Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pendidikan Matematika
BAB I PENDAHULUAN
indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga). Sedangkan faktor- faktor ekstern anak
didik meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas
belajar anak didik, yakni lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.
Adapun faktor- faktor penyebab kesulitan belajar yang bersifat khusus, seperti sindrom
psikologis berupa Learning Disability(ketidakmampuan belajar). Sindrom adalah suatu gejala
yang timbul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar
anak didik. Misalnya: disleksia yaitu ketidakmampuan dalam belajar membaca, disgrafia yaitu
ketidakmampuan menulis, dandiskalkulia yaitu ketidakmampuan belajar matematika.
SMPN 10 Kendari memiliki 11 kelas yaitu kelas VII empat kelas, kelas VIII empat kelas,
dan kelas IX ada tiga kelas yang masing-masing kelas terdiri 35 siswa. SMPN 10 Kendari
memiliki 4 guru matematika yang semuanya sarjana pendidikan. Berdasarkan hasil wawancara
dengan salah satu guru matematika di Sekolah tersebut diungkapkan bahwa prestasi siswa kelas
IX B masih dalam kategori rendah. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata siswa pada semester
gajil yaitu 59,19 yang hal ini ternyata dibawah nilai KKM sekolah yaitu 60. Hal ini ternyata
diakibatkan system pembelajaran yang diterapkan oleh guru matematika di sekolah tersebut
masih
bersifat
konvensional
yang
pembelajarannya
berpusat
pada
guru
(Teached
Oriented). Siswa belum aktif dalam kegiatan pembelajaran karena guru lebih memberikan materi
bersifat ceramah, sedangkan aktivitas siswa hanya mendengar dan mencatat saja, sangat jarang
ditemukan diskusi kelompok atau bentuk tukar pikiran lainnya baik dilakukan antara siswa
terhadap siswa maupun tukar pikiran antara siswa dengan guru.
mengajarkan balok dengan menggunakan alat peraga berupa kardus bekas, kemasan produk
makanan yang berbentuk balok.Tangram merupakan salah satu alat peraga pendidikan yang
berupa teka teki (Mathematics Puzzle). Teka-teki ini bertujuan untuk membuat bentuk tertentu
menggunakan semua bangun yang tersedia. Beberapa ahli berpendapat bahwa tangram
bermanfaat bagi anak-anak dalam berbagai hal diantaranya (Bohning and Althouse,1997,
Krieger, 1991, National Council of Teachers mathematics,2003). Pemanfaatan alat peraga
tangram untuk dijadikan sebagaiMathematics Puzzle atau teka-teki matematika terhadap
keefektifan dalam menumbuhkan minat siswa dalam mempelajari mata pelajaran matematika.
Sesuai uraian diatas, maka peneliti mengadakan penelitian dengan judul Efektivitas Alat
Peraga Tangram Sebagai Mathematics Puzzle Guna Menumbuhkan Minat Matematika Pada
Siswa SMPN 10 Kendari Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pokok Bahasan
Kesebangunan dan Kekongruenan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar siswa
pada pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan.
1.2. Batasan Masalah
Agar pembahasan pada penelitian ini tidak terlalu luas dan terarah, namun dapat
mencapai hasil yang optimal, maka penulis akan membatasi ruang lingkup pembahasan yaitu
akan meliputi penggunaan alat peraga tangram sebagai mathematics puzzle yang menjadi solusi
alternatif dalam menumbuhkan minat siswa SMPN 10 Kendari melalui model pembelajaran
kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan.
Seberapa tinggi efektivitas alat peraga tangram sebagai Mathematics Puzzle terhadap tumbuhnya
minat siswa SMPN 10 Kendari dalam mempelajari matematika pokok bahasan kesebangunan
dan kekongruenan melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD?
2.
Seberapa tinggi efektivitas alat peraga tangram sebagai Mathematics Puzzle terhadap hasil
prestasi belajar siswa SMPN 10 Kendari pada pokok bahasan kesebagunan dan kekongruenan
melalui pembelajaran tipe STAD?
Bagi guru
: melalui alat peraga tagram sebagai Mathematics Puzzle dapat dengan perlahan
pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu bersikap secara relatif,
konstan dan berbekas.
