Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 g atau 200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang
air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa
disertai lendir dan darah.

1,2

Durasi diare sangat menentukan diagnosis, diare akut jika durasinya kurang
dari 2 minggu, diare persistent jika durasinya antara 2-4 minggu, dan diare kronis jika
durasi lebih dari 4 minggu.3 Diare merupakan permasalahan yang umum diseluruh
dunia, dengan insiden yang tinggi baik di negara industri maupun di Negara
berkembang. Biasanya ringan dan sembuh sendiri, tetapi diantaranya ada yang
berkembang menjadi penyakit yang mengancam nyawa.4 Diare juga dikatakan
penyebab morbiditas, penurunan produktifitas kerja, serta pemakaian sarana
kesehatan yang umum.5,6 Diseluruh dunia lebih dari 1 milyar penduduk mengalami
satu atau lebih episode diare akut pertahun. Di USA 100 juta orang mengalami
episode diare akut pertahun. Statistik populasi untuk kejadian diare kronis belum
pasti, kemungkinan berkaitan dengan variasi definisi dan sistem pelaporan, tetapi
frekuensinya juga cukup tinggi. Di USA prevalensinya berkisar antara 2-7%.

Sedangkan dinegara Barat, frekwensinya berkisar antara 4-5%. Pada populasi usia
tua, termasuk pasien dengan gangguan motilitas, didapatkan prevalensi yang jauh
lebih tinggi yaitu 7-14%.7,8
Selama tahun 2010, diare termasuk kedalam sepuluh penyakit terbanyak di
Puskesmas Terminal, yaitu pada urutan ketiga dengan jumlah penderita 1267 orang.
Berdasarkan distribusi umur penduduk di wilayah kerja puskesmas Banjarmasin
timur diketahui bahwa jumlah bayi dan balita cukup banyak, yakni di Kelurahan
Sungai Lulut terdapat 986 bayi/balita dari 9589 jiwa atau mencapai 10,28 % dari total
penduduk, di Kelurahan Pemurus Luar terdapat 1.006 bayi/balita dari 11.288 jiwa
atau mencapai 8,91 % dari total penduduk. Jadi secara keseluruhan mencapai 1992
bayi/balita.3,6
Dari data kegiatan P2M (Diare) di puskesmas Terminal tahun 2010, dengan
penemuan kasus baru diare sebanyak 390 kasus. Jumlah kasus diare dari golongan
umur 0 - <1 tahun sebanyak 50 kasus atau 12,8% sedangkan jumlah kasus diare dari
golongan umur 1 4 tahun sebanyak 118 kasus atau 30,25% dan jumlah kasus diare
dari golongan umur lebih dari 4 tahun sebanyak 56,9%. Program P2 diare
menitikberatkan upaya penemuan kasus baru dan penanggulangan diare pada bayi
dan balita karena tingginya angka kesakitan yang disebabkan oleh diare.6
Besarnya jumlah bayi dan balita ini memerlukan perhatian khusus dari
berbagai pihak, termasuk puskesmas mengingat masalah pada bayi dan balita berbeda
dengan masalah pada kelompok umur yang lain. Masalah pada bayi dan balita
berhubungan dengan ukuran tubuh yang secara fisik lebih kecil dibandingkan dewasa,
2

daya imunitas tubuh yang masih rendah, masih kurangnya kemampuan untuk
berkomunikasi dan keadaan psikologis (rasa takut) yang masih besar. Hal-hal tersebut
harus mendapatkan perhatian secara lebih khusus dari puskesmas.
Salah satu faktor yang mempengaruhi banyaknya

penderita diare adalah

terjadinya perubahan musim. Kota Banjarmasin dengan iklim tropis mempunyai 2


musim dalam setahun, yakni musim hujan (November April) dan musim kemarau
(Mei - Oktober). Pada tahun ini periode musim hujan memanjang. Air hujan
merupakan media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri penyebab penyakit
diare dan penyakit saluran cerna lainnya.4
Masih banyak bayi/balita yang mengidap diare di wilayah puskesmas
Terminal. Dengan demikian, dalam upaya untuk menurunkan angka kesakitan
penyakit diare, diperlukan kesadaran masyarakat terutama pada orang tua yang
mempunyai anak bayi/balita, yang diharapkan mampu mencegah dan mengenali
secara dini gejala penyakit diare pada anak-anak mereka dan hal-hal apa yang
dilakukan apabila diketahui bayi/balita mereka mengidap diare.

