Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN

PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Departemen Komunitas di Puskesmas Dinoyo

Oleh :
Kelompok 5
Siti Roslinda Rohman
Amin Ayu Badriyah
Nadifatus Susana
AnySetiyorini
Doma Martapura
Yofa Birrul Walidaini Ramadhani
Atika Putri Ayu
Reni Catur
Istiqomah
Isroah

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
SATUAN ACARA PENYULUHAN

1. Topik

: Pemberantasan Sarang Nyamuk

2. Sasaran

: Ibu-Ibu Kader

3. Waktu dan Tempat

Tempat

: Balai RW 05 Kelurahan Tlogomas Malang

Waktu

4. Alokasi Waktu

: 60 menit

5. Pemberi Materi

: Mahasiswa

6. Metode

: Diskusi

7. Media

: PPT dan Booklet

8. Latar Belakang

Demam berdarah dengue banyak ditemukan di daerah tropis maupun daerah


subtropis. Data yang dihimpun dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati
urutan pertama dalam jumlah penderita demam berdarah dengue setiap tahunnya.
Sementara itu, World Health Organization (WHO) mencatat sejak tahun 1968 hingga
2009, bahwa negara Indonesia merupakan negara dengan kasus demam berdarah dengue
tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit
kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Seiring dengan mobilitas serta kepadatan
penduduk di Indonesia, jumlah penderita dan luas daerah penyebaran penyakit DBD
semakin bertambah. Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus Dengue dari genus
flavivirus, famili flaviviridae, ditularkan manusia melalui gigitan nyamuk aedes yang
terinfeksi oleh virus dengue. (Depkes RI, 2010).
Jumlah kasus DBD yang semakin meningkat di berbagai daerah memunculkan
berbagai usaha dalam upaya pencegahan yang dilakukan bertujuan untuk memutuskan
rantai penularannya, yaitu pengendalian yang dilakukan terhadap vektor nyamuk ( Aedes
aegypti dewasa). Upaya ini dilakukan karena upaya pencegahan melalui pemberian
vaksin tidak menghasilkan hasil yang memuaskan. ( Soemarmo, 2005). Pencegahan
utama demam berdarah dengue terletak pada upaya mengurangi maupun menghapuskan
vektor nyamuk demam berdarah yaitu Aedes aegypti. Salah satu upaya pencegahan
yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk mencegah timbulnya DBD adalah dengan
menggerakan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Untuk terlaksananya
program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dimasyarakat, maka diperlukan
sosialisasi secara terus menerus oleh pihak-pihak yang terkait, terutama oleh petugaspetugas kesehatan yang terlibat dalam wilayah tersebut
9. Tujuan instruksional

a. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 60 menit, ibu-ibu kader dapat memahami caracara pemberantasan sarang nyamuk
b. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan, ibu-ibu kader dapat:
1. Menjelaskan pengertian, penyebab dan tanda gejala DBD
2. Menjelaskan pencegahan DBD (fogging, 3M Plus, pemantauan jentik nyamuk dan
ovitrap)
3. Menjelaskan peran kader jumantik
10. Sub Pokok Bahasan
1.
2.
3.

Pengertian, penyebab dan tanda gejala DBD


Pencegahan DBD (fogging, 3M Plus, pemantauan jentik nyamuk dan ovitrap)
Peran kader jumatik

11. Kegiatan Penyuluhan


Tahap
Pendahuluan

Waktu
Kegiatan Perawat
5 menit 1. Memberi salam
2. Memperkenalkan

Kegiatan Klien
1. Menjawab
diri

dan

menjelaskan kontrak waktu


3. Menjelaskan tujuan penyuluhan
dan pokok materi yang akan
disampaikan

Media
-

jawab

2. Mendengarkan
dan
memperhatikan
3. Menjawab

4. Menggali pengetahuan audiens


Penyajian

salam

Metode
Tanya

pertanyaan

30

tentang DBD
Menjelaskan materi:

menit

1.

dan

dan

pengertian DBD
2.

memperhatikan

Booklet

1. Mendengarkan

Diskusi

PPT

2. Mengajukan

penyebab DBD
3.

