Anda di halaman 1dari 7

Dalam upaya menigkatkan derajat kesehatan masyarakat, khususnya di kota-kota besar

semakin meningkat pendirian rumah sakit (RS). Sebagai akibat kualitas efluen limbah
rumah sakit tidak memenuhi syarat. Limbah rumah sakit dapat mencemari lingkungan
penduduk di sekitar rumah sakit dan dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini
dikarenakan dalam limbah rumah sakit dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab
penyakit pada manusia termasuk demam typoid, kholera, disentri dan hepatitis sehingga
limbah harus diolah sebelum dibuang ke lingkungan (BAPEDAL, 1999).
SAMPAH dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan
oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum sampah dan
limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah klinis
dan non klinis baik padat maupun cair. Bentuk limbah klinis bermacam-macam dan
berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung
atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum
hipodermik, perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua
benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan
atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah,
cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radio aktif.
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut: Limbah yang berkaitan
dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif). Limbah
laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang
perawatan/isolasi penyakit menular. Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota
badan, darah dan cairan tubuh, biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi
dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi
sitotoksik.Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang
terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang
terkontaminasi, obat- obat yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obatobat yang tidak lagi diperlukan oleh institusi bersangkutan dan limbah yang dihasilkan
selama produksi obat- obatan.
Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam
tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang
berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida.
(Arifin. M, 2008 ; (online).
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah
non klinis atau dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal
dari kantor / administrasi kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah
dari ruang pasien, sisa makanan buangan; sampah dapur (sisa pembungkus, sisa
makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit
mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah sakit bisa
mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit,
tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada
(laboratorium, klinik dll). Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang
bersifat patogen. Limbah rumah sakit seperti halnya limbah lain akan mengandung
bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan
uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, pH, mikrobiologik, dan lain-lain. (Arifin.
M, 2008 ; (online).
Pelayanan kesehatan dikembangkan dengan terus mendorong peranserta aktif masyarakat
termasuk dunia usaha. Usaha perbaikan kesehatan masyarakat terus dikembangkan antara
lain melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, penyehatan lingkungan,
perbaikan gizi, penyediaan air bersih, penyuluhan kesehatan serta pelayanan kesehatan

ibu dan anak. Perlindungan terhadap bahaya pencemaran dari manapun juga perlu
diberikan perhatian khusus. Sehubungan dengan hal tersebut, pengelolaan limbah rumah
sakit yang merupakan bagian dari penyehatan lingkungan dirumah sakit juga mempunyai
tujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang
bersumber dari limbah rumah sakit infeksi nosoknominal dilingkungan rumah sakit, perlu
diupayakan bersama oleh unsur-unsur yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan
pelayanan rumah sakit. Unsur-unsur tersebut meliputi antara lain sebagai berikut :
Pemrakarsa atau penanggung jawab rumah sakit
Penanggung jasa pelayanan rumah sakit
Para ahli pakar dan lembaga yang dapat memberikan saran-saran
Para pengusaha dan swasta yang dapat menyediakan sarana fasilitas yang
diperlukan.
(Depkes RI, 2002
Pengelolaan limbah rumah sakit yang sudah lama diupayakan dengan menyiapkan
perangkat lunaknya yang berupa peraturan-peraturan, pedoman-pedoman dan kebijakankebijakan yng mengatur pengelolaan dan peningkatan kesehatan dilingkungan rumah
sakit.
Disamping peraturan-peraturan tersebut secara bertahap dan berkesinambungan
Departemen Kesehatan terus mengupayakan dan menyediakan dan untuk pembangunan
insilasi pengelolaan limbah rumah sakit melalui anggaran pembangunan maupun dari
sumber bantuan dana lainnya. Dengan demikian sampai saat ini sebagai rumah sakit
pemerintah telah dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan limabah, meskipun perlu untuk
disempurnakan. Namun disadari bahwa pengelolaan limbah rumah sakit masih perlu
ditingkatkan permasyarakatan terutama dilingkungan masyarakat rumah sakit. (Depkes
RI, 1992).
