Anda di halaman 1dari 50

BAB 1

PENDAHULUAN
Penyakit Ginjal Kronik adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan
fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Hal ini
tterjadi apabila laju filtrasi glomeluar (LFG) kurang dari 60 mL/menit dalam waktu 3
bulan atau lebih. Penurunan fungsi ginjal terjadi secara berangsur-angsur dan
irreversible yang berkembang menjadi gagal ginjal terminal. Adanya kerusakan ginjal
tersebut dapat dilihat dari kelainan yang terdapat dalam darah, urin, pencitraan atau
biobsi ginjal.

Penyakit

Ginjal

Kronik

merupakan masalah kesehatan yang

menduniadengan angka kejadian yang terus meningkat, mempunyai prognosis buruk,


dan yang memerlukan perawatan yang mahal. Di Negara-negara berkembang Penyakit
Ginjal Kronik lebih kompleks lagi masalahnya karna berkaitan dengan sosio-ekonomi
dan penyakit-penyakit yang mendasarinya. Perjaanan Penyakit Ginjal Kronik tidak
hanya terjadi gagal ginjal tetapi juga dapat terjadi komplikasi lainnya karena
menurunnya fungsi ginjal dan penyakit kardiovaskular.
Peningkatan prvalens penderita Penyakit Ginjal Kronik dari 13,8% menjadi
15,8% pada populasi dewasa dilaporkan oleh US Renal Data System tahun 2007.
Jumlah penderita Penyakit Ginjal Kronik yang dilakukan dialisis dan transplantasi
ginjal diproyeksikan meningkatdari 340.000 pada tahun 1999 menjadi 651.000.
Bukti-bukti terbaru menunjukkan bahwa perjaanan penyakit Penyakit Ginjal
Kronik tersebut dapat diperbaiki dengan melakukan diteksi dini dan memberikan
penanganan lebih awal. The National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease
Outcome Quality Initative (K/DOQI) tahun 2002 mengembangkan clinical practice
guidelines on CKD yang membuat batasan, stadium, penilaian klinis berdasarkan hasil
laboratorium, dan membagi tingkat risiko akibat penurunan fungsi ginjal.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi Penyakit Ginjal Kronik


Penyakit ginjal kronik adalah adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan

penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Kriteria definisi
Penyakit Ginjal Kronik:
1.
Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural
atau fungsional dengan atau tanpa laju filtrasi glomerulus dengan manifestasi
kelainan patologis(yang ditentukan secara radiologik misalnya, terdapatnya
kista, massa, scarring, atropi ginjal; yang ditentukan secara histologik,
misalnya kelainan pada hasil biopasi ginjal) atau ditemukannya marker
kerusakan
2.

ginjal

seperti

mikroalbuminuria,

proteinuria,

hematuria,

cast(hipertensi tidak termasuk).


GFR kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.1,2

2.2.

Epidemiologi Penyakit Ginjal Kronik


Data dan studi epidemiologi tentang penyakit ginjal kronik di Indonesia dapat

dikatakan tidak ada. Yang adapun juga langka adalah studi atau data epidemiologi
klinik. Pada saat ini tidak dapat dikemukakan pola prevalensi di Indonesia, demikian
pula morbiditas dan mortalitas. Data klinik yang ada berasal dari RS Referal Nasional,
RS Referal Provinsi, RS Referal Swasta Spesialitik. Dengan demikian dapat dimengerti
bahwa data tersebut berasal dari kelompok yang khusus.3
Kesulitan dalam menentukan angka yang tepat tentang prevalensi penyakit
ginjal kronik di Indonesia adalah karena banyaknya pasien yang datang ke rumah sakit
dalam stadium terminal atau karena memerlukan dialisis. Namun di Amerika Serikat
diperkirakan sekitar 6%dari populasi dewasa menderita gagal ginjal kronik dengan GFR
> 60 mL/min per 1.73m2 (stadium 1 dan 2 ) dan 4.5% berada dalam stadium 3 dan 4.4

2.3.

Klasifikasi (5)
Derajat
1

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit


Penjelasan
LFG (ml/mn/1,73m2)
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
90
2

2
Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
60 89
3
Kerusakan ginjal dengan LFG sedang
30 59
4
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
15 29
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisis
Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :
LFG (ml/mnt/1,73m2)

(140 umur) X berat badan *)


72 X kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0,85

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi


Penyakit
Tipe mayor ( contoh )
Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit ginjal non Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik,
diabetes

obat, neoplasma)
Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopathi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)

Penyakit
transplantasi

Penyakit kistik (ginjal polikistik)


pada Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)
Penyakit recurrent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

2.4. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang
terjadi kurang lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi pengurangan massa
ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif. Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan
ginjal menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih
utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran setan
3

hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian seterusnya,


keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan Gagal
Ginjal Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Adanya
peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, hipertensi
sistemik, nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal, proteinuria, hiperlipidemia ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan
progresifitas tersebut. (5)
Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi : (6)
-

Anemia
Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan penurunan
produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses pembentukan eritrosit
menimbulkan anemia ditandai dengan penurunan jumlah eritrosit,
penurunan kadar Hb dan diikuti dengan penurunan kadar hematokrit
darah. Selain itu GGK dapat menyebabkan gangguan mukosa lambung
(gastripati uremikum) yang sering menyebabkan perdarahan saluran
cerna. Adanya toksik uremik pada GGK akan mempengaruhi masa paruh
dari sel darah merah menjadi pendek, pada keadaan normal 120 hari
menjadi 70 80 hari dan toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi
eritropoiesis

Sesak nafas
Menurut saya disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal
sehingga menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi
iskemik ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin
yang terdapat di aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah
angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu oleh converting enzyme,
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II merangsang
pelepasan aldosteron dan ADH ssehingga menyebabkan retensi NaCl dan
air volume ekstrasel meningkat (hipervolemia) volume cairan
berlebihan ventrikel kiri gagal memompa darah ke perifer LVH
peningkatan

tekanan atrium kiri peningkatan tekanan vena

pulmonalis peningkatan tekanan di kapiler paru edema paru


sesak nafas
-

Asidosis

Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat


penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+ disertai
dengan penurunan kadar bikarbonat (HCO3) dan pH plasma. Patogenesis
asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik meliputi penurunan eksresi
amonia karena kehilangan sejumlah nefron, penurunan eksresi fosfat,
kehilangan sejumlah bikarbonat melalui urin. Derajat asidosis ditentukan
oleh penurunan pH darah. Apabila penurunan pH darah kurang dari 7,35
dapat

dikatakan

asidosis

metabolik.

Asidosis

metabolik

dpaat

menyebabkan gejala saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia dan


lelah. Salah satu gejala khas akibat asidosis metabolik adalah pernapasan
kussmaul yang timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan eksresi
karbon dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis
-

Hipertensi
Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga
menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal.
Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di
aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi
angitensin I. Lalu oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga
meningkatkan tekanan darah.

Hiperlipidemia
Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak bebas
oleh ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.

Hiperurikemia
Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di
dalam darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan
menyebabkan pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga sendi akan
terlihat membengkak, meradang dan nyeri

Hiponatremia
Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran hormon
peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi natrium pada
tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk disertai dengan

penurunan jumlah nefron, natriuresis akan meningkat. Hiponatremia


yang disertai dengan retensi air yang berlebihan akan menyebabkan
dilusi natrium di cairan ekstraseluler. Keadaan hiponetremia ditandai
dengan gangguan saluran pencernaan berupa kram, diare dan muntah.
-

Hiperfosfatemia
Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat
sehingga fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika
kelarutannya terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca 2+

untuk

membentuk kalsium fosfat yang sukar larut. Kalsium fosfat yang


terpresipitasi akan mengendap di sendi dan kulit ( berturut-turut
menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)
-

Hipokalsemia
Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan fosfat.
Keadaan hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari kelenjar
paratiroid sehingga memobilisasi kalsium fosfat dari tulang. Akibatnya
terjadi demineralisasi tulang (osteomalasia). Biasanya PTH mampu
membuat konsentrasi fosfat di dalam plasma tetap rendah dengan
menghambat reabsorbsinya diginjal. Jadi meskipun terjadi mobilisasi
kalsium fosfat dari tulang, produksinya di plasma tidak berlebihan dan
konsentrasi Ca2+ dapat meningkat. Namun pada insufisiensi ginjal,
eksresinya melalui ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga konsentrasi
fosfat

di

plasma

meningkat.

