Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PROSES PRODUKSI II
Proses Pembuatan Velg Recing
(Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Proses Produksi II)

Oleh

Ilham Muhammad Swandy

(1403024)

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI
GARUT

2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengunaan paduan aluminium terus meningkat dari tahun ketahun. Hal ini terlihat dari
urutan pengunaan logam paduan aluminium yang menempati urutan kedua setelah pengunaan
logam besi atau baja, dan di urutan pertama untuk logam non ferro (Smith, 1995). Sekarang ini
kebutuhan aluminium di Indonesia per tahun mencapai 200.000 hingga 300.000 ton dengan
harga US$ 3.305 per ton (Noorsy,2007).
Pemakaian aluminium pada industri otomotif terus meningkat sejak tahun 1980 (Budinski,
2001). Komponen otomotif yang terbuat dari paduan aluminium, antara lain adalah Velg, Piston,
Blok mesin, Kepala silinder, Katup dan sebagainya. Ini berkaitan dengan jumlah kendaraan di
Indonesia tahun 2005 mencapai 38.156.278 buah terdiri dari roda dua 28.556.498 buah dan roda
empat 9.559.780 buah (Kepolisian Republik Indonesia, 2005). Jika hitungan kasar bahwa
penggantian kerusakan velg yang terbuat dari paduan aluminium setiap tahunnya 3-4% dikalikan
jumlah kendaraan, maka jumlah velg 2.255.017 dikalikan 3 ons berat velg rata-rata, ditemukan
jumlah total berat velg yang diganti yaitu 6.765,5 ton. Jika 1 ton aluminium dengan harga US$
3.305 berarti jumlah uang keseluruhan US$ 2.235.849 (Rp 23 Milyar) atau dengan perkataan
lain, bila Indonesia dapat menggunakan velg daur ulang maka dapat menghemat 23 milyar
rupiah.
Velg bekas didaur ulang menjadi velg baru yang kualitasnya diharapkan sama dengan velg
original. Velg merupakan salah satu dari spare part untuk kendaraan bermotor yang sangat vital
dan sering dilakukan pergantian setiap velg sudah rusak. Yang jadi masalah untuk motor
motor tua atau motor klasik untuk mencari spare part yang original, sekarang sudah tidak ada
karena pabrik dari perusahaan motor sudah tidak memproduksi. Maka dari itu perlu dilakukan
reverse engineering untuk pembuatan velg. Proses reverse engineering terdiri dari tiga proses
yaitu CAD (computer aided design), CAE (computer aided engineering) dan CAM (computer
aided manucfaturing) (Vinesh, 2008). Salah satu proses yaitu proses CAE mempelajari

komposisi dan karakteristik material dalam hal ini material velg. Velg terbuat dari paduan
aluminium dan silikon. Paduan ini memiliki daya tahan terhadap korosi, abrasi dan koefisien
pemuaian yang rendah, dan juga mempunyai kekuatan yang tinggi, kesemua sifat tersebut
merupakan sifat yang harus dimiliki oleh material piston (Cole, 1995).
1.2. Tujuan Pemakalah
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengetahui tentang Proses Pengecoran dan Material yang di gunakan ( almilenium)


Kegunaan almilenium dan kekurangan terhadap pengecoran
Bahan-bahan yang terkandung didalam pengecoran velg sepeda motor
Mengetahui penandaan kelebihan almilenium
Mengetahu nilai-nilai almilenium
Mengetahui jenis-jenis almilenium yang berkualitas

1.3. Manfaat Dalam Pembuatan Makalah Ini


1. Bagi mahasiswa bisa lebih tahu lagi tentang teknik pengecoran alumunium dan jenisjenisnya.
2. Sebagai referensi untuk adik-adik tingkat nanti.
3. Meningkatkan daya kereatif untuk mahasiswa teknik industri, Fakultas Teknik
Umumnya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Paduan Aluminium


Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai sifat ketahanan korosi yang baik.
Material ini digunakan dalam bidang yang luas bukan hanya untuk peralatan rumah tangga saja
tetapi juga dipakai untuk kepentingan industri, misalnya untuk industri pesawat terbang,
komponen-komponen mobil, komponen regulator dan konstruksi-konstruksi yang lain.
Menurut Aluminum Association (AA) dapat diidentifikasi dengan system empat digit
berdasarkan komposisi paduan seperti xxx.1 dan xxx.2 untuk ingot yang dilebur kembali.
Sedangkan simbol xxx.0 untuk menentukan batas komposisi pengecoran dan simbol A356, B356
dan C356 untuk paduan cor gravitasi. Masingmasing paduan ini identik dengan kandungan yang
mendominasi tetapi berkurang batas penggunaan karena impuritinya, khususnya kandungan besi.
Batas komposisi berdasarkan Aluminum Association (AA) telah terdaftar pada paduan cor
aluminium.

