Bab 3
Bab 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
epitel relative lebih kecil yang disebut tight. Untuk mengetahui bagaimana cairan
interstitial paru diproduksi, disimpan, dan dibersihkan, maka kita harus
mengetahui konsepnya. Konsep pertama adalah ruang interstitial paru merupakan
terusan dari ruangan di antara jaringan ikat perianteriolar dan peribronchial yang
berlanjut menjadi ruang interstitial di antara membrane basement endotel dan
epitel di alveolus; kedua, tekanan negatifnya progresif dari distal ke proksimal
(Chruchill Livingstone, 2010).
Tidak ada sistem limfatik di ruang interstitial di septum alveolus. Kapiler
limfatik mulai ada di ruang interstitial yang mengelilingi terminal bronkiolus dan
arteri kecil. Cairan interstitial normalnya dibuang dari ruang interstitial alveolar ke
saluran limfa oleh mekanisme gradient tekanan, yang disebabkan karena tekanan
ruang interstitial yang lebih negative di daerah arteri besar dan brokus. Aliran
cairan interstitial yang menuju hilum dibantu oleh perbedaan tekanan negative,
katub limfatik, dan pulsasi arteri pulmonalis. Cairan tersebut akhirnya diteruskan
dari limfonodi ke sirkulasi vena sentral. Peningkatan tekanan vena sentral
menurunkan aliran limfa di paru-paru, yang dapat menjadi faktor edema
interstitial (Chruchill Livingstone, 2010).
3.2
Definisi
Edema paru adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya cairan
Epidemiologi
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta
penderita edema paru di dunia. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita edema paru
yang perlu pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika serikat
diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita Edema. Di Jerman 6 juta penduduk.
Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar
jantung ( edema paru kardiogenik dan non kardiogenik ). Angka kematian edema
paru akut karena infark miokard akut mencapai 38 57% sedangkan karena gagal
jantung mencapai 30% (Nendrastuti, 2010).
3.3
Patofisiologi
Edema, pada umumnya, berarti pembengkakan. Ini secara khas terjadi
ketika cairan dari bagian dalam pembuluh darah merembes kedalam jaringan
sekelilingnya, menyebabkan pembengkakan. Ini dapat terjadi karena terlalu
banyak tekanan dalam pembuluh darah atau tidak ada cukup protein dalam aliran
darah untuk menahan cairan dalam plasma (bagian dari darah yang tidak
mengandung sel-sel darah).
Edema paru adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru.
Area yang ada diluar pembuluh darah kapiler paru ditempati oleh kantongkantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah tempat dimana
oksigen dari udara diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbondioksida
dalam darah dikeluarkan kedalam alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli
normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis yang mengizinkan pertukaran
udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali dinding-dinding ini
kehilangan integritasnya. Edema paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan
cairan yang merembes keluar dari pembuluh darah dalam paru sebagai ganti
udara. Ini dapat menyebabkan persoalan pertukaran gas (oksigen dan
karbondioksida), berakibat pada kesulitan bernapas dan oksigenasi darah yang
buruk. Adakalanya, ini dapat dirujuk sebagai air di dalam paru ketika
menggambarkan kondisi ini pada pasien.
Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru dapat terjadi pada
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
(stenosis mitral); Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan
fungsi ventrikel kiri; Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena
peningkatan tekanan arteri pulmonalis. Penurunan tekanan onkotik plasma pada
hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, atau penyakit nutrisi.
Peningkatan tekanan negatif interstisial pada pengambilan terlalu cepat
pneumotorak atau efusi pleura (unilateral); Tekanan pleura yang sangat negatif
oleh karena obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan peningkatan volume
akhir ekspirasi (asma).
3.4
Klasifikasi
Edema paru dapat disebabkan oleh banyak faktor yang berbeda. Ia
Tes Laboratorium :
EKG : Iskhemia/infark
Ro : distribusi edema perihiler
Enzim jantung mungkin meningkat
Tekanan Kapiler Paru > 18mmHg
Intrapulmonary shunting : meningkat
ringan
Cairan edema/protein serum < 0,5
meningkat
Cairan edema/serum protein > 0,7
tekanan
arteria
pulmonalis (over
perfusion
pulmonary edema).
Penurunan tekanan onkotik plasma.
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, proteinlosing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.Tetapi
obat
leukoagglutinin.
Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
Pankreatitis Perdarahan Akut.