1.2 PERMASALAHAN
Bagaimana cara masyarakat terutama orang tua mengenali gejala diare secara
dini dan hal-hal apa yang dilakukan apabila terdapat penyakit diare pada anak?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari 3 kali/ hari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi encer, dengan atau
tanpa darah dan atau lendir. Bila berlangsung selama kurang dari 14 hari disebut diare
akut dan bila lebih dari 14 hari disebut diare kronik. 10
Hipocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak normal
dan cair. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI/RSCM, diare diartikan sebagai
buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekuensi
lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare apabila frekuensi buang air
besar lebih dari 4 kali, sedangkan bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak apabila
frekuensi lebih dari 3 kali.11
B. Etiologi
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar,
tetapi yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang disebabkan
oleh infeksi dan keracunan. Untuk mengenal penyebab diare dapat dilihat dari skema
berikut : 12

Gambar 1. Skema etiologi penyakit diare 12


C. Patogenesis
Sesuai dengan perjalanan penyakit diare, patogenesisnya dibagi atas :
1. Diare akut
Patogenesis diare akut oleh infeksi, terutama oleh virus dan bakteri, dapat
digambarkan sebagai berikut : 10,13
Patogenesis Diare Yang Disebabkan Oleh Virus
-

Penyakit diare pada anak biasanya sering disebabkan oleh rotavirus. Virus ini
menyebabkan 40-60% dari kasus diare pada bayi dan anak.

Virus masuk kedalam tubuh bersama makanan dan minuman

Virus sampai kedalam sel epitel usus halus dan menyebabkan infeksi serta
jonjot-jonjot (villi) usus halus.

Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru yang
berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang belum matang. Sehingga
fungsinya masih belum baik.

Villi-villi mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan
dengan baik.

Cairan makanan yang tidak terserap dan tercerna akan meningkatkan tekanan
koloid osmotik usus.

Terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak


terserap terdorong keluar usus melalui anus, sehingga terjadi diare.

Patogenesis Penyakit Diare Yang Disebabkan Oleh Bakteri


-

Bakteri masuk kedalam tubuh manusia melalui perantaraan makanan atau


minuman yang tercemar oleh bakteri tersebut.

Di dalam lambung bakteri akan dibunuh oleh asam lambung, tetapi apabila
jumlah bakteri cukup banyak ada bakteri yang dapat lolos sampai ke dalam
duodenum.

Didalam duodenum bakteri akan berkembang biak sehingga jumlahnya


mencapai 100.000.000 koloni atau lebih per mililiter cairan usus halus.

Dengan memproduksi enzim mucinase bakkteri berhasil mencairkan lapisan


lendir dengan menutupi permukaan sel epitel usus, sehingga bakteri dapat
masuk kedalam membran (dinding) sel epitel

Didalam membran bakteri mengeluarkan toksin (racun) yang disebut sub unit
A dan sub unit B

Sub unit B akan melekat di dalam membran dan sub unit A akan bersentuhan
dengan membran sel, serta mengeluarkan CAMP (Cyclic Adenosine
Monophosphate)

CAMP berkhasiat merangsang sekresi cairan usus dibagian kripta villi dan
menghambat cairan usus di bagian apikal villi, tanpa menimbulkan kerusakan
sel epitel usus.

Sebagai akibat adanya ransangan sekresi cairan yang berlebihan tersebut,


volume cairan di dalam lumen usus akan bertambah banyak. Cairan ini akan
menyebabkan dinding usus akan mengakan kontraksi sehingga terjadi
hipermotilitas atau hiperperistaltik untuk mengalirkan cairan kebawah atau ke
usus besar.