Selanjutnya

konsentrasi

CaHPO4

terpresipitasi dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh karena


itu, rangsangan untuk pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam keadaan
perangsangan yang terus-menerus ini, kelenjar paratiroid mengalami
hipertrofi bahkan semakin melepaskan lebih banyak PTH. Kelaina yang
berkaitan dengan hipokalsemia adalah hiperfosfatemia, osteodistrofi
renal dan hiperparatiroidisme sekunder. Karena reseptor PTH selain
terdapat di ginjal dan tulang, juga terdapat di banyak organ lain ( sistem
saraf, lambung, sel darah dan gonad), diduga PTH berperan dalam
terjadinya berbagai kelainan di organ tersebut.
Pembentukan kalsitriol berkurang pada gahal ginjal juga berperan
dalam menyebabkan gangguan metabolisme mineral. Biasanya hormon
ini merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di usus. Namun karena
6

terjadi penurunan kalsitriol, maka menyebabkan menurunnya absorpsi


fosfat di usus, hal ini memperberat keadaan hipokalsemia
-

Hiperkalemia
Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+ plasma
meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke dalam sel sel
ginjal sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke dalam plasma.
Peningkatan konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal akan menyebabkan
peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan sekresi kalium di ginjal akan
berkurang sehingga menyebabkan hiperkalemia. Gambaran klinis dari
kelainan kalium ini berkaitan dengan sistem saraf dan otot jantung,
rangka dan polos sehingga dapat menyebabkan kelemahan otot dan
hilangnya refleks tendon dalam, gangguan motilitas saluran cerna dan
kelainan mental.

Proteinuria
Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui penyebab dari
kerusakan ginjal pada GGK seperti DM, glomerulonefritis dan
hipertensi. Proteinuria glomerular berkaitan dengan sejumlah penyakit
ginjal yang melibatkan glomerulus. Beberapa mekanisme menyebabkan
kenaikan

permeabilitas

glomerulus

dan

memicu

terjadinya

glomerulosklerosis. Sehingga molekul protein berukuran besar seperti


albumin dan immunoglobulin akan bebas melewati membran filtrasi.
Pada keadaan proteinuria berat akan terjadi pengeluaran 3,5 g protein
atau lebih yang disebu dengan sindrom nefrotik.
-

Uremia
Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia. Penyebab dari
uremia pada GGK adalah akibat gangguan fungsi filtrasi pada ginjal
sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam darah. Urea dalam urin
dapat berdifusi ke aliran darah dan menyebabkan toksisitas yang
mempengaruhi glomerulus dan mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus
ginjal. Bila filtrasi glomerulus kurang dari 10% dari normal, maka gejala
klinis uremia mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala iritasi
traktus gastrointestinal, gangguan neurologis, nafas seperti amonia (fetor
uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis uremik. Gangguan pada

serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang sangat tinggi dan
menyebabkan koma uremikum.
2.5

Diagnosis Penyakit Ginjal Kronik


Ketika pasien datang yang kita lakukan pertama kali adalah menentukan apa

benar pasien menderita gagal ginjal menyingkirkan diagnosis banding lainnya.


Kemudian, tentukan juga apakah gagal ginjal tersebut akut atau pun kronik. Penyakit
ginjal akut bersifat reversibel, jadi gejala yang ditimbulkan tidaklah terlalu berarti. 7
Berbeda dengan penyakit ginjal kronik yang kronis dan irreversibel, menimbulkan
manifestasi gejala pada seluruh tubuh, baik keseimbangan cairan tubuh maupun
gangguan fungsi organ. Gangguan elektrolit biasanya terjadi apabila jumlah nefron telah
berkurang lebih dari 60-70%.1,8,9
Pemeriksaan dilakukan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium baru melakukan pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan dilakukan secara
bertahap untuk menyingkirkan diagnosis banding lain dan untuk mengidentifikasi
penyebab penyakit. Pada anamnesis, tanyakan gejala utama dan gejala tambahan,
anamnesis periodisitas dan kronisitas gejala. Kemudian, analisis gejalanya secara lebih
mendalam. Tanyakan juga keadaan yang mungkin menjadi faktor resiko hipotesis awal,
riwayat keluarga dan riwayat pemakaian obat-obatan.10,11
Gejala gangguan ginjal belum begitu tampak pada penderita gagal ginjal akut,
apalagi pada pasien stadium awal, penderita hanya akan mengeluhkan oliguria. Keluhan
penderita gagal ginjal akut biasanya lebih terorientasi pada penyakit penyebab gagal
ginjal akut. Penderita gagal ginjal akut akibat gangguan prerenal akan mengeluhkan
keadaanya yang sesak karena hipertensi, rasa haus(dehidrasi) karena diare atau sepsis.
Penderita gagal ginjal akut akibat gangguan renal akan mengeluhkan sesuai gejala dari
kerusakan ginjal. Penderita gagal ginjal akut akibat gangguan postrenal akan
mengeluhkan nyeri kolik akibat batunya ataupun Lower Urinary Tract Syndrome akibat
BPH. Akan tetapi, bila penderita gagal ginjal akut sudah menuju ke tahap L/E dari
RIFLE, gejala seperti lemah, lesu, anoreksia, mual, muntah, gatal-gatal, rentan terhadap
pendarahan bahkan bisa terjadi kejang-kejang.11,12,13
Pasien gagal ginjal kronik yang masih berada dalam stadium 1 dan 2 biasanya
masih asimptomatik. Stadium 3 dan 4 terjadi poliuria, nokturia, badan lemah, nafsu
makan berkurang dan penurunan BB. Stadium 4/5 telah terjadi gejala sistemik uremia
yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, mual, muntah, pruritus,
osteomalasia, rentan infeksi, gangguan keseimbangan air dan gejala terus memburuk
8

sampai indikasi transplantasi ginjal. Penderita gagal ginjal kronik dengan komplikasi,
akan mengehipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik,
gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida). 9,13
Gejala yang dialami penderita gagal ginjal akut dan kondisi akut pada gagal
ginjal kronik biasanya sama. Bedanya, pada kondisi akut gagal ginjal kronik, penderita
akan mengeluhkan sesak nafas yang lebih berat dibanding penderita gagal ginjal akut.
Hal ini akibat komplikasi gagal ginjal kronik pada kardiovaskular yang progresif. Selain
itu, penderita gagal ginjal akut selalu mengeluhkan oliguria atau anuria, sedangkan
urinari penderita gagal ginjal kronik tahap awal masih normal atau bahkan mengalami
poliuria akibat kompensasi nefron. 2,9,14
Setelah itu, eksplorasi faktor risiko untuk menentukan penyebab. Faktor risiko
penderita Acute Kidney Injury terbanyak adalah akibat dehidrasi, hipertensi, gagal
jantung, nekrosis tubular akut dan hanya sedikit yang disebabkan obstruksi saluran
kemih. 50% dari gagal ginjal kronik disebabkan oleh diabetes mellitus, 27% disebabkan
hipertensi, 13% disebabkan glomerulonefritis dan penyebab lain hanya berkisar 10%.
Perlu ditanyakan obat-obat yang digunakan sebelumnya seperti diuretik, NSAIDS,
ACE-inhibitor, atau ARB untuk mengidentifikasi obat-obatan yang nefrotoksik. Selain
itu, riwayat keluarga penderita gagal ginjal menjadi suatu faktor resiko penting
timbulnya hal yang sama pada keturunannya.15
Setelah anamnesis, selanjutnya lakukan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik
dianjurkan dilakukan pada ginjal, jantung, paru dan abdomen untuk menyingkirkan
asumsi penyakit lain dan untuk menentukan apakah terdapat komplikasi pada organ
tersebut. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi. 1,16
Pada pemeriksaan fisik prerenal gagal ginjal akut ditemukan hipertensi,
penurunan tekanan vena jugularis, berkurangnya turgor kulit, dan membran mukosa
yang kering. Untuk gangguan sirkulasi yang menyebabkan prerenal ARF, dapat
ditemukan pada pemeriksaan fisik penyakit hati kronik, gagal jantung lanjut, sepsis, dan
sebagainya(tergantung etiologi). Apabila pada kulit didapati petekie, purpura,
ecchymosis menandakan kemungkinan gagal ginjal akut yang berhubungan dengan
pembuluh darah. Ditemukannya uveitis mengindikasikan adanya nefritis interstitial dan
necrotizing vasculitis. Ocular palsy menandakan keracunan etilen glikol atau
necrotizing vasculitis.1,9,17
Umumnya pemeriksaan fisik pada gagal ginjal kronik tidak begitu membantu
namun dapat mengetahui etiologi atau komplikasi yang telah terjadi. Hal ini disebabkan