pertanyaan

tanda dan gejala DBD


4.
pencegahan DBD (fogging, 3M
Plus,

pemantauan

jentik

nyamuk dan ovitrap)


5.
peran kader jumatik
Demonstrasi

15

Mempraktikkan

menit

ovitrap

pembuatan 1. Mendemonstras
ikan
pembuatan

Diskusi

cara dan

Alat dan
bahan

demonstr ovitrap,

ovitrap

asi

video
dan

Penutup

10

1. Penegasan materi

menit

2. Meminta

1. Menjawab

peserta

menjelaskan

kembali

untuk
materi

yang telah disampaikan dengan

pertanyaan
yang

Diskusi

PPT
-

tanya

diberikan jawab

oleh penyuluh

singkat menggunakan bahasa 2. Membalas


peserta sendiri

salam

3. Memberikan

pertanyaan

kepada peserta tentang materi


yang telah disampaikan
4. Menutup

acara

dan

mengucapkan salam
12. Evaluasi
a. Evaluasi struktur
o Jumlah peserta yang hadir penyuluhan minimal 80%
o Penyuluhan menggunakan booklet yang telah disiapkan
o Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Balai RW 05 Kelurahan Tlogomas
o

Malang
Pengorganisasian dan persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan pada hari

sebelumnya
b. Evaluasi proses
o Penyaji mampu menguasai materi penyuluhan yang diberikan
o Peserta mendengarkan penjelasan dengan baik dan berperan secara aktif dalam
penyuluhan
o Selama penyuluhan berlangsung tidak ada peserta yang meninggalkan tempat
c. Evaluasi hasil
o Terjadi peningkatan nilai dari pretest ke posttest sebesar 50%
13. Materi
(terlampir)

PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK

1. Definisi

Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang
dapat menyebabkan kematian (Mansjoer & Suprohaita, 2000). Dengue Haemorrhagic
Fever (DHF) adalah penyakit demam yang berlangsung akut menyerang baik orang
dewasa maupun anak anak tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anakanak
berusia di bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan dapat menimbulkan syok
yang disebabkan virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke
dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty (betina). Sehingga
penularannya melalui gigitan nyamuk Aedesaegypty tersebut (Suharso, 1994).
2. Penyebab
a. Virus Dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue
tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan
dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang
termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang
biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel
sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Suharso, 1994)
b. Vector
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Mansjoer & Suprohaita; 2000).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang
terdapat bejana bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun
yang terdapat di luar rumah di lubang lubang pohon di dalam potongan bambu,
dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk
betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada
waktu pagi hari dan senja hari(Suharso, 1994).
c. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia
akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia

masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus
dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang
yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang
mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat
imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Suharso, 1994)
d. Lingkungan
a) Kepadatan penduduk
Semakin padat penduduk, semakin mudah nyamuk Aedes menularkan virusnya
dari satu orang ke orang lainnya. Pertumbuhan penduduk yang tidak memiliki
pola tertentu dan urbanisasi yang tidak terencana serta tidak terkontrol
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam munculnya kembali kejadian
luar biasa penyakit DBD (WHO, 2000).
b) Sanitasi lingkungan
Kondisi sanitasi lingkungan berperan besar dalam perkembangbiakan nyamuk
Aedes, terutama apabila terdapat banyak kontainer penampungan air hujan
yang berserakan dan terlindung dari sinar matahari, apalagi berdekatan dengan
rumah penduduk (Soegijanto, 2004).
c) Keberadaan kontainer
Keberadaan kontainer sangat berperan dalam kepadatan vektor nyamuk Aedes,
karena semakin banyak kontainer akan semakin banyak tempat perindukan dan
akan semakin padat populasi nyamuk Aedes. Semakin padat populasi nyamuk
Aedes, maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu
penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat
yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya KLB penyakit DBD.
d) Tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap
Benda yang bergantungan, seperti pakaian
Semak semak atau tumbuhan, terutama ditempat gelap dan lembab
Penampungan air
3. Tanda dan Gejala Demam Berdarah

