Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Salah satu indikator kemajuan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi. Indikator
ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu Negara untuk memperbesar outputnya dalam
laju yang lebih cepat daripada tingkat pertumbuhan penduduknya. Hal ini sejalan dengan
pendapat Simon Kuznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi suatu negara sebagai
kemampuan negara itu untuk menyediakan barang-barang ekonomi yang terus meningkat
bagi penduduknya, pertumbuhan kemampuan ini berdasarkan pada kemajuan teknologi dan
kelembagaan serta penyesuaian ideologi yang dibutuhkannya. Dalam analisanya yang
mendalam, Kuznet berpendapat bahwa salah satu faktor yang sangat penting untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi yaitu perdagangan (ekspor).
Secara teoritis Pertumbuhan ekonomi adalah tingkat kenaikan PDB atau PNB riil pada
suatu tahun tertentu apabila dibandingkan dengan tahun berikutnya. Pertumbuhan ekonomi
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tanah dan kekayaan alam lainnya, jumlah dan
mutu dari penduduk dan tenaga kerja, barang-barang modal dan tingkat teknologi, sistem dan
sikap masyarakat.

Saat ini

banyak ekonom tertarik kembali melakukan studi tentang

pertumbuhan ekonomi. Dalam studi-studi tersebut mengemukakan pentingnya peningkatan


ekspor, investasi dan tenaga kerja untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
Secara teoritis, meningkatnya pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan penyerapan
tenaga kerja dengan asumsi terjadi peningkatan investasi. Ekspor dan investasi memegang
peran penting dalam perekonomian suatu Negara. Ekspor akan menghasilkan devisa yang
akan digunakan untuk membiaya impor bahan baku dan barang modal yang diperlukan dalam
proses produksi yang akan membentuk nilai tambah. Beberapa ahli menyatakan bahwa
ekspor dan investasi merupakan engine of growth. Oleh karena itu, tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan pada umumnya didukung oleh peningkatan
ekspor dan investasi.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam. Negara pertambangan
dengan produksi timah terbesar ke dua di dunia, tembaga terbesar ke empat, nikel terbesar ke
lima, emas terbesar ke tujuh dan produksi batu bara terbesar ke delapan di dunia, Indonesia
merupakan salah satu negara penting dalam bidang pertambangan. Banyaknya hasil tambang
di Indonesia telah memunculkan perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang
1

pertambangan dan menjadi industri yang menunjang perekonomian di Indonesia, selain


industri-industri lainnya. Sektor pertambangan sekarang ini tetap menjadi salah satu sektor
utama yang menggerakan roda perekonomian Indonesia.Ini terlihat dari kontribusi
penerimaan negara yang setiap tahunnya meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS, 2012), sektor Pertambangan dan Penggalian tumbuh 1,4 persen selama pada tahun
2011 dan juga terjadi peningkatan Peranan Sektor Pertambangan dan Penggalian terhadap
PBD (Produk Domestik Bruto) yaitu naik dari 11,1 persen menjadi 11,9.
1.2.

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah :

1. Apakah data pada model yang digunakan lolos uji asumsi klasik atau tidak?
2. Bagaimana pengaruh PMDN terhadap PDB sektor pertambangan?
3. Bagaimana pengaruh ekspor sektor pertambangan terhadap PDB sektor pertambangan?
4. Bagaimana pengaruh Tenaga kerja terhadap PDB sektor pertambangan?
1.3.

Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui data pada model yang digunakan lolos uji asumsi klasik atau tidak.
2. Untuk mengetahui pengaruh PMDN terhadap PDB sektor pertambangan.
3.

Untuk mengetahui pengaruh ekspor sektor pertambangan terhadap PDB sektor

pertambangan.
4. Untuk mengetahui pengaruh Tenaga kerja terhadap PDB sektor pertambangan?
1.4.

Manfaat Penelitian
Memberikan kontribusi dan aplikasi ilmu pengetahuan kepada masyarakat pada

umumnya dan kepada mahasiswa Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Brawijaya terkait seberapa besar pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri, ekspor
pertambangan, dan tenaga kerja terhadap PDB sektor Pertambangan pada tahun 2004-2013.

BAB II
LANDASAN TEORI
2

2.1.

Produk Domestik Bruto (PDB)


Produk Domestik Bruto adalah nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang

diproduksi di dalam wilayah tersebut dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). PDB
nominal merujuk kepada jumlah nilai uang yang dihabiskan untuk PDB, PDB asli merujuk
kepada suatu langkah untuk mengoreksi angka tersebut dengan melibatkan efek dari inflasi
agar dapat memperkirakan jumlah barang dan jasa yang sebenarnya menjadi basis
perhitungan PDB.
Produk Domestik Bruto adalah suatu alat ukur pertumbuhan ekonomi bagi suatu
Daerah tingkat I ataupun tingkat II. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan perubahan tingkat
kegiatan ekonomi yang terjadi dari tahun ke tahun. Untuk memgetahui tingkat pertumbuhan
ekonomi dapat dinilai dari nilai pendapatan nasionalnya.
Produk Domestik Bruto adalah besarnya nilai produksi barang dan jasa yang
dihasilkan oleh seluruh penduduk yang ada di wilayah tersebut, baik kegiatan produksi oleh
warga negara sendiri atau dari warga negara Asing. (Algifri 1998 : 14 )
Untuk menggambarkan perubahan-perubahan ekonomi maka diperlukan penyajian
angka PDB yang dapat menggambarkan kejadian-kejadian tersebut. Penyajian angka PDB
sendiri, biasanya dibedakan menjadi dua yaitu PDB atas dasar harga berlaku dan PDB atas
dasar harga konstan. PDB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah dari barang
dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga yang berlaku pada tahun berjalan setiap
tahun, sedangkan PDB atas harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung dengan memakai harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar
(baseyear).
PDB atas dasar harga berlaku dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur
ekonomi suatu daerah, sedangkan PDB atas dasar harga konstan dapat digunakan untuk
mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
Untuk menghitung angka PDB ada tiga pendekatan yang dapat
digunakan, yaitu:
a. Pendekatan Produksi
PDB adalah jumlah nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi
di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Unit-unit produksi
tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan menjadi 9 sektor atau lapangan usaha, yaitu:
1) Pertanian, Perternakan, Perkebunan, Kehutanan dan Perikanan
2) Pertambangan dan Penggalian
3) Industri Pengolahan
4) Listrik, Gas dan Air
5) Bangunan/Konstruksi
6) Perdagangan, Hotel, dan Restoran.
7) Angkutan dan Komunikasi
8) Keuangan, Sewa Bangunan, dan Jasa
9) Jasa-jasa.
3

b. Pendekatan Pendapatan
PDB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut dalam
proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun.
Komponen balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah,
bunga modal dan keuntungan. Semua komponen tersebut dijumlahkan sebelum dipotong
pajak penghasilan dan pajak tak langsung lainnya. Dalam pengertian PDB, kecuali faktor
pendapatan, termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tidak langsung neto.
c. Pendekatan Pengeluaran
PDB adalah penjumlahan semua komponen permintaan akhir, yaitu:
1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung;
2) Pengeluaran Konsumsi pemerintah;
3) Pembentukan modal tetap domestik bruto;
4) Perubahan stok; dan
5) Ekspor neto yang dihitung dari ekspor dikurangi impor.
Dari ketiga pendekatan penghitungan tersebut, secara konsep seyogyanya jumlah
pengeluaran tadi harus sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus
sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksinya.