karena pada stadium awal, penderita gagal ginjal kronik masih belum menunjukkan
kelainan apapun. Tetapi, bila sudah menimbulkan komplikasi, gejala akan sangat parah.
Pada inspeksi penderita gagal ginjal kronik akan tampak pucat. Penderita gagal ginjal
akut, kecuali gagal ginjal akut yang disebabkan anemia, tidak akan terlihat
pucat.Pemeriksaan Pada palpasi dan perkusi ginjal akan dirasakan ginjal yang semakin
mengecil. Pemeriksaan palpasi dan perkusi jantung akan menunjukkan pembesaran
ventrikel kiri. Dan identifikasi murmur saat auskultasi. Pemeriksaan perkusi paru-paru
juga sering menimbulkan bunyi redup yang menunjukkan terdapatnya edema paru.11,12
Setelah pemeriksaan fisik, lanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah pemeriksaan
darah rutin, pemeriksaan BUN, pemeriksaan kreatinin, pemeriksaan elektrolit dan
urinalisis (protein, sedimen urin dan kultur urin bila terdapat tanda infeksi). Untuk
konfirmasi gagal ginjal termasuk gagal ginjal akut atau gagal ginjal kronik, lakukan
pemeriksaan USG. Untuk pasien yang dicurigai penderita gagal ginjal kronik, wajib
dilakukan pemeriksaan radiologik jantung berupa foto toraks maupun EKG. Selain itu,
pemeriksaan penunjang harus dilakukan juga sesuai dengan penyakit penyerta.
Misalnya, lakukan pemeriksaan KGD atau reduksi urin pada penderita DM, faal hati
(SGOT, SGPT) pada pasien dengan gangguan hati, foto polos dan IVP pada penderita
dengan gangguan ginjal atau obstruksi saluran kemih (pertimbangkan juga kadar ureum
dan kreatinin sebelum melakukan IVP). 8,18,19
Pemeriksaan Hb bisa menjadi suatu patokan awal untuk membedakan gagal
ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Hb (normal= 12-16 g/dL)8 yang menurun (anemia
normokrom normositik) dijumpai pada penderita gagal ginjal kronik.2,18 Selain itu, pada
penderita gagal ginjal kronik sering juga ditemukan disfungsi platelet dan
trombositopenia akibat uremia.9 Pemeriksaan leukosit untuk menentukan ada tidaknya
terjadi komplikasi infeksi saluran kemih atau sepsis. Pada pasien gagal ginjal stadium
akhir biasanya menunjukkan keadaan leukopenia.20
Peningkatan BUN (ureum normal=20-40 mg%)12 dan kreatinin merupakan
pertanda khas untuk gagal ginjal, baik gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik.
Bedanya, penderita gagal ginjal akut menunjukkan penurunan ureum secara tiba-tiba,
sedangkan penderita gagal ginjal kronik menunjukkan peningkatan ureum yang
perlahan.9 False postive terjadi pada pasien dengan intake protein yang tinggi. BUN
juga mungkin meningkat pada pasien dengan perdarahan pada mukosa dan saluran
pencernaan, dan pengobatan steroid. Kadar kreatinin darah diperiksa untuk menentukan

10

stadium penyakit melalui perhitungan GFR dengan rumus: GFR (ml/menit/1,73m2)=


186 x (Kreatinin serum)-1,154 x (Umur)-0,203 x (0,742 pada wanita) x (1,21 pada orang kulit
hitam).8,12
Pemeriksaan protein urin pada penderita gagal ginjal akut biasanya +2 dan +
pada penderita gagal ginjal kronik. Pemeriksaan sedimen urin penderia gagal ginjal akut
bila terdapat hemautir menunjukkan eritrosit yang banyak dan silinder eritrosit.
Penderita gagal ginjal kronik menunjukkan eritrosit yang sedikit, leukosit pada urin,
waxy xast, broad renal dan failure cast.13
USG merupakan diagnosis pasti untuk membedakan gagal ginjal akut maupun
gagal ginjal kronik. Gejala akut gagal ginjal akut hampir sama dengan gejala akut pada
gagal ginjal kronik. Penting untuk membedakan kedua hal ini sebab akan sedikit
berbeda dalam prosedur diagnosis, penatalaksanaan dan prognosisnya. Yang dinilai pada
USG adalah ukuran ginjal. Pada pasien gagal ginjal kronik, ukuran ginjalnya telah
atropi sebab pengurangan nefron yang irreversibel dan digantikan oleh jaringan ikat
(fibrosis dan sklerosis). Berbeda dengan gagal ginjal akut yang reversibel, ukuran ginjal
masih tampak normal.8,13
Karena komplikasi utama gagal ginjal kronik adalah gangguan gagal ginjal
kronik, pada penderita gagal ginjal kronik harus dilakukan penilaian fungsi jantung.
Biasanya pemeriksaan penunjang yang dipilih adalah foto toraks dan EKG. Biasanya,
hasil pemeriksaan akan mengarah pada pembesaran ventrikel kiri akibat hipertensi dan
anemia dan bisa juga menunjukkan gambaran gagal jantung.9,20
2.6

Penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik


Prinsip penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:1
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid (comorbid condition)
Memperlambat perburukan (progression) fungsi ginjal
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular
Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

Tabel 2.3 Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan Derajatnya 1
Derajat
1

LFG (ml/menit/1,73m2)
90

Rencana tatalaksana
Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi
pemburukan (progression) fungsi ginjal, memperkecil

2
3
4

60-89
30-59
15-30

risiko kardiovaskular
Menghambat perburukan(progression) fungsi ginjal
Evaluasi dan terapi komplikasi
Persiapan untuk terapi pengganti ginjal

11

< 15

Tetapi pengganti ginjal

a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya


Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum terjadinya
penurunan LFG, sehingga pemburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada ukuran ginjal
yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal
dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik. Sebaliknya, bila LFG
sudah menurun sampai 20-30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak
banyak bermanfaat.

b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid


Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien
penyakit ginjal kronik. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang dapat
memperburuk keadaan pasien, antara lain, gangguan keseimbangan cairan, hipertensi
yang tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat
nefrotoksik, bahan radiokontras, atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.
c. Menghambat perburukan fungsi ginjal
Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya hiperfiltrasi
glomerulus. Cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus ini adalah:21
Diet dengan jumlah kalori 30-35 kkal/kgBB/hari, pengaturan asupan karbohidrat 5060% dari kalori total, pengaturan asupan lemak 30-40% dari kalori total dan
mengandung jumlah yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh,
garam 2-3 gram/hari, kalium 40-70 mEq/kgBB/hari, fosfor 5-10 mg/kgBB/hari, dan
pembatasan jumlah protein sebagai berikut:
Tabel 2.4 Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit Ginjal Kronik22
LFG
(ml/menit)
>60
25-60
5-25

Asupan protein g/kg/hari

Fosfat g/kg/hari

Tidak dianjurkan
Tidak dibatasi
0,6-0,8/kg/hari, termasuk 0,35 gr/kg/hari 10 g
nilai biologi tinggi
0,6-0,8/kg/hari, termasuk 0,35 gr/kg/hari 10 g
protein nilai biologi tinggi atau tambahan

< 60
(sindrom
nefrotik)

0,3 gr asam amino esesial atau asam keton


0,8/kg/hari (+1 gr protein / g proteinuria 9 g
atau 0,3 g/kg tambahan asam amino
esensial atau asam keton
12

d. Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskular


Pencegahan dan terapi terhadap penyakit

kardiovaskular merupakan hal yang

penting, karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi penyakit
kardiovakular adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi, pengendalian
dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia, dan terapi terhadap
kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit. Semua ini terkait dengan
pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit ginjal kronik secara keseluruhan.
e. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium V, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa:
Hemodialisis

Gambar 2.2 Mekanisme Hemodialisis23


Pada hemodialisis, darah penderita dipompa oleh mesin kedalam kompartemen
darah pada dialyzer. Dialyzer mengandung ribuan serat (fiber) sintetis yang berlubang
kecil ditengahnya. Darah mengalir di dalam lubang serat sementara cairan dialisis
(dialisat) mengalir diluar serat, sedangkan dinding serat bertindak sebagai membran
semipermeabel tempat terjadinya proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara
meningkatkan tekanan hidrostatik melintasi membran dialyzer dengan cara menerapkan

