Anda di halaman 1dari 6

Lembar kerja siswa

Indikator Pencapaian Kompetensi


1. Menunjukan rasa syukur terhadap kebesaran Tuhan YME atas
adanya keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang
pewarisan sifat serta pengaturan proses pada mahluk hidup.
2. Menunjukan perilaku berani dan santun dalam mengajukan
pertanyaan dan berargumentasi
pada saat mempresentasikan
perbedaan pautan dan pindah silang.
5 dari 8 Anak Keluarga Daud Pengidap Thalasemia Terima Bantuan Bupati
Jumat, 11 September 2015 | 10:50 WIB
BIREUEN, KOMPAS.com - Lima anggota
dari delapan bersaudara anak dari
pasangan Muhammad Daud (60) dan
Nurhayati (45), penderita penyakit
thalasemia, warga Desa Pulo Awe,
Kecamatan
Peudada,
Kabupaten
Bireuen, Aceh, disambangi Bupati
Bireuen,
Ruslan
M
Daud.
Ke lima penderita tersebut terdeteksi
setelah muncul laporan dari Dinas Kesehatan setempat, bahwa harus
dilakukan transfusi darah rutin paling lama satu bulan sekali bagi ke lima
penderita di RSU Zainal Abidin, Banda Aceh.
Kelima penderita thalasemia yakni Yulita (19), Rauzanur (14),
Fadhira (13), Asmaul Jannah (9) dan Zulfikar (20).
Selain menyerahkan bantuan uang tunai untuk pengobatan, Bupati
Ruslan juga berjanji akan berusaha untuk membantu biaya berobat
keluarga ini setiap bulan. Dana akan ditransfer melalui rekening keluarga.
Semoga ujian kesehatan dari Allah ini bisa dilalui dengan kesabaran
kedua orangtua ini yang berusaha kita bantu maksimal agar meringankan
beban keluarga miskin ini, ungkap Ruslan.
Ibunda ke lima penderita thalasemia, Nurhayati mengaku rutin
mengusahakan transfusi darah paling lama satu bulan sekali ke Banda
Aceh. Untuk itu, dia berusaha terus untuk mencari biaya perjalanan yang
minimal
memerlukan
uang
Rp
1,5
juta.
Belum lagi biaya ini itu yang dibutuhkan baik dalam perjalanan maupun
setibanya di Banda Aceh, untuk makan aja kami masih sulit, ungkap

Nurhayati.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Bireuen, dr. Amir Addani
mengatakan, thalasaemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter dan
bukan penyakit yang menular. Penyakit ini akibat kelainan gen yang
mengakibatkan kerusakan sel darah merah, kata Amir Addani.
Menurut Amir Addani, penderita penyakit tersebut harus ditransfusi darah
pada rentang waktu tertentu sesuai dengan kondisi pasien. Selain itu,
penderita juga harus tetap menjaga kesehatan umumnya ( Sumber:
http://regional.kompas.com/read/2015/09/11/10503171/5.dari.8.Anak.Kelu
arga.Daud.Pengidap.Thalasemia.Terima.Bantuan.Bupati#komentar )