Gambar 2.1 Material ( alumunium )

2.2 Proses Pembuatan Velg Recing


a. Casting ( Pengecoran )
Pengecorang merupakan unit yang paling signifikan funsinya di perusahaan. Karena
diketahui semua produksi mengambil alur mula dari pongecoran. Pembahasan berikut

akan di khususkan poada produk Velg Recing sepeda motor , didasarkan bahwa produk
tersebut menjadi focus utama perusahaan saat ini.
b. Bahan baku Velg
Dalam proses produksi pengecoran velg recing sepeda motor memerlukan bahan
baku Alumunium Alloy. Bahan baku yang digunakan sebagian besar bersal dari Velg recing
bekas mobil yang tentunya berbahan Alumunium maupun alumunium batangan. Bahan
bahan tersebut kemudian akan di cairkan pada tungku menjadi alumunium cair (adonan)
untuk kemudian dilakukan penuangan kembali nsesuai dengan c etakan velg recing yang
ada.
2.3 Peleburan (melting)
Untuk Peleburan paduan aluminium dapat dilakukan pada tanur krus besi cor, tanur krus
dan tanur nyala api. Logam yang dimasukan pada dapur terdiri dari sekrap (remelt) dan
aluminium ingot. Aluminium paduan tuang bentuk ingot didapatkan dari peleburan primer dan
sekunder serta pemurnian. Kebanyakan kontrol analisa didapatkan dari analisis pengisian yang
diketahui, yaitu ketelitian pemisahan tuang ulang dan ingot aluminium baru. Ketika perlu
ditambahkan elemen pada aluminium, untuk logam yang mempunyai titik lebur rendah seperti
seng dan magnesium dapat ditambahkan dalam bentuk elemental. Sekrap dari bermacammacam
logam tidak dapat dicampurkan bersama ingot dan tuang ulang apabila standar ditentukan.
Praktek peluburan yang baik mengharuskan dapur dan logam yang dimasukan dalam keadaan
bersih.
Untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan karena oksidasi lebih baik
memotong logam menjadi potongan kecil yang kemudian dipanaskan untuk di jadikan ingot.
Kalau bahan sudah mulai mencair, fluks harus ditaburkan untuk mengurangi oksidasi dan
absorbsi gas. Bentuk oksidasi tergantung Selama pencairan, permukaan harus ditutup fluk dan
cairan diaduk pada jangka waktu tertentu untuk mencegah segresi.
Hidrogen adalah satu-satunya gas yang dapat timbul dalam aluminium dan paduannya.
Persentase timbulnya gas hidrogen lebih banyak terdapat pada aluminium dalam bentuk cair
daripada dalam bentuk padat. Beberapa sumber potensial timbulnya hidrogen pada aluminium
antara lain:

1. Udara dalam tungku (furnace) menggunakan bahan bakar terkadang menimbulkan


gas hidrogen yang disebabkan oleh reaksi pembakaran bahan bakar yang kurang
sempurna.
2. Terjadinya asap hasil pembakaran pada waktu proses peleburan.
3. Reaksi antara aluminium cair dengan cetakan
Sebelum dilakukan peleburan di dalam tungku sebaiknya logam dipotong menjadi kecilkecil, hal ini bertujuan untuk menghemat waktu peleburan dan mengurangi kehilangan
komposisi karena oksidasi. Setelah material mencair, fluks dimasukkan ke dalam coran, yang
bertujuan untuk mengurangi oksidasi dan absorbs gas serta dapat bertujuan untuk mengangkat
kotoran-kotoran yang menempel padam aluminium.
Selama pencairan, permukaan harus ditutup fluks dan cairan diaduk pada jangka waktu
tertentu untuk mencegah segresi (surdia, 1991). Kemudian kotoran yang muncul di ambil dan
dibuang. Setelah pada suhu kurang lebih 725oC aluminium di tuang ke dalam cetakan. Adapun
untuk remelting, material hasil peleburan di atas dilebur kembali.