13

tekanan negatif kedalam kompartemen dialisat yang menyebabkan air dan zat-zat
terlarut berpindah dari darah kedalam cairan dialisat.
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis
berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah hipotensi, kram otot,
mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan
menggigil. Komplikasi yang jarang terjadi misalnya sindrom disekuilibrium, reaksi
dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemodialisis,
emboli udara, neutropenia, serta aktivasi komplemen akibat dialisis dan hipoksemia.
Kontraindikasi dari hemodialisis adalah perdarahan, ketidakstabilan hemodinamik, dan
aritmia.23
Pasien hemodialisa harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap dalam
gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk terjadinya
kematian pada pasien hemodialisis. Asupan protein diharapkan 1-1,2 g/KgBB/hari
dengan 50% terdiri atas protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium diberikan
40-70 mEq/hari.21
Indikasi dilakukannya hemodialisis pada penderita gagal ginjal stadium terminal
antara lain karena telah terjadi:23
o Kelainan fungsi otak karena keracunan ureum (ensepalopati uremik).
o Gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit, misalnya asidosis metabolik,
hiperkalemia, dan hiperkalsemia.
o Kelebihan cairan ( volume overload ) yang memasuki paru-paru sehingga
menimbulkan sesak nafas berat.
o Gejala-gejala keracunan ureum ( uremic symptoms )
Dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari:23
o Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata.
o K serum > 6mEq/L
o Ureum darah > 200 mg/dl
o pH darah < 7,1
o Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
o Fluid overloaded atau kelebihan cairan yang memasuki paru-paru sehingga
menimbulkan sesak nafas berat.

Peritoneal Dialisis (PD)

Peritoneal Dialisis (beberapa orang menyebutnya sebagai 'cuci perut') merupakan proses
dialisis yang berlangsung di dalam rongga perut memanfaatkan ruang peritoneum.
14

Cairan dialisis/dialisat dimasukkan kedalam rongga perut melalui suatu kateter two way
(disebut Tenckhoff catheter) yang lembut, untuk kemudian didiamkan beberapa waktu
(disebut dwell time). Antara darah dengan cairan dialisis dibatasi oleh membran
peritoneum yang berfungsi sebagai media pertukaran zat. Ketika cairan dialisat berada
di dalam rongga peritoneum maka terjadi pertukaran zat-zat, yang berguna akan terserap
kedalam darah dan yang tidak berguna (produk limbah dan racun) serta kelebihan air
akan terserap kedalam cairan dialisat melalui proses ultrafiltrasi. Ketika klep kateter
pengeluaran dibuka, maka cairan dialisis meninggalkan tubuh dengan membawa serta
limbah (racun) ditambah ekstra cairan yang tadi diserap dari dalam darah pasien.23
Indikasi pemakaian dialisis peritoneal dapat digunakan pada pasien:23
o Gagal ginjal akut (dialisat peritoneal akut)
o Gangguan keseimbangan cairan elektrolit atau asam basa
o Intoksikasi obat atau bahan lain
o Gagal ginjal kronik (dialisat peritoneal kronik)
o Keadaan klinis lain dimana DP telah terbukti manfaatnya
Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal telah menjadi terapi pengganti utama pada pasien gagal ginjal tahap
akhir hampir di seluruh dunia. Manfaat transplantasi ginjal sudah jelas terbukti lebih
baik dibandingkan dengan dialisis terutama dalam hal perbaikan kualitas hidup. Salah
satu diantaranya adalah tercapainya tingkat kesegaran jasmani yang lebih baik.
Misalnya seorang perempuan muda yang menerima transplantasi ginjal bisa hamil dan
melahirkan bayi yang sehat. Manfaat transplantasi ginjal paling jelas terlihat pada
pasien usia muda dan pasien diabetes melitus.
Cangkok ginjal adalah mencangkokkan ginjal sehat yang berasal dari manusia lain
(donor) ke tubuh pasien gagal ginjal terminal melalui suatu tindakan bedah (operasi).
Biasanya ginjal cangkokan ditempelkan (dicangkokkan) di sebelah bawah pada
pembuluh darah yang sama dari ginjal lama yang sudah 'tidak' berfungsi sedangkan
ginjal lama dibiarkan ditempatnya.24
Tabel 2.5 Perbandingan Keuntungan Transplantasi Ginjal dan Hemodialisis Kronik.23

Prosedur
Kualitas hidup
(jika berhasil)
Ketergantungan

Transplantasi Ginjal
Biasanya satu kali
Baik sekali
pada minimal

HD kronik
Seumur hidup
Cukup baik
Besar

fasilitas medic
15

Jika gagal

Dapat HD kembali atau Meninggal


transplantasi lagi

Angka kematian pertahun

4-8 %

20-25 %

Penatalaksanaan Farmakologis Hipertensi


Terapi hipertensi pada CKD non diabetik dan CKD diabetik, level turunnya tekanan
darah sistolik dan level proteinuria dipakai sebagai diagnosis dan prognosis progresifitas
dan komplikasi CVD pada CKD.25,26
Tabel 2.6 Rekomendasi penatalaksanaan hipertensi pemilihan obat anti hipertensi
pada CKD27
Clinical assessment of Blood

Preffered Agents for CKD, Other

Kidney disease

with

Blood

pressure

Pressure
Target
> < 130/80

(or

agent

to

without) reduced CVD risk,

Hypertension
ACE Inhibitor or ARB

130/80 mmHg and spot

target BP
Diuretik preffered
then BB or CCB

urine total protein to


creatinin ratio > 200
mg/g
Blood

pressure

> < 130/80

No prefered

130/80 mmHg and spot

Diuretik, BB or
CCB

urine total protein to


craetinin ratio < 200
mg/g
Blood

pressure

<

130/80

ACE Inhibitor or ARB

130/80 mmHg and spot

Diuretik preffered
then BB or CCB

urine total protein to


craetinin ratio > 200
mg/g

16

Gambar 2.3 Manajemen hipertensi pada CKD28


2.7

Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik


Tabel 2.7. Komplikasi CKD berdasarkan derajatnya7,29

Stadium Penjelasan
1
Kerusakan
2

LFG (ml/menit)
ginjal
90

dengan LFG normal


Kerusakan
ginjal

60-89

dengan penurunan LFG


ringan
Penurunan LFG sedang

30-59

Penurunan LFG berat

15-30

2.8

Gagal ginjal

Tekanan darah mulai


meningkat

Komplikasi
-

< 15

- Hiperfosfatemia
- Hipokalsemia
- Anemia
- Hiperparatiroid
- Hipertensi
- Hiperhomosistenemia
- Malnutrisi
- Asidosis metabolik
- Cenderung
-

hiperkalemia
Dislipidemia
Gagal jantung
Uremia

Prognosis Penyakit Ginjal Kronik


Prognosis pasien dengan penyakit ginjal kronis berdasarkan data epidemiologi

telah menunjukkan bahwa semua penyebab kematian meningkat sesuai dengan


17

penurunan fungsi ginjalnya.3 Penyebab utama kematian pada pasien dengan penyakit
ginjal kronis adalah penyakit kardiovaskuler (45%), dengan atau tanpa ada kemajuan ke
stage V.29 Penyebab lainnya termasuk infeksi (14%), penyakit cerebrovaskular (6%),
dan keganasan (4%). Diabetes, umur, albumin serum rendah, status sosial ekonomik
rendah dan dialisis inadekuat adalah prediktor signifikan dalam angka kematian.
Angka kematian lebih tinggi pada pasien yang menjalani dialisis dibandingkan
pada pasien kontrol dengan umur yang sama. Angka kematian setiap tahun adalah 21,2
setiap seratus pasien per tahun. Angka kelangsungan hidup yang diharapkan pada pasien
grup usia 55-64 tahun adalah 22 tahun sementara pada pasien dengan gagal ginjal
terminal angka kelangsungan hidup adalah 5 tahun.6
Sementara terapi penggantian ginjal dapat mempertahankan pasien tanpa waktu
dan memperpanjang hidup, kualitas hidup adalah sangat terpengaruh. 6,7 Transplantasi
Ginjal meningkatkan kelangsungan hidup pasien penyakit ginjal kronik stage V secara
signifikan bila dibandingkan dengan pilihan terapi lainnya.8,9 Namun, transplasntasi
ginjal ini terkait dengan mortalitas jangka pendek yang meningkat (akibat komplikasi
dari operasi). Selain transplantasi, intensitas yang tinggi dari home hemodialysis tinggi
tampak terkait dengan peningkatan ketahanan hidup dan kualitas hidup yang lebih
besar, bila dibandingkan dengan cara konvensional yaitu hemodialiasis dan dialysis
peritonial yang dilakukan tiga kali seminggu.28

BAB III
STATUS PASIEN

No. Reg. RS : 21-27-67


Nama Lengkap : Tn. Busmin Siagian
Tanggal Lahir :

Umur : 61 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

14 Maret 1953
Alamat : Desa Huta Gurgur II Kec.Silaen

No. Telepon : -

18

Pekerjaan : Petani

Status: Menikah

Pendidikan : SD

Jenis Suku : Batak

Dokter Muda

Agama : Kristen Protestan

:- Katrin Marcelina Sihombing


- Leoranda Sabastian Simangunsong
- Novia Bunga Rimta Br. Ginting

ANAMNESIS

Automentesi

Heternoment

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama

: Nyeri perut bagian atas

Deskripsi

:
Nyeri perut bagian atas dialami pasien sejak 4 hari sebelum masuk

rumah sakit, nyeri dirasakan pada pada perut kanan dan kiri, nyeri dirasakan
seperti ditekan dan ditusuk-tusuk, nyeri diikuti dengan mual

dan muntah.