Belajar adalah kegiatan yang dilakukan untuk menguasai pengetahuan, kebiasaan,
kemampuan, keterampilan dan sikap melalui hubungan timbal balik antara proses belajar dengan
lingkungannya. Selanjutnya Soejanto (1997: 21) menyatakan bahwa belajar adalah segenap
rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan
dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan yang menyangkut banyak aspek, baik karena
kematangan maupun karena latihan. Perubahan ini memang dapat diamati dan berlaku dalam
waktu relatif lama. Perubahan yang relatif lama tersebut disertai dengan berbagai usaha,
sehingga Hudoyo (1990: 13) mengatakan bahwa belajar itu merupakan suatu usaha yang berupa
kegiatan hingga terjadinya perubahan tingkah laku yang relatif lama atau tetap.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
usaha sadar yang dilakukan berupa kegiatan positif untuk menghasilkan perubahan perubahan
seperti kemampuan berpikir kritis, pemahaman, daya kreativitas, pengetahuan, dan aspek positif
lainnya yang merupakan hasil dari sebuah interaksi sosial.
Ada beberapa unsur belajar untuk mencapai tujuannya yaitu: (1) Motivasi belajar, (2)
Sumber Belajar, (3) Alat Belajar, (4) suasana belajar, dan (5) kondisi subjek belajar (Oemar
Hamalik, 1995:68). Kelima unsur inilah yag bersifat dinamis, yang sering berubah menguat dan
melemah atau mempengaruhi proses belajar siswa. Proses belajar pada hakikatnya merupakan
perubahan tingkah laku pada diri seseorang pada situasi tertentu yang berulang ulang sesuai
siatuasi dan kondisinya.
2.2.Alat Peraga
Alat peraga pendidikan adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan
tujuan membantu guru agar proses pembelajaran siswa lebih efektif dan efisien (Sudjana,2009).
Wijaya dan Rusyan (1994) brependapat bahwa peran alat peraga yaitu berperan sebagai
perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga siswa tidak menjadi
bosan dalam meraih tujuan-tujuan belajar. Alat peraga menurut Soeparno (1987:2), pada
hakikatnya adalah suatu alat yang digunakan untuk memvisualkan suatu konsep tertentu saja
misalnya seorang guru matematika mengajarkan balok dengan menggunakan alat peraga berupa
kardus bekas, kemasan produk makanan yang berbentuk balok. Dengan menggunakan alat
peraga tersebut diharapkan siswa dapat lebih muda menangkap konsep yang disampaikan.
Alat peraga merupakan media pengajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri
dari konsep yang dipelajari (Elly Estiningsih, 1994). Alat peraga matematika adalah seperangkat
benda konkret yang dirancang, dibuat, dihimpun, atau disusun secara sengaja yang digunakan
untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam
matematika (Djoko Iswadi, 2003). Denga alat peraga, hal-hal yang abstrak dapat disajikan
dalam bentuk model-model yang berupa benda konkret yang dapat dilihat, dipegang,
diputarbalikkan sehingga mudah dipahami. Fungsi utamanya adalah untuk menurunkan
keabstrakan konsep agar siswa mampu menangkap arti konsep tersebut. Sebagai contoh, bendabenda konkret disekitar siswa seperti buah-buahan, pensil, buku, dan sebagainya. Dengan bendabenda tersebut siswa mampu membilang banyanknya anggota dari kumpulan suatu benda sampai
menemukan bilangan yag sesuai pada akhir membilang. Contoh lainnya, model-model bangun
datar, bangun ruang dan sebagainya. Dari beberapa pemaparan diatas, maka menurut hemat
penulis bahwa alat peraga matematika adalah alat atau media yang hendak diperagakan oleh guru
atau siswa sehingga menimbulkan sebuah ketertarikan siswa terhadap materi yang diajarkan
yang aka berindikasi pada keefektivan terhadap suatu pembelajaran.
Berikut akan di perlihatkan beberapa contoh alat peraga matematika yang sering
diperagakan oleh guru terhadap siswanya.
Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah teknik penggunaan alat peraga dalam
pembelajaran matematika secara tepat. Untuk itu perlu dipertimbangkan kapan digunakan dan
jenis alat peraga mana yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar dalam memilih
dan menggunakan alat peraga sesuai dengan tujuan yang akan diacapai dalam pembelajaran,
maka perlu diketahui fungsi alat peraga, yakni sebagai berikut :
1. Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
2. Salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru karena mrupakan bagian yang integral dari
situasi mengajar.
3. Penggunaannya integral dengan tujuan dan isi pelajaran.
4. Penggunaannya bukan semata-mata alat hiburan (pelengkap).
5. Untuk mempercepat proses pembelajaran (menangkap pengertian)
6. Untuk memprtinggi mutu pembelajaran.
7. sebagai media dalam menanamkan konsep-konsep matematika, memantapkan pemahaman
konsep, dan untuk menunjukan hubungan antara konsep matematika denga dunia sekitar serta
aplikasi konsep dalam dunia nyata.
Selain itu, penggunaan alat peraga, dalam proses pembelajaran mempunyai nilai-nilai
praktis sebagai berikut :
1. Alat peraga dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa dua
orang yang hidup di dua lingkungan yang berbeda akan mempunyai pengalaman yang berbeda
pula sehingga satu sama lain dapat mengatasi perbedaan-perbedaan tersebut.
2. Alat peraga memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan.
3. Alat peraga menghasilkan keseragaman pengamatan.
4. Alat peraga dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan realistis.
2.3.
yang disebut tan dan apabila disatukan akan membentuk persegi. Teka-teki ini bertujuan untuk
membuat bentuk tertentu menggunakan semua bangun yang tersedia dan. teka-teki ini disebutsebut sebagai pemula test psikologi yang digunakan untuk mengetes kemampuan kreatifitas
seseorang. Buku pertama yang menyebut tangram berjudul The Eighth Book Of Tan , yang berisi
sejarah fiktif tentang Tangram. Buku menceritakan sejarah fiktif tangram bahwa permainan
diciptakan 4.000 tahun sebelumnya oleh seorang dewa bernama Tan. Buku ini meliputi 700
bentuk, beberapa diantaranya tidak mungkin dipecahkan.
Tangram adalah suatu permainan yang sudah di kenal di seluruh dunia. Menurut dugaan,
tangram ditemukan di Cina lebih lebih dari empat ribu tahun yang lalu. Permainan ini berupa
bujur sangkar yang di potong seperti tampak pada gambar dibawah ini.
Beberapa ahli berpendapat bahwa tangram bermanfaat bagi anak-anak dalam berbagai hal
diantaranya (Bohning and Althouse, 1997, Krieger, 1991, National Council of Teachers
mathematics,2003) yaitu mengembagkan rasa suka terhadap geometri, mampu membedakan
berbagai bentuk, mengembangkan kemampuan rotasi spasial, mengembangkan perasaan intuitif
terhadap bentuk bentuk dan relasi relasi geometri , mengembangkan kemampuan pemakaian
kata kata yang tepat untuk memanipulasi bentuk (misalnya membalik, memutar, menggeser),
dan mempelajari apa artinya kongruen (bentuk yang sama dan sebangun).
Berikut adalah alat-alat dan bahan yang sangat diperlukan untuk membuat alat peraga
tangram adalah:
Tabel 1.1 Alat dan Bahan Tangram
No
Alat
Bahan
1.
Gergaji Triplek
Triplek
2.
Penggaris Kayu
Cat 7 Warna
3.
Pensil
Lem Kayu
4.
Martil
Paku Kecil
Potonglah ketujuh bagian tersebut denga menyesuaikan ukuran triplek yang telah disediakan.
d. Catlah masing-masing potongan dengan warna yang berbeda agar tampak menarik.
e.
Sedangkan teknik atau cara memperagakan alat peraga tangram adalah seperti berikut ini.
a.
