Anda di halaman 1dari 6

BAB II

BISNIS RESTAURANT DAPUR SOLO

Banyak kisah pengusaha sukses yang membangun bisnis dari nol dengan berbagai pengalaman
suka dan duka. Untuk meraih kesuksesan pun bukan dalam waktu sekejap tetapi dibutuhkan
ketekunan, keuletan dan tanpa menyerah.
Sukses yang diraih Swan Kumarga bisa dibilang tak terduga. Betapa tidak, gara-gara dilarang
suaminya bekerja dia malah menjelma menjadi pengusaha yang andal. Kini dia dan suami Heru
R Kumarga, memiliki 12 outlet dengan produk kuliner yang paling dicari oleh konsumen Ibu
Kota. Bagaimana kisahnya?
Begitu pula dengan Swandani Kumarga pemilik Dapur Solo Ny. Swan yang mulai merintis usaha
restorannya dari berdagang rujak dan jus di garasi rumahnya. Berkat kegigihannya selama

puluhan tahun maka empat restoran Dapur Solo Ny. Swan dan tiga divisi lain: Dapur Solo Lunch
Box, DS Catering Services dan Oleh-Oleh Sowan, berkembang pesat di tangannya. Seluruh
bisnis tersebut tersebar di wilayah Sunter, Semanggi, Tanah Abang, Panglima Polim dan
Serpong.
Wanita yang akrab disapa Swan ini tak pernah menyangka, usaha di garasi rumahnya itu, yang
semula hanya sekadar untuk menghemat uang jajan serta menghabiskan waktu untuk
menyibukan diri, justru tumbuh menjadi bisnis yang berkembang seperti sekarang.
Swan menikah dengan Heru Kumarga tahun 1986 dan memiliki anak tunggal, Karina Rosalin
Kumarga. Setelah memiliki anak, Swan merasa jenuh dan ingin mencari pekerjaan, tetapi sang
suami tidak mengizinkan. Kemudian Swan berjualan rujak dan jus buah di garasi rumahnya.
Modal saya sebuah blender dan Rp 100 ribu untuk beli gilingan es, gelas, bahan-bahan rujak
dan jus, ujar wanita kelahiran Solo 52 tahun silam itu berkisah.
Tak ingin berdiam diri, Swan menjalankan bisnis dengan menjemput bola. Setiap sore saya
keliling naik sepeda menyebarkan brosur ke pembantu atau pemilik rumah. Saya juga ajak anak
saya, diboncengin di keranjang sepeda yang dialasi selendang. Saat itu anak saya berusia satu
tahun, kenangnya lagi.
Melalui promosi ini, banyak orang tertarik dan membeli rujak dan jus miliknya hingga
memperoleh omset Rp 90 ribu Rp 150 ribu per bulan. Beberapa bulan ke depan usahanya
menurun, dia lalu mencoba menjual gado-gado meskipun sama sekali belum pernah
membuatnya. Alhasil penjualan gado-gado tidak memuaskan karena banyak komplain, tetapi
Swan segera memperbaikinya hingga diterima oleh para pelanggannya.

Selama tiga tahun berjualan di rumah rupanya tidak mengalami kemajuan. Kalau mau bisnis
tidak mungkin di perumahan. Bisnis ya di tempat layaknya bisnis, tegasnya. Tahun 1988 Swan
pindah di ruko seluas 5 x 19 m 2 di kawasan Sunter, Jakarta Utara, dengan membayar secara
menyicil. Di ruko ini Swan mulai menjual beragam makanan tradisional Jawa seperti nasi langgi,
nasi pecel, nasi gudeg dan lainnya.
Awal berjualan di ruko dia lakukan seorang diri. Cape setengah mati, belanja malam hari di
pasar Senen dan tidur jam 1-2 pagi, lalu memasak dan berjualan, kenang sarjana perhotelan ini.
Swan kerja hingga larut malam sampai terbiasa mengatur ritme memasak. Tetapi kini Swan tidak
sendiri karena telah memiliki lebih 250 karyawan.
Tahun 1995 sang suami mulai fokus membantu bisnis Swan dengan ikut memodifikasi desain
interior, eksterior, logo dan dus. Dengan berjalannya waktu, rumah makan ini lalu berkembang
menjadi beberapa cabang di beberapa wilayah di Jakarta dan Tangerang. Seiring dengan
gencarnya Pemerintah mempromosikan masakan Indonesia, Swan ikutan mengubah nama dari
RM Solo menjadi Dapur Solo Ny. Swan pada 2003.
Rahasia kesuksesann Swan, menurutnya adalah karena keuletan dan ketangguhan. Ulet dan ubet
(tangguh). Jangan menyerah pada masalah. Saya tidak pernah jenuh menjalani ini karena
memang suka, itu menjadi semangat meskipun ritme tiap orang berbeda, kiatnya, lalu
menegaskan, semua kemajuan saya tidak langsung drastis, tapi sedikit demi-sedikit seperti anak
tangga.
Meskipun tidak memiliki sosok idola atau panutan, tetapi Swan mampu menumbuhkan motivasi
bagi dirinya sendiri. Motivasi saya karena diciptakan sempurna oleh Tuhan maka saya harus

