Anda di halaman 1dari 244

PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter berdasarkan temuan-temuan
yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung keputusan
ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan untuk melakukan intervensi pengobatan
yang memberi manfaat maksimal dan risiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai
dengan melakukan pengobatan yang rasional.
Salah satu perangkat untuk tercapainya penggunaan obat rasional adalah tersedia suatu pedoman atau
standar pengobatan yang dipergunakan secara seragam pada pelayanan kesehatan dasar atau
puskesmas, yaitu Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas.
Penerapan Pedoman ini diharapkan dapat meningkatkan kerasionalan penggunaan obat, dan dengan
demikian akan menunjang upaya pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) 2015 dalam hal
penurunan Angka Kematian Bayi (AKB), penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) serta
Pemberantasan HIV/AIDS dan Penyakit Menular.
Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas sebagaimana ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 296/Menkes/SK/III/2008 perlu direvisi dan disempurnakan secara berkala,
tidak hanya menyesuaikan dengan kemajuan yang pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran maupun farmasi, tetapi juga didasarkan pada pola penyakit yang ada di puskesmas. Pada
revisi kali ini terdapat perubahan dan penambahan sejumlah diagnosis yang dianggap penting serta
ditiap diagnosis dilengkapi dengan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) yang bermanfaat baik
untuk pasien maupun keluarganya.
Beberapa kriteria dalam pemilihan diagnosis penyakit yang perlu disusun dalam kaitan mengukur
mutu, yaitu:
a. Penyakit tersebut mempunyai dampak fungsional yang besar.
b. Merupakan penyakit yang jelas batas-batasnya dan relatif mudah mendiagnosisnya.
c. Prevalensinya relatif cukup tinggi.
d. Perjalanan penyakitnya dapat secara nyata dipengaruhi oleh tindakan medis yang ada.
e. Pengelolaannya dapat ditetapkan secara jelas.
f. Faktor non-medis yang mempengaruhinya sudah diketahui.
g. Penyusunan diagnosis disesuaikan dengan kompetensi dokter dan sistem pelaporan yang ada.
Tujuan dan Manfaat Pedoman Pengobatan
Tujuan Pedoman Pengobatan.
Tujuan Pedoman Pengobatan dikelompokkan dalam beberapa hal:
Mutu Pelayanan Pengobatan.
Oleh karena Pedoman Pengobatan hanya memuat obat yang terpilih untuk masing-masing
penyakit / diagnosis.
Standar Profesi.
Senantiasa menjadi standar profesi setinggi-tingginya karena disusun dan diputuskan atas
kesepakatan para ahli.

Perlindungan Hukum.
Merupakan landasan hukum dalam menjalankan profesi karena disusun dan disepakati para
ahli dan organisasi profesi kesehatan dan diterbitkan oleh pemerintah.
Kebijakan dan Manajemen Obat.
Perencanaan obat yang digunakan akan lebih tepat, secara langsung dapat mengoptimalkan
pembiayaan pengobatan.
Manfaat Pedoman Pengobatan.
Beberapa manfaat dengan adanya pedoman pengobatan:
a. Untuk pasien.
Pasien hanya memperoleh obat yang benar dibutuhkan.
b. Untuk Pelaksana Pengobatan.
Tingkat profesionalisme tinggi karena sesuai dengan standar.
c. Untuk Pemegang Kebijakan Kesehatan dan Pengelolaan Obat.
Pengendalian biaya obat dan suplai obat dapat dilaksanakan dengan baik.
C.

Ruang Lingkup
Pedoman pengobatan dasar di Puskesmas meliputi pedoman penatalaksanaan terhadap jenis-jenis
penyakit yang ada di Puskesmas. Dalam penatalaksanaan tersebut mengacu pada Standar
Kompetensi Dokter.
Standar Kompetensi Dokter telah diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia tahun 2006 dalam
rangka memenuhi amanah Undang-Undang No.29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
Dengan dijadikannya Standar Kompetensi Dokter ini sebagai acuan dalam menyusun pedoman
pengobatan dasar di Puskesmas, diharapkan seorang profesi dokter akan mampu :
a. Mengerjakan tugas / pekerjaan profesinya.
b. Mengorganisasikan tugasnya secara baik.
c. Tanggap dan tahu yang dilakukan bila terjadi sesuatu yang berbeda.
d.Menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah di bidang profesinya.
e. Melaksanakan tugas dengan kondisi berbeda.
Dalam Standar Kompetensi Dokter ada beberapa komponen kompetensi, akan tetapi hanya
kompetensi inti pada area pengelolaan masalah kesehatan terutama pada daftar penyakit yang
dipilih menurut perkiraan data kesakitan dan kematian yang terbanyak di Indonesia pada tingkat
pelayanan kesehatan dasar.
Pengertian dan Tingkat Kemampuan pengelolaan penyakit:

Tingkat Kemampuan 1
Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran klinik sesuai penyakit ini ketika
membaca literatur. Dalam korespondensi, ia dapat mengenal gambaran klinik ini, dan tahu
bagaimana mendapatkan informasi lebih lanjut. Level ini mengindikasikan overview level.
Bila menghadapi pasien dengan gambaran klinik ini dan menduga penyakitnya, Dokter segera
merujuk.

Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan
mampu menindaklanjuti sesudahnya.

Tingkat Kemampuan 3
3a. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat darurat).
3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta
merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

Tingkat Kemampuan 4
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium
sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara
mandiri hingga tuntas.

Pada tiap diagnosis penyakit dalam pedoman ini dilengkapi dengan tingkat kemampuan kompetensi
dokter dan kode penyakit (ICD X) serta nomor kode penyakit pada sistem pelaporan.
Untuk tingkat kemampuan pengelolaan penyakit (Kompetensi) 1, 2, 3a dan 3b, setelah pasien dirujuk ke
dokter spesialis yang relevan di Rumah Sakit, maka dokter spesialis tersebut harus membuat rujukan balik
ke Puskesmas tempat asal pasien berobat disertai dengan informasi tentang tindakan maupun pengobatan
yang telah dilakukan terhadap pasien tersebut.
Rujukan balik bisa berupa pasien melanjutkan pengobatan di Puskesmas, atau masih diperlukan rujukan
lebih lanjut bagi pasien yang memerlukan pemeriksaan spesialistik.
Dalam penatalaksanaan pengobatan pasien oleh tenaga medis, harus berpedoman pada 6 langkah
pengobatan rasional sebagai berikut (WHO, 1994):
1. Definisikan masalah penyakit pasien
2. Tentukan tujuan pengobatan
3. Tentukan pilihan pengobatan (non farmakologi dan farmakologi)
4. Penulisan resep yang baik dan benar
5. Memberikan informasi dan edukasi yang memadai
6. Monitoring dan evaluasi pengobatan

BAB II
PENATALAKSANAAN PENGOBATAN
1. KEJANG DEMAM
Kompetensi
: 4 dan 3A
Laporan Penyakit
:

ICD X : R56.0

a. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal >38 oC)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan 5 tahun.
Anak yang pernah pengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam.
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam kejang demam.

b. Penyebab
Faktor risiko berulangnya kejang demam:
1) Riwayat kejang demam dalam keluarga
2) Usia <12 bulan
3) Temperatur yang rendah saat kejang
4) Cepatnya kejang setelah demam
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila
terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10%-15%. Kemungkinan
berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.
c. Gambaran Klinis
Klasifikasi:
1) Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 10 menit, dan umumnya akan berhenti
sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% diantara seluruh kejang
demam.
2) Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
a) Kejang lama, adalah kejang yang berlangsung >15 menit atau kejang berulang lebih dari 2
kali dan diantara bangkitan kejang, anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang
demam.
b) Kejang fokal, adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial.
c)
Kejang berulang, adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, diantara 2 bangkitan
kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% diantara anak yang mengalami kejang
demam.
d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pada kasus kejang untuk anak <18 bulan dianjurkan untuk dilakukan pungsi lumbal, dan anak <12
bulan harus dilakukan pungsi lumbal.
e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,
atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang
dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
f.

Diagnosis banding
Bila anak berumur kurang dari 18 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama
demam, perlu dirujuk untuk pemeriksaan lebih lanjut.

g. Penatalaksanaan
1) Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang sudah
berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk menghentikan
kejang adalah diazepam i.v. dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.

2) Obat yang praktis dan dapat diberikan di rumah adalah diazepam per rektal dosis 0,5-0,75 mg/kg;
atau diazepam per rektal 5 mg (untuk anak berat <10 kg atau umur < 3 tahun) dan 10 mg (untuk
anak berat >10 kg atau umur >3 tahun).
Bila kejang belum berhenti, diazepam per rektal dosis yang sama dapat diulang dengan interval
waktu 5 menit.
Bila setelah 2x pemberian diazepam per rektal masih tetap kejang, pasien harus dirujuk ke RS.
3) Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
4) Pemberian obat saat demam:
a) Antipiretik (parasetamol, ibuprofen)
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali, dapat diberikan 4x sehari, tidak
lebih dari 5x. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, tiap 6-8 jam.
b) Antikonvulsan
Diazepam oral dosis 0,3 mg/kg tiap 8 jam pada saat demam menurunkan risiko berulangnya
kejang pada 30%-60% kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg tiap 8 jam
pada suhu >38,5oC. Dosis tersebut cukup tinggi dan menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi
yang cukup berat pada 25-39% kasus.
Fenobarbital dan karbamazepin pada saat demam tidak berguna untuk mencegah kejang
demam.
5) Pemberian obat rumat:
a) Pemberian obat rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut
(salah satu):
(1) Kejang lama > 15 menit
(2) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya
hemiparesis, paresis Todd, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus
(3) Kejang fokal
b) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
(1) Kejang berulang >2x dalam 24 jam
(1) Kejang demam terjadi pada bayi < 12 bulan
(2) Kejang demam > 4x per tahun
c) Pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan. Obat pilihan: asam valproat dosis 15-40 mg/kg/hari tiap 8-12 jam, atau
fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam tiap 12-24 jam.
h. KIE
1) Tujuan pengobatan: mengurangi/mencegah serangan.
2) Edukasi pada orang tua untuk mengurangi kecemasan:
a) Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
b) Memberitahukan cara penanganan kejang
c) Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
d) Pemberian obat untuk mencegah rekurensi memang efektif tapi perlu diingat adanya efek
samping obat.
3) Beberapa hal yang harus dikerjakan bila kembali kejang:
a) Tetap tenang dan tidak panik.
b) Kendorkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
c) Bila tidak sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring. Bersihkan muntahan atau
lender di mulut atau hidung. Walaupun kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan
sesuatu ke dalam mulut.
d) Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
e) Tetap bersama pasien selama kejang.

f) Berikan diazepam per rektal. Jangan berikan bila kejang telah berhenti.
4) Bawa ke Puskesmas atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.
5) Vaksinasi: sejauh ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi terhadap anak yang
mengalami kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Dianjurkan
untuk memberi diazepam oral atau rektal bila anak demam, terutama setelah vaksinasi DPT atau
MMR. Beberapa dokter anak merekomendasikan parasetamol pada saat vaksinasi hingga 3 hari
kemudian.
Efek samping obat: diazepam dosis tinggi dapat menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang
cukup berat pada 25-39% kasus.
6) Alasan rujuk: lihat penatalaksanaan.
2. TETANUS
Kompetensi
Laporan Penyakit

: 3B
: 0305

ICD X : A-35

a. Definisi
Penyakit sistem saraf yang disebabkan oleh Clostridium tetani, berlangsung akut dengan karakteristik
spasme tonik persisten dan eksaserbasi singkat.
b. Penyebab
Bakteri anaerob Clostridium tetani. Spora dari Clostridium tetani dapat hidup selama bertahun-tahun
di dalam tanah dan kotoran hewan. Jika bakteri tetanus masuk ke dalam tubuh manusia, bisa terjadi
infeksi baik pada luka yang dalam maupun luka yang dangkal. Setelah proses persalinan, bisa terjadi
infeksi pada rahim ibu dan pusar bayi yang baru lahir (tetanus neonatorum). Gejala-gejala infeksi
ditimbulkan oleh racun yang dihasilkan oleh bakteri, bukan bakterinya.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala khas: kejang pada otot-otot wajah menyebabkan ekspresi pasien seperti menyeringai (risus
sardonikus) dengan kedua alis yang terangkat.
2) Gejala-gejala biasanya muncul dalam waktu 510 hari setelah terinfeksi, tetapi bisa juga timbul
dalam waktu 2 hari atau 50 hari setelah terinfeksi.
3) Gejala yang paling sering ditemukan adalah kekakuan rahang dan sulit dibuka (trismus) karena
yang pertama terserang adalah otot rahang.
4) Gejala lain berupa gelisah, gangguan menelan, sakit kepala, demam, nyeri tenggorokan,
menggigil, kejang otot dan kaku kuduk, lengan serta tungkai.
5) Kekakuan atau kejang otot-otot perut, leher dan punggung bisa menyebabkan kepala dan tumit
pasien tertarik ke belakang sedangkan badannya melengkung ke depan yang disebut epistotonus.
6) Kejang pada otot sfingter perut bagian bawah bisa menyebabkan retensi urin dan konstipasi.
7) Gangguan-gangguan ringan seperti suara berisik, aliran angin atau goncangan, bisa memicu
kejang otot disertai nyeri dan keringat berlebih.
8) Selama kejang pasien tidak dapat berbicara karena otot dadanya kaku atau terjadi kejang
tenggorokan sehingga terjadi kekurangan oksigen yang menyebabkan gangguan pernapasan.
Biasanya tidak terjadi demam. Laju pernapasan dan denyut jantung serta refleks-refleks biasanya
meningkat. Tetanus juga bisa terbatas pada sekelompok otot di sekitar luka. Kejang di sekitar luka
ini bisa menetap selama beberapa minggu.
d. Diagnosis
Diduga suatu tetanus jika terjadi kekakuan otot atau kejang pada seseorang yang memiliki luka.
Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pembiakan bakteri dari apusan luka.

e. Penatalaksanaan
Pasien tetanus harus segera dirujuk ke rumah sakit karena ia harus selalu mendapat pengawasan dan
perawatan. Sebelum dirujuk lakukan hal-hal di bawah ini:
1) Lakukan langkah-langkah ABC
2) Segera diberikan diazepam dosis 10 mg i.v. perlahan 23 menit. Dapat diulangi bila diperlukan.
3) Berikan IVFD dekstrose 5% : RL = 1 : 1 tiap 6 jam
4) Bila tersedia, berikan Antitoksin tetanus:
a) Serum antitetanus (ATS) diberikan dengan dosis 20.000 UI/hari i.m. selama 3 5 hari. Tes kulit
sebelumnya, atau
b) Human Tetanus Immunoglobulin (HTIG). Dosis 500-3.000 UI i.m. tergantung beratnya penyakit.
Diberikan dosis tunggal.

5) Berikan penisilin prokain 2 juta UI i.m pada orang dewasa atau 50.000 UI/kgBB/hari selama 10
hari pada anak untuk eradikasi kuman. Bila tidak ada atau alergi terhadap Penilisin dapat
diberikan:
a) Eritromisin per oral 500 mg tiap 6 jam, atau
b) Tetrasiklin per oral 500 mg tiap 6 jam.

6) Cegah penyebaran racun lebih lanjut dengan eksplorasi luka dan membersihkannya dengan H 202
3%. Port dentre lain seperti OMSK atau gangren gigi juga harus dibersihkan dahulu.
f.

KIE
1) Tujuan pengobatan: menghilangkan kejang, meningkatkan kualitas hidup, mencegah komplikasi,
mencegah kematian.
2) Diberikan nutrisi dan makanan yang cukup. Bila perlu, diberikan melalui pipa nasogastrik.
3) Menghindari tindakan/perbuatan yang bersifat merangsang, termasuk rangsangan suara dan
cahaya yang intensitasnya bersifat intermitten.
4) Mempertahankan/membebaskan jalan napas: pengisapan lendir oro/nasofaring secara berkala.
5) Posisi/letak pasien diubah-ubah secara periodik.
6) Pemasangan kateter bila terjadi retensi urin.

3. HIV-AIDS
Kompetensi
Laporan Penyakit

: 2
: 04

ICD X : B20-B24

a. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang merupakan golongan retrovirus
yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan penyakit AIDS.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired artinya tidak diturunkan, tetapi
ditularkan dari satu orang ke orang lainnya; Immune adalah sistem kekebalan tubuh terhadap
penyakit; Deficiency artinya tidak cukup atau kurang; dan Syndrome adalah kumpulan tanda
dan gejala penyakit) merupakan sekumpulan gejala penyakit yang muncul akibat rusaknya sistem
kekebalan tubuh sehingga manusia menjadi rentan dan mudah tertular penyakit.
b. Gambaran Klinis
Stadium klinis HIV-AIDS menurut WHO dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Stadium Klinis HIV-AIDS menurut WHO
Stadium
Stadium
(Asimtomatik,

Berat Badan Gejala


(BB)
I Tidak ada Tidak ada gejala atau hanya Limfadenopati
penurunan Generalisata Persisten

Periode
Jendela/
Window Period)
Skala aktivitas : normal
Stadium
II
(sakit
ringan)
Skala
aktivitas
:
simtomatis,
aktivitas
normal

BB

Stadium
III
(sakit
sedang)
Skala aktivitas : selama
1 bulan terakhir tinggal
ditempat tidur < 50%

Penurunan
BB > 10%

Stadium IV (sakit berat)


/AIDS
Skala aktivitas : selama
1
bulan
terakhir
berbaring ditempat tidur
> 50%

HIV
wasting
syndrome

Penurunan
BB 5-10%

Luka sekitar bibir (cheilitis angularis)


Lesi kulit yang gatal (seborrhea atau prurigo)
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
ISPA berulang, misal sinusitis, tonsillitis,
otitis dan faringitis
Sariawan berulang
Bercak putih dimulut (oral hairy leukoplakia)
Diare, kandidiasis vaginal, panas yang tidak
diketahui penyebabnya > 1 bulan
Infeksi bakterial yang berat (misalnya
pneumonia)
TB paru dalam 1 tahun terakhir
kandidiasis esofagus
herpes simpleks > 1 bulan
limfoma
toksoplasmosis otak
diare kriptospridiosis > 1 bulan
cytomegalovirus
sarkoma kaposi
ca cerviks infasif
PCP
TB ekstrapulmonal
meningitis criptococcus
ensefalopati HIV

c. Penularan
Virus HIV terdapat didalam cairan tubuh terutama darah, cairan vagina, sperma dan air susu ibu.
Penularan virus HIV dapat terjadi melalui:
1) Hubungan seksual yang tidak aman yaitu berganti-ganti pasangan tanpa pelindung (kondom) atau
hubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi HIV-AIDS tanpa menggunakan kondom.
2) Jarum suntik dan peralatan lain (alat kedokteran, jarum tatto, alat tindik, pisau cukur, dan lainlain) yang tidak steril dan digunakan bersama-sama. Selain itu penularan virus HIV melalui darah
juga dapat terjadi melalui tranfusi darah dan transplantasi organ tubuh yang tercemar HIV.
3) Penularan dari ibu yang menderita HIV-AIDS ke anak selama kehamilan, persalinan dan
menyusui.
d. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Laboratorium dan Klinis (berdasarkan stadium
klinis) serta penggalian faktor risiko.
e. Infeksi Oportunistik (IO) Penyakit terkait HIV
Adalah infeksi yang mengambil manfaat dari melemahnya sistem kekebalan tubuh. Pada tahun-tahun
pertama epidemi HIV-AIDS, IO menyebabkan banyak kesakitan dan kematian. Namun setelah ada
terapi antiretroviral (ART), lebih sedikit orang yang meninggal akibat IO.
IO yang paling umum terjadi adalah:
1) Kandidiasis (thrush) adalah infeksi jamur pada mulut, tenggorokan atau vagina. Kandidiasis
dapat meluas sampai esofagus pada pasien AIDS.
2) Virus Sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah infeksi virus yang menyebabkan penyakit mata
yang dapat menimbulkan kebutaan.
3) Virus Herpes Simpleks dapat menyebabkan herpes pada mulut atau alat kelamin.

4) Malaria adalah umum di beberapa daerah di Indonesia. Penyakit ini menjadi lebih sering terjadi
dan lebih parah pada orang yang terinfeksi HIV.
5) Mycobacterium Avium Complex (MAC/MAI) adalah infeksi bakteri yang dapat menyebabkan
demam kambuhan, rasa sakit yang umum, masalah pencernaan, dan kehilangan berat badan yang
parah.
6) Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah infeksi jamur yang dapat menyebabkan
pneumonia (radang paru) yang berbahaya.
7) Toksoplasmosis adalah infeksi protozoa otak. Nyeri kepala biasanya disebabkan toksoplasmosis.
8) Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang menyerang paru, dan dapat menyebabkan
meningitis (radang selaput otak).
f.

Penatalaksanaan
rujuk RSU
ART (Anti Retroviral Therapy) yaitu terapi yang diberikan kepada ODHA dengan menggunakan obat
anti HIV (ARV=Anti Retro Viral). Tujuan utama ART adalah untuk menjaga agar jumlah virus HIV
didalam tubuh pada tingkat yang rendah, dan mengurangi atau memulihkan kerusakan pada sistem
kekebalan tubuh akibat infeksi HIV, sehingga dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat
HIV serta meningkatkan mutu hidup pengidap ODHA.
1) Persyaratan pemberian ART:
a) HIV positif dengan dokumentasi tertulis
b) Memenuhi persyaratan medis
Jika tes CD4 tersedia:
(1) CD4 < 350 sel/mm3 pada tanpa memandang stadium klinisnya
(2) Stadium klinik 3 dan stadium 4 tanpa memandang jumlah CD4
(3) Pemeriksaan jumlah CD4 diperlukan untuk mengidentifikasi pasien dengan stadium
klinik 1 dan 2 yang perlu memulai terapi ARV
(4) Terapi ARV dianjurkan pada semua pasien dengan TB aktif tanpa memandang jumlah
CD4
Jika tes CD4 tidak tersedia
(1) Stadium klinik 3 WHO
(2) Stadium klinik 4 WHO
c) IO sudah diobati atau stabil
d) Pasien siap untuk pengobatan ARV
e) Tersedia tim klinik yang mendukung perawatan kronik
f) Ketersediaan obat yang dapat dipercaya
2) Jenis-jenis obat ART:
a) Golongan NRTI (Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor)
Berfungsi menghambat replikasi DNA virus. Cara kerja NRTI dengan mencegah perubahan
genetik virus dari RNA menjadi DNA. Jenis obat yang termasuk golongan ini diantaranya :
(1) AZT (Aksidiotimidin) atau ZDV (Zidovudin)
(2) 3TC (Lamivudin)
(3) D4T (Stavudin)
(4) Tenofir
b) Golongan NNRTI (Non Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor)
Berfungsi sama dengan NRTI tapi dengan cara yang berbeda. Cara kerja NNRTI dengan
mencegah masuknya HIV kedalam inti sel yang terinfeksi, sehingga HIV tidak dapat
membuat turunan-turunan virus. Jenis obat yang termasuk dalam golongan ini adalah:
(1) EFP (Efavirenz)
(2) NVP(Nevirapin)
(3) DLV (Delavirdin)
c) Golongan PI (Protease Inhibitor)

Berfungsi memotong virus baru dengan potongan khusus sehingga tidak dapat dirakit
menjadi virus yang siap bekerja. Jenis obat yang termasuk dalam golongan ini adalah :
(1) NTV (Nevinavir)
(2) IDV (Indinavir)
(3) RTV (Ritonavir)
(4) APV (Amphenavir)
(5) TAZ (Tazanavir)
(6) LPV (Lopinavir)
3) Kepatuhan ART
a) Kepatuhan dalam ART berhubungan erat dengan disiplin pribadi yang tinggi untuk
menghindari resistensi obat. Dalam ART terdapat 5 kepatuhan yaitu:
(1) Patuh dalam jenis obat yang tepat
(2) Patuh dengan cara minum yang tepat
(3) Patuh dengan waktu minum yang tepat
(4) Patuh dengan dosis obat yang tepat.
(5) Patuh dengan masa terapi yang tepat.
b) Kepatuhan pengobatan (adherence) penting karena menentukan kesuksesan terapi, yaitu:
(1) Viral load atau jumlah virus HIV menurun.
(2) CD4 meningkat.
(3) Angka kesakitan dan kematian menurun.
c) Dampak dari adherence yang buruk adalah:
(1) Resistensi terhadap obat.
(2) Peningkatan biaya pengobatan.
g. Penatalaksanaan HIV-AIDS di tingkat Puskesmas
1) Menyediakan layanan konseling pencegahan HIV-AIDS.
2) Menyediakan layanan kesehatan bagi ODHA (Orang Dengan HIV-AIDS) dengan perawatan
dasar berbasis masyarakat atau berbasis rumah serta memberikan dukungan kepatuhan berobat
ARV.
3) Menyediakan layanan VCT atau konseling dan test HIV secara sukarela untuk memberikan
dukungan psikologis dan informasi untuk merubah perilaku berisiko serta membuka akses untuk
mendapatkan pelayanan perawatan dan pengobatan HIV-AIDS di tingkat layanan kesehatan
rujukan.
4) Menyediakan layanan laboratorium rapid test dan hematologi lengkap.
5) Pelayanan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (Prevention Mother to Child
Transmission=PMTCT) di tingkat Puskesmas menyediakan layanan Prong 1 dan 2.
a) Adapun kegiatan pada Prong I adalah konseling perubahan perilaku untuk mencegah
penularan HIV-AIDS pada remaja dan mengurangi stigma/diskriminasi terhadap ODHA.
b) Sedangkan kegiatan pada Prong II adalah promosi dan distribusi kondom pada kelompok
risiko tinggi, konseling pasangan suami istri yang salah satunya terinfeksi HIV.
6) Pelayanan IO dan penatalaksanaan TB-HIV dibawah pengawasan dokter RS rujukan ODHA.
7) Menyediakan layanan ART dibawah pengawasan RS rujukan ART, berupa:
a) Penentuan stadium klinis
b) Memulai ARV, IO dan OAT.
c) Kepatuhan pengobatan.
d) Paduan (kombinasi) obat ARV.
e) Identifikasi efek samping obat ARV.
8) Mengintensifkan penemuan kasus TB dan menjamin pengendalian infeksi TB, serta menyediakan
layanan konseling dan testing HIV bagi pasien TB.
9) Menyediakan layanan perawatan paliatif bekerjasama dengan keluarga ODHA dan RS rujukan.

10) Menyediakan layanan konseling dan tatalaksana gizi pada ODHA.


11) Merujuk kasus HIV-AIDS dengan komplikasi berat ke RS rujukan ODHA.
12) Melakukan pencatatan dan pelaporan, serta monitoring dan evaluasi sesuai pedoman.
h. KIE
Bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap yang dapat mendorong perubahan perilaku
dalam mengurangi risiko terinfeksi HIV serta menyediakan dan memberikan informasi yang benar
dan tepat guna. Peningkatan pengetahuan komprehensif tentang HIV-AIDS pada penduduk usia 15-24
tahun sangat penting sebagai bekal untuk mencegah terjadinya HIV-AIDS. Promosi Kondom pada
kelompok perilaku seksual berisiko juga sangat penting untuk mencegah penularan HIV-AIDS.
Pencegahan penularan HIV-AIDS yang terbaik adalah :
1) Pencegahan Pola A (Abstinance), yaitu Puasa Seks, artinya seseorang tidak melakukan
hubungan seksual sebelum atau diluar nikah.
2) Pencegahan Pola B (Be faithful), yaitu saling setia dengan satu pasangan, artinya hubungan
seksual dilakukan hanya dengan satu pasangan tetap (suami/istri).
3) Pencegahan Pola C (Condom). Kondom merupakan salah satu alat pencegah penularan HIV
melalui hubungan seksual.
4) Pencegahan Pola D (Dont inject), yaitu tidak menyalahgunakan narkoba suntik.
Penyalahgunaan narkoba juga menjadi salah satu jalan yang potensial untuk menularkan HIV
karena ada kebiasaan buruk diantara pengguna narkoba yaitu menggunakan jarum suntik secara
bersama-sama.
5) Pencegahan Pola E (Education), yaitu pendidikan mengenai HIV-AIDS untuk menanggulangi
penyebaran HIV-AIDS.
i.

HIV PADA ANAK


1) Diagnosis Klinis:
a) Gejala yang menunjukkan kemungkinan infeksi HIV.
(1) Infeksi berulang: tiga atau lebih episode infeksi bakteri yang lebih berat (seperti
pneumonia, meningitis, sepsis, selulitis) pada 12 bulan terakhir,
(2) Thrush: eritema pseudomembran putih di langit-langit mulut, gusi dan mukosa pipi,
pasca masa neonatal, ditemukannya thrush tanpa pengobatan antibiotik, atau berlangsung
lebih dari 30 hari walaupun telah diobati, atau kambuh, atau meluas melebihi bagian
lidah kemungkinan besar merupakan infeksi HIV. Juga khas apabila meluas sampai di
bagian belakang kerongkongan yang menunjukkan kandidiasis esophagus.
(3) Parotitis kronik: pembengkakan parotitis unilateral atau bilateral selama 14 hari dengan
atau tanpa diikuti rasa nyeri atau demam.
(4) Limpadenopati generalisata: terdapat pembesaran kelanjar getah bening pada dua atau
lebih daerah ekstra inguinal tanpa penyebab jelas yang mendasarinya.
(5) Hepatomegali tanpa penyebab yang jelas: tanpa adanya infeksi virus yang bersamaan
seperti Sitomegalovirus.
(6) Demam yang menetap dan/atau berulang: demam (>38C) berlangsung 7 hari atau
terjadi lebih dari sekali dalam waktu 7 hari.
(7) Disfungsi neurologis: kerusakan neurologis yang progresif, mikrosefal, perkembangan
terlambat, hipertonia atau bingung (confusion).
(8) Dermatitis HIV: ruam yang eritematus dan popular, ruam kulit yang khas meliputi infeksi
jamur yang ekstensif pada kulit, kuku dan kulit kepala dan molluscom contagiosum yang
ekstensif.
(9) Penyakit paru supuratif yang kronik (chronic suppurative lung disease).

b) Gejala yang umum ditemukan pada anak dengan infeksi HIV, tetapi juga lazim
ditemukan pada anak sakit yang bukan infeksi HIV
(1) Otitis media kronik: keluar cairan/nanah dan berlangsung 14 hari.
(2) Diare persisten: berlangsung 14 hari
(3) Gizi kurang atau gizi buruk: berkurangnya berat badan atau menurunnya pertambahan
berat badan secara perlahan tetapi pasti dibandingkan dengan pertumbuhan yang
seharusnya, sebagaimana tercantum dalam KMS, terutama pada bayi usia < 6 bulan yang
disusui dan gagal tumbuh.
c) Gejala atau kondisi yang sangat spesifik untuk anak dengan infeksi HIV positif
Diduga kuat infeksi HIV jika ditemukan hal berikut ini : pneumocystis carinii pneumonia
(PCP), kandidiasis esophagus, lymphoid interstitial pneumonia (LIP) atau Sarkoma Kaposi.
Keadaan ini sangat spesifik untuk anak dengan infeksi HIV.
2) Konseling
Indikasi untuk konseling HIV
Konseling HIV perlu dilakukan pada situasi berikut:
a) Anak yang status HIV-nya tidak diketahui yang menunjukkan tanda klinis infeksi HIV
dan/atau faktor risiko (misalnya ibu atau saudaranya menderita HIV/AIDS)
(1) Tentukan apakah akan dilakukan konseling atau merujuknya
(2) Jika anda yang melakukan konseling sediakan waktu untuk sesi konseling ini. Minta
saran pada konselor lokal yang berpengalaman, sehingga tiap nasihat yang diberikan akan
konsisten dengan apa yang nantinya akan diterima ibu dari konselor profesional.
(3) Jika akan dirujuk, jelaskan pada orang tuanya alasan mereka dirujuk ke tempat lain untuk
konseling.
b) Anak dengan infeksi HIV tetapi respon terhadap pengobatan kurang baik, atau membutuhkan
penyelidikan lebih lanjut.
Diskusikan hal berikut ini pada saat sesi konseling:
(1) Pemahaman orang tua tentang infeksi HIV
(2) Tatalaksana masalah yang ada saat ini
(3) Peran pengobatan antiretroviral
(4) Perlunya merujuk ke tingkat yang lebih tinggi, jika perlu
(5) Dukungan dari kelompok di masyarakat, jika ada.
c) Anak dengan infeksi HIV dengan respon yang baik terhadap pengobatan dan akan
dipulangkan (atau dirujuk ke program perawatan di masyarakat untuk ke dukungan
psikologis).
Diskusikan hal berikut ini pada saat sesi konseling:
(1) Alasan dirujuk ke program perawatan di masyarakat
(2) Pelayanan tindak lanjut
(3) Faktor risiko untuk sakit di kemudian hari.
(4) Imunisasi dan HIV
(5) Ketaatan dan dukungan pengobatan antiretroviral.
3) Pengobatan Antiretroviral (Antiretroviral theraphy = ART)
Prinsip yang mendasari ART dan pemilihan lini pertama ARV pada anak pada umumnya sama
dengan pada dewasa. Sangat penting untuk mempertimbangkan:
a) Ketersediaan formula yang cocok yang dapat diminum dalam dosis yang tepat.
b) Daftar dosis yang sederhana
c) Rasa yang enak sehingga menjamin kepatuhan pada anak kecil
d) Rejimen ART yang akan atau sedang diminum orang tuanya.

4. TENSION TYPE HEADACHE


Kompetensi
: 4A
Laporan Penyakit
:

ICD X : G44.2

a.Definisi
Ten si o n t yp e h e a d ac h e di s e b u t j u g a n y er i k e p a l a t eg a n g , n ye r i k e p al a ,
k o n t r a k s i o t o t , n y e r i k e p a l a p s i k o m i o g e n i k , n y e r i s t r e s , n y e r i k e p a l a esensial, nyeri
kepala idiopatik, nyeri kepala psikogenik.
Tension type headache merupakan suatu keadaan yang melibatkan sensasi n y e r i a t a u r a s a t i d a k
n y a m a n d i d a e r a h k e p a l a , k u l i t k e p a l a a t a u l e h e r yang biasanya berhubungan dengan
ketegangan otot di daerah ini.

b. Epidemiologi
- Nyeri kepala ini biasanya dimulai pada usia 20-40 tahun
- Kejadiannya dominan pada wanita dan dapat pula terjadi pada segala usia.
c. Etiologi Patofisiologi
Dari beberapa sumber, dikatakan bahwa salah satu respon tubuh terhadap keadaan stress dan
kecemasan yang menyebabkan nyeri kepala tipe tegang adalah adanya reflex pelebaran
pembuluh darah ekstrakranial serta kontraksi otot-otot rangka, kepala, leher, dan wajah. Namun,
mekanisme ini juga belum begitu jelas. Sedangkan pada sumber lain dikatakan bahwa
kebanyakan pasien dengan nyeri kepala tipe-tegang saat ini ditemukan bahwa otot-otot
craniocervicalnya cukup relaks dan tidak menunjukkan adanya kontraksi persisten saat diukur
dengan elektromiografi. Namun, Sakai et al melaporkan bahwa pada pasien nyeri kepala tipe
tegang ditemukan kontraksi pada otot pericranial dan otot trapezius.
Akhir-akhir ini, nitrit oksida dimasukkan dalam kejadian nyeri kepala tipe tegang, secara spesifik
membuat sentrilisasi sentral pada stimulasi sensoris dari struktur cranial. Hipotesis lain yang
baru juga mengatakan bahwa adanya keabnormalan sensitivitas terhadap nyeri pada trigeminal
nuclear complex. Kompleks ini, berperan dalam menerima input dari struktur lain dalam otak,
termasuk system limbik.
d. Manifestasi Klinis
- Rasa kencang di daerah bitemporal, bioksipital, atau seperti diikat di sekeliling kepala, rasa
berat, dan tertekan. Nyeri kepala tidak berdenyut.
- Nyeri kepala dapat menjalar sampai leher atau bahu.
- Dapat bersifat episodic (bila serangan selama <15 hari per bulan), atau kronik (bila serangan
>15 hari per bulan).
- Durasi serangan dapat berlangsung selama 30 menit hingga beberapa hari.
- Tingkat keparahannya ringan sedang dan tidak memberat dengan aktivitas fisik.
- Tidak berhubungan dengan adanya nausea, fotofobia, atau fonofobia, dan biasanya tidak
menghentikan pasien dalam aktivitas hariannya.
e. Evaluasi Diagnostik
Anamnesis dengan riwayat penyakit sangat penting karena tidak ditemukan adanya abnormalitas
pada pemeriksaan neurologis dan ancillary test.

f. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis dibagi menjadi 2 yaitu :
1 ) T e r a p i a b o r t i f , Terapi ini digunakan untuk menghentikan atau mengurangi intensitas
serangan. Terapi abortif tersebut antara lain : aspirin 1000 mg/hari, acetam inophen
1000 mg/hari, NSAID (Naproxen 660-750 mg/hari, ketoprofen 25-50 mg/hari,
tolfenamic 200-400 mg/hari, ibuprofen 800 mg/hari, diclofenac 50-100 mg/hari).
2 ) T e r a p i p r e v e n t i f , terapi preventif tersebut antara lain : Amitriptilin
( d o s i s 1 0 - 5 0 m g sebelum tidur) dan nortriptilin (dosis 25-75 mg sebelum tidur)
yangmerupakan antidepresan golongan trisiklik yang paling sering dipakai. Selain itu juga, selective
serotonin uptake inhibitor (SSRI) juga sering digunakan seperti fluoksetin, paroksetin, sertralin.
g. KIE
Terapi Non-Farmakologis
D i s a m p i n g m e n g k o n s u m s i o b a t , t e r a p i n o n f a r m a k o l o g i s y a n g d a p a t dilakukan untuk
meringankan nyeri tension type headache antara lain :
1) Kompres hangat atau dingin pada dahi.
2) Mandi air hangat
3) Tidur dan istirahat.
Pencegahan
Cara untuk mencegah terjadinya tension type headache adalah
d e n g a n menghindari faktor pencetus seperti menghindari kafein dan nikotin, situasi yang
menyebabkan stres, kecemasan, kelelahan, rasa lapar, rasa marah, dan posisi tubuh yang tidak
baik. Perubahan gaya hidup yang diperlukan untuk m e n g h i n d a r i t e n s i o n t y p e
h e a d a c h e k r o n i s d a p a t d i l a k u k a n d e n g a n beristirahat dan berolahraga secara
teratur, berekreasi, atau merubah situasi kerja.

5. MIGREN
Kompetensi
Laporan Penyakit

: 3A
: 21

ICD X : N13

a. Definisi
Serangan nyeri kepala sesisi yang berulang, beragam beratnya, lamanya dan kekerapannya mungkin
merupakan serangan migren. Migren klasik diawali selama + 60 menit.
b. Penyebab
Vasodilatasi pembuluh darah di otak.
c. Gambaran Klinis
1) Nyeri kepala khas berdenyut, unilateral dan bertambah berat setelah aktivitas fisik.
2) Frekuensi lebih dari 5 kali serangan per hari dengan durasi masing-masing 4-72 jam.
3) Pasien mengeluh mual sampai muntah dan terdapat anoreksia, fotofobia atau fenofobia.
4) Migren dengan aura mempunyai gejala tambahan:
a) Gejala visual homonim dan/atau gejala sensoris unilateral.
b) Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual 5 menit dan/atau jenis aura yang
lainnya 5 menit.
c) Tiap gejala berlangsung 5 menit dan 60 menit.
d. Diagnosis
1) Migren tanpa aura
2) Migren dengan aura
3) Status migrenosus
e. Penatalaksanaan
1) Hindari faktor pencetus
2) Terapi serangan akut (abortif)
3) Serangan diatasi dengan:
a) Obat spesifik: ergotamin tablet 1 mg kombinasi kafein, dosis disesuaikan kondisi penyakit.
b) Obat nonspesifik: parasetamol 500 mg atau ibuprofen 400 mg
c) Obat penunjang: metoklopramid tablet
d) Obat profilaksis (keadaan tertentu): propanolol 10 mg tiap 8-12 jam atau asam valproat 500
mg tiap 12 jam.
f.

KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: menghilangkan serangan.
2) Pencegahan: hindari faktor pencetus seperti makanan tertentu (coklat, MSG), ketegangan emosi
dan kelelahan fisik. Hal-hal itu harus diidentifikasi.
3) Alasan rujukan: pada kasus migren dengan aura, migren komplikata yang memerlukan terapi
profilaksis, migren dengan intensitas dan frekuensi tinggi.
4) Efek samping pengobatan: palpitasi.

6. BELLS PALSY
Kompetensi
: 4A
Laporan Penyakit
:

ICD X :
G51.0

a. Definisi

Secara ilmiah Bells palsy atau prosoplegia adalah kelumpuhan fasialis (saraf diwajah) akibat
paralisis nervus fasial perifer (kelumpuhan saraf di wajah) yang terjadi secara akut (cepat) dan
penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) di luar sistem saraf pusat (diluar otak dan saraf ditulang
belakang) tanpa disertai adanya penyakit neurologis (saraf) lainnya. Bells palsy ditemukan oleh
Sir Charles Bell, seorang dokter berkebangsaan Skotlandia pada abad ke 19. Gejala paling nyata
wajah terlihat miring. Ketika senyum setengah wajah penderita Bells palsy tetap diam (tidak
bisa tersenyum lebar). Orang-orang tua dulu menyebutnya sebagai penyakit akibat kena angin
malam atau karena habis bertabrakan dengan makhluk halus. Bells palsy berbeda dengan stroke
walau gejala kelumpuhannya mirip.
b. Epidemologi
Bells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut (kelumpuhan
otot wajah yang proses munculnya gejala berlangsung cepat). Bells palsy dapay menyerang
umur berapapun tapi lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Wanita dan laki-laki memiliki
kemungkinan yang sama untuk terserang Bells palsy. Akan tetapi wanita muda yang berumur
(10-19 tahun) lebih rentan terserang daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. 63%
menyerang wajah sebelah kanan.
Sedangkan di Indonesia, insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang
dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bells palsy sebesar
19,55 % dari seluruh kasus neuropati (kelumpuhan saraf) dan terbanyak pada usia 21 30 tahun.
Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim
panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara
dingin atau angin berlebihan.
c. Etiology
Bells palsy adalah penyakit autoimun, yaitu suatu keadaan dimana system imun menyerang
tubuh kita sendiri. dalam hal ini, system imun menyerang nervus fasialis (saraf diwajah)
sehingga menyebabkan kelumpuhan. Penyebab pasti autoimun tersebut masih belum diketahui
(idiopatik). Akantetapi, ada beberapa hal yang diduga sebagai factor pencetus timbulnya Bells
palsy.
- Virus Herpes simplex. 60-70% kasus Bells palsy juga diikuti dengan hadirnya virus herpes
simplex (studied by Dr. Shingo Murakami and others). Diduga virus ini sudah menyerang sejak
anak-anak. Tetapi bisa juga menyebar lewat penggunaan handuk atau peralatan secara bersama
dengang orang lain yang terlebih dahulu diserang. Beberapa virus lain juga diduga sebagai
penyebabnya seperti cytomegalovirus, Epstein-Barr, rubella and mumps.
- Kongenital. Bells palsy juga biasa nya terjadi karena bawaan lahir. Hal ini bisa disebabkan
oleh karena sindroma moebius atau karena trauma lahir (seperti perdarahan
intracranial/perdarahan didalam kepala atau fraktur tengkorak/patah tulang tengkorak).
Keduanya terjadi pada saat proses kelahiran anak.
- Riwayat terpapar udara dingin secara terus menerus. Kebanyakan penderita Bells palsy
memiliki kesamaan riwayat, yaitu pernah terpapar udara dingin secara terus menerus. Misalnya

karena terpapar udara dingin karena setiap malam naik motor atau terkena angin AC secara
langsung secara terus menerus.
d. Gejala Klinik
Awalnya biasanya terjadi kehilangan sensasi rasa pada lidah. Lidah terasa seperti ada yang
menyelimuti. Pada anak 73% didahului infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya
dengan cuaca dingin. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitarnya
sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa
- Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmos).
- Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila
memejamkan mata, fenomena ini disebut Bells sign
- Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan
mencong ke sisi yang sehat.
Selanjutanya, gejala bells palsy tergantung dari lokasi lesi (tempat kerusakan sarafnya).
a. Lesi di luar foramen stilomastoideus. Gejala yang muncul adalah mulut tertarik ke arah sisi
mulut yang sehat,makanan berkumpul di antar pipi dan gusi, dan sensasi dalam (deep sensation)
di wajah menghilang. lipatan kulit dahi menghilang. Apabila mata yang terkena tidak tertutup
atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus menerus.
b. Lesi di kanalis fasialis (melibatkan korda timpani). Gejala dan tanda klinik seperti pada (a),
ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah (2/3 bagian depan) dan salivasi
(produksi air liur) di sisi yang terkena berkurang.
c. Lesi di kanalis fasialis lebih tinggi lagi (melibatkan muskulus stapedius).
Gejala dan tanda klinik seperti pada (a), (b), ditambah dengan adanya hiperakusis (sangat sensitif
terhadap suara).
d. Lesi di tempat yang lebih tinggi lagi (melibatkan ganglion genikulatum).
Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c) disertai dengan nyeri di belakang dan di dalam liang
telinga. Biasanya penderita merasa nyeri dan tidak tahan mendengar suara yang keras.
e. Lesi di daerah meatus akustikus interna, Gejala dan tanda klinik seperti (a), (b), (c), (d),
ditambah dengan tuli sebagi akibat dari terlibatnya nervus akustikus.
e. Diagnosis
A. Anamnesa (hasil wawancara dengan pasien)
- Rasa nyeri
- Gangguan atau kehilangan pengecapan.
- Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka
atau di luar ruangan.
- Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis,
herpes, dan lain-lain.
B. Pemeriksaan Fisik
Gerakan volunter yang diperiksa, dianjurkan minimal :
1. Mengerutkan dahi
2. Memejamkan mata
3. Mengembangkan cuping hidung
4. Tersenyum
5. Bersiul
6. Mengencangkan kedua bibir

C. Pemeriksaan Laboratorium. (pengambilan darah)


Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bells palsy.
D. Pemeriksaan Radiologi. (foto, seperti x-ray, ct-scan, MRI)
Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bells palsy. Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika
dicurigai adanya fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel dan
AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bells palsy akan menunjukkan adanya
penyangatan (Enhancement) pada nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum.
f. Pengobatan
- Istirahat yang cukup. Seperti dikemukakan sebelumnya, 60-70% pencetus adalah virus,
sementara virus bersifat self limiting disease (penyakit yang dapat sembuh sendiri jika kita
memiliki system pertahanan tubuh yang baik).
- Pemberian kortikosteroid (perdnison dengan dosis 40 -60 mg/hari per oral atau 1 mg/kgBB/hari
selama 3 hari, diturunkan perlahan-lahan selama 7 hari kemudian), dimana pemberiannya
dimulai pada hari kelima setelah onset penyakit, gunanya untuk meningkatkan peluang
kesembuhan pasien. Dasar dari pengobatan ini adalah untuk menurunkan kemungkinan
terjadinya kelumpuhan yang sifatnya permanen yang disebabkan oleh pembengkakan nervus
fasialis (saraf wajah) di dalam kanal fasialis (jalurnya) yang sempit. Kortikostiroid juga bersifat
immunosupresan sehingga bisa menekan kinerja system imun. Mekanisme ini sesuai dengan
penyebab utama bells palsy yaitu autoimun.
- Penggunaan obat- obat antivirus . Acyclovir (400 mg selama 10 hari) dapat digunakan dalam
penatalaksanaan Bells palsy yang dikombinasikan dengan prednison atau dapat juga diberikan
sebagai dosis tunggal untuk penderita yang tidak dapat mengkonsumsi prednison.Penggunaan
Acyclovir akan berguna jika diberikan pada 3 hari pertama dari onset penyakit untuk mencegah
replikasi virus (penggandaan virus).
- Untuk perawatan mata dapat menggunakan air mata buatan atau menggunakan pelindung mata,
seperti kacamata.
- Fisioterapi sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison, dapat dianjurkan pada
stadium akut. Tujuan fisioterapi untuk mempertahankan tonus otot (kekuatan) yang lumpuh.
Cara yang sering digunakan yaitu : mengurut/massage otot wajah selama 5 menit pagi-sore atau
dengan faradisasi.
- Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-anak karena dapat menimbulkan
komplikasi lokal maupun intracranial. Tindakan operatif dilakukan apabila tidak terdapat
penyembuhan spontan atau tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednison.
- Penulis menyarankan agar pasien melakukan kompres air hangat disertai pemijatan pada bagian
yang lumpuh pagi dan malam. Walaupun belum ada penilitian ilmiah terkait ini, tetapi pemberian
paparan air hangat merupakan negasi (kebalikan) dari paparan udara dingin yang sering
memapari penderita. Pemijatan juga berfungsi melatih gerakan-gerakan pada otot wajah. Penulis
juga menyarakan agar setiap saat pasien melakukan menggerak-gerakkan wajahnya, seperti
berlatih tersenyum, mengangkat alis ataupun menarik pipi ataupun alis.
g. KIE
- Hindari mandi di malam hari.
- Hindari kebiasaan langsung mandi atau mencuci muka sehabis berolahraga .
- Hindari terpaan angin langsung ke wajah, utamanya angin dingin.
- Perbaiki system pertahanan tubuh (system imunitas).

7. VERTIGO (Benign paroxysmal positional vertigo)


Kompetensi
: 4A
Laporan Penyakit
:

ICD X :

a. Definisi
Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat
disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh. Vertigo
(sering juga disebut pusing berputar, atau pusing tujuh keliling) adalah kondisi di mana seseorang merasa
pusing disertai berputar atau lingkungan terasa berputar walaupun badan orang tersebut sedang tidak
bergerak.
Vertigo adalah keadaan pusing yang dirasakan luar biasa. Seorang yang menderita vertigo perasaannya
seolah-olah dunia sekeliling berputar (vertigo objektif) atau penderita sendiri merasa berputar dalam
ruangan (vertigo subjektif). Bagi masyarakat awam vertigo disebut juga sebagai tujuh keliling.
b. Patofisiologi
Pada dasarnya keseimbangan tubuh dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi mengenai
posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Vertigo biasanya timbul akibat
gangguan telinga tengah dan dalam atau gangguan penglihatan.
Gangguan pada otak kecil yang mengakibatkan vertigo jarang sekali ditemukan. Namun, pasokan oksigen
ke otak yang kurang dapat pula menjadi penyebab. Beberapa jenis obat, seperti kina, streptomisin, dan
salisilat, diketahui dapat menimbulkan radang kronis telinga dalam. Keadaan ini juga dapat menimbulkan
vertigo.
Benign Paroxysmal Positional Vertigo merupakan penyakit yang sering ditemukan, di mana vertigo
terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 1 menit. Perubahan posisi kepala (biasanya terjadi
ketika penderita berbaring, bangun, berguling di atas tempat tidur atau menoleh ke belakang) biasanya
memicu terjadinya vertigo ini.
Penyakit ini tampaknya disebabkan oleh adanya endapan kalsium di dalam salah satu kanalis
semisirkularis di dalam telinga bagian dalam. Vertigo jenis ini mengerikan, tetapi tidak berbahaya dan
biasanya menghilang dengan sendirinya dalam beberapa minggu atau bulan. Tidak disertai hilangnya
pendengaran maupun telinga berdenging.
c. Penyebab
Penyebab vertigo bermacam-macam. Vertigo bisa disebabkan karena adanya gangguan pada sistem
vestibular perifer (ganguan pada telinga bagian dalam). Pusing juga bisa muncul sebagai akibat dari
gangguan sistem vestibular sentral (misalnya saraf vestibular, batang otak, dan otal kecil). Pada beberapa
kasus, penyebab vertigo tidak diketahui.
Gangguan vestibular perifer meliputi Benign Paroksimal Positional Vertigo (BPPV; vertigo karena
gangguan vestibular perifer yang paling banyak ditemui), sindrom Cogan (terjadi karena ada peradangan
pada jaringan ikat di kornea, bisa mengakibatkan vertigo, telinga berdenging dan kehilangan
pendengaran), penyakit Mnire (adanya fluktuasi tekanan cairan di dalam telinga/ endolimf sehingga
dapat mengakibatkan vertigo, telinga berdenging, dan kehilangan pendengaran). ototoksisitas (keracuanan

pada telinga), neuritis vestibular (peradangan pada sel saraf vestibular, dapat disebabkan karena infeksi
virus).
Beberapa obat dan zat kimia (seperti timbal, merkuri, timah) dapat menyebabkan ototoksitas, yang
mengakibatkan kerusakan pada telinga bagian dalam atau saraf kranial VIII dan menyebabkan vertigo.
Kerusakan dapat bersifat temporer maupun permanen. Penggunaan preparat antibiotik (golongan
aminoglikosida, yaitu streptomisin dan gentamisin) jangka panjang maupun penggunaan antineoplastik
(misalnya cisplatin maupun carboplatin) dapat menyebabkan ototoksisitas permanen. Konsumsi alkohol,
meskipun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan vertigo temporer pada beberapa orang
Keadaan lingkungan, motion sickness (mabuk darat, mabuk laut) obat-obatan, alkohol, gentamisin,
kelainan sirkulasi Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran
darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan arteri basiler.
Kelainan ini terjadi karena gangguan keseimbangan baik sentral atau perifer, kelainan pada telinga sering
menyebabkan vertigo. Untuk menentukan kelainan yang menyebabkan vertigo, dokter THT-KL biasanya
akan melakukan pemeriksaan ENG (elektronistagmografi).
d. Gejala
Penderita merasa seolah-olah dirinya bergerak atau berputar; atau penderita merasakan seolah-olah benda
di sekitarnya bergerak atau berputar. Perasaan pusing ini selain disertai rasa berputar kadang-kadang
disertai mual dan muntah. Bila gangguan ini berat, penderita bahkan tak mampu berdiri atau bahkan
terjatuh. Hal ini biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya
beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik
jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali.
e. Diagnosis
Sebelum memulai pengobatan, harus ditentukan sifat dan penyebab dari vertigo. Gerakan mata yang
abnormal menunjukkan adanya kelainan fungsi di telinga bagian dalam atau saraf yang
menghubungkannya dengan otak. Nistagmus adalah gerakan mata yang cepat dari kiri ke kanan atau dari
atas ke bawah. Arah dari gerakan tersebut bisa membantu dalam menegakkan diagnosa. Nistagmus bisa
dirangsang dengan menggerakkan kepala penderita secara tiba-tiba atau dengan meneteskan air dingin ke
dalam teling.
Untuk menguji keseimbangan, penderita diminta berdiri dan kemudian berjalan dalam satu garis lurus,
awalnya dengan mata terbuka, kemudian dengan mata tertutup. Tes pendengaran seringkali bisa
menentukan adanya kelainan telinga yang mempengaruhi keseimbangan dan pendengaran.
f. Penanganan
Pengobatan tergantung kepada penyebabnya. Obat untuk mengurangi vertigo yang ringan adalah
meklizin, dimenhidrinat, perfenazin dan betahistin mesilat. Betahistin mesilat terutama berfungsi untuk
mencegah motion sickness, yang terdapat dalam bentuk plester kulit dengan lama kerja selama beberapa
hari. Semua obat di atas bisa menyebabkan kantuk, terutama pada usia lanjut. Skopolamin dalam bentuk
plester menimbulkan efek kantuk yang paling sedikit. Biasanya pemberian vitamin B12, B1, antihistamin,
diuretika, dan pembatasan konsumsi garam dapat mengurangi keluhan.

8. GANGGUAN SOMATOFORM
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 0802

ICD X : F40-F48

a. Definisi
Suatu atau kumpulan gejala fisik yang dirasakan berlebihan disertai dengan sindrom ansietas tanpa
bukti adanya penyakit fisik.
b. Penyebab
Psikologis dan keprbadian individu, stresor psikososial, penyakit organik seperti hipertiroid,
pheocromamocytosis.
c. Jenis-jenis Gangguan Neurotik
Gangguan neurotik yang sering dijumpai adalah sebagi berikut
1) Gangguan ansietas fobik seperti agorafobia, fobia sosial, fobia spesifik
2) Gangguan Panik
3) Gangguan Ansietas Menyeluruh.
4) Gangguan Obsesif Kompulsif
5) Gangguan Stres Pasca Trauma
6) Gangguan Penyesuaian
7) Gangguan Somatisasi
d. Gambaran Klinik
Sesuai dengan gejala dari masing-masing jenis neurotik, untuk memudahkan sebagai target terapi
maka secara klinik perlu mengenali sindrom ansietas sebagai berikut:
1) Adanya perasaan cemas atau kuatir yang tidak realistik terhadap dua atau lebih hal yang
dipersepsikan sebagai ancaman. Perasaan ini menyebabkan individu tidak mampu istirahat
dengan tenang (inability to relax)
2) Terdapat gejala-gejala berikut:
a) Ketegangan motorik, seperti kedutan otot atau rasa gemetar, otot tegang/kaku/pegal, tidak
bisa diam, atau mudah menjadi lelah
b) Hiperaktivitas otonomik, seperti napas pendek/terasa berat, jantung berdebar-debar, telapak
tangan basah dan dingin, mulut kering, kepala pusing/rasa melayang, mual, mencret, perut tak
enak, muka panas/badan menggigil, buang air kecil atau sukar menelan/rasa tersumbat.
c) Kewaspadaan berlebihan dan daya tangkap berkurang, seperti perasaan jadi peka/mudah
ngilu, mudah terkejut/kaget, sulit berkosentrasi/berpikir fokus, sukar tidur atau mudah
tersinggung
3) Hendaya dalam fungsi kehidupan sehari-hari, bermanifestasi dalam gejala seperti penurunan
kemampuan kerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
e. Diagnosis
Berdasarkan PPDGJIII, maka pedoman diagnosis sesuai jenisnya sebagai berikut :
1) Gangguan Ansietas Fobik
a) Kecemasan dicetuskan oleh adanya situasi atau objek yang jelas, yang sebenarnya pada saat
kejadian tidak membahayakan.
b) Sebagai akibatnya, objek atau situasi tersebut dihindari atau dihadapi dengan rasa terancam
c) Secara subyektif, fisiologik dan tampilan perilaku tidak jauh berbeda dengan jenis ansietas
lainnya
2) Gangguan Ansietas Panik
a) Ditemukan adanya beberapa kali serangan cemas berat dalam masa kira-kira 1 bulan
b) Keadaan dimana sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya

c) Tidak terbatas pada situasi yang sudah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya
3) Gangguan Ansietas Menyeluruh
a) Gambaran utama adalah adanya kecemasan yang menyeluruh dan menetap
b) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, sulit konsentrasi dll)
c) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, tidak dapat santai, gemetaran)
d) Overaktivitas motorik (berkeringat dingin, berdebar-debar, pusing, mulut kering, nyeri ulu
hati dll)
e) Pada anak-anak terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan serta keluhan
somatik yang berulang-ulang.
4) Gangguan Obsesif Kompulsif
a) Ciri utama adalah adanya pikiran obsesif atau tindakan yang berulang, gejala obsesional atau
tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hamper tiap hari selama sedikitnya dua
minggu berturut-turut
b) Harus disadari sebagai pikiran atau impuls dari diri sendiri
c) Sedikitnya ada satu tindakan atau pikiran yang masih tidak bias dilawan
d) Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut bukan merupakan hal yang memberikan
kepuasan atau kesenangan
e) Pikiran, bayangan atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak
menyenangkan
5) Gangguan Stres Pasca Trauma
a) Keadaan ini timbul sebagai respons yang berkepanjangan dan/atau tertunda terhadap
kejadian atau situasi yang menimbulkan stress (baik singkat maupun berkepanjangan) yang
bersifat katastrofik atau menakutkan, yang dapat menyebabkan ketegangan bagi tiap orang
(misalnya bencana alam atau bencana yang dibuat oleh manusia seperti perang atau konflik
masyarakat, kecelakaan, terorisme, korban penyiksaan/perkosaan dll)
b) Diagnosis ditegakkan jika gangguan ini timbul dalam kurun waktu 2 minggu sampai 6 bulan
setelah kejadian traumatik, dapat lebih dari 6 bulan asal saja gejala-gejala khasnya nampak
c) Selain adanya kejadian trauma, harus didapatkan bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari
kejadian traumatik itu kembali secara berulang-ulang (flashback)
d) Berusaha menghindari suasana atau kejadian yang menimbulkan trauma atau sesuatu yang
dapat diasosiasikan dengan kejadian traumatik sebelumnya (misalnya pada bencana tsunami
atau banjir bandang, seseorang jika melihat langit mendung dan hujan deras akan timbul rasa
takut seakan peristiwa itu akan terjadi lagi)
e) Ganggaun otonomik, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya dapat mewarnai
diagnosis tapi tidak khas
6) Gangguan Penyesuaian
a) Adanya faktor kejadian atau situasi yang stressful atau krisis kehidupan ( seperti menderita
penyakit yang mengancam jiwa, suasana pekerjaan yang baru dan tidak menyenangkan)
b) Onset biasanya terjadi dalam 1 bulan setelah terjadinya kejadian yang stressful dan gejala
biasanya tidak bertahan melebihi 6 bulan
c) Gangguan bervariasi mencakup afek cemas, depresif, campuran cemas dan depresif,
gangguan tingkah laku yang disertai dengan adanya ketidakmampuan dalam kegiatan rutin
sehari-hari
7) Gangguan Somatisasi
a) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan
atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung setidaknya 2 tahun
b) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan
fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya.
f.

Penatalaksanaan
1) Untuk semua jenis gangguan neurotik dapat diberikan:

2)
3)
4)
5)

Antiansietas : Diazepam 25 mg tiap 8-12 jam


Antidepresan : Amitriptilin 12,5 mg tiap 12-24 jam
Antipsikotik : Haloperidol 0,5 mg tiap 12-24 jam
Untuk Gangguan Panik sebaiknya diberikan Alprazolam 0,5 mg tiap 8-12 jam sehari jika obatnya
tersedia.
Obat utama adalah Diazepam yang diberikan secara tunggal.
Penambahan dengan Amitriptilin 12,5 mg jika diserta gejala-gejala afek yang depresif dan atau
haloperidol 0,5 mg jika gejala-gejalanya cukup berat yang disertai dengan banyaknya keluhan
somatik dan atau pikiran-pikiran yang kurang rasional.
Segera rujuk ke psikiater jika gangguan neurotik dalam 1 minggu pengobatan tidak memberi efek
yang baik.

g. KIE
1) Selain pemberian obat sebaiknya memberi konseling kepada pasien, dengan cara: bersikap
empati, memberi dukungan kepada pasien untuk mampu mengatasi sendiri masalahnya, bantu
pasien mengenali stressor psikososialnya, lebih banyak mendengarkan keluhan pasien dan
membiarkan untuk mengeluarkan unek-uneknya (ventilasi), jangan terlalu banyak memberikan
nasehat, tidak terlalu cepat untuk menilai keadaan pasien dan jangan menyalahkan atau
menghakimi atas sikap dan perilakunya.
2) Memberi penjelasan tentang penyakit yang dideritanya termasuk dalam gangguan jiwa ringan
yang bisa diobati
3) Memberi penjelasan tentang efek samping sedasi dari obat-obat tersebut, sehingga tidak
menjalankan kendaraan waktu meminum obat, atau sebaiknya minum obat saat mau tidur
4) Memberi penjelasan untuk tidak meminum obat tanpa resep dokter atau dosis yang sesuai dengan
anjuran dokter karena beberapa obat antiansietas seperti diazepam dan alprazolam dapat
menimbulkan ketergantungan
5) Menganjurkan pasien untuk berkonsultasi dengan psikiater untuk mendapatkan pelayanan
pengobatan yang lebih baik dan penanganan psikoterapi.

9. INSOMNIA
Kompetensi
Laporan Penyakit

: 4A
:

ICD X : G47.0

a. Definisi
Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan
tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. Gejala tersebut biasanya diikuti gangguan fungsional saat
bangun.
b. Etiologi
Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti
kelainan emosional,kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan.
Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut; dan seringkali timbul bersamaan
dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau ketakutan.
Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah.
Dengan bertambahnya usia, waktu tidur cenderung berkurang. Stadium tidur juga berubah, dimana
stadium 4 menjadi lebih pendek dan pada akhirnya menghilang, dan pada semua stadium lebih banyak
terjaga. Perubahan ini, walaupun normal, sering membuat orang tua berfikir bahwa mereka tidak cukup
tidur.
Pola terbangun pada dini hari lebih sering ditemukan pada usia lanjut. Beberapa orang tertidur secara
normal tetapi terbangun beberapa jam kemudian dan sulit untuk tertidur kembali.
Kadang mereka tidur dalam keadaan gelisah dan merasa belum puas tidur. Terbangun pada dini hari, pada
usia berapapun, merupakan pertanda dari depresi.
Orang yang pola tidurnya terganggu dapat mengalami irama tidur yang terbalik, mereka tertidur bukan
pada waktunya tidur dan bangun pada saatnya tidur.
Hal ini sering terjadi sebagai akibat dari:

Jet lag (terutama jika bepergian dari timur ke barat).


Bekerja pada malam hari.
Sering berubah-ubah jam kerja.
Penggunaan alkohol yang berlebihan.
Efek samping obat (kadang-kadang).

Kerusakan pada otak (karena ensefalitis, stroke, penyakit Alzheimer).


c. Gejala

Penderita mengalami kesulitan untuk tidur atau sering terjaga di malam hari dan sepanjang hari
merasakan kelelahan. Awal proses tidur pada pasien insomnia mengacu pada latensi yang
berkepanjangan dari waktu akan tidur sampai tertidur. Dalam Insomnia psiko-fisiologis, pasien

mungkin mengeluh perasaan cemas, tegang, khawatir, atau mengingat secara terus-menerus
masalah-masalah di masa lalu atau di masa depan karena mereka berbaring di tempat tidur terlalu
lama tanpa tertidur. Pada insomnia akut, dimungkinkan ada suatu peristiwa yang memicu, seperti
kematian atau penyakit yang menyerang orang yang dicintai. Hal ini dapat dikaitkan dengan
timbulnya insomnia. Pola ini dapat menjadi tetap dari waktu ke waktu, dan pasien dapat
mengalami insomnia, berulang terus-menerus. Semakin besar usaha yang dikeluarkan dalam
mencoba untuk tidur, tidur menjadi lebih sulit diperoleh. Menonton jam saat setiap menit dan
jam berlalu hanya meningkatkan perasaan terdesak dan usaha untuk tertidur. Tempat tidur
akhirnya dapat dipandang sebagai medan perang, dan tidur lebih mudah dicapai dalam
lingkungan yang asing.
d. Diagnosa
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap:

Pola tidur penderita sakit jiwa


Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
Tingkatan stres psikis.
Riwayat medis.
Aktivitas fisik.

Diagnosis berdasarkan kepada kebutuhan tidur secara individual.

e. Penatalaksanaan
Pengobatan insomnia tergantung kepada penyebab dan beratnya insomnia.
Jika penyebabnya adalah stres emosional, diberikan obat untuk mengurangi stres. Jika
penyebabnya adalah depresi, diberikan obat anti-depresan seperti Amitriptilin 12,5 mg tiap 12-24
jam

Orang tua yang mengalami perubahan tidur karena bertambahnya usia, biasanya tidak
memerlukan pengobatan, karena perubahan tersebut adalah normal.
Jika gangguan tidur berhubungan dengan aktivitas normal penderita dan penderita merasa sehat,
bisa diberikan obat tidur untuk sementara waktu. Alternatif lain untuk mengatasi insomnia tanpa
obat-obatan adalah dengan terapi hipnosis atau hipnoterapi.
f. KIE
Penderita insomnia hendaknya tetap tenang dan santai beberapa jam sebelum waktu tidur tiba
dan menciptakan suasana yang nyaman di kamar tidur; cahaya yang redup dan tidak berisik.

10. KONJUNGTIVITIS BAKTERIAL


Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 1005

ICD X : H10

a.

Definisi
Konjungtivitis bakterial sering dijumpai pada anak-anak, biasanya dapat sembuh sendiri.

b.

Penyebab
Infeksi ini umumnya disebabkan oleh bakteri Staph. epidermidis, Staph. aureus, Strep. pneumoniae
dan H. influenza. Penyebaran infeksi melalui kontak langsung dengan sekret air mata yang terinfeksi.

c.

Gambaran Klinis
Mata terlihat merah.
Rasa mengganjal dan panas pada mata.
Sekret yang banyak, pada saat bangun tidur kelopak mata lengket dan sulit dibuka.
Kelopak mata bengkak dan berkrusta. Pada keadaan awal sekret berbentuk serosa (watery)
menyerupai konjungtivitis virus, namun dalam beberapa hari sekret menjadi mukopurulen,
kadang disertai dengan air mata berwarna merah (darah).
5) Injeksi konjungtiva dapat terlihat dengan jelas.
6) Pada pemeriksaan dengan membuka kelopak mata bawah dan membalik kelopak mata atas,
tampak selaput (membran) yang dapat dilepaskan dengan menggunakan cottonbuds (sebelumnya
diberikan tetes mata anestesi topikal).
1)
2)
3)
4)

d.

Diagnosis
Sekret mukopurulen.

e.

Penatalaksanaan
1) Pemberian antibiotik dapat diberikan dalam bentuk tetes mata dan salep mata. Kloramfenikol
tetes mata 1-2 tetes tiap 4-6 jam. Salep mata kloramfenikol dapat diberikan untuk mendapatkan
konsentrasi yang tinggi. Diberikan sebelum tidur agar tidak mengganggu aktivitas sehari-hari,
karena pemberian salep mata dapat mengganggu penglihatan. Contoh:Cendoxitrol,Aletrol
2) Antibiotik oral (amoksisilin) dapat diberikan bila radang meluas (terutama pada pasien anak).
KIE
1) Tujuan pengobatan: menyembuhkan infeksi dan mencegah komplikasi.
2) Pembersihan sekret dengan kassa steril yang dibasahi dengan NaCl atau air matang.
3) Cara pemakaian tetes mata: setelah diteteskan, tutup mata, tekan daerah punctum lakrimal (kantus
medial) di daerah nasal.

f.

