Anda di halaman 1dari 12

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Retensio Plasenta
1. Defenisi
Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam
setelah janin lahir. (POGI dkk, 2008)
Retensio Plasenta adalah belum lepasnya plasenta dengan melebihi
waktu setengah jam. Keadaan ini dapat diikuti perdarahan yang banyak,
artinya hanya sebagian plasenta yang telah lepas sehingga memerlukan
tindakan plasenta manual dengan segera. (Manuaba, 2010)
Istilah retensio plasenta dipergunakan jika plasenta belum lahir setengah
jam setelah anak lahir. (Sastrawinata, 2008)
Menurut beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam
setelah kelahiran bayi.
2. Klasifikasi
a. Plasenta Adhesiva
Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan
kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta Akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan
miometrium.
c. Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai atau memasuki
miometrium.
d. Plasenta Perkreta
Implantasi jonjot khorion plsenta yang menembus lapisan otot hingga
mencapai lapisan serosa di uterus.
e. Plasenta Inkarserata

Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh kontraksi


ostium uteri (Prawirohardjo,2002)
3. Faktor Penyebab
Menurut Sastrawinata (2008)sebab retensio plasenta:
a. Penyebab fungsionil
1) His yang kurang kuat (sebab terpenting)
2) Plasenta yang sukar terlepas karena :
a) Tempatnya : insersi disudut tuba
b) Bentuknya : plasenta membranacea, plasenta anularis
c) Ukurannya : plasenta yang sangat kecil
Plasenta yang sukar terlepas karena sebab-sebab tersebut diatas disebut
plasenta adhesiva.
b. Penyebab patologi-anatomis
1) Plasenta akreta
2) Plasenta inkreta
3) Plasenta perkreta
4. Karakteristik Ibu Bersalin dengan Retensio Plasenta

a.

Umur
Retensio plasenta pada ibu bersalin juga dapat dipengaruhi oleh
usia ibu dan paritas. Usia kehamilan yang beresiko adalah < 20 tahun
dan > 35 tahun. Pada usia kehamilan < 20 tahun organ reproduksi ibu
masih belum sempurna, sedangkan pada usia > 35 tahun sudah
mengalami penurunan fungsi (Prawiroharjo, 2009 dalam Khotijah dkk,
2014).

Pada umur ibu yang lanjut (usia >35 tahun) sering terjadi
retensio plasenta (Chalik, 1998). Dilihat dari usia ibu yang tua terjadi
kemunduran organ-organ reproduksi secara umum sehingga dapat
pula
b.

mempengaruhi

perkembangan

janin

dalam

kandumgan

(Prawirohardjo, 2001).
Paritas
Paritas atau frekuensi ibu melahirkan anak sangat mempengaruhi
kesehatan ibu dan anak. Kejadian kematian ibu dan bayi pada persalinan
anak keempat lebih tinggi, sedangkan pada persalinan anak ketiga lebih
sedikit dibawah persalinan anak pertama (Dwianda, 2003 dalam
Khotijah, 2014). Paritas lebih dari empat mempunyai risiko besar untuk

terjadinya perdarahan pasca persalinan karena pada multipara otot


uterus

sering

diregangkan

sehingga

dindingnya

menipis

dan

kontraksinya menjadi lebih lemah (Cunningham et al., 2004 dalam


Khotijah 2014).
Menurut Sarwono (2010) kejadian terjadinya retensio plasenta

sering terjadi pada ibu dengan multiparitas. Paritas mempunyai


pengaruh terhadap kejadian perdarahan postpartum yang diakibatkan
retensio plasenta karena pada setiap kehamilan dan persalinan terjadi
penurunan sel-sel desidua. Akibat penurunan sel-sel desidua atau
tidak adanya sel desidua basalis dan kelainan perkembangan lapisan
fibrinoid secara parsial dan total, vilus plasenta melekat ke
myometrium (plasenta akreta), benar-benar menginvasi myometrium
(plasenta inkreta), atau menembus myometrium (plasenta perkreta).
Vaskularisasi endometrium akan berkurang mengakibatkan terjadinya
penurunan suplai darah ke plasenta sehingga plasenta akan
mengadakan implantasi jauh kedalam jaringan endometrium sampai
ke jaringan miometrium. Implantasi inilah yang dapat menyebabkan
tertahannya plasenta atau tidak dapat lahirnya plasenta setengah jam
setelah janin lahir.
5. Penanganan Retensio Plasenta
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya
telah lepas dari dinding rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung
luasnya bagian plasenta yang telah lepas dan timbul perdarahan. Oleh karena
itu, melalui pemeriksaan dalam atau tarikan pada tali pusat dapat diketahui
apakah plasenta sudah lepas atau belum, dan apabila lebih dari 30 menit maka
dapt dilakukan plasenta manual. (POGI dkk, 2008)
Plasenta akreta parsial masih dapat dilepaskan secara manual, tetapi
plasenta akreta complete tidak boleh dilepaskan secara manual karena dapat
menimbulkan perforasi dinding rahim dan sebaiknya dilakukan rujukan ke
Rumah Sakit untuk dilakukan histerektomi. (Sastrawinata, 2008)
B. Plasenta Manual