Muntah berisi apa yang dimakan dan diminum. Demam tidak dijumpai dan
disangkal. Pasien juga tidak selera makan. Pasien juga merasa perut pasien
terasa kembung.
Pasien juga mengeluhkan bila pasien buang air kecil kemerahan seperti
teh manis dan lebih sering pada malam hari. Apabila pasien buang air besar juga
seperti kehitaman. Pasien merasa badannya terasa lemas, mudah lelah, sering
kebas-kebas pada kedua kaki, susah berjalan dan kulit pasien terasa gatal dan
lebih pucat dari sebelumnya.
Pasien juga mengalami batuk dan sesak nafas, batuk dan sesak nafas
dirasakan 3 bulan ini. Sesak nafas terasa semakin memberat selama 2 minggu
ini. Sesak tidak dipengaruhi cuaca dan aktivitas. Batuk berdahak dan berdarah
1 minggu ini. Riwayat nyeri dada disangkal.

19

Pasien sebelumnya mengalami gangguan pendengaran 1 tahun yang


lalu dan ada riwayat asam urat, yang mengakibatkan adanya nyeri sendi, dan
menggunakan obat asam urat. Pasien juga pernah berobat ke Bidan dikarenakan
nyeri perut namun tidak sembuh.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tanggal

Penyakit

Tempat

Pengobatan dan

Perawatan

Operasi

SMP

Asma

Puskesmas

Obat Asma

2013

Asam Urat

Bidan

Obat Asam Urat

2014

Nyeri Perut

Bidan

Obat Nyeri Perut

RIWAYAT KELUARGA
Laki-laki

Perempuan

X Meninggal (sebutkan sebab meninggal dan umur saat meninggal

Kakek-Nenek
Ayah-Ibu
Pasien

20
Anak

RIWAYAT PRIBADI

Riwayat imunisasi

Riwayat alergi
Tahun

Tahun

Jenis imunisasi

Bahan / obat

Gejala

Daging

Gatal

Hobi

: Menonton

Olah Raga

: Tidak pernah berolahraga


21

Kebiasaan Makanan : Tidak teratur


Merokok

:+

Minum Alcohol

:+

Hubungan Seks

: tidak ditanyakan

ANAMNESIS UMUM (Review of System)


Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi
Umum : Lemas

Abdomen : nyeri pada perut kanan dan


kiri atas, perut terasa kembung, mual
dan muntah

Kulit: Sering gatal, pucat

Ginekologi: -

Kepala dan leher: Pusing

Alat kelamin : tidak ada keluhan

Mata: Tidak ada Keluhan

Ginjal dan Saluran Kencing: buang air


kecil kemerahan dan sering pada
malam hari

Telinga: Gangguan pendengaran 1

Hematology: tidak ada keluhan

tahun pada bagian kanan

Hidung: tidak ada keluhan

Endokrin / Metabolik: tidak ada


keluhan

Mulut dan Tenggorokan: Tidak ada

Musculoskeletal: Sering kebas dan sulit

keluhan

berjalan, nyeri sendi, bengkak pada


sendi

22

Pernafasan : Sesak nafas dan batuk

System syaraf: tidak ada keluhan

Payudara: tidak ada keluhan

Emosi : tidak ada keluhan

Jantung: tidak ada keluhan

Vaskuler : tidak ada keluhan

DESKRIPSI UMUM
Kesan Sakit

Ringan

Sedang

Berat

Gizi: Cukup
Berat Badan : 48 Kg Tinggi Badan: 158

cm

RBW : BB/TB-100 x 100% = 82,6 %


IMT: BB/ (TB2)2 kg/m2 = 19,2 kg/m2 kesan: Normoweight

TANDA VITAL
Kesadaran

Compos
v Mentis

Deskripsi: Kooperatif
23

Nadi

Frekuensi 64 x/i

regular, t/v cukup

Tekanan darah

Berbaring: 170/100 mmHg

Duduk:

Lengan kanan: - mmHg

Lengan kanan: - mmHg

Lengan kiri

Lengan kiri : - mmHg

: - mmHg

Temperatur

Aksila: 36,7 0C

Pernafasan

Frekuensi: 17 x/menit

Deskripsi: sesak (-),


abdominaltorakal

KULIT : Sawo Matang,Pucat (+), Sianosis (-), Ikterik (-)


KEPALA DAN LEHER :
Simetris, rambut: memutih dan tidak mudah dicabut, distribusi merata. TVJ R-2cmH20,
trakea deviasi(-), pembesaran KGB (-), struma (-)
TELINGA:
Meatus aurikula externus : tidak ditemui kelainan, Serumen (-/-), Gangguan
Pendengaran +/HIDUNG: deviasi septum (-/-), konkha hiperemis(-/-)
RONGGA MULUT DAN TENGGOROKAN :
Mukosa bibir kering (+), lidah kotor (-), sianosis (-), tonsil T1- T1, hiperemis (-),
edema(-)
MATA

24

Conjunctiva palp. inf. Pucat +/+, sclera ikterik -/- ,


RC +/+, Pupil isokor, ki=ka, 3 mm
TORAKS
Depan

Belakang

Inspeksi

Simetris fusiformis

Simetris fusiformis

Palpasi

SF : stem fremitus ki=ka

SF : stem fremitus ki=ka

Perkusi

Sonor

Sonor

Batas Paru Hati :


Relatif ICS IV
Absolut ICS V
Peranjakan 3 jari di bawah arcus
costae
Auskultasi

SP: vesikuler

SP: vesikuler

ST:

ST: ronchi di lapangan bawah

* Ronchi di lapangan bawah paru

punggung kiri

kiri
* Ekspirasi memanjang
* Wheezing pada bagian paru
kanan dan kiri atas

JANTUNG
Batas Jantung Relatif: batas jantung relatif :
atas

: ICR II midclavikularis sinistra

kanan : ICR II parasternalis dekstra


kiri

: ICR V 1 cm ke arah medial mid clavicularis sinistra

25

Jantung : HR : 64 x/i,reguler , M1>M2, A2 >A1, P2>P1, A2>P2, desah(-)

ABDOMEN
Inspeksi

: simetris fusiformis, pulsus abdominus (+)

Palpasi

: soepel, H/L/R: tidak teraba, nyeri tekan pada perut kanan dan

kiri atas (+), undulasi (-)


Perkusi

: timpani, pekak hati (+), pekak beralih(-)

Auskultasi

: Peristaltik (+) normal , double sound (-), bruit (-)

PUNGGUNG
tapping pain (+), ballotement(+)

EKSTREMITAS:
Superior: oedem -./Inferior: oedem +/+
Kelemahan (+), kekuatan motorik eks. Superior = Inferior
Tophi eks. Superior +/-, Inferior +/+

ALAT KELAMIN:
Tidak dilakukan pemeriksaan
REKTUM: tidak dilakukan pemeriksaan

26

NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis :

Bisep (+/+)
Trisep (+/+)
Brakioradialis (+/+)
Patella (+/+)
Tendon achilles (+/+)

Refleks Patologis :
Babinski (-/-)
Chadock (-/-)
Gordon (-/-)
Oppenheim (-/-)
Scuffer (-/-)

BICARA: baik dan kooperatif


PEMERIKSAAN LAB
Darah Rutin:
Tanggal
15 September
2014

Pemeriksaan Lab
Golongan Darah/ Rh
Darah Perifer
Lengkap

20 September

Darah Perifer

2014

Lengkap

22 September

Darah Perifer

2014

Lengkap

27

Pemeriksaan
A/ +
Leukosit
Hemoglobin
Eritrosit
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Leukosit
Hemoglobin
Eritrosit
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Leukosit
Hemoglobin
Eritrosit