2.2.

Investasi
Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran-

pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan - peralatan produksi dengan
tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian
yang akan digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa di masa depan. Investasi
seringkali mengarah pada perubahan dalam keseseluruhan permintaan dan mempengaruhi
siklus bisnis, selain itu investasi mengarah kepada akumulasi modal yang bisa meningkatkan
output potensial negara dan mengembangkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang
(Samuelson, 2003: 137).
Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal
atau perusahaan untuk membeli barang-barang produksi, untuk menambah kemampuan
memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian yang berasal dari investasi
dalam negeri maupun inestasi asing. Penigkatan investasi akan mendorong peningkatan
volume produksi yang selanjutnya akan meningkatkan kesempatan kerja yang produktif
sehingga

akan

meningkatkan

pendapatan

perkapita

sekaligus

bisa

meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.
Investasi pada hakekatnya merupakan awal kegiatan pembangunan ekonomi.
Investasi dapat dilakukan oleh swasta, pemerintah atau kerjasama antara pemerintah dan
4

swasta. Investasi merupakan suatu cara yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan untuk jangka panjang dapat menaikan standar
hidup masyarkatnya (Mankiw, 2003: 62).
Investasi merupakan komponen utama dalam menggerakan roda perekonomian suatu
negara. Secara teori peningkatan investasi akan mendorong volume perdagangan dan volume
produksi yang selanjutnya akan memperluas kesempatan kerja yang produktif dan berarti
akan meningkatkan pendapatan perkapita sekaligus bisa meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Penggairahan

iklim

nvestasi

di

Indonesia

dijamin

keberadaannya

sejak

dikeluarkannya Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA)
dan Undang-Undang No.6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Kedua undang-undang ini kemudian dilengkapi dan disempurnakan, dimana UU No. 1 Tahun
1967 tentang PMA disempurnakan dengan UU No. 11 Tahun 1970 dan UU No. 6 Tahun 1968
tentang PMDN disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 1970.
2.3.

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)


Dalam Undang-Undang no 6 tahun 1968 dan Undang-Undang nomor 12 tahun 1970

tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), disebutkan terlebih dulu definisi modal
dalam negeri pada pasal 1, yaitu sebagai berikut :
a. Undang-undang ini dengan modal dalam negeri adalah : bagian dari kekayaan
masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki Negara
maupun swasta asing yang berdomosili di Indonesia yang disisihkan atau disediakan guna
menjalankan suatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan
pasal 2 UU No. 12 tahun 1970 tentang penanaman modal asing.
b. Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut dalam ayat 1 pasal ini dapat
terdiri atas perorangan dan/ atau badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang
berlaku di Indonesia. Kemudian dalam Pasal 2 disebutkan bahwa, Yang dimaksud dalam
Undang-Undang ini dengan "Penanaman Modal Dalam Negeri" ialah penggunaan
daripada kekayaan seperti tersebut dalam pasal 1, baik secara langsung atau tidak langsung
untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan ketentuanketentuan Undang-Undang
ini.
2.4.

Perdagangan Internasional

Setiap negara di dunia mempunyai banyak keterbatasan. Baik itu keterbatasan sumber
daya alam, sumber daya manusia, maupun teknologi. Tidak semua kebutuhan masyarakat
dapat dipenuhi oleh sumber daya yang tersedia di negara tersebut. Sehingga, setiap negara di
dunia perlu melakukan interaksi dengan negara lainnya dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat di dalam negara tersebut, salah satunya melalui perdagangan
internasional.
Menurut Damanhuri (2010), perdagangan luar negeri memiliki peranan yang sangat
penting bagi pertumbuhan dan pembangunan di suatu negara. Model pertumbuhan ekonomi
yang dikembangkan oleh Keynes, perdagangan internasional merupakan salah satu
determinan bagi pendapatan suatu negara. Secara sederhana, pemikiran Keynes tersebut dapat
dijelaskan dalam persamaan di bawah ini:
Y = C + I + G + N + X .................................................................... (2.9)
Dalam persamaan tersebut, Y adalah pendapatan sebuah negara, C merupakan pengeluaran
yang dikeluarkan oleh rumah tangga, I adalah simbol untuk investasi atau pengeluaran modal
yang dilakukan oleh sektor produsen, G adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh
pemerintah, X merupakan ekspor yang dilakukan oleh negara, sementara M adalah simbol
untuk impor yang dilakukan oleh sebuah negara. Dalam persamaan tersebut, perdagangan
internasional disimbolkan dengan (X-M).
2.5. Dampak Perdagangan Internasional terhadap Perekonomian
Perdagangan internasional sering pula dikatakan sebagai mesin pertumbuhan
(engine of growth). Menurut Salvatore (1997), sekalipun perdagangan internasional tidak bisa
menjadi mesin pertumbuhan yang efektif bagi negara-negara berkembang, namun bukan
berarti perdagangan internasional tidak ada kegunaannya. Para ekonom seperti Haberler
mengatakan keuntungan-keuntungan yang bisa diperoleh dari perdagangan internasional,
diantaranya:
a. Perdagangan dapat meningkatkan pendayagunaan sumber-sumber daya domestik di suatu
negara berkembang.
b. Perdagangan internasional dapat menciptakan pembagian kerja dan skala ekonomi
(economies of scale) yang lebih tinggi, melalui peningkatan ukuran pasar.
c. Perdagangan internasional juga berfungsi sebagai wahana transmisi gagasan-gagasan baru,
teknologi yang lebih baik, serta kecakapan manajerial, dan bidang-bidang keahlian lainnya
yang diperlukan bagi kegiatan bisnis.