1. A.
Permasalahan
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departement Kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh
rumah sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian
terhadap 100 Rumah Sakit di Jawa dan Bali menunjukkan bahwa rata-rata produksi
sampah sebesar 3,2 kg pertempat tidur perhari. Analisa lebih jauh menunjukkan produksi
sampah (Limbah Padat) berupa limbah domestic sebesar 76,8 persen dan berupa limbah
infeksius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan secara nasional produksi sampah (Limbah
Padat) Rumah Sakit sebesar 376.089 ton per hari dan produksi air limbah sebesar
48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan betapa besar potensi
Rumah Sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinan menimbulkan kecelakaan
serta penularan penyakit.
Rumah Sakit menghasilkan limbah dalam jumlah yang besar, beberapa diantaranya
membahayakan kesehatan dilingkungannya. Di negara maju, jumlahnya diperkirakan 0,50,6 kg per tempat tidur rumah sakit perhari. Pembuangan limbah yang berjumlah cukup
besar ini paling baik jika dilakukan dengan memilah-milah limbah kedalam kategori
untuk masing-masing jenis kategori diterapkan cara pembuangan limbah yang berbeda.
Prinsip umum pembuangan limbah rumah sakit adalah sejauh mungkin menghindari
resiko kontaminasi antrauma (Injuri)
(KLMNH, 1995).
Limbah Rumah Sakit mengandung bahan beracun berbahaya Rumah Sakit tidak hanya
menghasilkan limbah organik dan anorganik, tetapi juga limbah infeksius yang
mengandung bahan beracun berbahaya (B3). Dari keseluruhan limbah rumah sakit,
sekitar 10 sampai 15 persen diantaranya merupakan limbah
infeksius yang mengandung logam berat, antara lain mercuri (Hg). Sebanyak 40 persen
lainnya adalah limbah organik yang berasal dari makanan dan sisa makan, baik dari
pasien dan keluarga pasien maupun dapur gizi. Selanjutnya, sisanya merupakan limbah
anorganik dalam bentuk botol bekas infus dan plastik. Temuan ini merupakan
hasil penelitian Bapedalda Jabar bekerja sama dengan Departemen
Kesehatan RI, serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) selama tahun 1998 sampai

tahun 1999. Keterbatasan dan mengakibatkan sampel yang diambil hanya dari dua rumah
sakit di Jawa Barat, satu di rumah sakit pemerintah dan satunya lagi di rumah sakit
swasta. Secara terpisah, mantan Ketua Wahana Lingkungan (Walhi) Jabar
Ikhwan Fauzi mengatakan, volume limbah infeksius dibeberapa rumah sakit bahkan
melebihi jumlah yang ditemukan Bapedalda. Limbah infeksius ini lebih banyak
ditemukan di beberapa rumah sakit umum, yang pemeliharaan lingkungannya kurang
baik (Pristiyanto. D, 2000).
Biasanya orang mengaitkan limbah B3 dengan industri. Siapa yang menyangka ternyata
dirumah sakitpun menghasilkan limbah berbahaya dari limbah infeksius. Limbah
infeksius berupa alat-alat kedokteran seperti perban, salep, serta suntikan bekas (tidak
termasuk tabung infus), darah, dan sebagainya. Dalam penelitian itu, hampir di setiap
tempat sampah ditemukan bekas dan sisa makanan (limbah organik), limbah infeksius,
dan limbah organik berupa botol bekas infus. (Anonimous, 2009)
Limbah rumah sakit, khususnya limbah medis yang infeksius, belum dikelola dengan
baik. Sebagian besar pengelolaan limbah infeksius disamakan dengan limbah medis
noninfeksius. Selain itu, kerap bercampur limbah medis dan nonmedis. Percampuran
tersebut justru memperbesar permasalahan limbah medis.
Kepala Pusat Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Universitas Indonesia Dr Setyo
Sarwanto DEA mengutarakan hal itu kepada Pembaruan, Kamis pekan lalu, di Jakarta. Ia
mengatakan, rata-rata pengelolaan limbah medis di rumah sakit belum dilakukan dengan
benar. Limbah medis memerlukan pengelolaan khusus yang berbeda dengan limbah
nonmedis. Yang termasuk limbah medis adalah limbah infeksius, limbah radiologi,
limbah sitotoksis, dan limbah laboratorium.