Nilai
6100/mm
5,2 g/dL
1,81 juta/mm
15,7 %
87,1 fL
28,7 pg
33,1 g/dL
201.000 /mm
9400/mm
7,9 g/dL
3.15 juta/mm
27,0 %
85,9 fL
25,0 pg
29,2g/dL
182000/mm
7300/mm
9,3 g/dL
3,03 juta/mm

Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit

25,5 %
84,2fL
30,6 pg
36,4 g/dL
170000/mm

Pemeriksaan Elektrolit
16 September
2014

Nilai Normal
K : 3,48- 5,50 mmol/L
Na : 135,37- 145,00 mmol/L
Cl : 96,00-106,00 mmol/L

Hasil
2,81 mmol/L
94,36 mmol/L
66,64 mmol/L

Pemeriksaan Kadar Gula Darah dan Asam Urat


16 September 2014

Kadar Gula Darah

114 mg/dl

Sewaktu
KGD 2 Jam PP
Asam Urat

128 mg/dl
7,7 mg%

Pemeriksaan Liver Function Test dan Renal Function Test


16 September 2014

Alkalin
SGOT
SGPT
Bil. Tot
Bil. Dir
Tot. Prot
Albumin
Globulin
Gamma GT
Ureum
Creatinin
LDL
Choles
HDL
Trigliserida

Urinalisa : Uro: - umol/L, pH: -, SG:Faeces rutin : tidak dilakuka


28

164 U/L
28 U/L
36 U/L
0,4 mg%
0,2 mg%
6,8 gr%
4,1 gr%
2,7 gr%
25 U/L
181 mg%
3,8 mg%
79 mg%
126 mg%
48 mg%
46 mg%

EKG
Tanggal 15 September 2014

Interprestasi EKG

Irama Asinus
Irregular dengan Heart Rate 60-66 x/i
Normoaxis
Gelombang P normal
Gelombang QRS normal
Interval PR : Progevitas gelombang P yang memanjang memblok QRS,

terjadinya kelainan dalam sistem konduksi


ST Segment tidak spesifik
Gelombang T tidak spesifik
Kesan AV Blok I
Ultrasonografi
Tanggal 15 September 2014

29

30

Interprestasi USG
Hati
o Permukaan rata
o Ukuran normal
o Pinggir tumpul
o Parenkim homogen
Gall Bladder
o Bentuk normal
o Ukuran normal
o Dinding tidak menebal
o Lumen stone (-), sludge (-)
Pankreas : Normal
Lien : Normal
Ginjal
o Kiri dan kanan outline tidak sama
o Tidak berbatas tegas
Kesimpulan : Chronic Kidney Disease

Foto Thorax
Tanggal 15 September 2014

31

Kesan CTR <50%

RESUME DATA DASAR


(Diisi dengan Temuan Positif)

32

Dokter Muda : - Katrin Marcelina Sihombing


- Leoranda Sabastian Simangunsong
- Novia Bunga Rimta Br.Ginting

Nama Pasien : Tn. Busmin Siagian


1. KELUHAN UTAMA
2. ANAMNESIS

No. RM : 21-27-67

: Nyeri perut bagian atas

Nyeri perut bagian atas sejak 4 hari SMRS, nyeri dirasakan pada pada perut kanan
dan kiri, nyeri dirasakan seperti ditekan dan ditusuk-tusuk, nyeri diikuti dengan mual dan
muntah. Muntah berisi apa yang dimakan dan diminum. Tidak selera makan dan kembung.
Buang air kecil kemerahan seperti teh manis dan lebih sering pada malam hari, buang
air besar juga seperti kehitaman. Badannya terasa lemas, mudah lelah, sering kebas-kebas
pada kedua kaki, susah berjalan dan kulit pasien terasa gatal dan lebih pucat dari sebelumnya.
Batuk dan sesak nafas, batuk dan sesak nafas dirasakan 3 bulan ini. Sesak nafas
terasa semakin memberat selama 2 minggu ini. Batuk berdahak dan berdarah 1 minggu ini.
Gangguan pendengaran 1 tahun yang lalu dan ada riwayat asam urat, yang mengakibatkan
adanya nyeri sendi, dan menggunakan obat asam urat. Pasien juga pernah berobat ke Bidan
dikarenakan nyeri perut namun tidak sembuh.

3. PEMERIKSAAN FISIK :
- Vital Sign :
* Sensorium : Compos Mentis
* Tekanan Darah : 170/100 mmHg
* Heart Rate : 64 kali/menit, regular, t/v cukup
* Respiratory Rate : 17 kali/menit
* Temperature : 36,7 0C

33

* Sp O2 : 99 % free air
Physic Diagnostic

Kulit : Pucat (+), pancaran wajah lemah

Telinga : Gangguan pendengaran (+/-)

Mukosa bibir kering (+)

Mata :conjungtiva anemis (+/+)

Thorax
o Pada auskultasi ditemukan suara tambahan antara lain :
Ronchi di lapangan bawah paru kiri dan pungung kiri bawah
Ekspirasi memanjang
Wheezing pada bagian paru kanan dan kiri atas

Abdomen
o Inspeksi : Pulsus abdominus (+)
o Palpasi : nyeri tekan pada perut kanan dan kiri atas (+)

Punggung
o Tapping Pain (+)
o Ballotement (+)
Ekstremitas
o Inferior : oedem (+/+)
o Kelemahan (+), kekuatan motorik eks. Sup = Inf
o Tophi eks Sup +/-, Inferior (+/+)
4. PEMERIKSAAN
Tanggal 15 September 2014
Golongan Darah/ Rh : A/+
Darah Perifer Lengkap :
Hemoglobin 5,2 g/dL
Eritrosit 1,81 juta/mm
Hematokrit 15,7 %
EKG AV Blok I
Foto Thorax Kardiomegali (-)
USG Chronic Kidney Disease Bilateral

5. DIAGNOSIS :

34

Chronic Kidney Disease ec Hiperuric Acid Nefropati + Gout Arthritis + Anemia


Normokrom Normositer + Dehidrasi Ringan

35

36

RENCANA AWAL
Nama Penderita : Tn. Busmin Siagian

No. RM. :

Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi renc


dan edukasi)
No.

Masalah

Rencana Diagnosa

Rencana Terapi

M
1.

Nyeri perut bag atas

Chronic Kidney

Tirah Baring

Vital

Diet Ginjal

DPL

anoreksia, kembung, nefropati

IVFD NaCl 0,9 % 8 jam s/s Renxamin

LFT

BAK kemerahan

1fls/ 10 jam

pada kanan dan kiri, Disease et causa


mual, muntah,

Hiperuric acid

dan nokturia, lemas,

Inj.Vomizol 1fls/12 jam

fatigue, parasthesia,

Inj.Ondansentron 1 amp/8 jam

susah berjalan,
pruritus, nyeri sendi

Furosemide 2x40mg
Nervaplus 2x1 tab

RFT

As.U

KGD

Urin

USG

Allopurinol 1x 100mg
Batuk dan sesak
nafas, berdahak dan
berdarah
2.

-Bronchopneumonia
- Chronic
Obstructive
Pulmonary Disease

KSR 2x 1 tab
Ambroxol syr 3x cth 1

Foto

Peme

Ventolin inhalasi/8 jam

Sput

Transfusi PRC : Hbx BBx 4

DPL

Pucat, Hb menurun,
MCH, MCV normal
Anemia Normokrom
Normositer
3.

37

HCT menurun

= 3x 48 kgx 4 =576 cc
Dehidrasi Ringan

4.

