
kronis
Chronic
Inj Vo
obstructive
pulmonary disease
T: 36.5 C
Inj. O
Furos
Nerva
Allopu
KSR 3
Flet en
Nyeri perut, mual dan
18-9- 2014
muntah (-)
40
Pro tr
IVFD
Renxa
Inj Vo
SPO2 : 99 %
T :36 C
Chronic
obstructive Inj. O
pulmonary disease
Furos
Nerva
Allopu
KSR 3
Flet en
Nyeri perut berkurang,
19-9-2014
batuk (+)
IVFD
CKD ec Acid Nefropati
Gout Arthritis
Inj Vo
Renxa
obstructive
pulmonary disease
Inj. O
Furos
Nerva
Allopu
KSR 3
Ambr
Vento
IVFD
TD: 150/90mmHg
Inj.Vo
Gout Arthritis
Inj. O
RR : 20x/i
41
T :36 C
Penyakit kronis
SpO2 : 95 %
Chronic
Pemeriksaan :
Hb 7,9 g/dL
Nerva
obstructive Allopu
pulmonary disease
Bronchopneumonia
KSR 2
Ambr
Vento
Hematokrit 27,0 %
MCH 25,0 pg
MCHC 29,2 g/dL
Batuk,
21-9-2014
sesak,
nyeri
pada kaki
IVFD
TD: 130/70mmHg
Inj. O
Nerva
Furos
obstructive
Allopu
KSR 2
pulmonary disease
Ambr
Bronchopneumonia
Vento
Pro tr
22-9-2014
Lanso
TD: 140/80mmHg
Vomet
Furos
RR : 20x/i
Gout Arthritis
Allopu
T :36 C
SpO2 : 98 %
Pemeriksaan :
Hb : 9,3 g/dL
Eritrosit 3,03 juta/mm
Hematokrit : 25,5 %
MCHC : 36,4 g/dL
43
Penyakit kronis
Chronic
Ambr
obstructive
pulmonary disease
Bronchopneuminia
DAFTAR MASALAH
Nama Penderita : Tn. Busmin Siagian
No. RM
7
Masalah
No
M AS ALAH
Tanggal
Ditemukan
Selesai/
Terkontrol/
Tanggal
Tanggal
15 September 2014
Nyeri Perut
19-09 2014
16 September 2014
Sesak nafas
21-09-2014
15 September 2014
Mual Muntah
17-09-2014
19 September 2014
Batuk
21-09-2014
21 September 2014
22-09-2014
Prognosis :
- Ad Vitam
: Bonam
- Ad Functionam
: Dubia ad Malam
- Ad Sanactionam
: Dubia ad Malam
VERIFIKASI
Dokter Ruangan
Chief Of Ward
Tanda Tangan
44
BAB IV
TINJAUAN KHUSUS
Seorang laki-laki bernama Tn. Busmin Siagian usia 61 tahun datang ke RSU HKBP
Balige dibawa oleh keluarganya denga keluhan nyeri perut bagian kanan dan kiri atas. nyeri
dirasakan seperti ditekan dan ditusuk-tusuk, nyeri diikuti dengan mual dan muntah. Muntah
berisi apa yang dimakan dan diminum. Tidak selera makan dan kembung.
Buang air kecil kemerahan seperti teh manis dan lebih sering pada malam hari, buang
air besar juga seperti kehitaman. Badannya terasa lemas, mudah lelah, sering kebas-kebas
pada kedua kaki, susah berjalan dan kulit pasien terasa gatal dan lebih pucat dari sebelumnya.
Batuk dan sesak nafas, batuk dan sesak nafas dirasakan 3 bulan ini. Sesak nafas
terasa semakin memberat selama 2 minggu ini. Batuk berdahak dan berdarah 1 minggu ini.
Gangguan pendengaran 1 tahun yang lalu dan ada riwayat asam urat, yang mengakibatkan
adanya nyeri sendi, dan menggunakan obat asam urat. Pasien juga pernah berobat ke Bidan
dikarenakan nyeri perut namun tidak sembuh.
a. Pengkajian dan analisa data dasar
Pengumpulan data dasar merupakan pengumpulan informasi melalui anamnesis,
pemeriksaan fisikdenga insfeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, serta pemeriksaan
penunjang yaitu laboratorium.
Anamnesis
Pasien laki-laki berusia 61 tahun, mengalami:
45
Nyeri perut bagian atas 4 hari sebelum masuk rumah sakit, seperti ditekan dan
ditusuk-tusuk, terasa kembung dan tidak selera makan.
4 hari sebelum pasien masuk rumah sakit pasien mengalami mual dan muntah,
muntah berisi apa yang dimakan dan diminum.
Badan terasa lemas, dan mudah lelah, sering kebas-kebas, susah berjalan, dan
kulit terasa gatal
Batuk dan sesak nafas 3 bulan ini, batuk berdahak dan berdarah
RPD
RPO
RPK
: Tidak ada
Pemeriksaan fisik
- Vital Sign :
* Sensorium : Compos Mentis
* Tekanan Darah : 170/100 mmHg
* Heart Rate : 64 kali/menit, regular, t/v cukup
* Respiratory Rate : 17 kali/menit
* Temperature : 36,7 0C
* Sp O2 : 99 % free air
-
Thorax
Punggung
46
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah rutin pada pasien ini menunjukkan :
Golongan Darah/ Rh : A/+
Darah Perifer Lengkap :
Hemoglobin 5,2 g/dL
Eritrosit 1,81 juta/mm
Hematokrit 15,7 %
EKG AV Blok I
Foto Thorax Kardiomegali (-)
USG Chronic Kidney Disease Bilateral
Merumuskan diagnose
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, nyeri perut yang dialami
pasien merupakan gejala-gejala penyakit ginjal kronik seperti nyeri perut kanan dan
kiri atas, mual dan muntah, kembung, anoreksia, anemia normokrom normositer,
pruritus, pucat, kebas-kebas pada kedua kaki.Adanya juga riwayat nyeri sendi
diakibatkan asam urat serta tophi.
Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin
untuk melihat hematokrit, trombosit, leukosit, dan Hb. Pemeriksaan darah pada hari
pertama pasien masuk rumah sakit didapati hemoglobin, hematokrit, eritrosit menurun
yang semakin menguatkan pasien mengalami anemia normokrom normositer. Pada
pasien ditemukan adanya Chronic
Terapi
Menurut PAPDI, pasien datang dengan Hb, Ht, Eritrosit menurun serta pemeriksaan
RFT dan USG pasien di indikasikan untuk dirawat inap.
1. Pemberian IVFD NaCl 0,9 %
2. Atasi Anemia dengan transfusi PRC
3. Keluarkan cairan dengan Furosemide
4. Diet Ginjal Retriksi protein dan batasi garam
47
1. Suwitra K, Markum HMS. Penyakit ginjal kronik; Gagal ginjal akut. In: Sudoyo AR,
Setiyohadi N, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid 1 edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 574-580.
2. http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary_disorders/renal_failure/chroni
c_kidney_disease.html
3. Perkovic V, Cass A, Patel A, Colman S, Chadban S, Neal B. Prevalence and distribution
of renal impairement in Thailand-The Interasia study. Nephrology 2004;9(Sppl):P34.
4. Santoso D, Mardiana N, Irwanadi C, Pranawa, Yogiantoro, & Soewanto Referral Pattern
in chronic dialysis patients (Abstract). Annual meeting nephrology 2001. Medan
November 1-3, 2003.
5. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. p. 1035 1040.
6. Silbernagl, S dan Lang, F. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007. p. 110 115.
7. Guyton AC, Hall JE. Pengaturan keseimbangan asam-basa; Miksi, diuretik, dan penyakit
ginjal. In: Setiawan, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 1996. p. 481503, 512-522
8. Work Group and Evidence Review Team of National Kidney Foundation-Kidney Disease
Outcomes Quality Initiative. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney
Disease: Evaluation, Classification and Stratification. American Journal of Kidney
Disease [serial on the internet]. 2002 [cited 2010 September 01]; 39(1):[about 356 p.].
Available
from:
http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/pdf/ckd_evaluation_classification_stratificati
on.pdf
9. Ingram RH, Brady HR, Brenner BM, Karl S, Jacob G, Singh AK. Dyspnea; Acute renal
failure; Chronic renal failure; Dialysis in the treatment of renal failure. In: Kasper DL,
Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo LL, Jameson JL, editors. Harrisons
principles of internal medicine 16th edition. New York: Mc-Hill Company; 2005. p. 20148
204,
1653-1667.
http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/pdf/ckd_evaluation_classification_stratificati
on.pdf.
10. NICE team. Early identification and management of chronic kidney disease in adults in
primary and secondary care. NICE Clinical Guideline [serial on the internet]. 2008 [cited
2010
September
01];
16:[about
42
p.].
Available
from:
http://www.nice.org.uk/nicemedia/live/12069/42116/42116.pdf.
11. Amend WJ, Vincenti FG. Acute renal failure; Chronic renal failure & dialysis. In:
Tanagho EA, McAninch JW, editors. Smiths general urology 17 th edition. New York:
McGraw-Hill Company; 2008. p. 520-532.
12. Agraharkar M. Acute renal failure: overview, differential diagnosis and workup,
treatment & medication. Medscape; c1994-2010 [updated 2010 June 29; cited 2010
September 01]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12846757.
13. Haidary AL, Logan JL, Van Myck DB. Acute renal failure; Chronic renal failure. In:
Greene HL, Johnson WP, Lemke D, editors. Decision making in medicine: an
alogarithmic approach. New York: McGraw-Hill Company; 1998. p. 299-301.
14. Sherwood L. Sistem kemih; Keseimbangan cairan dan asam-basa. In: Santoso BI, editor.
Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC; 2001. p. 490-500, 520-532.
15. Yacoop MM, Kumar P, Clark M. Acute renal failure; Chronic renal failure. In: Kumar P,
Clark M, editors. Kumar and clarks clinical medicine 6 th edition. Philadelphia: WB
Saunders Company; 2001. p. 490-500, 659-681.
16. Campbell MF. Etiology, pathogenesis, and management of renal failure. In: Walsh PC,
Vaughan, Wein AJ, editors. Campbell urology 8 th edition. Philadelphia: WB Saunders
Company; 2002. p. 273-303.
17. Kuypers DR. Chronic kidney disease: uremic pruritus. CME; c2009-2010 [updated 2009
Aug
19;
cited
2010
September
01].
Available
from:
http://cme.medscape.com/viewarticle/587670_2.
18. Andreoli TE, Bennett JC, Carpenter CJ, Plum F. Acute renal failure; Chronic renal
failure. In: Abdulezz SR, Bunke M, Singh H, Shah SV, editors. Cecil essentials of
medicine 4th edition. Philadelphia: WB Saunders Company; 2001. p. 231-251.
19. Silbernagl S, Lang F. Acute renal failure; Chronic Renal Failure. In: Graham GR, editor.
Color atlas of pathophysiology. Stuttgart: Thieme Verlag; 2003. p. 108-113.
20. Lingappa VR. Renal disease. In: McPhee SJ, Lingappa VR, Ganong WF, editors.
Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine 4 th edition. New York:
McGraw-Hill Company; 2003. p. 452-462.
21. Centers for Disease Control and Prevention. An Estimated 26 million in the United States
have
Chronic
Kidney
Disease.
Available
from:
49
50