Limbah infeksius misalnya jaringan tubuh yang terinfeksi kuman. Limbah jenis itu
seharusnya dibakar, bukan dikubur, apalagi dibuang ke septic tank. Pasalnya, tangki
pembuangan seperti itu di Indonesia sebagian besar tidak memenuhi syarat sebagai
tempat pembuangan limbah. Ironisnya, malah sebagian besar limbah rumah sakit dibuang
ke tangki pembuangan seperti itu.
Kenyataannya, banyak tangki pembuangan sebagai tempat pembuangan limbah yang
tidak memenuhi syarat. Hal itu akan menyebabkan pencemaran, khususnya pada air tanah
yang banyak dipergunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari. Setyo menyebutkan,
buruknya pengelolaan limbah rumah sakit karena pengelolaan limbah belum menjadi
syarat akreditasi rumah sakit. Sedangkan peraturan proses pembungkusan limbah padat
yang diterbitkan Departemen Kesehatan pada 1992 pun sebagian besar tidak dijalankan
dengan benar
Dampak
Ada
beberapa
Limbah
kelompok
Pada
Kesehatan
masyarakat
Masyarakat
yang
mempunyai
resiko
untuk
mendapat
gangguan
Sakit
karena
untuk
buangan
memperoleh
rumah
pertolongan
sakit.
Pertama,
pengobatan
pasien
yang
dan
perawatan
datang
ke Rumah
Sakit.
karyawan
Kelompok
Rumah
ini
sakit
merupakan
dalam
kelompok
yang
tugas
paling
sehari-harinya
rentan
Kedua,
selalu
kontak
pengunjung
dengan
/lingkungan
pengantar
orang
sakit
orang
yang
sakit
merupakan
yang
berkunjung
sumber
agen
ke
rumah
penyakit.
sakit,
Ketiga,
resiko
masyarakat
terkena
yang
gangguan
bermukim
kesehatan
dimelaksanakan
sekitar
akan
Rumah
semakin
Sakit,
besar.
lebih-lebih
Keempat,
lagi
bila
Rumah
mestinya
sakit
ke
membuang
sekitarnya.
hasil
buangan
Akibatnya
Rumah
adalah
Sakit
tidak
mutu
sebagaimana
lingkungan
menjadi
derajat
kesehatan
turun
kualitasnya,
masyarakat
dengan
di
lingkungan
akibat
lanjutannya
tersebut.
adalah
Oleh
karena
menurunnya
itu,
rumah
baik
dan
sakit
benar
wajib
dengan
melaksanakan
melaksanakan
pengelolaan
kegiatan
buangan
Sanitasi
rumah
Rumah
sakit
Sakit
yang
(Kusnoputranto.H,
1993).
1. B.
Jenis-jenis limbah
Jenis-jenis limbah rumah sakit meliputi bagian sebagai berikut ini :
Limbah klinik
Limbah dihasilkan selama pelayanan pasien secara rutin pembedahan dan di unit-unit
resiko tinggi. Limbah ini mungkin berbahaya dan mengakibatkan resiko tinggi infeksi
kuman dan populasi umum dan staf Rumah Sakit. Oleh karena itu perlu diberi label yang
jelas sebagai resiko tinggi. Contoh limbah jenis tersebut ialah perban atau
pembungkusyang kotor, cairan badan, anggota badan yang diamputasi, jarum-jarum dan
semprit bekas, kantung urine dan produk darah.
Limbah patologi
Limbah ini juga dianggap beresiko tinggi dan sebaiknya diautoclaf sebelum keluar dari
unit patologi. Limbah tersebut harus diberi label biohazard.
Limbah bukan klinik
Limbah ini meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak
berkontak dengan cairan badan. Meskipun tidak menimbulkan resiko sakit, limbah
tersebut cukup merepotkan karena memerlukan tempat yang besar untuk mengangkut dan
menbuangnya.
Limbah dapur

3. Semua limbah yang keluar dari unit patologi harus dianggap sebagai limbah
klinik dan perlu dinyatakan aman sebelum dibuang (Depkes RI, 1992).
1. C.
Pengelolaan limbah
Pengolahan limbah RS Pengelolaan limbah RS dilakukan dengan berbagai cara. Yang
diutamakan adalah sterilisasi, yakni berupa pengurangan (reduce) dalam volume,
penggunaan kembali (reuse) dengan sterilisasi lebih dulu, daur ulang (recycle), dan
pengolahan (treatment) (Slamet Riyadi, 2000).
