Diare
Diare
PENDAHULUAN
1,2
Durasi diare sangat menentukan diagnosis, diare akut jika durasinya kurang
dari 2 minggu, diare persistent jika durasinya antara 2-4 minggu, dan diare kronis jika
durasi lebih dari 4 minggu.3 Diare merupakan permasalahan yang umum diseluruh
dunia, dengan insiden yang tinggi baik di negara industri maupun di Negara
berkembang. Biasanya ringan dan sembuh sendiri, tetapi diantaranya ada yang
berkembang menjadi penyakit yang mengancam nyawa.4 Diare juga dikatakan
penyebab morbiditas, penurunan produktifitas kerja, serta pemakaian sarana
kesehatan yang umum.5,6 Diseluruh dunia lebih dari 1 milyar penduduk mengalami
satu atau lebih episode diare akut pertahun. Di USA 100 juta orang mengalami
episode diare akut pertahun. Statistik populasi untuk kejadian diare kronis belum
pasti, kemungkinan berkaitan dengan variasi definisi dan sistem pelaporan, tetapi
frekuensinya juga cukup tinggi. Di USA prevalensinya berkisar antara 2-7%.
Sedangkan dinegara Barat, frekwensinya berkisar antara 4-5%. Pada populasi usia
tua, termasuk pasien dengan gangguan motilitas, didapatkan prevalensi yang jauh
lebih tinggi yaitu 7-14%.7,8
Selama tahun 2010, diare termasuk kedalam sepuluh penyakit terbanyak di
Puskesmas Terminal, yaitu pada urutan ketiga dengan jumlah penderita 1267 orang.
Berdasarkan distribusi umur penduduk di wilayah kerja puskesmas Banjarmasin
timur diketahui bahwa jumlah bayi dan balita cukup banyak, yakni di Kelurahan
Sungai Lulut terdapat 986 bayi/balita dari 9589 jiwa atau mencapai 10,28 % dari total
penduduk, di Kelurahan Pemurus Luar terdapat 1.006 bayi/balita dari 11.288 jiwa
atau mencapai 8,91 % dari total penduduk. Jadi secara keseluruhan mencapai 1992
bayi/balita.3,6
Dari data kegiatan P2M (Diare) di puskesmas Terminal tahun 2010, dengan
penemuan kasus baru diare sebanyak 390 kasus. Jumlah kasus diare dari golongan
umur 0 - <1 tahun sebanyak 50 kasus atau 12,8% sedangkan jumlah kasus diare dari
golongan umur 1 4 tahun sebanyak 118 kasus atau 30,25% dan jumlah kasus diare
dari golongan umur lebih dari 4 tahun sebanyak 56,9%. Program P2 diare
menitikberatkan upaya penemuan kasus baru dan penanggulangan diare pada bayi
dan balita karena tingginya angka kesakitan yang disebabkan oleh diare.6
Besarnya jumlah bayi dan balita ini memerlukan perhatian khusus dari
berbagai pihak, termasuk puskesmas mengingat masalah pada bayi dan balita berbeda
dengan masalah pada kelompok umur yang lain. Masalah pada bayi dan balita
berhubungan dengan ukuran tubuh yang secara fisik lebih kecil dibandingkan dewasa,
2
daya imunitas tubuh yang masih rendah, masih kurangnya kemampuan untuk
berkomunikasi dan keadaan psikologis (rasa takut) yang masih besar. Hal-hal tersebut
harus mendapatkan perhatian secara lebih khusus dari puskesmas.
Salah satu faktor yang mempengaruhi banyaknya
1.2 PERMASALAHAN
Bagaimana cara masyarakat terutama orang tua mengenali gejala diare secara
dini dan hal-hal apa yang dilakukan apabila terdapat penyakit diare pada anak?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari 3 kali/ hari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi encer, dengan atau
tanpa darah dan atau lendir. Bila berlangsung selama kurang dari 14 hari disebut diare
akut dan bila lebih dari 14 hari disebut diare kronik. 10
Hipocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal
dan cair. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI/RSCM, diare diartikan sebagai
buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi
lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare apabila frekuensi buang air
besar lebih dari 4 kali, sedangkan bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak apabila
frekuensi lebih dari 3 kali.11
B. Etiologi
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar,
tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan
oleh infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare dapat dilihat dari skema
berikut : 12
Penyakit diare pada anak biasanya sering disebabkan oleh rotavirus. Virus ini
menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak.