11. KONJUNGTIVITIS VIRAL


Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 1005

ICD X : B30

a.

Definisi
Konjungitivitis Viral adalah peradangan pada konjungtiva yang biasanya disebabkan oleh Adenovirus.
Penyakit ini sangat tinggi tingkat penyebarannya, melalui jalan napas atau sekresi air mata, baik
secara langsung maupun melalui bahan pengantar seperti handuk, sapu tangan yang digunakan
bersama.

b.

Penyebab
Infeksi ini disebabkan Adenovirus.

c.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Gambaran Klinis
Timbul secara akut
Mata merah dan berair, biasanya mengenai dua mata
Pada konjungtiva terlihat folikel dan sekret serosa (warna bening)
Pada kasus berat dapat terjadi subkonjungtiva, kemosis dan pseudomembran
Bila terjadi keratitis, akan terlihat lesi putih di kornea berbentuk pungtata di epitel atau sub-epitel,
dalam keadaan berat dapat terjadi di stroma kornea.
Dapat terjadi edema kelopak mata
Dapat disertai dengan demam, batuk pilek
Dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening preaurikuler

d.

Diagnosis
Edema palpebra, konjungtiva merah, sekret serosa, tidak terjadi penurunan visus.

e.

Penatalaksanaan
1) Pada umumnya penyakit ini dapat sembuh sendiri.
2) Dapat ditambahkan antibiotik topikal seperti kloramfenikol tetes mata bila terdapat tanda infeksi
sekunder, seperti sekret menjadi purulen.

f.
1)
2)
3)
4)
5)

KIE
Tujuan pengobatan: penyembuhan dan mencegah komplikasi.
Pasien harus istirahat, kurangi aktivitas membaca atau menonton tv.
Pencegahan: hindari kontak dengan penderita.
Pemberian kortikosteriod topikal merupakan kontraindikasi.
Jika dalam 5-7 hari tidak ada perbaikan, rujuk ke dokter spesialis mata.

KONJUNGTIVITIS VERNAL
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 1004
a.

ICD X : H10

Definisi
Konjungtivitis vernal adalah peradangan pada konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas (atopi).
Keratokonjungtivitis vernal biasanya bersifat rekuren, bilateral dan terjadi pada masa anak-anak yang
tinggal di daerah kering dan hangat. Onset terjadi pada usia > 5 tahun dan berkurang setelah masa
pubertas. Pada umumnya didapatkan riwayat atopi pada pasien atau keluarga.

b. Penyebab
Riwayat Alergi/Atopi.
a. Gambaran Klinis
1) Gejala utama yang paling sering dikeluhkan adalah rasa gatal yang diikuti dengan lakrimasi,
fotopobia, mengganjal dan rasa terbakar.
2) Pada anak dijumpai frekuensi berkedip yang meningkat.
3) Pada pemeriksaan dapat terlihat papil di konjungtiva tarsal superior.
4) Dalam keadaan berat dapat dijumpai Giant Papillae atau Cobblestone (bila kelopak mata atas
dibalik, terlihat benjolan yang multipel).
5) Di daerah limbus, gambaran klinis yang terlihat adalah nodul berwarna putih (trantas dot) dan
bila kornea terkena dapat terjadi Shield Ulceration (adanya ulkus di tengah kornea yang
noninfeksius, karena gesekan dari cobblestone).
c. Penatalaksanaan
1) Mast cell stabilizers seperti Natrium kromoglikat tetes mata 2% 1-2 tetes tiap 6-8 jam dapat
diberikan untuk mencegah eksaserbasi akut.
2) Pemberian antihistamin oral dan steroid oral.
d. KIE
1) Tujuan pengobatan: menghilangkan gejala dan mengurangi rekurensi.
2) Hindari faktor pencetus seperti debu, serbuk bunga, perubahan iklim
3) Jangan pernah memberikan kortikosteroid topikal untuk jangka panjang.
4) Alasan rujukan: bila masih terjadi eksaserbasi akut, kornea telah terkena atau lebih dari 2 minggu
tidak ada perbaikan, segera rujuk ke dokter spesialis mata.

12. PERDARAHAN SUBKONJUNCTIVA


Kompetensi
: 4A
Laporan Penyakit
:

ICD X :
H11.3

a. Latar Belakang
Konjungtiva merupakan lapisan terluar yang melapisi sclera (konjungtia bulbi) dan palpebra bagian
dalam (konjungtiva palpebra) yang bersifat basah dan tipis. Di konjungtiva banyak terdapat saraf dan
pembuluh darah kecil yang rapuh. Pembuluh darah yang rapuh ini bisa pecah dan mengakibatkan
perdarahan subkonjungtiva (daerah dibawah konjungtiva) yang tampak sebagai patch merah terang
(paling banyak) atau merah gelap.
b. Patofisiologi
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun infeksi. Perdarahan dapat
berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva.
c. Etiologi
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi pada semua ras, umur, dan jenis kelamin dengan proporsi yang
sama. Beberapa penyebab yang daat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva antara lain :
1. Spontan/idiopatik biasanya yang ruptur adalah pembuluh darah konjungtiva.
2. Batuk, berusaha, bersin, muntah.
3. Hipertensi. Pembuluh darah konjungtiva merupakan pembuluh darah yang rapuh,sehingga jika ada
kenaikan tekanan mudah ruptur sehingga menyebabkan perdarahan subkonjungtiva.
4. Gangguan perdarahan yang diakibatkanoleh penyakit hati, diabetes, SLE, dan kekurangan vitamin C,
gangguan faktor pembekuan.
5. Penggunaan antibiotik, NSAID, steroid, vitamin D, kontrasepsi.
6. Infeksi sistemik yang menyebabkan demam seperti meningococcal septicemia, scarlet fever, typhoid
fever, cholera, rickettsia, malaria, dan virus (misal influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly
fever).
7. Gejala sisa dari operasi mata.
8. Trauma.
9. Menggosok mata.
d. Tanda dan Gejala
Pasien datang dengan keluhan matanya yang bagian putih merah, pusing, berair, dalam waktu 24 jam
sejak munculnya warna merah, bentuknya semakin membesar, kemudian mengecil, awalnya merah cerah

lama-lama berwarna agak gelap . Hal yang harus ditanyakan adalah adanya riwayat trauma, mengangkat
benda berat, batuk kronis, hipertensi.
Tanda yang tampak pada pemeriksaan antara lain
1. Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis) atau merah tua (tebal).
2. Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasnya peradangan yang ringan.
3. Lingkungan sekitar peradangan tampak normal.
e. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah
1. Penlight. Pada konjungtiva bulbi tampak adanya patch kemerahan.
2. Tekanan darah untuk mengetahui risiko hipertensi.
3. Cek darah lengkap untuk memastikan adanya gangguan pembekuan darah.
f. Penatalaksanaan
Perdarahan subkonjungtiva sebenarnya tidak memerlukan pengobatan karena darah akan terabsorbsi
dengan baik selama 3 -4 minggu. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa
dokter memberikan vasacon atau asam traneksamat (vasokonstriktor) dan multivitamin. Airmata buatan
(Cendo Lyteers) untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risiko perdarahan
berulang.

13. MATA KERING


Kompetensi
: 4A
Laporan Penyakit
:

ICD X : H04

a. Definisi
terjadi pada orang dengan produksi lapisan air mata tidak seimbang baik kualitas maupun
kuantitasnya. Fungsi lapisan air mata memberikan pelumasan di permukaan bola mata sehingga
menjadi jernih dan licin, maka orang dapat melihat dengan nyaman.
b. Patofisiologi
Lapisan air mata terdiri dari :
1. Lapisan Lemak/Minyak, merupakan lapisan terluar yang berhubungan dengan udara luar,
dihasilkan oleh kelenjar kecil-kecil di pinggir kelopak mata yang disebut kelenjar meibom dan
berfungsi untuk melicinkan permukaan mata dan mengurangi penguapan air mata.
2. Lapisan Air, terletak di bagian tengah dan dikenal sebai air mata, dihasilkan oleh kelenbjar
kecil-kecil tersebar di konjungtiva (selaput halus tipis menyelubungi bola mata dan kelopak
mata), selain itu juga dihasilkan oleh kelenjar air mata (kelenjar lakrimal) yang berfungsi untuk
membersihkan mata serta mengeluarkan benda asing atau irritan.
3. Lapisan Lendir, merupakan lapisan paling dalam yang kontak langsung dengan mata yakni
komjungtiva dan kornea, dihasilkan oleh konjungtiva dan menyebabkan air mata menempel pada
mata.
c. Penyebab
1. Produksi Air Mata Berkurang
a) Usia bertambah tua : sering dijumpai pada wanita yang sudah menopause, tetapi dapat juga
terjadi pada usia berapapun baik laki-laki dan wanita.
b) Akibat pemakain obat-obatan jangka panjang seperti antihistamin, antidepresan, kontrasepsi
oral, obat tukak lambung, betabloker, obat-glaukoma dan obat anesthesi.
c) Kelainan Kongenital
2. Penguapan Air Mata Berlebihan
a) Lapisan lemak air mata terlalu tipis
b) Kelopak mata tidak dapat menutup dengan sempurna/normal, berkedip tidak normal
(biasanya pada orang-orang hipertitoid atau pasca trauma)
c) Lingkungan udara kering : AC, Hairdryer, iklim kering, polusi udara rokok, debu, angin dan
gurun pasir
d) Parut kornea, penderita alergi
e) Penyakit kelenjar meibom
d. Gejala & Tanda
- mata terasa kering, gatal, panas, merah, pedih dan mata berair
- lengket dan mengeluarkan kotoran berlendir, ada sensasi seperti "kelilipan" atau kemasukan
benda asing
- mata menjadi lebih sensitive terhadap asap rokok, panas matahari, angin, tempat ber-AC atau
udara kering
- mata mudah lelah jika untuk membaca, melihat TV atau di depan komputer.

- mata sering terasa kabur terutama di pagi dan sore hari dan akan ,enjadi lebih jelas setelah
berkedip.
e. Pemeriksaan
1. Dilakukan tes uji Schimer yang berguna untuk mengukur produksi air mata
Kertas filter schimer ditempelkan pada kantung kelopak bawah selama 5 menit (Normal jika
kertas filter basah pada angka 10-30 mm)
2. Dilakukan Tear Break Up Time (BUT) untuk mengukur kualitas kstabilan air mata
Dikatakan normal jika mata diminta berkedip kemudian kedip ditahan apabila lapisan air mata
tidak mengalami perubahan antara 20-30 detik.
f. Penatalaksanaan
Terapi antara pasien satu dengan yang lain berbeda tergantung dari seberapa berat kondisi mata
keringnya dan apa penyebabnya. Dokter mata pada umumnya akan memberikan tetes mata
buatan (artificial tears) seperti Cendo Lyteers yang membantu mengurangi gejala diatas
(sebaiknya dipilih yang tanpa pengawet). Pengguna lensa kontak sebaiknya melepaskan kontak
lensanya sebelum memberikan tetes mata air buatan.
g. KIE
- Memakai kacamata pelindung untuk mencegah tiupan angin dan panas matahari
- Hindari tiupan AC-Hydryer langsung pada mata
- Usahan kelrembaban rumah antara 30-50 %
- Memakai obat tetes mata pelembab, lubrikan sediaan gel sebelum gejala memberat
- Mata kadang dikompres dengan air hangat atau digosok dengan baby oil agar mendapatkan
lipid lebih tebal
- Jangan menahan berkedip, tutup mata selama 10 detik setiap 10 menit setelah mata terbuka
sehingga akan memberikan rasa nyaman pada mata

14. BLEFARITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit

: 4A
: 1004

ICD X :
H01.0

a. Definisi
Blefaritis adalah suatu peradangan pada kelopak mata.
Blefaritis ditandai dengan pembentukan minyak berlebihan di dalam kelenjar di dekat kelopak mata yang
merupakan lingkungan yang disukai oleh bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di kulit.
b. Penyebab
Terdapat 2 jenis blefaritis:
Blefaritis anterior : mengenai kelopak mata bagian luar depan (tempat melekatnya bulu mata).
Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus dan ketombe pada kulit kepala.
Blefaritis posterior ; mengenai kelopak mata bagian dalam (bagian kelopak mata yang lembab,
yang bersentuhan dengan mata).
Penyebabnya adalah kelainan pada kelenjar minyak.
2 penyakit kulit yang bisa menyebabkan blefaritis posterior adalah rosasea dan ketombe pada
kulit kepala (dermatitis seboreik).
Alergi atau infestasi kutu pada bulu mata juga bisa menyebabkan blefaritis.
c. Gejala

Blefaritis menyebabkan kemerahan dan penebalan, bisa juga terbentuk sisik dan keropeng atau luka
terbuka yang dangkal pada kelopak mata.
Blefaritis bisa menyebabkan penderita merasa ada sesuatu di matanya.
Mata dan kelopak mata terasa gatal, panas dan menjadi merah.
Bisa terjadi pembengkakan kelopak mata dan beberapa helai bulu mata rontok.
Mata menjadi merah, berair dan peka terhadap cahaya terang.
Bisa terbentuk keropeng yang melekat erat pada tepi kelopak mata; jika keropeng dilepaskan, bisa
terjadi perdarahan.
Selama tidur, sekresi mata mengering sehingga ketika bangun kelopak mata sukar dibuka.

d. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak mata.
e. Penatalaksanaan
Untuk membantu membasmi bakteri kadang diberikan salep antibiotik (misalnya eritromisin atau
sulfacetamide) atau antibiotik per-oral (misalnya: amoksilin)
Jika terdapat dermatitis seboroik, harus diobati.
Jika terdapat kutu, bisa dihilangkan dengan mengoleskan jeli petroleum pada dasar bulu mata.
f. KIE
Membersihkan pinggiran kelopak mata untuk mengangkat minyak yang merupakan makanan bagi
bakteri. Bisa digunakan sampo bayi atau pembersih khusus.

15. HORDEOLUM
Kompetensi
Laporan Penyakit

: 3A
: 1005

ICD X : H00-H01

a. Definisi
Hordeolum adalah suatu infeksi pada satu atau beberapa kelenjar di tepi atau di bawah kelopak mata.
Bisa terbentuk lebih dari 1 hordeolum pada saat yang bersamaan. Hordeolum biasanya muncul dalam
beberapa hari dan bisa kambuh secara spontan.
Hordeolum internum adalah abses akut pada kelopak mata yang disebabkan oleh infeksi Stafilokokus
pada kelenjar Meibomian, dengan penonjolan mengarah ke konjungtiva.
Hordeolum eksternum disebabkan oleh infeksi stafilokokus yang memberikan gambaran abses akut
yang terlihat pada folikel bulu mata dan kelenjar Zeis atau Moll. Hordeolum eksternum sering
ditemukan pada anak-anak.
b. Penyebab
Hordeolum adalah infeksi akut pada kelenjar minyak di bawah kelopak mata yang disebabkan oleh
bakteri dari kulit (biasanya di sebabkan oleh bakteri stafilokokus). Hordeolum sama dengan jerawat
kulit. Kadang timbul bersamaan dengan atau sesudah blefaritis, bisa juga secara berulang.
c. Gambaran Klinis
1) Biasa berawal dengan kemerahan, nyeri bila ditekan dan nyeri pada tepi kelopak mata.
2) Mata mungkin berair, peka terhadap cahaya terang dan pasien merasa ada sesuatu di dalam
matanya. Biasanya hanya sebagian kecil di daerah kelopak yang membengkak, meskipun ada
seluruh kelopak membengkak.
3) Di tengah daerah yang membengkak sering kali terlihat bintik kecil yang berwarna kekuningan.
4) Bisa terbentuk abses yang cenderung pecah dan melepaskan sejumlah nanah.
5) Hordeolum Internum:
a) Benjolan pada kelopak mata yang dirasakan sakit.
b) Benjolan dapat membesar ke posterior (konjungtiva tarsal) atau anterior (kulit).
6) Hordeolum Eksternum:
a) Benjolan yang dirasakan sakit pada kelopak di daerah margo palpebra.
b) Penonjolan mengarah ke tepi kulit margo palpebra.
c) Kemungkinan terjadi lesi multiple.
d. Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik.
e. Penatalaksanaan
1) Hordeolum bisa diobati dengan kompres hangat selama 10 menit sebanyak 4x sehari. Jangan
mencoba memecahkan hordeolum.
2) Pemberian oksitetrasiklin salep mata chloramphenicol salep mata.
3) Kondisi akut: antibiotik sistemik oral, misalnya tetrasiklin, eritromisin.
f.

KIE
1) Tujuan: mengatasi infeksi.
2) Pencegahan: selalu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menyentuh di sekitar mata, bersihkan
minyak yang berlebihan di tepi kelopak mata secara perlahan.

3) Alasan rujukan: apabila keadaan nodul residual tetap ada (lebih dari 2 minggu) setelah infeksi
akut perlu dilakukan rujukan untuk tindakan insisi dan kuretase.

16. TRIKIASIS
a. Definisi
Trikiasis merupakan kondisi dimana silia bulu mata melengkung ke arah bola mata.
b. Penyebab
Trikiasis biasanya merupakan akibat adanya inflamasi atau sikatrik pada palpebra setelah
operasi palpebra, trauma, kalazion atau blefaritis berat. Trikiasis dapat terjadi pada semua
usia, namun lebih sering terjadi pada orang dewasa.

c. Gambaran klinis
- posisi palpebra dapat normal namun dapat pula berkaitan dengan adanya entropion
(melipatnya margo palpebra kearah dalam sehingga bulu mata menggesek bola mata).
- bulu mata tumbuh melengkung kedalam.
- pasien akan mengeluhkan adanya sensasi benda asing (rasa mengganjal).
- terjadi iritasi konjungtiva yang terjadi secara kronis karena gesekan bulu mata dengan
permukaan konjungtiva.
- gambaran yang sering ditemukan adalah injeksi konjungtiva, refleks epifora (nrocos),
keluarnya cairan mukus, bila parah dapat terjadi abrasi kornea.
d. Penatalaksanaan
- jika hanya sedikit bulu mata yang tumbuh melengkung kedalam bola mata maka dapat
ditangani dengan epilasi mekanik (pencabutan bulu mata). Observasi selama 1 minggu.
Bulu mata akan tumbuh kembali sekitar 3-4 minggu sehingga harus dicabut kembali.
- penanganan permanen dapat dilakukan dengan merusak folikel bulu mata yaitu dengan
eksisi langsung, elektrolisis atau radiosurgery. Untuk mendapatkan penanganan permanen
pasien perlu dirujuk k Rumah Sakit.
- jika ada keterkaitan trikiasis dengan entropion maka sebaiknya dilakukan koreksi terhadap
palpebra.

17. Episkleritis
Episkleritis adalah suatu peradangan pada episklera.
Sklera terdiri dari serat-serat jaringan ikat yang membentuk dinding putih mata yang kuat.

Sklera dibungkus oleh episklera yang merupakan jaringan tipis yang banyak mengandung
pembuluh darah untuk memberi makan sklera.
Di bagian depan mata, episklera terbungkus oleh konjungtiva.

PENYEBAB
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi beberapa penyakit berikut telah dihubungkan dengan
terjadinya episkleritis:
# Artritis rematoid
# Sindroma Sjorgren
# Sifilis
# Herpes zoster
# Tuberkulosis.
GEJALA
Biasanya peradangan hanya mengenai sebagian kecil bola mata dan tampak sebagai daerah yang
agak menonjol, berwarna kuning.
Gejala lainnya adalah:
- nyeri mata
- peka terahadap cahaya (fotofobia)
- nyeri mata bila ditekan
- mata berair.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan mata.
PENGOBATAN
Biasanya dalam waktu 1-2 minggu penyakit ini akan menghilang dengan sendirinya.
Untuk mempercepat penyembuhan bisa diberikan tetes mata corticosteroid.

17. Episkleritis
Pengertian Episkleritis
Ini adalah penyakit dimana penderitanya mengalami kondisi berupa peradangan yang terjadi
pada bagian episklera. Episklera dapat diartikan sebagai pembungkus sclera yang terdiri dari
jaringan tipis dan mengandung pembuluh darah penyuplai makanan pada sclera. Episklera juga
terbungkus lagi oleh konjungtiva. Sedangkan pengertian dari sclera adalah bagian pada mata
yang terdiri dari serat-serat jaringan ikat yang membentuk dinding putih mata.
Penyebab Episkleritis
Hingga sekarang belum diketahui secara pasti mengenai penyebab penyakit ini. Tapi diduga ada
beberapa penyakit yang berhubungan dengan resiko terjadinya penyakit ini, diantaranya adalah
penyakit artritis rematoid, sindroma sj?gren, penyakit sifilis, herpes zoster, dan tuberkulosis.

Gejala Episkleritis
Penderita penyakit ini akan merasakan gejala nyeri pada mata, terlalu peka terahadap cahaya atau
dalam ilmu kesehatan dikenal dengan nama fotofobia, penderita merasakan nyeri pada matanya
bila ditekan, dan mata penderita selalu berair.
Diagnosa Episkleritis
Sama halnya dengan penyakit lain, penyakit ini didiagnosis untuk mengetahui penyebab dan
gejalanya, secara khusus pemeriksaan ini dilakukan pada daerah mata.
Pengobatan Episkleritis
Tujuan dari pengobatan yang dilakukan terhadap penderita adalah untuk mempercepat
penyembuhan. Dan untuk melakukan pengobatan ini, penderita diberikan obat berupa tetes mata
yang mengandung corticosteroid kepada para penderita episkleritis. Jika penyakit ini memang
masih termasuk dalam stadium ringan, maka kemungkinan besar akan cepat untuk disembuhkan.

18. HIPERMETROPI
A. PENGERTIAN
Rabun dekat adalah cacat mata yang mengakibatkan seseorang tidak dapat melihat benda pada
jarak dekat. Titik dekat penderita rabun dekat akan bertambah, tidak lagi sebesar 25 cm tapi
mencapai jarak tertentu yang lebih jauh. Penderita rabun dekat hanya dapat melihat benda pada
jarak yang jauh.
Mata hipermetropi disebabkan oleh keadaan fisik lensa mata yang terlalu pipih atau tidak dapat
mencembung dengan optimal, oleh sebab itu bayangan yang dibentuk lensa mata jatuh di
belakang retina. Rabun dekat dapat tolong menggunakan kaca mata lensa cembung, yang
berfungsi untuk mengumpulkan sinar sebelum masuk mata, sehingga terbentuk bayangan yang
tepat jatuh di retina.
B. ETIOLOGI
Penyebab dari hipermetropi adalah sebagai berikut :
1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek
Biasanya terjadi karena Mikropthalmia, renitis sentralis, arau ablasio retina(lapisan retina lepas
lari ke depan sehingga titik fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).

2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah


Terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea, aqueus humor, lensa dan vitreus humor.
Gangguan yang dapat menyebabkan hipermetropi adalah perubahan pada komposisi kornea dan
lensa sehingga kekuatan refraksi menurun dan perubahan pada komposisi aqueus humor dan
viterus humor. Misal pada penderita Diabetes Melitus terjadi hipermetopi jika kadar gula darah
di bawah normal.
3. Kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat
Kelengkungan kornea ataupun lensa berkkurang sehingga bayangan difokuskn di belakang
retina.
4. Perubahan posisi lensa
Dalam hal ini, posisi lensa menjadi lebih posterior.
C.

TANDA GEJALA

Tanda dan gejala orang yang terkena penyakit rabun dekat secara obyektif klien susah melihat
jarak dekat atau penglihatan klien akan rabun dan tidak jelas. Sakit kepala frontal. Semakin
memburuk pada waktu mulai timbul gejala hipermetropi dan sepanjang penggunaan mata dekat.
1. Penglihatan tidak nyaman (asthenopia)
Terjadi ketika harus fokus pada suatu jarak tertentu untuk waktu yang lama.
2. Akomodasi akan lebih cepat lelah terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan.
3. Bila 3 dioptri atau lebih, atau pada usia tua, pasien mengeluh penglihatan jauh kabur.
4.

Penglihatan dekat lebih cepat buram, akan lebih terasa lagi pada keadaan kelelahan, atau

penerangan yang kurang.


5. Sakit kepala biasanya pada daerah frontal dan dipacu oleh kegiatan melihat dekat jangka
panjang. Jarang terjadi pada pagi hari, cenderung terjadi setelah siang hari dan bisa membaik
spontan kegiatan melihat dekat dihentikan.
6. Eyestrain
7. Sensitive terhadap cahaya
8. Spasme akomodasi, yaitu terjadinya cramp m. ciliaris diikuti penglihatan buram intermiten
D. PATOFISIOLOGI

Diameter anterior posterior bola mata yang lebih pendek, kurvatura kornea dan lensa yang lebih
lemah, dan perubahan indeks refraktif menyebabkan sinar sejajar yang dating dari objek terletak
jauh tak terhingga di biaskan di belakang retina.

E. DIAGNOSA
Kelainan refraksi hipermetropi dapat di periksa dengan melakukan pemeriksaan Okuler
a. Visual Acuity.
Mempergunakan beberapa alat untuk mengetahui kemampuan membaca pasien hipermetropi
dalam jarak dekat. Seperti Jaeger Notation, Snellen metric distance dan Lebehnson.
b. Refraksi.
Retinoskopi merupakan prosedur yang digunakan secara luas untuk menilai hipermetropia secara
objektif. Prosedur yang dilakukan meliputi static retinoscopy, subjective refraction dan
autorefraction.

c. Pergerakan Okuler, Pandangan Binokuler dan Akomodasi.


Pemeriksaan ini diperlukan karena gangguan pada fungsi visual diatas dapat menyebabkan
terganggunya visus dan performa visual yang menurun.
d. Assesmen kesehatan okuler dan Skreening Kesehatan sistemik.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendiagnosa hipermetropia dapat berupa respon pupil,
uji konfrontasi lapangan pandang, uji penglihatan warna, pengukuran tekanan intraokuler dan
pemeriksaan posterior bola mata dan adnexa.
e.

Kesehatan segmen anterior

Pada pasien dengan daya akomodasi yang masih sangat kuat atau pada anak-anak, sebaiknya
pemeriksaan dilakukan dengan pemberian siklopegik atau melumpuhkan otot akomodasi.
F. DIAGNOSA BANDING
Diagnosis Banding hipermetropi adalah Presbiopi.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis hipermetropi adalah
ophtalmoscope.
H. PROGNOSIS
Prognosis tergantung onset kelainan, waktu pemberian peengobatan, pengobatan yang diberikan
dan penyakit penyerta. Pada anak-anak, jika koreksi diberikan sebelum saraf optiknya matang
(biasanya pada umur 8-10 tahun), maka prognosisnya lebih baik.
I.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi adalah esotropia dan glaucoma. Esotropia atau juling ke dalam
terjadi akibat pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat
hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.
J. KLASIFIKASI
1. Hipermetropia manifest
Adalah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan
tajam penglihatan normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan
hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifes didapatkan tanpa siklopegik dan hipermetropia
yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata yang maksimal.

2. Hipermetropia Absolut
Dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif
untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia
absolut ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut
sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah hipermatropia fakultatif dengan hipermetropia
absolut adalah hipermetropia manifes.
3. Hipermetropia Fakultatif
Dimana kelainan hipermatropia dapat diimbangi dengan akomodasi ataupun dengan kaca mata
positif. Pasien yang hanya mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca
mata yang bila diberikan kaca mata positif yang memberikan penglihatan normal maka otot
akomodasinya akan mendapatkan istrahat. Hipermetropia manifes yang masih memakai tenaga
akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif.
4. Hipermetropia Laten
Dimana kelainan hipermetropia tanpa siklopegi ( atau dengan obat yang melemahkan
akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur
bila siklopegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropi laten seseorang. Makin tua
seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadi
hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten
sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi terus menerus, teritama bila pasien masih muda dan
daya akomodasinya masih kuat.
5. Hipermetropia Total
Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia. Selain klasifikasi diatas
ada juga yang membagi hipermetropia secara klinis menjadi tiga kategori, yaitu:
1. Simple Hipermetropia, diakibatkan variasi biologis normal seperti etiologi axial atau refraksi.
2. Patological Hipermetropia, diakibatkan anatomi okuler yang berbeda yang disebabkan
3. Fungsional Hipermetropia, merupakan akibat dari paralisis akomodasi.
Klasifikasi berdasar berat ringan gangguan
1. Hipermetropia ringan: gangguan refraksi dibawah +2D
2. Hipermetropia sedang: gangguan refraksinya +2.25- +5 D
3. Hipermetropia berat: gangguan refraksinya diatas 5D

K. PENATALAKSANAAN
1. Koreksi Optikal
Untuk mendapatkan koreksi optikal penderita dirujuk ke Rumah Sakit. Hipermetropia dikoreksi
dengan kacamata berlensa plus (konveks) atau dengan lensakontak. Pada anak kecil dengan
kelainan berderajat rendah yang tidak menunjukan gejala sakit kepala dan keluhan lainnya, tidak
perlu diberi kacamata. Hanya orang-orang yang derajat hipermetropianya berat dengan atau
tanpa disertai mata juling dianjurkan menggunakan kacamata. Pada anak-anak dengan mata
juling ke dalam (crossed eye) yang disertai hipermetropia, diharuskan memakai kacamata
berlensa positif. Karena kacamata berlensa plus ini amat bermanfaat untuk menurunkan
rangsangan pada otot-otot yang menarik bolamata juling ke dalam.
Biasanya sangat memuaskan apabila power yang lebih tipis (1 D) daripada total fakultatif
dan absolute hyperopia yang diberikan kepada pasien dengan tidak ada ketidak seimbangan otot
ekstraokular. Jika ada akomodatif esotrophia (convergence), koreksi penuh harus diberikan. Pada
exophoria, hyperopianya harus dikoreksi dengan 1-2D. Jika keseluruhan refraksi manifest kecil,
misalnya 1 D atau kurang, koreksi diberikan apabila pasien memiliki gejala-gejala.
2. Terapi Penglihatan.
Terapi ini efektif pada pengobatan gangguan akomodasi dan disfungsi binokuler akibat dari
hipermetropia. Respon akomodasi habitual pasien dengan hipermetropia tidak akan memberi
respon terhadap koreksi dengan lensa, sehingga membutuhkan terapi penglihatan untuk
mengurangi gangguan akomodasi tersebut.
3. Terapi Medis.
Agen Antikolinesterase seperti diisophropylfluorophospate(DFP) dan echothiopate iodide
(Phospholine Iodide,PI) telah digunakan pada pasien dengan akomodasi eksotropia dan
hipermetropia untuk mengurangi rasio konvergensi akomodasi dan akomodasi(AC/A).
3. Merubah Kebiasaan Pasien.
Modifikasi yang dapat dilakukan adalah pengunaan cahaya yang cukup dalam aktivitas, menjaga
kualitas kebersihan mata dan apabila pasien adalah pengguna komputer sebaiknya menggunakan
komputer dengan kondisi ergonomis.
5. Bedah Refraksi.
Terapi pembedahan refraksi saat ini sedang dalam perkembangan Terapi pembedahan yang
mungkin dilakukan adalah HOLIUM:YAG laser thermal keratoplasty, Automated Lamellar

Keratoplasty, Spiral Hexagonal Keratotomy, Excimer Laser dan ekstraksi lensa diganti dengan
Intra Oculer Lens. Akan tetapi pembedahan masih jarang digunakan sebagai terapi terhadap
hipermetropia.
L. PENCEGAHAN
1. duduk dengan posisi tegak ketika menulis.
2. Istirahatkan mata setiap 30-60 menit setelahmenonton TV, komputer atau setelah membaca.
3. Aturlah jarak baca yang tepat (> 30 cm).
4. Gunakan penerangan yang cukup
5. Jangan membaca dengan posisi tidur.

19. MIOPIA RINGAN ( RABUN JAUH )


Definisi
Miopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas sinar sejajar yang memasuki mata
tanpa akomodasi, jatuh pada fokus yang berada di depan retina. Dalam keadaan ini objek yang
jauh tidak dapat dilihat secara teliti karena sinar yang datang saling bersilangan pada badan kaca,
ketika sinar tersebut sampai di retina sinar-sinar ini menjadi divergen,membentuk lingkaran yang
difus dengan akibat bayangan yang kabur. Miopia tinggi adalah miopia dengan ukuran 6 dioptri
atau lebih.1,6,7
Pengobatan pasien dengan miopia adalah dengan memberikan kaca mata sferis negatif
terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3,0
memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka sebaiknya
diberikan lensa koreksi -3,0 agar untuk memberikan istirahat mata dengan baik sesudah
dikoreksi.8
2.1.2 Tipe Miopia 7,9
1. Miopia aksial
Bertambah panjangnya diameter anteroposterior bola mata dari normal. Pada orang dewasa
panjang axial bola mata 22,6 mm. Perubahan diameter anteroposterior bola mata 1 mm akan
menimbulkan perubahan refraksi sebesar 3 dioptri.
2. Miopia kurfatura
Kurfatura dari kornea bertambah kelengkungannya, misalnya pada keratokonus dan kelainan
kongenital. Kenaikan kelengkungan lensa bisa juga menyebabkan miopia kurvatura, misalnya
pada stadium intumesen dari katarak. Perubahan kelengkungan kornea sebesar 1 mm akan
menimbulkan perubahan refraksi sebesar 6 dioptri.

3. Miopia indeks refraksi


Peningkatan indeks bias media refraksi sering terjadi pada penderita diabetes melitus yang kadar
gula darahnya tidak terkontrol.
4. Perubahan posisi lensa
Perubahan posisi lensa kearah anterior setelah tindakan bedah terutama glaukoma berhubungan
dengan terjadinya miopia.
Berdasarkan tingginya dioptri, miopia dibagi dalam:6
1. Miopia sangat ringan, dimana miopia sampai dengan 1 dioptri
2. Miopia ringan, dimana miopia antara1-3 dioptri
3. Miopia sedang, dimana miopia antara 3-6 dioptri
4. Miopia tinggi, dimana miopia 6-10 dioptri
5. Miopia sangat tinggi, dimana miopia >10 dioptri
Pemanjangan bola mata yang biasa terjadi pada penderita miopia terbatas pada kutub
posterior, sedang setengah bagian depan bola mata relatif normal. Bola mata membesar secara
nyata dan menonjol kebagian posterior, segmen posterior sklera menipis dan pada keadaan
ekstrim dapat menjadi seperempat dari ketebalan normal.7
Hubungan antara miopia dan kenaikan tekanan bola mata telah banyak menjadi bahan
publikasi. Tekanan intraokuli mempunyai peranan penting pada pertumbuhan dan perkembangan
bola mata. Mata mempunyai respon terhadap peningkatan tekanan intraokuli dengan cara
bertambahnya ukuran bola mata terutama diameter aksial dengan akibat berkembangnya suatu
miopia.Tekanan bola mata rata-rata pada penderita miopia secara nyata mempunyai tendensi
lebih tinggi dari mata emetrop dan hipermetrop. Prevalensi miopia diantara penderita glaukoma
bervariasi, Gorin G menyatakan 38%, Huet Jf 25%, tetapi Davenport melaporkan 7,4% diantara
1500 penderita glaukoma. Miopia tinggi dapat menjadi predisposisi terhadap glaukoma sudut
terbuka.7
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli seperti miopik
kresen yaitu bercak atrofi koroid yang berbentuk bulan sabit pada bagian temporal yang
berwarna putih keabu-abuan kadang-kadang bercak atrofi ini mengelilingi papil yang disebut
annular patch. Dijumpai degenerasi dari retina berupa kelompok pigmen yang tidak merata
menyerupai kulit harimau yang disebut fundus tigroid, degenerasi makula, degenerasi retina
bagian perifer (degenerasi latis).7,8
Degenerasi latis adalah degenerasi vitreoretina herediter yang paling sering dijumpai,
berupa penipisan retina berbentuk bundar, oval atau linear, disertai pigmentasi, garis putih
bercabang-cabang dan bintik-bintik kuning keputihan (Gambar 1). Perkiraan insiden sebesar 7%
dari populasi umum. Degenerasi latis lebih sering dijumpai pada mata miopia dan sering disertai
ablasio retina, yang terjadi hampir 1/3 pasien dengan ablasio retina. Tanda utama penyakit adalah
retina yang tipis yang ditandai oleh batas tegas dengan perlekatan erat vitreoretina di tepinya.10,11

Patogenesis degenerasi latis tidak sepenuhnya dimengerti, meskipun beberapa teori telah
dikemukakan. Tidak adanya pertumbuhan regional membran limitan interna retina ditambah
dengan adanya tarikan abnormal dari vitreoretinal merupakan teori yang banyak digunakan saat
ini. 12
Adanya degenerasi latis semata-mata tidak cukup memberi alasan untuk memberikan
terapi profilaksis. Riwayat ablasio retina pada keluarga, ablasio retina di mata yang lain, miopia
tinggi dan afakia adalah faktor-faktor risiko terjadinya ablasio retina pada mata dengan
degenerasi latis, dan mungkin diindikasikan terapi profilaksis dengan bedah beku atau
fotokoagulasi laser. 10
Miopia maligna adalah miopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasio
retina dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan
pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang
terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina.8
Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang kadang terjadi
ruptur membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi
subretina. Dapat juga ditemukan bercak Fuch erupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan,
atrofi lapis sensoris retina luar, dan lebih lanjut akan terjadi degenerasi papil saaraf optik. Miopia
maligna dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir. Pada anak-anak diagnosis
sudah dapat dibuat jika terdapat peningkatan beratnya miopia dalam waktu yang relatif pendek.6,8
Etiologi dari miopia maligna sampai saat ini belum jelas. Biasanya faktor utama untuk
menentukan tipe miopia adalah kelemahan dan ketidakmampuan sklera untuk mempertahankan
tekanan intraokular tanpa kontraksi dan relaksasi. Umumnya perubahan fundus disebabkan oleh
kontraksi tetapi perubahan ini lebih dipengaruhi oleh kelainan perkembangan genetik yang
mempengaruhi seluruh segmen posterior mata. Perubahan yang terjadi tidak begitu berbeda
dengan miopia simpleks. Miopia maligna berhubungan dengan penyakit sistemik seperti
Marfans syndrome, prematur retinopati, Ehlers-Danlos sindrom dan albinisme.11
Patogenesis dari miopia maligna masih belum jelas. Sebelumnya pernah diidentifikasi
adanya lokus autosomal dominan miopia maligna pada gen 18p11.31. pada penemuan
selanjutnya, ditemukan adanya gen heterogen miopia maligna yang terkait dengan lokus kedua
dari gen 12q2123.8
Miopia maligna terdiri dari dua stadium:6
1. Stadium developmen
Kerusakan pada stadium ini disebabkan pemanjangan dari aksis diikuti dengan kerusakan
vaskular. Pemanjangan dari aksis bola mata, yang disebut staphyloma posterior, timbul akibat
penipisan sklera. Ekstasia sklera yang progresif terbentuk pada kutub posterior (diskus nervus
optikus dan makula), bagian inferior, nasal, atau dalam bentuk multipel. Kerusakan pada
membran Bruch disertai dengan atropi khoroid membentuk lesi yang disebut Lackuer cracks.
Hal ini berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya neovaskularisasi pada khoroid.

2. Stadium degenerasi

Stadium ini merupakan tahap akhir dari stadium developmen.


2.1.3 Etiologi dan Patogenesis
Etiologi dan patogenesis pada miopia tidak diketahui secara pasti dan banyak faktor
memegang peranan penting dari waktu kewaktu misalnya konvergen yang berlebihan, akomodasi
yang berlebihan, lapisan okuler kongestif, kelainan pertumbuhan okuler, avitaminosis dan
disfungsi endokrin. Teori miopia menurut sudut pandang biologi menyatakan bahwa miopia
ditentukan secara genetik.13
Pengaruh faktor herediter telah diteliti secara luas. Macam-macam faktor lingkungan
prenatal, perinatal dan postnatal telah didapatkan untuk operasi penyebab miopia. 13
2.1.4 Gejala Klinis
Gejala subjektif miopia antara lain: 8
a. Kabur bila melihat jauh
b. Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
c. Lekas lelah bila membaca ( karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi )
d. Astenovergens
Gejala objektif miopia antara lain: 8
1. Miopia simpleks :
a) Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar.
Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol
b) Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai kresen
miopia (myopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik.
2. Miopia patologik : 8,11
a) Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks
b) Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada
1. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang
terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan miopia
2. Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, kresen miopia, papil terlihat lebih
pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh
lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid yang atrofi
dan pigmentasi yang tidak teratur
3. Makula : berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula.
4. Retina bagian perifer : berupa degenersi kista retina bagian perifer
5. Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Akibat penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut
sebagai fundus tigroid.
Kesalahan pada saat pemeriksaan refraksi biasa mendominasi gejala klinik yang terjadi
pada miop tinggi. Hilangnya penglihatan secara tiba-tiba mungkin disebabkan karena perdarahan

makular pada bagian fovea dimana membrana Bruch mengalami dekompensasi. Kehilangan
penglihatan secara bertahap dan metamorpopsia terjadi oleh karena rusaknya membrana Bruch.14
Dikatakan miop tinggi apabila melebihi -8.00 dioptri dan dapat labih tinggi lagi hingga
mencapai -35.00 dioptri. Tingginya dioptri pada miopia ini berhubungan dengan panjangnya
aksial mIopia, suatu kondisi dimana belakang mata lebih panjang daripada normal, sehingga
membuat mata memiliki pandangan yang sangat dekat.15
2.1.5 Koreksi Miopia Tinggi
a. Koreksi Miopia Tinggi dengan Penggunaan Kacamata
Penggunaan kacamata untuk pasien miopia tinggi masih sangat penting. Meskipun
banyak pasien miopia tinggi menggunakan lensa kontak, kacamata masih dibutuhkan.
Pembuatan kacamata untuk miopia tinggi membutuhkan keahlian khusus. Bingkai kacamata
haruslah cocok dengan ukuran mata. Bingkainya juga harus memiliki ukuran lensa yang kecil
untuk mengakomodasi resep kacamata yang tinggi. pengguanaan indeks material lensa yang
tinggi akan mengurangi ketebalan lensa. Semakin tinggi indeks lensa, semakin tipis lensa.
Pelapis antisilau pada lensa akan meningkatkan pengiriman cahaya melalui material lensa
dengan indeks yang tinggi ini sehingga membuat resolusi yang lebih tinggi.15
b. Koreksi Miopia Tinggi dengan Menggunakan Lensa Kontak
Cara yang disukai untuk mengoreksi kelainan miopia tinggi adalah lensa kontak. Banyak
jenis lensa kontak yang tersedia meliputi lensa kontak sekali pakai yang sekarang telah tersedia
lebih dari -16.00 dioptri.15
Lensa kontak ada dua macam yaitu lensa kontak lunak (soft lens) serta lensa kontak keras
(hard lens). Pengelompokan ini didasarkan pada bahan penyusunnya. Lensa kontak lunak
disusun oleh hydrogels, HEMA (hydroksimethylmetacrylate) dan vinyl copolymer sedangkan
lensa kontak keras disusun dari PMMA (polymethylmetacrylate).16
Keuntungan lensa kontak lunak adalah nyaman, singkat masa adaptasi pemakaiannya,
mudah memakainya, dislokasi lensa yang minimal, dapat dipakai untuk sementara waktu.
Kerugian lensa kontak lunak adalah memberikan ketajaman penglihatan yang tidak maksimal,
risiko terjadinya komplikasi, tidak mampu mengoreksi astigmatisme, kurang awet serta
perawatannya sulit.16
Kontak lensa keras mempunyai keuntungan yaitu memberikan koreksi visus yang baik,
bisa dipakai dalam jangka waktu yang lama (awet), serta mampu mengoreksi astigmatisme
kurang dari 2 dioptri. Kerugiannya adalah memerlukan fitting yang lama, serta memberikan rasa
yang kurang nyaman.16
Pemakaian lensa kontak harus sangat hati-hati karena memberikan komplikasi pada
kornea, tetapi komplikasi ini dikurangi dengan pemilihan bahan yang mampu dilewati gas O2.
Hal ini disebut Dk (gas Diffusion Coefficient), semakin tinggi Dk-nya semakin besar bisa
mengalirkan oksigen, sehingga semakin baik bahan tersebut. 16
Lensa Kontak Ditinjau dari Segi Klinis
1. Lapang Pandangan
Karena letak lensa kontak yang dekat sekali dengan pupil serta tidak memerlukan bingkai dalam
pemakaiannya, lensa kontak memberikan lapang pandangan yang terkoreksi lebih luas
dibandingkan kacamata. Lensa kontak hanya sedikit menimbulkan distorsi pada bagian perifer.16
2. Ukuran Bayangan di Retina

Ukuran bayangan di retina sangat tergantung dari vertex distance (jarak verteks) lensa koreksi.
Jika dibandingkan dengan pemakaian kacamata, dengan koreksi lensa kontak, penderita miopia
memiliki bayangan yang lebih besar di retina, sedangkan pada penderita hipermetropia bayangan
menjadi lebih kecil.16
3. Akomodasi
Dibandingkan dengan kacamata, lensa kontak meningkatkan kebutuhan akomodasi pada
penderita miopia dan menurunkan kebutuhan akomodasi pada penderita hipermetropia sesuai
dengan derajat anomali refraksinya.16
Pemilihan Lensa Kontak
Tabel 2.1 Perbandingan Indikasi Pemakaian Lensa Kontak Lunak dan Keras (Dikutip dari:
kepustakaan 16)
Lensa Kontak Lunak

Lensa Kontak Keras

Pemakaian lensa kontak pertama kali

Gagal dengan lensa kontak lunak

Pemakaian sementara

Iregularitas kornea

Bayi dan anak-anak

Alergi dengan bahan lensa kontak


lunak
Dry eye

Orang tua
Terapi terhadap kelainan kornea
(sebagai bandage)

Astigmatisme
Keratokonus
Pasien dengan overwearing
problem

c. Koreksi Miopia Tinggi dengan LASIK


LASIK adalah suatu tindakan koreksi kelainan refraksi mata yang menggunakan
teknologi laser dingin (cold/non thermal laser) dengan cara merubah atau mengkoreksi
kelengkungan kornea. Setelah dilakukan tindakan LASIK, penderita kelainan refraksi dapat
terbebas dari kacamata atau lensa kontak, sehingga secara permanen menyembuhkan rabun jauh
(miopia), rabun dekat (hipermetropia), serta mata silinder (astigmatisme).17
Untuk dapat menjalani prosedur LASIK perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:17
a. Ingin terbebas dari kacamata dan lensa kontak
b. Kelainan refraksi:
Miopia sampai -1.00 sampai dengan - 13.00 dioptri.
Hipermetropia + 1.00 sampai dengan + 4.00 dioptri.
Astigmatisme 1.00 sampai dengan 5.00 dioptri
c. Usia minimal 18 tahun
d. Tidak sedang hamil atau menyusui
e. Tidak mempunyai riwayat penyakit autoimun

f. Mempunyai ukuran kacamata/ lensa kontak yang stabil selama paling tidak 6
(enam) bulan
g. Tidak ada kelainan mata, yaitu infeksi, kelainan retina saraf mata, katarak,
glaukoma dan ambliopia
h. Telah melepas lensa kontak (Soft contact lens) selama 14 hari atau 2 (dua) minggu
dan 30 (tiga puluh) hari untuk lensa kontak (hard contact lens)
Adapun kontraindikasi dari tindakan LASIK antara lain:17
a. Usia < 18 tahun / usia dibawah 18 tahun dikarenakan refraksi belum stabil.
b. Sedang hamil atau menyusui
c. Kelainan kornea atau kornea terlalu tipis.
d. Riwayat penyakit glaukoma.
e. Penderita diabetes mellitus.
f. Mata kering
g. Penyakit : autoimun, kolagen
h. Pasien Monokular
i. Kelainan retina atau katarak
Sebelum menjalani prosedur LASIK, ada baiknya pasien melakukan konsultasi atau
pemeriksaan dengan dokter spesialis mata untuk dapat mengetahui dengan pasti mengenai
prosedur / tindakan LASIK baik dari manfaat, ataupun kemungkinan komplikasi yang dapat
terjadi. Setelah melakukan konsultasi / pemeriksaan oleh dokter spesialis mata, kemudian mata
anda akan diperiksa secara seksama dan teliti dengan menggunakan peralatan yang berteknologi
tinggi (computerized) dan mutakhir sehingga dapat diketahui apakah seseorang layak untuk
menjalankan tindakan LASIK.17
Persiapan calon pasien LASIK:17
a. Pemeriksaan refraksi, slit lamp, tekanan bola mata dan finduskopi
b. Pemeriksan topografi kornea / keratometri / pakhimetri Orbscan
c. Analisa aberometer Zy Wave, mengukur aberasi kornea sehingga bisa dilakukan Custumize
LASIK
d. Menilai kelayakan tindakan untuk menghindari komplikasi
Sebagian besar pasien yang telah melakukan prosedur atau tindakan LASIK menunjukan hasil
yang sangat memuaskan, akan tetapi sebagaimana seperti pada semua prosedur atau tindakan
medis lainnya, kemungkinan adanya resiko akibat dari prosedur atau tindakan LASIK dapat
terjadi oleh sebagian kecil dari beberapa pasien antara lain:12
a. Kelebihan / Kekurangan Koreksi (Over / under correction). Diketahui setelah pasca tindakan
LASIK akibat dari kurang atau berlebihan tindakan koreksi, hal ini dapat diperbaiki dengan
melakukan LASIK ulang / Re-LASIK (enhancement) setelah kondisi mata stabil dalam
kurun waktu lebih kurang 3 bulan setelah tindakan.
b. Akibat dari menekan bola mata yang terlalu kuat sehingga flap kornea bisa bergeser (Free
flap, button hole, decentration flap). Flap ini akan melekat cukup kuat kira-kira seminggu
setelah tindakan.

c.

Biasanya akan terjadi gejala mata kering. Hal ini akan terjadi selama seminggu setelah
tindakan dan akan hilang dengan sendirinya. Pada sebagian kasus mungkin diperlukan
semacam lubrikan tetes mata.
d. Silau saat melihat pada malam hari. Hal ini umum bagi pasien dengan pupil mata yang besar
dan pasien dengan miopia yang tinggi. Gangguan ini akan berkurang seiring dengan
berjalannya waktu. Komplikasi sangat jarang terjadi, dan keluhan sering membaik setelah 13 bulan.
Kelebihan Bedah Refraksi LASIK antara lain:17
a. Anestesi topikal (tetes mata)
b. Pemulihan yang cepat (Magic Surgery)
c. Tanpa rasa nyeri (Painless)
d. Tanpa jahitan (Sutureless & Bloodless)
e. Tingkat ketepatan yang tinggi (Accuracy)
f. Komplikasi yang rendah
g. Prosedur dapat diulang (Enhancement)
Untuk mendapatkan koreksi optikal, penderita Miopi dirujuk ke Rumah Sakit.
Komplikasi
Komplikasi lain dari miopia sering terdapat pada miopia tinggi berupa ablasio retina,
perdarahan vitreous, katarak, perdarahan koroid dan juling esotropia atau juling ke dalam
biasanya mengakibatkan mata berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat juling ke luar
mungkin fungsi satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.7,8

20. Astigmatisma
Definisi

Ketajaman normal mata manusia untuk dapat melihat gambar atau tulisan pada jarak 6 meter.
Selain itu, mata juga bisa melihat dengan jelas pada sudut pandang visualis 5 derajat. Jika
seseorang tidak bisa melihat dengan standar tersebut maka kemungkinan matanya mengalami
kelainan. Salah satu kelainan pada mata itu, salah satunya adalah mata asigmatisma.
Penyebab
Kelainan mata ini disebabkan penderita tidak dapat melihat sama jelas pada
gambar disatu bidang datar. Penyebabnya kelengkungan kornea, pasca infeksi, dan
pasca bedah kornea.
Gejala
Tidak dapat melihat gambaran/bayangan garis vertikal dengan horizotal secara
bersamaan.
Pengobatan
Kelainan ini dapat disembuhkan dengan lensa silinder. Untuk mendapatkan koreksi
optikal,penderita astigmatisma dirujuk ke Rumah Sakit.

21. PRESBIOPIA ( MATA TUA )


Definisi :
Presbiopia terjadi secara alami dimana penglihatan jarak dekat menjadi buram, dan
sulit untuk fokus pada saat membaca, menggunakan handphone atau bekerja pada
komputer. Hal ini bukan merupakan penyakit, pada kenyataannya hal ini merupakah
hal biasa pada usia ini.

Penyebab Presbiopia

Pada usia muda, lensa mata masih lembut dan fleksible, bisa berubah bentuk pada saat melihat
objek dari jarak yang berbeda. Pada usia tua, lensa crystaline dalam mata Anda menjadi keras
dan kehilangan elastisitasnya. Pada saat kehilangan elastisitasnya, mata Anda akan mejadi
berkurang untuk bisa fokus pada objek yang dekat.

Gejala Presbiopia
Orang banyak salah paham dari gejala presbiopia untuk rabun dekat. Kondisi nya memiliki
perbedaan yaitu rabun dekat merupakan hasil dari bentuk kornea yang berubah, dimana
presbiopia ini merupakan hilangnya fleksibilitas di dalam lensa mata.

Penanganan
Ada beberapa pilihan untuk yang memiliki Presbyopia, termasuk lensa kontak. Teknologi terkini
membuat orang yang memiliki presbyopia bisa memakai lensa kontak di bandingkan dengan
bifocals atau kaca mata baca. Untuk mendapatkan koreksi optikal, penderita dirujuk ke Rumah
Sakit
Penanganan umum untuk Presbyopia termasuk :

Pembesaran
Kaca mata bifokal atau vanifokal

Kaca mata baca

Lensa kontak

22. BUTA SENJA / RABUN SENJA

Definisi Rabun Senja


Rabun senja (nyctalopia) adalah gangguan penglihatan kala senja atau malam hari, atau
pada keadaan cahaya remang-remang. Banyak juga menyebutnya sebagai rabun ayam, mungkin
didasari fenomena dimana ayam tidak dapat melihat jelas di senja atau malam hari. Rabun senja
merupakan penyakit dengan keluhan tidak dapat melihat dengan baik dalam keadaan gelap
(waktu senja). Rabun senja ini merupakan manifestasi defisiensi vitamin A yang paling awal.
Pada rabun senja, mata terlihat normal hanya saja penglihatan menjadi menurun saat senja tiba
atau tidak dapat melihat di dalam lingkungan yang kurang cahaya. Rabun senja paling banyak
dialami oleh anak-anak, pada anak berusia 1 sampai 3 tahun hal ini bisa terjadi karena tidak lama
setelah disapih anak tersebut diberikan makanan yang tidak mengandung vitamin A. (Sommer
1978).
Etiologi Rabun Senja
Rabun senja terjadi karena kerusakan sel retina yang semestinya bekerja saat melihat
benda pada lingkungan kurang cahaya. Banyak hal yang dapat menyebabkan kerusakan sel
tersebut, tetapi yang paling sering akibat dari kekurangan vitamin A. Retinol penting untuk
elaborasi rodopsin (penglihatan remang-remang) oleh batang, reseptor sensori retina yang
bertanggung jawab untuk penglihatan dalam cahaya tingkat rendah. Oleh karena itu, defisiensi
vitamin A dapat mengganggu produksi rodopsin, mengganggu fungsi batang sehingga
menimbulkan rabun senja. Penyebab lain adalah mata minus, katarak, retinitis pigmentosa, obatobatan, dan bawaan sejak lahir. Untuk mengetahui penyebabnya, biasanya dokter mata
melakukan serangkaian pemeriksaan, baik fisik maupun laboratorium. Kelompok yang rentan
terkena xerophthalmia adalah bayi yang tidak mendapatkan ASI ekslusif / tidak mendapatkan
pengganti ASI yang baik dan cukup baik dari segi jumlah maupun kualitasnya), bayi yang lahir
dengan berat badan rendah (BBLR) kurang dari 2,5 kg, anak-anak yang kekurangan gizi, anakanak yang menderita infeksi (TBC, campak, diare, pneumonia), anak-anak yang kurang / jarang

makan makanan yang mengandung vitamin A. Selain bayi dan anak-anak, ibu hamil dan
menyusui juga rentan terkena xerophthalmia.
Tanda dan Gejala Rabun Senja
Rabun senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina. Tanda dan gejala pada
penderita rabun senja adalah pada daya pandang menurun, terutama pada senja hari atau saat
ruangan keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang remang-remang atau kurang
setelah lama berada di cahaya terang. Penglihatan menurun pada senja hari, yaitu penderita tidak
dapat melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut juga buta senja. Terjadi
kekeringan mata, dan bagian putih menjadi suram, dan sering pusing. (Wijayakusuma 2008).
Rabun senja dapat dideteksi jika anak sudah bisa berjalan, anak tersebut akan sering
membentur atau menabrak benda yang berada di depannya karena tidak dapat melihat maka
dapat dicurigai bahwa anak tersebut menderita rabun senja. Jika anak belum dapat berjalan, agak
susah mendeteksinya. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila didudukkan
ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda atau makanan di depannya (Sommer
1978).
Patofisiologi Rabun Senja
Bentuk penyimpanan dalam hati dalam bentuk retinol sebagai asupan dari vitamin A dan
beta carotene. Ketika asupan vitamin A melebihi 300-1200 g/hari, kelebihan akan disimpan dan
cadangan di hati meningkat. Ketika asupan vitamin A kurang dari jumlah yang dibutuhkan,
cadangan retinol dalam hati akan dikeluarkan untuk memelihara serum retinol pada tingkat
normal (di atas 200 g)). Ketika asupan vitamin A terus menerus berkurang untuk jangka waktu
yang lama, cadangan dalam hati akan menipis, tingkat serum retinol akan turun, fungsi epitel
terganggu, dan tanda-tanda xerophthalmia terlihat.
Retinol penting untuk elaborasi rodopsin (penglihatan remang-remang) oleh batang, yaitu
reseptor sensori retina yang bertanggung jawab untuk penglihatan dalam cahaya tingkat rendah.
Defisiensi vitamin A dapat mengganggu produksi rodopsin, mengganggu fungsi batang sehingga
menimbulkan rabun senja. Durasi ketidakcukupan asupan terjadi tergantung dari jumlah vitamin
A yang dicerna, tingkat penyimpanan hati, dan tingkat penggunaan vitamin A yang digunakan
oleh tubuh.

Anak-anak dengan status gizi buruk, asupan vitamin A yang sangat sedikit akan memiliki
cadangan yang terbatas. Ketika asupan vitamin A tidak ada dari diet atau terjadi gangguan
penyerapan dan terjadi peningkatan kebutuhan. metabolisme dapat secara cepat menghabiskan
cadangan retinol dalam hati dan merusak kornea, walaupun mata pada saat itu masih terlihat
normal. Ketersediaan vitamin A juga tergantung pada status gizi anak secara keseluruhan. Jika
asupan protein kurang maka sintesis RBP pun akan menurun. Serum Retinol akan menurun
walaupun cadangan di hati normal. Akhirnya, hati tidak dapat menyimpan lagi vitamin A atau
mensisntesis RBP secara normal (Sommer 1978).
Pengobatan
Rabun senja atau nyctalopia merupakan kondisi dimana sulit atau tidak dapat melihat di
kala malam atau di cahaya yang redup. Rabun senja dapat terjadi karena kongenital (bawaan),
rabun dekat (hipermetropia) yang tidak dikoreksi, penyakit mata (retinitis pigmentosa, glaukoma,
katarak), dan defisiensi (kekurangan) vitamin A. Pengobatan yang dilakukan akan tergantung
dari penyebab dasar dari rabun senja. Sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter spesialis mata
untuk dilakukan pemeriksaan mata secara lengkap dan diberikan pengobatan sesuai penyebab.
Pengobatan rabun senja tergantung pada penyebabnya. Jika karena kekurangan vitamin A, maka
harus diberikan vitamin A dalam jumlah yang cukup, baik berupa suplemen maupun dari
makanan sehari-hari. Jika karena katarak, maka katarak sebaiknya dioperasi.
Semua anak yang beresiko pada kerusakan kornea yang dikaitkan dengan defisiensi
vitamin A harus diidentifikasi secara jelas, diantaranya semua yang telah terbukti mengalami
xerophthalmia (rabun senja hingga keratomalacia). Menginjeksikan vitamin A secara
intramuscular sebanyak 55 mg retinol palmitat (100.000 IU). Jika secara parenteral tidak
tersedia, dapat diberikan sebanyak 110 mg retinol palmitat (200.000 IU) dalam air atau minyak,
melalui mulut. Sebagai tambahan, 110 mg retinol palmitat (200.000 IU) dapat diberikan melalui
mulut pada hari berikutnya untuk memastikan pengobatan yang cukup. Dosis sebaiknya
berkurang setengah dari jumlah yang seharusnya pada anak berusia kurang dari satu tahun.
Sebaiknya pengobatan dilakukan selama 2-6 bulan. Salep antibiotik kadang digunakan setiap 8
jam untuk mengurangi resiko infeksi bakteri. Antibiotik yang digunakan sebaiknya dipilih yang
sesuai dengan jenis organism, seperti Staphylococcus dan Pseudomonas. Reaksi pengobatan
terlihat dalam 1-2 hari setelah diberikan kapsul vitamin A (Sommer 1978).

Anjuran Gizi pada Rabun Senja


Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang vital untuk menjaga kesehatan. Vitamin A
tidak hanya bertanggung jawab pada kesehatan mata, tapi juga kekebalan tubuh. Kekurangan
vitamin A dapat menyebabkan rendahnya respons imun, kesuburan, ganggguan pada
pertumbuhan, serta rendahnya perkembangan mental. Selain itu kelainan pada mata
(xerophthalmia) dan buta senja merupakan sebagian contoh kekurangan vitamin A.
Xerophthalmia yang tidak segera diobati dapat menyebabkan kebutaan. Salah satu upaya untuk
mencegah kekurangan vitamin A adalah dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung
vitamin A, seperti nabati (karoten), hewani (retinol). Sayuran berdaun hijau (kangkung, bayam,
daun pepaya, dll), buah-buahan yang berwarna orange (wortel, pepaya), susu, daging, hati, telur.
Vitamin A juga dapat ditemukan di suplemen, seperti susu bubuk, kapsul vitamin A.
Menurut hasil temuan para ahli di bawah koordinasi WHO (tahun 2000) dan pertemuanpertemuan yang dikoorinasi oleh IVACG (International Vitamin A Consultative Group), anjuran
pemberian vitamin A adalah sebagai berikut :
1. Bayi 0 hingga 6 bulan adalah sebanyak 3 x 50.000 IU.
2. Bayi 6 hingga 11 bulan adalah sebanyak 100.000 IU (kapsul biru).
3. Bayi 12 hingga 59 bulan adalah sebanyak 200.000 IU (kapsul merah)
4. Ibu masa nifas adalah sebesar 400.000 IU (2X 200.000 IU pada hari yang
berbeda).
5. Ibu setelah masa nifas (ada juga kemungkinan sebagian hamil) adalah
sebesar 10.000 IU/ hari atau 25.000 IU/ minggu (Hutahuruk 2009).

23. OTITIS EKSTERNA


Pendahuluan
Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis disebabkan oleh bakteri
dapat terlogalisir atau difus, telinga rasa sakit. Faktor ini penyebab timbulnya otitis eksterna ini,
kelembaban, penyumbatan liang telinga, trauma local dan alergi. Faktor ini menyebabkan

berkurangnya lapisan protektif yang menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Keadaan ini
menimbulkan trauma local yang mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, inflasi dan
menimbulkan eksudat. Bakteri patogen pada otitis eksterna akut adalah pseudomonas (41 %),
strepokokus (22%), stafilokokus aureus (15%) dan bakteroides (11%).1 Istilah otitis eksterna akut
meliputi adanya kondisi inflasi kulit dari liang telinga bagian luar. 2,3
Otitis eksterna ini merupakan suatu infeksi liang telinga bagian luar yang dapat menyebar
ke pina, periaurikular, atau ke tulang temporal. Biasanya seluruh liang telinga terlibat, tetapi pada
furunkel liang telinga luar dapat dianggap pembentukan lokal otitis eksterna. Otitis eksterna
difusa merupakan tipe infeksi bakteri patogen yang paling umum disebabkan oleh pseudomonas,
stafilokokus dan proteus, atau jamur.4
Penyakit ini sering diumpai pada daerah-daerah yang panas dan lembab dan jarang pada
iklim-iklim sejuk dan kering. Patogenesis dari otitis eksterna sangat komplek dan sejak tahun
1844 banyak peneliti mengemukakan faktor pencetus dari penyakit ini seperti Branca (1953)
mengatakan bahwa berenang merupakan penyebab dan menimbulkan kekambuhan. Senturia dkk
(1984) menganggap bahwa keadaan panas, lembab dan trauma terhadap epitel dari liang telinga
luar merupakan faktor penting untuk terjadinya otitis eksterna. Howke dkk (1984)
mengemukakan pemaparan terhadap air dan penggunaan lidi kapas dapat menyebabkan terjadi
otitis eksterna baik yang akut maupun kronik.
Umumnya penderita datang ke Rumah Sakit dengan keluhan rasa sakit pada telinga,
terutama bila daun telinga disentuh dan waktu mengunyah. Bila peradangan ini tidak diobati
secara adekuat, maka keluhan-keluhan seperti rasa sakit, gatal dan mungkin sekret yang berbau
akan menetap.2
Batasan
Otitis eksterna adalah radang merata kulit liang telinga yang disebabkan oleh kuman
maupun jamur (otomikosis) dengan tanda-tanda khas yaitu rasa tidak enak di liang telinga,
deskuamasi, sekret di liang telinga dan kecenderungan untuk kambuhan. Pengobatan amat
sederhana tetapi membutuhkan kepatuhan penderita terutama dalam menjaga kebersihan liang
telinga.8

Etiologi
Swimmers ear (otitis eksterna) sering dijumpai, didapati 4 dari 1000 orang, kebanyakan
pada usia remaja dan dewasa muda.Terdiri dari inflamasi, iritasi atau infeksi pada telinga bagian
luar. Dijumpai riwayat pemaparan terhadap air, trauma mekanik dan goresan atau benda asing
dalam liang telinga. Berenang dalam air yang tercemar merupakan salah satu cara terjadinya
otitis eksterna (swimmers ear).3 Bentuk yang paling umum adalah bentuk boil (Furunkulosis)
salah satu dari satu kelenjar sebasea 1/3 liang telinga luar. Pada otitis eksterna difusa disini
proses patologis membatasi kulit sebagian kartilago dari otitis liang telinga luar, konka daun
telinga penyebabnya idiopatik, trauma, iritan, bakteri atau fungal, alergi dan lingkungan.
Kebanyakan disebabkan alergi pemakaian topikal obat tetes telinga. Alergen yang paling sering
adalah antibiotik, contohnya: neomycin, framycetyn, gentamicin, polimixin, anti bakteri
(clioquinol, Holmes dkk, 1982) dan anti histamin. Sensitifitas poten lainnya adalah metal dan
khususnya nikel yang sering muncul pada kertas dan klip rambut yang mungkin digunakan untuk
mengorek telinga. Infeksi merupakan penyakit yang paling umum dari liang telinga luar seperti
otitis eksterna difusa akut pada lingkungan yang lembab.2
Patofisiologi
Saluran telinga bisa membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang sel-sel kulit
yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran telinga dengan
cotton bud (kapas pembersih) bisa mengganggu mekanisme pembersihan ini dan bisa mendorong
sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk disana.
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan air
yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembut pada
saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur. 7
Klasifikasi Otitis Eksterna
4.1. Penyebab tidak diketahui :
Malfungsi kulit : dermatitis seboroita, hiperseruminosis, asteotosis
Eksema infantil : intertigo, dermatitis infantil.
Otitis eksterna membranosa.
Meningitis kronik idiopatik

Lupus erimatosus, psoriasis

4.2. Penyebab infeksi


Bakteri gram (+) : furunkulosis, impetigo, pioderma, ektima, sellulitis,
erisipelas.
Bakteri gram (-) : Otitis eksterna diffusa, otitis eksterna bullosa, otitis eksterna
granulosa, perikondritis.
Bakteri tahan asam : mikrobakterium TBC.
Jamur dan ragi (otomikosis) : saprofit atau patogen.
Meningitis bullosa, herpes simplek, herpes zoster, moluskum kontangiosum,
variola dan varicella.
Protozoa
Parasit
4.3. Erupsi neurogenik : proritus simpek, neurodermatitis lokalisata/desiminata,
ekskoriasi, neurogenik.
4.4. Dermatitis alergika, dermatitis kontakta (venenat), dermatis atopik, erupsi
karena obat, dermatitis eksamatoid infeksiosa, alergi fisik.
4.5. Lesi traumatika : kontusio dan laserasi, insisi bedah, hemorhagi (hematom
vesikel dan bulla), trauma (terbakar, frosbite, radiasi dan kimiawi).
4.6. Perubahan senilitas.
4.7. Deskrasia vitamin
4.8. Diskrasia endokrin.2

Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel/ bisul)


Otitis eksterna sirkumskripta adalah infeksi bermula dari folikel rambut di liang
telinga yang disebabkan oleh bakteri stafilokokus dan menimbulkan furunkel di
liang telinga di 1/3 luar. Sering timbul pada seseorang yang menderita diabetes.

Gejala klinis otitis eksterna sirkumskripta berupa rasa sakit (biasanya dari ringan sampai berat,
dapat sangat mengganggu, rasa nyeri makin hebat bila mengunyah makanan). Keluhan kurang
pendengaran, bila furunkel menutup liang telinga. Rasa sakit bila daun telinga ketarik atau
ditekan. Terdapat tanda infiltrat atau abses pada 1/3 luar liang telinga.
Penatalaksanaan otitis eksterna sirkumskripta : 8
Lokal : pada stadium infiltrat diberikan tampon yang dibasahi dengan 10% ichthamol
dalam glycerine, diganti setiap hari. Pada stadium abses dilakukan insisi pada abses
dan tampon larutan rivanol 0,1%.