Berikut adalah beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam merumuskan kebijakan
kodifikasi dengan warna yang menyangkut hal-hal berikut :
1. Pemisahan Limbah
- Limbah harus dipisahkan dari sumbernya
- Semua limbah beresiko tinggi hendaknya diberi label jelas
- Perlu digunakan kantung plastik dengan warna-warna yang berbeda yang menunjukkan
kemana kantong plastik harus diangkut untuk insinerasi aau dibuang (Koesno Putranto.
H, 1995).
1. Penyimpanan Limbah
Dibeberapa Negara kantung plastik cukup mahal sehingga sebagai gantinya dapat
digunkanan kantung kertas yang tahan bocor (dibuat secara lokal sehingga dapat
diperloleh dengan mudah) kantung kertas ini dapat ditempeli dengan strip berwarna,
kemudian ditempatkan ditong dengan kode warna dibangsal dan unit-unit lain.
1. Penanganan Limbah
- Kantung-kantung dengan warna harus dibuang jika telah terisi 2/3 bagian. Kemudian
diikiat bagian atasnya dan diberik label yang jelas
- Kantung harus diangkut dengan memegang lehernya, sehingga jika dibawa mengayun
menjauhi badan, dan diletakkan ditempat-tempat tertentu untuk dikumpulkan
- Petugas pengumpul limbah harus memastikan kantung-kantung dengan warna yang
sama telah dijadikan satu dan dikirimkan ketempat yang sesuai
- Kantung harus disimpan pada kotak-kotak yang kedap terhadap kutu dan hewan
perusak sebelum diangkut ketempat pembuangan
1. Pengangkutan limbah
Kantung limbah dipisahkan dan sekaligus dipisahkan menurut kode warnanya. Limbah
bagian bukan klinik misalnya dibawa kekompaktor, limbah bagian Klinik dibawa
keinsenerator. Pengangkutan dengan kendaraan khusus (mungkin ada kerjasama dengan
dinas pekerja umum) kendaraan yang digunakan untuk mengangkut limbah tersebut
sebaiknya dikosongkan dan dibersihkan setiap hari, jika perlu (misalnya bila ada
kebocoran kantung limbah) dibersihkan dengan menggunakan larutan klorin.
1. Pembuangan limbah
Setelah dimanfaatkan dengan konpaktor, limbah bukan klinik dapat dibuang ditempat
penimbunan sampah (Land-fill site), limbah klinik harus dibakar (insenerasi), jika tidak
mungkin harus ditimbun dengan kapur dan ditanam limbah dapur sebaiknya dibuang
pada hari yang sama sehingga tidak sampai membusuk.
(Bambang Heruhadi, 2000).
Rumah sakit yang besar mungkin mampu memberli inserator sendiri, insinerator
berukuran kecil atau menengah dapat membakar pada suhu 1300-1500 C atau lebih
tinggi dan mungkin dapat mendaur ulang sampai 60% panas yang dihasilkan untuk
kebutuhan energi rumah sakit. Suatu rumah sakit dapat pula mempertoleh penghasilan
tambahan dengan melayani insinerasi limbah rumah sakit yang berasal dari rumah sakit
yang lain. Insinerator modern yang baik tentu saja memiliki beberapa keuntungan antara
lain kemampuannya menampung limbah klinik maupun limbah bukan klinik, termasuk
benda tajam dan produk farmasi yang tidak terpakai lagi.
Jika fasilitas insinerasi tidak tersedia, limbah klinik dapat ditimbun dengan kapur dan
ditanam. Langkah-langkah pengapuran (Liming) tersebut meliputi sebagai berikut :

1. Menggali lubang, dengan kedalaman sekitar 2,5 meter


2. Tebarkan limbah klinik didasar lubang samapi setinggi 75 cm
3. Tambahkan lapisan kapur
4. Lapisan limbah yang ditimbun lapisan kapur masih bisa ditanamkan samapai
ketinggian 0,5 meter dibawah permukaan tanah
5. Akhirnya lubang tersebut harus ditutup dengan tanah
(Setyo Sarwanto, 2003).
Perlu diingat, bahan yang tidak dapat dicerna secara biologi (nonbiodegradable),
misalnya kantung plastik tidak perlu ikut ditimbun. Oleh karenanya limbah yang
ditimbun dengan kapur ini dibungkus kertas. Limbah-limbah tajam harus ditanam.