2. Diare kronik
Kemungkinan penyebab diare kronik sangat beragam, dan tidak selalu
disebabkan kelainan pada usus. Di negara maju, sindrom usus iritatif dan penyakit
radang usus non spesifik (inflamatory bowel disease) merupakan penyebab utama
diare kronik.6,7 Dinegara berkembang infeksi dan parasit masih menjadi penyebab
tersering. Diare kronis dapat terjadi pada kelainan endokrin, kelainan pankreas,
7

kelainan hati, infeksi, keganasan, dan sebagainya.14,15,16 Berdasarkan mekanisme


patofisiologi yang mendasari terjadinya, diare kronis diklasifikasikan menjadi 3
golongan yaitu: diare sekretorik, diare osmotik dan diare inflamasi. Klasifikasi lain
ada juga yang membagi menjadi 3 jenis yaitu diare cair (watery diarrhea), yang
mencakup diare sekretorik dan diare osmotik, diare imflamasi dan diare berlemak
(fatty diarrhea).7,14
Diare sekretorik terjadi karena gangguan transportasi cairan dan elektrolit
melewati mukosa enterokolik. Ditandai diare cair, dengan volume feses yang besar,
tanpa rasa nyeri dan menetap dengan puasa. Diare osmotik terjadi bila ada asupan
makanan, penyerapan yang berkurang, solute osmotik aktif dalam lumen yang
melampaui kapasitas resorpsi kolon. Kandungan air feses meningkat sebanding
dengan jumlah solut. Diare osmotik ditandai keluhan yang berkurang saat puasa dan
menghentikan agen penyebab. Diare inflamasi umumnya disertai dengan nyeri,
demam, perdarahan, atau tanda inflamasi yang lainnya. Mekanismenya tidak hanya
melalui eksudasi saja, tergantung lokasi lesi, dapat melalui malabsorpsi lemak,
gangguan absorpsi air dan atau elektrolit dan hipersekresi atau hipermotilitas karena
pelepasan cytokines dan mediator inflamasi yang lain. Ditandai dengan adanya
leukosit atau protein yang berasal dari leukosit seperti calpotrectin pada analisa
feses. Proses inflamasi yang berat dapat menyebabkan terjadi kehilangan protein
eksudatif yang memicu terjadinya edema anasarka.3,5
Berdasarkan mekanisme patofisiologi yang mendasari terjadinya diare kronis,
maka penyebab utama diare kronis adalah sebagai berikut :
8

a. Diare cair (watery diarrhea):


Diare osmotik: osmotik laxative, malabsorpsi karbohidrat
Diare sekretorik: Sindrom kongenital, misalnya congenital chloridorhea. Toksin
bakterial, ileal malabsorpsi asam empedu ileum. Inflamatory bowel disease
(IBD) terdiri dari kolotis ulseratif, dan penyakit Chrons, kolitis mikroskopis, dan
divertikulitis. Vaskulitis, keracunan dan obat. Penyalahgunaan laxative (stimulant
laxative). Gangguan motilitas atau regulasi berupa diare postvagotomy,
postsympathectomy, diabetes autonomik neuropati, irritable bowel syndrome.
Penyakit endokrin: Hipertiroidism, Addisons disease, gastrinoma, VIPoma,
somatostatinoma, carsinoinoid sindrom, mastositosis, feokromasitoma. Tumor
lain: karsinoma kolon, limfoma, villous adenoma. Diare sekretorik idiopatik:
diare sekretorik epidemic (Brained), idiopatik diare sekretorik sporadik.
b. Diare inflamasi
Inflamatory bowel disease: colitis ulserative, penyakit Chrons, diverticulitis,
ulcerative jejunoileitis. Penyakit infeksi: Kolitis pseudomembranosa. Infeksi
bakteri invasive seperti TBC, yersinosis. Infeksi viral ulceratif: citomegalo,
herpes simplek Iinfeksi parasit invasif: amebiasis, strongiloides. Kolitis iskemik,
kolitis radiasi, keganasan (karsinoma kolon, limfoma).
c. Diare berlemak (fatty diarrhea)
Sindrom malabsorpsi Penyakit mukosa (celiac sprue, whipple disease). Sindrom
usus pendek, pertumbuhan bakteri berlebih diusus halus (SIBO), iskemik