Sistemik : Antibiotika diberikan dengan pertimbangan infeksi yang cukup berat.


Diberikan pada orang dewasa ampisillin 250 mg qid, eritromisin 250 qid. Anak-anak
diberikan dosis 40-50 mg per kg BB.
Analgetik : Parasetamol 500 mg qid (dewasa). Antalgin 500 mg qid (dewasa).
Pada kasus-kasus berulang tidak lupa untuk mencari faktor sistemik yaitu adanya
penyakit diabetes melitus.8
Otitis Eksterna Difus
Otitis eksterna difus adalah infeksi pada 2/3 dalam liang telinga akibat infeksi bakteri.
Umumnya bakteri penyebab yaitu Pseudomonas. Bakteri penyebab lainnya yaitu Staphylococcus
albus, Escheria coli, dan sebagainya. Kulit liang telinga terlihat hiperemis dan udem yang
batasnya tidak jelas. Tidak terdapat furunkel (bisul). Gejalanya sama dengan gejala otitis
eksterna sirkumskripta (furunkel = bisul). Kandang-kadang kita temukan sekret yang berbau
namun tidak bercampur lendir (musin). Lendir (musin) merupakan sekret yang berasal dari
kavum timpani dan kita temukan pada kasus otitis media. 5
Pengobatan otitis eksterna difus ialah dengan memasukkan tampon yang mengandung
antibiotik ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit yang
meradang. Kadang-kadang diperlukan obat antibiotika sistemik. 6
Otomikosis
Infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh kelembaban yang tinggi di daerah
tersebut. Yang tersering ialah jamur aspergilus. Kadang-kadang ditemukan juga
kandida albikans atau jamur lain.

Gejalanya biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang telinga, tetapi sering pula
tanpa keluhan. Pengobatannya ialah dengan membersihkan liang telinga. Larutan asam asetat 25% dalam alkohol yang diteteskan ke liang telinga biasanya dapat menyembuhkan. Kadangkadang diperlukan juga obat anti-jamur (sebagai salep) yang diberikan secara topical, fenol
gliserol tetes telinga. 6
Gejala Klinis

Rasa sakit di dalam telinga bisa bervariasi dari yang hanya berupa rasa tidak enak
sedikit, perasaan penuh didalam telinga, perasaan seperti terbakar hingga rasa sakit yang hebat,
serta berdenyut. Meskipun rasa sakit sering merupakan gejala yang dominan, keluhan ini juga
sering merupakan gejala sering mengelirukan. Kehebatan rasa sakit bisa agaknya tidak sebanding
dengan derajat peradangan yang ada. Ini diterangkan dengan kenyataan bahwa kulit dari liang
telinga luar langsung berhubungan dengan periosteum dan perikondrium, sehingga edema dermis
menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang hebat. Lagi pula, kulit dan tulang
rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga
gerakan yang sedikit saja dari daun telinga akan dihantarkan kekulit dan tulang rawan dari liang
telinga luar dan mengkibatkan rasa sakit yang hebat dirasakan oleh penderita otitis eksterna.
Rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang umum pada tahap awal dari otitis
eksterna difusa dan sering mendahului terjadinya rasa sakit dan nyeri tekan daun telinga.
Gatal merupakan gejala klinik yang sangat sering dan merupakan pendahulu rasa sakit
yang berkaitan dengan otitis eksterna akut. Pada kebanyakan penderita rasa gatal disertai rasa
penuh dan rasa tidak enak merupakan tanda permulaan peradangan suatu otitis eksterna akuta.
Pada otitis eksterna kronik merupakan keluhan utama.

Kurang pendengaran mungkin terjadi pada akut dan kronik dari otitis eksterna akut.
Edema kulit liang telinga, sekret yang sorous atau purulen, penebalan kulit yang progresif pada
otitis eksterna yang lama, sering menyumbat lumen kanalis dan menyebabkan timbulnya tuli
konduktif. Keratin yang deskuamasi, rambut, serumen, debris, dan obat-obatan yang digunakan
kedalam telinga bisa menutup lumen yang mengakibatkan peredaman hantaran suara.2
Tanda-Tanda Klinis
Menurut MM. Carr secara klinik otitis eksterna terbagi : 4
1. Otitis Eksterna Ringan : kulit liang telinga hiperemis dan eksudat, liang telinga
menyempit.
2. Otitis Eksterna Sedang : liang telinga sempit, bengkak, kulit hiperemis dan
eksudat positif
3. Otitis Eksterna Komplikas : Pina/Periaurikuler eritema dan bengkak
4. Otitis Eksterna Kronik : kulit liang telinga/pina menebal, keriput, eritema positif.

Menurut Senturia HB (1980) :


Eritema kulit, sekret yang kehijau-hijauan dan edema kulit liang telinga merupakan
tanda-tanda klasik dari otitis diffusa akuta. Bau busuk dari sekret tidak terjadi. Otitis
eksterna diffusa dapat dibagi atas 3 stadium yaitu : 2
1. Pre Inflammatory
2. Peradangan akut (ringan/ sedang/ berat)
3. Radang kronik

Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari keadaan yang serupa dengan otitis eksterna antara lain
meliputi :
- Otitis eksterna nekrotik
- Otitis eksterna bullosa
- Otitis eksterna granulosa
- Perikondritis yang berulang
- Kondritis
- Furunkulosis dan karbunkulosis
- dermatitis, seperti psoriasis dan dermatitis seboroika.

Karsinoma liang telinga luar yang mungkin tampak seperti infeksi stadium dini diragukan
dengan proses infeksi, sering diobati kurang sempurna. Tumor ganas yang paling sering adalah
squamous sel karsinoma, walaupun tumor primer seperti seruminoma, kista adenoid, metastase
karsinoma mamma, karsinoma prostat, small (oat) cell dan karsinoma sel renal. Adanya rasa
sakit pada daerah mastoid terutama dari tumor ganas dan dapat disingkirkan dengan melakukan
pemeriksaan biopsi.2
VI. TERAPI
1. Kausatif : - Antibiotik sistemik Amoksisilin 3x500 mg
- Antibiotik local Ottopain 2-4 x sehari 4-5 tetes.
2. Simptomatis : - Analgetik Asam mefenamat 3x500 mg
- Antiinflamasi Dexamethasone 3 x 0,5 mg.
3. Edukatif : - Kontrol jika obat habis
- Minum obat secara teratur, antibiotic harus dihabiskan.
- Telinga jangan kemasukan air.
- Mengurangi kebiasaan mengotek telinga dengan cotton bud.

VII. PROGNOSIS
Dubia at Bonam

24. OTITIS MEDIA AKUT (OMA)


Kompetensi
Laporan Penyakit

: 3A
: 1101

ICD X : H65-H66; H72

a. Definisi
Otitis Media Akut (OMA) adalah radang akut telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau
anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas.
b. Penyebab
Kuman penyebab OMA adalah bakteri pirogenik seperti: Streptococcus hemolitikus, Pneumococcus
atau Haemophylus influenza.
c. Gambaran Klinik
1) Keluhan dan gejala yang timbul tergantung dari stadium OMA yaitu:
a) Stadium oklusi tuba
b) Stadium hiperemis
c) Stadium supurasi
d) Stadium perforasi
e) Stadium resolusi
2) Gejala OMA adalah:
a) Anak gelisah atau ketika sedang tidur tiba-tiba terbangun, menjerit sambil memegang
telinganya.
b) Demam dengan suhu tubuh yang tinggi dan kadang-kadang sampai kejang.
c) Kadang-kadang disertai dengan muntah dan diare.
d. Diagnosis
Tanda OMA adalah:
1) OMA Stadium oklusi tuba
Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani suram, refleks cahaya memendek dan
menghilang.
2) OMA Stadium hiperemis
Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani hiperemis dan edem serta refleks cahaya
menghilang.
3) OMA Stadium supurasi
Keluhan dan gejala klinik bertambah hebat.
Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani menonjol keluar (bulging) dan ada bagian yang
berwarna pucat kekuningan.
4) OMA Stadium perforasi
Anak yang sebelumnya gelisah menjadi lebih tenang, demam berkurang.
Pada pemeriksaan otoskopik tampak cairan di liang telinga yang berasal dari telinga tengah.
Membran timpani perforasi.
5) Stadium resolusi
Pemeriksaan otoskopik, tidak ada sekret/kering dan membran timpani berangsur menutup.
e. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMA disesuaikan dengan hasil pemeriksaan dan stadiumnya.

1) Stadium oklusi tuba


a) Berikan antibiotik selama 7 hari:
Amoksisilin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap 8 jam atau
Eritromisin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap 6 jam.
b) Obat tetes hidung nasal dekongestan.
c) Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi.
d) Antipiretik.
2) Stadium hiperemis
a)
Berikan antibiotik selama 1014 hari:
Amoksisilin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap 8 jam atau
Eritromisin: Dewasa 500 mg; Anak 10 mg/KgBB, tiap 6 jam.
b)
Obat tetes hidung nasal dekongestan maksimal 5 hari.
c)
Antihistamin bila ada tanda-tanda alergi.
d)
Antipiretik, analgetik dan pengobatan simtomatis lainnya.
3) Stadium supurasi.
a) Segera rawat apabila ada fasilitas perawatan.
Berikan antibiotik ampisilin atau amoksisilin dosis tinggi parenteral selama 3 hari. Bila ada
perbaikan dilanjutkan dengan pemberian antibiotik peroral selama 14 hari.
b) Bila tidak ada fasilitas perawatan segera rujuk ke dokter spesialis THT untuk dilakukan
miringotomi.
4) Stadium perforasi
a) Berikan antibiotik selama 14 hari.
b) Cairan telinga dibersihkan dengan Solutio H2O2 3% 23 kali.
f.

KIE
1) Tujuan pengobatan: eradikasi dan mencegah timbulnya komplikasi
2) Pencegahan: Pada stadium supurasi dan perforasi, hindari berenang atau masuknya air ke dalam
hidung dan telinga.
3) Alasan rujuk: bila tidak ada perbaikan, ada komplikasi, atau diperlukan miringotomi rujuk ke
dokter spesialis THT.

25. SERUMEN PROP


Definisi :
Serumen adalah hasil produksi kelenjar seromusinosa yang terdapat di liang telinga
luar, yang berguna untuk melicinan dinding liang telinga, dan mencegah masuknya
serangga kecil ke liang telinga.
Faktor yang menyebabkan serumen terkumpul dan mengeras di liang telinga,
sehingga menyumbat antara lain ialah:
1. Dermatitis kronis liang telinga luar
2. Liang telinga sempit
3. Produksi serumen banyak dan kental
4. Adanya benda asing di liang telinga
5. Adanya eksostosis (pertumbuhan jinak dari permukaan tulang) liang telinga
6. Serumen terdorong oleh jari tangan atau ujung handuk setelah mandi, atau
kebiasaan mengorek telinga.
Gejala yang timbul akibat sumbatan serumen dapat berupa rasa telinga tersumbat,

sehingga pendengaran berkurang. Rasa nyeri dapat timbul apabila serumen keras
membatu, dan menekan dinding liang telinga. Telinga berdengung (tinitus) dan
pusing dapat timbulapabila serumen telah menekan membran timpani, terkadang
dapat disertai batuk, oleh karena rangsangan nervus vagus melalui cabang
aurikuler.
Penatalaksanaan
a. Serumen yang masih lunak, dapat dibersihkan dengan kapas yang dililitkan oleh
aplikator
(pelilit).
b. Serumen yang sudah agak mengeras dikait dan dibersihkan dengan alat pengait.
c. Serumen yang lembek dan letaknya terlalu dalam, sehingga mendekati mebran
timpani, dapat
dikeluarkan dengan mengirigasi liang telinga (spooling).
d. Serumen yang telah keras membatu, harus dilembekkan terlebih dahulu dengan
karbol gliserin
10 %, 3 kali 3 tetes sehari, selama 2-5 hari (tergantung keperluan), setelah itu
dibersihkan
dengan alat pengait atau diirigasi (spooling).
Teknik Irigasi Liang Telinga
Dalam melakukan tindakan irigasi liang telinga (spooling) ada beberapa hal yang
harus diketahui dan diperhatikan oleh tenaga medis sebelum melakukan tindakan
tersebut, antara lain :
Pasien tidak mempunyai riwayat sakit telinga yang menyebabkan rupture
gendang telinga,
seperti riwayat congekan (OMSK), maupun riwayat trauma gendang telinga.
Pasien tidak sedang mengalami sakit telinga luar (otitis eksterna).
Prosedur Tindakan Spooling (Irigasi) telinga adalah :
A. Persiapan Alat :
1. Alat Spooling atau Spuit 20 cc.
2. Kom berisi air hangat kuku secukupnya.
3. Bak Bengkok untuk menampung kotoran telinga.
4. Handuk sebagai alas pelindung .
5. Sarung tangan disposable.
6. Otoscope
7. Cotton bud secukupnya.
8. Cairan NaCl hangat atau air hangat.
9. Cairan H2O2 3 % dalam tempatnya.
B. Persiapan pasien :
1. Jelaskan kepada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan (inform
consent), dan
minta kepada pasien agar bersikap kooperatif.
2. Posisikan pasien dengan terlentang dan kepala miring ke sisi berlawanan
dengan telinga
yang akan dibersihkan.
3. Tindakan

a. Tetesi telinga pasien dengan H2O2 3 % (jika masih ada yang keras), tunggu
sampai
kotoran hancur atau larut kira-kira 10 15 menit.
b. Tempatkan bak bengkok dibawah telinga yang dibersihkan, dan beri alas
handuk untuk
mencegah tetesan air mengenai pasien.
c. Perintahkan pasien agar bangun dan duduk tegak
d. Semprot telinga pasien dengan Cairan NaCl hangat secara perlahan sampai
telinga bersih.
e. Eksplorasi dengan otoscope.

Serumen adalah substansi lengket berwarna kekuningan sampai coklat, yang ada di liang
telinga.
Substansi tersebut adalah hasil produksi dari kelenjar minyak dan modifikasi kelenjar keringat
dinding telinga. Serumen tersebut terdiri dari 60% keratin*, 12-20% asam lemak*, alkohol,
squalene*, dan 6-9% kolesterol. Komposisi ini menentukan wujud serumen itu sendiri.

Serumen ini secara umum dibagi menjadi:


Tipe basah:
o Serumen putih (White/Flaky Cerumen), sifatnya mudah larut bila diirigasi.
o Serumen coklat (light-brown), sifatnya seperti jeli, lengket.
Tipe kering:
o Serumen gelap/ hitam, sifatnya keras, biasanya erat menempel pada dinding
liang telinga bahkan menutup liang sehingga menimbulkan gangguan pendengaran.
Serumen tipe basah lebih dominan dibandingkan tipe kering.
Serumen diproduksi tubuh dengan tujuan:
Pembersihan
Dinding dalam telinga, membrane tympani (gendang telinga) setiap hari
menghasilkan epitel mati. Serumen membantu pengeluaran epitel-epitel tersebut
sehingga tidak menumpuk dengan bantuan gerakan rahang mulut.
Lubrikasi/ pelicin
Serumen mencegah terjadinya desikasi/ kekeringan, rasa gatal, dan panas dalam
liang telinga.
Antibakterial dan antijamur
Kemampuan antibacterial dan antijamur serumen karena serumen bersifat asam,
mengandung enzim lysozyme*, dan adanya asam lemak.
Produksi serumen dipengaruhi oleh stres fisik dan stres psikis. Bila produksi serumen
berlebihan, serumen dapat menumpuk dan menyumbat liang telinga, dan
menyebabkan penurunan pendengaran. Diperkirakan 60-80% keluhan penurunan
pendengaran disebabkan oleh sumbatan serumen (cerumen prop).

Metode Pembersihan Serumen

Kuretase*, dengan alat khusus pengangkat serumen, atau dengan cotton bud
Irigasi, menggunakan air hangat dan alat khusus
Vakum*

Pembersihan serumen yang terlalu sering, justru merangsang produksi serumen lebih
banyak.
Seruminolisis adalah proses untuk melisiskan (meluruhkan) serumen, biasanya menggunakan
agen seruminolitik yang diteteskan ke liang telinga. Biasanya agen ini akan membuat serumen
mencair, atau bila terlalu keras maka akan lebih melunakkan serumen sehingga lebih mudah
diangkat dengan metode pembersihan yang sesuai. Agen seruminolitik yang tersedia adalah

Minyak zaitun, minyak almond, minyak mineral, baby oil, gliserol, Peroksida
karbamid(6.5%)
Larutan sodium bicarbonate, atau sodium bicarbonate B.P.C. (sodium bicarbonate dan
glycerine)
Cerumol (arachis oil, turpentine dan dichlorobenzene)
Cerumenex (Triethanolamine, polypeptides dan oleate-condensate)
Exterol (urea, hydrogen peroxide dan glycerine)
Docusate sodium
Hidrogen Peroksida 3%

Agen-agen ini dipakai 2-3 kali sehari selama 3-5 hari.


Pemberian agen-agen ini justru lebih baik daripada manipulasi telinga secara pribadi karena
malah mungkin mengakibatkan perlukaan dinding liang telinga.
Penggunaan cotton bud pun harus dilakukan secara hati-hati. Sebaiknya sebelum digunakan
untuk membersihkan serumen, kapas cotton bud dibasahi dengan baby oil, atau air bersih, atau
dibuat lembab, supaya kapas cotton bud tidak mudah lengket dengan serumen yang bisa
mengakibatkan kapas terlepas dari batangnya.
26. MABUK PERJALANAN
Definisi :
Mabuk perjalanan atau istilah kerennya motion sickness merupakan sekumpulan gejala yang
terdiri dari kepala pusing, mual sampai muntah dan keluar keringat dingin yang terjadi saat
dalam kendaraan yang berjalan. Tak hanya pada anak-anak, orang dewasa pun juga berisiko
mengalami mabuk perjalanan.
Mabuk perjalanan bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gangguan sesaat yang
dipicu oleh adanya gangguan koordinasi di otak akibat adanya rangsangan dari luar yang
diterima oleh panca indra secara bersamaan dan diteruskan ke dalam otak.
Mabuk perjalanan terjadi jika sistem vestibular (pusat keseimbangan di telinga bagian
dalam) terganggu. Gangguan ini dapat disebabkan rangsangan yang terus menerus oleh
gerakan-gerakan atau getaran-getaran yang terjadi selama perjalanan sehingga keseimbangan

tubuh terganggu. Terganggunya pusat keseimbangan di telinga bagian dalam ini akan
merangsang produksi zat histamin yang akan merangsang otak sehingga menimbulkan reaksi
mual dan muntah. Misalnya ketika berada dalam perjalanan, posisi duduk tidak pernah
seimbang. Atau sedang membaca di dalam kendaraan yang sedang melaju.
Faktor yang Mempengruhi :
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga Anda mengalami mabuk selama di
perjalanan.
1. Faktor keturunan. Artinya, kalau orangtuanya selalu mabuk perjalanan, maka anaknya juga
berisiko mengalami hal yang sama.
2. Kondisi tubuh yang sedang tidak sehat atau daya tahan tubuh yang tengah menurun, sehingga
si kecil rentan sekali dengan perubahan-perubahan yang menimpa tubuhnya.
3. Perut dalam kondsi yang kosong saat melakukan perjalanan. Perut kosong berarti lambungnya
kosong, sehingga produksi asam berlebihan. Produksi asam yang berlebihan akan mengiritasi
lambung, dan ini akan merangsang reflek mual.
4. Sistem suspensi mobil yang tidak nyaman sehingga menimbulkan goncangan pada
penumpangnya.
5. Kondisi jalanan yang tidak rata.
Berikut ini tips untuk mencegah terjadinya mabuk kendaraan, biasanya banyak orang bepergian
keluar kota baik menggunakan jalur darat, laut dan udara.
1. Perhatikan makanan anda. Hindari makanan yang berlemak, alkohol, dan makanan yang lama
dicerna seperti mie, sebelum perjalanan jauh.
2. Hindari makanan yang berbau menyengat.
3. Bawalah selalu buah, terutama jeruk. Jika Anda mulai merasakan gejala mual, aroma dan rasa
jeruk cukup menolong dan kembali menyegarkan tubuhnya.
4. Jika tidak ada buah, cobalah untuk mengepalkan tangan dan lemaskan jemari tangan dan kaki
berulang-ulang untuk menggiatkan peredaran darah. Selain itu, berikan pijatan pada jemari
dan telapak tangan untuk membantu menghilangkan pusing ringan
5. Pilihlah tempat duduk yang mengalami goncangan terkecil dan tempat yang cukup nyaman
selama perjalanan. Tempat duduk di tengah sekitar sayap pesawat adalah daerah yang paling
sedikit guncangannya. Dalam kapal laut, daerah terbawah dan ditengah mengalami guncangan
lebih kecil dari pada di lantai atas dan di bagian luar.
6. Jangan menghadap membelakangi arah perjalanan.
7. Jika di dalam mobil, pilihlah tempat duduk di depan.
8. Buka kaca mobil untuk mensirkulasikan udara segar ke dalam kabin mobil. Jika rasa mual
makin hebat, menepi dan berhentilah sejenak. Keluar dan lakukan senam ringan, atau berjalan
di sekitar mobil untuk menetralkan efek akumulasi getaran pengganggu.
Cara ini amat efektif untuk mencegah mual dan muntah, terutama bagi anak-anak.
1. Jangan membaca saat di perjalanan.
2. Pada perjalanan dengan perahu tataplah jauh ke langit dan cakrawala untuk mengurangi rasa

pusing.
3. Anda bisa membuka jendela mobil untuk mendapatkan udara segar jika memungkinkan.
4. Menjauhlah dari orang yang mungkin juga akan mabuk kendaraan, apabila mereka muntah,
bisa jadi anda juga ikut muntah.
5. Mengkonsumsi obat anti mabuk, dimenhidrinat diminum setengah jam sebelum naik
kendaraaan.

27 FURUNKEL PADA HIDUNG


Definisi Furunkel
Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan subkutan sekitarnya yang sering
terjadi pada daerah bokong, aksila, dan badan. Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu
tempat. Jika lebih dari satu tempat disebut furunkulosis. Furunkulosis dapat disebabkan oleh
berbagai faktor antara lain akibat iritasi, kebersihan yang kurang, dan daya tahan tubuh yang
kurang. Infeksi dimulai dengan adanya peradangan pada folikel rambut dikulit (folikulitis),
kemudian menyebar kejaringan sekitarnya.
Karbunkel adalah satu kelompok beberapa folikel rambut yang terinfeksi oleh
Staphylococcus aureus, yang disertai oleh peradangan daerah sekitarnya dan juga jaringan
dibawahnya termasuk lemak bawah kulit.
2.2. Etiologi Furunkel
Permukaan kulit normal atau sehat dapat dirusak oleh karena iritasi, tekanan, gesekan,
hiperhidrosis, dermatitis, dermatofitosis, dan beberapa faktor yang lain, sehingga kerusakan dari
kulit tersebut dipakai sebagai jalan masuknya Staphylococcus aureus maupun bakteri penyebab
lainnya. Penularannya dapat melalui kontak atau auto inokulasi dari lesi penderita. Furunkulosis
dapat menjadi kelainan sistemik karena faktor predisposisi antara lain, alcohol, malnutrisi,
diskrasia darah, iatrogenic atau keadaan imunosupresi termasuk AIDS dan diabetes mellitus.
Jadi, furunkel dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Iritasi pada kulit
2. Kebersihan kulit yang kurang terjaga
3. Daya tahan tubuh yang rendah
4. Infeksi oleh Staphylococcus aureus
2.3. Patofisiologi Furunkel
Infeksi dimulai dari peradangan pada folikel rambut pada kulit (folikulitis) yang menyebar pada
jaringan sekitarnya. Radang nanah yang dekat sekali dengan kulit disebut pustule. Kulit
diatasnya sangat tipis, sehingga nanah di dalamnya dapat dengna mudah mengalir keluar.
Sedangkan bisulnya sendiri berada pada daerah kulit yang lebih dalam. Kadang-kadang nanah
yang berada dalam bisul diserap sendiri oleh tubuh tetapi lebih sering mengalir sendiri melalui
lubang pada kulit.
2.4. Faktor Resiko Furunkel
1.

Kurang terjaga kebersihan

Faktor kebersihan memegang peranan penting. Bila lingkungan kurang bersih, infeksi akan
mudah terjadi. Karena itu, pada bayi, gejala bisul mudah dijumpai. Bayi dan anak-anak identik
dengan dunia eksplorasi dalam bermain, apalagi bila terkena benda kotor misalnya tanah. Belum
lagi setelah main, anak tidak dicuci tangannya sehingga akan mempermudah terjadinya bisul.
Pada dasarnya bisul muncul karena adanya kuman. Orang tua yang tidak menjaga kebersihan
tubuh bayi dan lingkungannya dengan baik, otomatis lebih berpeluang terpapar kuman penyebab
bisul. Tak heran kalau mereka yang tinggal di daerah pemukiman padat, di daerah pengungsian,
dimana faktor kebersihannya terabaikan akan lebih mudah bisulan. Namun harus diingat,
walaupun tinggal di tempat yang bersih tapi kalau jarang dimandikan dan dijaga kebersihkanya,
dengan sendirinya kuman pun akan bersarang.
2. Daerah tropis
Secara geografis, Indonesia termasuk daerah tropis, dimana udaranya panas sehingga dengan
mudah bayi akan berkeringat. Keringat pun bisa menjadi salah satu pemicu munculnya bisul.
Terutama bisul yang terjadi pada kelenjar keringat.
3. Faktor gizi
Gizi yang kurang dapat memengaruhi timbulnya infeksi. Bila gizi kurang, berarti daya tahan
tubuh menurun, sehingga akan mempermudah timbulnya infeksi. Terlebih pada bayi, kekebalan
tubuhnya kurang dibandingkan orang dewasa.
2.5. Tanda dan Gejala Furunkel
Mula-mula nodul kecil yang mengalami peradangan pada folikel rambut, kemudian menjadi
pustule dan mengalami nekrosis dan menyembuh setelah pus keluar. Nyeri terjadi terutama pada
furunkel yang akut, besar, dan lokasinya dihidung dan lubang telinga luar. Bisa timbul gejala
seperti badan demam, malaise, dan mual. Furunkel dapat timbul di banyak tempat dan dapat
sering kambuh. Tempat terjadinya furunkel biasanya yaitu pada muka, leher, lengan, pergelangan
tangan, jari-jari tangan, dan pantat. Namun, gejala yang timbul dari adanya furunkel bervariasi
tergantung dari beratnya penyakit. Gejala yang sering ditemui pada furunkel adalah :
1. Nyeri pada daerah ruam
2. Ruam pada derah kulit yang berbentuk kerucut dan memiliki pustule
3. Pustule dapat melunak dan mengalami nekrosis
4. Setelah seminggu kebanyakan akan pecah sendiri dan sebagian dapat menghilang dengan
sendirinya
2.6. Diagnosa Furunkel
1. Anamnesa
Penderita datang dengan keluhan terdapat nodul yang nyeri. Ukuran nodul tersebut meningkat
dalam beberapa hari. Beberapa pasien mengeluh demam dan malaise.
2. Pemeriksaan Fisik
Terdapat nodul berwarna merah, hangat dan berisi pus. Supurasi terjadi setelah kira-kira 5-7 hari
dan pus dikeluarkan melalui saluran keluar tunggal (single follicular orifices). Furunkel yang
pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang kuning keabuan ireguler pada bagian
tengah dan sembuh perlahan.
2.8. Penatalaksanaan Furunkel
Tergantung dari keadaan penyakit yang dialaminya.
1. Kebanyakan furunkel tidak membutuhkan pengobatan dan akan sembuh dengan sendirinya
2. Pemeliharaan kebersihan daerah yang mengalami furunkel serta daerah sekitarnya

3.
4.
5.
6
7.

Pengobatan topical, lakukan kompres .


Bila lesi masih basah/kotor dikompres dengan Solusio Sodium Chloride 0,9% atau Solusio
Rivanol 0,1%.
Jangan memijat furunkel
Insisi bila telah supurasi
Bila lesi telah bersih, diberikan Neocitrin ointment (Basitrasina dan Polimiksina B) atau
Framisitin Sulfat kasa steri.
Pemberian analgetik,antibiotic oral maupun local ( salep )
Tutuplah luka dengan kain kasa kering

28. RHINITIS AKUT


DEFINISI :
Rinitis akut adalah radang akut mukosa nasi yang ditandai dengan gejala gejala rhinorea,
obstruksi nasi, bersin-bersin dan disertai gejala umum malaise dan suhu tubuh naik (Adams et al,
2007). Rinitis disebabkan oleh infeksi virus (Rhinovirus, Myxovirus, virus Coxsakie dan virus
ECHO) atau infeksi bakteri terutama Haemophylus Influensa, Steptococcus, Pneumococcus, dan
sebagainya (Adams, 2007; Sobol, 2007; Soepardi, 2007).
Di samping virulensi, faktor predisposisi memegang peranan penting yaitu faktor eksternal atau
lingkungan yang terpenting adalah faktor dingin atau perubahan temperatur dari panas ke dingin
yang mendadak, dan faktor internal meliputi daya tahan tubuh yang menurun dan daya tahan
lokal cavum nasi (Moore, 2003; Nizar, 2003, Seikh, 2009) Perubahan pada mukosa nasi meliputi
stadium permulaan yang diikuti stadium resolusi. Pada stadium permulaan terjadi
vasokonstrinsik yang akan diikuti vasodilatasi, udem dan meningkatnya aktifitas kelenjar
seromucious dan goblet sel, kemudian terjadi infiltrasi leukosit dan desguamasi epitel. Secret
mula mulamula encer, jernih kemudian berubah menjadi kental dan lekat (mukoid) berwarna
kuning mengandung nanah dan bakteri (makopurulent). Toksin yang berbentuk terbentuk
terserap dalam darah dan lymphe, menimbulkan gejala-gejala umum.
Pada stadium resolusi terjadi proliferasi sel epithel yang telah rusak dan mukosa
menjadi normal kembali (Adams, 2007; Dhingran, 2007; Rolla, 2009).
GEJALA KLINIS :
Gejala terdiri dari
1. Stadium Prodromal Kering (stadium awal), di mana penderita merasakan gejala umum seperti
menggigil dengan rasa panas dingin berselingan (meriang), nyeri kepela, pucat, kurang nafsu
makan, kadang suhu subfebril atau tidak terlalu panas, tapi sering juga terjadi suhu yang tinggi
apalagi pada anak-anak yang disertai rasa gatal, panas, rasa kering pada hidung dan tenggorokan,
iritasi hidung. Mukosa hidung biasanya pucat dan kering.

2. Stadium Kataralis (stadium lanjutan), pada saat ini biasanya dimulai beberapa jam setelah sekret
mencair, obstruksi atau penyumbatan hidung, kehilangan penciuman sementara, lakrimalisasi
atau airmata terus-menerus meleleh, dan keadaan bisa berangsur-angsur menjadi lebih buruk.
Mukosa hidung memerah, bengkak, dan terdapat sekret atau ingus yang banyak. Setelah
beberapa hari, terjadi fase yang di sebut fase mukus. Fase mukus ini gejalanya bermula dengan
sekret yang mengental, penciuman membaik dan gejala lokal berkurang. Pada kondisi ideal
dengan daya tahan tubuh yang baik, perbaikan seharusnya dicapai dalam satu minggu. Infeksi
bakteri sekunder mungkin saja dapat terjadi. Sekret atau ingus kemudian berwarna kuning
kehijauan dan penyakit akan lebih lama membaik. Awal stadium kataralis dapat terjadi pada
influensa dan infeksi bersama jenis virus lain seperti parainfluenza, adenovirus, rheovirus,
coronovirus, enterovirus, myxovirus, dan virus saluran nafas lainnya. Gejalanya seperti yang
terjadi di atas tapi lebih berkomplikasi dengan manifestasi lainnya seperti menginfeksi seluruh
saluran nafas, saluran pencernaan sehingga menyebabkan diare, meningitis, perikarditis, serta
gangguan pada ginjal dan otot.
rinitis akut pada masa prodromal mempunyai gejala yang mirip dengan sindroma
alergi yaitu: bersin-bersin, rhinorea dan obstruksi nasi.
PENATALAKSNAAN :
Tidak ada terapi yang spesifik untuk rinitis akut selain istirahat dapat diberikan obat-obat simptomatis
seperti analgetik, obat dekongestan, pseudoefedrin, (Settipane,2012). Antibiotik hanya diberikan jika
terdapat infeksi sekunder oleh bakteri (Settipane, 2012). Pada pasein ini terdapat infeksi sekunder bakteri
(terefleksi dari sekret mukopurulen) sehingga diberikan antibitiotik cefadroxyl 500 mg 3 x sehari.
Pasien diberikan k-diclofenac 50 mg 3 x sehari sebagai analgetik dan antiinflamasi (NSAID) untuk proses
peradangannya, dan untuk dekongestan diberikan pseudoefedrin 60 mg 3 x sehari karena terjadi hipertrofi
konka dan keluhan hidung tersumbat. Vitamin C diberikan sebagai terapi ajuvan untuk menjaga daya
tahan tubuh. Anjuran pada pasien yaitu istirahat yang cukup untuk menjaga daya tahan tubuh karena
faktor reskio dari rinitis akut adalah penurunan daya tahan tubuh, dan berolahraga teratur. Olahraga selain
untuk menjaga daya tahan tubuh juga dapat meringankan gejala karena mempunyai efek vasokonstriksi
ringan sehingga hipertorpi atau gejala hidung tersumbat dapat dikurangi. Efek vasokonsriksi dari olahraga
didapatkan karena terjadi releas hormon adrenalin saat olahraga

Cara mencegah rhinitis akut atau influensa


Sementara tidak ada bukti kuat bahwa profilaksis/ pencegahan dapat diberikan, kemungkinan
peningkatan imunitas secara umum dapat membantu. Hal ini termasuk meningkatkan daya tahan
tubuh seperti dengan mandi sauna, spa, hidroterapi, olahraga, minum vitamin C, higiene yang
baik terutama bila kontak dengan anak kecil.
Secara invasif Adenoidektomi mungkin perlu dilakukan pada anak. Immunisasi melawan virus
coryza belum dapat dilakukan tapi ada vaksin untuk melawan influenza.

RHINITIS VASOMOTOR
Kompetensi
:4
Laporan Penyakit
: 1302
ICD X
: J.30.0
Definisi
Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung yang
disebabkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis, bukan suatu reaksi alergi atau inflamasi.
Penyebab
Belum diketahui, diduga akibat gangguan keseimbangan vasomotor. Keseimbangan vasomotor
ini dipengaruhi oleh berbagai hal:
Obat obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti ergotamin,
klorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokonstriktor lokal.
Faktor fisik, seperti: iritasi asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi, dan
bau yang merangsang.
Faktor endokrin, seperti: kehamilan, pubertas dan hipotiroidisme.
Faktor psikis, seperti: rasa cemas dan tegang.
Gambaran Klinis
Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan tergantung posisi pasien.
Terdapat rinorea yang mukus atau serosa, kadang agak banyak.
Jarang disertai bersin, dan tidak disertai gatal di mata.
Gejala memburuk pada pagi hari saat bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim,
udara lembab, asap rokok, dan sebagainya.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala. Berdasarkan gejala yang menonjol dibedakan menjadi
golongan obstruksi dan rinorea.
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior menunjukkan gambaran klasik berupa edema mukosa
hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua, dapat pula pucat. Permukaan dapat licin
atau berbenjol. Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit. Namun pada
golongan rinorea, sekret yang ditemukan biasanya serosa dan dalam jumlah banyak.
Penatalaksanaan
Dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor dan disingkirkan kemungkinan
rhinitis alergi. Terapi bervariasi, tergantung faktor penyebab dan gejala yang menonjol. Secara
umum terbagi atas:
Menghindari penyebab
Pengobatan simptomatis, dengan dekongestan oral (misalnya pseudoefedrin atau
fenilpropanolamin) untuk melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada
penderita tekanan darah tinggi harus diawasi secara ketat.selama ..hari

RHINITIS ALERGIKA
Kompetensi
Laporan Penyakit
ICD X

:4
: 1302
: J.30

Definisi
Rinitis alergika adalah suatu kelainan hidung yang disebabkan oleh proses inflamasi mukosa
hidung yang dimediasi oleh hipersensitivitas atau alergi tipe 1 dengan gejala karakteristik berupa
hidung gatal, bersin-bersin, rinorhea dan hidung tersumbat yang bersifat reversibel secara
spontan maupun dengan pengobatan.
Penyebab
Berdasarkan terdapatnya gejala dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Rinitis alergi intermiten, bila gejala <4 hari/minggu atau bila <4 minggu
2. Rinitis alergi persisten, bila > 4 hari/minggu atau >4 minggu.
Serbuk sari di dalam udara yang menyebabkan rinitis alergika bervariasi, tergantung kepada
daerah dan individu. Tanaman yang sering menyebabkan rinitis alergika adalah pohon-pohonan,
rumput, bunga dan rumput liar. Selain kepekaan individu dan daerah tempat tumbuhnya
tanaman, faktor lain yang berpengaruh terhadap terjadinya rinitis alergika adalah jumlah serbuk
yang terkandung di dalam udara. Cuaca panas, kering dan berangin lebih banyak mengandung
serbuk, cuaca dingin, lembab dan hujan menyebabkan serbuk terbuang ke tanah.
Gambaran Klinis
Hidung, langit-langit mulut, tenggorokan bagian belakang dan mata terasa gatal, baik secara
tiba-tiba maupun secara berangsur-angsur. Biasanya akan diikuti dengan mata berair, bersinbersin dan hidung meler. Beberapa pasien mengeluh sakit kepala, batuk dan mengi (bengek);
kehilangan nafsu makan dan mengalami gangguan tidur. Terjadi peradangan pada kelopak mata
bagian dalam dan pada bagian putih mata (konjungtivitis). Lapisan hidung membengkak dan
berwarna merah kebiruan, menyebabkan hidung meler dan hidung tersumbat.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik berupa gambaran klinis
diatas.
Penatalaksanaan
Pengobatan awal untuk rinitis alergika musiman adalah antihistamin. Pemberian antihistamin
kadang disertai dengan dekongestan (misalnya pseudoefedrin atau fenilpropanolamin) untuk
melegakan hidung tersumbat. Pemakaian dekongestan pada pasien tekanan darah tinggi harus
diawasi secara ketat. Pemberian amoksisilin 3x500mg atau eritromisin 4x500mg selama 3 5
hari jika ada infeksi sekunder.

Selama ....... hri,Jika keadaan kronis rujuk ke dokter spesialis THT.

BENDA ASING (CORPUS ALIENUM) DI HIDUNG


Kompetensi
Laporan Penyakit
ICD X

:4
:
: T.17

Definisi
Benda asing di hidung adalah terdapatnya sumbatan pada hidung yang diakibatkan oleh benda
asing yang masuk ke lubang hidung. Sering terjadi pada anak anak usia 2 4 tahun atau pasien
dengan keterbelakangan mental.
Penyebab
Sumbatan benda asing pada lubang hidung, dapat berupa binatang serangga atau benda lainnya.
Gambaran Klinis
Hidung tersumbat oleh sekret mukopurulen yang banyak dan berbau busuk di satu sisi rongga
hidung, tempat adanya benda asing. Setelah sekret dibersihkan, benda asing akan tampak dalam
cavum nasi. Kadang disertai rasa nyeri, demam, epistaksis dan bersin.
Diagnosis
Pada pemeriksaan tampak edema dengan inflamasi mukosa hidung unilateral dan dapat terjadi
ulserasi. Tampak benda asing dalam cavum nasi.
Penatalaksanaan
Benda asing dengan permukaan kasar dapat dikeluarkan menggunakan forsep hidung. Bila benda
asing bulat dan licin, misalnya manik manik, digunakan pengait yang ujungnya tumpul. Bagian
pengait yang bengkok dimasukkan ke dalam hidung bagian atas, menyusuri atap cavum nasi
sampai menyentuh nasofaring. Kemudian pengait diturunkan sedikit sampai ke belakang obyek,
kemudian ditarik keluar. Bila tidak ada alat yang sesuai, sebaiknya dirujuk ke spesialis THT.
Benda asing yang lunak dapat dikeluarkan dengan pinset hidung.
Pemberian antibiotik per oral (Amoksisilin 3x500 mg atau Kotrimoksazole 2x960mg) selama 5
7 hari hanya bila ada infeksi hidung dan sinus.
Tidak dianjurkan mendorong ke arah nasofaring dengan tujuan agar masuk ke mulut karena
dapat masuk ke laring dan saluran napas bawah, sehingga timbul sesak nafas dan kegawatan.

BENDA ASING (CORPUS ALIENUM) DI TELINGA


Kompetensi
Laporan Penyakit
ICD X

:4
:
: T.16

Definisi
Benda asing di telinga adalah terdapatnya sumbatan pada telinga yang diakibatkan oleh benda
asing yang masuk ke liang telinga.
Penyebab
Benda asing yang masuk ke liang telinga
Gambaran Klinis
Rasa tidak enak di telinga, tersumbat dan pendengaran terganggu. Bila benda asing tersebut
adalah serangga dan melukai dinding liang telinga, maka akan menimbulkan rasa nyeri.
Diagnosis
Pada inspeksi telinga dengan atau tanpa corong telinga akan tampak benda asing tersebut.
Penatalaksanaan
Benda asing dikeluarkan dengan cara dijepit dengan pinset dan ditarik keluar. Pada pasien anak,
kepala harus dipegang hingga tidak dapat bergerak. Binatang di liang telinga dimatikan dulu
dengan meneteskan phenol glyserol, alkohol atau rivanol selama 10 menit ke dalam liang
telinga sebelum dikeluarkan. Kemudian diirigasi dengan NaCl atau air bersih untuk
mengeluarkannya, atau dengan menggunakan pinset telinga.

EPISTAKSIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
ICD X

:4
:
:

Definisi
Epistaksis adalah perdarahan dari hidung yang dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum
(kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala suatu kelainan.
Penyebab
Penyebab epistaksis dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Penyebab Lokal
a. Trauma, misalnya mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di hidung,
trauma pembedahan atau iritasi gas yang merangsang.
b. Infeksi hidung dan sinus paranasal, seperti rhinitis, sinusitis, serta granuloma
spesifik seperti lepra dan sifilis.
c. Tumor, baik jinak maupun ganas pada hidung, sinus paranasal dan nasofaring.
d. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan mendadak atau udara yang
sangat dingin.
e. Benda asing dan rhinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan disertai ingus
berbau busuk.
f. Idiopatik, merupakan epistaksis ringan yang berulang pada anak dan remaja.
2. Penyebab Sistemik
a. Penyakit kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah.
b. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemofilia dan leukemia.
c. Gangguan endokrin, seperti pada kehamilan, menarche dan menopause.
d. Kelainan kongenital, seperti pada penyakit Osler.
Gambaran Klinis
Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior.

1. Epistaksis anterior, perdarahan berasal dari plexus Kiesselbach (paling sering ditemukan
pada anak anak), atau dari arteri ethmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak hebat,
bila pasien duduk, darah akan keluar dari lubang hidung. Sering berhenti spontan dan
mudah diatasi.
2. Epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoidalis
posterior. Sering terjadi pada usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosklerosis atau
penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat dan dengan memperhatikan gambaran
klinis penyakit.
Penatalaksanaan
Prinsip utama penanggulangan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah
komplikasi dan rekurensi serta mencari etiologi. Sampai dengan 90% kasus epistaksis dapat
berhenti spontan.

Perhatikan keadaan umum pasien, pastikan pasien tidak dalam keadaan syok.
Jika pasien dalam keadaan syok, segera pasang infus dan pemberian obat obatan yng
diperlukan untuk memperbaiki keadaan umum.
Bersihkan lubang hidung dari darah atau bekuan darah
Lakukan tindakan vasokonstriksi dan analgesi lokal dengan memasukkan kassa yang
telah di basahi dengan lidokain 2% dan adrenalin ke dalam lubang hidung selama 5
10 menit.
Tentukan sumber perdarahan, di bagian anterior atau posterior.
Jika perdarahan tidak berhenti dan sumber perdarahan terletak di bagian anterior, pasang
tampon anterior, yaitu kassa yang menyerupai pita dengan lebar 0,5 cm yang telah
dibubuhi salep antibiotika dan diletakkan berlapis lapis mulai dari dasar hidung sampai
puncak hidung.
Tampon yang dipasang harus menekan sumber perdarahan.
Beri antibiotika oral dan obat simptomatis lain yang diperlukan ( asam tranexamat,vit.k
3x1).
Tampon diangkat setelah 2 3 hari.
Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan
menekan kedua cuping hidung selama beberapa menit.
Jika sumber perdarahan tidak diketahui dan perdarahan tidak berhenti, kemungkinan
sumber perdarahan di bagian posterior. Segera rujuk pasien ke spesialis THT setelah
dilakukan penstabilan keadaan umum pasien.

INFLUENZA (COMMON COLD)


Kompetensi
Laporan Penyakit
ICD X

:4
: 1302
: J.00

Definisi
Influenza tergolong infeksi saluran napas akut (ISPA) yang biasanya terjadi dalam bentuk
epidemi. Disebut common cold atau selesma bila gejala di hidung lebih menonjol, sementara
influenza dimaksudkan untuk kelainan yang disertai faringitis dengan tanda demam dan lesu
yang lebih nyata.
Penyebab
Banyak macam virus penyebabnya, antara lain Rhinovirus, Coronavirus, virus Influenza A dan
B, Parainfluenza, Adenovirus. Biasanya penyakit ini sembuh sendiri dalam 3 5 hari.
Gambaran Klinis
Gejala sistemik khas berupa gejala infeksi virus akut yaitu demam, sakit kepala, nyeri
otot, nyeri sendi, dan nafsu makan hilang, disertai gejala lokal berupa rasa menggelitik
sampai nyeri tenggorokan, kadang batuk kering, hidung tersumbat, bersin, dan ingus
encer.

Tenggorokan tampak hiperemia.


Dalam rongga hidung tampak konka yang sembab dan hipermia.
Sekret dapat bersifat serus, seromukus atau mukopurulen bila ada infeksi sekunder.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Penatalaksanaan
Anjuran istirahat dan banyak minum sangat penting pada influenza ini.
Pengobatan simtomatis diperlukan untuk menghilangkan gejala yang terasa berat atau
mengganggu.
Parasetamol 500 mg 3 x sehari atau asetosal 300 500 mg 3 x sehari baik untuk
menghilangkan nyeri dan demam.
Untuk anak, dosis parasetamol adalah : 10 mg/kgBB/kali, 3 4 kali sehari
Antibiotik Amoxicillin 3x500 mg atau Erithromycin 4x500mg selama 3 5 hari hanya
diberikan bila terjadi infeksi sekunder.
Untuk anak dosis Amoxicillin adalah 25 50 mg/kgBB/ hari, dosis Erithromycin adalah
30 -50 mg/kgBB/hari.

PERTUSIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
ICD X

: 4 dan 3 B
: 0304
: A.37

Definisi
Pertusis (Batuk Rejan) adalah penyakit akut pada saluran pernapasan. Didapatkan pada anakanak yang berumur kurang dari 5 tahun, terutama pada anak umur 2 3 tahun.
Penyebab
Pertusis disebabkan oleh kuman gram negatif Bordetella pertusis.
Gambaran Klinis

Gejala penyakit ini timbul 1 2 minggu setelah berhubungan dengan penderitanya dan didahului
masa inkubasi selama 7 14 hari. Biasanya, penyakit ini berlangsung selama 6 minggu atau
lebih. Itulah sebabnya penyakit tersebut dinamakan batuk seratus hari.
Dalam perjalanannya, pertusis meliputi beberapa stadium, yaitu
1) Stadium Kataralis
Ditandai timbulnya batuk ringan, terutama pada malam hari, disertai demam dan pilek
ringan. Stadium ini berlangsung 1 2 minggu. Pada stadium kataral tak dapat dibedakan
dengan ISPA yang disebabkan oleh virus.
2) Stadium Spasmodik
Berlangsung 2 4 minggu. Gejalanya, batuk lebih sering, penderita berkeringat, dan
pembuluh darah di muka-leher melebar. Serangan batuknya panjang biasanya diakhiri
dengan bunyi melengking yang khas (whooping caugh) dan disertai muntah. Sering
terjadi perdarahan subkonjungtiva dan / atau epistaksis. Kuku dan bibir penderita menjadi
kebiruan karena darah kekurangan oksigen. Di luar serangan, penderita tampak sehat.
3) Stadium Konvalesensi
Terjadi selama dua minggu. Gejalanya, penderita mereda batuknya dan berangsur-angsur
mulai bertambah nafsu makannya.
Diagnosis
Meningkatnya serum Ig A spesifik Bordatella pertusis
Terdeteksi Bordatella pertusis dari spesimen nasofaring
Kultur swab nasofaring ditemukan Bordatella pertusis
Penatalaksanaan
Pengobatan pertusis ditujukan pada kuman penyebabnya dengan pemberian antibiotika
yang sesuai, seperti eritromisin 30 50 mg/kgBB 4 x sehari.
Untuk batuk dapat diberikan kodein 0,5 mg/umur ( tahun )/kali.
Pertusis dapat dicegah dengan imunisasi DPT, yaitu Difteri-Pertusis-Tetanus. Imunisasi
ini diberikan tiga kali berturut-turut pada bayi usia tiga,empat, lima bulan.

FARINGITIS
Kompetensi
Laporan Penyakit
ICD X

:4
: 1302
: J.02

Definisi
Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring.
Faringitis akut biasanya merupakan bagian dari infeksi akut orofaring yaitu tonsilo faringitis
akut, atau bagian dari influenza (rinofaringitis).

Penyebab
Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri.
Virus (yaitu rhinovirus, adenovirus, parainfluenza, coxsackievirus, Epstein Barr virus,
herpes virus)
Bakteria (yaitu, grup A -hemolytic Streptococcus [paling sering]), Chlamydia,
Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoea.
Jamur (yaitu Candida); jarang kecuali pada penderita imunokompromis (yaitu mereka
dengan HIV dan AIDS).
Iritasi makanan yang merangsang sering merupakan faktor pencetus atau yang
memperberat.
Gambaran Klinis
Perjalanan penyakit bergantung pada adanya infeksi sekunder dan virulensi kumannya serta daya
tahan tubuh penderita, tetapi biasanya faringitis sembuh sendiri dalam 3 5 hari.
1. Faringitis yang disebabkan bakteri :
Demam atau menggigil
Nyeri menelan
Faring posterior merah dan bengkak
Terdapat folikel bereksudat dan purulen di dinding faring
Mungkin batuk
Pembesaran kelenjar getah bening leher bagian anterior
Tidak mau makan / menelan
Onset mendadak dari nyeri tenggorokan
Malaise
Anoreksia
2. Faringitis yang disebabkan virus :
Onset radang tenggorokannya lambat, progresif
Demam
Nyeri menelan
Faring posterior merah dan bengkak
Malaise ringan
Batuk
Kongesti nasal
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Penatalaksanaan
Perawatan dan pengobatan tidak berbeda dengan influenza.
Untuk anak tidak ada anjuran obat khusus.

Untuk demam dan nyeri:


1. Dewasa
Parasetamol 250 atau 500 mg, 1 2 tablet per oral 4 x sehari jika diperlukan, atau
Ibuprofen, 200 mg 1 2 tablet 4 x sehari jika diperlukan.
2. Anak
Parasetamol diberikan 3 kali sehari jika demam
di bawah 1 tahun : 60 mg/kali (1/8 tablet)
1 - 3 tahun : 60 - 120 mg/kali (1/4 tablet)
3 - 6 tahun : 120 - 170 mg/kali (1/3 tablet)
6 - 12 tahun : 170 - 300 mg/kali (1/2 tablet)

Antibiotik hanya diberikan pada pasien dengan minimal 3 dari 4 gejala (kriteria
McIssac/kriteria Centor):
1) demam menggigil >38,5oC,
2) eksudat dan purulen di dinding faring,
3) pembesaran kelenjar getah bening anterior
4) pengobatan simtomatik tidak sembuh dalam 3 hari
1. Dewasa
Amoksisilin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari
Eritromisin 500 mg 3 x sehari selama 5 hari
2. Anak
Amoksisilin 30 - 50mg/kgBB perhari selama 5 hari
Eritromisin 20 40 mg/kgBB perhari selama 5 hari

GASTROENTERITIS
GASTROENTERITIS
A. Pengertian

Gastroenteritis adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau
setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal
yakni 100-200 ml sekali defekasi (Hendarwanto, 2003).

Menurut WHO (1980) gastroenteritis adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga
kali sehari.
Gastroenteritis ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat
bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997).
Gastroentritis ( GE ) adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang
memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden,et all.1996)
B. Etiologi

1.
a)

Faktor infeksi

Infeksi enteral; infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama gastroenteritis,
meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, dsb), infeksi virus (Enterovirus, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dll), infeksi

parasit (E. hystolytica, G.lamblia, T. hominis) dan jamur (C. albicans)


b) Infeksi parenteral; merupakan infeksi di luar sistem pencernaan yang dapat menimbulkan
gastroenteritis seperti: otitis media akut, tonsilitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
2.

Faktor Malabsorbsi

Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida


(intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa merupakan penyebab
gastroenteritis yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat pula terjadi malabsorbsi
lemak dan protein.
3.

Faktor Makanan:

Gastroenteritis dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap
jenis makanan tertentu.

4.

Faktor Psikologis

Gastroenteritis dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas)
C. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya gastroenteritis ialah:
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotravirus, Adenovirus enteris,
Virus Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherihia Coli, Yersinia dan
lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen ini
menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau Cytotoksin dimana merusak
sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut.
Penularan Gastroenteritis bias melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya.
Beberapa kasus ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus berlebihan sehingga
timbul diare ). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga
sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan multilitas usus yang
mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah
kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (Asidosis
Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan
gangguan sirkulasi darah

patofisiologi
D. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis klien dengan gangguang gastroenteritis :

Diare yang berlangsung lama (berhari-hari atau berminggu-minggu) baik secara menetap atau

berulang panderita akan mengalami penurunan berat badan.


Berak kadang bercampur dengan darah.
Tinja yang berbuih.
Konsistensi tinja tampak berlendir.
Tinja dengan konsistensi encer bercampur dengan lemak
Penderita merasakan sekit perut.
Rasa kembung.
Kadang-kadang demam.

E. Komplikasi
Dehidrasi
Renjatan hipovolemik
Kejang
Bakterimia

Mal nutrisi
Hipoglikemia
Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
F. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostic pada klien dengan gastroenteritis :
1. Laboratoris (pemeriksaan darah)
Peningkatan LED (pada penyakit Chron dan kolitis). Anemia terjadi pada penyakit malabsorbsi.
Di jumpai pula hipokalsemia dan avitaminosis D, peningkatan serum albumin, fosfatase alkali
dan masa protrombin pada klien dengan malabsorbsi. Penuruna jumlah serum albumin pada
klien penyakit chron.
2. Radiologis
- Barrium Foloow through penyakit chron.
- Barrium enema skip lession, spasme pada sindroma kolon iritable.
3. Kolonoskopi
Pemeriksaan ini di anjurkan pada pasien yang menderita peradangan kolon.
G. Penatalaksanaan Medis
Pemberian cairan.
Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada penderita dengan tujuan penyembuhan
dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :

a) Memberikan asi.
b) Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan
yang bersih.
c) Obat-obatan.

Racecordil adalah Anti diare yang ideal harus bekerja cepat, tidak menyebabkan konstipasi,
mempunyai indeks terapeutik yang tinggi, tidak mempunyai efek buruk terhadap sistem saraf

pusat, dan yang tak kalah penting, tidak menyebabkan ketergantungan.


Loperamide merupakan golongan opioid yang bekerja dengan cara emeperlambat motilitas

saluran cerna dengan mempengaruhi otot sirkuler dan longitudinal usus.


Nifuroxazide adalah senyawa nitrofuran memiliki efek bakterisidal terhadap Escherichia coli,
Shigella dysenteriae, Streptococcus, Staphylococcus dan Pseudomonas aeruginosa. Nifuroxazide

bekerja lokal pada saluran pencernaan.


Dioctahedral smectite (DS), suatu aluminosilikat nonsistemik berstruktur filitik, secara in vitro
telah terbukti dapat melindungi barrier mukosa usus dan menyerap toksin, bakteri, serta
rotavirus.
Keterangan:
Pemberian cairan,pada klien Diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan
umum.

cairan per oral.


Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang,cairan diberikan peroral berupa cairan yang
berisikan NaCl dan Na,Hco,Kal dan Glukosa,untuk Diare akut diatas umur 6 bulan dengan
dehidrasi ringan,atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/I dapat dibuat sendiri (mengandung
larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah
untuk pengobatan dirumah sebelum dibawa kerumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih
lanjut.
Cairan parenteral
.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat badan atau
ringannya dehidrasi,yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat
badannya.

GERD ( Gastroesofagus Refluk Disease )

Definisi
Penyakit refluks gastoesofageal (gastroesofageal reflux desease/ GERD) adalah suatu keadaan
patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung kedalam esophagus, dengan berbagai gejala
yang timbul akibat keterlibatan esophagus, faring, laring dan saluran nafas.
Patofisiologi
Apabila katup gastoesofageal tak berfungsi dengan baik, yaitu pintu ini tak tertutup rapat atau
longgar, maka asam lambung pun dapat mengalir balik ke atas, menuju kerongkongan. Hal ini
yang menjadi penyebab terjadi GERD.
Esophagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone) yang
dihasilkan oleh kontraksi LES. Pada orang normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada
saat terjadinya aliran antergrad yang terjadi pada saat proses menelan atau aliran retrograde pada
saat terjadinya sendawa atau muntah. Aliran balik dari gasterke esophagus melalui LES hanya
terjadi jika tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3mmhg)
Refluks esophagus pada GERD dapat terjadi melalui 3 mekanisme, yaitu :

Refluks spontan yang terjadi pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat
Aliran retrogard yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan
Meningkatnya tekanan abdomen

Dengan demikian dapat diterangkan bahwa pathogenesis terjadinya GERD menyangkut


keseimbangan antara factor defensif dari esophagus dan factor ekstensif dari bahan reflukstat.
Yang termasuk factor defensif esophagus adalah :
1. Pemisah Anti Refluks
Factor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES yaitu :

Adanya hiatus hernia,


Panjang LES (makin pendek LES maka tonusnya makin rendah),
Obat-obatan seperti antikolinergik, beta adrenergic, teofilin, opioid ,
Factor hormonal (peningkatan progesterone menurunkan tonus LES)

Namun banyak pasien GERD yang mempunyai tonus LES tonus normal, pada kasus ini refluks
terjadi akibat adanya transient LES relaxation (TLESR), yaitu relaksasi LES spontan dan
berlangsung kurang lebih 5 detik tanpa didahului oleh proses menelan.
2. Bersihan asam dari lumen esophagus
Faktor-faktor yang berperan pada bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi,peristaltic,
eksresi air liur dan bikarbonat.
3. Ketahanan Epitelial Esofagus
Mekanisme ketahanan berbeda dengan lambung dan usus karena esophagus tidak memiliki
lapisan mucus untuk melindungi mukosa esophagus, ketahanan epiteleal esophagus terdiri dari :

Membrane sel
Batas intra selular yang membatasi difusi H+ kejaringan esophagus
Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrient , oksigen, dan bikabonat serta
mengeluarkan ion H+ dan CO2
Sel-sel esophagus mempunyai kemampuan untuk mentranspor ion H+ dan Clintraselular dengan Na+ dan bikarbonat ekstraselular.

Factor ofensif dari bahan reflukstat adalah potensi daya rusak yang disebabkan bahan-bahan yanr
terkandung dalam reflukstat seperti asam klorida, pepsin, garam empedu, enzim pancreas.
Derajat kerusakan yang ditimbulkan oleh refluksatat akan meningkat apabila pH meningkat.
Gejala
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah timbulnya rasa nyeri / rasa tidak enak diulu hati atau
epigastrium . GERD dapat juga menimbulkan manisfestasi gejala diluar esophagus yang atipik
serta bervariasi mulai dari nyeri dada non cardiac (Non cardiac Chest pain /NCCP), suara serak,
laryngitis, batuk karena aspirasi sampai terjadinya brokiektasis atau asma
Sementara itu, beberapa penyakit paru dapat menjadi factor predisposisi terjadi GERD yaitu
yang dapat menimbulkan perubahan anatomis didaerah gastroesofageal high pressures zone
akibat penggunaan obat-obat yang menurunkan tonus LES (teofilin)
Gejala GERD Pada Wanita Hamil
Gejala GERD berupa nyeri ulu hati bias juga terjadi pada wanita hamil Nyeri ulu hati yang
terjadi akibat meningkatnya hormone yang mengakibatkan system pencernaan bekerja lebih
lambat. Hormone juga menyebabkan kerja otot yang mendorong makanan keesofagus lebih

lambat. Sebagai tambahan, pertumbuhan uterus menyebabkan lambung terdorong keatas dan
memaksa asam lambung naik kearah esophagus. Tetapi gejala akan membaik setelah partus.
Pengobatan nyeri uluhati pada wanita hamil juga hampir sama dengan penderita GERD pada
umumnya. Modifikasi gaya hidup dan pencegahan penggunaan obat yang dapat menjadi pemicu
merupakan hal yang sangat dianjurkan. Cara yang dapat dilakukan diantaranya ialah:

Jangan berbaring setelah makan


Hindari makanan yang memicu sekresi asam
Bila ingin menggunakan antacid untuk mengobati nyeri, jangan menggunkan antacid
yang mengandung sodium bikarbonat. Karena pada wanita hamil obat ini dapat
mengakibatkan retensi cairan, penggunaan antacid yang mengandung kalsium karbonat
lebih dianjurkan.
Penggunaan Acid reducers, seperti cimetidine (contohnya: Tagamet) atau ranitidine
(contohnya Zantac).Proton pump inhibitors, seperti omeprazole (for example, Prilosec)
atau lansoprazole (Prevacid, for example), lebih baik dikonsultasikan dulu dengan dokter.

GERD dan Asma


Banyak penelitian yang membahas hubungan antara GERD dan asma tetapi sampai saat ini
masih belum ada kesimpulan yang jelas apakah GERD yang dapat menjadi penyebab terjadinya
asma ataukah asma yang menjadi penyebab GERD. Yang banyak dijumpai pada pasien GERD
dengan riwayat asma adalah bahwa GERD dapat memperburuk serangan asma. Begitupun
penyakit asma dan beberapa obat nya juga dapat memperburuk gejala yang dialami.
Ada beberapa kemungkinan GERD dapat menjadi penyebab serangan asma :

Asam lambung yang mengalir balik ke esophagus juga mengiritasi kerongkongan, jalan
nafas atau bahkan paru-paru. Sehingga menyebabkan sulit untuk inhalasi (bernafas) dan
juga menyebabkan batuk yang terus-menerus.
Asam lambung yang sampai ke esophagus menyebabkan saraf reflex disekitarnya
terangsang menyebabkan tertutupnya jalan nafas untuk mencegah asam lambung masuk
kedalaam saluran nafas tersebut. Penutupan saluran nafas sementara ini mengakibatkan
nafas yang pendek-pendek

Diagnosa nya
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan, perlu juga dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk menegakan diagnose pasti dari terjadinya GERD. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan antara lain :

Endoskopi saluran cerna bagian atas


Esofagografi dengan Barium
Pemantauan PH 24 jam
Tes Bernstein
Tes Penghambat Pompa Proton (PPI Test) Acid Suppresion Test

Penatalaksanaan
Penatalaksaan yang dapat dilakukan untuk pasien GERD meliputi : perbaikan gaya hidup, terapi
medika mentosa, terapi bedah hingga terapi endoskopi yang akhir-akhir ini mulai dilakukan.
1. Perbaikan gaya hidup.
Dasarnya adalah untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan. hal yang
dapat dilakukan seperti :

Meninggikan posisi kepala pada saat tidur


Menghindari makan sebelum tidur dengan maksud untuk meningkatkan bersihan asam
dan mencegah refluks asam keeesofagus selama tidur
Berhenti merokok dan minum alcohol karena keduanya dapat menurunkan tonus LES
Mengurangi konsumsi lemak dan mengurangi konsumsi makanan karena keduanya
menyebabkan terjadinya distensi lambung
Menurunkan berat badan pasien yang obes dan hindari pakaian yang ketat agar
mengurangi tekanan intraabdomen
Hindari makanan yang dapat merangsang pengeluaran asam lambung berlebih
(peppermint, minuman bersoda,cokelat, serta kopi)
Hindari juga obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES
(kolinergik,teofilin,diazepam,opiate,dll)

2. Terapi medika mentosa


Sampai pada saat ini dasar yang digunakan untuk terapi ini adalah supresi pengeluaran asam
lambung. Ada dua pendekatan yang biasa dilakukan pada terapi medika mentosa

Step up

Awal pengobatan pasien diberikan obat-obat yang kurang kuat menekan sekresi asam seperti
antacid, antagonis reseptor H2 ( simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin) atau golongan
prokinetik (metoklorpamid,domperidon,cisaprid) bila gagal berikan obat-obat supresi asam yang
lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (PPI)

Step down

Pada terapi ini pasien langsung diberikan PPI dan setelah berhasil lanjutkan dengan supresi asam
yang lebih lemah untuk pemeliharaan
3. Terapi terhadap Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan striktur. Bila terjadi rangsangan asam
lambung yang kronik dapat terjadi perubahan mukosa esophagus dari squamous menjadi
kolumnar yang metaplastik sebagai esophagus barrets (premaligna) dan dapat menjadi
karsinoma barrets esophagus

Striktur esophagus

Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya kurang dari 13 mm maka dapat
dilakukan dilatasi busi, bila gagal juga lakukanlah operasi

Barrets esophagus

Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang dilakukan adalah terapi bedah
(fundoskopi). Selain terapi bedah dapat juga dilakukan terapi endoskopi (baik menggunakan
energy radiofrekuensi,plikasi gastric luminal atau dengan implantasi endoskopi) walapun cara ini
masih dalam penelitian.

Demam Tifoid
PENGERTIAN
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi.
Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan
urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. (Bruner and Sudart,1994)
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi
dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid
abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang
disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral
melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
ETIOLOGI
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber
penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier
adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi
dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.

PATOFISIOLOGI
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F
yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui
Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada
orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap

dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman
salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke
dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk
ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
TANDA DAN GEJALA
Masa tunas typhoid 10 14 hari
1. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan
keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis,
obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
2. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas
(putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium :
1. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka
menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau
aglutinin yaitu :
o Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
o Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
o Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai
kuman).
o Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah
sembuhnya

typhoid.
PENATALAKSANAAN
1. Perawatan
o Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk mencegah
komplikasi perdarahan usus.
o Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada
komplikasi perdarahan.
2. Diet
o Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
o Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
o Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
o Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
3. Pengobatan

Klorampenikol
Tiampenikol
Kotrimoxazol
Amoxilin dan ampicillin

Askariasis
Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh Nemathelminthes Ascaris
lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit.

Hospes dan distribusi


Hospes atau inang dari Askariasis adalah manusia. Di manusia, larva Ascaris akan berkembang
menjadi dewasa dan mengadakan kopulasi serta akhirnya bertelur.
Penyakit ini sifatnya kosmopolit, terdapat hampir di seluruh dunia. Prevalensi askariasis sekitar
70-80%.

Morfologi
Cacing jantan memiliki panjang sekitar 10-31 cm dan berdiameter 2-4 mm, sedangkan betina
memiliki panjang 20-35 cm dan berdiameter 3-6 mm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau
bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga
depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi. Cacing betina memiliki tubulus
dan duktus sepanjang kurang lebih 12 cm dan kapasitas sampai 27 juta telur.

Cacing dewasa hidup pada usus halus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga
sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 50-70 x 40-50 mikron.
Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah
dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia. Telur cacing A. lumbricoides dilapisi lapisan
albumin dan tampak berbenjol-benjol.[1]

Siklus hidup

Siklus hidup Ascaris


Siklus hidup A. lumbricoides dimulai dari keluarnya telur bersama dengan feses, yang kemudian
mencemari tanah. Telur ini akan menjadi bentuk infektif dengan lingkungan yang mendukung,
seperti kelembaban yang tinggi dan suhu yang hangat.[2] Telur bentuk infektif ini akan
menginfeksi manusia jika tanpa sengaja tertelan manusia.
Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan
menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran
darah, dimulai dari pembuluh darah vena, vena portal, vena cava inferior dan akan masuk ke
jantung dan ke pembuluh darah di paru-paru.
Pada paru-paru akan terjadi siklus paru dimana cacing akan merusak alveolus, masuk ke
bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring dan memicu batuk. Dengan terjadinya batuk

larva akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing
dewasa.
Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya
akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang kembali bila penderita baru ini
membuang tinjanya tidak pada tempatnya.[3]

Patologi klinik
Askariasis
Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal
ICD-10
B77.
ICD-9
127.0
DiseasesDB
934

Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa.


Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan
menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam,
sesak napas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang
selama 3 minggu.
Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak
nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu
makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus
peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.

Cara diagnosis

Telur Ascaris yang berisi embrio


Diagnosis askariasis dilakukan dengan menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing
dewasa pada anus, hidung, atau mulut.