Limbah bukan klinik tidak usah ditimbun dengan kapur dan mungkin ditangani oleh DPU
atau kontraktor swasta dan dibuang ditempat tersendiri atau tempat pembuangan sampah
umum. Limbah klinik, jarum, semprit tidak boleh dibuang pada tempat pembuangan
samapah umum.
Semua petugas yang menangani limbah klinik perlu dilatih secara memadai dan
mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan jika mengalami inokulasi atau
kontaminasi badan. Semua petugas harus menggunakan pakaian pelindung yang
memadai, imunisasi terhadap hepatitis B sangat dianjurkan dan catatan mengenai
imunisasi tersebut sebaiknya tersimpan dibagian kesehatan kerja (Moersidik. S.S, 1995).
Melihat
buangan/limbah
karakteristik
rumah
dan
sakit
dampak-dampak
seperti
tersebut
yang
diatas,
dapat
maka
ditimbulkan
konsep
oleh
manajemen
didalamnya
sebagai
yang
dikenal
sebuah
sebagai
sistem
Sistem
dengan
Manajemen
berbagai
proses
Lingkungan
rumah
pengelolaan
sakit
yang
lingkungan
perlu
diterapkan.
itu
sendiri
adalah
Dengan
suatu
pendekatan
usaha
untuk
sistem
tersebut,
meningkatkan
dan
aman
bagi
kualitas
masyarakat
sekitar.
menghasilkan
limbah
yang
ramah
lingkungan
lingkungan,
Keterlibatan
pihak
pemerintah
manajemen
yang
puncak
memiliki
rumah
badan
sakit
yang
dan
lembaga
menangani
dampak
kemasyarakatan
dari
dampak
buangan
merupakan
/dengan
limbah
kunci
rumah
keberhasilan
sakit
ini
(Mentri
untuk
Negara
melindungi
Lingkungan
masyarakat
Hidup,
2004).
1. D. Kesimpulan dan Saran
Kegiatan rumah sakit yang sangat kompleks tidak saja memberikan dampak positif bagi
masyarakat sekitarnya tetapi juga mungkin dampak negatif itu berupa cemaran akibat
proses kegiatan maupun limbah yang dibuang tanpa pengelolaan yang benar. Pengelolaan
limbah rumah sakit yang tidak baik akan memicu resiko terjadinya kecelakaan kerja dan
penularan penyakit dari pasien ke pasien yang lain maupun dari dan kepada masyarakat
pengunjung rumah sakit. Oleh kerna itu untuk menjamin keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja maupun orang lain yang berada dilingkungan rumah sakit dan sekitarnya
perlu kebijakan sesuai manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dengan
melaksanakan kegiatan pengelolaan dan monitoring limbah rumah sakit sebagai salah
satu indikator penting yang perlu diperhatikan.
Rumah sakit sebagai institusi yang sosial ekonominya kerena tugasnya memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat tidak terlepas dari tanggung jawab pengelolaan
limbah yang ditimbulkan
berhasil mengurangi volume sampah rumah sakit (4,9);
perlakuan (treatment) sesuai dengan jenis sampahnya. Misalnya sampah padat
setelah dilakukan pemisahan dapat saja proses dekomposisi atau yang tidak
dapat dikomposkan dilakukan pemadatan (baling) lalu dilanjutkan proses
disposal secara biasa (ordinary landfill atau dibuang ke dasar laut).
Untuk sampah tertentu (farmaseutikal, kimia dan obat-obatan, dan patologis)
diproses secara insinerasi; kecendrungan off-site incinerator menjadi on-siteincinerator telah banyak dilakukan (4 ;5; 10).
Dianjurkan untuk mengganti incinerator dengan metode lain, seperti:
a. Autoclaving (4,9)
b. Microwaving, atau radio frequency irradiation unit (4;5;10)
Chemical/mechanical treatment (4) masih juga mempunyai tempat asalkan
dilakukan secara berhati-hati misalnya: waste shredding prior to treatment;
waste encapsulation after treatment.