Model permainan tangram digunakan dengan cara merangkaikan potongan tangram dengan
menempelkan bagian sisi yang sama panjang sehingga terbentuk bangun geometri yang
dikehendaki.
b. Untuk menerapkannnya dikelas, guru bisa menyuruh masing-masing siswa untuk menjiplak 7
bangun pada gambar di atas dengan kertas yang agak tebal. Kemudian gunting dan gunakan
untuk membuat bangun-bangun geometri.
c.
pembelajaran berbasis sosial. Menurut Anita Lie dalam Suprijono (2010:56), model
pembelajaran ini didasarkan pada falsafat homo homini socius yang hal ini berlawanan dengan
teori Darwin, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial. Dialog interaktif
(interaksi sosial) adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Tanpa interaksi sosial, tidak akan
mungkin ada kehidupan bersama (zoon Politicon). Dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat
diketahui bahwa model pembelajaran cooperative learning adalah model pembelajaran yang
selalu menekankan kebersamaan atau jamaah dalam proses pembelajarannya, sehingga hal ini
tidak mnjadikan siswa akan kesulitan dalam menghadapi persoalan.
Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang
menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan
orang lain. Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin,
1994). Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orangorang
yang
berbeda
berdasarkan
ras,
budaya,
kelas
sosial,
kemampuan,
dan
ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar
belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan
melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
Langkah-langkah pembelajaran cooperative learning dapat dituliskan dalam tabel sebagai
berikut:
Tabel 1.2 Pembelajaran Cooperatif Learning beserta langkahnya
Langkah
Indikator
Langkah 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
Tingkah Laku G
Guru menyampa
mengkomunikas
serta memotivas
Langkah 2
Langkah 3
Langkah 4
Langkah 5
Langkah 6
Menyajikan informasi
Guru menyajika
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok Guru menginfor
belajar
Membimbing kelompok belajar
Guru memotivas
kelompok kelom
Evaluasi
Guru mengevalu
pembelajaran ya
Memberikan penghargaan
Guru memberi p
kelompok.
Tabel 1
Tabel 1.2
2.5.
dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD).
Pembelajaran kooperatif tipe STAD di kembangkan oleh Robert E. Slavin, di mana pembelajaran
tersebut mengacu pada belajar kelompok peserta didik. Dalam satu kelas peserta didik dibagi ke
dalam beberapa kelompok dengan anggota empat sampai lima orang, setiap kelompok haruslah
heterogen.
Jumlah peserta didik bekerja dalam kelompok harus dibatasi, agar kelompok yang
terbentuk menjadi efektif, karena ukuran kelompok akan berpengaruh pada kemampuan
kelompoknya. Ukuran kelompok yang ideal untuk pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
empat sampai lima orang. Kelebihan kelompok berempat menurut Lie, Anita (2007:47) antara
lain:
menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individu selama bekerja dalam kelompok Skor
perolehan individu ini dikumpulkan dan diarsipkan untuk digunakan pada perhitungan perolehan
skor kelompok.
4. Tahap Perhitungan Skor Perkembangan Individu. Skor perkembangan individu dihitung
berdasarkan skor awal. Perhitungan skor perkembangan individu dimaksudkan agar peserta didik
terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya.
5. Tahap Penghargaan Kelompok. Pada tahap ini perhitungan skor kelompok dilakukan dengan
cara menjumlahkan masing-masing skor perkembangan individu kemudian dibagi sesuai jumlah
anggota kelompoknya. Pemberian penghargaan diberikan berdasarkan perolehan rata-rata,
penghargaan dikategorikan kepada kelompok baik, kelompok hebat dan kelompok super.
Berdasarkan uraian di atas, dalam pembelajaran kooperatif yang menggunakan
pendekatan STAD guru harus melaksanakan langkah-langkah: penyajian materi, kegiatan
kelompok, tes individu, perhitungan skor setiap individu dan penghargaan kelompok. Guru bisa
menyajikan materi baik secara klasikal atau pun melalui diskusi, dan tetap harus menyusun
perencanaan pelaksanaan pembelajaran dan mempersiapkan lembar kerja peserta didik atau
panduan belajar peserta didik, pembentukan kelompok belajar dan menjelaskan pada peserta
didik tentang tugas dan perannya dalam kelompok, juga mengenai perencanaan waktu dan
tempat duduk peserta didik. Supaya proses pembelajaran terlaksana dengan baik segala
sesuatunya harus dipersiapkan dengan baik pula, agar peran aktif peserta didik dan demokrasi
benar-benar terlaksana.
2.6.