bisa memaksimalkan ciptaan ini dan itu menjadi tujuan saya. Wujud syukur ini akhirnya muncul
sebagai semangat dan keunggulan itu akan muncul dengan sendirinya dari pengalaman seharihari, urai wanita penyuka jalan-jalan itu.

Untuk selanjutnya, Swan sudah menyusun rencana akan mendirikan cabang lagi di wilayah
Matraman, Jakarta Timur dan 3 cabang Dapur Solo Lunch Box.
Swan tidak berminat mengembangkan usaha restorannya dengan sistem waralaba meskipun
banyak orang meminta.
Tak hanya melihat dari sisi bisnis saja, Swan juga turut serta melestarikan kuliner Solo sebagai
salah satu kekayaan kuliner Indonesia. Bersamaan dengan pembukaan outlet di Sunter, Swan
menyelenggarakan event kuliner perdana yakni Gelar Cita Rasa Solo yang menyajikan puluhan
sajian khas Solo mulai dari makanan utama, jajanan pasar hingga minuman.
Dengan Dapur Solo Ny. Swan, dia bercita-cita menjadi top of the brand untuk kuliner Nusantara.

Salah satu hal penting yang dilakukan oleh suami istri ini adalah melakukan re-branding.
Menurut

Heru,

rumah

makan

ini

harus

melakukan re-branding.

Setelah

meninjau

kembali brand mereka, ternyata Rumah Makan Solo tidak bisa diambil hak mereknya, sehingga
mereka perlu melakukan re-branding dengan nama baru Dapur Solo. Swan mengatakan,
brand baru ini digunakan tanpa harus menghilangkan unsur brand lama, karena sama-sama
menggunakan kata Solo, sehingga customertetap aware dengan keberadaan kami.

Selain melakukan re-branding, Dapur Solo juga melakukan perbaikan manajemen di segala
aspek. Mulai dari standar kualitas masakan, restrukturisasi manajemen, sampai dengan
pengembangan sumber daya manusia. Awalnya memang tidak mudah, karena membutuhkan
adaptasi yang cukup lama. Saya tak tahu-menahu tentang seluk-beluk teori manajemen,
sedangkan suami saya memang sudah mempunyai latar belakang manajemen, sehingga saya
harus bisa menyesuaikan diri, kata Swan.

Tidak hanya bertumpu pada makanan, Dapur Solo juga mengutamakan pelayanan pada
pelanggan. Menurut Heru, servis terhadap tamu sangat penting karena Dapur Solo sangat
mengapresiasi konsumen dan pelanggan. Ini merupakan customer touch point. Melalui sapaansapaan yang diberikan kepada pelanggan, mereka bisa dibuat nyaman dan homy. Customer tidak
hanya sebagaicustomer, tapi juga sebagai teman. Di sini Dapur Solo tidak hanya menyediakan
makanan, tapi juga menyediakan experiential marketing melalui keramahan dan pelayanannya.

http://foodservicetoday.co.id/page/content/swandani_kumarga__ulet_dan_ubet_kunci_sukses_dapur_solo_ny._swan/Striker

http://www.marketing.co.id/bukan-sekadar-dapur-makanan-2/

Anda mungkin juga menyukai