Demam tinggi yang berlangsung 2-7 hari, tanpa penyebab jelas

Tampak lemah dan lesu

Nyeri ulu hati

Manifestasi perdarahan spontan :


o
o

Uji tourniquet positif


Peteki (bintik-bintik merah), perdarahan gusi, hematemesis, melena (BAB
berwarna hitam atau bercampur darah), mimisan

Hepatomegali (pembesaran hati atau hepar)

Nadi cepat dan lemah, bisa sampai tidak teraba, kulit dingin dan gelisah

Trombositopeni ( 100.000 sel/ml )

Penderita gelisah disertai tangan dan kaki dingin berkeringat

Mual muntah

4. Pencegahan DBD
a. Fogging / Penyemprotan
Dengan pestisida fosfat organic penghambat kolinesterase
Dapat membunuh hanya nyamuk dewasa, jentik masih tetap hidup.
Fogging tidak bisa membrantas nyamuk Ae.aegypti secara tuntas. Foging hanya
bermanfaat apabila didahului dengan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
Selain itu fogingg hanya bermanfaat apabila dilakukan dengan konsentrasi obat
yang tepat.
Hanya bermanfaat apabila dilakukan dalam suatu wilayah dengan radius 100
meter, suhu udara dan kecepatan angin yang tepat.
Dapat menimbulkan kekebalan terhadap turunan lanjutan dari jenis nyamuk
Ae.aegypti
Pecemaran udara bisa membahayakan kesehatan bagi manusia dan hewan.
Bisa menimbulkan keracunan pada manusia, dengan gejala :
Sakit kepala, pusing, tremor, pupil
mengecil, penglihatan kabur / gelap,
kejang, muntah, kejang perut, diare, sesak nafas, berkeringat
Keluar lender dari hidung, bahkan bisa blocking jantung
Prosedur Foging untuk RT dan RW
1. Ada penderita yang sudah ditanyakan positif DBD oleh puskesmas/ dokter/
layanan kesehatan/ RS

2. Jumantik melacak jentik radius 100 meter dari rumah penderita (sekitar 20
rumah) dan didapati 5 % positif jentik dari 20 rumah yang diperiksa
3. Membuat surat permohonan pengasapan atau foging ditujukan ke Dinas
Kesehatan kota malang melalui puskesmas dengan melampirkan identitas
penderita
4. Selama menunggu tindak lanjut dari dinas kesehatan kota malang maka PSN
harus tetap dijalankan.

ALUR PELAPORAN DBD ATAU


PERMOHONAN FOGING
KELUARGA PENDERITA

SURVEY
JENTIK

LAPOR

JUMANTIK/ RT/ RW

PELACAKAN
KELURAHAN

FOGING
LAPOR

PUSKESMAS

LAPOR

DINAS KESEHATAN KOTA

NB: Kasus DBD harus segera dilaporkan ke Puskesmas, setelah penderita dinyatakan
positif DBD oleh Rumah Sakit atau Layanan Kesehatan lainnya

b. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)


Cara yang poaling tepat dan efektif untuk memberantas nyamuk Aedes
Aegypti adalah dengan memutus rantai berkembangan biakan nyamuk dengan
gerakan 3M Plus yaitu :

Menguras tempat bak mandi, tendon, gentong, vas bunga, tempat minum
burung, tanaman air minimal 1 minggu sekali. Selain menguras maka perlu
dilakukan pemeriksaan jentik nyamuk.

Menutup rapat-rapat tempat penampungan air (TPA) seperti ember, gentong,


drum, dll

Mengubur / menimbun / memusnahkan barang bekas yang dapat menampung


air

PLUS
a. Memelihara ikan pemakan jentik ditempat-tempat penampungan air

b. Membersihkan tanah / kavling kosong dari genangan air


c. Mengupayakan agar jangan ada baju bergantungan di kamar.