d. Perdagangan antar negara juga merangsang dan memudahkan mengalirnya arus modal
internasional dari negara maju ke negara berkembang.
e. Impor produk-produk baru dapat merangsang permintaan domestik serta dapat
memberikan inspirasi dan membuka lahan bisnis baru yang menguntungkan bagi para
produsen setempat.
f. Perdagangan internasional merupakan instrumen yang efektif untuk mencegah monopoli
karena perdagangan pada dasarnya dapat merangsang peningkatan efisiensi setiap produsen
domestik agar mampu menghadapi persaingan dari negara lain.
Menurut Oktaviani et al (2010), kegiatan perdagangan internasional tidak hanya
memberikan dampak positif, namun juga dapat menimbulkan dampak negatif, yaitu:
a. Terpengaruhnya perekonomian nasional oleh situasi dan kondisi pasar dunia. Apabila kita
tidak merespon situasi pasar dunia, maka kita akan ditinggalkan oleh negara-negara lain.
b. Berpengaruh pada perubahan terhadap kebijakan pembangunan nasional yang telah
ditetapkan apabila pengaruh global tersebut berdampak buruk terhadap kehidupan
masyarakat.
c. Menciptakan ketergantungan produk terhadap suatu negara.
d. Eksploitasi terhadap sumber daya karena untuk memenuhi permintaan pasar dunia.
e. Terbentuknya proteksi non-tarif yang dapat menghambat produk ekspor.
2.6. Tenaga Kerja
Menurut Todaro (2000) pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja
secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan
ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah tingkat produksi,
sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran pasar domestiknya lebih
besar. Meski demikian hal tersebut masih dipertanyakan apakah benar laju pertumbuhan
penduduk yang cepat benar-benar akan memberikan dampak positif atau negatif kepada
pembangunan ekonominya.
Dalam model sederhana tentang pertumbuhan ekonomi, pada umumnya pengertian
tenaga kerja diartikan sebagai angkatan kerja yang bersifat homogen. Menurut Lewis,
angkatan kerja yang homogen dan tidak terampil dianggap bisa bergerak dan beralih dari
sektor tradisional ke sektor modern secara lancar dan dalam jumlah terbatas. Dalam keadaan
demikian panawaran tenaga kerja mengandung elastisitas yang tinggi. Meningkatnnya
permintaan atas tenaga kerja (dari sektor tradisional) bersumber pada ekspansi kegiatan

sektor modern. Dengan demikian salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ekonomi
adalah tenaga kerja.
Setiap kegiatan produksi yang akan dilaksanakan pasti akan memerlukan tenaga kerja.
Tenaga kerja bukan saja berati buruh yang terdapat dalam perekonomian. Arti tenaga kerja
meliputi juga keahlian dan keterampilan yang mereka miliki. Dari segi keahlian dan
pendidikannya tenaga kerja dibedakan kepada tiga golongan:
1. Tenaga kerja kasar, yaitu tenaga kerja yang tidak berpendidikan atau berpendidikan rendah
dan tidak mempunyai keahlian dalam suatu bidang pekerjaan;
2. Tenaga kerja terampil, yaitu tenaga kerja yang mempunyai keahlian dari pendidikan atau
pengalaman kerja;
3. Tenaga kerja terdidik, yaitu tenaga kerja yang mempunyai pendidikan yang tinggi dan ahli
dalam bidang-bidang tertentu.
Menurut Payaman J. Simanjuntak (1995:75) faktor produksi tenaga kerja merupakan
faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi, bukan hanya
dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi kualitas dan macam tenaga kerja. Spesialisasi dan
pembagian kerja menimbulkan peningkatan produktivitas. Keduanya membawa kearah
ekonomi produksi skala besar yang selanjutnya membantu perkembangan industri,
pembagian kerja menghasilkan pembagian kemampuan produksi para pekerja, setiap pekerja
menjadi lebih efisien daripada sebelumnya. Akhirnya produksi meningkatkan berbagai hal,
jika produksi naik, pada akhirnya laju pertumbuhan ekonomi juga akan naik.
Menurut BPS penduduk berumur 10 tahun ke atas terbagi sebagai Angkatan Kerja dan
bukan angkatan kerja. Angkatan kerja dikatakan bekerja bila mereka melakukan pekerjaan
dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan
lamanya bekerja paling sedikit 1 (satu) jam secara kontinu selama seminggu yang lalu.
Sedangkan penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan disebut
menganggur (Budi Santosa, 2001).
Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan gambaran kondisi dari lapangan kerja
yang tersedia. Semakin bertambah besar lapangan kerja yang tersedia maka akan
menyebabkan semakin meningkatkan total produksi di suatu daerah.
2.7.

Hubungan Antara Tenaga Kerja dengan Pertumbuhan Ekonomi


Menurut Todaro (2003), pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja

(yang terjadi setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu
faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar
8

berarti akan menambah jumlah tenaga kerja produktif, sedangkan pertumbuhan penduduk
yang lebih besar berarti meningkatkan ukuran pasar domestiknya. Meskipun demikian, hal
tersebut masih dipertanyakan, apakah benar laju pertumbuhan penduduk yang cepat benarbenar akan memberikan dampak positif atau negatif terhadap pertumbuhan ekonominya.
Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh positif atau negatif dari pertumbuhan
penduduk tergantung kemampuan sistem perekonomian daerah tersebut dalam menyerap dan
secara produktif memanfaatkan pertambahan tenaga kerja tersebut. Kemampuan tersebut
dipengaruhi oleh tenaga kerja dan akumulasi modal, dan tersedianya input dan faktor
produksi penunjang, seperti kecakapan manajerial dan administrasi.
Pertambahan penduduk dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan
kerja (labor force) juga dianggap sebagai faktor yang positif dalam menentukan pertumbuhan
ekonomi. Artinya, semakin banyak angkatan kerja, berarti semakin produktif tenaga kerja.
Karena dengan semakin besar angkatan kerja, akan meningkatkan tingkat partisipasi tenaga
kerja (TPAK).
2.8.

Hubungan Antara Ekspor dengan Pertumbuhan Ekonomi


Ekspor maupun impor merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan

ekonomi suatu negara. Ekspor impor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara
meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber daya yang langka dan
pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai produk ekspor yang mana tanpa
produk-produk tersebut maka negara-negara miskin tidak akan mampu mengembangkan
kegiatan dan kehidupan perekonomian nasionalnya. Ekspor juga dapat membantu semua
negara dalam menjalankan usaha-usaha pembangunan mereka melalui promosi serta
penguatan sektor-sektor ekonomi yang mengandung keuntungan komparatif, baik itu berupa
ketersediaan faktor-faktor produksi tertentu dalam jumlah yang melimpah atau keunggulan
efisiensi alias produktivitas tenaga kerja. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam
mengambil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki (Todaro, 2004: 28).
Ekspor mempunyai hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi, artinya ketika
ekspor mengalami kenaikan maka pertumbuhan ekonomi juga mengalami kenaikan dan
sebaliknya apabila ekspor mengalami penurunan maka pertumbuhan ekonomi mengalami
penurunan.
2.9.