Lembar kerja siswa


Indikator Pencapaian Kompetensi
3. Menunjukan rasa syukur terhadap kebesaran Tuhan YME atas
adanya keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang
pewarisan sifat serta pengaturan proses pada mahluk hidup.
4. Menunjukan perilaku berani dan santun dalam mengajukan
pertanyaan dan berargumentasi
pada saat mempresentasikan
perbedaan pautan dan pindah silang.
Bocah 5 Tahun Jadi 'Pemabuk' karena Penyakit Genetik Langka
Merry Wahyuningsih, CNN Indonesia
Rabu, 26/08/2015 15:11 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Henry Barber-Riley baru berusia 5 tahun, tapi
ia sering tampak seperti pemabuk yang minum alkohol terlalu banyak.
Tubuhnya doyong karena kehilangan keseimbangan, pusing, tak dapat
berbicara dengan baik, bahkan kadang jatuh sakit.
Tapi Henry bukanlah pengonsumsi alkohol. Kondisinya yang mirip seperti
pemabuk disebabkan karena kondisi genetik langka yang disebut episodic
ataxia type 2 (EA2). Kondisi ini memengaruhi sistem saraf pusat dan
hanya menimpa kurang dari 100 ribu orang di seluruh dunia.
Ia tampak seperti pemabuk, sangat goyah di bagian kaki dan
keseimbangan tubuhnya parah, kata ibunya Laura Barber-Reily (35),
seperti dilansir dari laman Mail Online. Kondisi ini juga membuatnya
kesakitan dan selama kondisi terburuk, ia bisa menjadi cadel.
Tak ada yang tahu apa saja yang dapat memicu kekambuhan EA2.
Kadang-kadang bocah asal Lutterworth, Leicestershire, Inggris, ini
mengalami gejala sekitar dua atau tiga kali seminggu. Di lain waktu,
gejalanya tak kambuh selama dua minggu.
Saat ini, ia hanya bisa mengonsumsi obat-obatan yang membantu
mengontrol gejala.
Dia berusaha hidup dengan EA2 dan bahkan akan berbaring di tempat
tidur jika dia merasa perlu. Dia sangat berpikiran kuat, kata ibunya.
Laura pertama kali curiga ada yang tidak beres dengan putranya sejak

pertama kali dilahirkan. Saat itu, mata Henry terlihat juling dan bisa
berputar hingga ke belakang. Tapi dokter mengatakan bahwa itu
merupakan kondisi yang dialami oleh banyak bayi.
Namun saat pemeriksaan rutin ketika usianya 6 bulan, Henry dirujuk ke
dokter ahli saraf. Awalnya, ia didiagnosis dengan paroxysmal tonic upgaze
(PTU), kondisi langka yang menyebabkan mata berputar yang hanya
terjadi pada 100 bayi di seluruh dunia.
Tapi saat mata Henry lebih sering berputar, Laura mulai takut masalahnya
menjadi lebih parah.
Ketika berusia dua tahun, Laura mengatakan Henry mulai menunjukkan
gejala EA2. Henry sangat goyah di bagian kaki, hampir seperti tidak
memiliki keseimbangan, dan ia merasa sangat kesakitan. Matanya
bergerak naik turun, katanya mengenang.
Laura pun mencari tahu gejala tersebut secara online. Ia menemukan
orang tua dari anak-anak yang memiliki gejala serupa dengan Henry. Ia
pun meminta dokter untuk melakukan tes genetik pada anaknya.
Pada akhirnya saya meminta ahli saraf untuk melakukan tes genetik
untuk Henry, meskipun hasilnya baru keluar setelah tujuh bulan. Suami
dan saya diuji untuk memastikan tidak ada kemungkinan bahwa kami
memiliki gen yang rusak. Jika itu terjadi, 50 persen kemungkinan itu akan
menurun, kata Laura.
Ternyata EA2 Henry disebabkan oleh mutasi acak dalam DNA-nya. Itu
adalah pengalaman yang sulit.
Laura mengaku kondisi langka yang diderita Henry tidak membatasi
hidupnya, tetapi bisa memengaruhi kualitas hidupnya. Terutama ketika
Henry mengalami episode yang sangat buruk.