Bagan ini menggambarkan unsur yang terdapat dalam proses belajar mengajar. Hasil
belajar dalam hal ini berhubungan dengan tujuan instruksional dan pengalaman belajar. Adanya
tujuan instruksional merupakan panduan tertulis akan perubahan perilaku yang diinginkan pada
diri siswa (Sudjana, 2005), sementara pengalaman belajar meliputi apa-apa yang dialami siswa
baik itu kegiatan mengobservasi, mengobservasi, membaca, meniru, mencoba sesuatu sendiri,
mendengar, mengikuti perintah (Spears, dalam Sardiman, 2000).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan pada
kognitif, afektif dan konatif sebagai pengaruh pengalaman belajar yang dialami siswa baik
berupa suatu bagian, unit, atau bab materi tertentu yang telah diajarkan. Dalam penelitian ini
aspek yang di ukur adalah perubahan pada tingkat kognitifnya saja.
Djamarah (2003) menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar
disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu dan faktor dari luar individu. Clark
(dalam Sabri 2005) mendukung hal tersebut dengan menyatakan bahwa 70% hasil belajar siswa
di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi lingkungan.
2.7.
Kerangka Berpikir
Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaktifkan dan
menumbuhkan minat siswa dalam mempelajari matematika adalah model pembelajaran
kooperatif learning tipe STAD. Model pembelajaran kooperatif learning merupakan suatu model
pembelajaran dimana siswa dilatih untuk selalu bekerja sama atau berjamaah dalam
menyelesaikan sebuah persoalan yang diberikan oleh guru. Model pembelajaran ini dituntut agar
siswa mampu menyelesaikan persoalan yang diberikan secara berkelompok, tidak secara
mandiri.
Hal
ini
sangat
berkaitan
erat
dengan
penerapan
alat
peraga
tangram
sebagai Mathematics Puzzle dalam pembelajaran matematika. Karena dalam peragaan tangram
siswa dituntut untuk menyusun teka teki
berkelompok sehingga membentuk suatu bangun ruang tertentu melalui tujuh potongan tangram.
Sehingga jika alat peraga tangram diterapkan dan diperagakan melalui model pembelajaran
kooperatif tipe STAD maka akan menghasilkan siswa yang tumbuh dan berkembang minatnya
dalam mempelajari matematika. Selain itu, hal ini pula akan berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih mendorong kemandirian,
keaktifan, dan tanggung jawab dalam diri siswa, sehingga peserta didik lebih aktif selama proses
pembelajaran berlangsung. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan berbantua
alat peraga tangram diharapkan mampu meningkatkan keaktifan siswa kelas IX B SMPN 10
Kendari dalam mencapai hasil prestasi belajar yang maksimal.
2. Tindakan (Act)
3. Pengamatan (Observe)
4. Refleksi (Reflect)
Pada penelitian ini akan dilakukan dalam tiga siklus. Siklus akan dihentikan bila kondisi
kelas sudah stabil dalam hal ini guru sudah mampu menguasai kereampilan belajar yang baru
dan siswa telah terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD serta data yang
ditampilkan dikelassudah jenuh, dalam arti telah terdapat minat dan keaktifan, serta prestasi
belajar siswa. Alur penelitiannya adalah :
Peningkatan nilai
3) Penutup
Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang telah berhasil mencapai kriteria
keberhasilan.
c.
Observasi
Dilakukan selama proses pembelajaran dengan menggunaka lembar observasi yang telah
disiapkan dan mencatat kejadian-kejadian yang tidak terdapat dalam lembar observasi dengan
membuat lembar catatan lapangan. Hal hal yang diamati selama proses pembelajaran adalah
kegiatan pembelajaran dan aktivitas guru maupun siswa selama pelaksanaan pembelajaran.
d. Refleksi
Pada tahap ini peneliti bersama guru melakukan evaluasi dari pelaksanaan tindakan dari
siklus I yang digunakan sebagai bahan pertimbangan perencanaan pembelajaran siklus
berikutnya. Jika hasil yang diharapkan belum tercapai maka dilakukan perbaikan yang
dilaksanakan pada siklus II dan seterusnya.