Tanggal

Pemberian Cairan/ Resusitasi

38

DPL

Sens : Compos mentis


15-9-2014

Nyeri

perut

atas, TD :170/100 mmHg

muntah,

HR : 64 x/I, reg, t/v cukup

Chronic kidney disease


Uric acid nefropati +

IVFD

Gout arthritis

Rexam

RR : 17 x/i

Inj Vo

Pemeriksaan :

Inj. O

Hb : 5,2 g/dL

Furos

Eritrosit : 1,81 juta/mm

Nerva

Hematokrit :15,7 %

Allopu

EKG : AV Blok I
USG

Chronic

Kidney

Disease Bilateral
Foto Thorax : Normal

16-9-2014

Nyeri perut dan sesak


pada malam hari

Sens : Compos mentis


TD :120/70 mmHg
HR : 64 x/I, reg, t/v cukup
RR : 16 x/i
T : 36,6 C
SpO2: 99 %
Pemeriksaan :
K 2,81 mmol/L
Cl 66,64 mmol/L
Na 94,36 mmol/L
As.Urat 7,7 mg%

39

Chronic kidney disease

Pro tr

Uric acid nefropati

IVFD

Gout arthritis

Renxa

Inj Vo

Inj. O

Furos

Nerva

Allopu

IVFD

KSR 3

Alkalin 164 U/L


SGOT 28 U/L
SGPT 36 U/L
Gamma GT 25 U/L
Ureum 181 mg%
Creatinin 3,8 mg%
LDL 79 mg%
Trigliserida 46 mg%
Nyeri perut, dan mual
17-9- 2014

Sens : Compos Mentis

CKD ec Acid Nefropati

Pro tr

TD : 140/70 mmHg

Gout Arthritis

IVFD

RR : 62x/i

Anemia ec dd/ penyakit Rexan

HR : 20x/I, reg, t/v cukup


SpO2 : 98%

kronis
Chronic

Inj Vo
obstructive

pulmonary disease

T: 36.5 C

Inj. O

Furos

Nerva

Allopu

KSR 3

Flet en
Nyeri perut, mual dan
18-9- 2014

muntah (-)

Sens : Compos mentis


TD: 120/70mmHg
HR : 66x/i,reg, t/v cukup
RR : 20x/i

40

CKD ec Acid Nefropati


Gout Arthritis
Anemia ec dd/ penyakit
kronis

Pro tr

IVFD

Renxa

Inj Vo

SPO2 : 99 %
T :36 C

Chronic

obstructive Inj. O

pulmonary disease

Furos

Nerva

Allopu

KSR 3

Flet en
Nyeri perut berkurang,
19-9-2014

batuk (+)

Sens : Compos mentis


TD: 120/80mmHg
HR : 69x/i,reg, t/v cukup
RR : 16x/i
T :36 C
SpO2 : 99 %

IVFD
CKD ec Acid Nefropati
Gout Arthritis

Inj Vo

Anemia ec dd/ penyakit


kronis
Chronic

Renxa

obstructive

pulmonary disease

Inj. O

Furos

Nerva

Allopu

KSR 3

Ambr

Vento

Batuk dan sesak


20-9-2014

Sens : Compos mentis

IVFD

TD: 150/90mmHg

CKD ec Acid Nefropati

Inj.Vo

HR : 70x/i,reg, t/v cukup

Gout Arthritis

Inj. O

RR : 20x/i

Anemia ec dd/ PSMBA, Furos

41

T :36 C

Penyakit kronis

SpO2 : 95 %

Chronic

Pemeriksaan :
Hb 7,9 g/dL

Nerva

obstructive Allopu

pulmonary disease
Bronchopneumonia

Eritrosit 3,15 juta/mm

KSR 2

Ambr

Vento

Hematokrit 27,0 %
MCH 25,0 pg
MCHC 29,2 g/dL

Batuk,
21-9-2014

sesak,

nyeri

pada kaki

Sens : Compos mentis

IVFD

TD: 130/70mmHg

Inj. O

HR : 67x/i,reg, t/v cukup


RR : 16x/i
T :36 C
SpO2 : 99 %

CKD ec Acid Nefropati


Gout Arthritis

Nerva

Anemia ec dd/ PSMBA,


Penyakit kronis
Chronic

Furos

obstructive

Allopu

KSR 2

pulmonary disease

Ambr

Bronchopneumonia

Vento

Pro tr

Batuk berdahak, sesak


42

22-9-2014

berkurang, nyeri pada Sens : Compos mentis


kaki

Lanso

TD: 140/80mmHg

Vomet

HR : 64x/i,reg, t/v cukup

CKD ec Acid Neuropati

Furos

RR : 20x/i

Gout Arthritis

Allopu

T :36 C

Anemia ec dd/ PSMBA, Nerva

SpO2 : 98 %
Pemeriksaan :
Hb : 9,3 g/dL
Eritrosit 3,03 juta/mm
Hematokrit : 25,5 %
MCHC : 36,4 g/dL

43

Penyakit kronis
Chronic

Ambr
obstructive

pulmonary disease
Bronchopneuminia

DAFTAR MASALAH
Nama Penderita : Tn. Busmin Siagian

No. RM

7
Masalah

No

M AS ALAH

Tanggal
Ditemukan

Selesai/

Terkontrol/

Tanggal

Tanggal

15 September 2014

Nyeri Perut

19-09 2014

16 September 2014

Sesak nafas

21-09-2014

15 September 2014

Mual Muntah

17-09-2014

19 September 2014

Batuk

21-09-2014

21 September 2014

Nyeri sendi pada kaki

22-09-2014

Kesimpulan dan Prognosis


Tn. Busmin Siagian usia 61 tahun menderita Chronic Kidney Disease et causa
Hiperuric Acid Nefropati + Gout Arthritis + Anemia Normokrom Normositer +
Dehidrasi Ringan

Prognosis :
- Ad Vitam

: Bonam

- Ad Functionam

: Dubia ad Malam

- Ad Sanactionam

: Dubia ad Malam

VERIFIKASI

Dokter Ruangan

Chief Of Ward

Tanda Tangan

44

BAB IV
TINJAUAN KHUSUS

Seorang laki-laki bernama Tn. Busmin Siagian usia 61 tahun datang ke RSU HKBP
Balige dibawa oleh keluarganya denga keluhan nyeri perut bagian kanan dan kiri atas. nyeri
dirasakan seperti ditekan dan ditusuk-tusuk, nyeri diikuti dengan mual dan muntah. Muntah
berisi apa yang dimakan dan diminum. Tidak selera makan dan kembung.
Buang air kecil kemerahan seperti teh manis dan lebih sering pada malam hari, buang
air besar juga seperti kehitaman. Badannya terasa lemas, mudah lelah, sering kebas-kebas
pada kedua kaki, susah berjalan dan kulit pasien terasa gatal dan lebih pucat dari sebelumnya.
Batuk dan sesak nafas, batuk dan sesak nafas dirasakan 3 bulan ini. Sesak nafas
terasa semakin memberat selama 2 minggu ini. Batuk berdahak dan berdarah 1 minggu ini.
Gangguan pendengaran 1 tahun yang lalu dan ada riwayat asam urat, yang mengakibatkan
adanya nyeri sendi, dan menggunakan obat asam urat. Pasien juga pernah berobat ke Bidan
dikarenakan nyeri perut namun tidak sembuh.
a. Pengkajian dan analisa data dasar
Pengumpulan data dasar merupakan pengumpulan informasi melalui anamnesis,
pemeriksaan fisikdenga insfeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, serta pemeriksaan
penunjang yaitu laboratorium.

Anamnesis
Pasien laki-laki berusia 61 tahun, mengalami:
45

Nyeri perut bagian atas 4 hari sebelum masuk rumah sakit, seperti ditekan dan
ditusuk-tusuk, terasa kembung dan tidak selera makan.

4 hari sebelum pasien masuk rumah sakit pasien mengalami mual dan muntah,
muntah berisi apa yang dimakan dan diminum.

BAK kemerahan dan BAB kehitaman

Badan terasa lemas, dan mudah lelah, sering kebas-kebas, susah berjalan, dan
kulit terasa gatal

Batuk dan sesak nafas 3 bulan ini, batuk berdahak dan berdarah

Nyeri sendi, riwayat asam urat (+)

RPD

: Riwayat Asam Urat (+), Asma (+)

RPO

: Obat Asma, Asam Urat, Nyeri Perut

RPK

: Tidak ada

Riwayat social : Merokok, Minum alkohol

Pemeriksaan fisik
- Vital Sign :
* Sensorium : Compos Mentis
* Tekanan Darah : 170/100 mmHg
* Heart Rate : 64 kali/menit, regular, t/v cukup
* Respiratory Rate : 17 kali/menit
* Temperature : 36,7 0C
* Sp O2 : 99 % free air
-

Kulit : Pucat (+), pancaran wajah lemah

Telinga : Gangguan pendengaran (+/-)

Mukosa bibir kering (+)

Mata :conjungtiva anemis (+/+)

Thorax

o Pada auskultasi ditemukan suara tambahan antara lain :


Ronchi di lapangan bawah paru kiri dan pungung kiri bawah
Ekspirasi memanjang
Wheezing pada bagian paru kanan dan kiri atas
Abdomen
o Inspeksi : Pulsus abdominus (+)
o Palpasi : nyeri tekan pada perut kanan dan kiri atas (+)