Lembar kerja siswa


Indikator Pencapaian Kompetensi
5. Menunjukan rasa syukur terhadap kebesaran Tuhan YME atas
adanya keteraturan dan kompleksitas ciptaan Tuhan tentang
pewarisan sifat serta pengaturan proses pada mahluk hidup.
6. Menunjukan perilaku berani dan santun dalam mengajukan
pertanyaan dan berargumentasi
pada saat mempresentasikan
perbedaan pautan dan pindah silang.
Penyakit Hemofilia
Kamis, 16/04/2015 11:26 WIB
Jakarta, CNN Indonesia -- Munculnya memar dan lebam di kulit sering
dianggap enteng karena biasa terjadi saat tubuh sedang lelah atau
terbentur benda tumpul. Namun, jika memar juga disertai dengan
mimisan dan perdarahan, ada baiknya Anda berkonsultasi ke dokter
karena bisa jadi itu merupakan gejala hemofilia.
Hemofilia adalah kelainan langka yang terjadi ketika darah tidak bisa
menggumpal seperti biasanya karena kekurangan protein pembekuan
darah (faktor pembekuan). Karena kurangnya faktor pembeku darah,
penyandangnya bisa mengalami pendarahan dalam waktu lama saat
mengalami cedera.
Hemofilia sendiri terbagi menjadi dua, yaitu tipe A di mana
penyandangnya tidak memiliki faktor pembeku VIII, dan tipe B yang tidak
memiliki faktor pembeku IX.
Dari luar mungkin penyandang hemofilia seperti orang sehat pada
umumnya, namun aktivitas fisik yang berat dapat menyebabkan
pendarahan di tubuh mereka. Penyakit ini juga harus disandang seumur
hidup dan membutuhkan biaya perawatan yang besar.
"Darah jika keluar dari pembuluhnya itu tidak mudah atau tidak bisa
berhenti," ujar Prof. dr. Djajadiman Gatot, SpA (K) Ketua Himpunan
Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) pada konferensi pers
memperingati Hari Hemofilia Sedunia yang jatuh pada 17 April.
Dilansir dari laman Mayo Clinic, tanda dan gejala hemofilia bervariasi,
tergantung pada tingkat faktor pembekuan. Jika tingkat faktor pembekuan
hanya berkurang sedikit, penyandangnya mungkin berdarah setelah
operasi atau trauma. Namun jika kekurangannya terbilang parah,

penyandangnya mungkin mengalami perdarahan spontan.


Tanda dan gejala perdarahan spontan antara lain: perdarahan yang tidak
dapat dijelaskan dan berlebihan dari luka atau cedera, atau setelah
operasi atau perawatan gigi; banyak memar besar atau dalam;
perdarahan yang tidak biasa setelah vaksinasi; nyeri, pembengkakan atau
sesak di sendi; darah dalam urine atau tinja; mimisan tanpa diketahui
penyebabnya; pada bayi, iritabilitas yang tidak dapat dijelaskan.
Sedangkan tanda dan gejala hemofilia darurat meliputi: nyeri mendadak;
pembengkakan dan kehangatan dalam sendi-sendi besar, seperti lutut,
siku, pinggul dan bahu, dan otot lengan dan kaki; sakit kepala yang
menyakitkan dan berkepanjangan; muntah berulang; kelelahan ekstrem;
nyeri leher; dan penglihatan ganda.
Berbicara di Double Tree Hotel pada (15/4), Djajadiman menyatakan,
"Bagi pasien dan keluarga perlu mendapatkan pengetahuan yang
mendalam agar mereka memahami betul dan mengerti bagaimana
menghadapi penyakit ini.
Menurutnya pengobatan hemofilia sangat mengganggu aktivitas seharihari, terutama penyandang hemofilia yang masih anak-anak karena harus
menerima transfusi faktor konsentrat secara teratur.
"Penyandang sebagai SDM sulit mendapatkan pekerjaan. Asuransi juga
menolak karena penyakit ini herediter. Tidak dapat lagi cover asuransi.
Padahal mereka bisa beraktivitas seperti manusia normal," kata
Djajadiman.
DR. dr. Tubagus Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM, Ketua Perhimpunan
Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHTDI) menambahkan,
"Mereka bukan penderita, bukan pengidap, tapi penyandang. Harapan kita
pemerintah dapat membantu mendiagnosis di luar anggota HMHI."
Penyandang hemofilia di Indonesia pun tidak sedikit. Data HMHI
menyatakan bahwa terdapat 1.025 pasien yang terdiagnosa dari 25.000
orang yang diperkirakan mengidap hemofilia. Sementara itu tingkat
kesadaran masyarakat terhadap hemofilia tergolong rendah.
(http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20150416112601-25547075/sering-memar-dan-mimisan-awas-gejala-penyakit-hemofilia/ )

Anda mungkin juga menyukai