mesenterik. Maldigesti: insufisiensi eksokrin pankreas, konsentrasi asam empedu


liminal inadequate.4
D. Epidemiologi
Sampai saat ini penyakit diare masih merupakan masalah masyarakat di
Indonesia. Selama tahun 1997 2003 KLB diare menunjukkan peningkatan frekuensi
kejadian dan jumlah penderitanya, tetapi dengan case fatalitiy rate yang semakin
menurun, terjadi di berbagai daerah diantaranya Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatra
Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Lampung, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Timur,
DKI Jakarta, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Bali, NTB, NTT
serta Kalimantan. 17
Di Kalimantan Selatan (Kalsel) penyakit diare masih merupakan masalah
kesehatan yang utama. Tahun 2003 kasus diare di Kalsel mencapai 36.415 yang
mengakibatkan empat warga meninggal dunia. Januari hingga Juli 2004 kasus diare
di Kalsel mencapai 5.793 kasus, 5 orang balita meninggal akibat menderita diare.
Dari catatan Dinas Kesehatan Kalsel, kasus diare tahun 2004 terbanyak menyerang
Kabupaten Hulu Sungai Utara yang mencapai 1.788 kasus. Disusul kemudian
Kabupaten Barito Kuala dengan 1.188 kasus. 18
Epidemiologi diare tergantung dari 3 faktor, yaitu : 19
1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare (agent). Kuman penyebab diare
biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan/minuman yang
tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku

10

dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya


diare, perilaku tersebut antara lain :
a) Tidak memberikan ASI ( Air Susu Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada
pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita
diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan
menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
b) Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencernaan
oleh kuman, karena botol susah dibersihkan.
c) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan
beberapa jam pada suhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan
berkembang biak.
d) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran dirumah dapat
terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar
menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
e) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja
anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.
f) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering orang
beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya
mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja
binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.

11

2. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare (host).


Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden dan lamanya diare.
Faktor-faktor tersebut adalah : 20
a. Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang
dapat melindungi terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Shigella
dan V.cholerae.
b. Kurang gizi. Beratnya penyakit, lama dan risiko kematian karena diare
meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada
penderita gizi buruk.
c. Campak. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak
yang sedang menderita campak. Hal ini sebagai akibat dari penurunan
kekebalan tubuh penderita.
d. Imunodefisiensi/imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung
sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin
yang berlangsung lama seperti pada penderita AIDS (Autoimune Deficiensy
Syndrome). Pada penderita anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena
kuman yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama.
e. Rentang usia. Secara proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan
balita (55%).
3. Faktor lingkungan dan perilaku (environtment). Penyakit diare merupakan
salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu
sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi
12

bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena
tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan
kejadian penyakit diare. 21
E. Diagnosis
Pendekatan Umum Diare Akut Infeksi Bakteri
Untuk mendiagnosis pasien diare akut infeksi bakteri diperlukan pemeriksaan
yang sistematik dan cermat. Kepada pasien perlu ditanyakan riwayat penyakit, latar
belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat terutama antibiotik,
riwayat perjalanan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 22,23,24
Pendekatan umum Diare akut infeksi bakteri baik diagnosis dan terapeutik terlihat
pada gambar 1.

13

Gambar 2. Pendekatan umum Diare infeksi Bakteri. Dikutip dari 22


F. Manifestasi Klinis25,26,27
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung
beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian
karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau
karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan
cairan seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering,

14

tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala
ini disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan
sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah
usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal.
Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga
rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan
dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis.
Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan
timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis
tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut.
Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan
pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru.
Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang
menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
G. Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan
feses adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu

15

dianggap sebagai penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena
netrofil akan berubah, sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses
terhadap inflamasi patogen (Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi
dengan kultur feses bervariasi dari 45% - 95% tergantung dari jenis patogennya. 23
Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi intestinal adalah laktoferin. Laktoferin
adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan netrofil, keberadaannya dalam feses
menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi pada bayi yang minum ASI.
Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan uji agglutinasi lateks
yang tersedia secara komersial, sensitifitas 83 93 % dan spesifisitas 61 100 %
terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi
dengan biakan kotoran.
Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau menderita diare
inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau latoferin positip,
atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan kultur feses
untuk EHEC O 157 : H7.22
Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen, atau kehilangan cairan harus
diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum, kreatinin, analisa gas darah dan
pemeriksaan darah lengkap25,28,29,26
Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya
tidak membantu untuk evaluasi diare akut infeksi. 30

16

H. Penatalaksanaan
WHO menetapkan 4 unsur utama dalam penanggulangan diare akut yaitu: 17,18
-

Pemberian cairan, berupa upaya rehidrasi oral (URO) untuk mencegah


maupun mengobati dehidrasi.