3. Insufisiensi Limfatik:
Post Lung Transplant.
Lymphangitic Carcinomatosis.
Fibrosing Lymphangitis (silicosis).
4. Tak diketahui/tak jelas
High Altitude Pulmonary Edema.
Neurogenic Pulmonary Edema.
Narcotic overdose.
Pulmonary embolism
nitrofurantoin,
Eclampsia
Post cardioversion
Post Anesthesia
Post Cardiopulmonary Bypass
(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)
3.5
pengaruh
gravitasi.
Mungkin
pula
terjadi
refleks
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat
terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak
sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan
volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left
intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia,
tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute
respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan
dengan hati-hati.Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard
Akut biasanya akibat hipertensi kapiler paru.Namun percobaan
pada anjing yang dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema
paru walaupun tekanan kapiler paru normal, yang dapat dicegah
dengan pemberian indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa
dengan menghambat cyclooxygenase atau cyclic phosphodiesterase
akan mengurangi edema' paru sekunder akibat peningkatan
permeabilitas alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan
penelitian lebih lanjut. Kadangkadang penderita dengan Infark
Miokard Akut dan edema paru, tekanan kapiler pasak parunya
normal; hal ini mungkin disebabkan lambatnya pembersihan cairan
edema secara radiografimeskipun tekanan kapiler paru sudah turun
atau kemungkinan lain pada beberapa penderita terjadi peningkatan
permeabilitas alveolar-kapiler paru sekunder oleh karena adanya isi
sekuncup yang rendah seperti pada cardiogenic shock lung.
(Sjaharudin Harun & Sally Aman Nasution,2006)
3.6
beberapa kemiripan.
1.
Anamnesis
Anamnesis dapat menjadi petunjuk ke arah kausa edema paru, misalnya
adanya riwayat sakit jantung, riwayat adanya gejala yang sesuai dengan gagal
jantung kronis. Edema paru akut kardiak, kejadiannya sangat cepat dan terjadi
hipertensi pada kapiler paru secara ekstrim. Keadaan ini merupakan pengalaman
yang menakutkan bagi pasien karena mereka batuk-batuk dan seperti seseorang
yang akan tenggelam (Harun dan Sally, 2009; Maria, 2010).
2.
Pemeriksaan fisik
Terdapat takipnea, ortopnea (manifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi
atau tekanan darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar
dapat mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau
sedikit membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal
dan fossa supraklavikula yang menunjukkan tekanan negatif intrapleural yang
besar dibutuhkan pada saat inspirasi, batuk dengan sputum yang berwarna
kemerahan (pink frothy sputum) serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru
akan terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat
wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4.
Terdapat juga edema perifer, akral dingin dengan sianosis (Harun dan Sally, 2009;
Maria, 2010).
3.
Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang relevan diperlukan untuk mengkaji
Ekokardiografi
Kateterisasi pulmonal
Pengukuran tekanan baji pulmonal (Pulmonary artery occlusion
5.
Radiologis
Pada foto thorax menunjukkan jantung membesar, hilus yang melebar,
pedikel vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya
garis kerley A, B dan C akibat edema interstisial atau alveolar (Cremers et al,
2010; Harun dan Sally, 2009). Lebar pedikel vaskuler < 60 mm pada foto
thorax Postero-Anterior terlihat pada 90% foto thorax normal dan lebar pedikel
vaskuler > 85 mm ditemukan 80% pada kasus edema paru. Sedangkan vena
azygos dengan diameter > 7 mm dicurigai adanya kelainan dan dengan diameter >
10mm sudah pasti terdapat kelainan, namun pada posisi foto thorax terlentang
dikatakan abnormal jika diameternya > 15 mm. Peningkatan diameter vena
azygos > 3 mm jika dibandingkan dengan foto thorax sebelumnya terkesan
menggambarkan adanya overload cairan (Koga dan Fujimoto, 2009).
Garis kerley A merupakan garis linear panjang yang membentang dari
perifer menuju hilus yang disebabkan oleh distensi saluran anastomose antara
limfatik perifer dengan sentral. Garis kerley B terlihat sebagai garis pendek
dengan arah horizontal 1-2 cm yang terletak dekat sudut kostofrenikus yang
menggambarkan adanya edema septum interlobular. Garis kerley C berupa garis
pendek, bercabang pada lobus inferior namun perlu pengalaman untuk melihatnya
karena terlihat hampir sama dengan pembuluh darah (Koga dan Fujimoto, 2009).