Tungku Pencairan Bahan Baku

Tungku pencairan alumunium untuk velg recing ada dua macam :


a) Tungku Peleburan
Tungku peleburan terbuat dari tanah liat yang di bakar yang sering disebut dengan
kuali. Kapasitasnya antara 40 Kg sampai dengan 50 Kg, pemanasan yang dilakukan adalah
pemanasan kompor dengan bahan bakar minyak tanah yang di tekan dengan tekanan udara
dari kompresor untuk menyemprotkan minyak menjadi kabut yang nantinya mudah
terbakar dan memiliki suhu pemanasan cukup tinggi yaitu sekitar 800C.
Di tungku ini, bahan baku alumunium alloy di cairkan dan mendapat beberapa perlakuan
antara lain :
Pemanasan alumunium alloy diawali dengan penataan alumunium alloy di
sekeliling tungku peleburan. Setelah berubah warna menjadi Orange silver,
maka alumunium alloy di masukkan ke tungku.
Dilakukan penekanan dengan menggunakan stick untuk lebih memudahkan
nyala api memanas sehingga memudahkan proses pencairan.
Setelah mencair maka dilakukan pemberian serbuk Flux, yang berfungsi untuk
memisahkan antara kotoran dengan cairan alumunium yang terbentuk.
Kotoran yang terbentuk dipisahkan menggunakan saringan manual dengan cara
diangkat dari kuali sehingga didapatkan cairan alumunium yang cukup bersih.

Langkah terakhir adalah memindahkan cairan alumunium tersebut ke tungku


selanjutnya yaitu tungku untuk penuangan cairan.
b) Tungku Penuangan Cairan.
Tungku ini terbuat dari bahan besi baja atau juga besi cor. Kapasitasnya sekitar 2,5
kuintal. Cairan alumunium dari tungku peleburan di tuangkan ke tungku penuangan ini
untuk kemudian di tuangkan ke cetakan. Untuk memudahkan dan menberi sekat antara
cairan alumunium dan dinding tungku, maka diding di beri sejenis cairan kapur yang
kemudian sering di sebut denga koting. Dan proses pelapisan ini dinamakan
pengkotingan.Koting ini sangat besar perannya dalam pembersihan dan pemisahan cairan
sehingga sewaktu waktu dilakukan pembersihan tungku, proses ini dapat di lakukan
dengan mudah. Dan pelaksanaan proses penggantian atau prembersian di lakukan ritin
makasimal 1 (satu) bulan sekali.
Bahan pemanas sama dengan tungku peleburan yaitu sistem pemanas terbuka dari
kompor gas dan minyak tanah sebagai bahan bakar minyak. Minyak tanah ini di beri
tekanan tinggi dengan kompresor untuk pengabutan minyak sehingga minyak mudah
terbakar dan diperoleh nyala dan suhu yang cukup tinggi.
Cairan alumunium di tungku ini mendapat perlakuan panas antar suhu 700C sampai
dengan 750C dari yang sebelumnya hanya mencapai titik lebur (600C-680C) saja.
Perlakuan cairan sebelum dituang ke dalam tungku, penuangan ini adalah menaikkan suhu
dari cairan dan fungsinya untuk menkondisikan agar kekentalan cairan yang diharapakn
tercapai yang akhirnya cairan akan dapat memenuhi cetakan saat penuangan dan
menghasilkan coran yang baik.
Perlakuan yang diberikan pada proses ini selanjunya adalah pemberian flux untuk
menbersihkan kotoran yang masih ada pada pencairan awal dan memisahkan aluminium
yang tidak dapat mencair dengan suhu kompor yang ada. Sisa aluminium yang tidak dapat
dicairka ini kemudian diangkat dan disendirikan yang nantinya diambil untuk di jual di
perusahaan pencairan aluminium. Dan dilakukan pengadukan adonan untuk meratakan
suhu pada cairan.
c) Alat pengukur suhu peleburan
Termometer digital
Termometer digital pada gambar 3.8 digunakan untuk mengukur temperatur
ruangan, temperatur pemanasan cetakan dan temperature penuangan.

Gambar 2.2 Termometer digital

Gambar 2.3 Saat Peleburan


2.4 Cetakan
Cetakan yang digunakan dalam pengecran menggunakan

system cetakan tetap,

dikarenakan produksi terus menerus dan permintaan pasar yang semakin meningkat. Faktor lain
yang harus diperhatiakn adalah sipat dari cairan Aluminium silicon yang memiliki sipat
penyusutan rendah dan kejernihan yang baik sehingga cetakan tetap menjadi pilihan yang sesuai
dalam proses produksi.
Bahan cetakan dari besi tuang yang telah mendapat perlakuan panas sehingga mengurangi
unsure karbon. Hal tersebut menbuat cetakan menjadi lebih liat dan dapat diproses permesinan.