Melanjutkan pemberian makanan seperti biasa, terutama ASI, selama diare


dan dalam masa penyembuhan.

Tidak menggunakan antidiare, sementara antibiotik maupun antimikroba


hanya untuk kasus tersangka kolera, disentri, atau terbukti giardiasis atau
amubiasis.

Pemberian petunjuk yang efektif bagi ibu dan anak serta keluarganya tentang
upaya rehidrasi oral di rumah, tanda-tanda untuk merujuk dan cara mencegah
diare di masa yang akan datang.

1.

Prinsip tatalaksana penderita diare 17,18


Mencegah terjadinya dehidrasi
Mencegah terjadinya dehidasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan
memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan
seperti air tajin, kuah sayur, air sup. Bila tidak mungkin memberikan cairan
rumah tangga yang diajukan , berikan air matang. Macam cairan yang dapat
digunakan akan tergantung pada :

- Kebiasaan setempat dalam mengobati diare


- Tersedianya cairan sari makanan yang cocok
17

- Jangkauan pelayanan kesehatan


- Tersedianya oralit

Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi pada anak, penderita harus segera dibawa ke petugas atau
sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu
dengan oralit.
Memberi makanan
Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama
pada anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan.
Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang
masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi
yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan yang mudah
dicerna sedikit sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti pemberian makanan
ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan
anak.
Mengobati masalah lain
Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka
diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi.
Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare.

18

2. Prosedur tatalaksana penderita diare 11


Menilai derajat dehidrasi
Tabel 1. Penilaian derajat dehidrasi dan menentukan rencana pengobatan 11
Penilaian
A
B
C
1.Lihat :
Keadaan umum Baik, sadar
Gelisah, rewel
*Lesu, lunglai
atau tidak sadar
Mata
Normal
Cekung
Sangat cekung
dan kering
Air mata
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Mulut & lidah
Basah
Kering
Sangat kering
Rasa haus
Minum biasa, tidak *Haus, ingin
*Malas minum
haus
minum banyak
atau tidak bisa
minum
2.Periksa :
Turgor kulit

Kembali cepat

*Kembali lambat

3.Derajat dehidrasi

Tanpa dehidrasi

Dehidrasi
ringan/sedang

4.Terapi

Rencana terapi A

Bila ada 1 tanda *


ditambah 1 atau
lebih tanda lain
Rencana terapi B

*Kembali sangat
lambat
Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda *
ditambah 1 atau
lebih tanda lain
Rencana terapi C

19

Gambar 3. Rencana Terapi A 10

20

21

Gambar 4. Rencana Terapi B 10

22

Gambar 5. Rencana Terapi C 11

23

I. KOMPLIKASI
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama
pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan cairan secara
mendadak sehingga terjadi shock hipovolemik yang cepat. Kehilangan elektrolit melalui
feses potensial mengarah ke hipokalemia dan asidosis metabolik. 22,25
Pada kasus-kasus yang terlambat meminta pertolongan medis, sehingga syok
hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat timbul Tubular
Nekrosis Akut pada ginjal yang selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini
dapat juga terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tecapai
rehidrasi yang optimal.26,31,32
Haemolityc uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi yang disebabkan
terbanyak oleh EHEC. Pasien dengan HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS akan meningkat setelah infeksi
EHEC dengan penggunaan obat anti diare, tetapi penggunaan antibiotik untuk terjadinya
HUS masih kontroversi. Sindrom Guillain Barre, suatu demielinasi polineuropati akut,
adalah merupakan komplikasi potensial lainnya dari infeksi enterik, khususnya setelah
infeksi C. jejuni. Dari pasien dengan Guillain Barre, 20 40 % nya menderita infeksi
C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Biasanya pasien menderita kelemahan motorik
dan memerlukan ventilasi mekanis untuk mengaktifkan otot pernafasan. Mekanisme
dimana infeksi menyebabkan Sindrom Guillain Barre tetap belum diketahui. Artritis

24

pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena
Campylobakter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.22
J. PROGNOSIS
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik
dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit,
morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika
Serikat, mortalits berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada
infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik
hemolitik.1

K. Pencegahan
Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa cara pencegahan diare pada
balita yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah : 10
1.

Pemberian ASI

2.

Memperbaiki makanan sapihan

3.