d. Menggunakan obat nyamuk oles untuk mencegah gigitan


e. Menggunakan obat nyamuk untuk mengusir nyamuk
f. Menggunakan kelambu saat tidur

g. Upaya pemberantasan secara kimia untuk jentik dengan Abate terutama


ditempat yang sulit untuk dikuras. Bila sulit untuk dikuras maka dapat dengan
menaburkan bubuk abate 2-3 bulan sekali dengan takaran 1 gram abat dalam
100 lt air.
c. Pemantauan Jentik Nyamuk
a. Periksa jentik/ uget-uget dibak mandi/WC, penampunagn air dikulkas, tem,pat
minum burung, drum, tempat-tempat penampungan air lainnya
b. Jika tidak terlihat maka tunggu sekitar 1 menit, jika terdapat jentik maka jentik
akan muncul ke permukaan
c. Gunakan senter untuk memeriksa penampungan air yang gelap
d. Periksa vas bunga hidup, kaleng-kaleng bekas, dan talang rumah
e. Catat pada kartu jentik hasil yang ditemukan saat pemeriksaan jentik
Juru pemantaun jentik (jumantik) tingkat RT bias bergantian untuk memeriksa jentik
tiap bulan

d. Ovitrap
Pengertian Ovitrap
Ovitrap (singkatan dari oviposition trap) adalah perangkat untuk
mendeteksi kehadiran Ae aegypti dan Ae albopictus pada keadaan densitas
populasi yang rendah dan survey larva dalam skala luas tidak produktif (misalnya
BI < 5), sebaik pada keadaan normal (WHO, 2005). Secara khusus, ovitrap
digunakan untuk mendeteksi infestasi nyamuk ke area baru yang sebelumnya
telah dieliminasi. Ovitrap standar berupa gelas kecil bermulut lebar dicat hitam
bagian luarnya dan dilengkapi dengan bilah kayu atau bambu (pedel) yang
dijepitkan vertikal pada dinding dalam. Gelas diisi air setengahnya hingga
bagian dan ditempatkan di dalam dan di luar rumah yang diduga menjadi habitat
nyamuk Aedes aegypti(Polson et al. 2002). Ovitrap memberikan hasil setiap
minggu, namun temuan baru dapat memberikan hasil tiap 24 jam. Pedel
diperiksa untuk menemukan dan menghitung jumlah telur yang terperangkap.
Telur ditetaskan untuk menentukan spesies nyamuk Aedesaegypti.Persentase
ovitrap yang positif menginformasikan tingkat paparan nyamuk Aedes spp.
Jumlah telur digunakan untuk estimasi populasi nyamuk betina dewasa (Morato
et al. 2005).
Ovitrap memiliki beberapa bagian, antara lain : media ovitrap, kasa
penutup, ovistrip dan atraktan. Berbagai penelitian modifikasi ovitrap telah
dilakukan.
1. Media Ovitrap
Salah satu tempat perkembangbiakan nyamuk berupa kaleng bekas.
[6] Sebuah penelitian mengenai kaleng bekas telah dilakukan dan hasilnya

penggunaan Lethal Ovitrap (LO) dari kaleng bekas memiliki dampak positif
dapat

menurunkan

indeks-indeks

jentik

secara

signifikan.

Hal

ini

membuktikan bahwa kaleng bekas berpotensi untuk dikembangkan sebagai


alat pengendalian vektor DBD yang produktif dan aplikatif.
2. Bahan Media Untuk Bertelur (Ovistrip)
Ovistrip memiliki pengaruh dalam mengundang nyamuk, penelitian
yang pernah dilakukan antara kain tetron warna merah, kain kantong terigu,
kertas saring, dan karet ban warna merah, hasilnya pada ovistrip kain tetron
warna merah yang paling banyak terdapat telur nyamuk (Hartomo, 2008).
3. Kasa Penutup
Warna kasa penutup autocidal ovitrap tidak memiliki pengaruh dalam
mengundang nyamuk dalam meletakkan telur (Santoso, 2008).
4. Atraktan
Atraktan adalah sesuatu yang memiliki daya tarik atau dapat
mengundang serangga (nyamuk) untuk menghampiri baik secara kimiawi
maupun visual (fisik). Atraktan dari bahan kimia dapat berupa senyawa
ammonia, CO2, asam laktat, actenol dan asam lemak. Zat atau senyawa
tersebut berasal dari bahan organik atau merupakan hasil proses
metabolisme makhluk hidup, termasuk manusia. Atraktan fisika dapat berupa
getaran suara dan warna, baik warna tempat atau cahaya.
o Air limbah rumah tangga
Penelitian menggunakan air limbah berupa air sabun, air kran, dan
air detergent hasilnya air sabun dan air dari kran merupakan media yang
dipilih oleh nyamuk Aedes sp untuk meletakkan telurnya, sedangkan air
detergen tidak dipilih oleh nyamuk Aedes sp untuk meletakkan telurnya
o

(Sudarmaja dan Mardihusodo, 2009).


Air rendaman jerami
Ovitrap dengan penambahan air rendaman jerami (hay infusion)
10% terbukti dapat menghasilkan telur terperangkap 8 kali lebih banyak
dibanding versi aslinya (Hendayani, 2007). Air rendaman jerami dibuat
dari satu kilogram jerami kering, dipotong dan direndam dalam satu liter
air selama 7 hari. Air rendaman disaring agar bersih kemudian satu liter
air rendaman jerami ditambah dengan sembilan liter aquades untuk
mendapatkan air rendaman jerami dengan konsentrasi 10%. Air
rendaman jerami menghasilkan CO2 dan ammonia, suatu senyawa yang
terbukti mempengaruhi saraf penciuman nyamuk Aedes sp (Hendayani,

2007).
Air rendaman biji jinten
Air rendaman biji jinten dibuat dari satu kilogram biji jinten
dihancurkan dan direndam dalam satu liter air selama 7 hari. Selanjutnya,
air rendaman disaring agar bersih kemudian satu liter air rendaman biji

jinten ditambah dengan sembilan liter aquades untuk mendapatkan air


rendaman biji jinten konsentrasi 10%. Air biji jinten menghasilkan Asam
laktat, suatu senyawa yang terbukti mempengaruhi saraf penciuman
o

nyamuk Aedes sp.


Air rendaman cabai merah segar
Air rendaman cabai merah segar dibuat dari satu kilogram cabai
merah segar, dihancurkan dan direndam dalam satu liter air selama 7
hari. Selanjutnya, air rendaman disaring agar bersih kemudian satu liter
air rendaman cabai merah segar diencerkan menggunakan aquades
sesuai konsentrasi.
Atraktan dapat digunakan untuk mempengaruhi perilaku, memonitor atau

menurunkan populasi nyamuk secara langsung, tanpa menyebabkan cedera bagi


binatang lain dan manusia, dan tidak meninggalkan residu pada makanan atau
bahan pangan.

Lama pemasangan ovitrap


Lama pemasangan ovitrap adalah 7 hari terhitung mulai dari penempatan
botol ovitrap. Setelah 7 hari botol ovitrap harus diganti dengan cara membuka
pembungkus warna hitam dan membuang larutan yang di dalam botol di tempat
kering untuk mencegah berkembangnya telur/larva nyamuk di dalam larutan
Dinkes
5. Peran Kader Jumantik
Kabupaten/Kota
Jumantik adalah kader yang berasal dari masyarakat di suatu daerah yang
Puskesmas
pembentukan dan pengawasan
kinerja menjadi tanggungjawab sepenuhnya oleh
pemerintah kabupaten/kota. Adapun susunan organisasinya adalah sebagai berikut :
Petugas PP dan LP/
Supervisor Jumantik

Juru Pemantau
Jentik (Jumantik)

Monitoring
kinerja melalui
Pemantauan
Jentik Berkala
(PJB)

Dari bagan diatas menunjukkan Jumantik yang telah direkrut dibimbing dan
dimonitor oleh petugas kesehatan lingkungan/pengelola program yang ditunjuk oleh
Kepala Puskesmas. Selanjutnya kepala Puskesmas bertanggungjawab kepada
Dinas Kesehatan (Kemenkes RI, 2012).

Tatakerja/Koordinasi di Lapangan
Tatakerja/koordinasi jumantik di lapangan adalah sebagai berikut :
1. Tatakerja jumantik mengacu pada petunjuk teknis pemberantasan sarang
nyamuk penular DBD dan ketentuan-ketentuan lainnya yang brelaku di wilayah
setempat
2. Jumantik dapat berperan dalam kegiatan pencegahan dan pemberantasan
penyakit lainnya sesuai dengan kebutuhan dan prioritas masalah/penyakit yang
ada di wilayah kerjanya (Kemenkes RI, 2012).

Kriteria Jumantik
Kader juru pemantau jentik direkrut dari masyarakat sesuai dengan tujuan berfungsi
sebagai penggerak masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk. Adapun
criteria yang dimaksud adalah(Kemenkes RI, 2012) :
a. Pendidikan : minimal SMU atau sederajat
b. Berasal dari desa/kelurahan yang bersangkutan
c. Belum/tidak mempunyai pekerjaan tetap
d. Mampu melaksanakan tugas dan tanggungjawab
e. Mampu menjadi motivator bagi masyarakat di tempat tinggalnya
f.

Mampu bekerjasama dengan petugas pustu/puskesmas dan masyarakat

Tugas dan Tanggung Jawab Jumantik (Kemenkes RI, 2012)


a. Membuat rencana/jadwal kunjungan ke seluruh rumah dan tempat-tempat umum
wilayah kerjanya
b. Melakukan kegiatan pemantauan jentik di seluruh tempat tinggal dan tempattempat umum di wilayah kerjanya
c. Membuat catatan/rekapitulasi hasil pemeriksaan jentik

d. Melaporkan hasil pemeriksaan jentik ke Puskesmas sebulan sekali


e. Memberikan penyuluhan PSN 3M Plus untuk pencegahan DBD secara
perorangan atau kelompok
f.

Berperan sebagai penggerak dan pengawas masyarakat agar mau


melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk terutama di sekitar tempat
tinggalnya

g. Bersama supervisor melakukan pemantauan wilayah setempat (PWS) dan


pemetaan per RW hasil pemmeriksaan jentik setiap bulan
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI .2012. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah
Dengue di Indonesia, Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2010. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN DBD), Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Jakarta
Hartomo, Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Media Untuk Bertelur (Ovistrip) Terhadap
Jumlah Telur Aedes Aegypti Yang Terperangkap di Lingkungan Rumah. 2008.
Hendayani, Y., Pengaruh Berbagai Konsentrasi Air Rendaman Jerami pada Ovitrap
terhadap Jumlah Telur Aedes sp yang Terperangkap. 2007.
Kusuma H.,&Nurarif A.H. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NICNOC, Media Hardy, Yogyakarta, hal 24
Mansjoer, Arif&Suprohaita.(2000). Kapita Slekta KedokteranJilid II. Fakultas Kedokteran UI :
Media Aescullapius. Jakarta.
Polson, K.A., et al., The Use of Ovitrap Baited with Hay Infusion as a Surveillance
Tool for Aedes aegypti Mosquitoes in Cambodia. Dengue Bulletin, 2002. Vol
26: 178 184.
Purnawan J. 1995. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Rejeki S. 2001. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia,DKKS RI Direktorat
Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.
Santoso, J., Pengaruh Warna Kasa Penutup Autocidal Terhadap Jumlah Jentik
Nyamuk Aedes Aegypti yang Terperangkap. 2010.
Soegijanto, S. 2004. Demam Berdarah Dengue. Surabaya : Airlangga University Press.

Sudarmaja, I.M. and S.J. Mardihusodo, Pemilihan Tempat Bertelur Nyamuk Aedes
aegypti pada Air Limbah Rumah Tangga di Laboratorium. Jurnal Veteriner
2009. 10 No. 4 : 205-207.
Suharso D (1994). Pedoman Diagnosis danTerapi. F.K. UniversitasAirlangga. Surabaya.
Sumarmo.1998., Demam Berdarah Pada Anak,Penerbit Universitas Indonesia.Jakarta.
Suroso dan Torry Chrishantoro. 2004.Arti Diagnostik dan Sifat Imunologik PadaInfeksi
Dengue,Thesis.Yogyakarta
WHO, Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. 2004,
Jakarta: EGC
WHO. 2000. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue.
Terjermahan dari WHO Regional Publication SEARO No.29 : Prevention Control of
Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever. Jakarta : Depkes RI.

Anda mungkin juga menyukai