Tata Laksana
Tata laksana dari askariasis ini bisa dibagi menjadi dua, yaitu terapi obat dan tindakan operasi.
Terapi obat yang dapat digunakan antara lain adalah albendazole (400 mg) dan mebendazole
(500 mg) dosis tunggal. Bisa juga digunakan levamisole (2,5 mg/kgBB) ataupun pirantel pamoat
(10 mg/kgBB), selain itu bisa diberikan nitazoxanide (500 mg per hari selama tiga hari)
Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah laparotomi. Tindakan operasi diberikan pada
keadaan dimana pasien tidak merespon pengobatan.[4]

Prognosis
Pada umumnya, askariasis memiliki prognosis yang baik. Kesembuhan askariasis mencapai 70%
hingga 99%.

Epidemiologi
Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak. Penyakit ini dapat dicegah
di indonesia dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang baik. Pemakaian jamban
keluarga dapat memutus rantai siklus hidup Ascaris lumbricoides ini.

STRONGYLOIDIASIS
1. Identifikasi
Adalah infeksi cacing, umumnya tanpa gejala yang menyerang duodenum dan bagian atas
jejunum.
Gejala klinis yang muncul antara lain timbulnya dermatitis ringan pada saat larva
cacing masuk ke dalam kulit pada awal infeksi.
Gejala lain yaitu batuk, ronki, kadangkadangpneumonitis jika larva masuk ke paru-paru; atau
muncul gejala-gejala abdomenyang disebabkan oleh cacing betina dewasa yang menempel pada
mukosa usus.
Gejalainfeksi kronis tergantung kepada intensitas dari infeksi, bisa ringan dan bisa juga berat.
Gejala yang paling khas adalah sakit perut, umumnya sakit pada ulu hati seperti gejala

ulcus ventriculi, diare dan urticaria; kadang-kadang timbul nausea, berat badan turun,
lemah dan konstipasi.
Timbulnya dermatitis yang sangat gatal karena gerakan larvamenyebar dari arah dubur; dapat
juga timbul peninggian kulit yang stationer yang hilangdalam 1-2 hari atau ruam yang menjalar
dengan kecepatan beberapa sentimeter per jam pada tubuh.
Walaupun jarang terjadi, autoinfeksi dengan beban jumlah cacing yang
meningkat terutama pada penderita dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah dapat
menyebabkan terjadinya strongyloidiasis diseminata, terjadi penurunan berat badan yang
drastic, timbul kelainan pada paru-paru dan berakhir dengan kematian. Pada keadaan
seperti ini sering terjadi sepsis yang disebabkan oleh bakteri gram negatif.
Pada stadiumkronis dan pada penderita infeksi berulang serta pada penderita infeksi human
T-cell lymphotrophic virus (HTLV-1) ditemukan eosinofilin ringan (10%-25%). Eosinofilia
ringan juga dijumpai pada penderita yang mendapatkan kemterapi kanker, sedangkan pada
strongyloidiasis disseminata jumlah sel eosinofil mungkin normal atau menurun.
Diagnosa dibuat dengan menemukan larva cacing pada spesimen tinja segar atau dengan
metode pelat agar, pada aspirat duodenum atau kadang-kadang larva ditemukan pada
sputum. Pemeriksaan ulang perlu dilakukan untuk menyingkirkan diagnosa lin. Tinja yang
disimpan dalam suhu kamar 24 jam atau lebih, ditemukan parasit yang berkembang dalam
berbagai stadium, larva stadium rhabditiform (non infeksius), larva filaform (infektif).
Larva filaform ini harus dibedakan dengan larva cacing tambang dan dengan cacing
dewasa.
Diagnosa dapat juga ditegakkan dengan pemeriksaan serologis seperti EIA,
dengan menggunakan antigen berbagai stadium, biasanya memberikan hasil positif sekitar
80%-85%.
2. Penyebab Penyakit:
Strongyloides stercoralis dan S. fulleborni
3. Distribusi Penyakit
Tersebar di daerah beriklim tropis atau subtropis, umumnya di daerah panas dan lembab.
Prevalensi penyakit di daerah endemis tidak diketahui secara pasti. Prevalensi tinggi
ditemukan pada masyarakat dengan kondisi kebersihan perorangan yang jelek. S.
fulleborni dilaporkan hanya terdapat di Afrika dan Papua New Guinea.
4. Reservoir
Manusia adalah reservoir utama cacing Strongyloides stercoralis dan hanya kadangkadang
saja strain anjing dan kucing ditularkan kepada manusia. Penularan dari orang ke
orang juga bisa terjadi.

5. Cara-cara Penularan
Larva infektif (filaform) yang berkembang dalam tinja atau tanah lembab yang
terkontaminasi oleh tinja, menembus kulit masuk ke dalam darah vena di bawah paruparu.
Di paru-paru larva menembus dinding kapiler masuk kedalam alveoli, bergerak naik
menuju ke trachea kemudian mencapai epiglottis. Selanjutnya larva turun masuk kedalam
saluran pencernaan mencapai bagian atas dari intestinum, disini cacing betina menjadi
dewasa.
Cacing dewasa yaitu cacing betina yang berkembang biak dengan cara partogenesis hidup
menempel pada sel-sel epitelum mukosa intestinum terutama pada duodenum, di tempat
ini cacing dewasa meletakkan telornya. Telor kemudian menetas melepaskan larva non
infektif rhabditiform. Larva rhabditiform ini bergerak masuk kedalam lumen usus, keluar
dari hospes melalui tinja dan berkembang menjadi larva infektif filariform yang dapat
menginfeksi hospes yang sama atau orang lain. Atau larva rhabditiform ini dapat
berkembang menjadi cacing dewasa jantan dan betina setelah mencapai tanah. Cacing
dewasa betina bebas yang telah dibuahi dapat mengeluarkan telur yang segera mentas dan
melepaskan larva non infektif rhabditiform yang kemudian dalam 24-36 jam berubah
menjadi larva infektif filariform.Kadangkala pada orang-orang tertentu, larva rhabditiform
dapat langsung berubah menjadi larva filariform sebelum meninggalkan tubuh orang itu
dan menembus dinding usus atau menembus kulit di daerah perianal yang menyebabkan
auotinfeksi dan dapat berlangsung bertahuntahun.
6. Masa Inkubasi
Waktu yang diperlukan mulai saat larva infektif filariform menembus kulit sampai
ditemukan larva non infektif rhabiditform dalam tinja penderita adalah 2-4 minggu.
Sedangkan waktu dari masuknya larva infeksi sampai timbul gejala tidak pasti, bervariasi
dari orang ke orang.
7. Masa penularan:
Selama cacing dewasa ada dalam usus dan dapat berlangsung hingga 35 tahun jika terjadi
autoinfeksi.
8. Kerentanan dan kekebalan
Setiap orang rentan terhadap penularan cacing ini. Imunitas setelah infeksi cacing tidak
terbentuk dalam tubuh manusia, imunitas hanya terbentuk pada percobaan laboratorium.
Penderita AIDS dan penderita tumor ganas atau mereka yang mendapatkan pengobatan
yang menekan sistem kekebalan tubuh dapat rentan terhadap infeksi cacing ini.
9. Cara-cara Pemberantasan
A. Tindakan pencegahan
1) Buanglah tinja di jamban yang saniter.
2) Lakukan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat untuk benar-benar

memperhatikan kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan. Gunakan alas


kaki di daerah endemis.
3) Sebelum memberikan terapi imunosupresif kepada seseorang, Pastikan bahwa
orang tersebut tidak menderita strongyloidiasis.
4) Periksa semua najing, kucing, kera yang kontak dekat dengan manusia, obati
binatang yang terinfeksi cacing ini.
B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar
1) Laporan ke Dinas Kesehatan setempat: Penyakit ini tidak wajib dilaporkan, Kelas
5 (lihat tentang laporan penyakit menular).
2) Isolasi: Tidak ada.
3) Tindakan disinfeksi: Membuang feces secara saniter.
4) Karantina: Tidak ada.
5) Imunisasi terhadap kontak: Tidak ada.
6) Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Terhadap anggota keluarga
penderita dan penghuni asrama dimana ada penderita dilakukan pemeriksaan
Kalau-kalau ada yang terinfeksi.
7) Pengobatan spesifik: Karena adanya potensi untuk autoinfeksi dan penularan
kepada orang lain, semua penderita tanpa melihat jumlah cacing yang
dikandungnya harus dilakukan pengobatan dengan ivermectin (Mectizan),
Thiabendazole (Mintezol) atau albendazole (Zentel). Perlu diberikan
pengobatan ulang.
C. Penanggulangan wabah: Tidak diterapkan karena merupakan penyakit yang sporadis.

ANKILOSTOMIASIS (Infeksi Cacing Tambang)

Definisi
Infeksi cacing tambang adalah penyakit yang disebabkan cacing Ancylostoma duodenale dan /
atau Necator americanus. Cacing tambang mengisap darah sehingga menimbulkan keluhan yang
berhubungan dengan anemia, gangguan pertumbuhan terutama pada anak dan dapat
menyebabkan retardasi mental.
Penyebab
Ancylostoma duodenale dan/atau Necator americanus.
Gambaran klinis

Masa inkubasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan tergantung dari beratnya
infeksi dan keadaan gizi penderita.
Pada saat larva menembus kulit, penderita dapat mengalami dermatitis.
Ketika larva lewat di paru dapat terjadi batuk-batuk.
Akibat utama yang disebabkan cacing ini ialah anemia yang kadang demikian berat
sampai menyebabkan gagal jantung.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar atau biakan tinja dengan cara
Harada-Mori.

Penatalaksanaan

Pirantel pamoat 10 mg/kg BB per hari selama 3 hari.


Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari selama tiga hari
berturut-turut
Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali saja), tetapi tidak boleh digunakan selama
hamil.
Sulfas ferosus 3 x 1 tablet untuk orang dewasa atau 10 mg/kg BB/kali (untuk anak) untuk
mengatasi anemia.

Pencegahan
Pencegahan penyakit ini meliputi sanitasi lingkungan dan perbaikan higiene perorangan terutama
penggunaan alas kaki

Alergi dan Intoleransi Makanan


DEFINISI
Alergi Makanan adalah gejala-gejala yang terjadi akibat respon kekebalan setelah memakan
makanan tertentu. Intoleransi makanan bukan merupakan suatu alergi makanan, tetapi
merupakan setiap efek yang tidak diinginkan akibat memakan makanan tertentu.
PENYEBAB
Dalam keadaan normal, sistem kekebalan mempertahankan tubuh melawan zat-zat yang
berbahaya seperti bakteri, virus dan racun. Kadang suatu respon kekebalan dipicu oleh suatu zat
(alergen) yang biasanya tidak berbahaya dan terjadi alergi.
Penyebab dari alergi makanan tidak sepenuhnya dimengerti karena alergi makanan bisa
menimbulkan sejumlah gejala yang bervariasi. Reaksi terhadap makanan bisa bersifat ringan atau
fatal, tergantung kepada jenis dan beratnya reaksi. Alergi makanan sering terjadi. Sistem
kekebalan melepaskan antibodi dan zat-zat (termasuk histamin) sebagai respon terhadap
masuknya makanan tertentu.
Gejalanya bisa terlokalisir di lambung dan usus atau bisa menimbulkan gejala di berbagai bagian
tubuh, setelah makanan dicerna dan diserap. Gejala biasanya akan timbul dengan segera, jarang
sampai lebih dari 2 jam setelah makan makanan tertentu.
Alergi makanan seringkali menyerupai keadaan lainnya, seperti intoleransi makanan (terjadi
akibat kekurangan enzim yang diperlukan untuk mencerna makanan tertentu), irritable bowel
syndrome, respon terhadap stres emosi atau stres fisik, pencemaran makanan oleh racun
(keracunan makanan) dan penyakit lainnya. Alergi makanan berbeda dengan penyakit-penyakit
tersebut karena pada alergi makanan dilepaskan antibodi, histamin dan zat-zat lainnya.

Makanan yang seringkali menyebabkan alergi:


- kerang-kerangan (kepitin, lobster, udang)
- kacang-kacangan
- kacang tanah
- buah-buahan (melon, strawberi, nanas dan buah tropis lainnya)
- tomat
- pewarna, penyedap makanan.
Makanan yang sering menyebabkan intoleransi:
- terigu dan gandum lainnya yang mengandung gluten
- protein susu sapi
- hasil olahan jagung.
GEJALA
Gejala-gejala yang mungkin terjadi setelah memakan makanan penyebab alergi:
- tenggorokan terasa gatal
- anafilaksis
- nyeri perut
- perut keroncongan
- diare
- mual
- muntah
- kram perut
- perut kermbung
- rasa gatal di mulut, tenggorokan, mata, kulit atau bagian tubuh lainnya
- kaligata (urtikaria
- angioedema (kaligata di kelopak mata, bibir)
- sakit kepala
- hidung tersumbat
- hidung meler
- sesak nafas
- bengek (mengi)
- kesulitan menelan.
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan timbulnya gejala-gejala setelah penderita memakan makanan
tertentu. Pada pemeriksaan paru-paru dengan stetoskop bisa terdengar bunyi pernafasan mengi.
Peningkatan antibodi atau immunoglobulin (terutaman IgE) semakin memperkuat diagnosis
alergi.
Untuk menentukan penyebab terjadinya alergi, bisa dilakukan pemeriksaan berikut:
* Penyisihan makanan (makanan yang dicurigai disingkirkan sampai gejalanya menghilang,

setelah itu makanan tersebut kembali diberikan kepada penderita untuk melihat apakah terjadi
reaksi alergi)
* Diet provokasi makanan
* Tes kulit untuk alergi.
PENGOBATAN
Pengobatannya bervariasi, tergantung kepada jenis dan beratnya gejala. Tujuan pengobatan
adalah mengurangi gejala dan menghindari reaksi alergi di masa yang akan datang. Gejala yang
ringan atau terlokalisir mungkin tidak memerlukan pengobatan khusus. Gejala akan menghilang
beberapa saat kemudian. Antihistamin bisa meringankan berbagai gejala.
Untuk gejala yang berat, bisa diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) dan epinefrin
(adrenalin).
PENCEGAHAN
Cara terbaik untuk mencegah terjadinya reaksi alergi di masa yang akan datang adalah dengan
menghindari makanan penyebab alergi.

Keracunan makanan
Keracunan makanan adalah penyakit yang disebabkan oleh karena mengkonsumsi makanan yang
mengandung bahan berbahaya/toksik atau yang terkontaminasi. Kontaminasi bisa oleh bakteri,
virus, parasit, jamur, toksin.
Botulisme
Botulinum merupakan racun terhadap saraf, diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum.
Bakteri anaerob ini sering tumbuh pada makanan atau bahan makanan yang diawetkan dan
proses pengawetan tidak baik seperti: sosis, bakso, ikan kalengan, daging kalengan, buah dan
sayur kalengan, madu.

Gejala akut dapat muncul 2 jam - 8 hari setelah menelan makanan yang terkontaminasi.
Semakin pendek waktu antara menelan makanan yang terkontaminasi dengan timbulnya
gejala makin berat derajat keracunannya. Gejala awal dapat berupa suara parau, mulut
kering dan tidak enak pada epigastrium. Dapat pula timbul muntah, diplopia, ptosis,
disartria, kelumpuhan otot skeletal dan yang paling berbahaya adalah kelumpuhan otot
pernapasan. Kesadaran tidak terganggu, fungsi sensorik dalam batas normal. Pupil dapat
lebar, tidak reaktif atau dapat juga normal. Gejala pada bayi meliputi hipotoni, konstipasi,
sukar minum atau makan, kepala sukar ditegakkan dan refleks muntah hilang.

Penatalaksanaan meliputi dekontaminasi dengan memuntahkan isi lambung jika korban


masih sadar, dapat juga dilakukan bilas lambung. Arang aktif dapat diberikan (jika
tersedia). Jika tersedia dapat diberikan antitoksin botulinum pada keracunan simtomatik
(perlu dilakukan uji alergi sebelumnya).

Bongkrek (tempe bongkrek, asam bongkrek)


Tempe bongkrek dibuat dari ampas kelapa. Tempe bongkrek yang beracun mengandung racun
asam bongkrek yang dihasilkan oleh Pseudomonas cocovenenan yang tumbuh pada tempe ampas
kelapa yang tidak jadi. Pada tempe yang jadi, pseudomonas ini tidak tumbuh.

Gejala keracunan bervariasi mulai dari yang sangat ringan hanya: pusing, mual dan nyeri
perut sampai berat berupa: gagal sirkulasi dan respirasi, kejang dan kematian.
Antidotum spesifik keracunan bongkrek belum ada. Terapi nonspesifik ditujukan untuk
menyelamatkan nyawa, mencegah absorbsi racun lebih lanjut dan mempercepat ekskresi.
Atasi gangguan sirkulasi dan respirasi, beri arang aktif.

Jengkol (asam jengkol)


Jengkol adalah suatu jenis buah yang biasanya dimakan sebagai lalapan.

Gejala dapat timbul 5-12 jam setelah makan jengkol. Gejala keracunan: kolik, oliguria
atau anuria, hematuria, gagal ginjal akut. Gejala tersebut timbul sebagai akibat sumbatan
saluran kemih oleh kristal asam jengkol.
Penatalaksanaannya ditujukan untuk mencegah terbentuknya kristal dengan memberikan
natrium bikarbonat 0.5 2 gram 4 kali perhari secara oral. Bila terjadi gagal ginjal akut
maka penatalaksanaan sesuai dengan gagal ginjal akut. Tidak ada antidotum spesifik.

Sianida (HCN)
Sianida merupakan zat kimia yang sangat toksik dan banyak digunakan dalam berbagai industri.
Juga terdapat pada beberapa jenis umbi atau singkong.

Gejala dapat berupa nyeri kepala, mual, muntah, sianosis, dispnea, delirium dan bingung.
Dapat juga segera diikuti pingsan, kejang, koma dan kolaps kardiovaskular yang
berkembang sangat cepat.
Penatalaksanaan keadaan gawat darurat lakukan pembebasan jalan napas, berikan
oksigen 100%. Berikan natrium-tiosulfat 25% IV dengan kecepatan 2.5-5 ml/menit
sampai klinis membaik. Tiosulfat relatif aman dan dapat diberikan meskipun
diagnosisnya masih meragukan.
Tatalaksana koma, kejang, hipotensi atau syok dengan tindakan yang sesuai. Jangan
lakukan emesis karena korban dapat dengan cepat berubah menjadi tidak sadar.

Gastritis
DEFINISI
Gastritis adalah peradangan pada lapisan lambung.
PENYEBAB
Lapisan lambung menahan iritasi dan biasanya tahan terhadap asam yang kuat.
Tetapi lapisan lambung dapat mengalami iritasi dan peradangan karena beberapa
penyebab:
1. Gastritis bakterialis biasanya merupakan akibat dari infeksi oleh Helicobacter pylori
(bakteri yang tumbuh di dalam sel penghasil lendir di lapisan lambung).
Tidak ada bakteri lainnya yang dalam keadaan normal tumbuh di dalam lambung yang
bersifat asam, tetapi jika lambung tidak menghasilkan asam, berbagai bakteri bisa
tumbuh di lambung. Bakteri ini bisa menyebabkan gastritis menetap atau gastritis
sementara.
2. Gastritis karena stres akut, merupakan jenis gastritis yang paling berat, yang
disebabkan oleh penyakit berat atau trauma (cedera) yang terjadi secara tiba-tiba.
Cederanya sendiri mungkin tidak mengenai lambung, seperti yang terjadi pada luka bakar
yang luas atau cedera yang menyebabkan perdarahan hebat.
3. Gastritis erosif kronis bisa merupakan akibat dari:
- bahan iritan seperti obat-obatan, terutama aspirin dan obat anti peradangan non-steroid
lainnya
- penyakit Crohn
- infeksi virus dan bakteri.
Gastritis ini terjadi secara perlahan pada orang-orang yang sehat, bisa disertai dengan
perdarahan atau pembentukan ulkus (borok, luka terbuka).
Paling sering terjadi pada alkoholik.
4. Gastritis karena virus atau jamur bisa terjadi pada penderita penyakit menahun atau
penderita yang mengalami gangguan sistem kekebalan.
5. Gastritis eosinofilik bisa terjadi sebagai akibat dari reaksi alergi terhadap infestasi
cacing gelang.
Eosinofil (sel darah putih) terkumpul di dinding lambung.
6. Gastritis atrofik terjadi jika antibodi menyerang lapisan lambung, sehingga lapisan
lambung menjadi sangat tipis dan kehilangan sebagian atau seluruh selnya yang
menghasilkan asam dan enzim.
Keadaan ini biasanya terjadi pada usia lanjut.
Gastritis ini juga cenderung terjadi pada orang-orang yang sebagian lambungnya telah
diangkat (menjalani pembedahan gastrektomi parsial).

Gastritis atrofik bisa menyebabkan anemia pernisiosa karena mempengaruhi penyerapan


vitamin B12 dari makanan.
7. Penyakit Mniere merupakan jenis gastritis yang penyebabnya tidak diketahui.
Dinding lambung menjadi tebal, lipatannya melebar, kelenjarnya membesar dan memiliki
kista yang terisi cairan.
Sekitar 10% penderita penyakit ini menderita kanker lambung.
8. Gastritis sel plasma merupakan gastritis yang penyebabnya tidak diketahui.
Sel plasma (salah satu jenis sel darah putih) terkumpul di dalam dinding lambung dan
organ lainnya.
Gastritis juga bisa terjadi jika seseorang menelan bahan korosif atau menerima terapi
penyinaran kadar tinggi.
GEJALA
Gejalanya bermacam-macam, tergantung kepada jenis gastritisnya.
Biasanya penderita gastritis mengalami gangguan pencernaan (indigesti) dan rasa tidak
nyaman di perut sebelah ataas.
Pada gastritis karena stres akut, penyebabnya (misalnya penyakit berat, luka bakar atau
cedera) biasanya menutupi gejala-gejala lambung; tetapi perut sebelah atas terasa tidak
enak.
Segera setelah cedera, timbul memar kecil di dalam lapisan lambung.
Dalam beberapa jam, memar ini bisa berubah menjadi ulkus.
Ulkus dan gastritis bisa menghilang bila penderita sembuh dengan cepat dari cederanya.
Bila penderita tetap sakit, ulkus bisa membesar dan mulai mengalami perdarahan,
biasanya dalam waktu 2-5 hari setelah terjadinya cedera.
Perdarahan menyebabkan tinja berwarna kehitaman seperti aspal, cairan lambung
menjadi kemerahan dan jika sangat berat, tekanan darah bisa turun.
Perdarahan bisa meluas dan berakibat fatal
Gejala dari gastritis erosif kronis berupa mual ringan dan nyeri di perut sebelah atas.
Tetapi banyak penderita (misalnya pemakai aspirin jangka panjang) tidak merasakan
nyeri.
Penderita lainnya merasakan gejala yang mirip ulkus, yaitu nyeri ketika perut kosong.
Jika gastritis menyebabkan perdarahan dari ulkus lambung, gejalanya bisa berupa:
- tinja berwarna kehitaman seperti aspal (melena)
- muntah darah (hematemesis) atau makanan yang sebagian sudah dicerna, yang

menyerupai endapan kopi.


Pada gastritis eosinofilik, nyeri perut dan muntah bisa disebabkan oleh penyempitan atau
penyumbatan ujung saluran lambung yang menuju ke usus dua belas jari.
Pada penyakit Mnire, gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri lambung.
Hilangnya nafsu makan, mual, muntah dan penurunan berat badan, lebih jarang terjadi.
Tidak pernah terjadi perdarahan lambung.
Penimbunan cairan dan pembengkakan jaringan (edema) bisa disebabkan karena
hilangnya protein dari lapisan lambung yang meradang. Protein yang hilang ini
bercampur dengan isi lambung dan dibuang dari tubuh.
Pada gastritis sel plasma, nyeri perut dan muntah bisa terjadi bersamaan dengan
timbulnya ruam di kulit dan diare.
Gastritis akibat terapi penyinaran menyebabkan nyeri, mual dan heartburn (rasa hangat
atau rasa terbakar di belakang tulang dada), yang terjadi karena adanya peradangan dan
kadang karena adanya tukak di lambung.
Tukak bisa menembus dinding lambung, sehingga isi lambung tumpah ke dalam rongga
perut, menyebabkan peritonitis (peradangan lapisan perut) dan nyeri yang luar biasa.
Perut tampak kaku dan keadaan ini memerlukan tindakan pembedahan darurat.
Kadang setelah terapi penyinaran, terbentuk jaringan parut yang menyebabkan
menyempitnya saluran lambung yang menuju ke usus dua belas jari, sehingga terjadi
nyeri perut dan muntah.
Penyinaran bisa merusak lapisan pelindung lambung, sehingga bakteri bisa masuk ke
dalam dinding lambung dan menyebabkan nyeri hebat yang muncul secara tiba-tiba.
DIAGNOSA
Jika seseorang merasakan nyeri perut sebelah atas disertai mual atau heartburn, dokter
akan menduganya sebagai gastritis.
Jika gejalanya menetap, jarang diperlukan pemeriksaan dan pengobatan dimulai
berdasarkan penyebab yang mungkin.
Jika diagnosisnya belum meyakinkan, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan lambung
dengan endoskopi dan biopsi (pengambilan contoh lapisan lambung untuk diperiksa
dibawah mikroskop).
Jika gastritis berlanjut atau kambuh kembali, maka dicari penyebabnya, seperti infeksi,
makanan, obat-obatan atau kebiasaan minum penderita.
Gastritis karena bakteri bisa diketahui dari hasil pemeriksaan biopsi.
Penderita gastritis karena bakteri banyak yang membentuk antibodi terhadap bakteri
penyebabnya, yang bisa ditemukan dalam pemeriksaan darah.
PENGOBATAN

Jika penyebabnya adalah infeksi oleh Helicobacter pylori, maka diberikan bismuth,
antibiotik (misalnya amoxicillin dan claritromycinn) dan obat anti-tukak (omeprazole).
Penderita gastritis karena stres akut banyak yang mengalami penyembuhan setelah
penyebabnya (penyakit berat, cedera atau perdarahan) berhasil diatasi.
Tetapi sekitar 2% penderita gastritis karena stres akut mengalami perdarahan yang sering
berakibat fatal.
Karena itu dilakukan pencegahan dengan memberikan antasid (untuk menetralkan asam
lambung) dan obat anti-ulkus yang kuat (untuk mengurangi atau menghentikan
pembentukan asam lambung).
Perdarahan hebat karena gastritis akibat stres akut bisa diatasi dengan menutup sumber
perdarahan pada tindakan endoskopi.
Jika perdarahan berlanjut, mungkin seluruh lambung harus diangkat.
Gastritis erosif kronis bisa diobati dengan antasid.
Penderita sebaiknya menghindari obat tertentu (misalnya aspirin atau obat anti
peradangan non-steroid lainnya) dan makanan yang menyebabkan iritasi lambung.
Misoprostol mungkin bisa mengurangi resiko terbentuknya ulkus karena obat anti
peradangan non-steroid.
Untuk meringankan penyumbatan di saluran keluar lambung pada gastritis eosinofilik,
bisa diberikan kortikosteroid atau dilakukan pembedahan.
Gastritis atrofik tidak dapat disembuhkan.
Sebagian besar penderita harus mendapatkan suntikan tambahan vitamin B12.
Penyakit Mniere bisa disembuhkan dengan mengangkat sebagian atau seluruh
lambung.
Gastritis sel plasma bisa diobati dengan obat anti ulkus yang menghalangi pelepasan
asam lambung.

Parotitis Epidemika (Gondongan)


Definisi
Parotitis epidemika adalah penyakit akut, menular dengan gejala khas pembesaran kelenjar ludah
terutama kelenjar parotis.

Prevalensi
Penyebab
Virus golong an paramyxovirus
Patofisiologi
Definisi
Parotitis epidemika adalah penyakit akut, menular dengan gejala khas pembesaran kelenjar ludah
terutama kelenjar parotis.

Gejala dan Tanda


Masa tunas 14-24 hari. Gejala prodromal 1-2 hari berupa demam, anoreksia, sakit kepala,
muntah, dan nyeri otot. Kemudian timbul pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula
unilateral dan kemudian menjadi bilateral, disertai rasa nyeri spontan ataupun pada perabaan
terlebih-lebih saat pasien makan atau minum sesuatu yang asam. Dapat terjadi trismus dan
disfagia. Kadang-kadang kelenjar submandibularis dan sublingualis dapat terkena.

Patofisiologi
Diagnosa Banding
Komplikasi
Meningoensefalitis,

epididimoorkitis,

oovoritis,

pankreatitis,

artritis,

nefritis,

mastitis,

dakrioadenitis, tiroiditis, dan miokarditis.

Pengobatan
Istirahat di tempat tidur selama masih demam dan pembengkakan kelenjar parotis masih ada.
Simtomatik diberikan kompres demam atau dingin serta dapat diberikan analgetik dan antipiretik
( Paracetamol). Diet makanan cair atau lunak tergantung dari kemampuan menelan.
Kortikosteroid diberikan selama 2-4 hari dan globulin gama dipikirkan apabila terdapat orkitis.

Pencegahan
Pemeriksaan laboratorium dapat menunjukkan jumlah leukosit normal atau leukopenia dengan
limfositosis relatif. Pemeriksaan lain adalah complement fixing antibody, neutralization test,
isolasi virus, uji inradermal, dan pengukuran kadar amilase dalam serum. Pmeriksaan penunjang
tidak dilakukan dalam praktek sehari-hari.

KANDIDIASIS

A. DEFINISI
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh
spesies Candida, biasanya oleh Candida albicans dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku,
bronki, atau paru, kadang-kadang dapat menyebabkan septikemia, endokarditis, atau
meningitis .1,2
B. SINONIM :
Kandidiasis adalah sebuah penyakit dimana sering juga disebut sebagai:
Candidosis
Moniliasis
Oidiomycosis
Trush 1,3,4,5

C. KLASIFIKASI
Berdasarkan tempat yang terkena, kandidiasis dibagi sebagai berikut:
1. Kandidosis selaput lendir :
a. Kandidosis oral (thrush)
b. Perleche
c. Vulvovaginitis
d. Balanitis atau balanopostitis
e. Kandidosis mukokutan kronik
f. Kandidosis bronkopulmonar dan paru
2. Kandidosis kutis :
a. Lokalisata : 1). daerah intertriginosa.
2). daerah perianal
b. Generalisata
c. Paronikia dan onikomikosis
d.
Kandidiasis kutis granulomatosa.

3. Kandidosis sistemik :
a. Endokarditis
b. Meningitis
c. Pielonefritis
d. Septikemia
4. Reaksi id (kandidid). 1
D. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki-laki
maupun perempuan. Hubungan ras dengan penyakit ini tidak jelas tetapi insiden diduga lebih
tinggi di negara berkembang. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada daerah tropis dengan
kelembaban udara yang tinggi dan pada musim hujan sehubungan dengan daerah-daerah yang
tergenang air.1,6
E. ETIOLOGI
Yang tersering sebagai penyebab adalah Candida albicans. Spesies patogenik yang
lainnya adalah C. tropicalis C. parapsilosis, C. guilliermondii C. krusei, C. pseudotropicalis, C.
lusitaneae. 1,5
Genus Candida adalah grup heterogen yang terdiri dari 200 spesies jamur. Sebagian besar
dari spesies candida tersebut patogen oportunistik pada manusia, walaupun mayoritas dari
spesies tersebut tidak menginfeksi manusia. C. albicans adalah jamur dimorfik yang
memungkinkan untuk terjadinya 70-80% dari semua infeksi candida, sehingga merupakan
penyebab tersering dari candidiasis superfisial dan sistemik.5
F. PATOGENESIS

1.
2.
3.

Kelainan yang disebabkan oleh spesies kandida ditentukan oleh interaksi yang komplek
antara patogenitas fungi dan mekanisme pertahanan pejamu.11,12 Faktor penentu patogenitas
kandida adalah :
Spesies : Genus kandida mempunyai 200 spesies, 15 spesies dilaporkan dapat menyebabkan
proses pathogen pada manusia. C. albicans adalah kandida yang paling tinggi patogenitasnya.
Daya lekat : Bentuk hifa dapat melekat lebih kuat daripada germtube, sedang germtube melekat
lebih kuat daripada sel ragi. Bagian terpenting untuk melekat adalah suatu glikoprotein
permukaan atau mannoprotein. Daya lekat juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan.
Dimorfisme : C. albicans merupakan jamur dimorfik yang mampu tumbuh dalam kultur sebagai
blastospora dan sebagai pseudohifa. Dimorfisme terlibat dalam patogenitas kandida. Bentuk
blastospora diperlukan untuk memulai suatu lesi pada jaringan dengan mengeluarkan enzim
hidrolitik yang merusak jaringan. Setelah terjadi lesi baru terbentuk hifa yang melakukan invasi.

4.
5.
1.
2.
3.

4.

Toksin : Toksin glikoprotein mengandung mannan sebagai komponen toksik. Glikoprotein


khususnya mannoprotein berperan sebagai adhesion dalam kolonisasi jamur. Kanditoksin sebagai
protein intraseluler diproduksi bila C. albicans dirusak secara mekanik.
Enzim : Enzim diperlukan untuk melakukan invasi. Enzim yang dihasilkan oleh C. albicans ada
2 jenis yaitu proteinase dan fosfolipid.
Mekanisme pertahanan pejamu :
Sawar mekanik : Kulit normal sebagai sawar mekanik terhadap invasi kandida. Kerusakan
mekanik pertahanan kulit normal merupakan faktor predisposisi terjadinya kandidiasis.
Substansi antimikrobial non spesifik : Hampir semua hasil sekresi dan cairan dalam mamalia
mengandung substansi yang bekerja secara non spesifik menghambat atau membunuh mikroba.
Fagositosis dan intracellular killing : Peran sel PMN dan makrofag jaringan untuk memakan
dan membunuh spesies kandida merupakan mekanisme yang sangat penting untuk
menghilangkan atau memusnahkan sel jamur. Sel ragi merupakan bentuk kandida yang siap
difagosit oleh granulosit. Sedangkan pseudohifa karena ukurannya, susah difagosit. Granulosit
dapat juga membunuh elemen miselium kandida. Makrofag berperan dalam melawan kandida
melalui pembunuhan intraseluler melalui system mieloperoksidase (MPO).
Respon imun spesifik : imunitas seluler memegang peranan dalam pertahanan melawan infeksi
kandida. Terbukti dengan ditemukannya defek spesifik imunitas seluler pada penderita kandidiasi
mukokutan kronik, pengobatan imunosupresif dan penderita dengan infeksi HIV. Sistem
imunitas humoral kurang berperan, bahkan terdapat fakta yang memperlihatkan titer antibodi
antikandida yang tinggi dapat menghambat fagositosis.14,12,13
Mekanisme imun seluler dan humoral : tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit adalah
menempelnya kandida pada sel epitel disebabkan adanya interaksi antara glikoprotein
permukaan kandida dengan sel epitel. Kemudian kandida mengeluarkan zat keratinolitik
(fosfolipase), yang menghidrolisis fosfolipid membran sel epitel. Bentuk pseudohifa kandida
juga mempermudah invasi jamur ke jaringan. Dalam jaringan kandida mengeluarkan faktor
kemotaktik neutrofil yang akan menimbulkan reaksi radang akut. Lapisan luar kandida
mengandung mannoprotein yang bersifat antigenik sehingga akan mengaktifasi komplemen dan
merangsang terbentuknya imunoglobulin. Imunoglobulin ini akan membentuk kompleks antigenantibobi di permukaan sel kandida, yang dapat melindungi kandida dari fungsi imunitas tuan
rumah. Selain itu kandida juga akan mengeluarkan zat toksik terhadap netrofil dan fagosit lain.
Mekanisme non imun : interaksi antara kandida dengan flora normal kulit lainnya akan
mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa.14

Menempelnya mikroorganisme dalam jaringan sel pejamu menjadi syarat mutlak untuk
berkembangnya infeksi. Secara umum diketahui bahwa interaksi antara mikroorganisme dan sel
pejamu diperantarai oleh komponen spesifik dari dinding sel mikroorganisme, adhesin dan
reseptor. Manan dan manoprotein merupakan molekul-molekul Candida albicans yang
mempunyai aktifitas adhesif. Khitin, komponen kecil yang terdapat pada dinding sel Candida
albicans juga berperan dalam aktifitas adhesif. Pada umumnya Candida albicans berada dalam
tubuh manusia sebagai saproba dan infeksi baru terjadi bila terdapat faktor predisposisi pada
tubuh pejamu.7
Faktor predisposisi terjadinya infeksi ini meliputi faktor endogen maupun eksogen,
antara lain :
1. Faktor endogen :
a. Perubahan fisiologik

1) Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina


2) Kegemukan, karena banyak keringat
3) Debilitas
4) Iatrogenik
5) Endokrinopati, gangguan gula darah kulit
6) Penyakit kronik : tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang buruk.
b. Umur : orang tua dan bayi lebih sering terkena infeksi karena status imunologiknya tidak
sempurna.
c. Imunologik : penyakit genetik.
2. Faktor eksogen :
a. Iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan perspirasi meningkat
b. Kebersihan kulit
c. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan memudahkan
masuknya jamur.
d. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis. 1
Faktor predisposisi berperan dalam meningkatkan pertumbuhan Candida albicans serta
memudahkan invasi jamur ke dalam jaringan tubuh manusia karena adanya perubahan dalam
sistem pertahanan tubuh. Blastospora berkembang menjadi hifa semu dan tekanan dari hifa semu
tersebut merusak jaringan, sehingga invasi ke dalam jaringan dapat terjadi. Virulensi ditentukan
oleh kemampuan jamur tersebut merusak jaringan serta invasi ke dalam jaringan. Enzim-enzim
yang berperan sebagai faktor virulensi adalah enzim-enzim hidrolitik seperti proteinase, lipase
dan fosfolipase. 7
Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit dan di
bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik dalam
biakan maupun dalam tubuh. Bentuk jamur di dalam tubuh dianggap dapat dihubungkan dengan
sifat jamur, yaitu sebagai saproba tanpa menyebabkan kelainan atau sebagai parasit patogen yang
menyebabkan kelainan dalam jaringan. Penyelidikan lebih lanjut membuktikan bahwa sifat
patogenitas tidak berhubungan dengan ditemukannya Candida albicans dalam bentuk blastospora
atau hifa di dalam jaringan. Terjadinya kedua bentuk tersebut dipengaruhi oleh tersedianya
nutrisi, yang dapat ditunjukkan pada suatu percobaan di luar tubuh. Pada keadaan yang
menghambat pembentukan tunas dengan bebas, tetapi yang masih memungkinkan jamur tumbuh,
maka dibentuk hifa. Rippon (1974) mengemukakan bahwa bentuk blastospora diperlukan untuk
memulai suatu lesi pada jaringan. Sesudah terjadi lesi, dibentuk hifa yang melakukan invasi.
Dengan proses tersebut terjadilah reaksi radang. Pada kandidosis akut biasanya hanya terdapat
blastospora, sedang pada yang menahun didapatkan miselium. Kandidosis di permukaan alat
dalam biasanya hanya mengandung blastospora yang berjumlah besar, pada stadium lanjut
tampak hifa.
Hal ini dapat dipergunakan untuk menilai hasil pemeriksaan bahan klinik, misalnya dahak, urin
untuk menunjukkan stadium penyakit. Kelainan jaringan yang disebabkan oleh Candida albicans
dapat berupa peradangan, abses kecil atau granuloma. Pada kandidosis sistemik, alat dalam yang
terbanyak terkena adalah ginjal, yang dapat hanya mengenai korteks atau korteks dan medula
dengan terbentuknya abses kecil-kecil berwarna keputihan. Alat dalam lainnya yang juga dapat
terkena adalah hati, paru-paru, limpa dan kelenjar gondok. Mata dan otak sangat jarang
terinfeksi. Kandidosis jantung berupa proliferasi pada katup-katup atau granuloma pada dinding
pembuluh darah koroner atau miokardium. Pada saluran pencernaan tampak nekrosis atau ulkus

yang kadang-kadang sangat kecil sehingga sering tidak terlihat pada pemeriksaan. Manifestasi
klinik infeksi Candida albicans bervariasi tergantung dari organ yang diinfeksinya.7
G. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis yang terlihat bervariasi tergantung dari bagian tubuh mana yang terkena,
dapat dilihat sebagai berikut :
1.

2.
3.

4.
5.
6.

7.

Kandidiasis intertriginosa : Kelainan ini sering terjadi pada orang-orang gemuk, menyerang
lipatan-lipatan kulit yang besar. Lesi di daerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat
payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis dan umbilikalis, berupa bercak yang berbatas
tegas, bersisik, basah dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel
dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif dengan
pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.1,8
Kandidiasis perianal : Lesi berupa maserasi seperti infeksi dermatofit tipe basah. Penyakit ini
menimbulkan pruritus ani.1
Kandidiasis kutis generalisata : Lesi terdapat pada glabrous skin, biasanya juga pada lipat
payudara, intergluteal dan umbilikus. Sering disertai glositis, stomatitis dan paronikia. Lesi
berupa ekzematoid, dengan vesikel-vesikel dan pustul-pustul. Penyakit ini sering terdapat pada
bayi, mungkin karena ibunya menderita kandidiasis vagina atau mungkin karena gangguan
imunologik. 1
Paronikia dan onikomikosis : infeksi jamur pada kuku dan jaringan sekitarnya ini menyebabkan
rasa nyeri dan peradangan sekitar kuku. Kadang-kadang kuku rusak dan menebal. Hal ini sering
diderita oleh orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan air.1,8
Diaper rush : sering terdapat pada bayi yang popoknya selalu basah dan jarang diganti yang
dapat menimbulkan dermatitis iritan, juga sering diderita neonatus sebagai gejala sisa dermatitis
oral dan perianal. 1
Kandidisiasis kutis granulomatosa : Kelainan ini merupakan bentuk yang jarang dijumpai.
Manifestasi kulit berupa pembentukan granuloma yang terjadi akibat penumpukan krusta serta
hipertrofi setempat. Kelainan ini banyak menyerang anak-anak, lesi berupa papul kemerahan
tertutup krusta tebal berwarna kuning kecoklatan dan melekat erat pada dasarnya. Krusta ini
dapat menimbulkan tanduk sepanjang 2 cm, lokasinya sering terdapat di muka, kepala, kuku,
badan, tungkai, dan faring. 1,8
Thrush merupakan infeksi jamur di dalam mulut. Bercak berwarna putih menempel pada lidah
dan pinggiran mulut, sering menimbulkan nyeri. Bercak ini bisa dilepas dengan mudah oleh jari
tangan atau sendok. Thrush pada dewasa bisa merupakan pertanda adanya gangguan kekebalan,
kemungkinan akibat diabetes atau AIDS. Pemakaian antibiotik yang membunuh bakteri saingan
jamur akan meningkatkan kemungkinan terjadinya thrush

8.

Perlche merupakan suatu infeksi Candida di sudut mulut yang menyebabkan retakan dan
sayatan kecil. Bisa berasal dari gigi palsu yang letaknya bergeser dan menyebabkan kelembaban
di sudut mulut sehingga tumbuh jamur. 1,7

9.

Infeksi vagina (vulvovaginitis) sering ditemukan pada wanita hamil, penderita diabetes atau
pemakai antibiotik.Gejalanya berupa keluarnya cairan putih atau kuning dari vagina disertai rasa
panas, gatal dan kemerahan di sepanjang dinding dan daerah luar vagina. 1,7

10. Infeksi penis sering terjadi pada penderita diabetes atau pria yang mitra seksualnya menderita
infeksi vagina. Biasanya infeksi menyebabkan ruam merah bersisik (kadang menimbulkan nyeri)
pada bagian bawah penis.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan untuk kandidiasis antara lain : 1
1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi,
2. Topikal
Obat topical untuk kandidiasis meliputi:
a.

Larutan ungu gentian -1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan sehari 2 kali
selama 3 hari,

b. Nistatin: berupa krim, salap, emulsi,


c.

Amfoterisin B,

d. Grup azol antara lain:


1) Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
2) Klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
3) Tiokonazol, bufonazol, isokonazol
4) Siklopiroksolamin 1% larutan, krim
5) Antimikotik yang lain yang berspektrum luas. 1,10
3. Sistemik
a.

Tablet nistatin untuk menghilangkan infeksi fokal dalam saluran cerna, obat ini tidak diserap
oleh usus.

b. Amfoterisin B diberikan intravena untuk kandidosis sistemik


c.

Untuk kandidosis vaginalis dapat diberikan kotrimazol 500 mg per vaginam dosis tunggal,
sistemik dapat diberikan ketokonazol 2 x 200 mg selama 5 hari atau dengan itrakonazol 2 x 200
mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150 mg dosis tunggal.

d. Itrakonazol bila dipakai untuk kandidosis vulvovaginalis dosis untuk orang dewasa 2 x 100 mg
sehari selama 3 hari.

4. Khusus:
1. Kandidiasis intertriginosa : pengobatan ditujukan untuk menjaga kulit tetap kering dengan
penambahan bedak nistatin topikal, klotrimazol atau mikonazol 2 kali sehari. Pasien dengan
infeksi yang luas ditambahkan dengan flukonazol oral 100 mg selama 1-2 minggu atau
itrokonazol oral 100 mg 1-2 minggu.
2.

Diaper disease : Mengurangi waktu area diaper terpapar kondisi panas dan lembab. Pengeringan
udara, sering mengganti diaper dan selalu menggunakan bedak bayi atau pasta zinc oxide
merupakan tindakan pencegahan yang adekuat. Terapi topikal yang efektif yaitu dengan nistatin,
amfoterisin B, mikonazol atau klotrimazol.

3.

Paronikia : pengobatan dengan obat topikal biasanya tidak efektif tetapi dapat dicoba untuk
paronikia kandida yang kronis. Solusio kering atau solusio antifungi dapat digunakan.Terapi oral
yang dianjurkan dengan itrakonazol atau terbinafin.15
Grup azole adalah obat antimikosis sintetik yang berspektrum luas. Termasuk
ketokonazol, mikonazol, flukonazol, itrakonazol dan ekonazol. Mekanisme kerja dari grup azole
adalah menghambat sintesis dari ergosterol mengubah cairan membran sel dan mengubah kerja
enzim membran. Hasilnya dalam penghambatan replikasi dan penghambatan transformasi
bentuk ragi ke bentuk hifa yang merupakan bentuk invasive dan patogenik dari parasit.
Nistatin dan amfoterisin adalah polyene yang aktif melawan beberapa fungi tapi hanya
bekerja sedikit pada sel mamalia dan tidak bekerja pada bakteri. Obat ini mengikat membrane sel
dan menghalangi fungsi permeabilitas dan transport.
Terbinafine adalah alinamine yang merupakan fungisida jangkauan yang luas pada kulit
pathogen. Obat ini menghambat epoxidase yang terlibat dalam sintesis ergosterol dari bagian
dinding sel jamur.15

K. PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini umumnya baik tergantung pada faktor predisposisi.

ulkus mulut
Definisi
Ulkus mulut / sariawan adalah istilah untuk munculnya luka terbuka di dalam mulut disebabkan
oleh bukaan/pecahan di selaput lendir atau epitel pada bibir atau sekitar mulut. Jenis ulkus
oral/mulut beragam jumlahnya, banyak penyebab yang terkait dengan: trauma fisik dan kimia,
infeksi dari mikroorganisme, kondisi-kondisi medis dan obat-obatan, kanker, dan proses-proses

non-spesifik lainnya. Setelah terbentuk, ulkus dapat bertahan melalui peradangan dan / atau
infeksi sekunder.
Dua tipe yang biasanya mengikuti gejala ulkus mulut yaitu aphthous ulcers (yang ditunjukkan
dengan munculnya suatu luka terbuka yang menyakitkan di dalam mulut atau tenggorokan
bagian atas) dan cold sores (selaput terlihat melepuh). Cold sores di bibir disebabkan oleh virus
herpes simpleks.
Penyebab

Cedera fisik, trauma ke mulut adalah penyebab umum ulkus mulut. Tepi gigi yang tajam,
menggigit secara tidak sengaja (hal ini sangat umum dengan gigi taring yang tajam), gigi
yang runcing, gigi yang kasar, atau makanan asin berlebihan, gigi palsu yang kurang pas
bentuknya, dan kawat gigi atau trauma dari sikat gigi yang dapat melukai lapisan mukosa
dari mulut dan mengakibatkan tukak lambung. Ulkus ini biasanya dapat disembuhkan
dengan mudah jika sumber cedera dihilangkan (misalnya: jika kurang pas, gigi palsu
diperbaiki atau diganti). Hal serupa juga dapat terjadi setelah perawatan gigi, bisa saja
terjadi lecet secara tidak sengaja pada jaringan lunak mulut. Seorang dokter gigi dapat
menerapkan lapisan pelindung petroleum jelly sebelum melakukan perawatan gigi untuk
meminimalkan terjadinya cedera pada jaringan mukosa yang lembut.
Cedera kimia, bahan kimia seperti aspirin atau alkohol yang kontak dengan mukosa
mulut dapat menyebabkan jaringan menjadi nekrotik (kematian prematur sel atau
jaringan hidup) dan menciptakan suatu permukaan yang luka. Sodium lauryl sulfat (SLS),
salah satu bahan utama di sebagian besar pasta gigi, kadang terlibat dalam peningkatan
insiden ulkus mulut.
Penghentian merokok, biasanya, setelah satu minggu berhenti merokok, seseorang
dapat mengalami radang mulut. Durasinya bervariasi antar individu, dan dapat berkisar
dari bulan ke tahun. Ini hanya merupakan efek dari berhenti merokok, efek ini lamakelamaan akan hilang dengan sendirinya.
Infeksi, virus, jamur dan bakteri dapat menyebabkan proses luka mulut. Salah satu
kebiasaan yang bisa menimbulkan ulkus mulut adalah dengan menyentuh bibir pecahpecah tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Infeksi dapat terjadi karena bakteri dari
tangan berpindah ke luka terbuka yang disebabkan oleh bibir pecah-pecah tadi.
Virus, Herpes simplex virus (HSV) adalah umum menjadi penyebab berulangnya
herpetiform ulcerations (ulcer herpes). Biasanya ini menimbulkan rasa nyeri dan
didahului dengan pecahnya bisul yang ada pada mulut. Varicella Zoster (cacar air, herpes
zoster), virus Coxsackie dan subtype virus lainnya yang terkait adalah jenis-jenis virus
yang dapat menyebabkan ulserasi mulut. HIV menciptakan immunodeficiencies yang
memungkinkan infeksi oportunistik atau neoplasma untuk berkembang biak.
Bakteri, proses bakteri yang menyebabkan ulserasi oral (luka mulut) dapat disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis (TBC) dan Treponema pallidum (sifilis). Kegiatan
oportunistik oleh kombinasi dari flora bakteri normal lain, seperti aerobik streptokokus,
Neisseria, Actinomyces, spirochetes, dan spesies Bacteroides dapat memperpanjang
proses ulseratif.

Jamur, Coccidioides immitis (demam lembah), Cryptococcus neoformans


(kriptokokosis), Blastomyces dermatitidis ( Blastomycosis Amerika Utara) adalah
sebagian dari proses jamur menyebabkan ulserasi oral.
Protozoa, Entamoeba histolytica, suatu parasit protozoa ini kadang-kadang diketahui
menyebabkan borok mulut melalui pembentukan kista.
Sistem kekebalan, banyak peneliti melihat penyebab borok aphthous sebagai produk
akhir yang umum dari berbagai proses penyakit, masing-masing diperantarai oleh sistem
kekebalan tubuh. Borok Aphthous diperkirakan terbentuk ketika tubuh berada dalam
kondisi waspada (sistem kekebalan mulai bekerja).
Immunodeficiency (kekurangan imun/kekebalan tubuh), Ulcer mulut berulang dapat
merupakan indikasi dari suatu immunodeficiency, menandakan rendahnya tingkat
imunoglobulin pada selaput lendir di dalam mulut. Kemoterapi, HIV, dan mononukleosis
adalah penyebab-penyebab umum terjadinya immunodeficiency yang bisa menimbulkan
ulcer mulut.
Autoimmunity, adalah kegagalan dari suatu organisme untuk mengenali bagian-bagian
penyusunnya sendiri sebagai diri sedniri, yang memungkinkan respon imun terhadap sel
dan jaringan sendiri. Ini juga merupakan penyebab ulserasi oral. Selaput lendir
pemphigoid, reaksi autoimmune membran basal epitel, dan menyebabkan desquamation /
ulserasi mukosa oral.
Alergi, kontak dengan alergen seperti amalgam dapat menyebabkan ulcerations dari
mukosa.
Makanan, kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan penyakit kudis yang mengganggu
penyembuhan luka, yang dapat berkontribusi pada pembentukan ulkus. Demikian juga
kekurangan vitamin B12 telah dikaitkan dengan ulserasi oral. Penyebab umum lainnya
adalah penyakit Coeliac (adalah gangguan autoimun usus kecil yang terjadi karena
kecenderungan genetik seseorang dari segala usia), dalam hal ini konsumsi gandum, rye,
atau barley dapat mengakibatkan borok kronis mulut. Jika sensitif terhadap gluten
menjadi penyebabnya maka pencegahan berarti mengikuti diet bebas gluten dengan
menghindari roti, pasta, bir, dan lain sebagainya. Dalam hal ini menggantinya dengan
varietas bebas gluten jika tersedia. Gula buatan (Aspartame / Nutrisweet / etc) seperti
yang ditemukan dalam diet cola dan permen karet tanpa gula, telah dilaporkan sebagai
penyebab ulkus oral juga.
Kanker, kanker mulut dapat menyebabkan ulserasi karenapusat lesi kehilangan suplai
darah dan necroses (kematian sel atau jaringan hidup).

Masih banyak kondisi-kondisi lain yang secara medis dapat digolongkan sebagai penyebab ulcer
mulut.
Pencegahan
Untuk kasus-kasus terkait trauma ulcer mulut dapat dicegah dengan menghindari penyebab, tapi
karena trauma seperti biasanya kebetulan, pencegahan jenis ini biasanya tidak praktis. Individuindividu yang memiliki insiden oportunistik tinggi, sesudah infeksi bakteri oral yang kebetulan
cedera (menggigit dll) dapat mencegah cedera menjadi terinfeksi dengan cara langsung
memandikan luka dengan obat kumur anti bakteri selama satu menit setiap 12 jam selama 2 hari
[rujukan diperlukan].

Penatalaksanaan
Pengobatan simtomatik adalah pendekatan utama saat berurusan dengan ulcer mulut. Jika
penyebab mereka dapat diketahui, maka perlakuan terhadap kondisi yang ada dapat dilakukan.
Kesehatan gigi yang memadai juga dapat membantu dalam meredakan gejala.
jenis-jenis antihistamin, antacids, kortikosteroid atau aplikasi-aplikasi yang sejenis dimaksudkan
untuk menenangkan luka yang menyakitkan, contohnya analgesik seperti parasetamol dan
ibuprofen atau obat bius lokal, bilasan mulut seperti benzocaine. Menghindari makanan pedas
atau panas dapat mengurangi rasa sakit. Membilas mulut dengan air garam (air asin hangat)
dapat membantu. Penerapan sejumlah kecil cuka ke ulkus dapat mengurangi rasa sakit untuk
waktu singkat.
57. SISTOSOMIASIS
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
:

ICD X : B65

a. Definisi
Sistomiasis merupakan penyakit parasit (cacing) menahun yang hidup di dalam pembuluh darah vena,
sistem peredaran darah hati, yaitu pada sistem vena porta, mesenterika superior. Dalam siklus
hidupnya cacing ini memerlukan hospes perantara sejenis keong Oncomelania hupensis lindoensis
yang bersifat amfibi.
b. Penyebab
Cacing trematoda. Penyakit ini ditularkan melalui bentuk infektif larvanya yang disebut sekaria yang
sewaktu-waktu keluar dari keong tersebut di atas. Larva ini akan masuk ke dalam tubuh manusia
melalui pori-pori kulit yang kontak dengan air yang mengandung sekaria. Penyakit ini telah lama
diketahui terdapat di Indonesia, pertama kali dilaporkan pada tahun 1937 oleh Brug dan Tesch.
Adapun cacing penyebabnya adalah Scistosoma japonicum. Daerah endemis sistosomiasis di
Indonesia sampai saat ini terbatas pada daerah Lindu, Napu, dan Besoa di Propinsi Sulawesi Tengah.
c. Gambaran Klinis
1)
Masa tunas 4 6 minggu.
2)
Pasien memperlihatkan gejala umum berupa demam, urtikaria, mual, muntah, dan sakit perut.
Kadang dijumpai sindroma disentri.
3)
Dermatitis sistosoma terjadi karena serkaria menembus ke dalam kulit.
4)
Pada tingkat lanjut telur yang terjebak dalam organ-organ menyebabkan mikroabses yang
meninggalkan fibrosis dalam penyembuhannya. Maka dapat terjadi sirosis hepatitis,
hepatosplenomegali, dan hipertensi portal yang dapat fatal.
d. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan telur dalam feses, atau biopsi rektum atau hati. Uji
serologi memastikan diagnosis.
e. Penatalaksanaan
Obat terpilih untuk sistosomiasis adalah prazikuantel, dosis tunggal.
f.

KIE
1) Pencegahan: air minum harus dimasak dahulu. Di daerah endemis, air mandi didiamkan dulu
minimal 2 hari dalam penampungan air.

2) Alasan rujuk: bila terjadi komplikasi.


58. TAENIASIS / SISTISERKOSIS
Kompetensi
: 4 dan 3A
Laporan Penyakit
:

ICD X : B68

a. Definisi
Taeniasis ialah penyakit zoonosis parasitik yang disebabkan cacing dewasa Taenia (Taenia saginata,
Taenia solium dan Taenia asiatica). Infeksi larva T. solium disebut sistiserkosis dengan gejala
benjolan (nodul) di bawah kulit (subcutaneous cysticercosis). Larva Taenia solium dapat
menyebabkan sistiserkosis otak dan sistiserkosis subkutan.
b. Penyebab
Cacing dewasa Taenia (Taenia saginata, Taenia solium dan Taenia asiatica); larva T. solium.
c. Penularan
Sumber penularan taeniasis adalah hewan terutama babi, sapi yang mengandung larva cacing pita
(cysticercus). Sumber penularan sistiserkosis adalah pasien taeniasis solium sendiri yang fesesnya
mengandung telur atau proglotid cacing pita dan mencemari lingkungan. Seseorang dapat terinfeksi
cacing pita (taeniasis) bila makan daging yang mengandung larva yang tidak dimasak dengan
sempurna, baik larva T.saginata yang terdapat pada daging sapi (cysticercus bovis) maupun larva
T.solium (cysticercus cellulose) yang terdapat pada daging babi atau larva T.asiatica yang terdapat
pada hati babi. Sistiserkosis terjadi apabila telur T.solium tertelan oleh manusia. Telur T. saginata dan
T.asiatica tidak menimbulkan sistiserkosis pada manusia.
Sistiserkosis merupakan penyakit yang berbahaya dan merupakan masalah kesehatan masyarakat di
daerah endemis. Hingga saat ini kasus taeniasis/sistiserkosis telah banyak dilaporkan dan tersebar di
beberapa propinsi di Indonesia, terutama di propinsi Papua, Bali dan Sumatera Utara.
d. Gambaran Klinis
1) Masa inkubasi berkisar antara 814 minggu.
2) Sebagian kasus taeniasis tidak menunjukkan gejala (asimtomatik).
3) Gejala klinis dapat timbul sebagai akibat iritasi mukosa usus atau toksin yang dihasilkan cacing.
Gejala tersebut antara lain rasa tidak nyaman di lambung, mual, badan lemah, berat badan
menurun, napsu makan menurun, sakit kepala, konstipasi, pusing, diare dan pruritus ani.
4) Pada sistiserkosis, biasanya larva cacing pita bersarang di jaringan otak sehingga dapat
mengakibatkan serangan epilepsi. Larva juga dapat bersarang di subkutan, mata, otot, jantung dan
lain-lain.
e. Diagnosis
Diagnosis taeniasis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan feses secara mikroskopis.
Adanya riwayat mengeluarkan proglotid (segmen) cacing pita baik pada waktu buang air besar
maupun secara spontan. Pada pemeriksaan feses ditemukan telur cacing Taenia.
f.

Penatalaksanaan
Pasien taeniasis diobati dengan prazikuantel dengan dosis 10 mg/kg BB dosis tunggal. Cara
pemberian prazikuantel adalah sebagai berikut :
1) Satu hari sebelum pemberian prazikuantel, pasien dianjurkan untuk makan makanan yang lunak
tanpa minyak dan serat.
2) Malam harinya setelah makan malam pasien menjalani puasa.
3) Keesokan harinya dalam keadaan perut kosong pasien diberi prazikuantel.

4) Dua sampai 2 1/2 jam kemudian diberikan garam Inggris (MgSO 4), 30 gram untuk dewasa dan 15
g atau 7,5 g untuk anak anak, sesuai dengan umur yang dilarutkan dalam sirop (pemberian
sekaligus).
5) Pasien tidak boleh makan sampai buang air besar yang pertama. Setelah buang air besar pasien
diberi makan bubur.
6) Feses harus dikumpulkan dalam 24 jam kemudian dikirim ke laboratorium untuk identifikasi
adanya skoleks. Keberhasilan pengobatan didasarkan atas ditemukannya skoleks.
g. KIE
1) Pencegahan
a) Menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi.
b) Mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar.
c) Tidak makan daging mentah atau setengah matang.
d) Buang air besar di jamban.
e) Memelihara ternak di kandang.
2) Alasan rujuk: Pasien neurosistiserkosis atau komplikasi sebaiknya dirujuk ke rumah sakit untuk
penanganan lebih lanjut.

59.
HEPATITIS VIRUS A, B, C
Kompetensi
: 2
Laporan Penyakit
: 0403

ICD X : -

a. Definisi
Hepatitis Virus Akut adalah peradangan hati karena infeksi oleh salah satu dari kelima virus hepatitis
(virus A, B, atau C); peradangan muncul secara tiba-tiba dan berlangsung hanya selama beberapa
minggu.
b. Penyebab
Virus Hepatitis A, B, C.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala biasanya muncul secara tiba-tiba, berupa:
a)
penurunan nafsu makan
b)
merasa tidak enak badan
c)
mual
d)
muntah
e)
demam.
2) Kadang terjadi nyeri sendi dan timbul biduran (gatal-gatal kulit), terutama jika penyebabnya
adalah infeksi oleh virus hepatitis B.
3) Beberapa hari kemudian, urin warnanya berubah menjadi lebih gelap dan timbul kuning
(jaundice). Pada saat ini gejala lainnya menghilang dan pasien merasa lebih baik, meskipun
jaundice semakin memburuk.
4) Bisa timbul gejala dari kolestasis (terhentinya atau berkurangnya aliran empedu) yang berupa
feses yang berwarna pucat dan gatal di seluruh tubuh. Jaundice biasanya mencapai puncaknya
pada minggu ke 12, kemudian menghilang pada minggu ke 24.
d. Diagnosis
1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan darah terhadap fungsi hati.
2) Pada pemeriksaan fisik, hati teraba lunak dan kadang agak membesar.

3) Diagnosis pasti diperoleh jika pada pemeriksaan darah ditemukan protein virus atau antibodi
terhadap virus hepatitis.
e. Penatalaksanaan
1) Jika terjadi hepatitis akut yang sangat berat, maka pasien dirawat di rumah sakit; tetapi biasanya
hepatitis A tidak memerlukan pengobatan khusus.
2) Setelah beberapa hari, nafsu makan kembali muncul dan pasien tidak perlu menjalani tirah
baring. Makanan dan kegiatan pasien tidak perlu dibatasi dan tidak diperlukan tambahan vitamin.
3) Sebagian besar pasien bisa kembali bekerja setelah jaundice menghilang, meskipun hasil
pemeriksaan fungsi hati belum sepenuhnya normal.
f.

KIE
Pencegahan:
1) Kebersihan yang baik bisa membantu mencegah penyebaran virus hepatitis A. Feses pasien
sangat infeksius. Di sisi lain, pasien tidak perlu diasingkan; pengasingan pasien hanya sedikt
membantu penyebaran hepatitis A, tetapi sama sekali tidak mencegah penyebaran hepatitis B
maupun C.
2) Kemungkinan terjadinya penularan infeksi melalui transfusi darah bisa dikurangi dengan
menggunakan darah yang telah melalui penyaringan untuk hepatitis B dan C.
3) Vaksinasi hepatitis B merangsang pembentukan kekebalan tubuh dan memberikan perlindungan
yang efektif.
4) Vaksinasi hepatitis A diberikan kepada orang-orang yang memiliki risiko tinggi, misalnya para
pelancong yang mengunjungi daerah dimana penyakit ini banyak ditemukan.
5) Untuk hepatitis C belum ditemukan vaksin.
6) Bagi yang belum mendapatkan vaksinasi tetapi telah terpapar oleh hepatitis, bisa mendapatkan
sediaan antibodi untuk perlindungan, yaitu globulin serum. Pemberian antibodi bertujuan untuk
memberikan perlindungan segera terhadap hepatitis virus.
7) Ibu hamil yang telah teridentifikasi virus hepatitis B, dianjurkan untuk melahirkan di rumah sakit.

60.
DISENTRI AMUBA, DISENTRI BASILER
Kompetensi
: 04
Laporan Penyakit
: 0103

ICD X : A06

a. Definisi
Disentri merupakan gangguan peradangan usus terutama usus besar yang menyebabkan diare berat
yang mengandung lendir atau darah pada feses.
b. Penyebab
1. Disentri amuba disebabkan oleh : Entamoeba histolytica. Mengakibatkan diare yang cukup parah,
ditandai dengan diare berdarah, disertai lendir dan nyeri pada dubur pada saat buang air besar
(tenesmus), selanjutnya disebut amubiasis. Amuba tersebut hidup di kolon, menyebabkan radang
akut dan kronik yang disebut amubiasis intestinal. Bila tidak diobati amubiasis intestinal akan
menjalar ke luar usus dan menyebabkan amubiasis ekstra-intestinal.Pada umumnya menyerang
anak-anak dibawah 5 tahun.
2. Disentri Basiler merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri Shigella (Shigellosis),
Escherichia coli enteroinvassive (EIEC), Salmonella, Campylobacter jejuni (terutama pada bayi).
Infeksi ini menyebabkan terjadinya diare cair atau disentri dan biasanya disertai rasa nyeri saat
mengeluarkan feses.

c. Gambaran Klinis
Disentri Amuba:
1) Masa inkubasi rata-rata 2-4 minggu.
2) Amubiasis kolon akut atau disentri amuba memberikan gejala sindroma disentri yang merupakan
kumpulan gejala yang terdiri atas feses berlendir dan berdarah, tenesmus anus, nyeri perut dan
kadang-kadang disertai demam.
3) Pada amubiasis kronik pasien mengeluh nyeri perut dan diare yang diselingi konstipasi.
4) Pada amubiasis ekstraintestinalis kadang ditemukan riwayat amubiasis usus.
5) Pasien amubiasis hati biasanya demam, hati membesar disertai nyeri tekan abdomen terutama di
daerah kanan atas, berkeringat, tidak nafsu makan, berat badan turun dan ikterus.
6) Amubiasis kutis dan perinealis menyebabkan ulkus yang tepinya bergaung, sedangkan amubiasis
vaginalis menimbulkan leukore dengan bercak darah dan lendir.
Disentri Basiler:
1. Masa inkubasi pendek (1-3 hari)
2. Secara klasik, shigelosis timbul dengangejala adanya nyeri abdomen, demam, BAB berdarah dan
berlendir.
3. Gejala awal terdiri dari demam, nyeri abdomen dan diare cair tanpa darah, kemudian feses
berdarah setelah 3-5 hari kemudian.
4. Pada masa laten, atau beberapa hari kemudian, jumlah tinja meningkat, tinja kurang encer tapi
sering mengandung lender dan darah.
5. Tiap gerakan usus disertai dengan mengedan dan tenesmus(spasme rectum), yang
menyebabkan nyeri berut bagian bawah.
6. Muntah-muntah.
7. Anoreksia.
d. Diagnosis
Ditemukannya darah dan lendir pada tinja. Leukosit di tinja menunjukkan 70% penyebab diare adalah
bakteri dan 90% adalah diare disentri karena leukosit di tinja memiliki sensitivitas dan positive
predictive value cukup tinggi untuk diare disentri. Pada Amubiasis kolon akut: menemukan
E.histolytica bentuk histolitika dalam feses cair.
e. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan diare adalah :
1). Mengatasi Dehidrasi, dengan pemberian oralit
2). Pemberian Zink selama 10 hari untuk anak <6 bln 10mg dan > 6 bulan 20 mg.
3). Pemberian antibiotik:
Disentri Amuba: Metronidazol merupakan obat pilihan untuk amubiasis usus maupun amubiasis
ekstraintestinalis.
a) Dosis dewasa: 500750 mg tiap 8 jam selama 7 10 hari.
b) Dosis anak 1 tahun: 7,5 mg/kgBB tiap 8 jam, selama 710 hari.
Amubiasis ekstraintestinalis memerlukan pengobatan yang lebih lama. Oleh karena itu perlu
dirujuk.
Disentri Basiler:
a). Kotrimoksasol (trimetoprim 160mg dan sulfametoksasol 800mg) 2x 1tab/hari.
b). Siprofloksasin 2x500mg sehari selama 5-7 hari.

f.

KIE
1) Tujuan terapi: membunuh parasit.
2) Efek samping terapi: metronidazol dapat menyebabkan mual. Jika timbul gejala tersebut maka
pasien dapat menghubungi dokter Puskesmas untuk mendapatkan obat antimual.
3) Pencegahan:
4) Pencegahan meliputi perbaikan kesehatan lingkungan dan higiene perorangan, desinfeksi sayur
dan buah-buahan yang diduga kurang bersih.
5) Pengidap kista tidak boleh bekerja di bidang penyiapan makanan dan minuman.
61.

Hemorrhoid Grade 1/2

Definisi
Hemorrhoid merupakan pembengkakan dan peradangan pada pembuluh darah balik (vena) pada daerah
rektum atau anus. Di Amerika, 50% populasi usia 50an menderita wasir. Dan diperkirakan sekitar 5085% populasi dunia akan mengalami gejala wasir pada periode tertentu dalam hidupnya.
Penyebab
Penyebab terjadinya wasir bermacam-macam. Wasir dapat diturunkan secara genetik, atau karena
memang lemahnya pembuluh darah vena di rektum atau anus, atau juga dapat disebabkan karena
terlalu sering dan kuat mengedan (kesulitan buang air besar atau diare). Duduk yang terlalu lama juga
dapat menyebabkan terjadinya wasir. Hipertensi (darah tinggi), obesitas (kegemukan), dan gaya hidup
yang malas (tidak aktif) juga merupakan salah satu pencetus terjadinya wasir. Konsumsi alkohol dan
kopi dalam jumlah banyak dan sering juga merupakan salah satu faktor pencetus. Alkohol dapat
menyebabkan penyakit hati yang pada akhirnya akan menimbulkan penyumbatan aliran pembuluh
darah pada rektum atau anus, sedangkan mengkonsumsi terlalu banyak kopi dapat
menyebabkan
hipertensi. Keadaan dehidrasi (kekurangan cairan) dapat juga menjadi faktor penyebab. Dehidrasi dapat
menyebabkan tinja yang keras dan kesulitan buang air besar. Kekurangan vitamin E merupakan faktor
yang lainnya.
Tipe dan Gejala
Hemorrhoid dibagi menjadi 2 tipe :
*) Hemorrhoid eksterna
Merupakan wasir yang timbul pada daerah yang dinamakan anal verge, yaitu daerah ujung dari anal
kanal (anus). Wasir jenis ini dapat terlihat dari luar tanpa menggunakan alat apa-apa. Biasanya akan
menimbulkan keluhan nyeri. Dapat terjadi pembengkakan dan iritasi. Jika terjadi iritasi, gejala yang
ditimbulkan adalah berupa gatal. Wasir jenis ini rentan terhadap trombosis (penggumpalan darah). Jika
pembuluh darah vena pecah yang mengalami kelainan pecah, maka penggumpalan darah akan terjadi
sehingga akan menimbulkan keluhan nyeri yang lebih hebat.
*) Hemorrhoid interna
Merupakan wasir yang muncul didalam rektum. Biasanya wasir jenis ini tidak nyeri. Jadi kebanyakan
orang tidak menyadari jika mempunyai wasir ini. Perdarahan dapat timbul jika mengalami iritasi.
Perdarahan yang terjadi bersifat menetes. Jika wasir jenis ini tidak ditangani, maka akan menjadi
prolapsed and strangulated hemorrhoids.

Prolapsed hemorrhoid adalah wasir yang nongol keluar dari rektum.

Strangulated hemorrhoid merupakan suatu keadaan terjepitnya prolapsed hemorrhoid karena


otot disekitar anus berkontraksi. Hal ini menyebabkan terperangkapnya wasir dan
terhentinya
pasokan darah, yang pada akhirnya akan menimbulkan kematian jaringan yang dapat terasa nyeri

sekali.
Hemorrhoid interna dapat dikelompokkan menjadi :

Grade I
: wasir tidak keluar dari rektum

Grade II
: wasir prolaps (keluar dari rektum) pada saat mengedan, namun dapat masuk
kembali secara spontan

Grade III : wasir prolaps saat mengedan, namun tidak dapat masuk kembali secara spontan,
harus secara manual (didorong kembali dengan tangan)

Grade IV : wasir mengalami prolaps namun tidak dapat dimasukkan kembali


Pemeriksaan Tambahan
Setelah dokter melakukan pemeriksaan secara fisik (dengan melihat apakah ada wasir yang prolaps),
maka setelah itu akan dilakukan pemeriksaan colok dubur guna meraba wasir yang letaknya didalam.
Konfirmasi secara visual dari wasir dapat dilakukan dengan tehnik anuskopi, yaitu dengan
memasukkan suatu alat yang dinamakan anuskop (suatu tabung panjang yang diujungnya terpasang
lampu) melalui anus sehingga memungkinkan dokter melihat secara langsung wasir yang letaknya
didalam (hemorrhoid interna). Untuk pemeriksaan lebih lanjut (menyingkirkan kemungkinan penyakit
lain seperti polip, infeksi usus, atau tumor), sigmoidoskopi atau kolonoskopi dapat dilakukan. Pada
sigmoidoskopi, sekitar 60 cm dari usus besar dapat terlihat. Sedangkan dengan kolonoskopi, seluruh
usus dapat terlihat.
Penatalaksanaan
1. Terapi pengobatan
Tidak ada obat yang dapat mengobati wasir. Yang paling penting adalah untuk melakukan pencegahan
(dijelaskan dibawah) terhadap timbulnya wasir. Namun wasir kita menimbulkan rasa nyeri, dapat
diberikan obat penghilang nyeri yang dimasukkan melalui anus. Selain itu juga dapat digunakan krim
penghilang rasa sakit, namun harus hati-hati terhadap krim yang mengandung steroid karena justru
dapat memicu timbulnya serangan nyeri.
Terapi medik diberikan pada penderita hemorroid derajat 1 atau 2 (1,2,3,4,5).
Manipulasi diit dan mengatur kebiasaan.
Diit tinggi serat,bila perlu diberikan supplemen serat,atau obat yang memperlunak
feses(bulk forming cathartic).Menghindarkan
mengedan
berlama-lama
pada saat
defekasi.Menghindarkan diare
karena akan menimbulkan iritasi mukosa yang mungkin
menimbulkan ekaserbasi penyakit.
Obat antiinflammasi seperti steroid topikal jangka pendek dapat diberikan untuk
mengurangi udem jaringan karena inflammasi.Antiinflammasi ini biasanya digabungkan
dengan anestesi lokal,vasokonstriktor,lubricant,emollient dan zat pembersih perianal.Obatobat ini tidak akan berpengaruh terhadap hemorroidnya sendiri,tetapi akan mengurangi
inflammasi,rasa nyeri/tidak enak dan rasa gatal.Penggunaan steroid ini bermanfaat pada
saat ekaserbasi akut dari hemorroid karena bekerja sebagai antiinflammasi,antipruritus
dan vasokonstriktor.Walaupun demikian pemakaian jangka panjang malah menjadi tidak
baik karena menimbulkan atrofi kulit perianal yang merupakan predisposisi terjadinya
infeksi.Demikian pula obat yang mengandung anestesi lokal perlu diberikan secara hatihati karena sering menimbulkan reaksi buruk terhadap kulit/mukosa.
Sitz bath ( bagian anus direndam di waskom/ember dengan air hangat + permanganas
kalikus) sangat bermanfaat karena ada efek memberiesihkan perianal.

Obat flebotonik seperti Daflon atau preparat rutacea dapat meningkatkan tonus vena
sehingga mengurangi kongesti.Daflon merupakan obat yang dapat meningkatkan dan
memperlama efek noradrenalin pada pembuluh darah.Penelitian double blind placebocontrolled dari Daflon ternyata memberikan manfaat untuk terapi hemorroid baik pada
keadaan non akut maupun pada saat ekaserbasi akut.Dosis pada saat akut yaitu 3 x 1000
mg selama 4 hari dilanjutkan 2 x 1000 mg selama 3 hari(6).Te rnyata pengobatan dengan
cara tersebut lebih baik dari plasebo.Penelitian lain
pada hemorroid non akut dengan
dosis 2 x 500 mg selama 2 bulan hasilnya kelompok
yang diobati lebih baik dari
plasebo(7). Obat ini dikatakan aman bahkan pada wanita hamil sekalipun(8).
2. Terapi operatif (hemorroid gr 3 & 4)
Jika wasir yang kita alami tidak sembuh-sembuh dengan perubahan pola hidup, maka sebaiknya
dilakukan tindakan operatif dirujuk ke Rumah Sakit.
Pencegahan

Pencegahan untuk wasir meliputi

Minum banyak air, makan makanan yang mengandung banyak serat (buah, sayuran, sereal,
suplemen serat, dll) sekitar 20-25 gram sehari

Olahraga

Mengurangi mengedan

Menghindari penggunaan laksatif (perangsang buang air besar)

Membatasi mengedan sewaktu buang air besar.

Penggunaan celana dalam yang ketat dapat mencetuskan terjadinya wasir dan dapat mengiritasi
wasir yang sudah ada.

Penggunaan jamban jongkok juga sebaiknya dihindari.


62. SISTITIS AKUT
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 16

ICD X : N20-23; N30

a. Definisi
Sistitis adalah infeksi pada kandung kemih. Infeksi kandung kemih umumnya terjadi pada wanita,
terutama pada masa reproduktif. Beberapa wanita menderita infeksi kandung kemih secara berulang.
b. Penyebab
E.coli (organisme paling sering, pada 8090% kasus); juga Klebsiella, Pseudomonas, grup B
Streptococcus dan Proteus mirabilis.
c. Gambaran Klinis
1) Infeksi kandung kemih biasanya menyebabkan desakan untuk buang air kecil dan rasa terbakar
atau nyeri selama buang air kecil.
2) Nyeri biasanya dirasakan diatas tulang kemaluan dan sering juga dirasakan di punggung sebelah
bawah.
3) Gejala lainnya adalah nokturia (sering buang air kecil di malam hari).
4) Urin tampak berawan dan mengandung darah.
5) Kadang infeksi kandung kemih tidak menimbulkan gejala dan diketahui pada saat pemeriksaan
urin (urinalisis untuk alasan lain.)

6) Sistitis tanpa gejala terutama sering terjadi pada usia lanjut, yang bisa menderita inkontinensia uri
sebagai akibatnya.
d. Diagnosis
1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas: disuria, leukosituria dan nitrit urin
positif.
2) Diambil contoh urin aliran tengah (midstream), agar urin tidak tercemar oleh bakteri dari vagina
atau ujung penis. Urin kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk melihat adanya sel darah
merah atau sel darah putih atau zat lainnya.
3) Dilakukan penghitungan bakteri dan dibuat biakan untuk menentukan jenis bakterinya. Jika
terjadi infeksi, maka biasanya 1 jenis bakteri ditemukan dalam jumlah yang banyak.
4) Pada pria, urin aliran tengah biasanya cukup untuk menegakkan diagnosis. Pada wanita, contoh
urin ini kadang dicemari oleh bakteri dari vagina, sehingga perlu diambil contoh urin langsung
dari kandung kemih dengan menggunakan kateter.
e. Penatalaksanaan
1) Pada usia lanjut, infeksi tanpa gejala biasanya tidak memerlukan pengobatan.
2) Antibiotik diberikan jika pasien memenuhi kriteria disuria, leukosituria dan nitrit urin positif
3) Untuk sistitis ringan, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah minum banyak cairan. Aksi
pembilasan ini akan membuang banyak bakteri dari tubuh, bakteri yang tersisa akan dilenyapkan
oleh pertahanan alami tubuh.
4) Pemberian antibiotik peroral seperti kotrimoksazol 480 mg tiap 12 jam atau siprofloksasin selama
5 hari biasanya efektif, selama belum timbul komplikasi.
5) Jika infeksinya kebal, biasanya antibiotik diberikan selama 710 hari.
6) Gejalanya seringkali bisa dikurangi dengan membuat suasana urin menjadi basa, yaitu dengan
meminum baking soda yang dilarutkan dalam air.
f.

KIE
1) Tujuan pengobatan: untuk eradikasi kuman penyebab.
2) Alasan rujuk: pada kasus komplikasi, anak, wanita hamil, dan indikasi pembedahan.

63. GONORE
Kompetensi
Laporan Penyakit

: 4
: 25

ICD X : A54

a. Definisi
Gonore adalah infeksi bakteri tertentu di alat kelamin, dubur atau tenggorokan.
b. Penyebab
Disebabkan oleh kuman Neisseria gonorrhoeae (gonococcus), suatu diplococcus gram negatif.
Gonore dapat menular kalau seseorang melakukan hubungan seks vaginal, dubur atau mulut dengan
seseorang yang sedang mengalami infeksi tersebut tanpa memakai kondom. Untuk laki-laki yang
mengalami infeksi saluran kencing, gejala-gejalanya biasanya muncul dalam waktu 210 hari setelah
terinfeksi.
c. Gambaran Klinis

1) Setelah melakukan kontak seksual kelainan di awal dengan keluhan rasa tidak nyaman/panas di
saluran kemih dan beberapa waktu kemudian dengan keluarnya cairan putih kekuningan (darah)
dari lubang kencing.
2) Biasanya penyakit ini menunjukan gejala 2-10 hari. Umumnya penyakit ini ditandai dengan
radang saluran urin dengan gejala nyeri sewaktu berkemih dan mengeluarkan cairan putih dari
saluran kemihnya. Namum pengeluaran cairan putih, ataupun yang kuning, yang kental ataupun
yang encer bisa disebabkan oleh kuman lain, sehingga sifat cairan ini tidak memastikan penyakit
ini.
3) Pada wanita biasanya tidak ada keluhan keputihan dan kadang-kadang pendarahan yang tidak
normal dari rahim serta rasa tak nyaman pada liang dubur. Namun semua gejala itu pun tidak
khas bagi gonore, ia bisa juga disebabkan oleh penyakit lain sehingga perlu diperiksa dengan
teliti.
4) Pada wanita infeksi gonore bisa berlanjut menjadi peradangan alat dalam panggul yang menjalar
dari bibir rahim, ke dalam rahim, ke saluran telur dan ke seluruh alat dalam panggul, biasanya
terjadi selama haid. Gejala penyakit ini meliputi demam dan nyeri perut bagian bawah. Mungkin
juga terdapat pengeluaran cairan kekuningan dari dalam bibir rahim dan nyeri tekan pada rahim
pada waktu pemeriksaan dalam atas alat-alat panggul. Radang alat-alat panggul ini bisa
menyebabkan strerilitas, kehamilan di luar kandungan dan nyeri panggul yang menahun.
5) Selain komplikasi setempat pada laki-laki dan wanita, bisa juga terjadi komplikasi di tempat lain,
akibat penyebarannya kuman gonore melalui darah, dan kira-kira 2/3 pasiennya wanita. Bisa
terjadi radang sendi dan kulit yang di tandai demam, nyeri sendi dan bengkak sendi, menggigil
serta kelainan kulit berbentuk nanah dan gelembung. Radang sendi melibatkan beberapa sendi,
sering melibatkan sendi pergelangan tangan, jari-jari, sendi lutut dan sendi pergelangan kaki.
Manifestasi lazim lainnya meliputi radang selaput pembukus jantung (perikarditis), dan radang
hati (hepatitis). Kadang-kadang terjadi radang lapisan dalam jantung dan selaput otak.
d. Diagnosis
Gonore dan klamidia dapat diketahui dengan sampel yang diseka dari saluran kemih, dubur atau
tenggorokan. Penting agar pasien tidak buang air kecil selama paling tidaknya tiga jam sebelum
menjalani tesnya.
e. Penatalaksanaan
1) Sefixime 400 mg dosis tunggal
2) Eritromisin 4x500 mg/hari, per oral, 7 hari
3) Doksisiklin 2x100 mg/hari, per oral, 7 hari
4) Penisilin prokain 2,4 juta UI, diberikan i.m., sedang dosis untuk wanita 4,8 juta UI.
5) Siprofloksasin 500 mg tiap 12 jam selama 5-7 hari per oral.
f.

KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: mengobati dan menghindari penularan.
2) Pencegahan: hindari perilaku berisiko atau perilaku seksual yang tidak aman, hindari kontak
langsung dengan pasien.
3) Alasan rujukan: tidak sembuh dengan pengobatan tersebut diatas
4) Efek samping pengobatan: alergi obat.
5) Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, atau anak di bawah 12 tahun

64. PIELONEFRITIS
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: 16

ICD X : N20-N23; N30

a. Definisi
Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada salah satu atau kedua ginjal.
b. Penyebab
Disebabkan oleh Escherichia coli (paling sering), selain itu disebabkan juga antara lain Enterobacter,
Klebsiella, Pseudomonas dan Proteus.
c. Gambaran Klinis
1) Gejala biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian
bawah, mual dan muntah.
2) Beberapa pasien menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah, yaitu sering berkemih
dan nyeri ketika berkemih.
3) Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut berkontraksi kuat.
4) Bisa terjadi kolik renalis, dimana pasien merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh kejang
ureter.
5) Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.
6) Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk dikenali.
7) Pada infeksi menahun (pielonefritis kronik), nyerinya bersifat samar dan demam hilang-timbul
atau tidak ditemukan demam sama sekali.
8) Pielonefritis kronik hanya terjadi pada pasien yang memiliki kelainan utama, seperti
penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik air kemih dari kandung kemih
ke dalam ureter (pada anak kecil).
9) Pielonefritis kronik pada akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi
sebagaimana mestinya (gagal ginjal).
d. Diagnosis
1) Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya yang khas.
2) Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis pielonefritis adalah:
a)
pemeriksaan urin dengan mikroskop.
b)
pembiakan bakteri dalam contoh urin untuk menentukan adanya bakteri.
3) USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu ginjal, kelainan struktural atau
penyebab penyumbatan air kemih lainnya.
e. Penatalaksanaan
1) Segera setelah diagnosis ditegakkan, diberikan antibiotik. Terapi kausal dimulai dengan
kotrimoksazol 2 tablet tiap 12 jam selama 5 hari, atau amoksisilin 500 mg tiap 8 jam selama 5
hari, atau siprofloksasin 500 mg tiap 12 jam selama 5 hari. Antibiotik dapat diperpanjang sampai
21 hari.
2) Pada 46 minggu setelah pemberian antibiotik, dilakukan pemeriksaan urin ulang untuk
memastikan bahwa infeksi telah berhasil diatasi.
3) Pada penyumbatan, kelainan struktural atau batu, mungkin perlu dilakukan pembedahan dengan
merujuk ke rumah sakit.
f.

KIE
1) Tujuan pengobatan: eradikasi dan mencegah timbulnya komplikasi.
2) Pencegahan: kenali gejala penyakit untuk pengobatan sedini mungkin.
3) Alasan rujuk: pasien anak dan dewasa yang didiagnosa pielonefritis, pielonefritis dengan
komplikasi atau pada wanita hamil harus dirujuk.

65. FIMOSIS

BATASAN
Fimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat diretraksi (ditarik) ke
proksimal sampai ke korona glandis.
PATOFISIOLOGI
Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi
alamiah antara prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis
tumbuh dan berkembang dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium
(smegma) mengumpul didalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan
prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat
prepusium terdilatasi perlahan-lahan sehingga prepusium menjadi retraktil
dan dapat ditarik ke proksimal.
Pada sebagian anak, prepusium tetap lengket pada glans penis, sehingga
ujung preputium mengalami penyempitan dan akhirnya dapat mengganggu
fungsi miksi/berkemih. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa prepusium dan
glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang ada didalamnya.
GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala fimosis diantaranya :
1. Gangguan aliran urine berupa sulit kencing, pancaran urine mengecil,
menggelembungnya ujung prepusium penis saat miksi, dan menimbulkan
retensi urin.
2. Higiene lokal yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi yaitu
postitis, balanitis, balanopstitis.
3. Dapat terjadi corpus smegma yaitu timbunan smegma di dalam sakus
prepusium penis.
PENATALAKSANAAN
1. Tidak dianjurkan melakukan retraksi yang dipaksakan, karena dapat
menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium
sehingga akan terbentuk fimosis sekunder.
2. Menjaga personal hygiene terutama penis dan tidak mencuci penis
dengan banyak sabun. [40]
3. Fimosis disertai balanitis xerotica obliterans dapat diberikan salep
dexamethasone 0,1% yang dioleskan 3/4 kali, dan diharapkan setelah 6
minggu pemberian prepusium dapat diretraksi spontan.
4. Fimosis dengan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusium pada
saat miksi atau infeksi postitis merupakan indikasi untuk dilakukan
sirkumsisi, dimana pada fimosis disertai balanitis / postitis harus diberikan
antibiotika terlebih dahulu.
66. PARAPHYMOSIS
DEFINISI
Parafimosis adalah prepusium penis yang diretraksi sampai di sulkus
koronarius tidak dapat dikembalikan pada kedaan semula dan timbul jeratan
pada penis di belakang sulkus koronarius.
PATOFISIOLOGI
Menarik (retraksi) prepusium ke proksimal biasanya dilakukan pada saat

bersenggama/masturbasi atau setelah pemasangan kateter. Jika prepusium


tidak dikembalian ke tempat semula, menyebabkan gangguan aliran balik
vena superfisial sedangkan aliran arteri tetap berjalan normal. Hal ini
menyebabkan edema glans penis dan dirasakan nyeri. Jika dibiarkan bagian
penis di sebelah distal jeratan makin membengkak yang akhirnya bisa
mengalami nekrosis glans penis.
DIAGNOSIS
Diagnosis parafimosis dibuat berdasarkan pemeriksaan fisis, yaitu didapatkan
prepisium yang tidak dapat diretraksi kembali
TERAPI
1. Prepusium diusahakan untuk dikembalikan secara normal dengan teknik
memijat glans selama 3-5 menit. Diharapkan edema berkurang dan secara
perlahan-lahan prepusium dikembalikan pada tempatnya.
2. Jika tidak berhasil, maka dilakukan dorsum insisi pada jeratan sehingga
prepisiun dapat dikembalikan pada tempatnya. Setelah edema dan proses
inflamasi menghilang pasien dianjurkan untuk menjalani sirkumsisi
67. KEPUTIHAN / FLUOR ALBUS (DUH TUBUH VAGINA)
Kompetensi
: 4
Laporan Penyakit
: 26
ICD X : N89.8
a. Definisi
Keluarnya cairan yang berlebihan dari dalam vagina disertai dengan gatal/rasa terbakar pada vulva.
Dapat disebabkan oleh infeksi vagina (kolpitis) yang lebih bersifat encer dan radang serviks
(servisitis) yang bersifat muko-purulen.
b. Penyebab
Kolpitis sering disebabkan oleh trikomoniasis, kandidiasis dan vaginosis bakterial, sedangkan
servisitis sering disebabkan oleh infeksi Neiserria gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis.
c. Gambaran Klinis
1) Deteksi infeksi serviks berdasarkan gejala klinis sulit dilakukan, karena sebagian besar wanita
dengan gonore atau klamidiasis yang menyebabkan infeksi serviks umumnya asimtomatik.
2) Wanita dengan faktor risiko (mempunyai lebih dari 1 mitra seksual atau mitra seksual sedang
mengidap IMS dan sanggama tidak menggunakan kondom) cenderung memiliki risiko tinggi
untuk terjadi infeksi serviks bila dibandingkan dengan mereka yang tidak berisiko.
d. Diagnosis
1) Gejala duh tubuh (discharge) yang abnormal merupakan petunjuk kuat infeksi vagina namun
merupakan pertanda lemah untuk infeksi serviks. Jadi semua wanita yang menunjukkan tandatanda duh tubuh vagina (vaginal discharge) agar diobati juga untuk trikomoniasis dan bakterial
vaginosis sekaligus.
2) Wanita dengan cairan tubuh yang berlebihan disertai dengan faktor risiko perlu dipertimbangkan
untuk diobati sebagai servisitis yang disebabkan gonore dan klamidiasis.
3) Pemeriksaan secara mikroskopik sangat membantu diagnosis untuk infeksi serviks.

e. Penatalaksanaan
Pengobatan sindroma duh tubuh vagina karena servisitis sesuai dengan pedoman penatalaksanaan
IMS yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal P2PL Kemenkes (Tabel 20 dan Tabel 21).
Tabel 20. Pengobatan Gonore Tanpa Komplikasi dan Klamidiasis
Pengobatan
Gonore
Tanpa Komplikasi

Pengobatan Klamidiasis

Pilihlah salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan dibawah ini
Siprofloksasin*) 500 mg Doksisiklin**100 mg per oral tiap 6 jam selama 7 hari
per oral, dosis tunggal
Pilihan pengobatan lain
Tetrasiklin**) 500 mg per oral tiap 6 jam, selama 7 hari,
atau
Eritromisin 500 mg tiap 6 jam selama 7 hari (bila ada
kontra-indikasi tetrasiklin)

*) Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui, anak usia <12 tahun dan remaja
**)Tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui dan anak usia < 12 tahun
Tabel 21. Pengobatan Sindroma Duh Tubuh Vagina karena Vaginitis (pengobatan program)
Trikomoniasis

Bakterial Vaginosis
( bukan IMS )

Kandidosis Vagina
(bukan IMS)

Pilih salah satu dari beberapa cara pengobatan yang dianjurkan dibawah ini
Metronidazol, 2 g per
oral, dosis tunggal
Pilihan pengobatan lain

Metronidazol 400 atau 500


mg, 2 x sehari, selama 7 hari

Metronidazol 400 atau


500 mg per oral, 2 x
sehari, selama 7 hari

Metronidazol, 2 g per oral,


dosis tunggal

f.

Nistatin tab vagina100.000


UI, tiap hari, selama 14 hari

KIE
1) Tujuan pengobatan: pengobatan penyakit dan pemutusan rantai penularan.
2) Efek samping metronidazol: mual dan lemas. Tetrasiklin dan doksisiklin tidak boleh diberikan
pada ibu hamil.
3) Pencegahan: hindari kontak langsung.
4) Alasan rujuk: jika ditemukan keganasan.

68. INFEKSI SALURAN KEMIH BAWAH


a. Definisi
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan
mikroorganisme didalam urin. ISK bawah melibatkan infeksi bagian bawah dari sluran kemih,

termasuk kandung kemih dan uretra. Lebih sering terjadi pada wanita dari pada pria, karena
saluran urethra wanita lebih pendek. ISK yang tidak diobati sering menjadi pyelonefritis, sampai
dengan gagal ginjal.

Presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender:


1. Perempuan
Sistitis : adalah presentasi klinik infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna.
Sindrom Uretra Akut ( SUA) : adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme
(steril).
2. Laki-laki
Presentasi klinis ISK pada laki-laki mungkin sistitis, prostatitis, epidimidis dan uretritis.
b. Penyebab
Escherichia coli merupakan mikroorganisme yang paling sering diisolasi dari pasien ISK.
Mikroorganisme lain yang sering ditemukan adalah Klebsiella sp, Proteus sp dan Stafilokokus
koagulase negatif.

c. Gejala
Nyeri saat buang air kecil (dysuria)
BAK menjadi lebih sering, sampai terjaga malam untuk BAK (nocturia), tapi jumlahnya sedikit
Tidak dapat menahan kencing
BAK tidak lampias
Urin yang keruh dan lebih bau dari normalnya
Nyeri pada perut bagian bawah
Demam ringan, tidak enak badan (malaise)
d. Diagnosis
Untuk pemeriksaan ISK digunakan urin segar (urin pagi yang pertama-tama diambil pagi hari
setelah bangun tidur).
- Pemeriksaan urinalisis meliputi Leukosuria ( dinyatakan positif jika terdapat 5 atau lebihleukosit (sel
darah putih) per lapangan pandang dalam sedimen urin. Hematuria (jika ditemukan eritrosit 5-10
perlapangan pandang sedimen urin)
- Pemeriksaan bakteriologis (mikroskopis) : positif bila ditemukan 1 bakteri per lapangan pandang.
-

e. Penatalaksanaan
Amoksisillin 3x 500mg
Sefadroksil 2x 500mg
Kotrimoksasol 2x 960mg
Ciprofloxacin 2x 500mg
Lama terapi untuk Bakteriuria asimptomatik : 3 hari, Sistitis akut : 5-7 hari.
f. KIE
Meningkatkan higienitas daerah dalam underwear

Cebok menggunakan air, dan bila menggunakan tisu khusus untuk wanita, harus menyekanya
dari depan ke belakang
Perbanyak minum
Jangan suka menahan-nahan BAK
BAK sampai tuntas dan benar-benar selesai
BAK sebelum dan sesudah hubungan seksual untuk mengosongkan kantung kencing (terutama
bagi wanita)
Berhenti dan hindari asap rokok
Menangani penyakit lain yang didertia sebaik mungkin untuk terhindar dari komplikasi ISK

69.Vulvitis

Vulvitis adalah suatu peradangan pada vulva (organ kelamin luar wanita).
Penyebabnya bisa berupa:
1.

Infeksi
-Bakteri (misalnya klamidia, gonokokus)
- Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes, wanita hamil dan pemakai antibiotik
-Protozoa (misalnya Trichomonas vaginalis)
- Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes).
2.
Zat atau benda yang bersifat iritatif
- Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons
- Sabun cuci dan pelembut pakaian
- Deodoran
- Zat di dalam air mandi
- Pembilas vagina
- Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak menyerap keringat
- Tinja
3.
Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya
4.
Terapi penyinaran
5.
Obat-obatan
Perubahan hormonal.
Gejala:

Vulva terasa agak gatal dan mengalami iritasi.


Infeksi jamur menyebabkan gatal-gatal sedang sampai hebat dan rasa terbakar pada vulva dan

vagina.

Kulit tampak merah dan terasa kasar. Dari vagina keluar cairan kental seperti keju.
Rasa gatal atau rasa tidak enak pada vulva bisa disebabkan oleh infeksi virus papiloma manusia
maupun karsinoma in situ (kanker stadium awal yang belum menyebar ke daerah lain).

Luka terbuka yang menimbulkan nyeri di vulva bisa disebabkan oleh infeksi herpes atau abses.
Luka terbuka tanpa rasa nyeri bisa disebabkan ole kanker atau sifilis.

Kutu kemaluan (pedikulosis pubis) bisa menyebabkan gatal-gatal di daerah vulva.

DIAGNOSA

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan karakteristik cairan yang
keluar dari vagina.

Contoh cairan juga diperiksa dengan mikroskop dan dibiakkan untuk mengetahui organisme
penyebabnya.
Untuk mengetahui adanya keganasan, dilakukan pemeriksaan Pap smear.

Pada vulvitis menahun yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan biasanya dilakukan
pemeriksaan biopsi jaringan.
PENGOBATAN
Jika cairan yang keluar dari vagina normal, kadang pembilasan dengan air bisa membantu
mengurangi jumlah cairan.
Cairan vagina akibat vaginitis perlu diobati secara khusus sesuai dengan penyebabnya.
Jika penyebabnya adalah infeksi, diberikan antibiotik, anti-jamur atau anti-virus, tergantung
kepada organisme penyebabnya.
Untuk mengendalikan gejalanya bisa dilakukan pembilasan vagina dengan campuran cuka dan
air. Tetapi pembilasan ini tidak boleh dilakukan terlalu lama dan terlalu sering karena bisa meningkatkan
resiko terjadinya peradangan panggul.
Jika akibat infeksi labia (lipatan kulit di sekitar vagina dan uretra) menjadi menempel satu sama
lain, bisa dioleskan krim estrogen selama 7-10 hari.
Selain antibiotik, untuk infeksi bakteri juga diberikan jeli asam propionat agar cairan vagina lebih
asam sehingga mengurangi pertumbuhan bakteri.
Pada infeksi menular seksual, untuk mencegah berulangnya infeksi, kedua pasangan seksual
diobati pada saat yang sama.
Penipisan lapisan vagina pasca menopause diatasi dengan terapi sulih estrogen. Estrogen bisa
diberikan dalam bentuk tablet, plester kulit maupun krim yang dioleskan langsung ke vulva dan vagina.
Pengobatan Umum Untuk Vaginitis & Vulvitis
Jenis infeksi
Pengobatan
Miconazole, clotrimazole, butoconazole atau terconazole (krim, tablet
vagina atau supositoria)
Jamur
Bakteri

Fluconazole atau ketoconazole< (tablet)


Biasanya metronidazole atau clindamycin (tablet vagina) atau metronidazole

(tablet).
Jika penyebabnya gonokokus biasanya diberikan suntikan ceftriaxon & tablet
doxicyclin
Klamidia
Doxicyclin atau azithromycin (tablet)
Trikomonas
Metronidazole (tablet)
Virus papiloma manusia
Asam triklorasetat (dioleskan ke kutil), untuk infeksi yg berat digunakan
(kutil genitalis)
larutan nitrogen atau fluorouracil (dioleskan ke kutil)
Virus herpes
Acyclovir (tablet atau salep)
Selain obat-obatan, penderita juga sebaiknya memakai pakaian dalam yang tidak terlalu ketat dan
menyerap keringat sehingga sirkulasi udara tetap terjaga (misalnya terbuat dari katun) serta menjaga
kebersihan vulva (sebaiknya gunakan sabun gliserin).
Untuk mengurangi nyeri dan gatal-gatal bisa dibantu dengan kompres dingin pada vulva atau
berendam dalam air dingin.
Untuk mengurangi gatal-gatal yang bukan disebabkan oleh infeksi bisa dioleskan krim atau salep
corticosteroid dan antihistamin per-oral(tablet).
Krim atau tablet acyclovir diberikan untuk mengurangi gejala dan memperpendek lamanya
infeksi herpes.
Untuk mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri.

PENCEGAHAN
Kebersihan yang baik dapat mencegah beberapa jenis vaginitis dari berulang
dan dapat meredakan beberapa gejala:
a. Hindari bathtub dan pusaran air panas spa. Bilas sabun dari luar
daerah genital Anda setelah mandi, dan keringkan area itu dengan
baik untuk mencegah iritasi. Jangan gunakan sabun wangi atau kasar,
seperti yang dengan deodoran atau antibakteri.
b. Hindari iritasi. Ini termasuk tampon dan bantalan berparfum.
c. Usap dari depan ke belakang setelah menggunakan toilet. Hindari
penyebaran bakteri dari tinja ke vagina.
d. Jangan gunakan douche. Vagina anda tidak memerlukan pembersihan
lain dari mandi biasa. Berulang menggunakan douche mengganggu
organisme normal yang berada di vagina dan dapat benar-benar
meningkatkan risiko infeksi vagina. Douche tidak menghilangkan
sebuah infeksi vagina.
e. Gunakan kondom lateks laki-laki. Ini membantu mencegah infeksi yang
ditularkan melalui hubungan seksual.
f. Pakailah pakaian katun dan stoking dengan pembalut di
selangkangannya. Jika Anda merasa nyaman tanpa itu, langsung
mengenakan pakaian tidur. Ragi tumbuh subur di lingkungan lembab.

70. VAGINITIS
Vaginitis adalah suatu peradangan pada lapisan vagina
1. Infeksi
-Bakteri (misalnya klamidia, gonokokus)
- Jamur (misalnya kandida), terutama pada penderita diabetes, wanita hamil dan pemakai antibiotik
-Protozoa (misalnya Trichomonas vaginalis)
- Virus (misalnya virus papiloma manusia dan virus herpes).
2.
Zat atau benda yang bersifat iritatif
- Spermisida, pelumas, kondom, diafragma, penutup serviks dan spons
- Sabun cuci dan pelembut pakaian
- Deodoran
- Zat di dalam air mandi
- Pembilas vagina
- Pakaian dalam yang terlalu ketat, tidak berpori-pori dan tidak menyerap keringat
- Tinja
3.
Tumor ataupun jaringan abnormal lainnya
4.
Terapi penyinaran
5.
Obat-obatan
Perubahan hormonal
Gejala

Gejala yang paling sering ditemukan adalah keluarnya cairan abnormal


dari vagina.

Dikatakan abnormal jika jumlahnya sangat banyak, baunya menyengat


atau disertai gatal-gatal dan nyeri.

Cairan yang abnormal sering tampak lebih kental dibandingkan cairan


yang normal dan warnanya bermacam-macam. Misalnya bisa seperti keju,
atau kuning kehijauan atau kemerahan.
Infeksi vagina karena bakteri cenderung mengeluarkan cairan
berwarna putih, abu-abu atau keruh kekuningan dan berbau amis.

Setelah melakukan hubungan seksual atau mencuci vagina dengan


sabun, bau cairannya semakin menyengat karena terjadi penurunan
keasaman vagina sehingga bakteri semakin banyak yang tumbuh.
Dari vagina keluar cairan kental seperti keju.

Infeksi ini cenderung berulang pada wanita penderita diabetes dan wanita
yang mengkonsumsi antibiotik.
Infeksi karena Trichomonas vaginalis menghasilkan cairan berbusa yang
berwarna putih, hijau keabuan atau kekuningan dengan bau yang tidak
sedap.
PENGOBATAN

Jika cairan yang keluar dari vagina normal, kadang pembilasan dengan air bisa membantu
mengurangi jumlah cairan.

Cairan vagina akibat vaginitis perlu diobati secara khusus sesuai dengan penyebabnya.
Jika penyebabnya adalah infeksi, diberikan antibiotik, anti-jamur atau anti-virus, tergantung
kepada organisme penyebabnya.

Untuk mengendalikan gejalanya bisa dilakukan pembilasan vagina dengan campuran cuka dan
air. Tetapi pembilasan ini tidak boleh dilakukan terlalu lama dan terlalu sering karena bisa meningkatkan
resiko terjadinya peradangan panggul.
Jika akibat infeksi labia (lipatan kulit di sekitar vagina dan uretra) menjadi menempel satu sama
lain, bisa dioleskan krim estrogen selama 7-10 hari.
Selain antibiotik, untuk infeksi bakteri juga diberikan jeli asam propionat agar cairan vagina lebih
asam sehingga mengurangi pertumbuhan bakteri.
Pada infeksi menular seksual, untuk mencegah berulangnya infeksi, kedua pasangan seksual
diobati pada saat yang sama.
Penipisan lapisan vagina pasca menopause diatasi dengan terapi sulih estrogen. Estrogen bisa
diberikan dalam bentuk tablet, plester kulit maupun krim yang dioleskan langsung ke vulva dan vagina.
Pengobatan Umum Untuk Vaginitis & Vulvitis
Jenis infeksi
Pengobatan
Miconazole, clotrimazole, butoconazole atau terconazole (krim, tablet
vagina atau supositoria)
Fluconazole atau ketoconazole< (tablet)
Biasanya metronidazole atau clindamycin (tablet vagina) atau metronidazole
(tablet).
Jika penyebabnya gonokokus biasanya diberikan suntikan ceftriaxon & tablet
Bakteri
doxicyclin
Klamidia
Doxicyclin atau azithromycin (tablet)
Trikomonas
Metronidazole (tablet)
Virus papiloma manusia
Asam triklorasetat (dioleskan ke kutil), untuk infeksi yg berat digunakan
(kutil genitalis)
larutan nitrogen atau fluorouracil (dioleskan ke kutil)
Virus herpes
Acyclovir (tablet atau salep)
Selain obat-obatan, penderita juga sebaiknya memakai pakaian dalam yang tidak terlalu ketat dan
menyerap keringat sehingga sirkulasi udara tetap terjaga (misalnya terbuat dari katun) serta menjaga
kebersihan vulva (sebaiknya gunakan sabun gliserin).
Jamur

Untuk mengurangi nyeri dan gatal-gatal bisa dibantu dengan kompres dingin pada vulva atau
berendam dalam air dingin.

PENCEGAHAN
Kebersihan yang baik dapat mencegah beberapa jenis vaginitis dari berulang
dan dapat meredakan beberapa gejala:
a. Hindari bathtub dan pusaran air panas spa. Bilas sabun dari luar
daerah genital Anda setelah mandi, dan keringkan area itu dengan
baik untuk mencegah iritasi. Jangan gunakan sabun wangi atau kasar,
seperti yang dengan deodoran atau antibakteri.
b. Hindari iritasi. Ini termasuk tampon dan bantalan berparfum.
c. Usap dari depan ke belakang setelah menggunakan toilet. Hindari
penyebaran bakteri dari tinja ke vagina.
d. Jangan gunakan douche. Vagina anda tidak memerlukan pembersihan
lain dari mandi biasa. Berulang menggunakan douche mengganggu
organisme normal yang berada di vagina dan dapat benar-benar
meningkatkan risiko infeksi vagina. Douche tidak menghilangkan
sebuah infeksi vagina.
e. Gunakan kondom lateks laki-laki. Ini membantu mencegah infeksi yang
ditularkan melalui hubungan seksual.
f. Pakailah pakaian katun dan stoking dengan pembalut di
selangkangannya. Jika Anda merasa nyaman tanpa itu, langsung
mengenakan pakaian tidur. Ragi tumbuh subur di lingkungan lembab.

71. Vaginosis Bakterial


Vaginosis Bakterial VB seringkali disebut sebagai vaginal bacteriosis adalah penyakit pada vagina yang
disebabkan oleh bakteri. Oleh CDC-centre of disease control tidak dimasukkan kedalam golongan IMSInfeksi Menular Seksual . VB disebabkan oleh gangguan kesimbangan flora bakteri vagina dan seringkali
dikacaukan dengan infeksi jamur (kandidiasis) atau infeksi trikomonas
Gejala & Tanda
Gejala utama VB adalah keputihan homogen yang abnormal (terutama pasca sanggama) dengan bau tidak
sedap.
Cairan keputihan berada di dinding vagina dan tidak disertai iritasi, nyeri atau eritema.
Tak seperti halnya dengan keputihan vagina normal, keputihan pada VB jumlahnya bervariasi dan
umumnya menghilang sekitar 2 minggu sebelum haid.
Etiologi
Pada vagina normal, terdapat sejumlah mikroorganisme ; diantaranya adalah Lactobacillus crispatus dan
Lactobacillus jensenii.

Laktobasilus adalah spesies penghasil hidrogen peroksidase yang mampu mencegah pertumbuhan
mikroorganisme vagina lain. Mikroorganisme yang terkait dengan VB sangat beragam dan diantaranya
adalah Gardnerella vaginalis, Mobiluncus, Bacteroides, dan Mycoplasma
Perubahan dalam flora vagina normal antara lain adalah berkurangnya laktobasilus akibat penggunaan
antibiotika atau gangguan keseimbangan pH sehingga terjadi pertumbuhan berlebihan dari bakteri lain.
Meskipun VB berhubungan dengan aktivitas seksual, tidak ada bukti jelas mengenai adanya penularan
seksual. Pada pasien yang tidak memiliki aktivitas seksual aktif dapat pula terjadi VB. VB merupakan
gangguan keseimbangan biologi dan kimiawi dari flora normal vagina. Penelitian akhir meneliti
hubungan antara pengobatan pasangan seksual dan eradikasi VB berulang. Ibu hamil dan wanita dengan
IMS memiliki resiko tinggi menderita VB. Kadang-kadang VB terjadi pada pasien pasca menopause.
Anemia defisiensi zat besi merupakan prediktor kuat adanya VB pada ibu hamil.
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis VB harus dilakukan hapusan vagina yang selanjutnya diperiksa mengenai :
Bau khas fishy odor pada preparat basah yang disebut sebagai whiff test yang dilakukan dengan
meneteskan potassium hydroxide-KOH pada microscopic slide yang sudah ditetesi dengan cairan
keputihan.
Hilangnya keasaman vagina. Seperti diketahui, bahwa untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri, pH
vagina berkisar antara 3.8 4.2. Pemeriksaan dengan kertas lakmus yang memperlihatkan adanya pH > 5
memperlihatkan terjadinya VB.
Adanya clue cells . Cara pemeriksaan adalah dengan meneteskan larutan NaCl pada microscop slide yang
telah dibubuhi dengan cairan keputihan. Clue cell adfalah sel epitel yang dikelilingi oleh bakteria
Diagnosa Banding :
Keputihan normal.
Kandidiasis (infeksi jamur).
Trikomoniasis, yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis.

GAMBARAN KLINIK
Diagnosa VB atas dasar Kriteria Amsel:9
1.
Cairan vagina berwarna putih
kekuningan, encer dan homogen
2.
Clue cells pada pemeriksaan mikroskopik
3.
pH vagina >4.5
4. Whiff Test positif (bau amis timbul setelah pada cairan vagina diteteskan larutan KOH - potassium
hydroxide
Konfirmasi diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 4 kriteria diatas 2 Pengecatan Gram
Alternatif diagnosis adalah dengan melakukan pengecatan gram pada hapusan vagina dengan kriteria
Hay/Ison atau Kriteria Nugent
Kriteria Hay/Ison : (Hay et al., 1994)
Grade 1 (normal) : predominasi dari morfotipe laktobasilus
Grade 2 (intermediate) : Flora campuran dengan sejumlah kecil laktobasilus dan Gardnerella dan
Mobiluncus

Grade 3 (vaginosis bakterial) : predominasi dari Gardnerella dan atau morfotipe Mobiluncus. Latobasilus
minimal atau tak ditemukan
Standard untuk penelitian adalah menggunakan Kriteria Nugent.
Kriteria ini menggunakan skoring 0 10
Skore 0 3 , diagnosis VB negatif
Skore 4 6 , intermediate
Skore > 7 , diagnosis VB positif
Penelitian terbaru membandingkan antara pengecatan gram dengan kriteria Nugent dan Hibridisasi DNA
Affirm VPIII dalam penegakkan diagnosa VB.
Test Affirm VPIII dapatb mendeteksi 93% sediaan vagina yang positif VB melalui pemeriksaan
pengecatan Gram.
Sensitivitas Affirm VPIII test adalah 87.7% dan spesifisitas nya 96% dan dapat digunakan untuk
penegakkan diagnosa VB secara cepat pada penderita VB.
Terapi
Antibiotika
Metronidazole atau clindamycin peroral atau lokal adalah trerapi yang efektif13 Namun angka
kekambuhan juga cukup tinggi 6
Regimen medikamentosa umum adalah Metronidazol 500 mg 2 dd 1 (setiap 12 jam) selama 7 hari14
Dosis tunggal tidak dianjurkan oleh efektivitasnya erendah.
Tidak diperlukan terapi pada pasangan seksual.
Komplikasi
Meningkatnya kepekaan terhadap IMS termasuk infeksi HIV dan komplikasi pada ibu hamil.
Epidemiologi
Diperkirakan 1 dari 3 wanita terserang dengan VB dalam satu episode kehidupan mereka 18

72. SALPINGITIS
Kompetensi
: 3A
Laporan Penyakit
: -

ICD X : N70

a. Definisi
Infeksi saluran tuba uterina
b. Penyebab
Salpingitis akut kebanyakan disebabkan oleh infeksi gonore. Salpingitis kronik dapat berbentuk
sebagai piosalping, hidrosalping atau salpingitis ismika nodosa.
Pada salpingitis akut perlu dipikirkan kemungkinan kehamilan ektopik atau apendisitis sebagai
diagnosis banding.
c. Gambaran Klinis

1) Pasien mengeluh nyeri perut bagian bawah, unilateral atau bilateral. Nyeri ini bertambah pada
gerakan.
2) Kadang terdapat perdarahan di luar siklus dan sekret vagina berlebihan.
3) Pada yang akut terdapat demam yang kadang disertai keluhan menggigil.
4) Terdapat nyeri tekan di abdomen bagian bawah disertai nyeri pada pergerakan serviks.
Parametrium nyeri unilateral atau bilateral.
d. Diagnosis
Nyeri tekan dan kaku daerah tuba pada pemeriksaan dalam ginekologi.
e. Penatalaksanaan
1) Pasien dianjurkan untuk tirah baring pada posisi Fowler.
2) Berikan antibiotik spektrum luas dalam dosis yang tinggi:
a) Ampisilin 2 g i.v, kemudian 1 g tiap 6 jam.
b) ditambah gentamisin 5 mg/kgBB i.v dosis tunggal/hari dan metronidazol 500 mg i.v tiap 8
jam.
c) Lanjutkan antibiotik ini sampai pasien tidak demam selama 24 jam.
3) Pilihan lain: doksisiklin 100 mg tiap 12 jam selama 10 hari.
4) Jika pasien menggunakan AKDR, maka AKDR tersebut harus dicabut.
5) Jika tata laksana ini tidak menolong, pasien sebaiknya dirujuk.

73. Kehamilan Normal


Proses Kehamilan
Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya
diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan.
Pembuahan
Pembuahan (Konsepsi) adalah merupakan awal dari kehamilan, dimana satu sel telur dibuahi oleh satu
sperma.
Ovulasi (pelepasan sel telur) adalah merupakan bagian dari siklus menstruasi normal, yang terjadi sekitar
14 hari sebelum menstruasi. Sel telur yang dilepaskan bergerak ke ujung tuba falopii (saluran telur) yang
berbentuk corong , yang merupakan tempat terjadinya pembuahan.
Jika tidak terjadi pembuahan, sel telur akan mengalami kemunduran (degenerasi) dan dibuang melalui
vagina bersamaan dengan darah menstruasi. Jika terjadi pembuahan, maka sel telur yang telah dibuahi
oleh sperma ini akan mengalami serangkaian pembelahan dan tumbuh menjadi embrio (bakal janin).
Jika pada ovulasi dilepaskan lebih dari 1 sel telur dan kemudian diikuti dengan pembuahan, maka akan
terjadi kehamilan ganda, biasanya kembar 2. Kasus seperti ini merupakan kembar fraternal.
Kembar identik terjadi jika pada awal pembelahan, sel telur yang telah dibuahi membelah menjadi 2 sel
yang terpisah atau dengan kata lain, kembar identik berasal dari 1 sel telur.
Pada saat ovulasi, lapisan lendir di dalam serviks (leher rahim) menjadi lebih cair, sehingga sperma
mudah menembus ke dalam rahim. Sperma bergerak dari vagina sampai ke ujung tuba falopii yang
berbentuk corong dalam waktu 5 menit.
Sel yang melapisi tuba falopii mempermudah terjadinya pembuahan dan pembentukan zigot (sel telur
yang telah dibuahi).
Implantasi dan Perkembangan Plasenta
Implantasi adalah penempelan blastosis ke dinding rahim, yaitu pada tempatnya tertanam.
Blastosis biasanya tertanam di dekat puncak rahim, pada bagian depan maupun dinding belakang.
Dinding blastosis memiliki ketebalan 1 lapis sel, kecuali pada daerah tertentu terdiri dari 3-4 sel. Sel-sel
di bagian dalam pada dinding blastosis yang tebal akan berkembang menjadi embrio, sedangkan sel-sel di
bagian luar tertanam pada dinding rahim dan membentuk plasenta (ari-ari).
Plasenta menghasilkan hormon untuk membantu memelihara kehamilan dan memungkin perputaran
oksigen, zat gizi serta limbah antara ibu dan janin.
Implantasi mulai terjadi pada hari ke 5-8 setelah pembuahan dan selesai pada hari ke 9-10.
Dinding blastosis merupakan lapisan luar dari selaput yang membungkus embrio (korion). Lapisan dalam
(amnion) mulai dibuat pada hari ke 10-12 dan membentuk kantung amnion.
Kantung amnion berisi cairan jernih (cairan amnion) dan akan mengembang untuk membungkus embrio
yang sedang tumbuh, yang mengapung di dalamnya.
Tonjolan kecil (vili) dari plasenta yang sedang tumbuh, memanjang ke dalam dinding rahim dan
membentuk percabangan seperti susunan pohon.

Susunan ini menyebabkan penambahan luas daerah kontak antara ibu dan plasenta, sehingga zat gizi dari
ibu lebih banyak yang sampai ke janin dan limbah lebih banyak dibuang dari janin ke ibu.
Pembentukan plasenta yang sempurna biasanya selesai pada minggu ke 18-20, tetapi plasenta akan terus
tumbuh selama kehamilan dan pada saat persalinan beratnya mencapai 500 gram.
Perkembangan Embrio
Embrio pertama kali dapat dikenali di dalam blastosis sekitar 10 hari setelah pembuahan. Kemudian
mulai terjadi pembentukan daerah yang akan menjadi otak dan medulla spinalis, sedangkan jantung dan
pembuluh darah mulai dibentuk pada hari ke 16-17.
Jantung mulai memompa cairan melalui pembuluh darah pada hari ke 20 dan hari berikutnya muncul sel
darah merah yang pertama.
Selanjutnya, pembuluh darah terus berkembang di seluruh embrio dan plasenta.
Organ-organ terbentuk sempurna pada usia kehamilan 12 minggu (10 minggu setelah permbuahan),
kecuali otak dan medulla spinalis, yang terus mengalami pematangan selama kehamilan.
Kelainan pembentukan organ (malformasi) paling banyak terjadi pada trimester pertama (12 minggu
pertama) kehamilan, yang merupakan masa-masa pembentukan organ dimana embrio sangat rentan
terhadap efek obat-obatan atau virus. Karena itu seorang wanita hamil sebaiknya tidak menjalani
immunisasi atau mengkonsumsi obat-obatan pada trimester pertama kecuali sangat penting untuk
melindungi kesehatannya. Pemberian obat-obatan yang diketahui dapat menyebabkan malformasi harus
dihindari.
Pada awalnya, perkembangan embrio terjadi dibawah lapisan rahim pada salah satu sisi rongga rahim,
tetapi pada minggu ke 12, janin (istilah yang digunakan setelah usia kehamilan mencapai 8 minggu) telah
mengalami pertumbuhan yang pesat sehingga lapisan pada kedua sisi rahim bertemu (karena janin telah
memenuhi seluruh rahim)
.
Hormon pada Kehamilan
Hormon adalah zat kimia yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Pada saat hamil produksi hormon
tersebut menjadi lebih banyak dan masing-masing hormon berguna untuk mengatur pertumbuhan janin
selama kehamilan. Beberapa jenis hormon dan fungsinya yang telah dikenal adalah :
1.
HCG (human chorionic gonadotrophin)
Hormon ini dihasilkan oleh embrio. Berfungsi untuk mencegah haid dan meningkatkan kadar
progesteron. Kadar HCG yang tinggi pada tiga bulan pertama diperkirakan penyebab morning sickness
2.
Estrogen dan Progesteron
Hormon ini merupakan salah satu hormon penting dalam kehamilan yang mengatur kehamilan.
Progesteron mempersiapkan lapisan rahim untuk menerima telur yang sudah dibuahi, merangsang
perkembangan jaringan tubuh serta menimbulkan rasa tenang. Bersama dengan estrogen, hormon
progesteron juga berguna untuk merangsang perkembangan kelenjar air susu, memperbesar buah dada,
dan membuat areola melebar dan lebih gelap.
3.
Relaxin
Hormon ini melembutkan rahim dan mengendorkan otot panggul untuk persiapan kelahiran.
4.

Oksitosin

Hormon ini berfungsi untuk merangsang kontraksi rahim untuk mendorong bayi keluar. Oksitosin juga
berguna untuk membantu rahim mengkerut ke ukuran normal setelah melahirkan dan merangsang
produksi air susu selama proses menyusui.
5.
Prostaglandin
Bertugas untuk merangsang kehamilan. Wanita memproduksi hormon ini ketika janin siap lahir. Cairan
semen yang dikeluarkan pria ketika ejakulasi juga mengandung hormon Prostaglandin
6.
Endorfin
Hormon endorfin menimbulkan rasa tenang dan menghilangkan rasa sakit. Hormon endorfin meningkat
selama kehamilan dan memuncak saat persalinan/kelahiran
Tanda dan Gejala Awal Kehamilan
Tanda dan gejala pada masing-masing wanita hamil berbeda-beda. Ada yang mengalami gejala-gejala
kehamilan sejak awal, ada yang beberapa minggu kemudian, atau bahkan tidak memiliki gejala kehamilan
dini. Namun, tanda yang pasti dari kehamilan adalah terlambatnya periode menstruasi. Selain itu
didapatkan tanda-tanda lain yaitu :
1. Nyeri atau payudara yang terasa membesar, keras, sensitif dengan sentuhan. Tanda ini muncul dalam
waktu 1-2 minggu setelah konsepsi (pembuahan). Dalam waktu 2 minggu setelah konsepsi, payudara
seorang wanita hamil akan mengalami perubahan untuk persiapan produksi ASI yang dipengaruhi oleh
hormon estrogen dan progesteron.
2. Mual pagi hari (morning sickness) umum terjadi pada triwulan pertama. Meskipun disebut morning
sickness, namun mual dan muntah dapat terjadi kapan saja selama kehamilan. Penyebab mual dan muntah
ini adalah perubahan hormonal yang dapat memicu bagian dari otak yang mengontrol mual dan muntah.
Gejala ini dialami oleh 75% wanita hamil.
3. Mudah lelah, lemas, pusing, dan pingsan adalah gejala kehamilan yang disebabkan oleh pelebaran
pembuluh darah dalam kehamilan atau kadar gula darah yang rendah.
4. Sakit kepala pada umumnya muncul pada minggu ke-6 kehamilan yang disebabkan oleh peningkatan
hormon.

5. Konstipasi (sulit BAB) terjadi karena peningkatan hormon progesteron yang menyebabkan kontraksi
usus menjadi lebih pelan dan makanan lebih lambat melalui saluran pencernaan.
6. Perubahan mood karena pengaruh hormon.
7. Bercak perdarahan. Terjadi ketika telur yang sudah dibuahi berimplantasi (melekat) ke dinding rahim
sekitar 10-14 hari setelah fertilisasi (pembuahan). Tipe perdarahan umumnya sedikit, bercak bulat,
berwarna lebih cerah dari darah haid, dan tidak berlangsung lama.
Perkembangan Janin Selama Kehamilan
Minggu 4
Bayi membentuk embrio yang memproduksi hormon kehamilan.
Pembentukan otak dan tulang belakang serta jantung dan aorta.
Minggu 5

Terbentuk 3 lapisan, yaitu ectoderm (lapisan paling atas yang akan membentuk sistem syaraf pada janin
lalu membentuk otak, tulang belakang, kulit dan rambut), mesoderm (lapisan tengah yang akan
membentuk organ jantung, buah pinggang, tulang dan organ reproduksi), dan endoderm (lapisan paling
dalam yang akan membentuk usus, hati, pankreas, dan kandung kemih).
Minggu 8
Seluruh organ tubuh utama bayi telah terbentuk meskipun belum berkembang sempurna. Mata dan telinga
mulai terbentuk. Jantung berdetak kuat. Dengan ultrasound kita dapat melihat jantung janin berdenyut.
Minggu 12
Panjang janin sekarang sekitar 6,5 cm dan bobotnya sekitar 18 gram. Kepala bayi menjadi lebih bulat dan
wajah telah terbentuk sepenuhnya. Jari-jari tangan dan kaki terbentuk dan kuku mulai tumbuh. Bayi mulai
menggerak-gerakkan tungkai dan lengannya, tetapi ibu belum dapat merasakan gerakan-gerakan ini.
Minggu 16
Panjang janin sekarang sekitar 16 cm dan bobotnya sekitar 35 gram. Dengan bantuan scan, kita dapat
melihat kepala dan tubuh bayi, kita juga dapat melihatnya bergerak-gerak. Ia menggerak-gerakkan
seluruh tungkai dan lengannya, menendang dan menyepak. Inilah tahap paling awal di mana ibu dapat
merasakan gerakan bayi. Rasanya seperti ada seekor kupu-kupu dalam perutmu. Tetapi, ibu tidak perlu
khawatir jika belum dapat merasakan gerakan ini. Jika si bayi adalah anak pertama, biasanya ibu agak
lebih lambat dalam merasakan gerakannya.
Minggu 20
Bayi masih berenang-renang dalam lautan air ketuban. Ia tumbuh dengan pesat, baik dalam bobot
maupun panjangnya yang sekarang telah mencapai 25 cm, yaitu separuh dari panjangnya ketika ia
dilahirkan nanti dan bobotnya sudah sekitar 340 gram. Bayi membuat gerakan-gerakan aktif yang dapat
dirasakan ibu. Mungkin ibu memperhatikan ada saat-saat di mana bayi tampaknya tidur, dan saat-saat lain
di mana ia melakukan banyak gerak.
Minggu 24
Sekarang panjang bayi sekitar 32 cm dan bobotnya 500 gram. Ibu dapat merasakan bagian-bagian tubuh
bayi yang berbeda yang menyentuh dinding perutnya. Otot rahim ibu meregang dan terkadang ibu
merasakan sakit di bagian perutnya.
Minggu 30
Kepala bayi sekarang sudah proporsional dengan tubuhnya. Ibu mungkin mengalami tekanan di bagian
diafrakma dan perut. Sekarang bobot bayi sekitar 1700 gram dan panjangnya sekitar 40 cm.
Minggu 36
Bayi sudah hampir sepenuhnya berkembang. Sewaktu-waktu ia dapat turun ke rongga pinggul ibu. Kulit
bayi sudah halus sekarang dan tubuhnya montok. Apabila ia bangun, matanya terbuka dan ia dapat
membedakan antara terang dan gelap. Sekarang panjang bayi sekitar 50 cm dan bobotnya berkisar antara
2500 hingga 4500 gram.

Minggu 37-42
Bayi siap lahir. Ibu tidak perlu khawatir jika bayinya tidak lahir tepat pada waktu yang telah diperkirakan.
Persentasenya hanya 5% bayi lahir tepat pada tanggal yang diperkirakan. Waktu yang telah lama dinanti
hampir tiba dan si bayi akan segera melihat dunia. Sementara itu, rambut lanugo (= rambut badan) bayi
telah lenyap meskipun mungkin masih ada yang tersisa di punggung dan dahinya. Sebagian bayi lahir
agak terlalu cepat, sebagian lainnya agak sedikit terlambat.
Antenatal Care
Ante Natal Care adalah merupakan cara penting untuk memonitoring dan mendukung kesehatan ibu
hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal, ibu hamil sebaiknya dianjurkan
mengunjungi bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan
pelayanan dan asuhan antenatal (Prawirohardjo. S, 2006 :52).
Standart Pelayanan Ante Natal Care (ANC)
Standar 1 : Metode Asuhan
Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah : Pengumpulan
data dan analisa data, penentuan diagnosa perencanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Standar 2 : Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis berkesinambungan. Data
yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Standar 3: Identifikasi Ibu Hamil
Bidan melakukan kunjungan rurnah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk
memberikan penyuluhan dan memotivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar mendorong ibu untuk
memeriksakan kehamilannya sejak dini dan secara teratur.
Standar 4: Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Bidan memberikan sedikitnya 4x pelayanan antenatal. Pemeriksaan meliputi anamnesis dan pemantauan
ibu dan janin dengan seksama untuk menilai apakah perkembangan berlangsung normal. Bidan juga harus
mengenal kehamilan risti/kelainan, khususnya anemia, kurang gizi, hipertensi, PMS (Penyakit Menular
Seksual) / infeksi HIV (Human Immuno Deficiency Virus) ; memberikan pelayanan imunisasi, nasehat
dan penyuluhan kesehatan serta tugas terkait lainnya yang diberikan oleh Puskesmas. Mereka harus
mencatat data yang tepat pada setiap kunjungan. Bila ditemukan kelainan, mereka harus mampu
mengambil tindakan yang diperlukan dan rnerujuknya untuk tindakan selanjutnya.
Standar 5: Palpasi Abdominal
Bidan melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan
usia kehamilan; serta bila umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah janin dan
masuknya kepala janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat
waktu.
Standar 6: Pengelolaan Anemia pada Kehamilan

Bidan melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan dan/atau rujukan semua kasus anemia
pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Bidan menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda serta
gejala preeklamsi lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
Standar 8 : Persiapan Persalinan
Bidan memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarganya pada trimester ketiga,
untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang bersih dan aman serta suasana yang menyenangkan
akan direncanakan dengan baik, disamping persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk, bila tiba-tiba
terjadi kadaan gawat darurat. Bidan hendaknya kunjungan rumah untuk hal ini.
Penatalaksanaan Ante Natal Care (ANC)
Pelayanan Ante Natal Care (ANC) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama
kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan Ante Natal Care (ANC), selengkapnya mencakup banyak
hal yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik baik umum dan kebidanan, pemeriksaan laboratorium
atas indikasi serta intervensi dasar dan khusus sesuai dengan resiko yang ada. Namun dalam penerapan
operasionalnya dikenal standar minimal 7T untuk pelayanan Ante Natal Care (ANC) yang terdiri atas:
(Timbang) berat badan
Ukuran berat badan dalam kg tanpa sepatu dan memakai pakaian yang seringan-ringannya. Berat badan
kurang dari 45 kg pada trimester III dinyatakan ibu kurus kemungkinan melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah.
Ukur (tekanan) darah
Untuk mengetahui setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenali tanda-tanda serta gejala
preeklamsia lainnya, serta mengambil tindakan yang tepat dan merujuknya.
Ukur (tinggi) fundus uteri
Pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palpasi untuk memperkirakan usia kehamilan;
serta bila umur kehamilan bertambah, memeriksa posisi, bagian terendah janin dan masuknya kepala
janin ke dalam rongga panggul, untuk mencari kelainan serta melakukan rujukan tepat waktu.
Kunjungan Ante Natal Care (ANC)
Kunjungan ibu hamil adalah kontak ibu hamil dengan tenaga profesional untuk mendapatkan pelayanan
Ante Natal Care (ANC) sesuai standar yang ditetapkan. Istilah kunjungan disini tidak hanya mengandung
arti bahwa ibu hamil yang berkunjung ke fasilitas pelayanan, tetapi adalah setiap kontak tenaga kesehatan
baik diposyandu, pondok bersalin desa, kunjungan rumah dengan ibu hamil tidak memberikan pelayanan
Ante Natal Care (ANC) sesuai dengan standar dapat dianggap sebagai kunjungan ibu hamil (Depkes RI,
2001:31)

Kunjungan ibu hamil Kl


Kunjungan baru ibu hamil adalah kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan.
Kunjungan ulang
Kunjungan ulang adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang kedua dan seterusnya, untuk
mendapatkan pelayanan antenatal sesuai dengan standar selama satu periode kehamilan berlangsung.
K4
K4 adalah kontak ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang ke empat atau lebih untuk mendapatkan
pelayanan Ante Natal Care (ANC) sesuai standar yang ditetapkan dengan syarat:
1) Satu kali dalam trimester pertama (sebelum 14 minggu).
2) Satu kali dalam trimester kedua (antara minggu 14-28)
3) Dua kali dalam trimester ketiga (antara minggu 28-36 dan setelah minggu ke 36).
4) Pemeriksaan khusus bila terdapat keluhan-keluhan tertentu
Suplemen yang dianjurkan selama kehamilan
1. Asam folat. Asam folat yang dikonsumsi sebelum hamil dan selama kehamilan melindungi dari
gangguan saraf pada janin (anensefali, spina bifida). Wanita hamil disarankan mengkonsumsi asam folat
400 g/hari selama 12 minggu kehamilan karena kebutuhan asam folat tidak dapat dipenuhi hanya dari
makanan.
2. Zat besi. Zat besi adalah komponen utama dari hemoglobin yang bekerja mengangkut oksigen di dalam
darah. Selama kehamilan, suplai darah meningkat untuk memberikan nutrisi ke janin. Suplemen besi yang
dibutuhkan adalah 30 50 mg/hari dan disarankan pada wanita hamil dengan hemoglobin < 10 atau 10,5
g/dl pada akhir kehamilan. Selain suplemen, zat besi juga terkandung pada daging, telur, kacang, sayuran
hijau, gandum, dan buah-buahan kering. Suplemen besi sebaiknya dikonsumsi diantara waktu makan
dengan perut yang kosong atau diikuti jus jeruk untuk meningkatkan penyerapan.
3. Kalsium. Kalsium penting di dalam mengatur kekuatan tulang wanita hamil dan pertumbuhan tulang
bagi janin. Kalsium yang disarankan sebanyak 1.200 mg untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin.
Kalsium sebaiknya dikonsumsi ketika sedang makan, diikuti dengan jus buah yang kaya vitamin C untuk
meningkatkan penyerapan.

74. Aborsi Spontan Komplit


Macam-macam Abortus adalah:
1. Abortus spontan
2. Abortus yang disengaja
3. Abortus tidak aman
4. Abortus septik
Abortus spontan adalah penghentian kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas (usia kehamilan 22
minggu). Tahapan abortus spontan meliputi :
1. Abortus imminens (kehamilan dapat berlanjut).
2. Abortus insipiens (kehamilan tidak akan berlanjut dan akan berkembang menjadi
abortus inkomplit atau abortus komplit).
3. Abortus inkomplit (sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan).
4. Abortus komplit (seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan).
Abortus yang disengaja adalah suatu proses dihentikannya kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas.
Abortus tidak aman adalah suatu prosedur yang dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman atau
dalam lingkungan yang tidak memenuhi standar medis minimal atau keduanya.
Abortus septik adalah abortus yang mengalami komplikasi berupa infeksi-sepsis dapat berasal dari infeksi
jika organisme penyebab naik dari saluran kemih bawah setelah abortus spontan atau abortus tidak aman.
Sepsis cenderung akan terjadi jika terdapat sisa hasil konsepsi atau terjadi penundaan dalam pengeluaran
hasil konsepsi. Sepsis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada abortus tidak aman dengan
menggunakan peralatan.
Penanganan
Jika dicurigai suatu abortus tidak aman terjadi, periksalah adanya tanda-tanda infeksi atau adanya
perlukaan uterus, vagina dan usus, lakukan irigasi vagina untuk mengeluarkan tumbuh-tumbuhan, obatobat lokal atau bahan lainnya.
Penanganan abortus imminens :
1. Tidak perlu pengobatan khusus atau tirah baring total.
2. Jangan melakukan aktifitas fisik berlebihan atau hubungan seksual.
3. Jika perdarahan :
- Berhenti : lakukan asuhan antenatal seperti biasa, lakukan penilaian jika
perdarahan terjadi lagi.
- Terus berlangsung : nilai kondisi janin (uji kehamilan atau USG). Lakukan
konfirmasi kemungkinan adanya penyebab lain. Perdarahan berlanjut,
khususnya jika ditemukan uterus yang lebih besar dari yang diharapkan,
mungkin menunjukkan kehamilan ganda atau mola.
4. Tidak perlu terapi hormonal (estrogen atau progestin) atau tokolitik (misalnya
salbutamol atau indometasin) karena obat-obat ini tidak dapat mencegah
abortus.
Penanganan abortus insipiens :
1. Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi
vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :

- Berikan ergometrin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila


perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila
perlu).
- Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
2. Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
- Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
- Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena
(garam fisiologik atau larutan ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per
menit untuk membantu ekspulsi hasil konsepsi.
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
Penanganan abortus inkomplit :
1. Jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang 16 minggu,
evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk
mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan
berhenti, beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler atau misoprostol 400 mcg per
oral.
2. Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang 16
minggu, evaluasi sisa hasil konsepsi dengan :
- Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi
dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual
tidak tersedia.
- Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskuler (diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg
per oral (dapat diulang setelah 4 jam bila perlu).
3. Jika kehamilan lebih 16 minggu :
- Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik
atau ringer laktat) dengan kecepatan 40 tetes per menit sampai terjadi
ekspulsi hasil konsepsi.
- Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai
terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg).
- Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
4. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
Penanganan abortus komplit :
1. Tidak perlu evaluasi lagi.
2. Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak.
3. Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
4. Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per hari
selama 2 minggu. Jika anemia berat berikan transfusi darah.
5. Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut.
Pemantauan Pasca Abortus
Insidens abortus spontan kurang lebih 15% (1 dari 7 kehamilan) dari seluruh kehamilan.
Syarat-syarat memulai metode kontrasepsi dalam waktu 7 hari pada kehamilan yang tidak diinginkan :
1. Tidak terdapat komplikasi berat yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.
2. Ibu menerima konseling dan bantuan secukupnya dalam memilih metode
kontrasepsi yang paling sesuai.

75. Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil


Anemia adalah kehamilan dengan kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11%
pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5% pada trimester 2. Nilai batas tersebut perbedaannya
dengan kondisi wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester ke 2.
Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai
oleh penurnan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan
konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun.
Pada kehamilan anemia kekurangan besi akan timbul jika keperluan besi (kira-kira
1000mg pada kehamilan tunggal) tidak dapat dipenuhi dari cadangan besi dan dari besi yang
dapat diabsorpsi dari traktus gastrointestinal.
Volume darah bertambah cepat pada kehamilan trimester 2 sehingga kekurangan besi
seringkali terlihat pada turunnya kadar hemoglobin. Meskipun bertambahnya volume darah tidak
begitu banyak pada trimester 3, tetapi keperluan akan besi tetap banyak karena penambahan HB
ibu terus berlangsung dan lebih banyak besi yang diangkut melalui plasenta ke neonatus.
Pada kehamilan, kehilangan zat besi akibat pengalihan besi maternal ke janin untuk
eritropoeisis, kehilangan zat darah saat persalinan, dan laktasi yang jumlah keseluruhannya
mencapai 900mg atau setara 2 liter darah. Oleh karena sebagian besar perempuan mengawali
kehamilan dengan cadangan besi yang rendah, maka kebutuhan tambahan ini berakibat pada
anemia defisiensi besi.
Epidemiologi
1.Frekuensi ibu hamil dengan anemia cukup tinggi di Indonesia yaitu 63,5%,
sedangkan di amerika hanya 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang
terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anemia defesiensi pada ibu hamil di
Indonesia.
2.Menurut WHO, 40% kematian ibu di Negara berkembang berkaitan dengan anemia
dalam kehamilan.
3.Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh anemia defesiensi besi dan
perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi.
4.Defeisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan baik di
negara maju maupun negara berkembang. Risikonya meningkat pada kehamilan dan
PATOFISIOLOGI ANEMIA PADA KEHAMILAN
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau Hipervolemia. Akan
tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi
pengenceran darah.
ETIOLOGI ANEMIA PADA KEHAMILAN
Etiologi anemia defisiensi besi pada kehamilan, yaitu :
1.
Hipervolemia, menyebabkan terjadinya pengenceran darah
2.
Pertambahan darah tidak sebanding dengan pertambahan plasma
3.
Kurangnya zat besi dalam makanan
4.
Kebutuhan zat besi meningkat
5.
Gangguan pencernaan dan absorbs

FAKTOR RISIKO
Pada ibu hamil, beberapa faktor risiko yang berperan dalam meningkatkan prevalensi anemia defisiensi
zat besi, antara lain :
1. Umur ibu < 20 tahun dan > 35 tahun. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil. Karena akan membahayakan kesehatan dan
keselamatan ibu hamil maupun janinnya, berisiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu
mengalami anemia. Wintrobe (1987) menyatakan bahwa usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia,
yaitu semakin rendah usia ibu hamil maka semakin rendah kadar hemoglobinnya. Muhilal et al (1991)
dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat kecendrungan semakin tua umur ibu hamil maka
presentasi anemia semakin besar
2. Pendarahan akut
3. Pendidikan rendah
4. Pekerja berat
5. Konsumsi tablet tambah darah < 90 butir
6. Makan < 3 kali dan kurang mengandung zat besi
GEJALA ANEMIA PADA KEHAMILAN
Gejala anemia pada kehamilan yaitu
ibu mengeluh cepat lelah,
sering pusing, palpitasi,
mata berkunang-kunang,
malaise, lidah luka,
nafsu makan turun (anoreksia), konsentrasi hilang,
nafas pendek (pada anemia parah) dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda,
perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neurumuskular
DAMPAK ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA IBU HAMIL
Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan.
Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat
ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus imatur/prematur),
gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atoni),
gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi
ASI rendah),
dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lainlain).Pencegahan dan penanganan anemia
PENANGANAN & PENCEGAHAN ANEMIA
1) Pemberian tablet besi
Wanita hamil merupakan salah satu kelompok yang diprioritaskan dalam program suplementasi, dosis
yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua tablet (satu tablet mengandung 60 mg Fe dan 200 mg asam
folat) yang dimakan selama paruh kedua kehamilan karena pada saat tersebut kebutuhan akan zat besi
sangat tinggi (Daemeyer, 1995).
2) Pendididkan

Konsumsi tablet zat besi dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu sehingga orang cenderung
menolak tablet yang diberikan. Penolakan tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka
bahwa selama kehamilan mereka memerlukan tambahan zat besi. Agar mengerti para wanita hamil harus
diberikan pendidikan yang tepat misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi akibat anemi dan harus
pula diyakini bahwa salah satu penyebab anemia adalah defisiensi zat besi (Arisman, 2004).
3) Modifikasi makanan
Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara, pertama pemastian konsumsi
makanan yang cukup makanan yang cukup kalori sebesar yang dikonsunsi. Kedua meningkatkan
ketersediaan zat besi yang dimakan yaitu dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu dan
menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi. (Arisman, 2004)
4) Pengawasan penyakit infeksi
Pengobatan yang efektif dan tepat waktu dapat mengurangi dampak gizi yang tidak diinginkan. Tindakan
yang penting sekali dilakukan selama penyakit berlangsung adalah mendidik keluarga penderita tentang
cara makan yang sehat selama dan sesudah sakit. Pengawasan penyakit infeksi ini memerlukan upaya
kesehatan masyarakat, pencegahan seperti penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi dan kebersihan
perorangan ( Arisman, 2004).
5) Fortifikasi makanan
Merupakan salah satu cara terampuh dalam pencegahan defisiensi zat besi. Kelompok masyarakat yang
dijadikan target harus (dilatih) dibiasakan mengkonsumsi makanan fortifikasi ini serta harus memiliki
kemampuan untuk mendapatkannya (Arisman, 2004) . hasil olahan makanan fortifikasi yang paling lazim
adalah tepung gandum roti, makanan yang terbuat dari jagung serta jagung giling dan hasil olahan susu
meliputi formula bayi dan makanan sapihan (tepung bayi) (Daemeyer, 1995)

76. RUPTUR PERINEUM TINGKAT 1-2


Pengertian dan Penanganan Ruptur Perineum
Pengertian Ruputur Perineum (Menurut Harry Oxorn.1998.Ilmu Kebidanan.Patologi dan
Fisiologi,Yayasan Esesentia Medika)Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah
yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi, yaitu sumber
dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum vagina,
servik dan robekan uterus. Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan
perdarahan yang bersifat arteril atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan sumber
perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam atau speculum.
Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak dijumpai pada pertolongan persalinan. Jika perlukan hanya
mengenai bagian luar (superficial) saja atau jika perlukan tersebut tidak mengeluarkan darah, biasanya
tidak perlu dijahit. Hanya perlukan yang lebih dalam dimana jaringannya tidak bisa didekatkan dengan
baik atau perlukan yang aktif mengeluarkan darah memerlukan suatu penjahitan.
Tujuan dari penjahitan perineum adalah :
a.
Untuk mendekatkan jaringan-jaringan agar proses penyembuhan bisa terjadi. Proses penyembuhan
bisa terjadi, proses penyembuhan itu sendiri bukanlah hasil dari penjahitan tersebut tetapi hasil dari
pertumbuhan jaringan.
b. Untuk menghentikan perdarahan
Robekan perineum dibagi menjadi 4 tingkat :
a. Tingkat I
: Robekan terjadi pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa kulit perineum
b.
Tingkat II
: Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot pernei aranseralis, tetapi tidak
mengenai otot sfingerani.
c. Tingkat III : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani
d. Tingkat IV : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot sfingter ani dan mukosa rectum.
Robekan derajat pertama :
Robekan derajat pertama meliputi mukosa vagina, fourchette dan kulit perineum tepat dibawahnya.
Perbaikan robekan ini kecil dan diperbaiki sesederhana mungkin, tujuannya adalah merapatkan kembali
jaringan yang terpotong dan menghasilkan hemostass. Pada rata-rata kasus, beberapa jahitan terputus
lewat mukosa vagina, fourchette dan kulit perineum sudah memadai. Jika pendarahannya banyak, dapat
digunakan jahitan angka 8. jahitan terputus yang di simpul secara longgar, paling baik bagi kulit karena
jahitan ini kurang menimbulkan tegangan dan lebih mnyenangkan bagi pasiennya.
Ruptur Perineum Derajat Dua
Pada robekan tingkat dua dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot-otot
diafragma urogenitalis pada garis tengah terluka.
Pada robekan perineum tingkat dua, setelah diberi anesthesia lokal otot-otot diafragma urogenitalis
dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup
dengan mengikut sertakan jaringan-jaringan dibawahnya.
a.
Siapkan peralatan untuk melakukan penjahitan
1) Wadah berisi : sarung tangan, pemegang jarum, jarum jahit, benang jahit, kasa steril, pincet
Rasionalisasi : Ditempatkan dalam satu wadah agar memudahkan pekerjaan.
2) Kapas DTT
Rasionalisasi : Untuk membersihkan perineum dari lendir dan darah
3) Buka spuit sekali pakai 10 ml dari kemasan steril, jatuhkan dalam wadah DTT
Rasionalisasi : Menghindari adanya kontaminasi dari tangan penolong

4) Patahkan ampul lidokain


Rasionalisasi ; Lindokain untuk anestesi luka jalan lahir
b. Atur posisi bokong ibu pada posisi litotomi ditepi tempat tidur
Rasionalisasi : Agar luka terlihat dan penjahitan lebih mudah dilakukan
c.
Pasang kain bersih dibawah bokong ibu
Rasionalisasi : Menghindari terjadinya infeksi karena kain untuk persalinan sudah kotor oleh lendir dan
darah.
d. Atur lampu sorot atau senter kearah vulva / perineum ibu
Rasionalisasi : Untuk dapat melihat dengan jelas luka perineum
e.
Pastikan lengan / tangan tidak memakai perhiasan, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
Rasionalisasi : Mencuci tangan termasuk dalam upaya pencegahan infeksi dan di air mengalir karena
mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang di air yang tidak mengalir
f.
Pakaian satu sarung tangan DTT pada tangan kanan
Rasionalisasi : Untuk mengambil spuit yang ada pada wadah DTT
g.
Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi tabung suntik dengan lidokain dan letakkan
kembali kedalam wadah DTT
Rasionalisasi : Untuk memudahkan pekerjaan dan menjaga agar spuit tidak tersentuh oleh alat-alat onsteril
h. Lengkapi pemakaian sarung tangan pada tangan kiri
Rasionalisasi : Pemakaian sarung tangan termasuk dalam pencegahan infeksi
i.
Bersihkan vulva dan perineum dengan kapas DTT dengan gerakan satu arah dari vulva ke perineum
Rasionalisasi : Untuk mencegah kontaminasi kotoran tinja
j.
Periksa vagina, servik, dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa laserasi hanya merupakan
derajat satu atau dua
Rasionalisasi : Karena jika laserasi derajat II dan IV, jangan mencoba untuk menjahit siapkan rujukan
segera.
Etiologi
Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan pasca persalinan. Robekan
dapat terjadi bersama dengan atonia uteri. Perdarahan pasca persalinan dengan uterus yang berkontraksi
baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.
Banyak wanita mengalami robekan perineum pada saat melahirkan anak pertama, pada sekitar separuh
dari kasus-kasus tersebut, robekan ini akan amat luas. Laserasi harus diperbaiki dengan cermat
Penyebab Maternal
Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong
Pasien tidak mampu berhenti mengejan
Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang berlebihan.
Edema dan kerapuhan pada perineum
Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum
Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi ke arah
posterior.
Peluasan episiotomi
Faktor-faktor janin :
Bayi yang besar
Posisi kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka dan occipitoposterior
Kelahiran bokong
Ekstrasksi forceps yang sukar
Dystocia bahu

Anomali congenital, seperti hydrocephalus.


Laserasi derjat kedua merupakan luka robekan yang lebih dalam, luka ini terutama mengenai garis tengah
dan melebar sampai corpus perineum. Acapkali musculus peirneus transverses turut terobek dan robekan
dapat turun tapi tidak mencapai sphincter recti. Biasanya robekan meluas ke atas disepanjang mukosa
vagina dan jaringan submukosa. Keadaan ini menimbulkan laserasi yang berbentuk segitiga ganda
dengan dasar pada fourcheffe, salah satu apex pada vagina dan apex lainnya di dekat rectum.
Perbaikan
Perbaikan pada laserasi derajat dua dilakukan lapis demi lapis
Jahitan terputus, menerus ataupun jahitan simpul digunakan untuk merapatkan tepi mukosa vagina dan
submukosanya
Otot-otot yang dalam corpus perineum dijahit menjadi satu dengan jahitan terputus
Jahitan subcutis bersambung atau jahitan terputus, yang disimpul secara longgar, menyatukan kedua tepi
kulit
Pemberian Anestesi Lokal
1. Pilihan obat (biasanya lidokain)
2. Dosis obat (20-30 ml)
3. Pemeriksaan obat (nama, kekuatan, dan dosis sebelum diberikan)
4. Teknik infiltrasi (tepat dibawah kulit)
a.
Pasang jarum 1 inci ukuran 22 pada spuit 20 cc
b. Isi spuit dengan lidokain
c.
Suntikkan keseluruhan panjang jarum ke dalam robekan vagina tepat dibawah kulit. Tarik batang
penghisap spuit dan lihat jika ada darah (jika anestesi lokal diinjeksikan langsung ke dalam pembuluh
darah, maka dapat menyebabkan denyut jantung irregular). Injeksikan bersamaan saat anda menarik spuit.
d. Lakukan hal tersebut pada kedua sisi robekan vagina
e.
Ulangi prosedur pada kedua sisi robekan perineum.
Terapi
1.
2.

Amoksisilin oral 3x1


Analgetik kuat 3x1

77. Abses Folikel Rambut


Adalah sekumpulan nanah (neutrofil mati) yang telah terakumulasi di rongga di jaringan setelah terinfeksi
sesuatu (umumnya karena bakteri atau parasit) atau barang asing (seperti luka tembakan/tikaman). Bisul
adalah reaksi ketahanan dari jaringan untuk menghindari menyebar nya barang asing di tubuh.
Organisme atau barang asing membunuh sel sekitarnya, mengakibatkan keluarnya toksin. Toksin tersebut
menyebabkan radang, sel darah putih mengalir menuju tempat tersebut dan kemudian meningkatkan
aliran darah di tempat tersebut.
Struktur terakhir bisul adalah dinding bisul yang terbentuk oleh sel sehat untuk mencegah barang asing
tersebut masuk ke dalam tubuh dan mencegah terkena nya sel lain. Namun, enkapsulasi ini berfungsi
untuk mencegah sel imun untuk menyerang bakteri atau barang asing di bisul.
Bisul harus dibedakan dengan empyema. Empyema mengacu pada akumulasi nanah di dalam kavitas
yang telah ada sebelumnya secara normal, sedangkan bisul mengacu pada akumulasi nanah di dalam
kavitas yang baru terbentuk melalui proses terjadinya bisul tersebut.
Penyebab
Merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Sreptococcus atau keduanya, species
bakteri yang tersering adalah S. aureus dan Streptococcus Beta Haemolitycus, sementara sebagai flora
normal juga bisa menyebabkan infeksi meskipun jarang.
Staphylococcus dan Streptococcus merupakan penyebab infeksi tersering, namun sebenarnya juga dapat
disebabkan oleh kuman gram negative seperti Pseudomonas aeruginosa, Proteus vulgaris, Proteus
mirabilis, E coli dan Kleibsella
Bisul (furunkel)
Bisul (furunkel) adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut dan jaringan subkutaneus di
sekitarnya. Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus, tetapi bisa juga disebabkan oleh bakteri lainnya atau
jamur.
Paling sering ditemukan di daerah leher, payudara, wajah dan bokong. Akan terasa sangat nyeri jika
timbul di sekitar hidung atau telinga atau pada jari-jari tangan.
Furunkel berawal sebagai benjolan keras berwarna merah yang mengandung nanah. Lalu benjolan ini
akan berfluktuasi dan tengahnya menjadi putih atau kuning (membentuk pustula). Bisul bisa pecah
spontan atau dipecahkan dan mengeluarkan nanahnya, kadang mengandung sedikit darah.
Bisa disertai nyeri yang sifatnya ringan sampai sedang. Kulit di sekitarnya tampak kemerahan atau
meradang. Kadang disertai demam, lelah dan tidak enak badan.
Jika furunkel sering kambuhan maka keadaannya disebut furunkulosis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Pembiakan contoh jaringan kulit bisa dilakukan
untuk memastikan bahwa penyebabnya adalah stafilokokus.
Jika bisul timbul di sekitar hidung biasanya akan diberikan antibiotik per-oral (melalui mulut) karena
infeksi bisa dengan segera menyebar ke otak

Karbunkel
Karbunkel adalah sekumpulan bisul yang menyebabkan pengelupasan kulit yang luas serta pembentukan
jaringan parut. Penyebabnya adalah bakteri stafilokokus.
Pembentukan dan penyembuhan karbunkel terjadi lebih lambat dibandingkan bisul tunggal dan bisa
menyebabkan demam serta lelah karena merupakan infeksi yang lebih serius.
Lebih sering terjadi pada pria dan paling banyak ditemukan di leher bagian belakang. Karbunkel juga
cenderung mudah diderita oleh penderita diabetes, gangguan sistem kekebalan dan dermatitis.
Beberapa bisul bersatu membentuk massa yang lebih besar, yang memiliki beberapa titik pengaliran
nanah. Massa ini letaknya bisa lebih dalam di bawah kulit dibandingkan dengan bisul biasa.
Infeksi ini menular, bisa disebarkan ke bagian tubuh lainnya dan bisa ditularkan ke orang lain. Tidak
jarang beberapa orang dalam sebuah rumah menderita karbunkel pada saat yang sama.
Faktor risiko terjadinya karbunkel adalah:
tingkat kebersihan yang buruk
keadaan fisik yang menurun
gesekan dengan pakaian
pencukuran.
Pada kulit yang terkena ditemukan beberapa bisul yang bersatu disertai nyeri yang sifatnya ringan atau
sedang. Kulit tampak merah dan membengkak. Karbunkel yang pecah akan mengeluarkan nanah lalu
mengering dan membentuk keropeng.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk menentukan penyebabnya, bisa dilakukan
biopsi atau pembiakan contoh jaringan yang terinfeksi.
Untuk mengendalikan infeksi diberikan sabun anti-bakteri, antibiotik topikal (salep atau krim) dan
antibiotik per-oral.
Kompres hangat bisa membantu mempercepat penyembuhan. Jangan pernah memencet atau mencoba
memecahkan karbunkel di rumah, karena bisa memperburuk dan menyebarkan infeksi. Jika nanahnya
sudah mengering, luka yang tertinggal harus sering dibersihkan dan sesudah menangani karbunkel,
tangan harus dicuci bersih-bersih.
Pencegahan
Menjaga kebersihan kulit dengan sabun cair yang mengandung zat anti-bakteri merupakan cara terbaik
untuk mencegah terjadinya infeksi atau mencegah penularan.
Bisul bisa menyerang siapa saja dan dari golongan usia berapa saja, namun yang paling sering diserang
adalah bayi dan anak-anak. Jadi salah kalau bisul itu disebabkan kebanyakan makan telur. Bila
lingkungan kurang bersih, infeksi pun akan mudah terjadi. Sementara yang namanya anak, identik dengan
dunia bermain, termasuk main yang kotor-kotor semisal main tanah. Belum lagi habis main si anak
langsung pegang ini-itu tanpa cuci tangan lebih dulu. "Nah, kalau kebersihan anak dan bayi tak dijaga dan
diperhatikan oleh orang tua, ya, susah. Itu akan mempermudah terjadinya bisul,Selain itu, anak-anak
biasanya sering menggaruk karena rasa gatal yang ditimbulkan akibat banyak keringat dan biang keringat.
Padahal, , garukan tersebut dapat merusak kulit sehingga memudahkan masuknya kuman dan timbullah

infeksi. "Itulah mengapa anak yang sering berkeringat, apalagi keringat buntet, mudah timbul bisulan."
Yang pasti, karena penyebabnya infeksi maka bisul termasuk penyakit menular. "Menularnya bisa karena
garukan tangan, sehingga memindahkan kumannya dari satu tempat ke tempat lain." Tak heran awam
sering menyebut bisulnya jadi beranak. "Itu menunjukkan daya tahan tubuh anak kurang sekali."
Jangan dipencet
Seringkali bisul dibiarkan saja, tak segera diobati. Tunggu sampai istilahnya "matang". Padahal, justru
sebetulnya kalau bisa bisul jangan sampai bernanah, "Karena bisa terjadi kerusakan jaringan yang lebih
parah dan banyak lagi. Kulit bisa berongga.
Jika bisul hanya satu atau beberapa dan masih kecil di permukaan biasanya bisa disembuhkan dengan
salep antibiotik. Pemakaian obat dalam bentuk salep atau krim yang dioleskan di kulit lebih efektif
ketimbang pengobatan jenis lain. Obat-obatan semacam salep ini sangat dianjurkan untuk kulit karena
dibuat dengan daya serap yang cukup efektif terhadap kulit. Tapi, jika sudah membesar, agak dalam dan
banyak, anak perlu diberi obat antibiotik yang diminumkan juga.
Penisilin juga merupakan salah satu obat pilihan. Cuma, bakteri staphylococcus aureus penyebab bisul
bisa mengakibatkan resisten terhadap penisilin, karena kuman tersebut mengeluarkan enzim sehingga
penisilinnya tak berfungsi lagi. Akibatnya banyak yang menjadi resisten. Karena itu, anjur itu lebih baik
berikan obat antibiotik yang tahan terhadap enzim yang dikeluarkan kuman tadi, supaya efektif. Selain
itu, penisilin juga merupakan salah satu obat yang relatif sering menimbulkan reaksi alergi.
Bila sudah terjadi abses, sebaiknya nanahnya dikeluarkan. Biasanya dokter akan menginsisi/mengiris
dengan pisau tajam sehingga penyembuhannya akan lebih sempurna. Bila pecah sendiri akan
menimbulkan kerusakan kulit dan akan berbekas. Begitu pula bila dipaksa dikeluarkan, misalnya dengan
dipencet, penyembuhannya akan menimbulkan bekas yang tak sedap dipandang. "Bekas pada jaringan
kulitnya akan meninggalkan parut, bisa lekukan atau yang lebih tinggi lagi. Tak mungkin akan normal
kembali. Walaupun pada anak kulitnya masih berkembang, namun tetap saja tak akan normal kembali
karena jaringannya yang rusak akan membekas,"
Manifestasi
Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka manifestasi lain yang mengikuti abses
dapat merupakan tanda dan gejala dari proses inflamasi, yakni: kemerahan (rubor), panas (calor),
pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor), dan hilangnya fungsi. Abses dapat terjadi pada setiap jaringan
solid, tetapi paling sering terjadi pada permukaan kulit, pada paru-paru, otak, gigi, ginjal, dan tonsil.
Komplikasi mayor abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan yang jauh dan
kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren).
Pada sebagian besar bagian tubuh, abses jarang dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tindakan
medis secepatnya diindikasikan ketika terdapat kecurigaan akan adanya abses. Suatu abses dapat
menimbulkan konsekuensi yang fatal (meskipun jarang) apabila abses tersebut mendesak struktur yang
vital, misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakhea.
Tatalaksana
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi
tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridemen, dan kuretase.

Suatu abses harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, utamanya apabila
disebabkan oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh
benda asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat
analgesik dan mungkin juga antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasikan apabila abses telah
berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih lunak. Hal ini dinyatakan
dalam sebuah aforisme Latin: Ubi pus, ibi evacua.
Apabila menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan pembedahan dapat
ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan. Drainase abses paru dapat
dilakukan dengan memposisikan penderita sedemikian hingga memungkinkan isi abses keluar melalui
saluran pernapasan. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak dapat dilakukan
untuk membantu penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik antistafilokokus
seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan adanya kemunculan Staphylococcus
aureus resisten Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas, antibiotik biasa tersebut menjadi
tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat melalui komunitas, digunakan antibiotik lain:
clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan doxycycline.
Adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan menggunakan
antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif. Hal tersebut terjadi karena
antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain bahwa antibiotik tersebut seringkali tidak
dapat bekerja dalam pH yang rendah.
Terapi
1. Ampicillin atau Amoksisillin 4x 500 mg
2. Golongan obat penicillin resisten-penisilinase (oksasilin, kloksasilindikloksasilin) 3x250
3. Klindamisin 4x250 pada infeksi berat 4x300-400mg, Linkomisin 3x500, selama 5-7 hari
4. Eritromisin, 4x500 mg
5. Sefadroksil 2x 500 mg

78. Mastitis
Mastitis merupakan masalah yang sering dijumpai pada ibu menyusui. Diperkirakan sekitar 3-20% ibu
menyusui dapat mengalami mastitis. Terdapat dua hal penting yang mendasari kita memperhatikan kasus
ini. Pertama, karena mastitis biasanya menurunkan produksi ASI dan menjadi alasan ibu untuk berhenti
menyusui. Kedua, karena mastitis berpotensi meningkatkan transmisi vertikal pada beberapa penyakit
(terutama AIDS).
Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir (paling sering pada minggu ke2 dan ke-3), meskipun mastitis dapat terjadi sepanjang masa menyusui bahkan pada wanita yang
sementara tidak menyusui.
Definisi dan Diagnosis
Mastitis merupakan suatu proses peradangan pada satu atau lebih segmen payudara yang mungkin disertai
infeksi atau tanpa infeksi. Dalam proses ini dikenal pula istilah stasis ASI, mastitis tanpa infeksi, dan
mastitis terinfeksi. Apabila ASI menetap di bagian tertentu payudara, karena saluran tersumbat atau
karena payudara bengkak, maka ini disebut stasis ASI. Bila ASI tidak juga dikeluarkan, akan terjadi
peradangan jaringan payudara yang disebut mastitis tanpa infeksi, dan bila telah terinfeksi bakteri disebut
mastitis terinfeksi. Diagnosis mastitis ditegakkan berdasarkan kumpulan gejala sebagai berikut:
Demam dengan suhu lebih dari 38,5oC
Menggigil
Nyeri atau ngilu seluruh tubuh
Payudara menjadi kemerahan, tegang, panas, bengkak, dan terasa sangat nyeri.
Peningkatan kadar natrium dalam ASI yang membuat bayi menolak menyusu karena ASI terasa asin
Timbul garis-garis merah ke arah ketiak.
.
Patofisiologi
Terjadinya mastitis diawali dengan peningkatan tekanan di dalam duktus (saluran ASI) akibat stasis ASI.
Bila ASI tidak segera dikeluarkan maka terjadi tegangan alveoli yang berlebihan dan mengakibatkan sel
epitel yang memproduksi ASI menjadi datar dan tertekan, sehingga permeabilitas jaringan ikat
meningkat. Beberapa komponen (terutama protein kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk ke
dalam ASI dan selanjutnya ke jaringan sekitar sel sehingga memicu respons imun. Stasis ASI, adanya
respons inflamasi, dan kerusakan jaringan memudahkan terjadinya infeksi.
Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus sekresi, melalui puting
yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau melalui penyebaran hematogen (pembuluh
darah). Organisme yang paling sering adalah Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus.
Kadangkadang ditemukan pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa
tonsil. Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%.
Faktor risiko
Faktor risiko terjadinya mastitis antara lain:
Terdapat riwayat mastitis pada anak sebelumnya.
Puting lecet.
Puting lecet menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang membuat kebanyakan ibu menghindari
pengosongan payudara secara sempurna.
Frekuensi menyusui yang jarang atau waktu menyusui yang pendek.
Biasanya mulai terjadi pada malam hari saat ibu tidak memberikan bayinya minum sepanjang malam
atau pada ibu yang menyusui dengan tergesa-gesa.

Pengosongan payudara yang tidak sempurna


Pelekatan bayi pada payudara yang kurang baik. Bayi yang hanya mengisap puting (tidak termasuk
areola) menyebabkan puting terhimpit diantara gusi atau bibir sehingga aliran ASI tidak sempurna.
Ibu atau bayi sakit.
Frenulum pendek.
Produksi ASI yang terlalu banyak.
Berhenti menyusu secara cepat/ mendadak, misalnya saat bepergian.
Penekanan payudara misalnya oleh bra yang terlalu ketat atau sabuk pengaman pada mobil.
Sumbatan pada saluran atau muara saluran oleh gumpalan ASI, jamur,serpihan kulit, dan lain-lain.
Penggunaan krim pada puting.
Ibu stres atau kelelahan.
Ibu malnutrisi. Hal ini berhubungan dengan daya tahan tubuh yang rendah.
Pencegahan
Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor risiko di atas. Bila
payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi biasanya menjadi sulit melekat dengan baik, karena
permukaan payudara menjadi sangat tegang. Ibu dibantu untuk mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 4
jam dengan cara memerah dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah
ASI pijatan di leher dan punggung dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang menyebabkan
ASI mengalir dan rasa nyeri berkurang. Teknik memerah dengan tangan yang benar perlu diperlihatkan
dan diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut efektif. ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi
dengan menggunakan cangkir atau sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera ditangani untuk
mencegah terjadinya feedback inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI.
Pengosongan yang tidak sempurna atau tertekannya duktus akibat pakaian yang ketat dapat menyebabkan
ASI terbendung. Ibu dianjurkan untuk segera memeriksa payudaranya bila teraba benjolan, terasa nyeri
dan kemerahan. Selain itu ibu juga perlu beristirahat, meningkatkan frekuensi menyusui terutama pada
sisi payudara yang bermasalah serta melakukan pijatan dan kompres hangat di daerah benjolan.
Pada kasus puting lecet, bayi yang tidak tenang saat menetek, dan ibu-ibu yang merasa ASInya kurang,
perlu dibantu untuk mengatasi masalahnya. Pada peradangan puting dapat diterapi dengan suatu bahan
penyembuh luka seperti atau lanolin, yang segera meresap ke jaringan sebelum bayi menyusu. Pada tahap
awal pengobatan dapat dilakukan dengan mengoleskan ASI akhir (hind milk) setelah menyusui pada
puting dan areola dan dibiarkan mengering. Tidak ada bukti dari literatur yang mendukung penggunaan
bahan topikal lainnya.
Kelelahan sering menjadi pencetus terjadinya mastitis. Seorang tenaga kesehatan harus selalu
menganjurkan ibu menyusui cukup beristirahat dan juga mengingatkan anggota keluarga lainnya bahwa
seorang ibu menyusui membutuhkan lebih banyak bantuan.
Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya karena Staphylococcus aureus adalah kuman
komensal yang paling banyak terdapat di rumah sakit maupun masyarakat. Penting sekali untuk tenaga
kesehatan rumah sakit, ibu yang baru pertama kali menyusui dan keluarganya untuk mengetahui teknik
mencuci tangan yang baik. Alat pompa ASI juga biasanya menjadi sumber kontaminasi sehingga perlu
dicuci dengan sabun dan air panas setelah digunakan.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lain untuk menunjang diagnosis tidak selalu diperlukan.
World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas pada beberapa
keadaan yaitu bila:
pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2 hari
terjadi mastitis berulang
mastitis terjadi di rumah sakit
penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang langsung ditampung
menggunakan penampung urin steril. Puting harus dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung
diusahakan tidak menyentuh puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit
yang dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian memperlihatkan beratnya
gejala yang muncul berhubungan erat dengan tingginya jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.
Tata laksana
Tata laksana suportif
Tata laksana mastitis dimulai dengan memperbaiki teknik menyusui ibu. Aliran ASI yang baik merupakan
hal penting dalam tata laksana mastitis karena stasis ASI merupakan masalah yang biasanya mengawali
terjadinya mastitis. Ibu dianjurkan agar lebih sering menyusui dimulai dari payudara yang bermasalah.
Tetapi bila ibu merasa sangat nyeri, ibu dapat mulai menyusui dari sisi payudara yang sehat, kemudian
sesegera mungkin dipindahkan ke payudara bermasalah, bila sebagian ASI telah menetes (let down) dan
nyeri sudah berkurang. Posisikan bayi pada payudara sedemikian rupa sehingga dagu atau ujung hidung
berada pada tempat yang mengalami sumbatan. Hal ini akan membantu mengalirkan ASI dari daerah
tersebut.
Ibu dan bayi biasanya mempunyai jenis pola kuman yang sama, demikian pula pada saat terjadi mastitis
sehingga proses menyusui dapat terus dilanjutkan dan ibu tidak perlu khawatir terjadi transmisi bakteri ke
bayinya. Tidak ada bukti terjadi gangguan kesehatan pada bayi yang terus menyusu dari payudara yang
mengalami mastitis. Ibu yang tidak mampu melanjutkan menyusui harus memerah ASI dari payudara
dengan tangan atau pompa. Penghentian menyusui dengan segera memicu risiko yang lebih besar
terhadap terjadinya abses dibandingkan yang melanjutkan menyusui. Pijatan payudara yang dilakukan
dengan jari-jari yang dilumuri minyak atau krim selama proses menyusui dari daerah sumbatan ke arah
puting juga dapat membantu melancarkan aliran ASI.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah ibu harus beristirahat, mengkonsumsi cairan yang adekuat
dan nutrisi berimbang. Anggota keluarga yang lain perlu membantu ibu di rumah agar ibu dapat
beristirahat. Kompres hangat terutama saat menyusu akan sangat membantu mengalirkan ASI. Setelah
menyusui atau memerah ASI, kompres dingin dapat dipakai untuk mengurangi nyeri dan bengkak. Pada
payudara yang sangat bengkak kompres panas kadang membuat rasa nyeri bertambah. Pada kondisi ini
kompres dingin justru membuat ibu lebih nyaman. Keputusan untuk memilih kompres panas atau dingin
lebih tergantung pada kenyamanan ibu.
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan bila ibu sakit berat atau tidak ada yang dapat membantunya di
rumah. Selama di rumah sakit dianjurkan rawat gabung ibu dan bayi agar proses menyusui terus
berlangsung.

Penggunaan obat-obatan
Meskipun ibu menyusui sering enggan untuk mengkonsumsi obat, ibu dengan mastitis dianjurkan untuk
mengkonsumsi beberapa obat sesuai indikasi.
Analgesik
Rasa nyeri merupakan faktor penghambat produksi hormon oksitosin yang berguna dalam proses
pengeluaran ASI. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri pada mastitis. Analgesik yang
dianjurkan adalah obat anti inflamasi seperti ibuprofen. Ibuprofen lebih efektif dalam menurunkan gejala
yang berhubungan dengan peradangan dibandingkan parasetamol atau asetaminofen. Ibuprofen sampai
dosis 1,6 gram per hari tidak terdeteksi pada ASI sehingga direkomendasikan untuk ibu menyusui yang
mengalami mastitis.
Antibiotik
Jika gejala mastitis masih ringan dan berlangsung kurang dari 24 jam, maka perawatan konservatif
(mengalirkan ASI dan perawatan suportif) sudah cukup membantu. Jika tidak terlihat perbaikan gejala
dalam 12 24 jam atau jika ibu tampak sakit berat, antibiotik harus segera diberikan. Jenis antibiotik
yang biasa digunakan adalah dikloksasilin atau flukloksasilin 500 mg setiap 6 jam secara oral.
Dikloksasilin mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dalam darah dan lebih banyak efek sampingnya
ke hati dibandingkan flukloksasilin. Pemberian per oral lebih dianjurkan karena pemberian secara
intravena sering menyebabkan peradangan pembuluh darah. Sefaleksin biasanya aman untuk ibu hamil
yang alergi terhadap penisillin tetapi untuk kasus hipersensitif penisillin yang berat lebih dianjurkan
klindamisin.
Antibiotik diberikan paling sedikit selama 10 14 hari. Biasanya ibu menghentikan antibiotik sebelum
waktunya karena merasa telah membaik. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya mastitis berulang. Tetapi
perlu pula diingat bahwa pemberian antibiotik yang cukup lama dapat meningkatkan risiko terjadinya
infeksi jamur pada payudara dan vagina.
Pada penelitian yang dilakukan Jahanfar diperlihatkan bahwa pemberian antibiotik disertai dengan
pengosongan payudara pada mastitis mempercepat penyembuhan bila dibandingkan dengan pengosongan
payudara saja. Sedangkan penelitian Jimenez dkk. memperlihatkan bahwa pemberian Lactobacillus
salivarius dan Lactobacillus gasseri mempercepat perbaikan kondisi klinik pada kasus mastitis yang
sementara mendapat antibiotik.
Pemantauan
Respon klinik terhadap penatalaksanaan di atas dibagi atas respon klinik cepat dan respon klinik dramatis.
Jika gejalanya tidak berkurang dalam beberapa hari dengan terapi yang adekuat termasuk antibiotik, harus
dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi
kuman-kuman yang resisten, adanya abses atau massa padat yang mendasari terjadinya mastitis seperti
karsinoma duktal atau limfoma non Hodgkin. Berulangnya kejadian mastitis lebih dari dua kali pada
tempat yang sama juga menjadi alasan dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya massa tumor, kista atau galaktokel.

Komplikasi
Penghentian menyusui dini
Mastitis dapat menimbulkan berbagai gejala akut yang membuat seorang ibu memutuskan untuk berhenti
menyusui. Penghentian menyusui secara mendadak dapat meningkatkan risiko terjadinya abses. Selain itu
ibu juga khawatir kalau obat yang mereka konsumsi tidak aman untuk bayi mereka. Oleh karena itu
penatalaksanaan yang efektif, informasi yang jelas dan dukungan tenaga kesehatan dan keluarga sangat
diperlukan saat ini.
Abses
Abses merupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi karena pengobatan terlambat atau tidak
adekuat. Bila terdapat daerah payudara teraba keras , merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka
kita harus pikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari kejadian mastitis berlanjut
menjadi abses. Pemeriksaan USG payudara diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang
terkumpul. Cairan ini dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai diagnostik
sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum secara serial. Pada abses yang sangat besar
terkadang diperlukan tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan ibu harus mendapat antibiotik. ASI
dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Ibu harus benarbenar beristirahat, banyak minum, makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada kasus
mastitis berulang karena infeksi bakteri diberikan antibiotik dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali
sehari) selama masa menyusui
Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur seperti candida albicans. Keadaan
ini sering ditemukan setelah ibu mendapat terapi antibiotik. Infeksi jamur biasanya didiagnosis
berdasarkan nyeri berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Di antara waktu menyusu
permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak nampak kelainan. Ibu dan bayi perlu diobati.
Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krem yang juga mengandung kortison ke puting dan areola
setiap selesai bayi menyusu dan bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.
Kesimpulan
Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin disertai infeksi atau tanpa infeksi.
Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6 minggu pertama setelah bayi lahir. Diagnosis mastitis ditegakkan
bila ditemukan gejala demam, menggigil, nyeri seluruh tubuh serta payudara menjadi kemerahan, tegang,
panas dan bengkak. Beberapa faktor risiko utama timbulnya mastitis adalah puting lecet, frekuensi
menyusui yang jarang dan pelekatan bayi yang kurang baik. Melancarkan aliran ASI merupakan hal
penting dalam tata laksana mastitis. Selain itu ibu perlu beristirahat, banyak minum, mengkonsumsi
nutrisi berimbang dan bila perlu mendapat analgesik dan antibiotik.

79. Cracked Nipple (Putting Susu Lecet)


Puting susu lecet dapat disebabkan trauma pada puting susu saat menyusui, selain itu dapat pula terjadi
retak dan pembentukan celah-celah. Retakan pada puting susu bisa sembuh sendiri dalam waktu 48 jam.
Penyebab
1. Teknik menyusui yang tidak benar.
2. Puting susu terpapar oleh sabun, krim, alkohol ataupun zat iritan lain saat ibu membersihkan putting
susu.
3.
Moniliasis pada mulut bayi yang menular pada puting susu ibu.
4. Bayi dengan tali lidah pendek (frenulum lingue).
5. Cara menghentikan menyusui yang kurang tepat.
Penatalaksanaan
1. Cari penyebab puting susu lecet.
2.
Bayi disusukan lebih dulu pada putting susu yang normal atau lecetnya sedikit.
3.
Tidak menggunakan sabun, krim, alkohol ataupun zat iritan lain saat membersihkan payudara.
4. Menyusui lebih sering (8-12 kali dalam 24 jam).
5.
Posisi menyusui harus benar, bayi menyusu sampai ke kalang payudara dan susukan secara
bergantian diantara kedua payudara.
6. Keluarkan sedikit ASI dan oleskan ke puting yang lecet dan biarkan kering.
7. Pergunakan BH yang menyangga.
8. Bila terasa sangat sakit boleh minum obat pengurang rasa sakit Ibuprofen 2x400mg
9. Jika penyebabnya monilia, diberi pengobatan dengan tablet Nystatin.
10. Jika ditemui infeksi sekunder Amoksisilin 4x 500mg atau Klindamicin 2x 150mg

80. Inverted Nipple


Definisi
Puting susu terbenam adalah puting susu yang tidak dapat menonjol dan cenderung masuk
kedalam, sehingga ASI tidak dapat keluar dengan lancar.
Etiologi
a. Penyebab yang sering terjadi
- Faktor menyusui:
1. Penyusuan yang tertunda.
2. Perlekatan yang tidak baik.
3. Penyusuan yang jarang atau dilakukan dalam waktu singkat.
4. Tidak menyusui pada malam hari.
5. Pemberian botol atau empeng.
6. Pemberian minuman lain selain ASI.
- Faktor psikologis ibu:
1. Kurang percaya diri
2. Ibu khawatir / terlalu stres
3. Ibu terlalu lelah 4. Ibu tidak suka menyusui
5. Ibu mengalami baby blues
b. Penyebab yang jarang terjadi
- Kondisi fisik ibu:
1. Penggunaan pil kontrasepsi, obat diuretik
2. Kehamilan berikutnya semasa menyusui
3. Kekurangan gizi yang cukup berat
4. Ibu minum minuman yang mengandung alkohol, atau merokok
5. Tersisanya jaringan plasenta dalam rahim
6. Payudara yang kurang berkembangan.
- Kondisi bayi:
1. Bayi sakit.
2. Bayi memiliki kelainan, seperti bibir sumbing sehingga bayi menjadi sulit menghisap
Adapun Inverted Nipple terbagi menjadi tiga kondisi, yang diantaranya adalah:
Grade 1 : Puting susu tertarik ke dalam, namun masih mudah untuk ditarik dan dapat bertahan cukup
lama tanpa perlu tarikan. Namun tekanan lembut di sekitar areola atau cubit lembut pada kulit dapat
menyebabkan puting tertarik ke dalam kembali.
Grade 2: Adalah ketika kondisi Puting yang tertarik ke dalam dan masih bisa ditarik keluar, namun tidak
semudah grade 1. Setelah tarikan dilepas, puting akan masuk ke dalam kembali.
Grade 3: Kondisi Puting jenis ini adalah ketika posisinya sangat tertarik ke dalam dan sulit untuk ditarik
keluar apalagi untuk mempertahankan tetap terlihat.
Ketiga kondisi tersebut, paling sering diakibatkan karena pendeknya saluran ASI (duktus laktiferus ),
yang terjadi sejak lahir. Permasalahan Puting Wanita ini juga bisa terjadi setelah menyusui. Hal ini
dikarenakan kulit payudara di sekitar puting menjadi longgar sehingga membuat puting terlihat masuk ke
dalam.

Teknik tatalaksana
1. Calon ibu bisa menarik putting keluar pada saat hamil trimester akhir (lebih dari
7 bulan) dengan cara memegang payudara tepatdiujung areola dengan jempol dan
telunjuk, pijat dengan lembut kearah puting sampai putting keluar.
2. Pasca melahirkan dan sesaat sebelum menyusui lakukan tekanan atau hisapan
manual untuk menonjolkan putting agar mudah dihisap bayi, caranya pegang
putting dan pijat putting antara jempol dan jari telunjuk selama 30 detik,
kemudian sentuh dengan kain basah dingin segera setelah menyusui

81 82 DIABETES MELITUS
Kompetensi
: 3A;4
Laporan Penyakit
: 55-59

ICD X : E10-E14

a. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit gangguan metabolik menahun yang ditandai oleh
kadar gula darah yang melebihi nilai normal (hiperglikemia) karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya.
Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi etiologis DM yaitu:
2)
Diabetes Melitus tipe 1 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh
kenaikan kadar gula darah akibat destruksi (kerusakan) sel beta pankreas karena suatu sebab
tertentu yang menyebabkan produksi insulin tidak ada sama sekali sehingga pasien sangat
memerlukan tambahan insulin dari luar.
3)
Diabetes Melitus tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh
kenaikan kadar gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau fungsi
insulin (resistensi insulin).
4)
Diabetes Melitus tipe lain adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh
kenaikan kadar gula darah akibat defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,
penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi
yang jarang, sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.
5)
Diabetes Melitus tipe Gestasional adalah penyakit gangguan metabolik yang ditandai
oleh kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada wanita hamil, biasanya terjadi pada usia 24
minggu masa kehamilan, dan setelah melahirkan kadar gula darah kembali normal.
b. Penyebab
Kekurangan hormon insulin, yang berfungsi memanfaatkan glukosa sebagai sumber energi dan
mensintesa lemak.
Insufisiensi fungsi insulin yang disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel
beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap
insulin.
c. Gambaran Klinis
1) Keluhan Klasik, berupa: sering kencing, cepat lapar, sering haus dan berat badan menurun cepat
tanpa penyebab yang jelas.
2) Keluhan lainnya, berupa: kesemutan, gatal di daerah alat kelamin, keputihan, infeksi sulit
sembuh, bisul yang hilang timbul, penglihatan kabur, cepat lelah dan mudah mengantuk.
d. Diagnosis
Berdasarkan gejala diabetes dengan 3P (polifagia, poliuria, polidipsia). Diagnosis dapat dipastikan
dengan reduksi urin dan penentuan kadar gula darah.
1) Bila kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dL
2) Glukosa darah puasa >126 mg/dL
3) Pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) didapatkan hasil pemeriksaan kadar gula darah 2 jam
>200 mg/dL sesudah pemberian glukosa 75 g.
e. Penatalaksanaan
Pilar penatalaksanaan Diabetes Melitus:
1)
Edukasi
a) Pengertian Diabetes Melitus

b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Perencanaan makanan
Bentuk aktivitas fisik yang dianjurkan
Pemeliharaan kaki
DM di bulan Ramadhan
Obat untuk mengendalikan kadar gula darah
Pemantauan gula darah
Komplikasi DM

2)

Terapi gizi medis


Perencanaan Makanan: sebaiknya melakukan rujukan untuk mendapatkan perencanaan makan
yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
a)
Makanan dianjurkan seimbang dengan komposisi energi dari karbohidrat 45-65%,
protein 10-15% dan lemak 20-25%.
b)
Prinsip:
(1)
Anjuran makan seimbang seperti makan sehat pada umumnya
(2)
Tidak ada makanan yang dilarang, hanya dibatasi sesuai kebutuhan kalori
(tidak berlebih)
(3)
Menu sama dengan menu keluarga
(4)
Teratur dalam jadwal, jumlah dan jenis makanan.
Dapat dilihat dalam Pedoman Program Pengendalian Diabetes Mellitus dan Penyakit
Metabolik.

3)

Aktivitas fisik/latihan jasmani


Aktivitas fisik seperti berjalan kaki ke pasar, berkebun, menggunakan tangga, dan lain-lain.
Latihan jasmani seperti: bersepeda santai, berjalan kaki, jogging dan berenang.
Dilakukan 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30-60 menit.
Hal-hal yang perlu diperhatikan:
b)
Hal yang dapat memperburuk gangguan metabolik orang dengan diabetes:
(2)
Beratnya penyakit dan komplikasinya (penyakit jantung, koroner, hipertensi,
gangguan penglihatan, gangguan fungsi ginjal dan hati, kelainan kaki).
(3)
Kadar gula darah 250 mg%, jangan lakukan latihan berat (misalnya: latihan
beban, olah raga kontak tinju dan lain-lain, bulu tangkis, sepak bola, dan olah raga
permainan yang lain).
(4)
Berlatih pada suhu terlalu panas/dingin.
c)
Gangguan pada kaki:
(1)
Kenakan sepatu yang sesuai
(2)
Kaki diusahakan agar selalu bersih dan kering
(3)
Periksa kedua kaki tiap sebelum dan sesudah latihan
d)
Cedera muskuloskeletal:
(1)
Pilih olah raga yang sesuai dan tepat
(2)
Tingkatkan intensitas latihan sedikit demi sedikit dan bertahap
(3)
Lakukan pemanasan dan pendinginan
(4)
Hindari olah raga berat dan berlebihan.
e)
Berlatihlah bersama keluarga, teman atau tetangga dalam suatu kelompok untuk
menjaga agar dorongan untuk berolah raga selalu tinggi.

4)

Pengobatan
Apabila kadar gula darah belum mencapai sasaran, diberikan obat hipoglikemik oral (OHO),
secara tunggal atau kombinasi.

Pemberian OHO untuk pengobatan jangka pendek dan jangka panjang dapat dilakukan di
Puskesmas.
b)

Diabetes Melitus tipe 2:


Lini 1: Biguanid yaitu metformin, 500 mg tiap 8-24 jam bersama atau sesudah
makan
(2)
Lini 2: Sulfonilurea yaitu glibenklamid, dimulai dengan dosis 2,5 mg tiap 12-24 jam
sebelum makan. lalu dinaikkan secara bertahap, maksimal 10 mg/hari.
(3)
Lini 3: Kombinasi metformin dan glibenklamid, diberikan secara bertahap.
(4)
Lini 4: insulin
c)
Diabetes Melitus tipe 1:
Selalu dengan insulin, tidak dianjurkan diberikan OHO.
(1) Insulin kerja cepat (rapid)
(2) Insullin kerja pendek (short acting)
(3) Insulin kerja menengah (intermediate)
(4) Insulin kerja panjang (long acting)
(1)

f.

Pengendalian DM
Keberhasilan terapi DM dapat menggunakan kriteria kendali DM yang telah dikeluarkan oleh
PERKENI (Tabel 4).
Tabel 4. Pengendalian DM
Baik
Sedang
Buruk
Glukosa darah puasa (mg/dL)
Glukosa darah 2 jam (mg/dL)
A1C (%)
Kolesterol Total (mg/dL)
Kolesterol LDL (mg/dL)
Kolesterol HDL (mg/dL)
Trigliserida (mg/dL)
IMT (kg/m2)
Tekanan darah (mmHg)

80<100
80-144
<6,5
<200
<100
Pria: >40
Wanita: >50
<150
18,5-<2,3
<140/80

100-125
145-179
6,5-8
200-239
100-129

>126
>180
>8
>240
>130

150-199
23-25
>130-140/
>80-90

>200
>25
>140/90

Keterangan:
Angka diatas adalah hasil pemeriksaan plasma vena.
Perlu konversi nilai kadar glukosa darah dari darah kapiler darah utuh ke plasma vena.
g. KIE
Lihat pilar penatalaksanaan
1) Tujuan pengobatan:
a) Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM dan tercapainya target pengendalian
gula darah.
b) Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati,
makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan
mortalitas DM
c) Selain itu perlu juga mengendalikan tekanan darah, berat badan dan profil lipid.
2) Memberikan informasi perilaku sehat bagi penyandang diabetes yaitu:
a) Mengikuti pola makan sehat
b) Meningkatkan kegiatan jasmani

c)
d)
e)
f)

Menggunakan obat diabetes secara teratur


Melakukan perawatan kaki secara berkala
Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi kedaan sakit akut dengan tepat
Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada

3) Efek samping obat:


a) Glibenklamid: hipoglikemia, hati-hati pada pasien usia lanjut, berat badan naik;
b) Metformin: mual, muntah (dyspepsia), diare;
c) Insulin: berat badan naik, hipoglikemia.
4) Penanganan hipoglikemia:
a) Jika ada tandatanda hipoglikemia berupa kaki dan tangan terasa dingin, sakit kepala,
keringat dingin, gemetaran, segera diajarkan minum air gula atau makan kemudian laporkan
pada dokter. Pada hipoglikemia berat dimana kesadaran menurun sampai koma:
b) Hipoglikemi pada dewasa: segera berikan dekstrosa (glukosa) 40% i.v. 2550 mL, terus
menerus sampai pasien sadar. Diikuti dengan infus glukosa 10% 500 mL dalam 6 jam,
kemudian gula darah diperiksa tiap 1 jam sampai 2 X berturut-turut sampai kadar gula darah
di atas 100 mg/dL. Atau setelah pasien sadar langsung dirujuk.
c) Hipoglikemi pada anak : diberikan dekstrosa 10% sebanyak 2-5 mL/kgBB. Jika digunakan
dekstrosa 20% maka diberikan dengan dosis 1-2,5 mL/kgBB, kemudian gula darah diperiksa
tiap 1 jam sampai 2x berturut-turut sampai kadar gula darah di atas 100 mg/dL. Atau setelah
pasien sadar langsung dirujuk.
5) Pencegahan:
a) Pencegahan Primer: mencegah timbulnya penyakit DM pada populasi berisiko dengan
mengendalikan faktor risiko diabetes dengan melakukan gaya hidup sehat, dengan
menekankan kepatuhan.
b) Pencegahan Sekunder: mencegah dan menghambat progresivitas komplikasi dengan
melakukan rujukan untuk melakukan :
(1) Pemeriksaan A1C tiap 3-6 bulan
(2) Pemeriksaan mikroalbuminuria, kreatinin, albumin/globulin dan ALT, kolesterol (total,
LDL, HDL dan trigliserida), EKG, foto sinar-X dada, funduskopi tiap 1 (satu) tahun.
(3) Pemeriksaan ankle brachial index, yaitu membandingkan tekanan darah sistolik pada
arteri dorsalis atau arteri tibialis posterior terhadap tekanan darah sistolik pada arteri
brachialis. Jika nilai <0,9 menunjukkan kecenderungan penyakit arteri perifer.
6) Deteksi dini pada kelompok masyarakat berisiko:
a) usia 45 tahun
b) ada riwayat keluarga DM
c) riwayat pernah menderita diabetes gestasional
d) riwayat berat badan lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2500 g.
e) kegemukan (IMT 23 kg/m2) dan lingkar pinggang laki-laki 90 cm, perempuan 80cm
f) kurangnya aktivitas fisik
g) diet tidak sehat, dengan tinggi gula dan rendah serat
h) hipertensi, tekanan darah diatas 140/90 mmHg
i) riwayat dislipidemia, kadar lipid (Kolesterol HDL 35 mg/dL dan atau Trigliserida 250
mg/dL)
j) memiliki riwayat penyakit kardiovaskular.

83. HIPOGLIKEMIA RINGAN


Definisi
Suatu keadaan abnormal dimana kadar glukosa dalam darah < 50/60 mg/dl
Penyebab
-

3. Pada Diabetes
Overdose insulin
Asupan makanan berkurang (tertunda, lupa, terlalu sedikit), output yang berlebihan (muntah,
diare), diet yang berlebihan
Aktifitas berlebihan
Gagal ginjal
Hipotiroid
4. Non Diabetes
Peningkatan produksi insulin
Paska aktifitas berat
Konsumsi makan yang sedikit kalori
Konsumsi alcohol
Paska melahirkan
Post gastrectomy
Penggunanan obat dalam dosis tinggi ( salisilat, sulfonamide)

Manifestasi klinik
1. Dapat diatasi sendiri dan tidak mengganggu aktifitas sehari-hari
2. Penurunan glukosan (stressor) merangsang saraf simpatis sehingga sekresi adrenalin
mengakibatkan tremor, takikardia, palpitasi, gelisah
3. Penurunan glukosa (stressor) merangsang saraf parasimpatis sehingga muncul rasa lapar, mual,
tekanan darah menurun
Tatalaksana
1. Diberikan 150-200 ml the manis atau jus buah atau 6-10 butir permen atau 2-3 sendok teh sirup
atau madu
2. Biloa gejala tidak berkurang dalam 15 menit ulangi pemberiannya
3. Tidak dianjurkan untuk mengkomsumsi makanan tinggi kalori (coklat, kue, donat, ice cream)

84. Malnutrisi Energi Protein


Definisi
Kekurangan energi protein adalah keadan kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari sehingga tidak memenuhi angaka kecukupan gizi.
Kurang Energi Protein (KEP) merupakan masalah gizi kurang akibat konsumsi pangan tidak cukup
mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan.
Kurang energi protein (KEP) yaitu seseorang yang kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi protein dalam makan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu sehingga tidak
memenuhi angka kecukupan gizi (AKG). Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80%
indeks BB untuk baku standar WHO-NCHS.
Etiologi
Menurut Ngastiyah, 1997 faktor-faktor penyebab kurang energi protein dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Primer
a) Susunan makanan yang salah
b) Penyedia makanan yang kurang baik
c) Kemiskinan
d) Ketidaktahuan tentang nutrisi
e) Kebiasan makan yang salah.
2. Sekunder
a) Gangguan pencernaan (seperti malabsorbsi, gizi tidak baik, kelainan struktur saluran).
b) Gangguan psikologis.
Klasifikasi KEP
KEP berdasarkan kriteria KMS dibedakan menjadi tiga yaitu:

KEP ringan, bila berat badan menurut umut (BB/U) 70%-80% baku median WHO-NCHS dan atau
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 70%-80% baku median WHO-NCHS.

KEP sedang, bila berat badan menurut umur (BB/U) 60%-70% baku median WHO-NCHS dan atau
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) 60%-70% baku median WHO-NCHS.

KEP berat, bila berat badan menurut umur (BB/U) < 60% baku median WHO-NCHS dan atau berat
badan menurut tinggi badan (BB/TB) < 60% baku standar WHO-NCHS
Manifestasi Klinis
KEP berat secara klinis terdapat 3 tipe yaitu kwashiorkor, marasmus, dan marasmik-kwashiorkor. KEP
ringan atau sedang disertai edema yang bukan karena penyakit lain disebut KEP berat tipe kwashiorkor.
a.
KEP berat tipe kwashiorkor
Edema, umumnya seluruh tubuh dan terutama pada kaki (dorsum pedis)
Wajah membulat dan sembab
Pandangan mata sayu
Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit, rontok
Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis
Pembesaran hati
Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman dan
terkupas (crazy pavement dermatosis)

Sering disertai: infeksi, anemia, diare.

b.
KEP berat tipe marasmus
Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
Wajah seperti orang tua
Cengeng, rewel
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada
Perut cekung
Sering disertai: penyakit kronik, diare kronik.
c.
KEP berat tipe marasmik-kwashiorkor
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan
BB/U < 60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok.Pada setiap penderita KEP
berat, selalu periksa adanya gejala defisiensi nutrien mikro yang sering menyertai seperti xerophthalmia
(defisiensi vitamin A), anemia (defisiensi Fe, Cu, vitamin B12, asam folat), stomatitis (vitamin B, C), dll.
Cara Deteksi KEP
KEP dapat dideteksi dengan cara antropometri yaitu mengukur BB dan umur yang dibandingkan dengan
indeks BB untuk standar WHO-NCHS sebagaimana tercantum dalam KMS
Penatalaksanaan KEP
KEP disebabkan oleh multifaktor yang saling terkait sinergis secara klinis maupun lingkungannya.
Pencegahan hendaknya meliputi faktor secara konsisten.
Tindakan yang diperlukan untuk mengatasi KEP :
1. Mengendalikan penyakit-penyakit infeksi, khususnya diare, melalui :
a) Perbaikan : sanitasi, personal, lingkungan, terutama makanan dan peralatan.
b) Pendidikan : dasar, kesehatan, gizi
c) Program imunisasi
Pencegahan penyakit erat kaitannya dengan lingkungan seperti TBC, Malaria, DHF, parasit (cacing).
2. Memperkecil dampak penyakit infeksi terutama diare diwilayah yang sanitasi lingkungannya belum
baik.
3. Deteksi dini dan menejemen awal / ringan
a) Memonitor tumbang dan status gizi balita secara kontinu
b) Perhatikan khusus faktor resiko tinggi yang akan berpengaruh terhadap kelangsungan status gizi
(kemiskinan, ketidaktahuan penyakit infeksi)
4. Memelihara status gizi
a) Dimulai sejak dalam kandungan, ibu hamil dengan gizi yang baik, diharapkan melahirkan bayi dengan
status gizi yang baik pula.
b) Setelah lahir segera diberi ASI ekslusif sampai 4 bulan
c) Pemberian makanan tambahan (pendamping) ASI mulai usia 4 bulan secara bertahap
d) Memperpanjang masa menyusui selama mungkin selama bayi menghendaki (maksimal 2 tahun).
Pasien KEP berat dirawat inap dengan pengobatan rutin sebagai berikut:
a.Atasi/cegah hipoglikemia
Periksa kadar gula darah bila ada hipotermia (suhu aksila < 35C, suhu rektal 35,5C). Pemberian
makanan yang lebih sering penting untuk mencegah kedua kondisi tersebut.
b.Atasi/cegah hipotermia
Bila suhu rektal < 35,5C:
Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu)

Hangatkan dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala, letakkan dekat lampu atau pemanas
(jangan gunakan botol air panas) atau peluk anak di dada ibu, selimuti
Berikan antibiotik
Suhu diperiksa sampai mencapai >36,5C.
c. Atasi/cegah dehidrasi
Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali keadaan syok/renjatan. Lakukan pemberian
cairan infus dengan hati-hati, tetesan pelan-pelan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung.
Gunakan larutan garam khusus yaitu Resomal (Rehydration Solution for Malnutrition atau penggantinya).
d.Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. Defisiensi
kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan.
Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk cairan dan ditambahkan langsung pada makanan.
Penambahan 20 ml larutan pada 1 liter formula.
e.Koreksi defisiensi nutrien mikro
Berikan setiap hari:
Tambahan multivitamin
Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama)
Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari
Tembaga (Cu) 0,2 mg/kgBB/hari
Bila BB mulai naik: Fe 3 mg/gBB/hari atau sulfas ferosus 10 mg/kgBB/hari
Vitamin A oral pada hari 1, 2, dan 14:
f. Mulai pemberian makan
Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat berhati-hati karena keadaan sangat lemah dan
kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus
dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk memenuhi metabolisme basal.
Prinsip pemberian nutrisi pada fase inisial/stabilisasi, adalah:
Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
Oral atau nasogastrik (jangan mulai dengan nutrisi parenteral)
Energi: 100 kkal/kgBB/hari
Protein: 1-1,5 g/kgBB/hari
Cairan: 130 ml/kg/BB/hari (100 ml/kgBB bila ada edema berat)
Kegagalan pengobatan tercermin pada:
1.Tingginya angka kematian
Bila mortalitas > 5%, perhatikan apakah kematian terjadi pada:
Dalam 24 jam: kemungkinan hipoglikemia, hipotermia, sepsis terlambat atau tidak diatasi, atau proses
rehidrasi kurang tepat
Dalam 72 jam: cek apakah volume formula terlalu banyak atau pemilihan formula tidak tepat
Malam hari: kemungkinan hipotermia karena selimut kurang memadai, tidak diberi makan
2. Kenaikan berat badan tidak adekuat pada fase rehabilitasi
Penilaian kenaikan BB:
Baik : > 10 g/kgBB/hari
Sedang : 5-10 g/kgBB/hari
Kurang : < 5 g/kgBB/hari
Kemungkinan kenaikan BB, antara lain:
Pemberian makanan tidak adekuat
Defisiensi nutrien tertentu: vitamin, mineral
Infeksi yang tidak terdeteksi, sehingga tidak diobati
HIV/AIDS
Masalah psikologik

Penanggulangan KEP
a.

Pelayanan gizi

Pelayanan gizi balita KEP pada dasarnya setiap balita yang berobat atau dirujuk ke rumah sakit dilakukan
pengukuran berat badan, tinggi badan dan lila untuk menentukan status gizinya, selain melihat tandatanda klinis dan laboratorium. Penentuan status gizi maka perlu direncanakan tindakan sebagai berikut :

KEP ringan, memberikan penyuluhan gizi dan nasehat pemberian makanan di rumah (bilamana
pasien rawat jalan, dianjurkan untuk memberi makanan di rumah (bayi umur < 4 bulan) dan terus diberi
ASI sampai 3 tahun.

Balita KEP sedang; (a) Penderita rawat jalan : diberikan nasehat pemberian makanan dan vitamin
serta teruskan ASI dan pantau terus berat badannya. (b) Penderita rawat inap : diberikan makanan tinggi
energi dan protein, dengan kebutuhan energi 20-50% diatas kebutuhan yang dianjurkan (angka kecukupan
gizi/AKG) dan diet sesuai dengan penyakitnya.

KEP berat : harus dirawat inap dan dilaksanakan sesuai pemenuhan kebutuhan nutrisinya.
B.Analisa Gizi dan Penilaian status gizi
Subyektif :
Anamnesa : identitas pasien, riwayat penyakit umum dan riwayat gizi
Riwayat Gizi :
-Riwayat asupan sehari-hari sebelum sakit
-Kebiasaan makan
-Pantangan
-Keadaan penyakit dan faktor yang mempengaruhi status gizi, penurunan nafsu makan, tanda-tanda
hipermetabolisme (contoh flushing, tremor, palpitasi, keringat berlebihan, frekuensi buang air besar
meningkat dan gelisah) dan hipometabolisme (tanda yg berlawanan dari hiper-)
- Lamanya penurunan nafsu makan (bila nafsu makan menurun, perlu ditanyakan lama penurunan terjadi)
- Penurunan berat badan (berat badan sebelum sakit)
- Bowel habit : kebiasaan buang air besar (BAB), ada tidaknya diare, ada tidaknya perubahan bentuk
feses, obstipasi dan sakit perut
- Toleransi makanan : untuk mengetahui reaksi tubuh terhadap makanan, apakah terjadi gangguan pada
saat atau sesudah mengkonsumsi makanan, terutama di saluran gastrointestinal (misal
mual,muntah,kembung, kramp, diare) atau kelainan sistemik lainnya (misal timbul reaksi alergi)
Obyektif:
Pemeriksaan fisik
Antropometrik : Tinggi badan dan berat badan serta indeks massa tubuh (IMT) dengan rumus IMT adalah
berat badan (kg)/ kuadrat tinggi badan (m2)
Tabel Klasifikasi IMT Menurut WHO :Klasifikasi
IMT (kg/ m2)
Malnutrisi berat
< 16,0
Malnutrisi sedang
16,0 16,7
Berat badan kurang/ malnutrisi ringan 17,0 18,5
Berat badan normal
18,5 22,9
Berat badan kurang
23
Dengan resiko 23 24,9
Obes I 25 29,9
Obes II 30

Kurang Energi Protein, secara umum dibedakan menjadi marasmus dan kwashiorkor.
- Marasmus : hilangnya massa lemak dan massa otot yang berat, akibat dari defisiensi kalori yang kronis
- Kwashiorkor :pada umumnya disebabkan keadaan akut dan stres berat
Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stres akut dan kegiatan jasmani.
Biasanya digunakan rumus Broca.
Rumus Broca :
Berat badan idaman (BBI,kg) = [Tb (cm) -100] 10%
Pengecualian untuk laki-laki < 160 cm dan wanita < 150 cm, maka perhitungan BBI tidak dikurangi 10%.
Jumlah kalori yang diberikan per hari diperhitungkan dari BBI dikali kebutuhan kalori basal (30
kkal/kgBB untuk laki-laki dan 25 kkal/kgBB untuk wanita) ditambah kebutuhan kalori untuk aktivitas
(10-30%) dan koreksi status gizi (ditambah kalau berat badan kurang dan dikurangi kalau berat badan
berlebih) serta koreksi kalau ada stres akut. Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan
pagi (20%), makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan
besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dalam pengaturan jadual makan
dan jumlah kalori. Usahakan untuk mengubah pola makan ini secara bertahap sesuai dengan kondisi dan
kebiasaan penderita

1. ERISIPELAS
a. Definisi
Erisipelas adalah infeksi kulit.
b. Penyebab
Streptococcus beta-haemolyticus.
c. Gambaran Klinis
1)
Pasien biasanya demam sampai menggigil, disertai malaise.
2)
Bagian kulit yang terinfeksi tampak merah, edematus dan berkilat dengan
batas yang tegas serta nyeri tekan.
3)
Pada kulit yang edematus itu sering tumbuh vesikel dan bula.
4)
Kelenjar getah bening regional sering membesar dengan nyeri tekan.
d. Diagnosis
Tanda-tanda peradangan kulit.
e. Penatalaksanaan
1)
Eritromisin 250-500 mg tiap 6 jam, pada anak 20-50 mg/kgBB selama 57
hari.
2)
Kasus yang berat sebaiknya dirujuk ke rumah sakit.
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: eradikasi.
2) Efek samping eritromisin: diare, mual dan muntah.
3) Pencegahan: menjaga sanitasi lingkungan dan higiene perorangan.
4) Alasan rujukan: kasus yang berat.

2.