2. Tahapan penelitian Siklus II dan III
Rencana tindakan sikus II dimaksudkan sebagai hasil refleksi dan perbaikan terhadap
pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. sedangkan kegiatan pada siklus III dimaksudkan sebagai
hasil refleksi dan perbaikan terhadap hasil pembelajaran pada siklus II. Tahapan tindakan siklus
II dan III mengikuti tahapan tindakan siklus I.
Peneliti
Peneliti merupakan instrumen pertama, utama, sekaligus merupakan alat pengumpul data
utama. Selain itu, peneliti juga sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis data,
penafsir data, dan pelapor hasil penelitian (Lexy J. Moleong, 2007: 168).
2. Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan instrumen penelitian yang melibatkan peneliti, observer dan
subjek penerima tindakan (siswa kelas IX B SMPN 10 Kendari) selama pengumpulan data yang
dilakukan secara sistematis. Dalam penelitian ini digunakan dua lembar observasi yaitu lembar
observasi pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan lembar observasi minat dan
keaktifan siswa. Lembar observasi pelaksanaan pembelajaraan kooperatif tipe STAD digunakan
sebagai pedoman peneliti dalam melakukan observasi pembelajaran kooperati tipe STAD.
Sedangkan lembar minat dan keaktifan siswa digunakan pada setiap pembelajaran sehingga
kegiatan observasi tidak terlepas dari konteks permasalahan dan tujuan penelitian.
3. Tes
Tes berupa soal uraian yang dilaksanakan di setiap akhir siklus pembelajaran. Tes
digunakan untuk mengetahui kemampuan pemahaman siswa mengenai materi yang telah
dipelajari di dalam pembelajaran matematika menggunakan menggunakan alat peraga tangram
sebagai MathematicsPuzzle melalui model kooperatif tipe STAD terhadap tumbuhnya minat
belajar dan keaktifan siswa dalam pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan.
4. Angket
alat
peraga
melalui
tangram
model
kooperatif
alat
peraga
melalui
tangram
model
kooperatif
bebas
mengisi
angket
tersebut
mengenai
melalui
model
Observasi
Dalam melakukan observasi peneliti menggunakan lembar observasi yang digunakan
untuk mencatat semua gejala-gejala yang muncul ketika pembelajaran berlangsung. Pengamatan
dilakukan di dalam kelas ketika proses pembelajaran berlangsung. Dalam penelitian ini peneliti
yang juga sebagai observer dibantu oleh dua orang observer yang lain.
Lembar observasi digunakan untuk mengetahui proses pembelajaran matematika
menggunakan alat peraga tangram sebagai Mathematics Puzzle melalui model kooperatif
learning tipe STAD. Observasi ini digunakan untuk mencatat keseluruhahan proses pelaksanaan
tindakan
pembelajaran
matematika
yang
berlangsung
alat
peraga
tangram
sebagai Mathematics Puzzle melalui model kooperatif learning. Sedangkan untuk lembar
observasi minat belajar matematika digunakan untuk mencatat segala sesuatu yang berhubungan
dengan minat belajar matematika siswa yaitu yang termasuk ke dalam indikator minat belajar
matematika.
2.
Tes
Tes dilakukan setiap akhir siklus. Tes ini terdiri dari soal uraian. Tes digunakan untuk
mengetahui kemampuan pemahaman siswa mengenai pokok bahasan yang telah dipelajari di
dalam pembelajaran matematika menggunakan alat peraga tangram sebagai Mathematics Puzzle
melalui model kooperatif learning tipe STAD.
3.
Angket
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan kepada siswa setelah selesai
melaksanakan tindakan pada setiap akhir siklus. Data dari angket digunakan untuk memperkuat
data yang telah diperoleh berdasarkan lembar observasi. Angket ini terdiri dari angket minat
belajar matematika dan angket respon siswa terhadap pembelajaran matematika pokok bahasan
kesebangunan
dan
kekongruenan
menggunakan
alat
peraga
tangram
Wawancara
Peneliti menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang akan
ditanyakan kepada responden. Selain itu, peneliti juga menggunakan telepon genggam
(handphone) yang digunakan untuk merekam suara ataupun kamera digital untuk mendapatkan
gambar video dari responden sehingga peneliti tidak merasa kesulitan untuk mencatat jika
jawaban yang diberikan responden terlalu banyak.