Menggunakan air bersih yang cukup banyak

4.

Mencuci tangan

5.

Menggunakan jamban keluarga

6.

Cara membuang tinja yang baik dan benar


25

7.

Pemberian imunisasi campak


Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat
dicegah dengan menjaga higiene pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan
setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran manusia
harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak harus terjaga dari kotoran
manusia.22,23,24
Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini harus diberikan
perhatian khusus. Minum air, air yang digunakan untuk membersihkan makanan, atau air
yang digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika ada kecurigaan
tentang keamanan air atau air yang tidak dimurnikan yang diambil dari danau atau air,
harus direbus dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di danau atau
sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air. 22,23,24
Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan air yang bersih
(air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan
yang tidak diolah tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan sayuran.
Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya produk susu yang dipasteurisasi
dan jus yang boleh dikonsumsi. Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum
jus apel yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi, setelah jatuh dan
terkena kotoran ternak. 22,23,24
Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius, tetapi efektivitas
dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk
V. colera, dan demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif dan tidak

26

direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral kolera terbaru lebih efektif, dan durasi
imunitasnya lebih panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif dan
sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru juga melindungi 70 %, tetapi
hanya memerlukan 1 dosis dan memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin
tipoid oral telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama 4 kali dan
memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin lainnya. 22,23,24

27

BAB III
PENUTUP

III.1 Simpulan
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang
maupun negara maju. Sebagian besar bersifat self limiting sehingga hanya perlu
diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengobatan simtomatik dapat diberikan
karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis diare akut
infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Dengan higiene dan
sanitasi yang baik merupakan pencegahan untuk penularan diare infeksi bakteri.

Di wilayah puskesmas Terminal angka kejadian diare masih cukup tinggi


yaitu 390 orang atau mencapai 43,05% dari jumlah penduduk bayi/balita. Hal ini
menunjukkan bahwa masih banyak bayi/balita yang mengidap diare. Untuk itu sangat
diperlukan penyuluhan kesehatan tentang pengenalan dan penanganan secara dini
diare di posyandu-posyandu wilayah puskesmas Banjarbaru.

28

III.2 Saran

Diharapkan setelah penyuluhan dilakukan, para masyarakat, khususnya orang


tua mengenal secara dini gejala diare pada bayi/balita, mengetahui cara pencegahan
dan pengobatan secara dini pada bayi/balita yang terkena diare, dan dapat bekerja
sama dengan instansi kesehatan apabila mengetahui ada anak yang terkena diare.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry
NK, et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New
York: Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
2. Guerrant RL, Gilder TV, Steiner TS, et al. Practice Guidelines for the
Management of Infectious Diarrhea. Clinical Infectious Diseases 2001;32:331-51.
3. Drossman DA, Dorn SD. Evaluation and management of chronic diarrhea: An
algorithmic approach. Available from: http://www.medscape.com.
4. Ahlquist DA, Camilleri M. Diarrhea and constipation. In: Kasper DL, Fauci A.S,
Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors. Harrisons principles internal
medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005.p.224-34.
5. Ammon VH. Diarrhea. In: Haubrich WS, Chaffner F, editors. Bockus
Gastroenterology. 5th ed. Philadelphia: Mosby; 1990. p.89-99.
6. Simadibrata M, Rani A, Daldiyono, et al. Diseases in chronic non infective
diarrhea. The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive
Endoscopy 2004;5:15-8.
7. Thomas PD, Forbes A, Green J, Howdle P, et al.vGuidelines for the investigation
of chronic diarrhoea. Gut 2003;52:1-15.
8. Lipsky MS. Chronic diarrhea: evaluation and treatment. American Family
Phsycian 1993;43:1-8.
9. Laporan kantor Kelurahan Sungai Lulut dan Pemurus Luar, 2010.
10. Departemen Kesehatan RI. P2M & PL & LITBANGKES. (online:
http://www.depkes.go.id)
11. Notoatmodjo Soekidjo. Kesehatan Lingkungan. Dalam : Ilmu Kesehatan
Masyarakat. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta Jakarta, 2003
12. Noerasid H, Suraatmadja S, Asnil PO. Gastroenteritis (Diare) Akut. Dalam :
Gastroenterologi anak praktis. Jakarta : Balai penertiban FKUI, 2003