Virus sampai kedalam sel epitel usus halus dan menyebabkan infeksi serta
jonjot-jonjot (villi) usus halus.
Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru yang
berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang. Sehingga
fungsinya masih belum baik.
Villi-villi mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan
dengan baik.
Cairan makanan yang tidak terserap dan tercerna akan meningkatkan tekanan
koloid osmotik usus.
Di dalam lambung bakteri akan dibunuh oleh asam lambung, tetapi apabila
jumlah bakteri cukup banyak ada bakteri yang dapat lolos sampai ke dalam
duodenum.
Didalam membran bakteri mengeluarkan toksin (racun) yang disebut sub unit
A dan sub unit B
Sub unit B akan melekat di dalam membran dan sub unit A akan bersentuhan
dengan membran sel, serta mengeluarkan CAMP (Cyclic Adenosine
Monophosphate)
CAMP berkhasiat merangsang sekresi cairan usus dibagian kripta villi dan
menghambat cairan usus di bagian apikal villi, tanpa menimbulkan kerusakan
sel epitel usus.
2. Diare kronik
Kemungkinan penyebab diare kronik sangat beragam, dan tidak selalu
disebabkan kelainan pada usus. Di negara maju, sindrom usus iritatif dan penyakit
radang usus non spesifik (inflamatory bowel disease) merupakan penyebab utama
diare kronik.6,7 Dinegara berkembang infeksi dan parasit masih menjadi penyebab
tersering. Diare kronis dapat terjadi pada kelainan endokrin, kelainan pankreas,
7
10
11
bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena
tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
kejadian penyakit diare. 21
E. Diagnosis
Pendekatan Umum Diare Akut Infeksi Bakteri
Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan
yang sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar
belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik,
riwayat perjalanan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 22,23,24
Pendekatan umum Diare akut infeksi bakteri baik diagnosis dan terapeutik terlihat
pada gambar 1.
13
14
tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala
ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan
sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah
usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal.
Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga
rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis.
Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan
timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis
tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut.
Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan
pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru.
Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang
menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
G. Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan
feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu
15
dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena
netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses
terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi
dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya. 23
Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin
adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses
menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI.
Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks
yang tersedia secara komersial, sensitifitas 83 93 % dan spesifisitas 61 100 %
terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi
dengan biakan kotoran.
Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare
inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip,
atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses
untuk EHEC O 157 : H7.22
Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus
diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan
pemeriksaan darah lengkap25,28,29,26
Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya
tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi. 30
16
H. Penatalaksanaan
WHO menetapkan 4 unsur utama dalam penanggulangan diare akut yaitu: 17,18
-
Pemberian petunjuk yang efektif bagi ibu dan anak serta keluarganya tentang
upaya rehidrasi oral di rumah, tanda-tanda untuk merujuk dan cara mencegah
diare di masa yang akan datang.
1.
Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi pada anak, penderita harus segera dibawa ke petugas atau
sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu
dengan oralit.
Memberi makanan
Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama
pada anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang
masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi
yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah
dicerna sedikit sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti pemberian makanan
ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan
anak.
Mengobati masalah lain
Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka
diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi.
Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare.
18
Kembali cepat
*Kembali lambat
3.Derajat dehidrasi
Tanpa dehidrasi
Dehidrasi
ringan/sedang
4.Terapi
Rencana terapi A
*Kembali sangat
lambat
Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau
lebih tanda lain
Rencana terapi C
19
20
21
22
23
I. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik. 22,25
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular
Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini
dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai
rehidrasi yang optimal.26,31,32
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi
EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya
HUS masih kontroversi. Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut,
adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah
infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya menderita infeksi
C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik
dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme
dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain Barre tetap belum diketahui. Artritis
24
pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.22
J. PROGNOSIS
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika
Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada
infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik
hemolitik.1
K. Pencegahan
Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa cara pencegahan diare pada
balita yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah : 10
1.
Pemberian ASI
2.
3.
4.
Mencuci tangan
5.
6.
7.