HERPES SIMPLEKS

a. Definisi
Herpes simpleks berkenaan dengan sekelompok virus yang menulari manusia. Infeksi virus
H. simplex ditandai dengan vesikel berkelompok di daerah mukokutan dengan kulit yang
memerah. Kelainan dapat terjadi secara primer maupun sekunder. Herpes simpleks
menyebabkan luka-luka yang sangat sakit pada kulit.
b. Penyebab
Penularan melalui kontak langsung. Virus H. simplex tipe 1 (HSV-1) adalah penyebab umum
untuk luka-luka demam (cold sore) di sekeliling mulut. HSV-2 biasanya menyebabkan
herpes kelamin. Namun HSV-1 dapat menyebabkan infeksi pada kelamin dan HSV-2 dapat
menginfeksikan daerah mulut melalui hubungan seks.
c. Gambaran Klinis
1) Infeksi virus ini mempunyai ciri adanya lesi primer lokal, latensi dan adanya
kecenderungan rekurensi lokal.
2) Dua agen penyebab, HSV tipe 1 dan 2, umumnya menimbulkan sindrom klinis yang
jelas, tergantung pada tempat masuknya.
a) HSV tipe 1:
(1) Infeksi primer mungkin ringan dan umumnya terjadi pada masa anak-anak dini
sebelum usia 5 tahun.
(2) Sekitar 10% infeksi primer menyebabkan bentuk penyakit yang lebih berat yang
bermanifestasi demam dan malaise.
(3) Ini bisa berlangsung selama seminggu atau lebih, dan dihubungkan dengan
adanya lesi vesikuler dalam mulut, infeksi mata atau erupsi kulit generalisata yang
memperberat eksema kronik.
(4) Reaktivasi infeksi laten mengakibatkan adanya cold sore yang muncul sebagai
vesikel bening pada dasar yang eritematus, biasanya di wajah dan bibir, yang
berkrusta dan sembuh dalam beberapa hari.
(5) Reaktivasi ini mungkin ditimbulkan oleh trauma, demam atau adanya penyakit
lain yang sedang diderita.
b) HSV tipe 2:
(1) Virus ini adalah penyebab herpes genitalis, walau ini juga dapat disebabkan oleh
virus tipe 1.
(2) Herpes genitalis terjadi terutama pada orang dewasa dan ditransmisikan secara
seksual.
(3) Infeksi primer dan rekuren dapat terjadi, dengan atau tanpa gejala.
d. Diagnosis
Berdasarkan gambaran klinis.
e. Penatalaksanaan
Pengobatan:

1) Terapi mencakup:
a) Salep dan larutan povidon-iodin.
b) Asiklovir untuk herpes genitalis awal dan rekuren, 5 x 200 mg sehari, selama 5-10
hari.
2) Perawatan setempat untuk herpes simpleks sebaiknya termasuk membersihkan lukanya
dengan air garam dan menjaganya tetap kering.
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: mengobati kelainan kulit dan mencegah penularan.
2) Pencegahan: hindari kontak dengan kelainan kulit yang terbuka.
3) Alasan rujuk: jika mengenai daerah kelamin, mata, atau berisiko ensefalitis.

3.
HERPES ZOSTER
a. Definisi
Penyakit yang menyerang saraf perifer atau saraf tepi dan bermanifestasi di kulit.
b. Penyebab
Herpes zoster disebabkan oleh virus varicella-zoster yang tinggal di ganglia paraspinal
sesudah infeksi varicella.
c. Gambaran Klinis
1) Mula-mula pasien mengalami demam atau panas, disertai nyeri yang terbatas pada satu
sisi tubuh, terjadi paling sering pada badan atau wajah, jarang pada ekstremitas, yang
nantinya timbul bercak. Beberapa hari kemudian (tiap orang tidak sama), muncul bercak
kemerahan di bagian tubuh yang nyeri tadi makin hari menyebar dan membesar sampai
sebesar biji jagung.
2) Makin lama, mengelupas dan tetap nyeri.
3) Setelah kering (ada yang seminggu, ada pula 2 atau 3 minggu) dan sembuh, kadang
masih menyisakan nyeri. Sisa-sisa nyeri adakalanya masih muncul bertahun-tahun
kemudian. Keadaan ini disebut nyeri post herpetic.
4) Bila pasien menderita demam dan ruam di satu dermatom di satu sisi tubuh, penyebabnya
mungkin infeksi herpes simpleks.
5) Bila mengenai area mata, gejala berupa mata merah, kelopak mata bengkak, berair dan
mengeluarkan sekret bening (serous) sampai purulen bila sudah terinfeksi bakteri.
d. Diagnosis
Vesikel yang berisi cairan jernih di salah satu sisi tubuh.
e. Penatalaksanaan
1) Pengobatan lebih diarahkan untuk mengurangi gejala, misalnya pemberian antinyeri atau
penurun panas atau obat untuk mengurangi rasa gatal pada periode masa penyembuhan.
2) Hingga kini belum ada obat spesifik. Pemakaian anti virus yang oleh beberapa ahli
dikatakan bisa menghilangkan nyeri post herpetic ternyata masih memerlukan penelitian
tapi tetap menjadi obat pilihan: Asiklovir 800 mg 5 kali sehari selama 7 hari

3) Antibiotik diberikan bila ada infeksi sekunder, misalnya kulit jadi bernanah atau
terkelupas.
4) Pada mata, berikan tetes mata kloramfenikol sebagai preventif dan pengobatan infeksi
bakteri.
f. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: mengobati kelainan kulit dan mencegah penularan.
2) Pencegahan: hindari kontak dengan kelainan kulit yang terbuka.
3) Jangan berikan kortikosteroid topikal pada kasus infeksi mata

4. KUSTA
a.
Definisi
Kusta atau lepra adalah suatu penyakit kulit menular menahun yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium leprae. Serangan kuman yang berbentuk batang ini biasanya pada kulit, saraf
tepi, mata, selaput lendir hidung, otot, tulang dan buah zakar.
b. Penyebab
Kuman Mycobacterium leprae.
c. Gambaran Klinis
Tanda utama (Cardinal sign):
1) Kelainan pada kulit, berupa bercak yang berwarna putih (hipopigmentasi) yang tak berasa
atau kemerahan (eritematosus) yang mati rasa (makula anestesia).
2) Penebalan saraf tepi.
3) Gejala pada kulit, pasien kusta adalah pada kulit terjadi benjol-benjol kecil berwarna
merah muda atau ungu. Benjolan kecil ini menyebar berkelompok dan biasanya terdapat
pada mata dan mungkin juga timbul di hidung hingga menyebabkan perdarahan.
4) Gejala pada saraf, berkurangnya perasaan pada anggota badan atau bagian tubuh yang
terkena. Kadang-kadang terdapat radang saraf yang nyeri. Adakalanya kaki dan tangan
berubah bentuknya. Jari kaki sering hilang akibat serangan penyakit ini. Pasien merasa
demam akibat reaksi penyakit tersebut.
5) Gejala pada mata, ditandai dengan mata merah, kehilangan alis, adanya sekret, dapat
disertai dengan penurunan visus.
6) Penyakit kusta terdapat dalam bermacam-macam bentuk. Bentuk leproma mempunyai
kelainan kulit yang tersebar secara simetris pada tubuh. Bentuk ini menular karena
kelainan kulitnya mengandung banyak kuman.
7) Ada juga bentuk tuberkuloid yang mempunyai kelainan pada jaringan saraf yang
mengakibatkan cacat pada tubuh. Bentuk ini tidak menular karena kelainan kulitnya
mengandung sedikit kuman. Di antara bentuk leproma dan tuberkuloid ada bentuk
peralihan yang bersifat stabil dan mudah berubah-ubah.
8) Penyakit ini ditularkan melalui kontak erat dari kulit ke kulit dalam waktu yang cukup
lama. Namun ada dugaan bahwa penyakit ini juga dapat ditularkan melalui udara
pernapasan dari pasien yang selaput hidungnya terkena. Tidak semua orang yang

berkontak dengan kuman penyebab akan menderita penyakit kusta. Hanya sedikit saja
yang kemudian tertulari, sementara yang lain mempunyai kekebalan alami.
9) Masa inkubasi penyakit ini dapat sampai belasan tahun. Gejala awal penyakit ini
biasanya berupa kelainan kulit seperti panau yang disertai hilangnya rasa raba pada
kelainan kulit tersebut.
d. Diagnosis
Dari gejala klinik dan tes sensitivitas.
e. Penatalaksanaan
Klasifikasi Kusta menurut WHO untuk memudahkan pengobatan di lapangan:
1) PB ( Pauci Bacillery), lesi <5, tidak ditemukan basil
2) MB ( Multi Bacillary), lesi >5, ditemukan basil
Prinsip Multi Drug Treatment (pengobatan kombinasi Regimen MDT-Standar WHO)
1) Regimen MDT-Pausibasiler
a) Rifampisin
- Dewasa
: 600 mg/bulan, disupervisi
- Berat badan < 35 kg : 450 mg/bulan
- Anak 10 14 tahun : 450 mg/bulan (1215 mg/kgBB/hari)
Rifampisin: diminum di depan petugas (Hari pertama)
- Dewasa
: 600 mg/bulan
- Anak 10 14 tahun : 450 mg/bulan
- Anak 5 9 tahun
: 300 mg/bulan
Dapson :
- Dewasa
: 100 mg/hari
- Anak 10 14 tahun : 50 mg/hari
- Anak 5 9 tahun
: 25 mg/hari
Diberikan dalam jangka waktu 6 9 bulan.
b) Dapson
- Dewasa
: 100 mg/hari
- Berat badan < 35 kg : 50 mg/hari
- Anak 10 14 tahun : 50 mg/hari (12 mg/kgBB/hari)
- Lama pengobatan: diberikan sebanyak 6 regimen dengan jangka waktu maksimal
9 bulan.
2) Regimen MDT-Multibasiler
a) Rifampisin
- Dewasa
: 600 mg/bulan, disupervisi
Dilanjutkan dengan 50 mg/hari
- Anak 1014 tahun : 450 bulan (12 15 mg/kgBB/bulan)
Rifampisin: diminum di depan petugas (Hari pertama)
- Dewasa
: 600 mg/bulan
- Anak 1014 tahun : 450 mg/bulan
- Anak 59 tahun : 300 mg/bulan
Klofazimin :

- Dewasa
: 300 mg/bulan
- Anak 1014 tahun : 150 mg/bulan
- Anak 59 tahun : 100 mg/bulan
Dapson :
- Dewasa
: 100 mg/hari
- Anak 1014 tahun
: 50 mg/hari
- Anak 59 tahun : 25 mg/hari
Diberikan sebanyak 12 blister dengan jangka waktu 1218 bulan.
b) Klofazimin
- Dewasa
: 300 mg/bulan, disupervisi
Dilanjutkan dengan 50 mg/hari
- Anak 1014 tahun : 200 mg/bulan, disupervisi.
Dilanjutkan dengan 50 mg selang sehari
c) Dapson
- Dewasa
: 100 mg/hari.
- Berat badan < 35 kg: 50 mg/hari
- Anak 10-14 tahun : 50 mg/hari(12 mg/hari/kgBB/hari)
- Lama pengobatan
: diberikan sebanyak 24 regimen dengan jangka
waktu maksimal 36 bulan sedapat mungkin sampai apusan kulit menjadi negatif.
Bila sudah mengenai mata, dapat dilakukan pembersihan sekret disertai pemberian
kloramfenikol tetes mata 1-2 tetes tiap 6 jam. Bila terjadi penurunan visus, rujuk ke
spesialis mata.

f. KIE
1) Tujuan pengobatan: untuk pengobatan dan memutuskan rantai penularan.
2) Efek samping klofazimin: kulit berwarna coklat kemerahan dan akan pulih pasca
pengobatan.
3) Pencegahan: melaporkan kasus kusta yang ditemukan.
4) Bila ditemukan kasus reaksi kusta segera dirujuk.
5) Berikan motivasi bahwa penyakit kusta dapat sembuh total.
6) Perlu diberikan pemeriksaan pada seluruh anggota keluarga pasien kusta.
7) Alasan rujukan: bila terjadi penurunan visus, rujuk ke spesialis mata.

5. MORBILI (Campak)
a. Definisi
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut yang bermanifestasi dalam 3 stadium yaitu stadium
kataral, erupsi dan konvalens.
b. Penyebab

Penyebab penyakit campak adalah virus campak atau morbili. Pada awalnya, gejala campak
agak sulit dideteksi.
c. Gambaran Klinis
Secara garis besar penyakit campak dibagi menjadi 3 fase:
1) Fase pertama disebut masa inkubasi yang berlangsung sekitar 1012 hari. Pada fase ini
anak sudah mulai terkena infeksi tapi pada dirinya belum tampak gejala apapun. Bercakbercak merah yang merupakan ciri khas campak belum keluar.
2) Pada fase kedua (fase prodormal) barulah timbul gejala yang mirip penyakit flu seperti
batuk, pilek dan demam. Mata tampak kemerah-merahan dan berair. Bila melihat sesuatu,
mata akan silau (fotofobia). Di sebelah dalam mulut muncul bintik-bintik putih yang akan
bertahan 34 hari. Terkadang anak juga mengalami diare. 12 hari kemudian timbul
demam tinggi yang turun naik, berkisar 3840,5oC.
3) Fase ketiga ditandai dengan keluarnya bercak merah seiring dengan demam tinggi yang
terjadi. Namun bercak tak langsung muncul di seluruh tubuh melainkan bertahap dan
merambat. Bermula dari belakang telinga, leher, dada, muka, tangan dan kaki. Warnanya
pun khas; merah dengan ukuran yang tidak terlalu besar tapi juga tidak terlalu kecil.
Bercak-bercak merah ini dalam bahasa kedokterannya disebut makulopapuler. Biasanya
bercak memenuhi seluruh tubuh dalam waktu sekitar 1 minggu, tergantung pada daya
tahan tubuh masing-masing anak. Umumnya jika bercak merahnya sudah keluar, demam
akan turun dengan sendirinya. Bercak merah pun makin lama menjadi kehitaman dan
bersisik (hiperpigmentasi), lalu rontok atau sembuh dengan sendirinya. Periode ini
merupakan masa penyembuhan yang butuh waktu sampai 2 minggu.
d. Diagnosis
Bercak kemerahan terutama pada bagian atas badan.
e. Penatalaksanaan
Penanganan yang benar
1) Bila campaknya ringan, anak cukup dirawat di rumah. Kalau campaknya berat atau
sampai terjadi komplikasi maka harus dirawat di rumah sakit.
2) Anak campak perlu dirawat di tempat tersendiri agar tidak menularkan penyakitnya
kepada yang lain. Apalagi bila ada bayi di rumah yang belum mendapat imunisasi
campak.
3) Beri pasien asupan makanan bergizi seimbang dan cukup untuk meningkatkan daya
tahan tubuhnya. Makanannya harus mudah dicerna karena anak campak rentan terjangkit
infeksi lain seperti radang tenggorokan, flu atau lainnya. Masa rentan ini masih
berlangsung 1 bulan setelah sembuh karena daya tahan tubuh pasien yang masih lemah.
4) Pengobatan secara simtomatik sesuai dengan gejala yang ada.
5) Pemberian fortivikasi vitamin A 50.000 UI untuk anak <6 bulan, 100.000 UI untuk anak
6-11 bulan, 200.000 UI untuk anak 12 bulan 5 tahun, untuk mempercepat proses
penyembuhan. Untuk pasien dengan gizi buruk diberikan vitamin A 3x.
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: mengurangi gejala dan mencegah komplikasi.
2) Pencegahan: pemberian Imunisasi morbili (campak).

3) Alasan rujuk: campak dengan komplikasi.

6.

SIFILIS

a. Definisi
Sifilis atau yang disebut dengan 'raja singa' disebabkan oleh sejenis bakteri yang bernama
Treponema pallidum. Bakteri yang berasal dari famili spirochaetaceae ini memiliki ukuran
yang sangat kecil dan dapat hidup hampir di seluruh bagian tubuh.
b. Penyebab
Bakteri ini masuk ke dalam tubuh manusia melalui selaput lendir (misalnya vagina, mulut
atau melalui kulit). Spirochaeta penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang
yang lain melalui hubungan genito-genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral).
Infeksi ini juga dapat ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan.
c. Gambaran Klinis
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 113 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 34
minggu. Infeksi bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan
jantung, kerusakan otak maupun kematian.
Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan:
1)

Fase Primer.
Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang
tersering adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus,
rektum, bibir, lidah, tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya.
Luka tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan
jernih yang sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya akan membesar, juga
tanpa disertai nyeri. Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali
tidak dihiraukan. Luka biasanya membaik dalam waktu 312 minggu dan sesudahnya
pasien tampak sehat secara keseluruhan.

2)

Fase Sekunder.
Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 612
minggu setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa
bulan. Meskipun tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau
bulan kemudian akan muncul ruam yang baru. Pada fase sekunder sering ditemukan luka
di mulut, kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya, peradangan di organ-organ tubuh. Di
daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa terbentuk
daerah yang menonjol (kondiloma lata). Gejala lainnya adalah merasa tidak enak badan
(malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia.

3)

Fase Laten.

Setelah pasien sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten dimana
tidak nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluhpuluh tahun atau bahkan sepanjang hidup pasien. Pada awal fase laten kadang luka yang
infeksius kembali muncul.
4)

Fase Tersier.
Pada fase tersier pasien tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai ringan
sampai sangat parah, misalnya sifilis mengenai medulla spinalis (tabes dorsalis).

d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan
hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan fisik.
e. Penatalaksanaan
1) Obat pilihan: benzatin penisilin G dengan dosis tergantung stadium:
a) Stadium I dan II : 4,8 juta UI
b) Stadium laten
: 7,2 juta UI
2) Cara : injeksi i.m. 2,4 juta UI/ kali dengan interval 1 minggu
3) Obat alternatif:
a) Doksisiklin 100 mg tiap 12 jam, 14 hari untuk fase awal, 28 hari untuk fase lanjut;
atau
b) Eritromisin 500 mg tiap 6 jam
4) Lama pengobatan 30 hari (stadium I dan II) atau waktu yang lebih lama untuk stadium
laten.
5) Evaluasi serologis (VDRL):
1 bulan setelah pengobatan selesai, ulangi tes serologis sifilis (TSS):
a) Titer turun: tidak diberikan pengobatan lagi
b) Titer naik : pengobatan ulang
c) Titer tetap: observasi 1 bulan
1 bulan setelah observasi:
a) Titer turun
: tidak diberi pengobatan
b) Titer naik atau tetap
: pengobatan ulang
6) Pemantauan TSS: Pada bulan I, II, VI dan XII dan tiap 6 bulan pada tahun kedua.
f. KIE
1) Tujuan penatalaksanaan: untuk penyembuhan dan pemutusan rantai penularan.
2) Efek samping: perlu hati-hati kemungkinan reaksi anafilaktik terhadap benzatin penisilin
G. Siapkan perangkat penanganan reaksi syok anafilaktik.
3) Edukasi tentang penyakit, cara penularan, cara pencegahan dan pengobatan.
4) Sedapat mungkin penanganan pasangan seksualnya.
5) Merujuk spesimen darah untuk pemeriksaan laboratorium VDRL dan TPHA untuk
penegakan diagnosis pasti.
6) Alasan rujuk: jika terjadi komplikasi atau kondisi parah
7. VARISELA

a. Definisi
Varisela atau cacar air yang ditandai dengan vesikel di kulit dan selaput lendir ini sangat
mudah menular melalui percikan ludah dan kontak. Penularan sudah dapat terjadi sejak 24
jam sebelum timbul kelainan kulit sampai 6 7 hari kemudian.
b. Penyebab
Virus Varicella zoster.
c. Gambaran Klinis
1) Masa inkubasi 13 17 hari.
2) Gejala awal berupa pusing, sakit kepala, dan demam yang tidak begitu tinggi. Gejala ini
tidak begitu jelas pada anak balita, tetapi menonjol pada anak usia diatas 10 tahun.
3) Pada orang dewasa keluhan ini dapat berat sekali.
a) Kelainan kulit muncul mula-mula seperti pada morbili, berupa makula dan papula
yang kemudian menjadi vesikel berisi cairan jernih. Perubahan ini berlangsung dalam
waktu 24 48 jam.
b) Ruam biasanya lebih banyak di badan dibandingkan dengan di anggota gerak. Yang
khas pada varisela ini adalah berbagai macam ruam dapat ditemukan dalam satu saat.
c) Pada bentuk yang berat kelainan kulit timbul di seluruh tubuh.
d. Diagnosis
Berdasarkan gambaran klinis dengan bentuk rash yang karakteristik (fluorosensi yang
sifatnya papulo vesikuler yang multiforme dan proses penjalarannya sentrifugal).
e. Penatalaksanaan
1) Pengobatan yang diberikan hanya bersifat simtomatis: parasetamol bila demam sangat
tinggi. Jangan memberikan asetosal pada anak, karena dapat menimbulkan sindroma
Reye.
2) Pasien dianjurkan tetap mandi. Kalium permanganat dan antiseptik lain tidak dianjurkan.
3) Kemudian beri bedak salisil 2%. Usahakan agar vesikel tidak pecah dan mengalami
infeksi sekunder.
4) Bila ada infeksi sekunder berikan amoksisilin per oral 2550 mg/kgBB/hari atau
eritromisin 20-50 mg/kgBB.
5) Obat antivirus bermanfaat bila diberikan <24 jam setelah timbulnya kelainan kulit.
6) Antivirus dapat diberikan pada usia pubertas, dewasa, pasien yang tertular orang
serumah, neonatus dari ibu yang menderita varisela 2 hari sebelum 4 hari sesudah
melahirkan.
7) Dosis asiklovir:
dewasa: 5 x 800 mg sehari selama 7 hari.
bayi dan anak: 4 x 20-40 mg/kgBB (maksimal 800 mg/hari)
f. KIE
1) Tujuan pengobatan: simtomatik (mengurangi gejala).
2) Pencegahan: hindari kontak dengan pasien, menjaga personal higiene.

8. FOLIKULITIS SUPERFISIALIS
Folikulitis superfisialis adalah radang folikel rambut dengan pustul berdinding tipis pada
orifisium folikel yang terbatas didalam epidermis.
Manifestasi klinis
Tempat predileksi adalah ekstremitas terutama dibawah tungkai bawah, kulit kepala, muka
terutama sekitar mulut. Kelainan berupa papul atau pustul yang eritematosa dan ditengahnya
terdapat rambut, biasanya multipel dan sembuh setelah beberapa hari. Infeksi mungkin terjadi
setelah gigitan serangga, tergores, atau akibat garukan dan trauma kulit lainnya.
Penatalaksanaan
Bersihkan daerah yang terkena dengan sabun antiseptik dan air 2 kali perhari, dan berikan salep
antibiotik, misalnya mupirosin 5%. Kloksasilin / eritromycin peroral, diberikan terutama pada
kasus rekurens atau sulit diobati. Cari dan hilangkan faktor predisposisi.

9. FURUNKEL, KARBUNKEL
Furunkel atau bisul adalah penyakit infeksi akut pada folikel rambut dan perifolikuler, bulat,
nyeri, berbatas tegas yang berakhir dengan supurasi ditengah. Jika lebih dari satu disebut dengan
furunkulosis. Karbunkel adalah furunkel yang berkonfluensi dengan mata yang terpisah.
Etiologi
Biasanya staphylococcus aureus
Faktor predisposisi

Alkoholisme, malnutrisi, gangguan fungsi neutrofil, faktor menurunnya daya tahan tubuh
termasuk AIDS dan Diabetes Melitus.
Histopatologi
Adanya abses yang dalam dengan limfosit dan neutrofil dan pada kasus yang sudah lama
terdapat sel plasma dan sel datia benda asing ( giant cell ).
Manifestasi Klinis
Keluhannya nyeri dengan nodus eritematosa berbentuk kerucut, ditengahnya terdapat pustul.
Kemudian melunak menjadi abses berisi pus dan jaringan nekrotik, lalu memecah. Tempat
predileksi adalah yang banyak mengalami friksi, misal aksila, bokong, dan tengkuk / leher.
Penatalaksanaan
-

Jika hanya beberapa buah cukup dengan antibiotik topikal. Jika banyak diberikan
antibiotik topikal dan sistemik.
Untuk furunkel dini dapat diberikan kompres air hangat dan antibiotik, misal
golongan beta laktam, eritromicyn atau sefalosporin per oral dengan dosis 1-2
gr/hr bergantung pada beratnya penyakit. Bila mengalami supurasi maka furunkel
diinsisi.
Cari dan hilangkan faktor predisposisi ( kalau berulang-ulang mendapat
furunkulosis atau karbunkel ) misalnya Diabetes Melitus

10. EKTIMA
Ektima adalah ulkus superfisial dengan krusta diatasnya, disebabkan oleh streptococcus beta
hemolyticus, hampir selalu terjadi ditungkai bawah bagian anterior atau kaki bagian dorsal.
Etiologi
Stretococcuc beta hemolyticus
Gejala Klinis
Penyakit dimulai dengan vesikel atau vesiko-pustul yang membesar dan dalam beberapa hari
menjadi krusta tebal berwarna kuning, biasanya berlokasi ditungkai bawah, yaitu tempat yang
relatif banyak mendapat trauma. Jika krusta diangkat ternyata lekat dan tampak ulkus dangkal

dengan dasar kasar dan tepi meninggi. Lesi akan sembuh setelah beberapa minggu dengan
sikatriks.
Diagnosa banding
Impetigo krustosa yang hanya terdapat pada anak, berlokasi dimuka, dan dasarnya adalah erosi.
Penatalaksanaan
Jika jumlahnya sedikit, krusta diangkat lalu dibersihkan dengan sabun dan air serta diolesi salep
antibiotik, misalnya mupirosin 2 kali /hari. Jika banyak, juga diobati dengan antibiotik sistemik
seperti penisilin,kloksasilin, atau eritromicyn secara oral atau parenteral. Cari dan hilangkan
faktor predisposisi.

11. MOLUSKUM KONTAGIOSUM


Moluskum kontagiosum adalah penyakit yang disebabkan virus poks dengan gambaran klinis
berupa papul, pada permukaannya terdapat lekukan, berisi massa yang mengandung badan
moluskum.
Manifestasi Klinis
Masa inkubasi satu sampai beberapa minggu. Kelainan kulit berupa papul miliar, kadang
lentikular dan berwarna putih seperti lilin, berbentuk kubah yang ditengahnya terdapat lekukan
( delle ). Jika dipijat, keluar massa putih seperti nasi. Tempat predileksi di muka, badan, dan
ekstremitas. Pada orang dewasa didaerah pubis dan genitalia eksterna. Kadang timbul infeksi
sekunder sehingga timbul supurasi.
Diagnosis
Secara histopatologi dijumpai badan moluskum yang mengandung partikel virus.
Penatalaksanaan
Mengeluarkan massa yang mengandung badan moluskum dengan ekstraktor komedo, jarum
suntik, kuret, elektrokauter, bedah beku. Pada orang dewasa, dilakukan terapi pada pasangan
seksual.

12. ERITRASMA
Definisi
Eritrasma adalah penyakit bkteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh
corynebacterium minitissismum ditandai dengan lesi berupa eritema dan skuama halus terutama
didaerah ketiak dan lipat paha.
Etiologi
Bakteri corynebacterium minitissismum
Gejala Klinis
Gejala biasanya asimptomatis. Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa dan dianggap
tidak begitu menular, eritrasma tidak menimbulkan keluhan obyektif, kecuali bila terjadi
ekzematisasi oleh karena penderita berkeringat banyak atau terjadi maserasi pada kulit.
Manifestasi Klinis
Eritrasma umumnya menyerang inguinal, ketiak, dan lipatan submammae ditandai oleh plak
merah menyala pada awalnya dan akhirnya berngsur2 menjadi coklat, berbentuk tidak teratur,
dan berbatas tegas. Lesi biasanya tanpa gejala meskipun beberapa pasien melapokan adanya
pruritus ringan. Lesi diruang interdigital dari kaki ditandai dengan plak2 eritematosa,
maserasi,scalling, melepuh, vesikel, dan bau busuk. Pada pemeriksaan dengan lampu wood, lesi
terlihat berfluorosensi merah membara ( coral red ).
Diagnosa banding
Pityriasis versicolor, tinea cruris
Penatalaksanaan
-

Pencegahan atau profilaksis : mencuci dengan benzoil peroksida. Obat bubuk


( tidak menggunakan bubuk jagung pati ). Anti septik topikal gel : isopropil,
etanol.
Terapi topikal : lebih baik diberikan benzoil peroksida ( 2,5 % ) gel setiap hari,
setelah mandi, selama 7 hari. Dapat juga diberikan eritromycin atau clindamicyun
topikal 2 kali sehari selama 7 hari. Anti jamur spectrum luas yaitu : klotrimazole,
miconazole atau econazole.
Terapi oral : eritromicyn merupakan obat pilihan. 1 gr perhari ( 4x250mg ) untuk
2-3 minggu. Alternatif antibiotik juga dapat diberikan tetrasiklin selama 7 hari.
Hasil yang baik juga telah dilaporkan dengan dosis tunggal 1 gr claritromicyn.

13. SKROFULODERMA
Definisi
Skrofuloderma merupakan bentuk dari tuberkulosis kutis yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberkulosis dan mikrobakteria atipikal.
Skrofuloderma adalah tuberkulosis yang menyebabkan terbentuknya abses dingin ( cold abses )
dan kerusakan sekunder pada kulit, baik multibasiler atau pausibasiler.
Etiologi
Penyebabnya adalah mycobacterium tuberculosis
Gambaran Klinis
Skrofuloderma biasanya mulai sebagai limfadenitis tuberculosis, berupa pembesaran kelenjar
getah bening, tanpa tanda2 radang akut, selain tumor. Mula-mula hanya beberapa kgb yang
diserang, lalu makin banyak dan sebagian berkonfluensi. Selain limfadenitis, juga terdapat
periadenitis yang menyebabkan perlekatan kgb, tersebut dengan jaringan disekitarnya. Kemudian
kelenjar2 tersebut mengalami perlunakan tidak serentak mengakibatkan onsistensinya menjadi
bermacam2 yaitu didapati kelenjar getah bening melunak dan membentuk abses yang akan
menembus kulit dan pecah, bila tidak disayat dan dikeluarkan nanahnya ( abses dingin ). Abses
dingin artinya abses tersebut tidak panas maupun nyeri tekan, melainkan berfluktuasi ( bergerak
bila ditekan,menandakan bahwa isinya cair ).
Abses dingin akan memecah dan membentuk fistel. Kemudian muara fistel meluas, hingga
menjadi ulkus, yang mempunyai sifat khas, yakni bentuknya memanjang dan tidak teratur,
disekitarnya berwarna kebiru2an ( vivid ), dinding bergaung; jaringan granulasinya tertutup oleh
pus serospurulen, jika menjadi kering kusta berwarna kuning. Ulkus2 tersebut dapat sembuh
spontan menjadi sikatrik2 yang juga memanjang dan tidak teratur. Kadang2 diatas sikatriks
tersebut terdapat jembatan kulit ( skin bridge ), bentuknya seperti tali, yang kedua ujungnya
melekat pada sikatriks tersebut, hingga sonde dapat dimasukkan.
Diagnosis banding
Pada skrofuloderma dileher biasanya gambaran klinisnya khas, sehingga tidak perlu diadakan
diagnosa banding
Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan bakteriologik : penting untuk menentukan etiologinya, tapi
memerlukan waktu yang lama ( 8 minggu untuk kultur dan binatang percobaan )
selain itu pada pembiakan hanya 21,7% yang positif
- Pemeriksaan histopatologik : lebih penting daripada pemeriksaan bakteriologik
untuk menegakkan diagnosis karena hasilnya cepat yaitu dalam 1 minggu.

Tes Tuberculin ( Mantoux Test ) : mempunyai arti pada usia 5 tahun kebawah dan
jika positif hanya berarti pernah atau sedang menderita penyakit tuberculosis.
Hasil tes mantoux menunjukkan tanda positif pada keseluruhan 17 pasien ( 100 %
) dengan pnyakit tuberculosis verrucosa cutis, 18 pasien ( 81,8 % ) pada penyakit
lupus vulgaris, dan 6 pasien ( 60% ) pada penyakit skrofuloderma.
Reaksi berantai polimerase : spesimen berupa jaringan biopsi, keuntungannya
hasil cepat diperoleh dan spesimen yang diambil hanya sedikit.
LED : pada tuberkulosis kutis LED meninggi, tetapi peninggian LED ini lebih
penting untuk pengamatan hasil pengobatan daripada untuk membantu penegakan
diagnosis. Peninggian LED berarti terjadi kerusakan jaringan.

Penatalaksanaan
Perbaiki keadaan umum, misalnya gizi dan anemia. Prinsip pengobatan tuberkulosis kutis sama
dengan tuberkulosis paru. Untuk mencapai hasil yang baik,hendaknya diperhatikan sebagai
berikut.
Kriteria penyembuhan pada skrofuloderma ialah : semua ulkus dan fistel telah menutup, seluruh
kelenjar getah bening mengecil ( kurang daripada 1 cm dan berkonsistensi keras ), dan sikatriks
yang semula eritematosa menjadi tidak eritematosa lagi. LED dapat dipakai sebagai pegangan
untuk menilai penyembuhan pada penyakit tuberkulosis. Jika terjadi penyembuhan LED akan
menurun dan menjadi normal.

14. IMPETIGO
Definisi
Impetigo adalah penyakit kulit yang menular yang disebabkan bakteri dan biasanya
menyerang anak2 atau pioderma superfisialis yang hanya terbatas pada epidermis.
Etiologi
Disebabkan oleh bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus B hemolitycus.
Ada 3 bentuk impetigo :
- Impetigo nonbulosa/krustosa/kontagiosa
Ditandai dengan : lesi berupa krusta kuning kotor dengan daerah eritem
disekitarnya. Lesi selalu berawal dari kulit wajah atau ekstremitas yang telah
mengalami trauma. Awalnya terbentuk beruntus merah kecil yang kemudian
menjadi beruntus bernanah yang cepat pecah dan berubah menjadi keropeng
berwarna kuning atau awalnya berupa vesikel/pustula kecil dan dalam waktu
singkat berubah menjadi plak berkrusta berwarna keemasan seperti madu,
menebal dan mudah lepas.
- Impetigo bulosa

Pengobatan
-

Ditandai dengan : adanya vesikel berisi cairan jernih yang berkembang cepat
menjadi bula berdinding tipis yang kemudian berisi pus. Bula berdinding tipis
biasanya lembek kadang-kadang tegang mudah pecah dan berisi cairan berwarna
jernih, kekuningan sampai putih atau pus yang berwarna kuning. Ciri-ciri berupa
kemerahan dikulit dan terdapat gelembung-gelembungseperti kulit yang tersundut
rokok. Predileksi pada daerah yang sering terkena gesekan. Paling sering terjadi
pada wajah, pantat, ketiak, dada, punggung dan daerah yang tidak tertutup
pakaian. Gejala konstitusi biasanya menyertai kelainan ini berupa demam dan
malaise.
Impetigo neonatorum
Dapat terjadi pada daerah yang memakai popok. Serupa dengan impetigo bulosa
tetapi lokasinya generalisata. Disertai gejala konstitusi yaitu demam.

Impetigo nonbulosa : jika jumlah lesi sedikit bersihkan lalu beri salep antibiotik.
Bila lesi banyak dan luas berikan antibiotik sistemik seerti golongan penisilin,
eritromicyn atau golongan sefalosporin dan injeksi benzatin penisillin. Untuk
infeksi streptococcus pada anak2 dapat diberikan penisillin 4x250mg selama 5-7
hr, sedangkan untuk infeksi campuran staphylococcus diberikan eritromicyn,
kloksasilin, atau sefalosporin dengan dosis yang sama dengan diatas selama 7-10
hr. Kompres 1-2x sehari untuk membersihkan krusta lalu diberi salep kombinasi
basitrasin polimiksin B.
Impetigo bulosa : memberikan salep antibiotik atau cairan antiseptik setelah
vesikel / bula dipecahkan. Kompres dengan solutio acid salisilic 0,1%, dilanjutkan
dengan antibiotika topikal seperti salep mupirocin 2%. Jika lesi lebih banyak atau
lebih luas berikan antibiotik sistemik seperti golongan eritromicyn, penisillinresistant penisillin ( kloksasilin ),sefalosporin, klindamicin atau kombinasi
amoksisilin dan asam klavulanat. Yang terpenting memperbaiki higiene.
Impetigo neonatorum : sama seperti impetigo bulosa jika lesi luas dan banyak
maka berikan antibiotik sistemik, sedangkan untuk pengobatan antibiotik topikal
dapat diberikan bedak salisil 2%.

TINEA KAPITIS
Definisi

: infeksi jamur superfisialis yang menyerang kulit kepala dan rambut.

Penyebab

: Golongan dermatofita, terutama T. rubrum, T. Mentagrophytes dan M. gypseum.

Umur

: umumnya anak-anak sekolah dasar.

Jenis kelamin : anak pria lebih banyak dari anak wanita.

Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit : kebersihan yang buruk dan kontak
dengan binatang peliharaan seperti anjinng atau kucing berperan dalam penularan.
Gejala singkat penyakit : perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan :
Jamur masuk ke dalam kulit kepala atau rambut, dan selanjutnya berkembang membentuk
kelainan di kepala tergantung dari bentuknya. Biasanya memberi keluhan gatal atau nyeri.
Pemeriksaan kulit
Lokalisasi

: daerah kulit kepala dan rambut.

Efloresensi

: tergantung dari jenisnya :

1. Gray pacth ring worm : papel-papel miliar sekitar muara rambut, rambut mudah putus,
meninggalkan alopesia yang berwarna coklat.
2. Black dot ring worm : infeksi jamur dalam rambut atau di luar rambut, rambut putus tepat
pada permukaan kulit, meninggalkan makula coklat berbintik hitam, dan warna rambut
sekitarnya suram.
3. Kerion : pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil dengan skuamasi akibat radang lokal,
rambut putus dan mudah dicabut.
4. Tinea favosa : bintik-bintik berwarna merah kuning ditutupi oleh krusta yang berbentuk
cawan (skutula). Berbau busuk, rambut di atasnya putus-putus dan mudah dicabut.
Diagnosis banding :
1. Alopesia areata (dengan bentuk black dot), biasanya kulit tampak licin dan berwarna
coklat.
2. Dermatitis seboroika (dengan bentuk tinea favosa), rambut tampak berminyak, kulit
kepala ditutupi skuama yang berminyak.
3. Psoriasis (dengan bentuk tinea favosa), sisik (skuama) tebal, berwarna putih mengkilat
dan bersifat kronik residif.

Penatalaksanaan :
Sistemik : - Griseofulvin 10-25 mg/kg BB; dewasa 500 mg/hari.
- Ketokonazole 5-10 mg/kg BB; dewasa 200 mg/hari selama 7-14 hari.
Topikal : Mencuci kepala menggunakan shampoo desinfektan antimikotik seperti
larutan asam salisilat, asam benzoat, dan sulfur presipitatum.
TINEA BARBAE

Definisi

: bentuk infeksi jamur dermatofita pada daerah dagu/jenggot yang menyerang

kulit dan folikel rambut.


Penyebab

: Biasanya oleh golongan Trichophyton dan Microsporum.

Umur

: Selalu pada orang dewasa, tidak pernah pada anak-anak.

Jenis kelamin : Biasanya pada pria dewasa.


Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit : higiene yang kurang baik, yang kotor
dan biasanya didaerah yang tropis dan kelembaban tinggi.
Gejala singkat penyakit : perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan :
penderita biasanya mengeluh gatal dan pedih pada daerah yang terkena disertai bintik-bintik
kemerahan yang kadang bernanah.
Pemeriksaan kulit
Lokalisasi

: Biasanya pada daerah dagu/jenggot, tapi dapat menyebar ke wajah dan leher

Efloresensi

: Rambut daerah yang terkena menjadi rapuh dan tidak mengkilat, tampak reaksi

radang pada folikel berupa kemerahan, edema, kadang-kadang ada pustula.


Diagnosis banding :
1. Dermatitis kontak alergika
2. Akne kistika
3. Dermatitis seboroika
Penatalaksanaan:
Umum :
-

Rambut daerah jenggot dicukur bersih

Jaga kebersihan umum

Khusus

Sistemik : dapat diberikan griseofulvin 500 mg 1 gram/hari selama 2-4 minggu.

Topikal :
kompres sol kalium permanganas 1:4.000 atau sol asam asetat 0,025% 2-3 kali
sehari.
antifungi sol tinactin
epilasi rambut yang terinfeksi
antibiotik bila ada infeksi skunder

TINEA KORPORIS

Definisi

: penyakit kulit yang disebabkan jamur superfasialis golongan

dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan dan tungkai.
Penyebab

: golongan jamur dermatofita, yang tersering adalah Epidermophyton floccosum

atau T. rubrum.
Umur

: semua umur, tetapi lebih sering menyerang orang dewasa, pria dan wanita.

Penyakit ini tersebar diseluruh dunia, terutama pada derah tropis, insiden meningkat pada
kelembaban udara yang tinggi. Lingkungan yang kotor/kebersihan lingkungan mempengaruhi
perorangan dalam perkembangan penyakit pada kulit manusia
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan :
Gejala subyektif : keluhan gatal, terutama bila berkeringat.
Gejala Obyektif

: Makula hiperpigmentasi dengan tepi yang lebih aktif.

Oleh karena gatal dan digaruk, lesi akan meluas, terutama pada daerah kulit yang lembab.
Lokalisasi

: Wajah, angota gerak atas dan bawah, dada, punggung.

Eflorosensi

: Lesi berbetuk makula/plak yang merah/ hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan

penyembuhan sentral. Pada tepi lesi ditemukan papel-papel eritematosa atau vesikel. Pada
perjalanan penyakit yang kronik dapat dijumpai likenifikasi. Gambaran lesi dapat polisiklis,
anular atau geografis.
Diagnosis banding :
1. Morbus Hansen : makula eritematosa dengan tepi sedikit aktif, terutama MH tipe
tuberkuloid.
2. Pitiriasis rosea : gambaran macula eritematosa dengan tepi sedikit meninggi, ada papula,
skuama. Diameter panjang lesi menuruti garis kulit.
3. Neurodermatitis sirkumskripta : macula eritematosa berbatas tegas terutama pada daerah
tengkuk, lipat paha dan lipat siku.
Penatalaksanaan :
Umum : meningkatkan kebersihan badan, menghindari pakaian yang tak menyerap keringat.
Khusus :
- Sistemik : antihistamin, griseofulvin untuk anak-anak : 15-20 mg/kg BB/hari,
dewasa : 500-1000mg/hari.
- Topikal : salep whietfiled, ketokonazol, imidazol.
TINEA MANUS

Definisi
Penyebab

: infeksi dermatofita pada tangan.


: T. Mentagrophytes dan T. Rubrum

Dapat menyerang semua umur, pria dan wanita, semua bangsa, daerah tropis mempertinggi
infeksi, panas dan lembab mempermudah jamur masuk ke kulit. Kebersihan yang kurang, dan
keadaan basah merupakan predisposisi infeksi.
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan :
Ada 2 tipe : vesikuler meradang dan skuamosa tak meradang; gambaran penyakit dapat berupa
vesikel-vesikel atau skuama dengan eritema yang berbatas tegas disertai rasa gatal.
Lokalisasi

: mulai pergelangan tangan sampai ke ujung kaki.

Eflorosensi

: makula eritematosa dengan tepi aktif, berbatas tegas. Terdapat vesikel atau

skuama di atasnya.
Diagnosis banding :
1. Dermatitis kontak alergika : ada riwayat kontak dengan sensitizer tertentu.
2. Dyshidrotic dermatitis : pada pemeriksaan dengan KOH, tidak ditemukan elemen-elemen
jamur.
3. Dermatitis Numularis.
Penatalaksanaan

: dapat diberikan preparat haloprogin, asam salisilat dan derivate imidazol.

TINEA UNGUINUM
Definisi

: infeksi jamur pada lempeng kuku, yang dapat disebabkan oleh

dermatofita, kandida, dan jamur kapang lain.


Dapat ditularkan langsung atau tak langsung.
Penyebab

: T. Mentagrophytes dan T. Rubrum

Lebih sering menyerang pada orang dewasa, bersamaan dengan tinea pedis et manus, pria dan
wanita, pada orang yang banyak bekerja dengan air kotor, lingkungan yang lembab atau basah
yang sering kontak dengan air kotor.
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan : keluhan utama berupa
kerusakan kuku. Kuku menjadi suram, lapuk dan rapuh dapat dimulai dari arah distal
(perimarginal) atau proksimal. Bagian yang bebas tampak menebal.
Lokalisasi

: semua kuku jari tangan dan kaki.

Eflorosensi

: kuku menjadi rusak dan rapuh serta suram warnanya, permukaan kuku menebal,

di bawah kuku tampak dendritus yang mengandung elemen-elemen jamur. Pada infeksi ringan
hanya dijumpai bercak-bercak putih dan kasar di permukaan (leukonikia).
Diagnosis banding

1. Onikodistrofi Candida Albicans : biasanya dimulai dari proksimal.


2. Onikodistrofi akibat trauma : jelas dimulai dengan trauma, disusul kerusakan kuku.
3. Psoriasis pada kuku : tampak tebal dan pada permukaan dapat terlihat pits.
Penatalaksanaan

Umum

: meningkatkan kebersihan/higiene penderita.

Khusus

:
-

Sistemik : Griseofulvin dosis anak 15-20 mg/kg/ BB/hari, dosis dewasa 500-

1.000 mg/hari selama 2-4 minggu.


Topikal : salep whitfield I, II. Kompres asam salisilat 5%, asam benzoate 10%
dan resorsinol 5% dalam spiritus, imidazole dan siklopiroksolamin dalam
bentuk cairan.

TINEA KRURIS (ekzema marginatum)


Definisi

: infeksi jamur dermatofita pada daerah kruris dan sekitarnya.

Penyebab

: seringkali oleh E. floccosum, namun dapat pula oleh T. rubrum dan T

mentagrophytes yang ditularkan secara langsung atau tak langsung.


Kebanyakan menyerang pada orang dewasa dan pria lebih sering daripada wanita, paling banyak
didaerah tropis, musim panas, banyak keringat, kebersihan yang kurang diperhatikan, lingkungan
yang kotor dan lembab.
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan : rasa gatal hebat pada
daerah kruris (lipat paha), lipat perineum, bokong dan dapat sampai ke genitalia; ruam kelit
berbatas tegas, eritematosa dan bersisik; semakin hebat bila berkeringat.
Lokalisasi

: region ingunalis bilateral, simetris. Meluas ke perineum, sekitar anus,

intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke suprapubis dan abdomen bagian bawah.
Eflorosensi

: macula eritematosa nummular sampai geografis, berbatas tegas dengan tepi lebih

aktif terdiri dari papula atau pustule. Bila kronik macula menjadi hiperpigmentasi dengan
skuama di atasnya.
Diagnosis banding

1. Eritrasma

: batas lesi tidak tegas, jarang disertai infeksi, fluoresensi merah bata yang

khas dengan sinar wood.


2. Kandidiasis : lesi relative lebih basah, berbatas jelas disertai lesi-lesi satelit.
3. Psoriasis intertriginosa : skuama lebih tebal dan berlapis-lapis.
Penatalaksanaan
-

:
Seperti pengobatan jamurnya.
Topikal : salep atau antimikotik. Lokasi ini snagat peka nyeri, jadi konsentrasi
obat harus lebih rendah dibandingkan lokasi lain, misalnya asam salisilat,

asam benzoate, sulfur dsb.


Sistemik : diberikan bila lesi luas dan kronik; griseofulvin 500-1.000 mg
selama 2-3 minggu atau ketokonazol.

TINEA PEDIS (athletes foot)


Definisi

: infeksi jamur superficial pada pergelangan kaki, telapak dan sela-sela jari.

Penyebab

: Ephidermophyton, Trichophyton, Microsporum dan C. Albicans, yang ditularkan

secara kontak langsung atau tak langsung.


Dapat menyerang pria dan wanita, semua umur , iklim yang panas memperburuk penyakit, udara
panas dan lembab serta sepatu sempit sering mempermudah infeksi.
Gejala singkat penyakit

Bentuk klinik
1. Tipe papulo-skuamosa hiperkeratotik kronik :
Jarang didapati vesikel dan pustule, sering pada tumit dan tepi kaki dan kadangkadang sampai ke punggung kaki. Eritema dan plak hiperkeratotik di atas daerah lesi
yang mengalami likenifikasi. Biasanya simetris, jarang dikeluhkan dan kadangkadang tak begitu dihiraukan oleh penderita.
2. Tipe intertriginosa kronik :
Manifestasi klinis berupa fisura pada jari-jari, tersering pada sela jari kaki ke-4 dan h,
basah dan maserasi disertai bau yang tak enak.
3. Tipe suakut :
Lesi intertriginosa berupa vesikel atau pustule. Dapat sampai ke punggung kaki dan
tumit dengan eksudat yang jernih, kecuali bila mengalami infeksi skunder. Proses
subakut dapat diikuti selulitis, limfangitis, limfadenitis dan erisepelas.
4. Tipe akut :

Gambaran lesi akut, eritema, edema, berbau. Lebih sering menyerang pria. Kondisi
hiperhidrosis dan maserasi pada kaki, statis vascular, dan bentuk sepatu yang kurang
baik terutama merupakan predisposisi untuk mengalami infeksi.
Lokalisasi

: interdigitalis, antara jari-jari ke-3, 4 dan 5 serta telapak kaki.

Eflorosensi

Fisura pada sisi kaki, beberapa millimeter sampai 0,5 cm.


Sisik halus putih kecoklatan.
Vesikula miliar dan dalam
Vesikulopustula miliar sampai lentikular pada telapak kaki dan sela-sela jari.
Hiperkeratotik biasanya pada telapak kaki.

Diagnosis banding
1. Kandidiasis

:
: biasanya terdapat skuama yang berwarna putih pada sela jari ke-4, 5 dan

ada lesi-lesi satelit.


2. Akrodermatitis pertans : terlihat radang, vesikel-vesikel yang dalam, steril.
3. Pustular-bacterid : secara klinis susah dibedakan, tapi dengan biakan dapat ditemukan
agen penyebab.
Penatalaksanaan :
Profilaksis sangat penting, mengeringkan kaki dengan baik setiap habis mandi, kaus kaki
yang selalu bersih dan bentuk sepatu yang baik.
Griseofulvin 500 mg sehari selama 1-2 bulan.
Salep whitfield I dan II, toltaftat dan toksilat berkhasiat baik.
TINEA VERSIKOLOR
Definisi

: infeksi jamur superficial yang ditandai oleh adanya macula di kulit, skuama

halus disertai rasa gatal.


Penyebab

: Malassezia furfur/Pityrosporum orbiculare.

Dapat menyerang semua umur, pria dan wanita, kurangnya kebersihan memudahkan penyebaran
tinea versikolor. Keadaan basah atau berkeringat banyak, menyebabkan stratum korneum
melunak sehingga mudah dimasuki Malassezia furfur.
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan : biasanya timbul macula
dalam berbagai ukuran dan warna, ditutupi sisik halus rasa gatal, atau tanpa keluhan dan hanya
gangguan kosmetik saja.

Lokalisasi

: dapat terjadi dimana saja di permukaan kulit, lipat paha, ketiak, leher, punggung,

dada, lengan, wajah dan tempat-tempat tak tertutup pakaian.


Eflorosesnsi

: berupa macula yang dapat hipopigmentasi, kecoklatan, keabuan atau kehitam-

hitaman dalam berbagi ukuran, dengan skuama halus di atasnya.


Diagnosis banding :
1. Eritrasma. Etiologi : Corynebacterium minutissima.
2. Pitiriasis rosea. Gambaran eflorosensi sejajar dengan garis-garis kulit, ada medallion
atau herald patch.
Penatalaksanaan :
Umum : menjaga higiene perseorangan.
Khusus : Bentuk macular : salep whitfield atau larutan natrium tiosulfat 20%
dioleskan setiap hari.
Bentuk folikular : dapat dipakai toisulfas natrikus 20-30%. Obat-obat anti jamur
golongan imidazol (mikonazole, klotrimazol dan tolsiklat) dalam krim atau salep 12% juga berkhasiat.
141. VULNUS LASERATUM, PUNCTUM

1. Pengertian.
Vulnus laceratum ( Luka Robek ) adalah terjadinya gangguan
kontinuitas suatu jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang
semula normal, luka robek terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga
memutuskan jaringan.
Vulnus Punctum ( Luka Tusuk ) Luka ini disebabkan oleh benda
runcing memanjang. Dari luar luka tampak kecil, tetapi didalam mungkin
rusak berat.Derajat bahaya tergantung atas benda yang menusuk
( besarnya, kotornya ) dan daerah yang tertusuk.
Secara umum luka dapar dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Simple, bila hanya melibatkan kulit.
2) Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya.
Trauma arteri umumnya dapat disebabkan oleh trauma benda tajam ( 50
% ) misalnya karena tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan kerja
atau kecelakaan lalu lintas, trauma arteri dibedakan berdasarkan
beratnya cidera :
1) Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus
dinding.
2) Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka
dan biasanya menimbulkan pendarahan yang hebat.

3) Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran klinis


menunjukan pendarahan yang tidak besar, arteri akan mengalami
vasokontriksi dan retraksi sehingga masuk ke jaringan karen
elastisitasnya.
2. Etiologi.
Luka dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:
1) Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong,
terbentur dan terjepit.
2) Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir.
3) Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin.
4) Truma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa
serta zat iritif dan berbagai korosif lainnya.
3. Patofisiologi.
Jenis-jenis luka dapat dibedakan dua bagian, yaitu luka tertutup dan luka
terbuka, luka terbuka yaitu dimana terjadi hubungan dengan dunia luar,
misalnya : luka lecet
( vulnus excoratiol ), luka sayat ( vulnus
invissum ), luka robek ( vulnus laceratum ), luka potong ( vulnus caesum ),
luka tusuk ( vulnus iktum ), luka tembak ( vulnus aclepetorum), luka gigit
( vulnus mossum ), luka tembus ( vulnus penetrosum ), sedangkan luka
tertutup yaitu luka tidak terjadi hubungan dengan dunia luar, misalnya
luka memar.
4. Tanda dan Gejala.
Tanda-tanda umum adalah syok dan syndroma remuk ( cris syndroma ),
dan tanda-tanda lokal adalah biasanya terjadi nyeri dan pendarahan. Syok
sering terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer ditandai dengan tekanan
darah menurun hingga tidak teraba, keringat dingin dan lemah, kesadaran
menurun hingga tidak sadar.
Syok dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur misalnya otot-otot
pada daerah yang luka, sehingga hemoglobin turut hancur dan menumpuk
di ginjal yang mengakibatkan kelainan yang disebut lower Nepron /
Neprosis, tandanya urine berwarna merah, disuria hingga anuria dan
ureum darah meningkat.
5. Pemeriksaan Diagnostik.
Pemeriksaan diagnostik yang dinilai adalah pemeriksaan Hb, Ht, dan
leukosit, pada pendarahan Hb dan Ht akan menurun disertai leukositosis,
sel darah merah yang banyak dalam sedimen urine menunjukan adanya
trauma pada saluran kencing, jika kadar amilase 100 unit dalam 100 mll,
cairan intra abdomen, memungkinkan trauma pada pankreas besar sekali.
6. Penanganan luka meliputi:
1. Wound Cleansing

Langkah membersihkan luka secara umum adalah:


Lakukan tindakan a dan antiseptic
Anestesi local (kecuali pada luka bakar kemungkinan memrlukan general anestesi)
Mechanical Scrubbing, menggosok luka dengan kassa steril, memakai larutan antiseptik
Dilusi dan irrigasi 500-2000 cc atau 50-100 cc/panjang luka, tergantung dari luas dan
kotornya luka.
o
Larutan yang digunakan adalah NS
o
Dilanjutkan dengan klorheksidin atau betadin
o
Kembali irigasi dan dilusi sampai benar-banar bersih

2. Debridemen
Pembersihan luka dan debridemen diawali pada lapisan superfisial jaringan sampai ke lapisan
terdalam.
Perhatikan tanda-tanda jaringan avital/mati, yaitu warna lebih pucat, lebih rapuh dan tidak
berdarah
Buang jaringan avital dengan pisau atau gunting, perhatikan anatomi daerah tersebut, jangan
mencederai vascular atau nervus
Lakukan debridement sampai jaringan yang normal terlihat, biasanya terlihat adanya
perdarahan dari jaringan yang dipotong.
3. Penutupan Luka
Jika luka bersih dan jaringan kulit dapat menutup, maka lakukan jahitan primer. Jika luka
bersih namun diperkirakan produktif, misalnya kemungkinan seroma atau infeksi, maka
pansanglah drain. Jika luka kotor, maka lakukan perawatan luka terbuka untuk selanjutnya
dilakukan hekting sekunder.
4. Medikamentosa
Antibiotik
Tujuan pemberian atibiotik adalah untuk profilaksis

Topikal /larutan/Salep
Mengurangi pembaentukan krusta yang dapat menghambat epitaelisasi
Mencegah kassa melekat pada luka
Mengurangi tingkat infeksi
Sistemik berupa sediaan oral ataupun parenteral.

5. Pemberian Anti Tetanus


Pemberian tetanus toksoid dilakukan jika belum atau lama tidak mendapatkan booster TT.
Jika telah mendapat booster sebelumnya, cukup diberikan anti tetanus serum yang terlebih
dahulu dilakukan skin test.

142. LUKA BAKAR DERAJAT 1 DAN 2


Kompetensi
: 4 dan 3A
Laporan Penyakit
: 1901

ICD X : S02,T02

a. Definisi
Luka Bakar adalah cedera pada jaringan tubuh akibat panas, bahan kimia maupun arus listrik.
b. Penyebab
Akibat panas, bahan kimia maupun arus listrik.
c. Gambaran Klinis
Beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang terkena dan kedalaman luka:
1) Luka bakar derajat I
Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi merah, nyeri, sangat
sensitif terhadap sentuhan dan lembab atau membengkak. Jika ditekan, daerah yang terbakar akan
memutih; belum terbentuk lepuhan.
2) Luka bakar derajat II
Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Kulit melepuh, dasarnya tampak merah atau
keputihan dan terisi oleh cairan kental yang jernih. Jika disentuh warnanya berubah menjadi putih
dan terasa nyeri.
1) Luka bakar derajat III
Menyebabkan kerusakan yang paling dalam.
Permukaannya bisa berwarna putih dan lembut atau berwarna hitam, hangus dan kasar.
Kerusakan sel darah merah pada daerah yang terbakar bisa menyebabkan luka bakar berwarna
merah terang. Kadang daerah yang terbakar melepuh dan rambut/bulu di tempat tersebut mudah
dicabut dari akarnya. Jika disentuh, tidak timbul rasa nyeri karena ujung saraf pada kulit telah
mengalami kerusakan. Jika jaringan mengalami kerusakan akibat luka bakar, maka cairan akan
merembes dari pembuluh darah dan menyebabkan pembengkakan. Kehilangan sejumlah besar
cairan karena perembesan tersebut bisa menyebabkan terjadinya syok. Tekanan darah sangat
rendah sehingga darah yang mengalir ke otak dan organ lainnya sangat sedikit.

d. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
e. Penatalaksanaan
Sekitar 85% luka bakar bersifat ringan dan pasiennya tidak perlu dirawat di rumah sakit. Untuk
membantu menghentikan luka bakar dan mencegah luka lebih lanjut, sebaiknya lepaskan semua
pakaian pasien. Kulit segera dibersihkan dari bahan kimia (termasuk asam, basa dan senyawa
organik) dengan mengguyurnya dengan air.
Luka Bakar Ringan
Jika memungkinkan, luka bakar ringan harus segera dicelupkan ke dalam air dingin. Luka bakar
kimia sebaiknya dicuci dengan air sebanyak dan selama mungkin. Di tempat praktek dokter atau di
ruang emergensi, luka bakar dibersihkan secara hati-hati dengan sabun dan air untuk membuang
semua kotoran yang melekat. Jika kotoran sukar dibersihkan, daerah yang terluka diberi obat bius dan
digosok dengan sikat. Lepuhan yang telah pecah biasanya dibuang. Jika daerah yang terluka telah
benar-benar bersih, maka dioleskan krim antibiotik (misalnya perak sulfadiazin).
Untuk melindungi luka dari kotoran dan luka lebih lanjut, biasanya dipasang verban. Sangat penting
untuk menjaga kebersihan di daerah yang terluka, karena jika lapisan kulit paling atas (epidermis)
mengalami kerusakan maka bisa terjadi infeksi yang dengan mudah akan menyebar. Jika diperlukan,
untuk mencegah infeksi bisa diberikan antibiotik, Untuk mengurangi pembengkakan, lengan atau
tungkai yang mengalami luka bakar biasanya diletakkan/digantung dalam posisi yang lebih tinggi dari
jantung. Pembidaian harus dilakukan pada persendian yang mengalami luka bakar derajat II atau III,
karena pergerakan bisa memperburuk keadaan persendian. Mungkin perlu diberikan obat pereda nyeri
selama beberapa hari. Pemberian booster tetanus disesuaikan dengan status imunisasi pasien.
f.

KIE
Pasien langsung dirujuk jika:
1) Luka bakar yang sedang, berat atau membahayakan nyawa pasien
2) Luka bakar mengenai wajah, tangan, alat kelamin atau kaki.
3) Terkena arus listrik dan sambaran petir.
4) Pasien akan mengalami kesulitan dalam merawat lukanya secara baik dan benar di rumah.
5)
Pasien berumur < 2 tahun atau > 70 tahun.
6)
Terjadi luka bakar pada organ dalam.

143. KEKERASAN TUMPUL


Kekerasan dengan menggunakan benda tumpul. Dua variasi utama dalam trauma tumpul adalah:
1. Benda tumpul yang bergerak pada korban yang diam.
2. Korban yang bergerak pada benda tumpul yang diam.
Sekilas nampak sama dalam hasil lukanya namun jika diperhatikan lebih lanjut terdapat
perbedaan hasil pada kedua mekanisme itu. Organ atau jaringan pada tubuh mempunyai
beberapa cara menahan kerusakan yang disebabkan objek atau alat, daya tahan tersebut
menimbulkan berbagai tipe luka yakni:
1. Abrasi

2. Laserasi
3. Kontusi/ruptur
4. Fraktur
5. Kompresi
6. Perdarahan
Abrasi
Abrasi per definisi adalah pengelupasan kulit. Dapat terjadi superfisial jika hanya epidermis saja
yang terkena, lebih dalam ke lapisan bawah kulit (dermis)atau lebih dalam lagi sampai ke
jaringan lunak bawah kulit. Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh darah
dapat terkena sehingga terjadi perdarahan. Arah dari pengelupasan dapat ditentukan dengan
pemeriksaan luka. Dua tanda yang dapat digunakan. Tanda yang pertama adalah arah dimana
epidermis bergulung, tanda yang kedua adalah hubungan kedalaman pada luka yang menandakan
ketidakteraturan benda yang mengenainya.
Pola dari abrasi sendiri dapat menentukan bentuk dari benda yang mengenainya. Waktu
terjadinya luka sendiri sulit dinilai dengan mata telanjang. Perkiraan kasar usia luka dapat
ditentukan secara mikroskopik. Kategori yang digunakan untuk menentukan usia luka adalah
saat ini (beberapa jam sebelum), baru terjadi (beberapa jam sebelum sampai beberapa hari),
beberapa hari lau, lebih dari benerapa hari. Efek lanjut dari abrasi sangat jarang terjadi. Infeksi
dapat terjadi pada abrasi yang luas.
Kontusio Superfisial.
Kata lazim yang digunakan adalah memar, terjadi karena tekanan yang besar dalam waktu yang
singkat. Penekanan ini menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah kecil dan dapat
menimbulkan perdarahan pada jaringan bawah kulit atau organ dibawahnya. Pada orang dengan
kulit berwarna memar sulit dilihat sehingga lebih mudah terlihat dari nyeri tekan yang
ditimbulkannya.
Perubahan warna pada memar berhubungan dengan waktu lamanya luka, namun waktu
tersebut bervariasi tergantung jenis luka dan individu yang terkena. Tidak ada standart pasti
untuk menentukan lamanya luka dari warna yang terlihat secara pemeriksaan fisik.

Pada mayat waktu antara terjadinya luka memar, kematian dan pemeriksaan menentukan
juga karekteristik memar yang timbul. Semakin lama waktu antara kematian dan pemeriksaan
luka akan semakin membuat luka memar menjadi gelap.
Pemeriksaan mikroskopik adalah sarana yang dapat digunakan untuk menentukan waktu
terjadinya luka sebelum kematian. Namun sulit menentukan secara pasti karena hal tersebut pun
bergantung pada keahlian pemeriksa.
Efek samping yang terjadi pada luka memar antara lain terjadinya penurunan darah dalam
sirkulasi yang disebabkan memar yang luas dan masif sehingga dapat menyebabkan syok,
penurunan kesadaran, bahkan kematian. Yang kedua adalah terjadinya agregasi darah di bawah
kulit yang akan mengganggu aliran balik vena pada organ yang terkena sehingga dapat
menyebabkan ganggren dan kematian jaringan. Yang ketiga, memar dapat menjadi tempat media
berkembang biak kuman. Kematian jaringan dengan kekurangan atau ketiadaaan aliran darah
sirkulasi menyebabkan saturasi oksigen menjadi rendah sehingga kuman anaerob dapat hidup,
kuman tersering adalah golongan clostridium yang dapat memproduksi gas gangren.
Efek lanjut lain dapat timbul pada tekanan mendadak dan luas pada jaringan subkutan.
Tekanan yang mendadak menyebabkan pecahnya sel sel lemak, cairan lemak kemudian
memasuki peredaran darah pada luka dan bergerak beserta aliran darah dapat menyebabkan
emboli lemak pulmoner atau emboli pada organ lain termasuk otak. Pada mayat dengan kulit
yang gelap sehingga memar sulit dinilai sayatan pada kulit untuk mengetahui resapan darah pada
jaringan subkutan dapat dilakukan dan dilegalkan.
Kontusio pada organ dan jaringan dalam.
Semua organ dapat terjadi kontusio. Kontusio pada tiap organ memiliki karakteristik yang
berbeda. Pada organ vital seperti jantung dan otak jika terjadi kontusio dapat menyebabkan
kelainan fungsi dan bahkan kematian.
Kontusio pada otak, dengan perdarahan pada otak, dapat menyebabkan terjadi
peradangan dengan akumulasi bertahap produk asam yang dapat menyebabkan reaksi
peradangan bertambah hebat. Peradangan ini dapat menyebabkan penurunan kesadaran, koma
dan kematian. Kontusio dan perangan yang kecil pada otak dapat menyebabkan gangguan fungsi
organ lain yang luas dan kematian jika terkena pada bagian vital yang mengontrol pernapasan
dan peredaran darah.

Jantung juga sangat rentan jika terjadi kontusio. Kontusio ringan dan sempit pada daeran
yang bertanggungjawab pada inisiasi dan hantaran impuls dapat menyebabkan gannguan pada
irama jantung atau henti jantung. Kontusio luas yang mengenai kerja otot jantung dapat
menghambat pengosongan jantung dan menyebabkan gagal jantung.
Kontusio pada organ lain dapat menyebabkan ruptur organ yang menyebabkan perdarahan pada
rongga tubuh.
Laserasi
Suatu pukulan yang mengenai bagian kecil area kulit dapat menyebabkan kontusio dari jaringan
subkutan, seperti pinggiran balok kayu, ujung dari pipa, permukaan benda tersebut cukup lancip
untuk menyebabkan sobekan pada kulit yang menyebabkan laserasi. Laserasi disebabkan oleh
benda yang permukaannya runcing tetapi tidak begitu tajam sehingga merobek kulit dan jaringan
bawah kulit dan menyebabkan kerusakan jaringan kulit dan bawah kulit. Tepi dari laserasi
ireguler dan kasar, disekitarnya terdapat luka lecet yang diakibatkan oleh bagian yang lebih rata
dari benda tersebut yang mengalami indentasi.
Pada beberapa kasus, robeknya kulit atau membran mukosa dan jaringan dibawahnya
tidak sempurna dan terdapat jembatan jaringan. Jembatan jaringan, tepi luka yang ireguler, kasar
dan luka lecet membedakan laserasi dengan luka oleh benda tajam seperti pisau. Tepi dari
laserasi dapat menunjukkan arah terjadinya kekerasan. Tepi yang paling rusak dan tepi laserasi
yang landai menunjukkan arah awal kekerasan. Sisi laserasi yang terdapat memar juga
menunjukkan arah awal kekerasan.
Bentuk dari laserasi dapat menggambarkan bahan dari benda penyebab kekerasan
tersebut. Karena daya kekenyalan jaringan regangan jaringan yang berlebihan terjadi sebelum
robeknya jaringan terjadi. Sehingga pukulan yang terjadi karena palu tidak harus berbentuk
permukaan palu atau laserasi yang berbentuk semisirkuler. Sering terjadi sobekan dari ujung
laserasi yang sudutnya berbeda dengan laserasi itu sendiri yang disebut dengan swallow tails.
Beberapa benda dapat menghasilkan pola laserasi yang mirip.
Seiring waktu, terjadi perubahan terhadap gambaran laserasi tersebut, perubahan tersebut
tampak pada lecet dan memarnya. Perubahan awal yaitu pembekuan dari darah, yang berada
pada dasar laserasi dan penyebarannya ke sekitar kulit atau membran mukosa. Bekuan darah
yang bercampur dengan bekuan dari cairan jaringan bergabung membentuk eskar atau krusta.

Jaringan parut pertama kali tumbuh pada dasar laserasi, yang secara bertahap mengisi saluran
luka. Kemudian, epitel mulai tumbuh ke bawah di atas jaringan skar dan penyembuhan selesai.
Skar tersebut tidak mengandung apendises meliputi kelenjar keringat, rambut dan struktur lain.
Perkiraan kejadian saat kejadian pada luka laserasi sulit ditentukan tidak seperti luka atau
memar. Pembagiannya adalah sangat segera segera, beberapa hari, dan lebih dari beberapa hari.
Laserasi yang terjadi setelah mati dapat dibedakan ddengan yang terjadi saat korban hidup yaitu
tidak adanya perdarahan.
Laserasi dapat menyebabkan perdarahan hebat. Sebuah laserasi kecil tanpa adanya
robekan arteri dapat menyebabkan akibat yang fatal bila perdarahan terjadi terus menerus.
Laserasi yang multipel yang mengenai jaringan kutis dan sub kutis dapat menyebabkan
perdarahan yang hebat sehingga menyebabkan sampai dengan kematian. Adanya diskontinuitas
kulit atau membran mukosa dapat menyebabkan kuman yang berasal dari permukaan luka
maupun dari sekitar kulit yang luka masuk ke dalam jaringan. Port d entree tersebut tetap ada
sampai dengan terjadinya penyembuhan luka yang sempurna. Bila luka terjadi dekat persendian
maka akan terasa nyeri, khususnya pada saat sendi tersebut di gerakkan ke arah laserasi tersebut
sehingga dapat menyebabkan disfungsi dari sendi tersebut. Benturan yang terjadi pada jaringan
bawah kulit yang memiliki jaringan lemak dapat menyebabkan emboli lemak pada paru atau
sirkulasi sistemik. Laserasi juga dapat terjadi pada organ akibat dari tekanan yang kuat dari suatu
pukulan seperi pada organ jantung, aorta, hati dan limpa.
Hal yang harus diwaspadai dari laserasi organ yaitu robekan yang komplit yang dapat
terjadi dalam jangka waktu lama setelah trauma yang dapat menyebabkan perdarahan hebat.

Kombinasi dari luka lecet, memar dan laserasi.


Luka leceet, memar dan laserasi dapat terjadi bersamaan. Benda yang sama dapat menyebabkan
memar pada pukulan pertama, laserasi pada pukulan selanjutnya dan lecet pada pukulan
selanjutnya. Tetapi ketiga jenis luka tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu pukulan.
Fraktur

Fraktur adalah suatu diskontinuitas tulang. Istilah fraktur pada bedah hanya memiliki sedikit
makna pada ilmu forensik. Pada bedah, fraktur dibagi menjadi fraktur sederhana dan komplit
atau terbuka.
Terjadinya fraktur selain disebabkan suatu trauma juga dipengaruhi beberapa faktor
seperti komposisi tulang tersebut. Anak-anak tulangnya masih lunak, sehingga apabila terjadi
trauma khususnya pada tulang tengkorak dapat menyebabkan kerusakan otak yang hebat tanpa
menyebabkan fraktur tulang tengkorak. Wanita usia tua sering kali telah mengalami osteoporosis,
dimana dapat terjadi fraktur pada trauma yang ringan.
Pada kasus dimana tidak terlihat adanya deformitas maka untuk mengetahui ada tidaknya
fraktur dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan sinar X, mulai dari fluoroskopi, foto polos.
Xero radiografi merupakan teknik lain dalam mendiagnosa adanya fraktur.
Fraktur mempunyai makna pada pemeriksaan forensik. Bentuk dari fraktur dapat
menggambarkan benda penyebabnya (khususnya fraktur tulang tengkorak), arah kekerasan.
Fraktur yang terjadi pada tulang yang sedang mengalami penyembuhan berbeda dengan fraktur
biasanya. Jangka waktu penyembuhan tulang berbeda-beda setiap orang. Dari penampang
makros dapat dibedakan menjadi fraktur yang baru, sedang dalam penyembuhan, sebagian telah
sembuh, dan telah sembuh sempurna. Secara radiologis dapat dibedakan berdasarkan akumulasi
kalsium pada kalus. Mikroskopis dapat dibedakan daerah yang fraktur dan daerah penyembuhan.
Penggabungan dari metode diatas menjadikan akurasi yang cukup tinggi. Daerah fraktur yang
sudah sembuh tidaklah dapat menjadi seperti tulang aslinya.
Perdarahan merupakan salah satu komplikasi dari fraktur. Bila perdarahan sub periosteum
terjadi dapat menyebabkan nyeri yang hebat dan disfungsi organ tersebut. Apabila terjadi
robekan pembuluh darah kecil dapat menyebabkan darah terbendung disekitar jaringan lunak
yang menyebabkan pembengkakan dan aliran darah balik dapat berkurang. Apabila terjadi
robekan pada arteri yang besar terjadi kehilangan darah yang banyak dan dapat menyebabkan
pasien shok sampai meninggal. Shok yang terjadi pada pasien fraktur tidaklah selalu sebanding
dengan fraktur yang dialaminya.
Selain itu juga dapat terjadi emboli lemak pada paru dan jaringan lain. Gejala pada
emboli lemak di sereberal dapat terjadi 2-4 hari setelah terjadinya fraktur dan dapat
menyebabkan kematian. Gejala pada emboli lemak di paru berupa distres pernafasan dapat

terjadi 14-16 jam setelah terjadinya fraktur yang juga dapat menyebabkan kematian. Emboli
sumsum tulan atau lemak merupakan tanda antemortem dari sebuah fraktur.
Fraktur linier yang terjadi pada tulang tengkorak tanpa adanya fraktur depresi tidaklah
begitu berat kecuali terdapat robekan pembuluh darah yang dapat membuat hematom ekstra
dural, sehingga diperlukan depresi tulang secepatnya. Apabila ujung tulang mengenai otak dapat
merusak otak tersebut, sehingga dapat terjadi penurunan kesadaran, kejang, koma hingga
kematian.
Kompresi
Kompresi yang terjadi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan efek lokal maupun sistemik
yaitu asfiksia traumatik sehingga dapat terjadi kematiaan akibat tidak terjadi pertukaran udara.
Perdarahan
Perdarahan dapat muncul setelah terjadi kontusio, laserasi, fraktur, dan kompresi. Kehilangan
1/10 volume darah tidak menyebabkan gangguan yang bermakna. Kehilangan volume darah
dapat menyebabkan pingsan meskipun dalam kondisi berbaring. Kehilangan volume darah dan
mendadak dapat menyebabkan syok yang berakhir pada kematian. Kecepatan perdarahan yang
terjadi tergantung pada ukuran dari pembuluh darah yang terpotong dan jenis perlukaan yang
mengakibatkan terjadinya perdarahan. Pada arteri besar yang terpotong, akan terjadi perdarahan
banyak yang sulit dikontrol oleh tubuh sendiri.Apabila luka pada arteri besar berupa sayatan,
seperti luka yang disebabkan oleh pisau, perdarahan akan berlangsung lambat dan mungkin
intermiten. Luka pada arteri besar yang disebabkan oleh tembakan akan mengakibatkan luka
yang sulit untuk dihentikan oleh mekanisme penghentian darah dari dinding pembuluh darah
sendiri. Hal ini sesuai dengan prinsip yang telah diketahui, yaitu perdarahan yang berasal dari
arteri lebih berisiko dibandingkan perdarahan yang berasal dari vena.
Hipertensi dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat apabila terjadi
perlukaan pada arteri. Adanya gangguan pembekuan darah juga dapat menyebabkan perdarahan
yang lama. Kondisi ini terdapat pada orang-orang dengan penyakit hemofili dan gangguan
pembekuan darah, serta orang-orang yang mendapat terapi antikoagulan. Pecandu alcohol
biasanya tidak memiliki mekanisme pembekuan darah yang normal, sehingga cenderung
memiliki perdarahan yang berisiko. Investigasi terhadap kematian yang diakibatkan oleh

perdarahan memerlukan pemeriksaan lengkap seluruh tubuh untuk mencari penyakit atau kondisi
lain yang turut berperan dalam menciptakan atau memperberat situasi perdarahan.
Cedera Kepala
Cedera Kepala pada Penutup Otak
Jaringan otak dilindungi oleh 3 lapisan jaringan. Lapisan paling luar disebut duramater, atau
sering dikenal sebagai dura. Lapisan ini tebal dan lebih dekat berhubungan dengan tengkorak
kepala dibandingakan otak. Antara tengkorak dan dura terdapat ruang yang disebut ruang
epidural atau ekstradural. Ruang ini penting dalam bidang forensik.
Lapisan yang melekat langsung ke otak disebut piamater. Lapisan ini sangat rapuh,
melekat pada otak dan meluas masuk ke dalam sulkus-sulkus otak. Lapisan ini tidak terlalu
penting dalam bidang forensik.
Lapisan berikutnya yang terletak antara dura mater dan pia mater disebut arakhnoid.
Ruang yang dibentuk antara lapisan dura mater dan arakhnoid ini disebut ruang subdural.
Kedalaman ruang ini bervariasi di beberapa tempat. Perlu diingat, cairan otak terdapat pada
ruang subarakhnoid, bukan di ruang subdural.
Perdarahan kepala dapat terjadi pada ketiga ruang yaitu ruang epidural, subdural atau
ruang subarakhnoid, atau pada otak itu sendiri.
Perdarahan Epidural (Hematoma)
Perdarahan jenis ini berhubungan erat dengan fraktur pada tulang tengkorak. Apabila fraktur
mengenai jalinan pembuluh darah kecil yang dekat dengan bagian dalam tengkorak, umumnya
arteri meningea media, dapat menyebabkan arteri terkoyak dan terjadi perdarahan yang cepat.
Kumpulan darah akhirnya mendorong lapisan dura menjauh dari tengkorak dan ruang epidural
menjadi lebih luas. Akibat dari lapisan dura yang terdorong ke dalam, otak mendapatkan
kompresi atau tekanan yang akhirnya menimbulkan gejala-gejala seperti nyeri kepala, penurunan
kesadaran bertahap mulai dari letargi, stupor dan akhirnya koma. Kematian akan terjadi bila
tidak dilakukan terapi dekompresi segera. Waktu antara timbulnya cedera kepala sampai
munculnya gejala-gejala yang diakibatkan perdarahan epidural disebut sebagai lucid interval
Perdarahan Subdural (Hematoma)

Perdarahan ini timbul apabila terjadi bridging vein yang pecah dan darah berkumpul di ruang
subdural. Perdarahan ini juga dapat menyebabkan kompresi pada otak yang terletak di
bawahnya. Karena perdarahan yang timbul berlangsung perlahan, maka lucid interval juga
lebih lama dibandingkan perdarahan epidural, berkisar dari beberapa jam sampai beberapa hari.
Jumlah perdarahan pada ruang ini berkisar dibawah 120 cc, sehingga tidak menyebabkan
perdarahan subdural yang fatal.
Tidak semua perdarahan epidural atau subdural bersifat letal. Pada beberapa kasus,
perdarahan tidak berlanjut mencapai ukuran yang dapat menyebabkan kompresi pada otak,
sehingga hanya menimbulkan gejala-gejala yang ringan. Pada beberapa kasus yang lain,
memerlukan tindakan operatif segera untuk dekompresi otak.
Penyembuhan pada perdarahan subdural dimulai dengan terjadinya pembekuan pada
perdarahan. Pembentukan skar dimulai dari sisi dura dan secara bertahap meluas ke seluruh
permukaan bekuan. Pada waktu yang bersamaan, darah mengalami degradasi. Hasil akhir dari
penyembuhan tersebut adalah terbentuknya jaringan skar yang lunak dan tipis yang menempel
pada dura. Sering kali, pembuluh dara besar menetap pada skar, sehingga membuat skar tersebut
rentan terhadap perlukaan berikutnya yang dapat menimbulkan perdarahan kembali. Waktu yang
diperlukan untuk penyembuhan pada perdarahan subdural ini bervariasi antar individu,
tergantung pada kemampuan reparasi tubuh setiap individu sendiri.
Hampir semua kasus perdarahan subdural berhubungan dengan trauma, meskipun dapat
tidak berhubungan dengan trauma. Perdarahan ini dapat terjadi pada orang-orang dengan
gangguan mekanisme pembekuan darah atau pada pecandu alcohol kronik, meskipun tidak
menyebabkan perdarahan yang besar dan berbahaya. Pada kasus-kasus perdarahan subdural
akibat trauma, dapat timbul persarahan kecil yang tidak berisiko apabila terjadi pada orang
normal. Akan tetapi, pada orang-orang yang memiliki gangguan pada mekanisme pembekuan
darah, dapat bersifat fatal.
Adakalanya juga perdarahan subdural terjadi akibat perluasan dari perdarahan di tempat
lain. Salah satu contohnya adalah perdarahan intraserebral yang keluar dari substansi otak
melewati pia mater, kemudian masuk dan menembus lapisan arakhnoid dan mencapai ruang
subdural.
Perdarahan Subarakhnoid

Penyebab perdarahan subarakhnoid yang tersering ada 5, dan terbagi menjadi 2 kelompok besar,
yaitu yang disebabkan trauma dan yang tidak berhubungan dengan trauma. Penyebabnya antara
lain:
1. Nontraumatik:
a. Ruptur aneurisma pada arteri yang memperdarahi otak
b. Perdarahan intraserebral akibat stroke yang memasuki subarakhnoid
2. Traumatik:
a. Trauma langsung pada daerah fokal otak yang akhirnya menyebabkan perdarahan
subarakhnoid
b. Trauma pada wajah atau leher dengan fraktur pada tulang servikal yang
menyebabkan robeknya arteri vertebralis
c. Robeknya salah satu arteri berdinding tipis pada dasar otak yang diakibatkan
gerakan hiperekstensi yang tiba-tiba dari kepala.
Arteri yang lemah dan membengkak seperti pada aneurisma, sangat rapuh dindingnya
dibandingkan arteri yang normal. Akibatnya, trauma yang ringan pun dapat menyebabkan
ruptur pada aneurisma yang mengakibatkan banjirnya ruang subarakhnoid dengan darah dan
akhirnya menimbulkan disfungsi yang serius atau bahkan kematian.
Yang menjadi teka-teki pada bagian forensik adalah, apakah trauma yang menyebabkan
ruptur pada aneurisma yang sudah ada, atau seseorang mengalami nyeri kepala lebih dahulu
akibat mulai pecahnya aneurisma yang menyebabkan gangguan tingkah laku berupa perilaku
mudah berkelahi yang berujung pada trauma. Contoh yang lain, apakah seseorang yang jatuh
dari ketinggian tertentu menyebabkan ruptur aneurisma, atau seseorang tersebut mengalami
ruptur aneurisma terlebih dahulu yang menyebabkan perdarahan subarakhnoid dan akhirnya
kehilangan kesadaran dan terjatuh. Pada beberapa kasus, investigasi yang teliti disertai
dengan otopsi yang cermat dapat memecahkan teka-teki tersebut.
Perdarahan subarakhnoid ringan yang terlokalisir dihasilkan dari tekanan terhadap kepala
yang disertai goncangan pada otak dan penutupnya yang ada di dalam tengkorak. Tekanan
dan goncangan ini menyebabkan robeknya pembuluh-pembuluh darah kecil pada lapisan
subarakhnoid, dan umumnya bukan merupakan perdarahan yang berat. Apabila tidak
ditemukan faktor pemberat lain seperti kemampuan pembekuan darah yang buruk,

perdarahan ini dapat menceritakan atau mengungkapkan tekanan trauma yang terjadi pada
kepala.
Jarang sekali, tamparan pada pada sisi samping kepala dan leher dapat mengakibatkan fraktur
pada prosesus lateralis salah satu tulang cervical superior. Karena arteri vertebralis melewati
bagian atas prosesus lateralis dari vertebra di daerah leher, maka fraktur pada daerah tersebut
dapat menyebabkan robeknya arteri yang menimbulkan perdarahan masif yang biasanya
menembus sampai lapisan subarakhnoid pada bagian atas tulang belakang dan akhirnya
terjadi penggenangan pada ruang subarakhnoid oleh darah. Aliran darah ke atas meningkat
dan perdarahan meluas sampai ke dasar otak dan sisi lateral hemisfer serebri. Pada beberapa
kasus, kondisi ini sulit dibedakan dengan perdarahan nontraumatikyang mungkin disebabkan
oleh ruptur aneurisma.
Tipe perdarahan subarakhnoid traumatic yang akan dibicarakan kali ini merupakan tipe
perdarahan yang massif. Perdarahan ini melibatkan dasar otak dan meluas hingga ke sisi
lateral otak sehingga serupa dengan perdarahan yang berhubungan dengan aneurisma pada
arteri besar yang terdapat di dasar otak.Akan tetapi, pada pemeriksaan yang cermat dan teliti,
tidak ditemukan adanya aneurisma, sedangkan arteri vertebralis tetap intak. Penyebab
terjadinya perdarahan diduga akibat pecahnya pembuluh darah berdinding tipis pada bagian
bawah otak, serta tidak terdapat aneurisma. Terdapat 2 bukti, meskipun tidak selalu ada, yang
bisa mendukung dugaan apakah kejadian ini murni dimulai oleh trauma terlebih dahulu.
Bukti pertama yaitu adanya riwayat gerakan hiperekstensi tiba-tiba pada daerah kepala dan
leher, yang nantinya dapat menyebabkan kolaps dan bahkan kematian.
Kontusio otak
Hampir seluruh kontusio otak superfisial, hanya mengenai daerah abu-abu. Beberapa dapat lebih
dalam, mengenai daerah putih otak. Kontusio pada bagian superfisial atau daerah abu-abu sangat
penting dalam ilmu forensik. Rupturnya pembuluh darah dengan terhambatnya aliran darah
menuju otak menyebabkan adanya pembengkakan

dan seperti yang telah disebutkan

sebelumnya, lingkaran kekerasan dapat terbentuk apabila kontusio yang terbentuk cukup besar,
edema otak dapat menghambat sirkulasi darah yang menyebabkan kematian otak, koma, dan
kematian total. Poin kedua terpenting dalam hal medikolegal adalah penyembuhan kontusio
tersebut yang dapat menyebabkan jaringan parut yang akan menyebabkan adanya fokus epilepsi.

Yang harus dipertimbangan adalah lokasi kontusio tipe superfisial yang berhubungan
dengan arah kekerasan yang terjadi. Hal ini bermakna jika pola luka ditemukan dalam
pemeriksaan kepala dan komponen yang terkena pada trauma sepeti pada kulit kepala, kranium,
dan otak.
Ketika bagian kepala terkena benda yang keras dan berat seperti palu atau botol bir, hasilnya
dapat berupa, kurang lebihnya, yaitu abrasi, kontusio, dan laserasi dari kulit kepala. Kranium
dapat patah atau tidak. Jika jaringan dibawahnya terkena, hal ini disebut coup. Hal ini terjadi saat
kepala relatif tidak bergerak.
Kita juga harus mempertimbangkan situasi lainnya dimana kepala yang bergerak
mengenai benda yang padat dan diam. Pada keadaan ini kerusakan pada kulit kepala dan pada
kranium dapat serupa dengan apa yang ditemukan pada benda yang bergerak-kepala yang diam.
Namun, kontusio yang terjadi, bukan pada tempat trauma melainkan pada sisi yang berlawanan.
Hal ini disebut kontusio contra-coup.
Pemeriksaan kepala penting untuk mengetahui pola trauma. Karena foto dari semua komponen
trauma kepala dari berbagai tipe kadang tidak tepat sesuai dengan demontrasi yang ada., diagram
dapat menjelaskan hubungan trauma yang terjadi.
Kadang-kadang dapat terjadi hal yang membingungkan, dapat saja kepala yang diam dan
terkena benda yang bergerak pada akhirnya akan jatuh atau mengenai benda keras lainnya,
sehingga gambaran yang ada akan tercampur, membingungkan, yang tidak memerlukan
penjelasan mendetail.
Tipe lain kontusio adalah penetrasi yang lebih dalam, biasanya mengenai daerah putih
atau abu-abu, diliputi oleh lapisan normal otak, dengan perdarahan kecil atau besar. Perdarahan
kecil dinamakan ball hemorrhages sesuai dengan bentuknya yang bulat. Hal tersebut dapat
serupa dengan perdarahan fokal yang disebabkan hipertensi. Perdarahan yang lebih besar dan
dalam biasanya berbentuk ireguler dan hampir serupa dengan perdarahan apopletik atau stroke.
Anamnesis yang cukup mengenai keadaan saat kematian, ada atau tiadanya tanda trauma kepala,
serta adanya penyakit penyerta dapat membedakan trauma dengan kasus lain yang menyebabkan
perdarahan.
PENANGANAN

Tergantung dari akibat yang ditimbulkannya.Bila ringan, semacam :Vulnus contusum ( luka
memar ), Abrasi ( lecet ), Vulnus laceratum ( luka robek ) maka bias dilakukan pengompresan,
salep untuk memar dan bila robek bias dilakukan jahit luka dan pemberian antibiotika.
Bila akibat yang ditimbulkannya berat lebih baik dirujuk.

144. KEKERASAN TAJAM


Kekerasan yang disebabkan oleh benda tajam. Benda tajam seperti pisau, pemecah es, kapak,
pemotong, dan bayonet menyebabkan luka yang dapa dikenali oleh pemeriksa. Tipe lukanya
akan dibahas di bawah ini :
Luka insisi
Luka insisi disebabkan gerakan menyayat dengan benda tajam seperti pisau atau silet. Karena
gerakan dari benda tajam tersebut, luka biasanya panjang, bukan dalam. Panjang dan kedalaman
luka dipengaruhi oleh gerakan benda tajam, kekuatannya, ketajaman, dan keadaan jaringan yang
terkena. Karakteristik luka ini yang membedakan dengan laserasi adalah tepinya yang rata.
Luka tusuk
Luka tusuk disebabkan oleh benda tajam dengan posisi menusuk atau korban yang terjatuh di
atas benda tajam. Bila pisau yang digunakan bermata satu, maka salah satu sudut akan tajam,
sedangkan sisi lainnya tumpul atau hancur. Jika pisau bermata dua, maka kedua sudutnya tajam.
Penampakan luar luka tusuk tidak sepenuhnya tergantung dari bentuk senjata. Jaringan
elastis dermis, bagian kulit yang lebih dalam, mempunyai efek yang sesuai dengan bentuk
senjata. Harus dipahami bahwa jaringan elastis terbentuk dari garis lengkung pada seluruh area
tubuh. Jika tusukan terjadi tegak lurus garis tersebut, maka lukanya akan lebar dan pendek.
Sedangkan bila tusukan terjadi paralel dengan garis tersebut, luka yang terjadi sempit dan
panjang.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi bentuk luka tusuk, salah satunya adalah
reaksi korban saat ditusuk atau saat pisau keluar, hal tersebut dapat menyebabkan lukanya

menjadi tidak begitu khas. Atau manipulasi yang dilakukan pada saat penusukan juga akan
mempengaruhi. Beberapa pola luka yang dapat ditemukan :
1. Tusukan masuk, yang kemudian dikeluarkan sebagian, dan kemudian ditusukkan
kembali melalui saluran yang berbeda. Pada keadaan tersebut luka tidak sesuai
dengan gambaran biasanya dan lebih dari satu saluran dapat ditemui pada jaringan
yang lebih dalam maupun pada organ.
2. Tusukan masuk kemudian dikeluarkan dengan mengarahkan ke salah satu sudut,
sehingga luka yang terbentuk lebih lebar dan memberikan luka pada permukaan kulit
seperti ekor.
3. Tusukan masuk kemuadian saat masih di dalam ditusukkan ke arah lain, sehingga
saluran luka menjadi lebih luas. Luka luar yang terlihat juga lebih luas dibandingkan
dengan lebar senjata yang digunakan.
4. Tusukan masuk yang kemudian dikeluarkan dengan mengggunakan titik terdalam
sebagai landasan, sehingga saluran luka sempit pada titik terdalam dan terlebar pada
bagian superfisial. Sehingga luka luar lebih besar dibandingkan lebar senjata yang
digunakan.
5. Tusukan diputar saat masuk, keluar, maupun keduanya. Sudut luka berbentuk ireguler
dan besar.
Jika senjata digunakan dengan kekuatan tambahan, dapat ditemukan kontusio minimal
pada luka tusuk tersebut. Hal ini dapat diindikasikan adanya pukulan
Panjang saluran luka dapat mengindikasikan panjang minimun dari senjata yang digunakan.
Harus diingat bahwa posisi tubuh korban saat ditusuk berbeda dengan pada saat autopsi. Posisi
membungkuk, berputar, dan mengangkat tangan dapat disebabkan oleh senjata yang lebih
pendek dibandingkan apa yang didapatkan pada saat autopsi. Manipulasi tubuh untuk
memperlihatkan posisi saat ditusuk sulit atau bahkan tidak mungkin mengingat berat dan adanya
kaku mayat. Poin lain yang perlu dipertimbangkan adalah adanya kompresi dari beberapa
anggota tubuh pada saat penusukan. Pemeriksa yang sudah berpengalaman biasanya ragu-ragu
untuk menentukan jenis senjata yang digunakan.
Pisau yang ditusukkan pada dinding dada dengan kekuatan tertentu akan mengenai tulang
rawan dada, tulang iga, dan bahkan sternum. Karakteristik senjata paling baik dilihat melalui
trauma pada tulang. Biasanya senjata yang tidak begitu kuat dapat rusak atau patah pada

ujungnya yang akan tertancap pada tulang. Sehingga dapat dicocokkan, ujung pisau yang
tertancap pada tulang dengan pasangannya.
Luka Bacok
Luka bacok dihasilkan dari gerakkan merobek atau membacok dengan menggunakan instrument
yang sedikit tajam dan relatif berat seperti kapak, kapak kecil, atau parang. Terkadang bayonet
dan pisau besar juga digunakan untuk tujuan ini. Luka alami yang disebabkan oleh senjata jenis
tersebut bervariasi tergantung pada ketajaman dan berat senjata. Makin tajam instrument makin
tajam pula tepi luka. Sebagaimana luka lecet yang dibuat oleh instrument tajam yang lebih kecil,
penipisan terjadi pada tempat dimana bacokan dibuat. Abrasi lanjutan dapat ditemukan pada
jenis luka tersebut pada sisi diseberang tempat penipisan, yang disebabkan oleh hapusan bilah
yang pipih. Pada instrumen pembacok yang diarahkan pada kepala, sudut besatan bilah
terkadang dapat dinilai dari bentuk patahan tulang tengkorak. Sisi pipih bilah bisa meninggalkan
cekungan pada salah satu sisi patahan, sementara sisi yang lain dapat tajam atau menipis. Berat
senjata penting untuk menilai kemampuannya memotong hingga tulang di bawah luka yang
dibuatnya. Ketebalan tulang tengkorak dapat dikalahkan dengan menggunakan instrumen yang
lebih berat. Pernah dilaporkan bahwa parang dapat membuat seluruh gigi lepas. Kerusakan
tulang yang hebat tidak pernah disebabkan oleh pisau biasa. Juga perlu dicatat kemungkinan
diakukannya pemelintiran setelah terjadi bacokan dan dalam upaya melepaskan senjata. Gerakan
tersebut, jika dilakukan dengan tekanan, dapat mengakibatkan pergeseran tulang, umumnya
didekat kaki-kaki luka bacok.
Efek utama dari luka tusuk, luka lecet, dan luka bacok adalah perdarahan. Disfungsi
karena kerusakan saraf di ekstremitas juga dapat dicatat. Luka tusuk yang dalam dapat mengenai
organ-organ dalam. intrumen teramat kecil yang menyebabkan luka tipe tusuk dapat
menyebabkan luka kecil yang dengan keelastisan dari jaringan normal dapat kembali tertutup
setelah intrumen dicabut, dan tidak ada darah yang keluar setelahnya. Pemecah es, awls, dan
hatpins diakui dapat menyebabkan luka jenis tersebut. Bentuk alami terpotongnya arteri besar
dan jantung oleh karena luka tusuk menyebabkan perdarahan lebih lambat dibandingkan
kerusakan yang sama yang disebabkan luka tembak.
PENANGANAN

Tergantung akibat yang ditimbulkannya.Bila tidak begitu luas, tidak dalam dan lokasi kekerasan
tajam tidak pada organ berbahaya bias dilakuakan perawatan luka kemudian dijahit dan
pengobatan dengan antibiotika.
Bila berat dan berbahaya maka dirujuk.

JENIS PELAYANAN DAN FORMULARIUM PELAYANAN GIGI


PUSKESMAS KABUPATEN WONOSOBO
TAHUN 2014
I. PENGOBATAN
A. ABSES GIGI
Definisi :
Abses gigi adalah pengumpulan nanah yang telah menyebar dari sebuah gigi ke jaringan
di sekitarnya, biasanya berasal dari suatu infeksi. Abses gigi yang dimaksud adalah abses
pada pulpa dan periapikal.
Penatalaksanaan :
- Pasien dianjurkan berkumur dengan air garam hangat atau obat kumur iodium
povidon setiap 8 jam selama 3 hari.
- Jika abses meluas dapat diberikan :
Dewasa : amoksisilin 500 mg dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam selama 5 hari
Anak
: amoksisilin 10-15 mg/kgBB, setiap 6-8 jam selama 5 hari
- Simtomatik : parasetamol atau ibuprofen atau asam mefenamat atau non steroid
antiinflamasi yang lain
Dewasa : 500 mg setiap 6-8 jam atau sesuai obat yang diberikan
Anak
: 10-15 mg/kgBB, setiap 6-8 jam
- Bila tidak ada , maka dirujuk ke untuk penanganan selanjutnya sesuai indikasi.
- Bila ada dengan fasilitas memadai, maka dapat dilakukan tindakan lebih lanjut
sesuai kompetensi .
B. PULPITIS AKUT
Definisi :
Pulpitis adalah peradangan pada pulpa gigi yang menimbulkan rasa nyeri, merupakan
reaksi terhadap toksin bakteri pada karies gigi.
Penatalaksanaan :
- Bila tidak ada tenaga kesehatan gigi, lubang gigi dibersihkan ekskavator dan semprot
air, lalu dikeringkan dengan kapas dan dimasukkan pellet kapas yang ditetesi
eugenol.
- Berikan analgetik bila diperlukan :
Dewasa : parasetamol 500 mg 3 4 x sehari, atau analgesik lainnya seperti
ibuprofen
atau asam mefenamat atau non steroid antiinflamasi yang lain
Anak
: parasetamol 10 15 mg/kgBB 3 4 x sehari

Bila sudah ada peradangan jaringan periapikal, lihat Abses gigi.


Dirujuk ke untuk penanganan selanjutnya sesuai dengan indikasi.

C. GINGIVITIS
Definisi :
Gingivitis adalah inflamasi gingiva marginal atau radang gusi.

Penatalaksanaan :
- pasien dianjurkan untuk memperbaiki kebersihan mulut dan berkumur dengan 1
gelas air hangat ditambah 1 sendok teh garam, atau bila ada dengan obat kumur
iodium povidon setiap 8 jam selama 3 hari.
- Bila kebersihan mulut sudah diperbaiki dan tidak sembuh, rujuk ke Rumah Sakit
untuk perawatan selanjutnya perlu dipikirkan kemungkinan sebab sistemik.
- Di rujuk ke untuk penanganan selanjutnya yaitu membersihkan karang gigi, jika di
Puskesmas belum bisa melakukan pembersihan karang gigi.
D. PERIODONTITIS
Definisi :
Periodontitis adalah peradangan jaringan periodontium yang lebih dalam merupakan
lanjutan dari peradangan gingiva.
Penatalaksanaan :
- Karang gigi, saku gigi, impaksi makanan dan penyebab lokal lainnya harus
dibersihkan/diperbaiki.
- Pemberian antibiotik amoksisilin 500 mg dan metronidazole 250 mg setiap 8 jam
selama 5 hari.
- Pasien dianjurkan berkumur - 1 menit dengan larutan povidon 1 %, setiap 8 jam
selama 3 hari.
- Bila sudah sangat goyah, gigi harus sudah dicabut.
- Analgesik jika diperlukan.
- Di rujuk ke untuk penanganan selanjutnya yaitu membersihkan karang gigi, jika di
Puskesmas belum bisa melakukan pembersihan karang gigi.
E. PERIKORONITIS AKUT
Definisi :
Perikoronitis akaut adalah peradangan jaringan lunak sekitar mahkota gigi yang sedang
erupsi, terjadi pada molar ketiga yang sedang erupsi.
Penatalaksanaan :
- Pemberian antibiotik amoksisilin 500 mg dan metronidazol 250 mg setiap 8 jam
selama 5 hari.
- Pasien dianjurkan berkumur selama - 1 menit dengan larutan povidon iodin 1 %,
setiap 8 jam selama 3 hari.
- Pemberian parasetamol 500 mg 3 4 x sehari atau analgesik lain seperti ibuprofen
atau asam mefenamat atau non steroid antiinflamasi yang lain.

Bila tidak ada , maka dirujuk ke untuk penanganan selanjutnya sesuai dengan
indikasi.
Bila ada dengan fasilitas memadai, maka dapat dilakukan tindakan lebih lanjut
sesuai kompetensi .

F. TRAUMA GIGI DAN JARINGAN PENYANGGA


Definisi :
Trauma gigi adalah hilangnya kontinuitas jaringan karies gigi dan atau periodontal
karena sebab mekanis.
Penatalaksanaan :
- Pertolongan pertama dilakukan untuk semua luka pada wajah dan mulut. Jaringan
lunak harus dirawat dengan baik.
- Pembersihan dan irigasi yang perlahan dengan saline akan membantu mengurangi
jumlah jaringan yang mati dan resiko adanya keadaan anaerobik. Antiseptik
permukaan juga digunakan untuk mengurangi jumlah bakteri.
- Pemberian antibiotik diperlukan hanya sebagai profilaksis bila terdapat luka pada
jaringan lunak sekitar. Apabila luka telah dibersihkan dengan benar maka pemberian
antibiotik harus dipertimbangkan kembali.
- Simptomatik : pemberian parasetamol 500 mg 3 4 x sehari, atau analgetik lainnya
ibuprofen atau asam mefenamat atau non steroid antiinflamasi yang lain.
- Bila tidak ada , maka dirujuk ke untuk penanganan selanjutnya sesuai dengan
indikasi.
- Bila ada dengan fasilitas memadai, maka dapat dilakukan tindakan lebih lanjut
sesuai kompetensi .
G. STOMATITIS
Definisi:
Stomatitis adalah penyakit yang terjadi di rongga mulut berupa ulserasi pada mukosa,
bisa tunggal atau multiple yang disertai rasa sakit
Penatalaksanaan :
Menentukan diagnosis ulkus yang terjadi : stomatitis akibat traumatik, kebersihan
mulut yang jelek atau hormonal/stres
Menghilangkan penyebab terjadinya ulkus
Olesi luka (ulkus) dengan cotton pellet yang telah diberi cairan antiseptik yaitu
povidon iodin
Beri resep obat-obatan
analgetik : : parasetamol 500 mg 3 4 x sehari atau ibuprofen atau asam
mefenamat atau golongan non steroid antiinflamasi yang lain
antibiotik: amoksisilin 500 mg, setiap 8 jam selama 5 hari.
obat kumur povidon iodin atau klorhexidin
obat topical : triamsinolon (kenalog)

vitamin C.
Bila stomatitis setelah selesai pengobatan belum ada perubahan rujuk ke Rumah
sakit

II. PENCABUTAN GIGI SUSU


Definisi:
Pencabutan gigi adalah suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi
tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi.
Gigi susu adalah gigi sementara pada manusia yang nanti akan tanggal dan diganti oleh gigi
tetap (di sebut gigi susu karena warnanya putih seperti susu).
A. Pencabutan gigi susu dengan topikal anestesi
Definisi :
Pencabutan gigi susu dengan topikal anestesi adalah tindakan melepaskan gigi susu dari
socketnya di rongga mulut dengan topikal anestesi.
Anestesi adalah tindakan untuk menghilangkan seluruh sensasi rasa pada tempat yang
dituju.
Topikal anestesi adalah tindakan anestesi yang diaplikasikan secara topikal pada
permukaan jaringan. Anestetikum dapat berbentuk pasta, cairan, atau semprotan.
Penatalaksanaan :
- melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrument dasar :
Gigi susu goyang derajat 2 atau 3,
Gigi susu yang kesundulan dengan goyang derajat 2 atau 3
Akar gigi yang tidak didukung oleh alveolus atau goyah derajat 3 atau
resorbsi 2/3 panjang akar,
- menegakkan diagnosa :
Gigi luksasi
Gigi persistensi dengan luksasi
- melakukan desinfeksi sekitar gigi yang akan dicabut dan area yang akan dianestesi
dengan Povidon Iodida 2%,
- mengambil gulungan kapas yang telah diberi anestetikum topikal berupa semprotan
chlor ethyl atau pasta topikal
- menempelkan gulungan kapas pada gusi di lokasi gigi yang akan dicabut dan
mengambil tang sesuai dengan gigi yang akan dicabut,
- melakukan aplikasi tang, yaitu menempatkan paruh tang dengan baik,
- melakukan adaptasi tang yang dilanjutkan dengan tekanan cengkeram,
- melakukan gerakan luksasi sambil ditarik ke arah bukal/labial dan lingual/palatinal
sampai gigi keluar dari soketnya,
- melakukan penekanan alveolus dilakukan dengan menggunakan kapas di atas
alveolus dan digigit oleh pasien,
- memberikan instruksi setelah pencabutan, yaitu :
Menggigit kapas selama 30 menit atau sampai darah berhenti keluar,

Mengompres dingin pada pipi, kalau perlu diulang beberapa kali (lamanya
cukup 10 menit),
Jangan sering meludah dan berkumur,
Jangan makan di sisi yang baru dicabut,
Menghindari makanan dan minuman hangat atau panas, hindari juga
makanan dan minuman yang mengandung alkohol,
Jangan memegang atau mengkorek bekas luka,
Jangan melakukan gerakan menghisap atau menyedot (termasuk merokok),
Minum obat yang diberikan sesuai aturan,
Bila perdarahan atau rasa sakit berlanjut, segera kembali ke Puskesmas

memberikan analgetik (parasetamol 10 15 mg/kgBB) sesuai dengan indikasi dan


diminum jika sakit.

B. Pencabutan gigi susu dengan anestesi infiltrasi


Definisi :
Pencabutan gigi susu dengan anestesi infiltrasi adalah tindakan melepaskan gigi susu
dari socketnya di rongga mulut dengan anestesi injeksi.
Anestesi adalah tindakan untuk menghilangkan seluruh sensasi rasa pada tempat yang
dituju.
Anestesi infiltrasi adalah cara anestesi dengan menginsersikan jarum/spuit berisi larutan
anestetikum tertentu ke dalam jaringan yang dituju.
Penatalaksanaan :
- melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrument dasar :
Gigi susu yang kesundulan, biasanya belum goyang
- menegakkan diagnosa :
Gigi persistensi,
- melakukan desinfeksi sekitar gigi yang akan dicabut dan area yang akan dianestesi
dengan Povidon Iodida 2%,
- mengambil spuit dan mengisinya dengan zat anestetikum,
- menginsersikan jarum pada bagian bukal/labial dan lingual/palatal dari gigi yang
akan dicabut,
- melakukan aspirasi
- mendeponirkan zat anestetikum,
- menginstruksikan pada pasien untuk menunggu reaksi anestetikum,
- menanyakan pada pasien apakah pipi/bibir/lidah sudah terasa baal (teranestesi) atau
belum,
- melakukan sondasi di sekeliling servik,
- memisahkan gigi dari gusi dengan bein,
- mengambil tang sesuai dengan gigi yang akan dicabut,

melakukan aplikasi tang, yaitu menempatkan paruh tang dengan baik,


melakukan adaptasi tang yang dilanjutkan dengan tekanan cengkeram,
melakukan gerakan luksasi sambil ditarik ke arah bukal/labial dan lingual/palatinal
sampai gigi keluar dari soketnya,
memeriksa alveolus untuk mengetahui ada tidaknya jaringan patologis, fraktur, atau
debris. Bila diperlukan, memberi obat atau bahan untuk menghentikan perdarahan
(spon gelatin hemostatik) atau melakukan jahitan.
melakukan kompresi alveolus dengan tekanan jari, penekanan alveolus
menggunakan kapas dengan Povidon Iodida 2% di atas alveolus dan digigit oleh
pasien,
memberikan instruksi setelah pencabutan, yaitu :
Menggigit kapas selama 30 menit atau sampai darah berhenti keluar,
Mengompres dingin pada pipi, kalau perlu diulang beberapa kali (lamanya
cukup 10 menit),
Jangan sering meludah dan berkumur,
Jangan makan di sisi yang baru dicabut,
Menghindari makanan dan minuman hangat atau panas, hindari juga
makanan dan minuman yang mengandung alkohol,
Jangan memegang atau mengkorek bekas luka,
Jangan melakukan gerakan menghisap atau menyedot (termasuk merokok),
Minum obat yang diberikan sesuai aturan,
Bila perdarahan atau rasa sakit berlanjut, segera kembali ke Puskesmas
memberikan amoksisilin 10-15 mg/kgBB setiap 6-8 jam selama 5 hari dan
parasetamol 10 15 mg/kgBB.

III. PENCABUTAN GIGI TETAP


Definisi:
Pencabutan gigi adalah suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana pada gigi
tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi.
Gigi tetap adalah gigi yang tumbuh tetap mulai usia 6 tahun.
A. Pencabutan gigi tetap dengan topikal anestesi
Definisi :
Pencabutan gigi tetap dengan topikal anestesi adalah tindakan melepaskan gigi tetap dari
socketnya di rongga mulut dengan topikal anestesi.
Anestesi adalah tindakan untuk menghilangkan seluruh sensasi rasa pada tempat yang
dituju.
Topikal anestesi adalah tindakan anestesi yang diaplikasikan secara topikal pada
permukaan jaringan. Anestetikum dapat berbentuk pasta, cairan, atau semprotan.
Penatalaksanaan :
- melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrument dasar :

Gigi tetap goyang derajat 2 atau 3,


Akar gigi yang tidak didukung oleh alveolus atau goyah derajat 3 atau
resorbsi 2/3 panjang akar,
menegakkan diagnosa :
Gigi luksasi
melakukan desinfeksi sekitar gigi yang akan dicabut dan area yang akan dianestesi
dengan Povidon Iodida 2%,
mengambil gulungan kapas yang telah diberi anestetikum topikal berupa semprotan
chlor ethyl atau pasta topikal
menempelkan gulungan kapas pada gusi di lokasi gigi yang akan dicabut,
mengambil tang sesuai dengan gigi yang akan dicabut,
melakukan aplikasi tang, yaitu menempatkan paruh tang dengan baik,
melakukan adaptasi tang yang dilanjutkan dengan tekanan cengkeram,
melakukan gerakan luksasi sambil ditarik ke arah bukal/labial dan lingual/palatinal
sampai gigi keluar dari soketnya,
melakukan penekanan alveolus dilakukan dengan menggunakan kapas di atas
alveolus dan digigit oleh pasien,
memberikan instruksi setelah pencabutan, yaitu :
Menggigit kapas selama 30 menit atau sampai darah berhenti keluar,
Mengompres dingin pada pipi, kalau perlu diulang beberapa kali (lamanya
cukup 10 menit),
Jangan sering meludah dan berkumur,
Jangan makan di sisi yang baru dicabut,
Menghindari makanan dan minuman hangat atau panas, hindari juga
makanan dan minuman yang mengandung alkohol,
Jangan memegang atau mengkorek bekas luka,
Jangan melakukan gerakan menghisap atau menyedot (termasuk merokok),
Minum obat yang diberikan sesuai aturan,
Bila perdarahan atau rasa sakit berlanjut, segera kembali ke Puskesmas
memberikan analgetik (parasetamol 500 mg) sesuai dengan indikasi dan diminum
jika sakit.

B. Pencabutan gigi tetap dengan anestesi infiltrasi


Definisi :
Pencabutan gigi tetap dengan anestesi infiltrasi adalah tindakan melepaskan gigi susu
dari socketnya di rongga mulut dengan anestesi injeksi.
Anestesi adalah tindakan untuk menghilangkan seluruh sensasi rasa pada tempat yang
dituju.
Anestesi infiltrasi adalah cara anestesi dengan menginsersikan jarum/spuit berisi larutan
anestetikum tertentu ke dalam jaringan yang dituju

Penatalaksanaan :
- melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrument dasar :
Gigi mati dengan perkusi (-) palpasi (-) CE (-)
Sisa akar dengan perkusi (-) palpasi (-) CE (-)
Keadaan umum baik
- menegakkan diagnosa :
Nekrosis pulpa ,
Radices
- Menentukan rencana perawatan yaitu pencabutan gigi dengan anestesi infiltrasi
- melakukan desinfeksi sekitar gigi yang akan dicabut dan area yang akan dianestesi
dengan Povidon Iodida 2%,
- mengambil spuit dan mengisinya dengan zat anestetikum,
- menginsersikan jarum pada bagian bukal/labial dan lingual/palatal dari gigi yang
akan dicabut,
- melakukan aspirasi
- mendeponirkan zat anestetikum,
- menginstruksikan pada pasien untuk menunggu reaksi anestetikum,
- menanyakan pada pasien apakah pipi/bibir/lidah sudah terasa baal (teranestesi) atau
belum,
- melakukan sondasi di sekeliling servik,
- memisahkan gigi dari gusi dengan bein,
- mengambil tang sesuai dengan gigi yang akan dicabut,
- melakukan aplikasi tang, yaitu menempatkan paruh tang dengan baik,
- melakukan adaptasi tang yang dilanjutkan dengan tekanan cengkeram,
- melakukan gerakan luksasi sambil ditarik ke arah bukal/labial dan lingual/palatinal
sampai gigi keluar dari soketnya,
- memeriksa alveolus untuk mengetahui ada tidaknya jaringan patologis, fraktur, atau
debris. Bila diperlukan, memberi obat atau bahan untuk menghentikan perdarahan
(spon gelatin hemostatik) atau melakukan jahitan.
- melakukan kompresi alveolus dengan tekanan jari, penekanan alveolus
menggunakan kapas dengan Povidon Iodida 2% di atas alveolus dan digigit oleh
pasien,
- memberikan instruksi setelah pencabutan, yaitu :
Menggigit kapas selama 30 menit atau sampai darah berhenti keluar,
Mengompres dingin pada pipi, kalau perlu diulang beberapa kali (lamanya
cukup 10 menit),
Jangan sering meludah dan berkumur,
Jangan makan di sisi yang baru dicabut,
Menghindari makanan dan minuman hangat atau panas, hindari juga
makanan dan minuman yang mengandung alkohol,

Jangan memegang atau mengkorek bekas luka,


Jangan melakukan gerakan menghisap atau menyedot (termasuk merokok),
Minum obat yang diberikan sesuai aturan,
Bila perdarahan atau rasa sakit berlanjut, segera kembali ke .

memberikan amoksisilin 500 mg setiap 6-8 jam selama 5 hari dan parasetamol 500
mg atau analgesik lainnya

C. Pencabutan gigi tetap dengan anestesi blok mandibula


Definisi :
Pencabutan gigi tetap dengan anestesi blok mandibula adalah tindakan melepaskan gigi
susu dari socketnya di rongga mulut dengan anestesi injeksi.
Anestesi adalah tindakan untuk menghilangkan seluruh sensasi rasa pada tempat yang
dituju.
Anestesi blok mandibula adalah tindakan menghilangkan rasa sakit pada suatu daerah
tertentu karena pemberian anestesi pada pusat syaraf mandibula.
Penatalaksanaan :
- melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrument dasar :
Gigi mati dengan perkusi (-), palpasi (-) dan CE (-)
Sisa akar dengan perkusi (-) palpasi (-)
Keadaan umum baik
- menegakkan diagnosa :
Nekrosis pulpa
Radices
- Menentukan rencana perawatan yaitu pencabutan gigi dengan
anestesi blok mandibula
- Melakukan desinfeksi sekitar gigi yang akan dicabut dan area
yang akan dianestesi dengan Povidon Iodida 2%,
- Meletakkan telunjuk pada permukaan oklusal gigi molar supaya menyentuh sudut
oklusal
- Melakukan palpasi untuk menemukan trigonum retromolar dengan kuku
menghadap lidah, kemudian kuku menyandar pada linea oblique interna
- mengambil spuit dan mengisinya dengan zat anestetikum,
- menusukkan jarum dekat ujung jari , tabung suntik terletak antar P1 dan P2 pada
sisi yang berlawanan.
- Bila sudah menyentuh tulang, dokter gigi menarik jarum sedikit, mensejajarkan
tabung dengan bidang oklusal sisi yang dianastesi,
- mengaspirasi dan mengeluarkan anestetikum 0.5 cc,
- mengembalikan tabung suntik ke posisi semula, antara gigi C dan P1,
- mengarahkan ke bidang oklusal mencapai foramen mandibula sampai menyentuh
tulang,

mengaspirasi lalu mengeluarkan anestetikum 1 cc,


Untuk bagian bukal, petugas melakukan anestesi infiltrasi sebanyak 0,5 cc
mengeluarkan jarum,
menginstruksikan pada pasien untuk menunggu 5 15 menit untuk melihat reaksi
anestetikum,
- menanyakan pada pasien apakah pipi/bibir/lidah sudah terasa baal (teranestesi) atau
belum,
- melakukan sondasi di sekeliling servik,
- memisahkan gigi dari gusi dengan bein,
- mengambil tang sesuai dengan gigi yang akan dicabut,
- melakukan aplikasi tang, yaitu menempatkan paruh tang dengan baik,
- melakukan adaptasi tang yang dilanjutkan dengan tekanan cengkeram,
- melakukan gerakan luksasi sambil ditarik ke arah bukal/labial dan lingual/palatinal
sampai gigi keluar dari soketnya,
- memeriksa alveolus untuk mengetahui ada tidaknya jaringan patologis, fraktur, atau
debris. Bila diperlukan, memberi obat atau bahan untuk menghentikan perdarahan
(spon gelatin hemostatik) atau melakukan jahitan.
- melakukan kompresi alveolus dengan tekanan jari, penekanan alveolus
menggunakan kapas dengan Povidon Iodida 2% di atas alveolus dan digigit oleh
pasien,
- memberikan instruksi setelah pencabutan, yaitu :
Menggigit kapas selama 30 menit atau sampai darah berhenti keluar,
Mengompres dingin pada pipi, kalau perlu diulang beberapa kali (lamanya
cukup 10 menit),
Jangan sering meludah dan berkumur,
Jangan makan di sisi yang baru dicabut,
Menghindari makanan dan minuman hangat atau panas, hindari juga
makanan dan minuman yang mengandung alkohol,
Jangan memegang atau mengkorek bekas luka,
Jangan melakukan gerakan menghisap atau menyedot (termasuk merokok),
Minum obat yang diberikan sesuai aturan,
Bila perdarahan atau rasa sakit berlanjut, segera kembali ke Puskesmas
- memberikan amoksisilin 500 mg setiap 6-8 jam selama 5 hari dan parasetamol 500
mg
IV. Perawatan Kaping pulpa
Definisi :
Perawatan kaping pulpa adalah tahap-tahap cara melakukan perawatan kaping pulpa.
Kaping pulpa adalah perlindungan terhadap pulpa sehat yang sedikit terbuka dengan cara
memberikan bahan atau obat antiseptik dan sedatif.
Penatalaksanaan :

melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrumen dasar, kavitas dengan


kedalaman dentin, sondasi (+/-), perkusi (-), palpasi (-), CE (+)
menegakkan diagnosis yaitu pulpitis reversibel
menentukan rencana perawatan yaitu kaping pulpa
membuka kavitas dengan bur bulat sambil diperdalam
melebarkan kavitas dengan bur fisur sambil menghilangkan jaringan karies
membersihkan kavitas dari sisa-sisa preparasi dan jaringan karies yang lunak dengan
ekscavator
membersihkan kavitas dengan kapas yang telah dibasahi klorhexidin 2% atau
akuades steril
mengeringkan kavitas dengan kapas steril
mengisolasi gigi dengan cotton roll (daerah kerja dalam mulut harus tetap kering)
mengaplikasikan bahan kaping pulpa yaitu kalsium hiroksida atau kalsium
hidroksida + pasta iodoform (metapex), pada permukaan kavitas setebal 0,2 0,3
mm menggunakan plastis instrument
menutup kavitas dengan bahan tambalan sementara (caviton)
meminta pasien untuk kembali lagi 2 minggu kemudian. Jika pada kunjungan kedua
tidak ada keluhan maka tambalan sementara dibongkar dan ditumpat dengan
tambalan permanen (SIK ART)
Jika perawatan kaping pulpa gagal (ada keluhan setelah 2 minggu) maka dilakukan
perawatan mumifikasi (pulpotomi)
meresepkan obat pereda nyeri (analgetik) parasetamol 500 mg (dewasa) dan
diminum jika terasa sakit

V. Perawatan Mummifikasi pulpa (Pulpotomi)


Definisi :
Perawatan mumifikasi pulpa (pulpotomi) adalah tahap tahap cara melakukan mumifikasi
pulpa (pulpotomi)
Mumifikasi pulpa (pulpotomi) adalah pengambilan jaringan pulpa pada bagian mahkota gigi
sampai kamar pulpa, dan tetap mempertahankan jaringan pulpa pada saluran akar dalam
keadaan mati, terfiksasi dan tetap steril
Penatalaksanaan :
A. Kunjungan pertama
- melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrumen dasar, kavitas dengan
kedalaman pulpa dengan sondasi (+), perkusi (-), palpasi (-) dan CE (+)
- menegakkan diagnosis yaitu pulpitis irreversibel
- menentukan rencana perawatan yaitu mumifikasi pulpa (pulpotomi)
- membuka kavitas dengan bur bulat sambil diperdalam
- melebarkan kavitas dengan bur fisur sambil menghilangkan jaringan karies
- membersihkan kavitas dari sisa-sisa preparasi dan jaringan karies yang lunak dengan
ekscavator
- membersihkan kavitas dengan kapas yang telah dibasahi klorhexidin 2% atau
akuades steril
- mengeringkan kavitas dengan kapas steril

mengisolasi gigi dengan cotton roll (daerah kerja dalam mulut harus tetap kering)
mengaplikasikan obat devitalisasi pulpa (septodont) secukupnya yang dibungkus
kapas dan ditetesi sedikit eugenol
- menutup kavitas dengan tambalan sementara (caviton)
- menginstruksikan pasien untuk kembali lagi 3 atau 4 hari kemudian
- meresepkan obat pereda nyeri (analgetik) parasetamol 500 mg (dewasa) dan
diminum jika terasa sakit
B. Kunjungan kedua
- membuka tambalan sementara dan membuang obat devitalisasi (jika gigi masih vital
yaitu CE (+) maka ulangi devitalisasi)
- mempreparasi atap pulpa dengan memotong atap pulpa menggunakan ekscavator,
kalau keras bisa menggunakan bur bulat
- mengambil jaringan pulpa pada kamar pulpa dengan ekscavator sampai orifis terlihat
semua
- melakukan irigasi kamar pulpa menggunakan larutan natrium hipoklorit 2% dan
H202 3% atau klorhexidin 2% atau , kemudian kavitas dikeringkan menggunakan
kapas steril
- memasukkan bahan dressing CHKM ke kamar pulpa (bahan dressing diteteskan pada
butiran kapas kecil kemudian diperas dengan butiran kapas besar.
- menutup kavitas dengan tambalan sementara
- menginstruksikan pasien untuk kembali lagi 3 hari kemudian
C. Kunjungan ketiga
- membuka tambalan sementara dan mengeluarkan bahan dressing
- melakukan irigasi kamar pulpa menggunakan larutan natrium hipoklorit 2% dan
H202 atau klorhexidin 2%, kemudian kavitas dikeringkan menggunakan kapas steril
- memasukkan bahan dressing TKF ke kamar pulpa (bahan dressing diteteskan pada
butiran kapas kecil kemudian diperas dengan butiran kapas besar.
- menutup kavitas dengan tambalan sementara
- menginstruksikan pasien untuk kembali lagi 3 hari kemudian
D. Kunjungan keempat
- membuka tambalan sementara dan membuang bahan dressing
- memasukkan bahan mumifikasi (metapex atau N2) ke dasar kamar pulpa
- mengaplikasikan bahan tambalan permanen (SIK Fuji ART)
VI. Tumpatan sementara
Definisi :
Tumpatan sementara adalah tumpatan yang dilakukan dalam jangka waktu yang tidak lama,
biasanya karena proses penumpatan yang yang tertunda maupun proses perawatan pulpa gigi
Penatalaksanaan :
- membuka kavitas dengan bur bulat sambil diperdalam
- melebarkan kavitas dengan bur fisur sambil menghilangkan jaringan karies
- membersihkan kavitas dari sisa-sisa preparasi dan jaringan karies yang lunak dengan
ekscavator

membersihkan kavitas dengan kapas yang telah dibasahi klorhexidin 2% atau


akuades steril
mengeringkan kavitas dengan kapas steril
mengisolasi gigi dengan cotton roll (daerah kerja dalam mulut harus tetap kering)
memasukkan tumpatan sementara

VII.Tumpatan SIK ART


A. Fissure sealant dengan SIK ART (pencegahan)
Definisi :
Fissure sealant adalah tindakan pencegahan karies gigi secara dini dengan cara
penutupan pada pit dan fissure yang dalam
Semen Ionomer Kaca (SIK) adalah bahan tambal gigi yang bersifat adhesif (melekat
secar kimia pada permukaan gigi)
Teknik Atraumatic Restorative Treatment (ART) adalah metode penanganan karies
dengan intervensi minimal tanpa menggunakan bur
Penatalaksanaan :
- melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrumen dasar, kavitas dengan
kedalaman email, sondasi (-), perkusi (-), palpasi (-) dan CE (+) atau lesi dini (bercak
putih atau coklat)
- menegakkan diagnosis yaitu karies superfisial atau karies email
- menentukan rencana perawatan yaitu fissure sealant dengan SIK ART
- mengisolasi gigi menggunakan cotton roll (daerah kerja harus bebas dari saliva)
- menghilangkan plak dan sisa makanan dengan menggunakan sonde dari bagian
terdalam pit dan fissure gigi
- membasahi pit dan fissure gigi dengan menggunakan cotton pellet basah
- mengaplikasi kondisioner email pada pit dan fissure sesuai dengan petunjuk pabrik
dalam waktu tertentu
- membasahi pit dan fissure dengan cotton pellet basah untuk membersihkan
kondisioner, basahi 2-3 kali
- mengeringkan pit dan fissure dengan cotton pellet, jangan menggunakan semprotan
angin dan permukaan email tidak boleh kering
- mengaplikasikan SIK yang telah dicampur ke seluruh pit dan fissure menggunakan
ujung membulat instrument applier/carver
- mengoleskan petroleum jelly pada jari telunjuk
- menekan SIK di permukaan pit dan fissure (prees finger technique) dan setelah 10-15
detik angkat jari ke arah samping
- membuang kelebihan SIK menggunakan ekscavator ukuran besar
- mengecek gigitan dengan kertas artikulasi sampai pasien merasa nyaman dengan
gigitannya
- membersihkan petroleum jelly dari permukaan pit dan fissure menggunakan
ekscavator besar pada saat SIK mengeras sebagian
- mengaplikasi petroleum jelly tipis-tipis
- menginstruksikan pasien untuk tidak makan selama1 jam

B. Penumpatan gigi dengan SIK ART


Definisi :
Penumpatan gigi adalah tindakan konservasi gigi dimana pulpa masih vital dan tidak
terbuka
Semen Ionomer Kaca (SIK) adalah bahan tambal gigi yang bersifat adhesif (melekat
secar kimia pada permukaan gigi)
Teknik Atraumatic Restorative Treatment (ART) adalah metode penanganan karies
dengan intervensi minimal tanpa menggunakan bur
Penatalaksanaan :
- melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrumen dasar, kavitas dengan
kedalaman email, sondasi (-)/(+), perkusi (-), palpasi (-) dan CE (+) atau lesi dini
(bercak putih atau coklat)
- menegakkan diagnosis yaitu karies superfisial dan karies dentin (media)
- menentukan rencana perawatan yaitu penumpatan gigi dengan SIK ART
- mengisolasi gigi menggunakan cotton roll (daerah kerja harus bebas dari saliva)
- menghilangkan plak dan sisa makanan dengan menggunakan sonde dari bagian
terdalam pit dan fissure gigi
- membasahi pit dan fissure gigi dengan menggunakan cotton pellet basah
- mengekplorasi dengan sonde untuk memastika kedalaman karies
- memperbesar jalan masuk kavitas dengan menggunakan enamel acces cauter jika
kavitas terlalu kecil
- mematahkan email menggunakan hatchet jika email terlalu tipis dan kemungkinan
akan fraktur jika dimasukkan tumpatan
- menggunakan ekscavator untuk membuang karies (dimulai dengan menggunakan
ekscavator kecil) dengan gerakan menyerok, dimulai dari dentino-enamel junction
sampai ke dasar kavitas. Sedikit jaringan dentin berkaries dapat ditinggalkan jika
sulit dijangkau atau pasien sudah tidak sabar
- menbersihkan kavitas dengan cotton pellet basah (dibasahi chlorheksidin gluconate)
dan keringkan dengan cotton pellet kering
- memastikan fissure bebas dari debrish dan kavitas bebas dari demineralisasi
- melakukan konditioning menggunakan larutan SIK pada tetes pertama dengan cara
cotton pellet lembab dicelupkan pada liquid kemudian dioleskan pada kavitas dan
fissure di dekatnya. Pastikan pellet mengenai seluruh permukaan kavitas. Hal ini
dilakukan untuk membersihkan kavitas dan memperkuat ikatan antara bahan tambal
dengan email dan dentin. Gunakan cotton pellet sesuai ukuran kavitas atau bisa juga
menggunakan microbrush sekali pakai
- membersihkan kavitas dengan cotton pellet basah selama 5 detik, ulangi beberapa
kali
- mengeringkan kavitas dengan cotton pellet (jangan menggunakan semprotan air).
Kavitas akan terlihat mengkilat. Pertahankan kondisi ini jangan terkontaminasi saliva
dan darah
- memastika isolasi masih baik, jika perlu cotton roll diganti dengan yang baru
- mempersiapkan adonan SIK sesuai petunjuk pabrik

memasukkan sebagian adonan SIK ke dalam kavitas menggunakan applie atau


instrumen carver. Dorong SIK ke sudut kavitas jika ada overhang email dengan
menggunakan ujung ekscavator ukuran besar yang membulat. Isi pit dan fissure yang
berdekatan tetapi jangan berlebihan karena kelebihan SIK harus dibuang
menekan permukaan tumpatan dengan jari telunjuk yang dioles petroleum jelly
selama 20 detik
membuang tumpatan yang berlebihan dengan carver
mengecek ketinggian tumpatan dengan kertas artikulasi
membuang petroleu jelly yang menempel di permukaan tumpatan dengan ekscavator.
Pastikan hubunga antara SIK dan email halus
mengoleskan varish atau petroleum jelly tipis-tipis ke permukaan gigi agar
melindungi SIK dari saliva sehingga waktu pengerasan sesuai dengan aturan
menginstruksikan kepada pasien untuk tidak makan selama 1 jam

VIII. Incisi abses gingiva ringan


Definisi:
Insici abses gingiva ringan adalah tindakan bedah yg dilakukan untuk membuang pus dari
abses didaerah gingiva yg mengalami infeksi.
Bahan dan alat:
a. Sarung tangan
b. Masker wajah dengan pelindung
c. Povidone iodine atau chlorhexidine
d. Kasa steril
e. Lidocain 1% atau Lidocain + epinefrin atau Bupivacaine
f. Spuit 5-10 ml
g. Jarum
h. Pisau scalpel (nomor 11 atau 15) dengan gagangnya
i. Klem bengkok
j. Normal saline dengan bengkok steril
k. Spuit besar tanpa jarum
Penatalaksanaan :
- Membersihkan daerah abses dengan chlorhexidine atau povidon iodine, dengan
gerakan melingkar, mulai pada puncak abses
- Menyuntikkan obat anestesi: Lidocain 1% atau Lidocain + epinefrin atau
Bupivacaine
ke dalam jaringan
atau dengan menyemprotkan chlor ethyl jika sudah terjadi kepundan
- Insici dg scalpel secara langsung diatas pusat abses sepanjang aksis panjang dari
kumpulan cairan atau menggunakan sonde jika sudah terjadi kepundan
- Bersihkan luka dengan normal saline, gunakan spuit tanpa jarum
- Teruskan irigasi sampai cairan yang keluar dari abses jernih

Beri resep:- anti biotik: amoksisilin 500 mg dan metronidazol 250 mg


setiap 8 jam selama 5 hari.dan
analgetik : parasetamol 500 mg 3 4 x sehari atau ibuprofen atau asam
mefenamat

Perawatan lanjutan:
a. Jadwalkan kontrol 2 atau 3 hari sesudah prosedur dan kembali sebelum jadwal
bila ada tanda-tanda perburukan,
i. meliputi kemerahan,
ii. pembengkakan, atau
iii. adanya gejala sistemik seperti demam
b. Beri antibiotik dan analgetik /antipiretik
IX. Scalling (Pembersihan karang gigi karena gingivitis/periodontitis)
Definisi :
Scalling adalah tindakan pengambilan plak dan kalkulus dari permukaan gigi baik dengan
menggunakan instrumen tangan maupun secara mekanik.
Scaling yang dilakukan secara periodik dapat mencegah terjadinya penyakit jaringan
penyangga gigi.
Scalling dilakukan untuk kasus-kasus yang berhubungan dengan penyakit gusi dan
periodontal.
Penatalaksanaan :
- melakukan pemeriksaan klinis menggunakan instrumen dasar untuk mengetahui
adanya gingivitis maupun periodontitis yang disebabkan karang gigi
- menegakkan diagnosis yaitu gingivitis atau periodontitis yang disebabkan karang
gigi
- menentukan rencana perawatan yaitu scalling (pembersihan karang gigi)
- melakukan pembersihan karang gigi pada gigi atau regio yang terjadi gingivitis atau
periodontitis, posisi operator menyesuaikan
- menginstruksikan pasien untuk kumur-kumur menggunakan obat kumur
- memastikan karang gigi sudah bersih
- mengolesi gusi yang terluka dengan povidon iodin atau iod gliserin
- meresepkan obat seperti pada kasus gingivitis dan periodontitis

DAFTAR BAHAN, OBAT DAN ALAT KESEHATAN UNTUK PERAWATAN GIGI DI


PUSKESMAS
NO NAMA PERAWATAN
1

PENGOBATAN

DAFTAR BAHAN DAN


OBAT
Bahan dan Obat :
- Amoksisilin 500 mg
- Amoksisilin 10-15
mg/kgbb
- Metronidazole 500
mg
- Metronidazole 250
mg
- Eritromisin 500 mg
- Klindamisin 300 mg
- Sefadroksil 500 mg
- Parasetamol 500 mg
- Parasetamol 10-15
mg/kgbb
- Ibuprofen 200 mg
- Ibuprofen 400 mg
- Asam mefenamat 500
mg
- Kalium diklofenak 50
mg
- Obat kumur povidon
iodin
- Obat kumur
klorhexidin gluconat
dan H202
- Eugenol
- Triamsinolon
(kenalog/)
- Vitamin C
Alat yang diperlukan
yaitu instrumen dasar
atau diagnosis set :
- Pinset
- Sonde
- Ekscavator
- Kaca mulut

KETERANGAN
Antibiotik diberikan tiap 8 jam
selama 5 hari

Analgesik diberikan tiap 8 jam


selama 3 hari

Kumur selam 0,5-1 menit Tiap 8


jam selam 3 hari

PENCABUTAN GIGI
SUSU DAN GIGI
TETAP

Bahan :
- Chlor etyl
- Iod gliserin
- Lidocain + adrenalin
injeksi
- Lidokain tanpa
adrenalin
- Spuit (jarum suntik)
3 ml dan 1 ml
- Anestesi topikal
- Sarung tangan
- Masker
- Kapas
- Kassa steril
- Povidon iodida 2 %
- Sponge gelatin
hemostatin
Alat yang diperlukan :
- Diagnostik
set/instrumen dasar
- Tang pencabutan gigi
susu
- Tang pencabutan gigi
tetap
- Bein
- Cryer
- Jarum jahit
- Benang suturing

PENUMPATAN SIK
ART

Bahan :
- Aquades steril
- Klorhexidin
- Kapas
- Paper pad
- Dentin konditioner
- SIK / Glass ionomer
cement ART
- Vernish atau
petroleum jelly
- Kertas artikulasi
- Microbrush
Alat ART yang harus
disediakan DINKES :

Enamel acces
cauter atau
carver
Hatchet
Sonde
Ekscavator
kecil, sedang
dan besar

PERAWATAN KAPING
PULPA

Bahan :
- Aquades steril
- Klorhexidin
- Kalsium hidroksida
atau kalsium
hidroksida plus
iodoform pasta
(metapex)
- Tumpatan sementara
(caviton)
- Tumpatan SIK

PERAWATAN
MUMIFIKASI

Bahan :
- Aquades steril
- Klorhexidin
- Bahan devitalisasi
pulpa (septodont)
- Eugenol
- Chkm
- TKF
- Natrium hipoklorit 2
%
- H202 atau
klorhexidin 2%
- Kalsium hidroksida
plus iodoform pasta
(metapex) atau N2
- Tumpatan sementara
(caviton)
- Tumpatan SIK /
Glas Ionomer
cement (fuji 2 dan
fuji 9 atau Fuji ART)

SCALLING
(PEMBERSIHAN

Bahan :
- Povidon iodin atau

KARANG GIGI)
7

INCISI ABSES
GINGIVA NORMAL

iod gliserin
- Obat kumur
Bahan dan alat:
- Sarung tangan
- Masker
wajah
dengan pelindung
- Povidone
iodine
atau chlorhexidine
- Kasa steril
- Lidocain 1% atau
Lidocain
+
epinefrin
atau
Bupivacaine
- Spuit 5-10 ml
- Jarum
- Pisau
scalpel
(nomor 11 atau 15)
dengan gagangnya
- Klem bengkok
- Normal
saline
dengan
bengkok
steril
- Spuit besar tanpa
jarum

Anda mungkin juga menyukai