Data yang digunakan

Berdasarkan data-data yang diperoleh, maka penulis menggabungkan data-data tersebut agar
mudah dibaca oleh aplikasi Eviews 7. Adapun hasil penggabungan datanya sebagai berikut:
Tabel 4.1
PDB Sektor Pertambangan, Ekspor Sektor Petambangan, Penanaman Modal
Dalam Negeri, Tenaga kerja Pengolahan tahun 2004-2013
Tahun

2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013

PDB Sektor

Ekspor Sektor

Penanaman Modal

Tenaga Kerja

Pertambangan

Pertambangan

Dalam Negeri

(Ribu Jiwa)

(Miliar Rp)
205.252
309.014
366.520
440.609
541.334
592.060
719.710
876.983
970.283
1.020.773

(Miliar Rp)
71.584
85.660
100.798
114.100
137.020
145.673
153.656
178.923
184.567
187.932

(Miliar Rp)
37140
30665
207884
34878
20363
37799
60626
76000
92182
95667

798
808
947
1020
1062
1139
1188
1352
1620
1555

Sumber : Badan Pusat Statistik


*) data sebenarnya menggunakan satuan juta USD (asumsi 1USD=Rp. 10.000)

2.10.

Penelitian Terdahulu
Risdauli Sinaga dan Eny Rochaida dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh

Investasi PMDN Dan Investasi PMA Serta Tenaga Kerja Terhadap Ekspor Sektor
Pertambangan Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Kalimantan Timur. Penelitian ini memberikan
kesimpulan bahwa faktor PMDN, PMA, dan Tenaga Kerja menunjukkan pengaruh positif dan
signifikan untuk faktor yang mempengaruhi Ekspor Sektor Pertambangan dan Pertumbuhan
ekonomi di Kalimantan Timur.
2.11.

Hipotesis
Berdasarkan landasan teori, penelitian terdahulu, dan data empirik mengenai variabel-

variabel terkait, hipotesis yang dapat disusun adalah:


10

1. Diduga terdapat hubungan positif dan signifikan antara Penanaman Modal Dalam Negeri,
Ekspor Sektor Pertambangan, dan Tenaga Kerja Sektor Pertambangan terhadap PDB
Sektor Pertambangan.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1.

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel.


Dalam penelitian ini digunakan dua jenis variabel penelitian, yaitu variabel terikat
(dependent) dan variabel bebas (independent).
1 Variabel Terikat (Dependent Variabel)
Variabel dependent merupakan variable yang nilainya terikat atau dipengaruhi
oleh variabel independent (bebas). Dalam penelitian ini variabel dependent yang
digunakan adalah Produk Domestik Bruto Sektor Pertambangan.
2

Variabel Independen (independent Variabel)


Variabel independent merupakan variabel yang bebas atau tidak terikat pada
variable lain. Variabe independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Penanaman Modal Dalam Negeri (X1) Ekspor sektor pertambangan (X2) ; dan
Tenaga kerja (X3)

3.2.

Jenis dan Sumber Data


11

Jenis data penelitian yang digunakan adalah data sekunder (time series) selama 10
tahun yaitu dari tahun 2004 sampai tahun 2013, yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
Indonesia. Secara rinci data yang dipergunakan :
1. PDB Sektor Pertambangan : menggunakan data tentang PDB Atas Dasar Harga Berlaku
Menurut Lapangan Usaha (Miliar Rupiah), 2004 2013.
2. Penanaman Modal Dalam Negeri : menggunakan data tentang Realisasi Investasi
Penanaman Modal Dalam Negeri (miliar Rupiah), 2004-2013
3. Ekspor Sektor Pertambangan : menggunakan data tentang Perkembangan nilai ekspor
migas, non migas dan total ekspor Indonesia tahun 2004 2013
4. Tenaga Kerja: menggunakan data tentang Jumlah Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang
Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama di sektor pertambangan, 2004-2013
Metode pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah data yang bersifat
dokumenter, yaitu proses pengumpulan data dari data atau dokumen yang ada di lembagalembaga pemerintahan seperti BPS dan sumber-sumber lain seperti media cetak, jurnal
ekonomi, dan media internet.
3.3.

Metode analisis
Penelitian ini menggunakan analisis persamaan regresi dengan menggunakan metode
regresi kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan
software Eviews 7, sehingga menggunakan formula sebagai berikut:
Estimation Equation:
=========================
Y = C(1) + C(2)*X1 + C(3)*X2 + C(4)*X3
Atau dapat di formulasikan secara sederhana:
Y = 0 + 1 X1 + 2 X2 + 3 X3 t
Keterangan :
0 = intercept
1 = koefisien X1
2 = koefisien X2
2 = koefisien X3
Y = Produk Domestik Bruto Sektor Pertambangan
X1 = Penanaman Modal Dalam Negeri
X2 = Ekspor Sektor Pertambangan
X3 = Tenaga Kerja
t = error terms

12

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Data


Pada bab ini akan membahas hasil pengujian model atau persamaan struktural
berdasarkan analisa secara statistik yang dilakukan dengan beberapa uji statistik untuk
mengetahui signifikansi variabel-variabel persamaan, meliputi uji F-statistik, uji t-statistik, uji
asumsi klasik dan penaksiran koefisien determinasi, sedangkan analisa secara ekonomi akan
dilakukan dengan melihat konsistensi masing-masing variabel terikat (independent variables)
terhadap variabel bebas (dependent

variable), juga akan dijelaskan mengenai arti dari

parameter-parameter yang diperoleh dari hasil regresi yang meliputi kesesuaian arah
parameter yang diteliti dengan hipotesis-hipotesis yang telah ditetapkan berdasarkan teoriteori ekonomi, termasuk arti dari nilai koefisien itu sendiri dan juga melihat berapa besar
pengaruh perubahan variabel-variabel bebas terhadap variabel tidak bebasnya.
Analisis data yang dilakukan yaitu analisis regresi berganda dengan menggunakan
bantuan program Eviews 7. Untuk mendapat estimasi yang terbaik, terlebih dahulu data
sekunder tersebut harus dilakukan pengujian asumsi klasik, yaitu: uji normalitas, uji
multikolineritas, uji heterokedastisitas, uji autokorelasi, dan uji linieritas.
4.2.

Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya masalah

multikolinieritas, heteroskedastisitas, autokorelasi, lineritas serta apakah data dalam


13

penelitian ini sudah berdistribusi secara normal atau belum, karena apabila terjadi
penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut maka uji t dan uji F yang dilakukan
sebelumnya tidak valid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.

4.2.1. Uji Normalitas


Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, variabel
dependen, variabel independen, atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk melihat
kenormalan data pada data ini digunakan pengujian menggunakan eviws sebagaimana pada
Gambar 4.1 di bawah ini :
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas
4

Series: Residuals
Sample 2004 2013
Observations 10

Mean
Median
Maximum
Minimum
Std. Dev.
Skewness
Kurtosis

-6.26e-11
-5626.546
47779.70
-45577.36
32280.90
0.173794
1.626314

Jarque-Bera
Probability

0.836596
0.658166

0
-50000

-25000

25000

50000

Dasar pengambilan keputusan dalam mendeteksi normalitas yaitu dengan


membandingkan nilai Jarque-Bera dengan nilai 2 tabel dan keputusanya yaitu apabila nilai
Jarque-Berra > nilai X2 tabel (dengan = 5 % ) atau probabilitasnya < 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa data yang digunakan tidak berdistribusi normal dan sebaliknya, jika nilai
Jarque-Berra < nilai X2 tabel atau probabilitasnya > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data
yang digunakan berdistribusi normal.
Hipotesis yang diajukan adalah:

14

H0 : Data berdistribusi normal


Ha : Data tidak berdistribusi normal
Berdasarkan gambar 4.1 dapat diketahui bahwa nilai Jarque-Berra sebesar 0,836596
sedangkan nilai X2 tabel dengan df = 2 dan = 0.05 adalah sebesar 5,991 , jadi nilai JarqueBerra kurang dari nilai X2 tabel (0,836596 < 5,991 ) dan nilai probabilitasnya yaitu 0,658166
> 0,05, maka dapat disimpulkan H0 diterima bahwa data yang digunakan sudah berdistribusi
normal.

4.2.2.

Uji Multikolineritas
Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana satu atau lebih variabel independent

terdapat korelasi atau hubungan yang kuat dengan variabel independent lainnya atau dengan
kata lain satu atau lebih variabel independent merupakan satu fungsi linear dari variabel
independent lainnya. Salah satu cara untuk menganalisis ada atau tidaknya pengaruh
multikolinearitas dalam penelitian ini dengan melihat nilai Correlation Matrix menggunakan
program Eviews 7. Suatu data dapat dikatakan terbebas dari gejala multikolinearitas jika nilai
correlation antar variabel independen lebih kecil sama dengan dari 0,7 (correlation 0,7)
Dari data yang diolah dengan menggunakan program Eviews 7, didapatkan hasil uji
Multikolinearitas seperti yang terlihat pada Tabel 4.1 dibawah ini
Tabel 4.2
Uji Multikolinearitas (Correlation Matrix)

PMDN
EKSPOR
TK

PMDN

EKSPOR

TK

1.000000
0.103293
0.196470

0.103293
1.000000
0.958235

0.196470
0.958235
1.000000

Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa terdapat masalah multikoleniaritas antara


variabel ekspor dan tenaga kerja dengan nilai korelasi 0.958235. Jadi dapat disimpulkan
bahwa ada masalah multikolinearitas antar variabel independen dalam model regresi ini.
Salah satu treatment untuk menghilangkan multikolinearitas adalah dengan menghilangkan

15

salah satu variabel bebas yang mempunyai kolinearitas tinggi yaitu Tenaga Kerja, yang
setelah itu diuji dengan menggunakan Uji Wald.
Intepretasi uji wald (Syofyan,2008):

Jika F-statistik signifikan (probabilita < 0,05) maka penghilangan variabel bebas
yang mengandung multikolinearitas akan merubah intepretasi dari persamaan
regresinya, sehingga penghilangan variabel tersebut tidak diperbolehkan.

Jika F-statistik tidak signifikan (probabilita > 0,05) maka penghilangan variabel yang
mengandung multikolinearitas tidak akan mengubah intepretasi hasil regresinya
sehingga penghilangan variabel tersebut diperbolehkan.
Tabel 4.3
Uji Wald
Wald Test:
Equation: Untitled
Test Statistic

Value

Df

Probability

t-statistic
F-statistic
Chi-square

2.496882
6.234421
6.234421

6
(1, 6)
1

0.0467
0.0467
0.0125

Normalized Restriction (= 0)

Value

Std. Err.

C(3)

428.8788

171.7657

Null Hypothesis: C(3)=0


Null Hypothesis Summary:

Restrictions are linear in coefficients.

Hasil pengujian wald test terlihat nilai F-statistik signifikan (0.0467) < 0,05 maka
menghilangkan variabel yang mengandung multikoleniaritas dalam penelitian ini Tenaga
Kerja tidak diperbolehkan karena akan merubah interpretasi dari persamaan regresinya.

4.2.3. Uji Heterokedastistas

16

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki varian


yang sama. Adanya heteroskedastisitas dalam model analisis mengakibatkan varian dan
koefisien-koefisien OLS tidak lagi minimum dan penaksir-penaksir OLS menjadi tidak
efisien meskipun penaksir OLS tetap tidak bias dan konsisten. Metode yang digunakan untuk
mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah pengujian White.
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan bantuan program komputer Eviews
7.1, dan diperoleh hasil regresi seperti pada tabel berikut ini:

Tabel 4.4
Hasil Uji White Test
Heteroskedasticity Test: White
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS

0.278423
1.222000
0.137764

Prob. F(3,6)
Prob. Chi-Square(3)
Prob. Chi-Square(3)

0.8393
0.7477
0.9869

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 05/18/14 Time: 16:55
Sample: 2004 2013
Included observations: 10
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
PMDN^2
EKSPOR^2
TK^2

1.07E+09
-0.019076
0.020180
-281.6000

6.95E+08
0.024068
0.094171
1508.133

1.540090
-0.792581
0.214291
-0.186721

0.1745
0.4582
0.8374
0.8580

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.122200
-0.316700
8.98E+08
4.84E+18
-217.7892
0.278423
0.839320

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat

9.38E+08
7.82E+08
44.35784
44.47887
44.22507
2.283726

Dari hasil estimasi didapat bahwa : Obs*R-squared = 1.222000 dengan p-value = 0,7477
Uji Hipotesis :

17

H0 : Tidak ada gejala heterokedastisitas


Ha : Ada gejala Heterokedastisitas

Untuk mendeteksi ada tidaknya heterokedastisitas atau tidak maka dengan


membandingkan nilai R-squared dan tabel X2:
a
b

Jika nilai R-squared > X2 tabel, maka tidak lolos uji heterokedastistas
Jika nilai R-squared < X2 tabel, maka lolos uji heterokedastisitas
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa dengan uji White diperoleh nilai obs* R-

square untuk hasil estimasi uji white no coss terms adalah sebesar 1.222000 dan nilai X2 tabel
dengan derajat kepercayaan 5% dan df sesuai banyak variabel bebas yaitu 3 adalah sebesar
7,815. Karena nilai R-squared (1.222000) < X2 tabel (7,815) maka dapat disimpulkan model
di atas lolos uji heterokedastisitas.
selain dengan Uji White juga dapat digunakan Uji Glejser dengan cara melakukan
regresi varian gangguan (residual) dengan variabel bebasnya sehingga didapat nilai P. Untuk
mengetahui adanya gejala gangguan atau tidak adalah apabila nilai P > 0,05 pada masingmasing variabel independen, berarti menunjukkan tidak terjadi gangguan dan begitu pula
sebaliknya.
Tabel 4.5
Hasil Glejser
Heteroskedasticity Test: Glejser
F-statistic
Obs*R-squared
Scaled explained SS

0.543677
2.137367
0.662958

Prob. F(3,6)
Prob. Chi-Square(3)
Prob. Chi-Square(3)

0.6701
0.5444
0.8819

Test Equation:
Dependent Variable: ARESID
Method: Least Squares
Date: 05/20/14 Time: 09:29
Sample: 2004 2013
Included observations: 10
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

C
PMDN
EKSPOR
TK

26436.80
-0.068895
0.300803
-30.43712

23491.60
0.097803
0.444852
66.01291

1.125373
-0.704425
0.676187
-0.461078

0.3034
0.5076
0.5241
0.6610

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.213737
-0.179395
15194.40
1.39E+09
-107.9221
0.543677
0.670105

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat

27598.43
13991.17
22.38442
22.50545
22.25164
2.281644

18

Berdasarkan Tabel 4.7 diketahui bahwa t statistik menunjukkan tidak adanya


pengaruh yang signifikan masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen
dimana variabel dependen yaitu ei atau error absolut, hal ini dapat dibuktikan dengan
diperolehnya nilai signifikansi untuk masing-masing variabel yang lebih besar dari 0,05 (P >
0,05) . Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa tidak ada gejala heteroskedastisitas.

4.2.4. Uji Autokorelasi.


Autokorelasi merupakan adanya korelasi antara anggota observasi satu dengan
observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi OLS, autokorelasi
merupakan korelasi antara satu residual dengan residual yang lain. Pengujian terhadap gejala
autokorelasi dapat dilakukan dengan nilai statistik Durbin-Watson. Dasar pengambilan
keputusan sebagai berikut :
Tabel 4.6
Kriteria Pengambilan Keputusan Uji Autokorelasi
Hipotesis Nol (H0)
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ada autokorelasi positif
Tidak ada autokorelasi negatif
Tidak ada auokorelasi negatif
Tidak ada autokorelasi poisitif
atau negatif

Keputusan
Tolak
No decision
Tolak
No decision

Jika
0 < d < d1
d1 d du
4 d1 < d < 4
4 du d 4 d1

Diterima

du < d < 4 - du

Berdasarkan hasil estimasi diperoleh hasil pengujian Durbin Watson sebagai berikut :
Tabel 4.7
Hasil Estimasi Model OLS
Dependent Variable: PDB
Method: Least Squares
Date: 05/19/14 Time: 20:57
Sample: 2004 2013
Included observations: 10
Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

19

PMDN
EKSPOR
TK
C

0.005896
3.905856
428.8788
-420056.2

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.987134
0.980701
39535.87
9.38E+09
-117.4849
153.4512
0.000005

0.254483
1.157507
171.7657
61125.19

0.023170
3.374368
2.496882
-6.872064

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat

0.9823
0.0150
0.0467
0.0005
604253.8
284595.3
24.29698
24.41801
24.16420
1.942473

Berdasarkan hasil estimasi model OLS diperoleh nilai dw sebesar 1.942473 dan pada
tabel dw dengan tingkat signifikansi sebesar 95 % (=5%) diperoleh nilai dl = 0,69715 dan
du = 1,64134
Gambar 4.2
Pengujian Durbin-Watson Metode OLS
Auto korelasi positif
No decision Tidak ada Autokorelasi

dl
0,69715

du
1,64134

Auto korelasi negatif


No decision

4 - du
2,35866

4 - dl

3,30285

D-W stat = 1,942473

Dari gambar di atas terlihat nilai durbin waston sebesar 1,942473 berada pada daerah
tidak ada autokorelasi yang menunjukkan bahwa model ini telah bebas dari masalah
autokorelasi.
Untuk menentukan lebih jelasnya lagi terkait masalah autokorelasi dalam model ini
selain dengan melihat nilai statistik Durbin-watson juga dapat digunakan Uji Lagrange
Multplier Test (LM Test) dengan membandingkan nilai probabilitas R 2 dengan = 0,05.
Langkah langkah pengujian sebagai berikut:
Hipotesis :

H0 : Model tidak terdapat Autokorelasi


Ha : Terdapat Autokorelasi

Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria:

Bila probabilitas Chi-Square < 0,05 H0 ditolak, model terjadi autokorelasi


Bila probabilitas Chi-Square > 0,05 H0 diterima, model tidak terjadi autokorelasi

20

Tabel 4.8
Uji Lagrange Multiplier Test
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared

0.232583
1.041766

Prob. F(2,4)
Prob. Chi-Square(2)

0.8025
0.5940

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 05/18/14 Time: 18:07
Sample: 2004 2013
Included observations: 10
Presample missing value lagged residuals set to zero.

4.4

pada

Lagrange
dapat

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

PMDN
EKSPOR
TK
C
RESID(-1)
RESID(-2)

0.041502
-1.242311
175.2992
-37215.33
-0.277986
-0.585792

0.378438
2.265127
326.5189
89439.83
0.763560
0.889220

0.109666
-0.548451
0.536873
-0.416093
-0.364065
-0.658771

0.9180
0.6126
0.6198
0.6987
0.7342
0.5460

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)

bahwa

0.104177
-1.015603
45829.82
8.40E+09
-116.9348
0.093033
0.988652

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat

-6.26E-11
32280.90
24.58697
24.76852
24.38781
2.271846

Dari tabel
tabel

Uji

Multiplier
dilihat
nilai

probabilitas Chi-Squared 0,5940 atau lebih besar dari = 0,05. Hal ini berarti model ini tidak
terjadi autokorelasi, atau berarti H0 diterima.
4.2.5. Uji Linieritas
Uji Linieritas merupakan pengujian yang dilakukan untuk melihat apakah model
fungsi regresi yang digunakan merupakan model linier atau tidak. Pengujian ini merupakan
pengujian seleksi model fungsi regresi, yaitu model linier, model semi-log, model double log.
Dalam penelitian ini digunakan model linier karena model regresi tidak mempunai batas
akibat perubahan nilai variabel bebasnya, akan tetapi bila dilihat model logaritma, ternyata
mempunyai batas minimum dan maksimal.

Langkah-langkah pengujian sebagai berikut:

Hipotesis:
H0 : model linier
21

Ha : model tidak linier


Pengambilan keputusan dengan cara

Jika nilai probabilitas log likelihood ratio < 0,05, maka H0 ditolak (model tidak linier)
Jika nilai probabilitas log likelihood ratio > 0,05, maka H0 diterima (model linier)

Tabel 4.9
Uji Ramsey Reset
Ramsey RESET Test
Equation: UNTITLED
Specification: PDB PMDN EKSPOR TK C
Omitted Variables: Squares of fitted values
Value
2.289417
5.241431
7.170035

t-statistic
F-statistic
Likelihood ratio

df
5
(1, 5)
1

Probability
0.0707
0.0707
0.0074

Dari uji Linieritas ( uji Ramsey Reset Test) pada tabel 4.8, nilai probabilitasnya adalah
0,0074 kurang dari = 0,05, artinya ada permasalahan linieritas, maka H 0 ditolak (model
tidak linier)
4.3.

Perumusan Model Persamaan Regresi

Hasil Pengolahan Data (Regresi)


Dalam mengolah dan menganalisis data terkait, penulis menggunakan aplikasi Eviews
7. Hasil dari pengolahan tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4.8
Dependent Variable: PDB
Method: Least Squares
Date: 05/18/14 Time: 21:55
Sample: 2004 2013
Included observations: 10

Hasil Regresi

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

PMDN
EKSPOR
TK
C

0.005896
3.905856
428.8788
-420056.2

0.254483
1.157507
171.7657
61125.19

0.023170
3.374368
2.496882
-6.872064

0.9823
0.0150
0.0467
0.0005

R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
F-statistic
Prob(F-statistic)

0.987134
0.980701
39535.87
9.38E+09
-117.4849
153.4512
0.000005

Mean dependent var


S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
Hannan-Quinn criter.
Durbin-Watson stat

604253.8
284595.3
24.29698
24.41801
24.16420
1.942473

22

Estimation Command:
=========================
LS PDB PMDN EKSPOR TK C
Estimation Equation:
=========================
PDB = C(1)*PMDN + C(2)*EKSPOR + C(3)*TK + C(4)
Substituted Coefficients:
=========================
PDB = 0.00589629006977*PMDN + 3.90585552262*EKSPOR +
428.878835348*TK - 420056.197251

4.3.1. Koefisen Determinasi (R-squared)


Koefisien determinasi digunakan untuk menguji goodness-fit dari model regresi yang
dapat lihat dari nilai R Square. Untuk mengetahui tingkat perkembangan PDB Sektor
Pertambangan yang disebabkan oleh beberapa faktor antara lain yaitu Penanaman Modal
Dalam Negeri (X1), Ekspor Pertambangan (X2), Tenaga Kerja (X3) dapat dilihat melalui
besarnya koefisien determinasi. Dari perhitungan nilai R Square adalah 0.987134. Hal ini
berarti 98 persen PDB Sektor Pertambangan dapat dijelaskan oleh ketiga variabel independen
di atas, sedangkan sisanya yaitu dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dijelaskan.
4.3.2. Pengujian t-Statistik
Pada uji statistik secara parsial dengan nilai t kritis (critical value) pada df =(n-k),
dimana n adalah jumlah sampel dan k adalah jumlah variable independen termasuk konstanta.
Untuk menguji koefisian regresi parsial secara individu dari masing-masing variabel bebas
akan diuji sebagai berikut:
a. Pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap PDB sektor pertambangan
tahun 2004 2013.
Berdasarkan prob t-signifikasi Penanaman Modal Dalam Negeri pada model regresi
berganda (tiga variabel) menghasilkan nilai 0.9823 > 0,05, yang berarti Penanaman Modal
Dalam Negeri tidak signifikan berpengaruh terhadap PDB sektor pertambangan. Hal ini

23

berarti bahwa Penanaman Modal Dalam Negeri kurang berperan penting dalam peningkatan
PDB sektor pertambangan.
Untuk mengetahui jawaban lebih detail mengenai signifikasi Penanaman Modal
Dalam Negeri terhadap PDB sektor pertambangan, dapat diidentifikasi dengan menggunakan
perhitungan atau uji t-statistik.
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 = 2 = 0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Penanaman Modal Dalam
H 1 = 2 0 :

Negeri terhadap PDB sektor Pertambangan.


Terdapat pengaruh yang signifikan antara Penanaman Modal Dalam Negeri

terhadap Sektor Pertambangan


Dari hasil regresi diperoleh nilai t hitung untuk Penanaman Modal Dalam Negeri
sebesar 0.023170 dan pada t tabel dengan tingkat signifikansi sebesar 95 % ( = 5%), df = 6
diperoleh 1,943. Terlihat bahwa t hitung lebih kecil dari t kritis, maka H0 diterima yang
berarti bahwa Penanaman Modal Dalam Negeri tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
PDB sektor pertambangan.
b. Pengaruh Ekspor sektor Pertambangan terhadap PDB sektor pertambangan tahun
2004 2013.
Berdasarkan prob t-signifikasi tenaga kerja

pada model regresi berganda (tiga

variabel) menghasilkan nilai 0.0150 < 0,05, yang berarti ekspor pertambangan signifikan
berpengaruh terhadap PDB sektor pertambangan. Hal ini berarti bahwa ekspor pertambangan
berperan penting dalam peningkatan PDB sektor pertambangan.
Untuk mengetahui jawaban lebih detail mengenai signifikasi ekspor pertambangan
terhadap PDB sektor pertambangan, dapat diidentifikasi dengan menggunakan perhitungan
atau uji t-statistik.
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 = 1 = 0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Ekspor Petambangan
terhadap PDB sektor Pertambangan.
H1 = 1 0 : Terdapat pengaruh yang signifikan antara Ekspor Pertambangan terhadap
Sektor Pertambangan
Dari hasil regresi diperoleh nilai t hitung untuk ekspor pertambangan sebesar
3.374368 dan pada t tabel dengan tingkat signifikansi sebesar 95 % ( = 5%), df = 6
diperoleh 1,943. Terlihat bahwa t hitung lebih besar dari t kritis, maka H0 ditolak yang berarti
bahwa ekspor pertambangan berpengaruh secara signifikan terhadap PDB sektor
pertambangan.

c. Pengaruh Tenaga Kerja terhadap PDB sektor pertambangan tahun 2004 2013.
24

Berdasarkan prob t-signifikasi Tenaga Kerja

pada model regresi berganda (tiga

variabel) menghasilkan nilai 0.0467 > 0,05, yang berarti Tenaga Kerja signifikan berpengaruh
terhadap PDB sektor pertambangan. Hal ini berarti bahwa peningkatan Tenaga Kerja
berperan penting dalam peningkatan PDB sektor pertambangan.
Untuk mengetahui jawaban lebih detail mengenai signifikasi Tenaga Kerja terhadap
PDB sektor pertambangan, dapat diidentifikasi dengan menggunakan perhitungan atau uji tstatistik.
Hipotesis yang diajukan adalah:
H0 = 3 = 0 : Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara Tenaga Kerja terhadap PDB
sektor Pertambangan.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara Tenaga Kerja terhadap PDB Sektor

H 1 = 3 0 :

Pertambangan
Dari hasil regresi diperoleh nilai t hitung untuk Tenaga Kerja sebesar 2.496882 dan pada t
tabel dengan tingkat signifikansi sebesar 95 % ( = 5%), df = 6 diperoleh 1,943. Terlihat
bahwa t hitung lebih besar dari t kritis, maka H0 ditolak yang berarti bahwa Tenaga Kerja
berpengaruh secara signifikan terhadap PDB sektor pertambangan.
4.3.3. Pengujian F-Statistik
Uji F statistik digunakan untuk mengetahui apakah variable independent secara
bersama-sama atau simultan mempengaruhi variable dependent. Dalam hal ini yaitu
Penanaman Modal Dalam Negeri (X1), Ekspor Pertambangan (X2), Tenaga Kerja (X3)
terhadap variabel dependen yaitu PDB sektor Pertambangan (Y) secara simultan /
keseluruhan.
Hipotesis yang digunakan adalah :
Ho : 0=1=2=0 berarti variabel independen secara keseluruhan tidak berpengaruh
terhadap variabel independen.
Ha : 0, 1, 2 0 berarti variabel independen secara keseluruhan berpengaruh terhadap
variabel independen.
Diketahui:

F-statistik =

= 0,05

df1 (N1) = K-1 = 4-1 = 3

df2 (N2) = n-K = 10-4 = 6

F-tabel = 4,76
Uji Statistik secara serentak ditunjukkan oleh perbandingan nilai F hitung dengan F
tabel. Nilai F tabel dengan df = (k-1, n-k), dengan derajat kepercayaan sebesar 95 persen,
adalah F0,05,

3, 6

sebesar 4,76. Pada hasil estimasi di atas terlihat bahwa pada persamaan, F
25

hitung 153.4512 adalah jauh lebih besar dari pada F tabelnya. Ini berarti bahwa ketiga
variabel independen Penanaman Modal Dalam Negeri (X1), Ekspor sektor Pertambangan
(X2), Tenaga Kerja (X3) signifikan dalam menjelaskan PDB sektor pertambangan.

4.4.

Intepretasi Hasil Analisis

1. Nilai konstanta sebesar -420056,2 menunjukkan bahwa jika variabel-variabel independen


dianggap konstan, maka PDB sektor pertambangan turun secara rata-rata sebesar
420056,2%.
2. Koefisien dari variabel PMDN adalah 0,005896 dan nilai tersebut adalah positif maka
peningkatan realisasi PMDN sektor pertambangan berpengaruh positif terhadap PDB
sektor pertambangan namun tidak signifikan. Jika realisasi PMDN naik 1 persen, maka
PDB sektor pertambangan naik secara rata-rata sebesar 0,005896 persen dengan asumsi
variabel lain dianggap konstan. Hal ini menjadi tantangan pemerintah Indonesia untuk
meningkatkan peran investasi dalam negeri untuk meningkatkan sektor pertambangan di
Indonesia, untuk mengoptimalkan peningkatan PMDN terhadap sektor pertambangan,
pemerintah hendaknya memberikan iklim investasi yang lebih kondusif. Beberapa
diantaranya dengan melakukan efisiensi perijinan atau regulasi kebijakan di bidang
investasi, jaminan hukum dan ketertiban berusaha, atau bahkan memberikan insentif dan
atau tax holiday bagi investasi yang padat karya, sehingga dapat memberikan lapangan
pekerjaan.
3. Koefisien dari variabel Ekspor sektor pertambangan adalah 3,905856 dan nilai tersebut
adalah positif maka peningkatan Ekspor sektor pertambangan berpengaruh positif terhadap
PDB sektor pertambangan secara signifikan . Jika Ekspor pertambangan naik 1 persen,
maka PDB sektor pertambangan naik secara rata-rata sebesar 3,905856 persen dengan
asumsi variabel lain dianggap konstan. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah
Indonesia untuk meningkatkan Ekspor sektor pertambangan, untuk mengoptimalkan
sektor ini pemerintah perlu adanya dukungan iklim investasi yang baik, baik investasi dari
luar maupun dari dalam negeri.
4. Koefisien dari variabel Tenaga Kerja adalah 428,8788 dan nilai tersebut adalah positif
maka peningkatan Tenaga Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDB sektor

26

pertambangan. Jika Tenaga Kerja naik 1 persen, maka PDB sektor pertambangan naik
secara rata-rata sebesar 428,8788 persen dengan asumsi variabel lain dianggap konstan.

BAB V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan dengan menggunakan software Eviews 7,
kesimpulan yang dapat ditarik sebagai berikut:
1. Dari hasil uji asumsi klasik yang dilakukan, model yang dibuat lolos uji normalitas, uji
multikolineritas, dan uji heterokedastisitas, sedangkan pada uji multikolinieritas dan uji
linieritas model tidak lolos uji.
2. Variabel Penanaman Modal Dalam Negeri berpengaruh positif namun tidak signifikan
terhadap PDB sektor pertambangan.
3. Variabel ekspor sektor pertambangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDB
sektor pertambangan.
4. Variabel tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap PDB sektor
pertambangan.

27

5. Variabel independen (Penanaman Modal Dalama Negeri, Ekspor sektor pertambangan, dan
Tenaga kerja secara simultan) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (PDB
sektor pertambangan).

DAFTAR PUSTAKA
Sinaga, Risdauli, Eny Rochaida. 2009. Pengaruh Investasi Pmdn Dan Investasi Pma Serta
Tenaga Kerja Terhadap Ekspor Sektor Pertambangan Dan Pertumbuhan Ekonomi Di
Kalimantan Timur. Samarinda: Universitas Mulawarman
Mudara, I Made Yogatama Pande. 2011. Pengaruh Produk Domestik Bruto, Suku Bunga,
Upah Pekerja, Dan Nilai Total Ekspor Terhadap Investasi Asing Langsung Di Indonesia
(1990-2009). Semarang: Univeritas Diponegoro
Rinaldi, Rafli. 2013. Analisis Pengaruh Konsumsi Pemerintah, Investasi Pemerintah,
Investasi Swasta, dan Angkatan Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional (Studi
Kasus Propinsi Jawa Timur Tahun 2007-2011). Malang: Universitas Brawijaya
http:// www.bps.go.id
http://id.wikipedia.org/wiki/Investasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_kerja

28

29

Anda mungkin juga menyukai