1. Definisi
Plasenta manual adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat
implantasinya pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri
secara manual. Manual adalah melakukan tindakan invasi dan manipulasi
tangan penolong persalinan yang dimasukkan langsung ke dalam kavum
uteri.(Prawirohardjo, 2002)
2. Indikasi
Indikasi dilakukannya plasenta manual adalah retensio plasenta
dengan plasenta adhesive.(Prawirohardjo, 2002)
3. Kontra Indikasi
Kontraindikasi dilakukannya plasenta manual adalah plasenta inkreta
dan perkreta. (Prawirohardjo, 2002)

4. Prosedur Klinik Plasenta Manual


a) Persetujuan tindakan medic
b) Persiapan sebelum tindakan
1)

Pasien
i.

Cairan dan selang infus sudah terpasang. Perut bawah dan lipat
paha sudah dibersihkan dengan air dan sabun.

ii.

Uji fungsi dan klengkapan peralatan resusitasi.

iii.

Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah.

iv.

Medikamentosa :

v.

(1)

Analgetik (Pethidin 1-2 mg/kg BB, ketamin,

(2)

Hcl 0,5 mg/kg BB, tramadol 1-2 mg/kg BB).

(3)

Sedativa (diazepam 10 mg)

(4)

Atropine Sulfat 0,25-0,50 mg/ml

(5)

Uterotonika (Oksitosin, ergometrin, prostaglandin)

(6)

Cairan NaCl 0,9% dan RL

(7)

Set infuse

Larutan antiseftik (Povidon Iodin 10% )

vi.

Oksigen dengan regulator

2) Penolong (operator dan asisten)


i.

Baju kamar tindakan, pelapis plastik, masker dan kacamata


pelindung : 3 set.

ii.

Sarung tangan steril : sebaiknya sarung tangan panjang.

iii.

Alas kaki (spatu/boot karet) : 3 pasang.

iv.

Instrumen :
(1) Kocher : 2, spuit 5ml dan jarum suntik No. 23 G
(2) Mangkok logam (wadah plasneta)
(3) Kateter dan penampung air kemih
(4) Benang kromik
(5) Set partus

c) Pencegahan Infeksi Sebelum Tindakan


d) Tindakan Penetrasi Ke Kavum Uteri
1) Instruksikan asisten untuk memberikan sedative dan analgetik
melalui karet infuse.
2) Lakukan katerisasi kandung kemih.
3) Jepit tali pusat dengan kocher kemudian tegangkan tali pusat sejajar
lantai.
4) Secara obstetric masukan satu tangan (punggung tangan ke bawah)
ke dalam vagina dengan menelusuri tali pusat bagian bawah.
5) Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, minta asisten untuk
memegang kocher, kemudian tangan lain penolong menahan fundus
uteri.
6) Sambil menahan fundus uteri, masukan tangan dalam ke kavum
uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
7) Buka tangan obstetrik menjadi seperti memberi salam (ibu jari
merapat ke pangkal jari telunjuk).
e) Melepas Plasenta Dari Dinding Uterus
1)

Tentukan impalntasi plasenta, temukan tepi plasenta yang paling


bawah.

2)

Kemudian gerakan tangan kanan ke kiri dan ke kanan sambil


bergeser ke kranial sehingga semua permukaan maternal plasenta
dapat dilepaskan.

f) Pengeluaran Plasenta
1)

Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan


eksplorasi ulang untuk memastikan tidak ada bagian plasenta yang
masih melekat pada dinding uterus.

2)

Pindahkan tangan luar ke supra simfisis untuk menahan uterus pada


saat plasenta dikeluarkan.

3)

Instruksikan asisten yang memegang kocher untuk menarik tali


pusat sambil tangan dalam menarik plasenta ke luar (hindari
percikan darah).

4)

Letakan plasenta ke dalam tempat yang telah disediakan.

5)

Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke


dorsalkranial setelah plasenta lahir.
(Perhatikan kontraksi uterus dan jumlah perdarahan yang keluar).

g) Dekontaminasi Pasca Tindakan


h) Cuci Tangan Pasca Tindakan
i) Perawatan Pasca Tindakan
1)

Periksa kembali tanda vital pasien, segera lakukan tindakan dan


instruksi apabila masih diperlukan.

2)

Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolom


yang tersedia.

3)

Buat instruksi pengobatan lanjutan dan hal-hal penting untuk


dipantau.

4)

Beritahukan pada pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah


selesai tetapi pasien masih memerlukan perawatan.

5)

Jelasakn pada petugas tentang perawatan apa yang masih


diperlukan, lama perawatan dan apa yang perlu dilaporkan.
(Prawirohardjo, 2002).

C. Plasenta

10

Plasentasi merupakan proses pembentukan struktur dan jenis plasenta.


Setelah nidasi embrio ke dalam endometrium, plsentasi dimulai. Pada manusia,
plasentasi berlangsung sampai 12-18 minggu setelah fertilisasi. Setelah nidasi,
trofoblas terdiri atas 2 lapis, yaitu bagian dalam disebut sitotrofoblas dan bagian
luar disebut sinsisiotrofoblas. Endometrium atau sel desidua dimana terjadi
nidasi menjadi pucat dan besar disebut sebagai reaksi desidua. Sebagian lapisan
desidua mengalami fagositosis oleh sel trofoblas. Reaksi desidua merupakan
proses untuk menghambat invasi, tetapi berfungsi sebagai sumbe pasokan
makanan. Sebagai sel trofoblas terus menembus bagian dalam lapisan
endometrium mendekati lapisan basal endometrium dimana terdapat pembuluh
spiralis, kemudian terbentuk lakuna yang berisi plasma ibu. Proses pelebaran
darah arteri spiralis sangat penting sebagai bentuk fisiologik yaitu model
mangkuk.
Hal ini dimungkinkan karena penipisan lapisan endotel arteri akibat invasi
trofoblas yang menumpuk lapisan fibrin. Proses invasi trofoblas tahap kedua
mencapai bagian miometrium arteri spiralis terjadi pada kehamilan 14-15
minggu dan saat ini perkembangan plasenta telah lengkap. Apabila model
mangkuk tersebut kurang sempurna, akan timbul kekurangan pasokan darah ibu
yang berakibat iskemia plasenta dan terjadi preeklampsia. Lakuna yang
kemudian terbentuk akan menjadi ruang intervili. Sel trofoblas awal kehamilan
disebut sebagai vili primer, kemudian akan berkembang menjadi sekunder dan
tersier pada trimester akhir.
Bagian dasar sel trofoblas akan menebal yang disebut korion frondosum
dan berkembang menjadi plasenta. Sementara itu, bagian luar yang menghadap
ke kavum uteri disebut korion leave yang diliputi oleh desidua kapsularis.
Desidua yang menjadi tempat implantasi plasenta disebut desidua basalis.
(Prawirohardjo,2010)
Bentuk dan Ukuran Plasenta
Plasenta berbentuk bundar/oval, Plasenta yang sudah dewasa berbentuk
seperti piringan darat. ukurannya diameter 15-20 cm, tebal 2-3 cm, berat 500600 gram . Letak uri dalam rahim umumnya pada korpus uteri bagian

11

depan/belakang atau kearah fundus uteri. Ukuran dan berat plasenta disesuaikan
dengan ukuran janin. Plasenta biasanya berada pada bagian atas rahim , tapi bila
terdapat dibagaian bawah,maka disebut plasenta previa (Sastrawinata,1983).
D. Masa Nifas
1. Definisi
Masa nifas adalah waktu yang dimulai setelah lahirnya plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil
selama 6 minggu atau 42 hari (Rukiyah dkk, 2011).
Masa nifas (puerperium) berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang
artinya bayi dan parous yang artinya melahirkan atau masa sesudah
melahirkan. Masa nifas adalah masa setelah persalinan dan kelahiran bayi,
plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu
(Saleha, 2009).

2. Perubahan pada masa nifas


a. Perubahan Psikologi
Ibu nifas akan mengalami perubahan perilaku dan merasa
kesulitan dalam peran baru nya sebagai orang tua khususnya menjadi
ibu., sehingga masa ini merupakan masa rentan dan terbuka untuk
mendapatkan bimbingan dan pembelajaran. Reva Rubin membagi
periode ini menjadi 3 bagian, antara lain:
1) Periode Taking In
a) Periode ini terjadi 1-2 hari setelah melahirkan. Ibu baru pada
umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada
kekhawatiran akan tubuhnya.
b) Ia mungkin akan mengulang-ulang menceritakan pengalaman
waktu melahirkan.
c) Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi
gangguan kesehatan akibat kurang istirahat.

12

d) Peningkatan

nutrisi

dibuutuhkan

untuk

mempercepat

pemulihan dan penyembuhan luka, serta persiapan proses


laktasi aktif.
2) Periode Taking Hold
a) Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.
b) Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua
yang sukses dan meningkatkan tanggung jawab terhadap bayi.
c) Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, buang
air besar (BAB), buang air kecil (BAK), serta kekuatan dan
ketahanan tubuhnya.
d) Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan
bayi, misalnya menggendong, memandikan, memasang popok,
dan sebagainya.
e) Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak
mahir dalam melakukan hal-hal tersebut.
3) Periode Letting Go
a) Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah.
Periode ini pun sangat berpengaruh terhadap waktu dan
perhatian yang diberikan oleh keluarga.
b) Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia
harus beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat
tergantung padanya. Hal ini menyebabkan berkurangnya hak
ibu, kebebasan, dan hubungan sosial.
c) Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini.
b.

Perubahan Fisiologi
Periode pascapartum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum
hamil. Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan fisiologis
terutama pada alat-alat genitalia eksterna maupun interna, dan akan

13

berangsur-angsur pulih kembali sepeerti keadaan sebelum hamil (Sari


& Rimandini 2014).
1) Perubahan Sistem Reproduksi
a) Uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil
setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai
segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot
polos uterus.
b) Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan.
Delapan belas jam pasca partum, serviks memendek dan
kosistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk
semula.
c) Vagina dan Perinium
Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam
penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina
yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap
ke ukuran sebelum hamil, 6-8 minggi setelah bayi lahir.
2) Perubahan Sistem Pencernaan
a) Nafsu makan
b) Motilitas
c) Pengosongan Usus
3) Perubahan Sistem Perkemihan
Hal pertama biasanya ibu mengalami kesulitan buang air kecil,
selain khawatir nyeri jahitan juga karena penyempitan saluran
kencing akibat penekanan kepala bayi saat proses melahirkan.
Diuresis dapat terjadi setelah 2-3 hari post partum. Diuresis
terjadi karena saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini
akan kembali normal setelah 4 minggu postpartum.
4) Perubahan Sistem Musculoskeletal
Adaptasi sistem musculoskeletal pada masa nifas, meliputi:
a) Dinding perut dan peritoneum
b) Kulit abdomen
c) Striae
d) Perubahan ligament

14

e) Simfisis pubis
5) Perubahan Sistem Endokrin
Setelah melahirkan, sistem endokrin kembali kepada kondisi
sebelum hamil. Hormon kehamilan mulai menurun segera setelah
plasenta keluar. Turunnya progesteron dan estrogen menyebabkan
peningkatan prolaktin dan menstimulasi air susu.
6) Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Setelah melahirkan, volume darah ibu relative akan bertambah,
keadaan ini akan menimbulkan beban pada jantung sehingga
terjadi dekompensasi jantung pada penderita vitium cordial.
Untuk keadaan ni dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi
dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume darah
kembali seperti sediakala. Umumnya hal ini dapat terjadi pada
hari ke-3 sampai ke-5 postpatum.
7) Perubahan Sistem Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen
dan plasma serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada
hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan
sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan
viskositas meningkatkan faktor pembekuan darah Leukositosis
yang meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai
15.000 selama persalinan akan tetapi tinggi dalam beberapa
jumlah sel darah putih pertama dari masa postpartum. Jumlah sel
darah putih tersebut masih dapat naik lagi sampai 25.000-30000
tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami
persalinan lama. Jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit
akan sangat bervariasi pada awal-awal postpartum sebagai akibat
dari volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah
yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipenngaruhi oleh
status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari
pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2 persen atau lebih
tinggi daripada saat memasuki persalinan awal, maka pasien

15

dianggap telah kehilangan darah yang cukup banyak. Titik dua


persen kurang lebih sama dengan kehilangan darah 500 ml darah.
Kira-kira selama kelahiran dan masa post partum terjadi
kehilangan darah sekitar 250-500 ml. Pada minggu pertama post
partum berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar
500 ml. Penurunan volume dan peningkatan sel darah merah pada
kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan
hemaglobin pada hari ke 3-7 postpartum dan akan kembali normal
dalam 4-5 minggu postpartum.
8) Perubahan Tanda-tanda Vital
9) Perubahan Sistem Integumen
Setelah persalinaan, hormonal berkurang dan hiperpigmentasi pun
menghilang. Penurunan pigmentasi ini juga disebabkan karena
hormon MSH (Sari & Rimandini 2014)

Anda mungkin juga menyukai