3.7
Data hasil observasi dianalisis untuk mengetahui keaktifan siswa yang berpedoman pada
lembar observasi keaktifan siswa. Penilaian dilihat dari hasil skor pada lembar observasi yang
digunakan. Persentase dipeoleh dari skor pada lembar observasi dikualifikasikan untuk
menentukan seberapa besar kekatifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Untuk setiap
siklus persentase diperoleh dari rata-rata persentase keaktifan siswa pada tiap pertemuan. Hasil
data observasi ini dianalisis denga pedoman kriteria sebagai berikut.
Tabel 1.3 Kriteria Keaktifan Siswa
Persentase
Kriteria
75 % - 100%
Sangat Tinggi
50% - 74,99%
Tinggi
25% - 49,99 %
Sedang
0% - 24,99%
Rendah
Peneliti menggunakan kriteria tersebut karena dalam lembar observasi terdapat empat
kriteria penilaian, sehingga terdapat empat kriteria keaktifan. Cara menghitung kriteria kekatifan
siswa berdasarkan lembar observasi tiap pertemuan adalah sebagai berikut:
Persentase =
jawaban tidak pernah. Untuk butir penskoran (-) adalah skor 1 untuk jawaban selalu, 2 untuk
jawaban sering, 3 untuk jawban kadang-kadang, dan 4 untuk jawaban tidak pernah. Data hasil
angket dibuat kualifikasi dengan kriteria sebagai berikut.
Tabel 1.4 Kriteria Minat Siswa
Persentase
Kriteria
75 % - 100%
Sangat Tinggi
50% - 74,99%
Tinggi
25% - 49,99 %
Sedang
0% - 24,99%
Rendah
Peneliti menggunakan kriteria tersebut karena dalam angket minat terdapat empat pilihan
jawaban sehingga terdapat empat kriteria minat. Cara menghitung persentase angket minat
menurut (Sugiyono,2001:81) adalah sebagai berikut.
Persentase =
Peningkatan ketuntasan mengikuti ketentuan sekolah bahwa siswa dinyatakan lulus dalam
setiap tes jika nilai yang diperoleh 60 dengan nilai maksimal 100. Maka dalam penelitian ini
juga menggunakan ketentun yang ditetapkan sekolah, untuk menentukan persen (%) ketuntasan
siswa dengan menggunakan perhitungan persen (%) ketuntasan yaitu sebagai berikut.
b. Peningkatan prestasi siswa juga dilihat dari hasil elajar jangka pendeknya yang ditunjukan
dengan kenaikan nilai rata-rata tes pada setiap siklus. Dari data perolehan skor untuk setiap tes,
rata-rata nilai siswa dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut.
dengan X= nilai siswa dan n= jumlah siswa
c.
Peningkatan nilai individu siswa diperoleh dengan membandingkan skor dasar siswa (rata-rata
nilai tes siswa sebelumnya) dengan nilai kuis sekarang. Aturan pemberian skor pebingkatan
individu mengikuti aturan dalam Slavin (1995:80).
d. Perolehan penghargaan kelompok dengan melihat jumlah rata-rata skor tiap kelompok. Aturan
perolehan penghargaan kelompok mengikuti aturan dalam Mohammad Nur (2005:36).
3.8
diajarkan
dengan
menuntut
nilai
kemandirian
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Cooperative Learning. http://eliku08.blogspot.com/2012/06/cooperative
learning.html. diakses tanggal 19 oktober 2012.
Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.
Arikunto, Suharismi. 2002. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Kooperatif: Berorientasi Standar Proses Pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Slavin, Robert E.2005.Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik diterjemahkan oleh Narilita
Yusron.Bandung:Penerbit Nusa Media.
Soeparno. 1987. Alat Peraga Pendidikan. Jakarta: CV. Karya Mandiri
Solihatin, Etin dan Raharjo. 2007. Cooperatif Learning: Analisis Modl Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi
Aksara
Sugiyono.2013.Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D.Bandung: Alfabeta.
Susilo. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.
Tapan, Imal. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD. http://tulisansingkatimal.blogspot.com/
(diakses, 2 Januari 2014).
Usman, Moh User. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Wahab, Rochmat. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Grasindo.
Wiriatmadja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya.