Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya
(membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang
meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai
akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah
merah. Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Prancis jaune yang berarti
kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa dibawah cahaya terang siang hari, dengan
melihat sklera mata, dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar
antara 2-2,5 mg/dL (34 sampai 43 umol/L). Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat
dengan nyata maka bilirubin mengkin sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg
%. 1
Munculnya jaundice (ikterus) pada pasien adalah sebuah kejadian yang
dramatis secara visual. Jaundice selalu berhubungan dengan penyakit penting,
meskipun hasil akhir jangka panjang bergantung pada penyebab yang mendasari
jaundice. Jaundice adalah gambaran fisik sehubungan dengan gangguan
metabolisme bilirubin. Kondisi ini biasanya disertai dengan gambaran fisik
abnormal lainnya dan biasanya berhubungan dengan gejala-gejala spesifik.
Kegunaan yang tepat pemeriksaan darah dan pencitraan, memberikan perbaikan
lebih lanjut pada diagnosa banding. Umumnya, jaundice non-obstruktif tidak
membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya
membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk
pengobatan. 2
Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre hepatika (hemolitik), ikterus hepatika
(parenkimatosa) dan ikterus post hepatika (obstruksi). Ikterus obstruksi (post
hepatika) adalah ikterus yang disebabkan oleh gangguan aliran empedu antara
hati dan duodenum yang terjadi akibat adanya sumbatan (obstruksi) pada saluran
empedu ekstra hepatika. Ikterus obstruksi disebut juga ikterus kolestasis dimana
terjadi stasis sebagian atau seluruh cairan empedu dan bilirubin ke dalam
duodenum. 2
Jaundice merupakan manifestasi yang sering pada gangguan traktus
biliaris, dan evaluasi serta manajemen pasien jaundice merupakan permasalahan
yang sering dihadapi oleh ahli bedah. Serum bilirubin normal berkisar antara 0,5
1,3 mg/dL; ketika levelnya meluas menjadi 2,0 mg/dL, pewarnaan jaringan
bilirubin menjadi terlihat secara klinis sebagai jaundice. Sebagai tambahan,
adanya bilirubin terkonjugasi pada urin merupakan satu dari perubahan awal
yang terlihat pada tubuh pasien.3
Bilirubin merupakan produk pemecahan hemoglobin normal yang
dihasilkan dari sel darah merah tua oleh sistem retikuloendotelial. Bilirubin tak
terkonjugasi yang tidak larut ditransportasikan ke hati terikat dengan albumin.
Bilirubin ditransportasikan melewati membran sinusoid hepatosit kedalam
sitoplasma.
Enzim
uridine
diphosphateglucuronyl
transferase
biopsi
hepar
dalam
memastikan
diagnosis
ikterus
obstruktif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Hepatobilier
f. Fisiologi
Salah satu fungsi hati adalah untuk mengeluarkan empedu, normalnya
antara 600- 1200 ml/hari. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml
Empedu secara primer terdiri dari air, lemak organic dan elektrolit yang
secara normal disekresi oleh hepatosit. Garam empedu, lesitin, dan kolesterol
merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya adalah bilirubin,
asam lemak, dan garam anorganik. Garam empedu adalah steroid yang dibuat oleh
hepatosit dan berasal dari kolesterol. Pengaturan produksinya dipengaruhi
mekanisme umpan balik yang dapat ditingkatkan sampai 20 kali produksi normal
kalau diperlukan.
Menurut Guyton &Hall, 1997 empedu melakukan dua fungsi penting
yaitu:
a. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,
karena asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang
besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim lipase yang
disekresikan dalam getah pancreas serta asam empedu membantu transpor dan
absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membran mukosa
intestinal.
b. Empedu bekerja sebagai suatu alat untuk mengeluarkan beberapa produk
buangan yang penting dari darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari
penghancuran hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel
hati.
Metabolisme bilirubin
Bilirubiin merupakan pigmen tetrapirol yang larut dalam lemak yang
berasal dari pemecahan sel-sel eritrosit tua dalam sistem monosit makrofag. Masa
hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari sekitar 50 cc darah
. Bilirubin ini disebut bilirubin terkonyugasi (bilirubin II) yang larut dalam
air atau bilirubin direk yang memberikan reaksi langsung dengan diazo Van den
Berg. Didalam hati kira-kira 80% bilirubin terdapat dalam bentuk bilirubin direk
(terkonyugasi atau bilirubin II). Melalui saluran empedu, bilirubin direk akan
masuk ke usus halus sampai ke kolon. Oleh aktivitas enzim-enzim bakteri dalam
kolon glukoronid akan pecah dan bilirubin dirubah menjadi mesobilirubinogen,
stercobilinogen dan urobilinogen yang sebagian besar diekskresikan ke dalam
feses. Urobilinogen akan dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna feses.
Bila terjadi obstruksi total saluran empedu maka tidak akan terjadi pembentukan
urobilinogen dalam kolon sehingga warna feses seperti dempul (acholic).
Urobilinogen yang terbentuk akan direabsorbsi dari usus , dikembalikan ke hepar
yang kemudian langsung diekskresikan ke dalam empedu. Sejumlah kecil yang
terlepas dari ekskresi hepar mencapai ginjal dan diekskresi melalui urine.
10
knx
2.2 Jaundice
2.2.1 Definisi
Ikterus (icterus) berasal dari bahasa Greek yang berarti kuning. Nama lain
ikterus adalah jaundice yang berasal dari bahasa Perancis jaune yang juga
berarti kuning. Dalam hal ini menunjukan peningkatan pigmen empedu pada
jaringan dan serum. Jadi ikterus adalah warna kuning pada sclera, mukosa dan
kulit yang disebabkan oleh akumulasi pigmen empedu di dalam darah dan
jaringan (> 2 mg / 100 ml serum).
1.4
11
12
Atresia bawaan
Striktur traumatic
Tumor saluran empedu
3. Penekanan saluran empedu dari luar
Ascaris
c.
14
15
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa,
mencari tanda-tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema
palmaris, bekas garukan di kulit karena pruritus, tanda-tanda asites. Anemi dan
limpa yang membesar dapat dijumpai pada pasien dengan anemia hemolitik.
Kandung empedu yang membesar menunjukkan adanya sumbatan pada saluran
empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor (dikenal hukum
Courvoisier).5
Hukum Courvoisier : Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak
mungkin disebabkan oleh batu kandung empedu.
Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor (tumor pankreas,
ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau limfadenopati portal.7
Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan
oleh gangguan pada sel-sel hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran
empedu.1
Diagnosa klinis untuk pemeriksaan jaundice obstruktif antara lain : 2
a. Peningkatan level bilirubin direk (terkonjugasi) (> 0,4 mg/ml), Normal
= 0,1-0,3 mg/ml.
b. Peningkatan level bilirubin indirek (tak terkonjugasi) (> 0,8 mg/ml),
Normal = 0,2-0,8 mg/ml.
16
17
18
19
kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali
fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.1
Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat
pada karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun
penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak
percabangan hepatobilier lainnya.3
2. Pencitraan1
Tujuan dibuat pencitraan adalah:
a. memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah
jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik),
b. untuk menentukan level obstruksi,
c. untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi,
d. memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang
mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi).
I. USG
Pemeriksaan pencitraan pada masa kini dengan sonografi sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis dan dianjurkan merupakan pemeriksaan
penunjang pencitraan yang pertama dilakukan sebelum pemeriksaan pencitraan
lainnya. Dengan sonografi dapat ditentukan kelainan parenkim hati, duktus yang
melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan diagnosis pemeriksaan
sonografi pada sistem hepatobilier untuk deteksi batu empedu, pembesaran
kandung empedu, pelebaran saluran empedu dan massa tumor tinggi sekali. Tidak
ditemukannya tanda-tanda pelebaran saluran empedu dapat diperkirakan penyebab
20
21
untuk
mendeteksi
dan
staging
tumor
ampula,
deteksi
mikrolitiasis,
koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau maligna. EUS
juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.
e. MRCP (Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography): merupakan teknik
visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini
terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP.
Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari
ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.
2.3.6. Penatalaksanaan Obstruksi Jaundice
Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya.
Beberapa gejala yang cukup mengganggu misalnya gatal (pruritus) pada keadaan
kolestasis intrahepatik, pengobatan penyakit dasarnya sudah mencukupi. Pruritus
pada keadaan irreversibel (seperti sirosis bilier primer) biasanya responsif
terhadap kolestiramin 4-16 g/hari PO dalam dosis terbagi dua yang akan mengikat
garam empedu di usus. Kecuali jika terjadi kerusakan hati yang berat,
hipoprotrombinemia biasanya membaik setelah pemberian fitonadion (vitamin
K1) 5-10 mg/hari SK untuk 2-3 hari.1
Pemberian suplemen kalsium dan vitamin D dalam keadaan kolestasis
yang ireversibel, namun pencegahan penyakit tulang metabolik mengecewakan.
Suplemen vitamin A dapat mencegah kekurangan vitamin yang larut lemak ini
dan steatorrhea yang berat dapat dikurangi dengan pemberian sebagian lemak
dalam diet dengan medium chain trigliceride.1
Selama ini titik berat jaundice obstruktif ditujukan kepada eradikasi
bakteri dengan pemberian antibiotika empedu pengganti, pemberian laktulosa dan
22
terapi pembedahan. Penatalaksanaan terapi ini sangat efektif bila dilakukan pada
fase dini dari ikterus obstruktif, akan tetapi hasilnya terbukti menjadi kurang
efektif bila dilakukan pada penderita yang sudah berlangsung lama, karena adanya
pengingkatan risiko gangguan fungsi ginjal.6
Terapi pembedahan untuk mengembalikan fungsi aliran empedu dari hepar
ke duodenum adalah melakukan drenase interna yang dilakukan secara langsung
dengan menyambungkan kembali saluran empedu ke usus halus. Bila hal ini tidak
memungkinkan karena keadaan penderita terlalu lemah untuk dilakukan
pembedahan besar, maka dalam keadaan darurat dapat dilakukan drainase
eksterna dengan melakukan pemasangan pipa saluran melalui kulit ditembuskan
ke hepar sampai ke saluran empedu (Percutaneous Transhepatal Drainage).
Apabila keadaan penderita sudah stabil kembali, maka ppenderita harus segera
dilakukan pembedahan interna (DI).6
2.3.7. Komplikasi
Salah satu penyulit dari drainase interna pada ikterus obstruktif adalah
gagal ginjal akut (GGA). GGA pada penderita ikterus obstruktif lanjut pasca
drenase interna sampai saat ini masih merupakan komplikasi klinis yang
mempunyai risiko kematian tinggi. Pada penderita ikterus obstruktif lanjut yang
mengalami tindakan pembedahan sering mengalami komplikasi pasca operatif.
Komplikasi ini berhubunga dengan endoktoksemia sistemik terjadi melalui 2
mekanisme yang pertama, tidak adanya empedu pada traktus gastrointestinal yang
bersifat detergen like sehingga terjadi transolakasi endotoksin melalui mukosa
usus. Dengan tidak adanya empedu dan cinjugated bilirubin di traktus
23
gastrointestinal akan menganggu funngsi barier usus sehingga terjadi over growth
bakteri, terutama bakteri gram negatif, yang dapat menyebabkan translokasi
bakteri maupun endotoksinnya kedalam sirkulasi. Mekanisme kedua, ikterus
obstruktif menyebabkan menurunnya fungsi kupffer sebagai clearance of
endotoxin sehingga endotoksin semakin meningkat di dalam sirkulasi.6
Perubahan hemodinamika ginjal yang terjadi pada pasien denga ikterus
obstruktif bersifat reversible. Oleh karena itu harus segera dilakukan intervensi
optimal untuk mencegah semakin memburuknya fungsi ginjal. Pencegahan
terjadinya gagal ginjal akut pada pembedahan ikterus obstruktif dengan
melakukan ekspansi volume cairan dari intaseluler menuju ekstraseluler dan
menurunkan terjadinya endotoksinemia.6
Komplikasi yang terjadi pada ikterus obstruktif adalah sepsis primer,
perdarahan gastrointestinal, koagulopati, gangguan penyembuhan luka bedah dan
gagal ginjal akut (GGA).6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
24
CT
Scan
abdomen,
ERCP
(Endoskopic
Retrograde
Cholangio
Pancreatography) dll.
Pengobatan ikterus sangat bergantung penyakit dasar penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lesmana L.: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.
25
2.
Dunia
Kedokteran
No.
4,
1983:
29.
Available
From:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/03_NyeriEpigastrik.pdf/03_NyeriEpigas
trik.html [diakses pada tanggal 10 April 2014.
26