Punggung
46

o Tapping Pain (+)


o Ballotement (+)
Ekstremitas
o Inferior : oedem (+/+)
o Kelemahan (+), kekuatan motorik eks. Sup = Inf
o Tophi eks Sup +/-, Inferior (+/+)

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah rutin pada pasien ini menunjukkan :
Golongan Darah/ Rh : A/+
Darah Perifer Lengkap :
Hemoglobin 5,2 g/dL
Eritrosit 1,81 juta/mm
Hematokrit 15,7 %
EKG AV Blok I
Foto Thorax Kardiomegali (-)
USG Chronic Kidney Disease Bilateral

Merumuskan diagnose
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, nyeri perut yang dialami
pasien merupakan gejala-gejala penyakit ginjal kronik seperti nyeri perut kanan dan
kiri atas, mual dan muntah, kembung, anoreksia, anemia normokrom normositer,
pruritus, pucat, kebas-kebas pada kedua kaki.Adanya juga riwayat nyeri sendi
diakibatkan asam urat serta tophi.
Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin
untuk melihat hematokrit, trombosit, leukosit, dan Hb. Pemeriksaan darah pada hari
pertama pasien masuk rumah sakit didapati hemoglobin, hematokrit, eritrosit menurun
yang semakin menguatkan pasien mengalami anemia normokrom normositer. Pada
pasien ditemukan adanya Chronic

Kidney Disease dari pemeriksaan USG .

Terapi
Menurut PAPDI, pasien datang dengan Hb, Ht, Eritrosit menurun serta pemeriksaan
RFT dan USG pasien di indikasikan untuk dirawat inap.
1. Pemberian IVFD NaCl 0,9 %
2. Atasi Anemia dengan transfusi PRC
3. Keluarkan cairan dengan Furosemide
4. Diet Ginjal Retriksi protein dan batasi garam
47

5. Periksa Creatinin per 3 hari


6. Subsitusi apabila ada gangguan elektrolit
7. Infeksi beri antibiotik
DAFTAR PUSTAKA

1. Suwitra K, Markum HMS. Penyakit ginjal kronik; Gagal ginjal akut. In: Sudoyo AR,
Setiyohadi N, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam
jilid 1 edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 574-580.
2. http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary_disorders/renal_failure/chroni
c_kidney_disease.html
3. Perkovic V, Cass A, Patel A, Colman S, Chadban S, Neal B. Prevalence and distribution
of renal impairement in Thailand-The Interasia study. Nephrology 2004;9(Sppl):P34.
4. Santoso D, Mardiana N, Irwanadi C, Pranawa, Yogiantoro, & Soewanto Referral Pattern
in chronic dialysis patients (Abstract). Annual meeting nephrology 2001. Medan
November 1-3, 2003.
5. Sudoyo, A. W dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II.
Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. p. 1035 1040.
6. Silbernagl, S dan Lang, F. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi.
Cetakan I. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2007. p. 110 115.
7. Guyton AC, Hall JE. Pengaturan keseimbangan asam-basa; Miksi, diuretik, dan penyakit
ginjal. In: Setiawan, editor. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC; 1996. p. 481503, 512-522
8. Work Group and Evidence Review Team of National Kidney Foundation-Kidney Disease
Outcomes Quality Initiative. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney
Disease: Evaluation, Classification and Stratification. American Journal of Kidney
Disease [serial on the internet]. 2002 [cited 2010 September 01]; 39(1):[about 356 p.].
Available

from:

http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/pdf/ckd_evaluation_classification_stratificati
on.pdf
9. Ingram RH, Brady HR, Brenner BM, Karl S, Jacob G, Singh AK. Dyspnea; Acute renal
failure; Chronic renal failure; Dialysis in the treatment of renal failure. In: Kasper DL,
Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo LL, Jameson JL, editors. Harrisons
principles of internal medicine 16th edition. New York: Mc-Hill Company; 2005. p. 20148

204,

1653-1667.

http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/pdf/ckd_evaluation_classification_stratificati
on.pdf.
10. NICE team. Early identification and management of chronic kidney disease in adults in
primary and secondary care. NICE Clinical Guideline [serial on the internet]. 2008 [cited
2010

September

01];

16:[about

42

p.].

Available

from:

http://www.nice.org.uk/nicemedia/live/12069/42116/42116.pdf.
11. Amend WJ, Vincenti FG. Acute renal failure; Chronic renal failure & dialysis. In:
Tanagho EA, McAninch JW, editors. Smiths general urology 17 th edition. New York:
McGraw-Hill Company; 2008. p. 520-532.
12. Agraharkar M. Acute renal failure: overview, differential diagnosis and workup,
treatment & medication. Medscape; c1994-2010 [updated 2010 June 29; cited 2010
September 01]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12846757.
13. Haidary AL, Logan JL, Van Myck DB. Acute renal failure; Chronic renal failure. In:
Greene HL, Johnson WP, Lemke D, editors. Decision making in medicine: an
alogarithmic approach. New York: McGraw-Hill Company; 1998. p. 299-301.
14. Sherwood L. Sistem kemih; Keseimbangan cairan dan asam-basa. In: Santoso BI, editor.
Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC; 2001. p. 490-500, 520-532.
15. Yacoop MM, Kumar P, Clark M. Acute renal failure; Chronic renal failure. In: Kumar P,
Clark M, editors. Kumar and clarks clinical medicine 6 th edition. Philadelphia: WB
Saunders Company; 2001. p. 490-500, 659-681.
16. Campbell MF. Etiology, pathogenesis, and management of renal failure. In: Walsh PC,
Vaughan, Wein AJ, editors. Campbell urology 8 th edition. Philadelphia: WB Saunders
Company; 2002. p. 273-303.
17. Kuypers DR. Chronic kidney disease: uremic pruritus. CME; c2009-2010 [updated 2009
Aug

19;

cited

2010

September

01].

Available

from:

http://cme.medscape.com/viewarticle/587670_2.
18. Andreoli TE, Bennett JC, Carpenter CJ, Plum F. Acute renal failure; Chronic renal
failure. In: Abdulezz SR, Bunke M, Singh H, Shah SV, editors. Cecil essentials of
medicine 4th edition. Philadelphia: WB Saunders Company; 2001. p. 231-251.
19. Silbernagl S, Lang F. Acute renal failure; Chronic Renal Failure. In: Graham GR, editor.
Color atlas of pathophysiology. Stuttgart: Thieme Verlag; 2003. p. 108-113.
20. Lingappa VR. Renal disease. In: McPhee SJ, Lingappa VR, Ganong WF, editors.
Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine 4 th edition. New York:
McGraw-Hill Company; 2003. p. 452-462.
21. Centers for Disease Control and Prevention. An Estimated 26 million in the United States
have

Chronic

Kidney

Disease.

Available

from:
49

http://www.cdc.gov/Features/dsChronicKidneyDisease/. Accessed on: 12 September


2012.
22. J.McPhee MD, Steven dkk.2009. Kidney Diseses: Current Medical Diagnosis and
Treatment. Chapter 22. United States of America: Mc Graw Hill. 2009. CHAPTER 22
23. Wijaya, Adi Mulyadi. 2010. Kidney or Renal Replacemnet Therapy. Available
from:http://www.infodokterku.com/index.php%3Foption%3Dcom_content%26view
%3Darticle%26id%3D68:terapi-pengganti-ginjal-atau-renal-replacement-therapy-rrt
%26catid%3D29:penyakit-tidak-menular%26Itemid%3D18&anno=2. Accessed on: 12
September 2012
24. J.McPhee MD, Steven dkk. 2009. Kidney Disease: Current Medical Diagnosis and
Treatment. Chapter 22. United States of America: Mc Graw Hill.
25. Brazy P et al. 1989. Progressionn of renal insufficiency: Role of blood pressure. Kid Int
vol 35:670-4
26. Ruggenenti P et al. 2008. Role of Remission Clinic in the longitudinal treatment of CKD.
J Am Soc Nephrol ,19:1213-24
27. Cohen DL, Townsend RR. Is There Added Value to Adding ARB to ACE inhibitor in the
Management CKD. JASNexpress 2008, September as doi:10.1681/ASN.200804381
28. Skorecki K, Green J, Brenner BM. Chronic Renal Failure. In: Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrisons Principles of Internal
Medicine. 16th ed. New York; McGraw Hill; 2005. P. 1653-63.
29. Goldsmith, David. 2007. Chronic Kidney Disease-Prevention of Progression and of
Cardiovascular Complication: ABC of Kidney Disease. Chapter 3. Blackwell Publishing
Ltd.

50

Anda mungkin juga menyukai