Cetakan dan sistem saluran


Meski saat ini sudah banyak home industri yang membuat velg racing untuk berbagai
jenis kendaraan bermotor, tetapi tetap saja model baru bisa dijadikan suatu pilihan. Untuk
itulah dirancang pembuatan velg racing dengan proses pengecoran menggunakan pasir
cetak. Perancangan pembuatan cetakan untuk velg racing ini menggunakan perhitungan

sistem saluran. Perancangan proses pengecoran velg racing ini menggunakan bahan baku
untuk coran adalah paduan aluminium standart Alcan dengan nomor bahan B135, bahan
baku untuk pola adalah kayu mahoni, bahan baku untuk cetakan adalah pasir kering
dengan bahan pengikat semen serta rangka cetakan dari kayu papan.
Setelah diketahui nilai volume dari coran sebesar 1.527,47 cm3 akhirnya diketahui
pula berat coran sebesar 4,1 kg, waktu penuangan 12 detik, volume tuang 145.522,39
mm3/det. Untuk saluran turun tingginya 274,3 mm, diameternya 15 mm, luas irisannya
176,6 mm2, choke area 62,76 mm2. Untuk saluran masuk luas irisannya 353,25 mm2,
panjangnya 188 mm. Untuk cawan tuang kedalamannya 67,5 mm, panjangnya 150 mm,
lebarnya 60 mm. Untuk saluran penambah diameternya 119,2 mm, tingginya 238,5 mm.
Untuk lubang angin diameternya 5mm, tingginya 238,5 mm, jumlahnya 2 buah. Ukuran
rangka cetakan 930 x 740 x 384 (mm). Proses finishingnya yaitu dengan proses
pembersihan, proses pemesinan dengan pembubutan dan penggerindaan, proses
penghalusan permukaan dan yang terakhir proses pengecatan.

Gambar 2.4 Proses Pembuatan cetakan

Gambar 2.5 Cetakan Pasir


2.5 Proses Penuangan
Sebelum cairan aluminum dituang kecetakan, cetakan harus benar-benar dalam
kondisi siap. Tahap-tahap penyiapan cetakan adalah sebagai berikut :
1. Pembersiah cetakan dari debu kotoran.
Debu dan kotoran yang ada pada cetakan akan menimbulkan kerusakan pada hasil
cetakan / coran. Kotoran sisa pengecoran sebelumnya baik sedikit maupun banyaknya debu
akan menghalangi proses cairan untuk masuk dan menempati bentuk cetakan. Sehinggga
untuk mendapat hasil coran yang baik maka debu dan kotoran yang menempel pada
cetakan disemprot dengan udara bertekanan dengan menggunakan kompresor sebelum
dilakukan penuangan.
2. Pemberian koting ke semua perukaan cetakan.
Setelah permukaan cetakan dibersihkan, langkah berikunya adalah pemberian caiaran
koting ke semua permukaan cetakan yang nantinya akan bersinggungan dengan cairan
aluminium. Fungsi darim koting ini adalah untuk menberikan sekat antara cairan dengan
catakan sehingga ketika hasil cor dilepas dari catakan dapat dilakukan dengan mudah.
Selain itu pemberian koting juga berpengaruh terhadap hasil cor terutama terhadap
permukaan hasil cor. Dengan pemberian koting yang merata dan cukup ketebalannya akan
menbuat permukaan hasil pengecoran halus dan cacat coran dapat sedikit dikurangi. Bila
pemberian koting berlebihan dan tidak merata maka akan menimbulkan cacat lubang
jarum dan permukaan hasil pengecoran menjadi kasar. Hal ini dikarenakan lubang
pembuangan gas bias tersumbat dengan koting yang terlalu tebal tersebut.
Pemberian koting adapat puka dilakukan ketika terjadi perombakan jenis cetakan
velg yang di peasan atau diproduksi. Sehingga pengkotingan dilakukan setelah
pembersiahna permukaan cetakan dari koting awal.Pemberian koting dalam proses ini
didahului dengan pemanasan cetakan sampai 80C - 100C baru kemudian permukaan
cetakan disemprot dengan koting.
3. Pemanasan catakan sebelum penuangan
Setelah pengkotingan awal, cetakan dipanaskan dengan menggunakan nyala api dari
brender dengan bahan bakar elpiji. Pemanasan ini dilakukan kurang lebih satu jam untuk
mengkondisikan agar suhu cetakan sesuai dengan suhu cairan alumunium yang akan
dituang.