26
direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi
imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan
sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi
hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin
tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan
memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya. 22,23,24
27
BAB III
PENUTUP
III.1 Simpulan
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang
maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu
diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengobatan simtomatik dapat diberikan
karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut
infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan
sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.
28
III.2 Saran
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry
NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New
York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
2. Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the
Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51.
3. Drossman DA, Dorn SD. Evaluation and management of chronic diarrhea: An
algorithmic approach. Available from: http://www.medscape.com.
4. Ahlquist DA, Camilleri M. Diarrhea and constipation. In: Kasper DL, Fauci A.S,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrisons principles internal
medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.224-34.
5. Ammon VH. Diarrhea. In: Haubrich WS, Chaffner F, editors. Bockus
Gastroenterology. 5th ed. Philadelphia: Mosby; 1990. p.89-99.
6. Simadibrata M, Rani A, Daldiyono, et al. Diseases in chronic non infective
diarrhea. The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive
Endoscopy 2004;5:15-8.
7. Thomas PD, Forbes A, Green J, Howdle P, et al.vGuidelines for the investigation
of chronic diarrhoea. Gut 2003;52:1-15.
8. Lipsky MS. Chronic diarrhea: evaluation and treatment. American Family
Phsycian 1993;43:1-8.
9. Laporan kantor Kelurahan Sungai Lulut dan Pemurus Luar, 2010.
10. Departemen Kesehatan RI. P2M & PL & LITBANGKES. (online:
http://www.depkes.go.id)
11. Notoatmodjo Soekidjo. Kesehatan Lingkungan. Dalam : Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta Jakarta, 2003
12. Noerasid H, Suraatmadja S, Asnil PO. Gastroenteritis (Diare) Akut. Dalam :
Gastroenterologi anak praktis. Jakarta : Balai penertiban FKUI, 2003
30
13. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PPM dan PL. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1216/MENKES/SK/XI/ 2001. Tentang
pedoman pemberantasan diare. Edisi ke 3. Jakarta, 2003.
14. Mossoro C, Glaziou P, Simon Yassibanda et al. Chonic diarrhea, hemoragic
colitis, and hemolytic-uremic syndrome ascociated with Hep-2 adherent
eschericia coli in adult infected with human immunodeficiency Virusin Bangui,
Central African Republic. Jurnal of Clinical Microbiology 2002;13:3086-8.
15. Kotler DP, Orenstein JM. chronic diarrhea and malabsortion ascociated with
enteropathogenic bacterial infection in patient with AIDS. Brief Report
1993;19:127-8.
16. Vanderhoof JA. Chronic diarrhea. Pediatric Review 1990;19:418-22.
17. Yunanto A, Hartoyo E, Andayani P. Standar Pelayanan Medis. Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak,FK UNLAM. Banjarmasin:2006
18. Dinas Kesehatan Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan. Buku Pedoman Dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman Epidemiologi Penyakit).
Banjarmasin 2005
19. Anonymous. Air sulit, diare mulai serang Kalsel. Dalam : Kumpulan berita.
9Juli 2004. Online (http://digilib.ampl.or.id)
20. Rudianto H, Azizah R. Studi tentang perbedaan jarak perumahan ke TPA sampah
open dumping dengan indikator tingkat kepadatan lalat dan kejadian diare (studi
di Desa Kenep Kecamatan Beji Kabupaten Pasurun). Dalam : Jurnal Kesling. Vol.
1, No. 2, Oktober 2007, h.152-159. Online (http://jurnal kesling.ac.id)
21. Eko DJ. Banjarmasin kota seribu sungai seribu masalah. Dalam : Walhi. 4
Oktober 2004. Online (http://www.walhi.or.id)
22. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,
et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York:
Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
23. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH,
editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2 nd edition. New
York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.
31
24. Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier
LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium
Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam II. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2002. 52-70.
25. Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM,
Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 45157.
26. Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam: Setiati S,
Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal
Medicine 2001. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI,
2001. 49-56.
27. Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL, Henry
NK, et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York:
Lange Medical Books, 2003. 603 - 13.
28. Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of
acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2002;17: S54S71
29. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa. Dalam:
Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in
Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam
FK UI, 2002. 49-56.
30. Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296305.
31. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea).
Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi
Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi.
Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 40.
32. Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med 2004;350:1:
38-47.
32