30

13. Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PPM dan PL. Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1216/MENKES/SK/XI/ 2001. Tentang
pedoman pemberantasan diare. Edisi ke 3. Jakarta, 2003.
14. Mossoro C, Glaziou P, Simon Yassibanda et al. Chonic diarrhea, hemoragic
colitis, and hemolytic-uremic syndrome ascociated with Hep-2 adherent
eschericia coli in adult infected with human immunodeficiency Virusin Bangui,
Central African Republic. Jurnal of Clinical Microbiology 2002;13:3086-8.
15. Kotler DP, Orenstein JM. chronic diarrhea and malabsortion ascociated with
enteropathogenic bacterial infection in patient with AIDS. Brief Report
1993;19:127-8.
16. Vanderhoof JA. Chronic diarrhea. Pediatric Review 1990;19:418-22.
17. Yunanto A, Hartoyo E, Andayani P. Standar Pelayanan Medis. Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak,FK UNLAM. Banjarmasin:2006
18. Dinas Kesehatan Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan. Buku Pedoman Dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman Epidemiologi Penyakit).
Banjarmasin 2005
19. Anonymous. Air sulit, diare mulai serang Kalsel. Dalam : Kumpulan berita.
9Juli 2004. Online (http://digilib.ampl.or.id)
20. Rudianto H, Azizah R. Studi tentang perbedaan jarak perumahan ke TPA sampah
open dumping dengan indikator tingkat kepadatan lalat dan kejadian diare (studi
di Desa Kenep Kecamatan Beji Kabupaten Pasurun). Dalam : Jurnal Kesling. Vol.
1, No. 2, Oktober 2007, h.152-159. Online (http://jurnal kesling.ac.id)
21. Eko DJ. Banjarmasin kota seribu sungai seribu masalah. Dalam : Walhi. 4
Oktober 2004. Online (http://www.walhi.or.id)
22. Ciesla WP, Guerrant RL. Infectious Diarrhea. In: Wilson WR, Drew WL, Henry NK,
et al editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease. New York:
Lange Medical Books, 2003. 225 - 68.
23. Lung E, Acute Diarrheal Disease. In: Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH,
editors. Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology. 2 nd edition. New
York: Lange Medical Books, 2003. 131 - 50.

31

24. Kolopaking MS. Penatalaksanaan Muntah dan Diare akut. Dalam: Alwi I, Bawazier
LA, Kolopaking MS, Syam AF, Gustaviani, editor. Prosiding Simposium
Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu penyakit Dalam II. Jakarta: Pusat
Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2002. 52-70.
25. Hendarwanto. Diare akut Karena Infeksi, Dalam: Waspadji S, Rachman AM,
Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga.
Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 45157.
26. Nelwan RHH. Penatalaksanaan Diare Dewasa di Milenium Baru. Dalam: Setiati S,
Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in Internal
Medicine 2001. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam FK UI,
2001. 49-56.
27. Procop GW, Cockerill F. Vibrio & Campylobacter. In: Wilson WR, Drew WL, Henry
NK, et al, Editors. Current Diagnosis and Treatment in Infectious Disease, New York:
Lange Medical Books, 2003. 603 - 13.
28. Manatsathit S, Dupont HL, Farthing MJG, et al. Guideline for the Management of
acute diarrhea in adults. Journal of Gastroenterology and Hepatology 2002;17: S54S71
29. Rani HAA. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang Dewasa. Dalam:
Setiati S, Alwi I, Kasjmir YI, dkk, Editor. Current Diagnosis and Treatment in
Internal Medicine 2002. Jakarta: Pusat Informasi Penerbitan Bagian Penyakit Dalam
FK UI, 2002. 49-56.
30. Jones ACC, Farthing MJG. Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296305.
31. Soewondo ES. Penatalaksanaan diare akut akibat infeksi (Infectious Diarrhoea).
Dalam : Suharto, Hadi U, Nasronudin, editor. Seri Penyakit Tropik Infeksi
Perkembangan Terkini Dalam Pengelolaan Beberapa penyakit Tropik Infeksi.
Surabaya : Airlangga University Press, 2002. 34 40.
32. Thielman NM, Guerrant RL. Acute Infectious Diarrhea. N Engl J Med 2004;350:1:
38-47.

32

Anda mungkin juga menyukai