Cetakan velg recing terpasang dalam mesin cetak, dan ada duajenis pemegang mesin
cetakan. Mesin pertama menggunakan sistrem hidrolik secara keseluruahn dan mesin
kedua menggunakan system mekanis dan hidrolis.
Cetakan untuk velg dengan kualifikasi disk atau rem cakram sering dilakukan pada
mesin cor mekanis dan hidrolis namun untuk pengecoran velg dengan kualifikasi velg
tromol menggunakan mesuin cor hidrolis secara keseluruhan (semi otomatis).
4. Proses Penuangan Cairan Alumunium
Setelah cairan sudah siap dengan rentang temperature 700C - 750C maka proses
penuangan cairan alumunium siap untuk dilakukan. Langkah Pelaksanaan penuangan
cairan alumunium ke cetakan adalah :
1. Cetakan yang terdiri dari empat bagian yang ditangkupkan, dengan pusat
penangkupan adalah cetakan bagian bawah, kemudian dua cetakan samping
juga ditangkupkan maka terbentuklah kup. Untuk yang terakhir adalah
penangkapan cetakan bagian atas selaku drag. Dari cetakan yang telah
ditangkupkan terdapat 3 lubang pemasukan yang memiliki fungsi untuk
memasukkan cairan alumunium kedalam cetakan. Sebagai pemasukan utama
berada di samping-samping cetakan dan sebagai pemasukan akhir berada di
drag cetakan atas sekaligus sebagai pusat utama poros dari velg.
2. Kemudian cairan dari tungku penuangan cairan yaitu tungku untuk menaikkan
suhu cairan dari 660C menjadi kira-kira 700C sampai 750C diembil dengan
menggunakan canting manual. Dan dilakukan penuangan cairan kedalam
cetakan. Urutan penuangan cairan, didahului dari luabnga pemasukan samping,
setelah beberapa detik kemudian dilakukan penuangan dari lubang tengah.
Dalam proses penuangan secra manual diperlukan keterampilan dan
pengalaman yang cukup karena sering sekali terjadi cacat pada hasil cor
dikarenakan kurangnya ke sesuaian pertemuan carian didalam cetakan dank
arena kurang sinerginya proses penuangan ini. Proses ini memakan waktu
sekitar 9 menit.
3. Selanjunya cairan yang barada dicetakan ditahan sekitar 15 detik, kemudian
dibuka hanya menberikan rongga udara pada coran. Coran yang masih didalam
cetakan didinginkan selama sekitar 3,5 menit sampai 4 menit yang memiliki
fungsi untuk menberi kesempatan penyusutan dari velg yang awalnya memiliki
suhu cair untuk kemudian menjadi padat. Selain itu untuk mendiamkan selama

3,5 menit sampai 4 menitberfungsi untuk menguatkan jalinan Kristal-kristal


alumunium agar sewaktu dilepas dari cetakan agar tidak mengalami difleksi.
4. Setelah rentang waktu 3,5 sampai 4 menit maka coran velg alumunium
diangkat dari cetakan dengan menggunkan system mekanik dan hidrolik.
Kemudian pemanasan dengan menggunakan brender pada cpran diberiakan
sedikit 30 detik untuk menpermudah memisahkan hasil coran dengan cetakan
atas.
5. Langkah berikunya yaitu menbawa hasil coran ke bagian control pada unit
pengecoran. Pada bagian control ini hasil pengecoran diperiksa, dengan
kulaifikasi cacat cor yang sering terjadi yaitu kesentrisan velg tidak sempurna,
permukaan velg kasar, dan difleksi. Dan kondisi hasil coran ini di infokan
kepada pekerja pada mesin dengan adanya papan info yang memaparkan hasil
dari pengecoran yang baru dilakukan berupa hasil pengecoran baik ataupun
hasil pengecoran mengalami cacat cor.
6. Setelah hasil cor sesuai dengan batas mnimal kualitas pengecoran maka hasil
coran ditata di bagian sendiri untuk menurunkan suhunya karena velg yang
baru di lepas dari cetakan tersebut masih memiliki temperaur yang cukup tinggi
yaitu sekitar 200C-400C. Untuk pengecoran awal, hasil coran setelah
diperiksa kondisi fisiknya dibagian control pengecoran segera akan dicek peda
bagian permesinan untuk mengetahui kesentrisan dari velg. Setelah diketahui
velg layak kerja pemesinan maka pengecoran dilanjutkan, namun jika kondisi
velg hasil cor mengalami oleng atau tidak simetris dan kurang baaik untuk
dilakukan pemesinan, maka bagian unit pengecoran hrus mengvaluasi pada
cetakan atau pada system pemanasan yang dilakukan sebelumnya, sebelum
melanjutkan proses pengecoran.
7. Untuk kondisi hasil pengecoran yang telah sesuai maka akan segera dikirim ke
unit potong dan gerinda untuk pemotongan sisa bagian pemasukan. Lubang
pemasukan akan meninggalkan batang Alumunium pada kondisi velg Yang
utuh, maka sisa pemasukan ini harus dipotong dan digerinda sebelum dikirim