Peran WHO
Menyadari akan banyaknya korban akibat pencemaran lingkungan hidup itu
maka WHO merevisi Air Quality Guidelines-nya. Guidelines yang tadinya
berpedoman pada data Eropah dan Amerika Utara (WHO 1987) (6) telah

direvisi menjadi Guidelines 1999 dan direvisi lagi menjadi Guidelines 2001(16).
Tujuannya agar dapat dipakai masing-masing Negara menyusun dan
mengembangkan angka standard nasionalnya supaya menjadi technologically
feasible, consider socio-economic and cultural constraints.
Objektifnya adalah: 1) menunjukkan pengetahuan dan pengertian terhadap
penyakit lokal, regional, dan global yang timbul akibat dari adanya pencemaran
udara untuk menjadikan kebijakan berwawasan lingkungan; 2) mengembangkan
dan memperbaharui secara teratur guidelines untuk masing-masing pollutant,
atau gabungannya; 3) membangun secara proaktif kemitraan dan mekanisme
koordinasi yang mempromosikan perbaikan kualitas udara, dengan fokus utama
kepada kelompok yang paling riskan; 4) menunjang pengembangan
infrastruktur, pendidikan dan pelatihan dalam penilaian dan menejemen risiko
kesehatan; dan 5) memperkuat jaringan kerjasama.
Dengan guidelines tersebut diharapkan agar setiap Negara secara proaktif
memantau kualitas lingkungan udara serta menganalisisnya secara ilmiah
melalui penelitian secara berkelanjutan. Bila perlu mengadakan beberapa
evaluasi terhadap beberapa kebijakan pemerintah sehubungan dengan
terciptanya lingkungan hidup yang kondusif. Kualitas udara suatu Negara akan
berpengaruh terhadap udara regional dan global. Karenanya sudah sewajarnya
menjadi perhatian kita bersam
pembuangan limbah medis secara tradisional, misalnya langsung dibakar atau dibuang ke
tempat sampah.
Padahal, sebagian besar limbah medis itu cukup membahayakan bagi masyarakat. Ada
beberapa rumah sakit yang tanya kepada saya mengenai penanganan limbah medis, kata
dr. Agus Wahyu Arifin, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Malang.
Berdasarkan data yang ada di dinkes, jumlah rumah sakit besar yang ada di kabupaten
sekitar 8 rumah sakit besar dan 30 rumah sakit kecil. Pengelola rumah sakit di
kabupaten tak ingin kasus RSSA (Rumah Sakit Saiful Anwar) menimpa mereka,
lanjutnya.
Pengelola rumah sakit di kabupaten tak ingin kasus RSSA menimpa mereka (MI/Bagus
Suryo)
RSSA saat ini sedang menjalani proses hukum karena masalah pembuangan limbah
tabung infus yang diperdagangkan.
Dinkes sendiri saat ini masih belum mempunyai tim ahli dalam penanganan limbah
medis. Karenanya, dalam waktu dekat ini, dinkes akan berkonsultasi dengan pakar
pengelolaan limbah medis. Hasil konsultasi nantinya akan disosialisasikan kepada
pengelola puskesmas.
Khusus untuk rumah sakit yang dikelola oleh dinkes yakni RSUD Kanjuruhan, Kepanjen,
sudah tak ada masalah. Sebab, rumah sakit tersebut sudah memiliki incinerator untuk
menghancurkan limbah medis padat. Sedangkan untuk limbah medis cair, RSUD
Kanjuruhan sudah memiliki IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah)
Di RSUD Kanjuruhan, rata-rata dalam setiap harinya ada sekitar 200 tabung infus yang
harus dimusnahkan. Selain tabung infus, limbah medis yang harus dimusnahkan di
incinerator adalah alat suntik, kantong darah, pipa infus, obat kadaluarsa, jaringan tubuh,
dan pisau bedah.
Sedangkan untuk limbah puskesmas jumlahnya relatif kecil. Dari 39 puskesmas yang
dimiliki dinkes, rata-rata dalam setiap harinya limbah tabung infus yang harus
dimusnahkan antara 5 sampai 10 tabung.
Hanya saja, pemusnahan tabung infus di puskesmas dan RSUD Kanjuruhan berbeda. Di
Puskesmas, pemusnahan tabung infus dilakukan dengan merusak tabung lalu dibakar
secara konvensional. (fir/abm/radarmalang

Anda mungkin juga menyukai