ke unit pemesinan.
Alur Pengecoran velg Sepeda motor
Bahan baku alumunium alloy
Tungku peleburan bahan baku
Tungku penuangan cairan

Penuangan cairan ke cetakan


Pelepasan hasil cetakan dari cetakan
Pemeriksaan dari cetakan
Unit gerinda dan potong
Bagai permesinan

Gambar 2.7 Alur Pengecoran


2.6 Machining
Proses machining merupakan pekerjaan lanjutan dari proses pembuatan velg recing
setelah proses casting. Gambaran umum proses permesinan antara lain pemotongan sisa
antisipasi penyusutan coran, penyentrisan velg, pembubutan bentuk bulat dengan diameter
426 mm, pembubutan sudut 15, pembubutan profil velg ban, pembubutan disk dan tromol,
pembubutan sudut 3 dan pengeboran dob. Tahap machining memanfaatkan dua jenis
mesin yaitu CNC bubut dan CNC borring.
a) CNC Bubut
Pemotongan dan penggerindaan
Pemotongan dalam proses permesinan dilakukan pada unit potong dan gerinda.
Pemotongan dalam hal ini merupakan pemotongan sisa lubang pemasukan dan
penggerindaan terhadap hasil rembesan cairan sewaktu dicetak. Pemotongan ini
menggunakan mesin gergaji putar dengan gigi gergaji dari cutter HSS. Karena dari
pemotongan ini masih terdapat permukaan permukaan yang taqjam maka
penggerindaan permukaan tadi diperlukan sebelum velg ini dimesinkan. Setelah
pemotongan sisa luabang tuang, langkah berikutnya adalah pemotongan dengan
alokasi penyusutan dan luabang tuang pada poros senter velg. Pemotongan berikunya
adalah pemotongan terhadap diameter velg menjadi diameter 462 mm, hasil

pemotongan ini masih diberikan toleransi karena pengerjaan permesinan lain masih
perlu dikerjakan.
Pembubutan Velg
Proses machining banyak didominasi oleh poros bubut. Proses pembubutan
yang dilakukan yaitu :
1. Pembubutan 15
Pada profil velg terdapat bagian sudut 15, profil ini mendapat perlakuan
awal yaitu pembubutan karena nantinya akan dijadikan dasar
pembubutan untuk kesimetrisan bagian lainnya.
2. Pembubutan profil diameter tengah poros.
Setelah pembubutan profil 15, pemesinan berikutnya b erfungsi untuk
menbentuk poros tenga velg. Proses pembubutan ini tetap menggunkan
basic sentrisasi dari permukaan bersudut ban.
3. Pembubutan profil ban
Tahapan pembubutan berikutnya adalah pembub utan profil ban. Bagian
ini mengalami perlakuan finishing dengan pahat tenga setelah proses
pembubutan selesai.
4. Pengerjaan lubang leher atau rumah leher.
Proses ini merupakan proses yang memiliki tingkat kesulitan paling
tinggi, karena kebutuhan ketelitian tinggi dan menggunakan toleransi
internasional karena untuk leher itu sendiri telah memiliki standar
internasional baik ukuran maupun kekerasan permukaannya.
5. Pembubutan tromol dan tempat cakram.
Velg terbagi ats dua komponen tambahan terutama dalam aksesories
kendali atau ren yaitu memakai disk atau rem cakram dan tromol. Untuk
velg yang menggunkan cakram sebagai pelengkap maka poros tengah
akan dibubut dengan mal yang telah ada terutama sesuai denga jenis velg
motor yang diproduksi. Tentang proses pembubutaqn tromol, lubang
tromol yang ada hanya tinggal di bubut hinggga diameter sesuai ukuran
yang beredar di pasaran. Proses pembubutan tromol dan cakram
dilakukan dengan system termal.
6. Pembubutan profil 3.
Bentuk profil yang terakhir dibubut adalah pembubutan bersudut 3. Dan
merupakan tahap akhir proses pembubutan.
b) CNC Boring
1. Pengefresan Velg

Pekerjaan pemesinan dalam proses pembubutan velg sebagian besar dilakukan pada
mesin bubut, namun dalam proses tertentu missal unutk menbersihkan sisa bagian
lubang pembuangan, pembuatan lubang baut pada cakram maka digunakan mesin
freis unutk kesempurnaan hasil, kemudahan dan ketelitian yang diharapkan.
2. Pengeboran
Pengeboran dalam proses machining diutamakan untuk menbantu proses yang
sederhana seperti pengeboran cop. Proses akhir machining sebelum masuk pada unit
finishing adalah pembuatan ulir pada lubang penempat baut cakram.

Gambar 2.8 Proses Pembubutan


2.7 Finishing
Sesuai dengan fungsinya, finishing adalah pekerjaan penyelesaian dari suatu produk.
Proses finishing dilakukan untuk meningkatkan nilai, kulaitas performance dari produk
yang di produksi oleh perusahaan dalam hal ini adalah velg raching.
Setelah Velek mendapat perlakuan permesinan, maka velg akan mendapat perlakuan
finishing di unit finishing, antara lain pekerjaan mengikir di kerja bangku, pemilihan untuk
menentukan apakah produk akan di cat oven di chrom polish.
a) Kerja Bangku
Pekerjaan yang dilakukan pada kerja bangku adalah mengikir bagian-bagian
sambungan dari alur cetakan yang tidak adapat dikerjakan pada proses pemesinan.
Bagian abgian sambungan dan tepi dari cetakan akan meninggalkan garis
menonjol yang tidak dapat dijangkau oleh proses pemesinan. Selain itu pada kerja
bangku akan dilakukan penghalusan permukaan yang kasar dari hasil coran yang
telah dikerjakan pada pemesinan, pembulatan permukaan dan penyempurnaan bentuk
yang mengalami cacat coran.

Setelah pengerjaan kerja bangku maka velg setengah jadi tersebut akan dipilah
menjadi dua dengan ketentuan, untuk hasil coran velg yang baik dan tidak
mengalami cacat cor yang cukuop parah akan di bawa ke unit chrom polish,
sedangkan untuk velg yang mengalami cacat cor yang pada unit kerja bangku tidak
dapat diperbaiki maka akan dibawa ke unit cat oven dengan mendapatkan perlakuan
finishing terlebih dahulu.
b) Pengecatan
Untuk pegecatan terbagi atas dua jenis yaitu chrom polish dan cat oven.
Chrom Polish
Velg yang sudah dipilih dan memenuhi standar untuk chrom polish akan
mengalami beberapa pengerjaan pada unit ini, diantaranya :
Pengampelasan.
Pengamplasan terdiri atas 3 proses :
Pengamplasan kasar dengan menggunakan ampelas dengan tingkat
kekerasan 150.
Pengamplasan halus dengan menggunakan ampelas dengan tingkat
kekerasan 180.
Pengampelasan berikutnya adalah dengan menggunkan oker
dengan bahan perekat lem jenis Anchor Chrystal. Pengampelasan

ini merupakan pengampelasan terakhir.


Polish
Proses yang dilakukan setelah pengampelasan adalah proses polish.

Peralatan yang digunakan adalah poros putara yang digerakkan dengan motor
listrik. Dan pada poros ini di pasangkan roda pemoles. Pekerjaan polis
dilakukan manual dengan cara mengikis permukaan velg dengan roda pemoles
yang terpasang pada poros yang digerakkan motor listrik dengan putaran 1390
rpm.
Untuk pekerjaan terakhir adalah penempelan merek produk pada velg
yang telah selesai. Velg yang telah selesai dimasukkan ke dalam gudang unit
finishing sebelum di packing dan siap untuk didistribusikan.
c) Cat Oven
Untuk velg yang mengalami cacat cor namun masih dalam standar kualitas dan
setelah penegrjaan pemesinan masih Nampak, maka akan mengalami penanganan
finishing dengan cat oven dengan tahapan sebagai berikut :
1. Penambahan bagian yang kurang, seperti jari yang tidak sempurna
dengan dempul, kemudian velg yang sudah ditambah ini disemprot

dengan cat dasar dempul untuk kemudian dimasukkan dalam tungku


ocen sampai kering denga lama pemanasan sekitar 20 sampai 30 menit.
Setelah kering maka velg dihaluskan dengan amplas dan pekerjaan ini
dikerjakan secara manual.
2. Langkah pekerjaan selanjutnya adalah mengecat dasar velg yang sudah di
amplas dengan cat dasar warna hijau atau putih, dan mengenai pemilihan
warna yang digunakan tergantung pada warna cat selanjunya, sehingga
tidak harus dengan warna tersebut.
3. Setelah pengecatan dasar maka langkah berikutnya adalah pengecatan
denag warna yang sesuai permintaan dan tren pasar. Pengecatan ini
menggunkan penyemprotan dengan tekanan dari kompresor. Pengectan
ini dilanjutkan dengan penyemprotan cleaner yang berfunsi untukanti
gores dan pengkilap dari warna cat.
4. Setelah penyemprotan cleaner, veleg dimasukkan ke dalam Oven dan di
panaskan dengan suhu sekitar 40C sampai 60C, dan dilakukan selama
kurang lebih 30 menit. Pengovenan ini berfungsi untuk lebih merekatkan
cat dengan alumunium dan untuk menyatukan ikatan butir butir cat.
5. Untuk Pekerjaan terakhir adalah penempelan merek produk pada velg
yang telah di cat. Velg yang telah selesai di masukkan ke dalam gudang
unit finishing sebelum di packing dan siap untuk didistribusikan.

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Dari pembuatan makalah proses pengecoran alumunium tentang pembuatan velg
sepeda motor yang telah dilakukan maka bisa diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari beberapa pengujian yang memiliki sifat mekanik paling optimal pada
komposisi 25% PB + 75 ADC 12 + suhu Penuangan 700C + insert alumunium
cor
2. Insert yang memiliki sifat mekanik paling baik pada alumunium cor karena
memiliki titik lebur mendekati temperatur pemanasan awal
3. Temperatur penuangan semakin rendah, kekerasan semakin meningkat, ikatan
interface semakin rapat.
4. Nilai kekerasan daur ulang velg paling tinggi yaitu 113.2 HVN jika
dibandingkan dengan kekerasan material velg original Daihatsu 139 HVN
masih dibawahnya. Dan dari uji komposisi terdapat perbedaan komposisi
unsure Si 8,7 wt % (velg daur ulang) dan Si 10,7 wt % (velg Daihatsu). Karena
sifat mekanik daur ulang velg masih dibawah standar maka perlu dilakukan
perlakuan panas (Heat treatment).

3.2 Saran
Pengecoran velg pada makalah ini menggunakan metode pengecoran gravitasi,
sehingga masih banyak diperlukan data-data lanjutan untuk mendalami proses
pengecoran sentrifugal, cetak tekan, die casting yang dapat meningkatkan sifat
mekaniknya.
Pada penelitian ini hanya terbatas tiga parameter yaitu komposisi paduan, insert alur
ring dan suhu penuangan, sehingga sifat mekanik masih kurang maksimal.
Material velg bekas banyak impuriti karena kurangnya kebersihan menyebabkan sifat
mekaniknya menurun. Maka penelitian lanjutan pada material velg bekas yang sama
perlu dilakukan pembersihan yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
AFS Sand And Core Testing Handbook., 2004.

ASM

International.

All

Rights

Reserved

Aluminum-Silicon

Casting

Alloys:

AtlasMicrofractographs, 2004
ASM Handbook,Volume 1., 2005 Properties and Selection.
ASM Metal Handbook Vol.8 ., 1998
ASM Handbook, Vol. 15., 1998
ASTM Handbook E18 ., 2002.
ASTM Handbook E92., 2004.
Budinski., 2001, Engineering Materials Properties and Selection, PHI New Delhi,pp. 517536.
Begm Akkayan, DDS, PhD, Burcu Sahin, DDS, and Hubert Gaucher, DDS, MScD.,2008, The
Effect of Different Surface Treatments on the Bond Strength of Two Esthetic Post Systems,
B. H. Amstead, Teknologi Mekanik, Terjemahan Sriati Djaprie, Erlangga, Jakarta, 1987.
Bambang Suharno., 2007., Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Reaksi Antarmuka Paduan
Aluminium 7%-Si dan Aluminium 11%Si Dengan Baja cetakan SKD 61. 85-91.

Anda mungkin juga menyukai