Gambaran foto thorax dapat dipakai untuk membedakan edema paru
kardiogenik dan edema paru non kardiogenik. Walaupun tetap ada keterbatasan
yaitu antara lain bahwa edema tidak akan tampak secara radiologi sampai jumlah
air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah tehnik juga dapat mengurangi
sensitivitas dan spesifisitas rontgent paru, seperti rotasi, inspirasi, ventilator, posisi
pasien dan posisi film (Lorraine et al, 2005; Maria, 2010).
Gambaran Radiologis
Terdapat gambaran radiologis yang penting dalam edema paru. Gambaran
tersebut adalah penebalan septa interlobar yang biasa disebut septal lines atau
kerley lines, peribronchial cuffing, cairan di fisura, dan efusi pleura. Septa
interlobar biasanya tidak terlihat pada rontgen dada. Septa ini akan terlihat jika
terdapat akumulasi cairan di daerah tersebut.
Gambar. Kerley lines A (panah putih), Kerley lines B (kepala panah putih),
Kerley lines C (kepala panah hitam), Peribronchial cuffing, pleural effusion.
Edema paru dapat diklasifikasikan menjadi edema peningkatan tekanan
hidrostatik, edema permeabilitas dengan kerusakan alveolus difus, edema
permeabilitas tanpa kerusakan alveolus difus, edema campuran. Edema paru
memiliki beberapa manifestasi radiologis yang bermacam-macam. Edema paru
post-obstruktif memiliki gambaran khas pada radiologi berupa septal line (Kerley
B lines), peribronchial cuffing, dan pada kasus yang lebih berat terdapat central
alveolar edema (perivascular hazzines). Edema paru dengan emboli kronis paru
bermanifestasi sebagai area dengan garis demarkasi yang tajam atau sharply
demarcated area dengan peningkatan ground-glass attenuation. Edema paru
dengan penyakit oklusi vena bermanifestasi dengan arteri paru yang besar, edema
interstitial difus dengan kerley lines, peribronchial cuffing, dan dilatasi ventrikel.
Pada stadium 1 edema paru pada pasien yang hampir tenggelam bermanifestasi
dengan kerley lines, peribronchial cuffing, dan patchy, konsolidari perihilar
alveolus; sedangkan pada stadium 2 dan 3 manifestasi radiologisnya tidak
spesifik. Edema paru pada ketinggian bermanifestasi sebagai edema interstitial
sentral yang berhubungan dengan peribronchial cuffing, dan konsolidasi patchy
rongga udara. Pada edema paru neurogenik manifestasinya bilateral dengan
konsolidasi homogen ruang udara yang hampir ditemukan pada 50% kasus.
Reperfusi edema paru digambarkan dengan konsolidasi heterogen ruang udara
yang predominan pada bagian distal menuju kanal pembuluh darah. Post reduksi
edema paru digambarkan dengan konsolidasi ipsilateral paru, sedangkan edema
tekanan edema, yaitu stadium edema interstiial dan edema alveolar. Kedua
stadium ini identik pada gagal jantung kiri dan kelebihan cairan intravaskuler.
Keduanya sering dijumpai pada pasien dengan edema tekanan di ICU maupun
IGD. Intensitas dan durasi dari kedua stadium ini tergantung dari peningkatan
tekanan yang terjadi, yaitu tergantung dari rasio tekanan hidrostatik dan onkotik.
gambaran
pembuluh
darah
subsegmental
dan
segmental,
Gambar. Bat wing edema dengan kelebihan cairan dan gagal jantung. Pada
gambaran foto thorax dada (3.a) dan gambaran CT-scan (3.b) menunjukkan
adanya wing alveolar edema yang distribusinya sentral dan sparing dari konteks
paru.
Beberapa teori diungkapkan dalam patofisiologis bat wing edema. Salah
satu teorinya menyebutkan peningkatan konduktifitas hidraulik. Hal ini
menyebabkan mukopolisakarida mengisi ruang sitokeleton perivaskular dan
menghambat aliran cairan. Namun, dengan meningkatnya hidrasi cairan, matrix
ekstraseluler ini memberikan jalan agar cairan dapat mengalir ke central.
Penemuan lainnya mengungkapkan efek pumping dari siklus pernafasan, yang
lebih besar berada di kortex paru, yang menyebabkan banyak cairan dialirkan ke
hilus. Penemuan lainnya mengungkapakn kontraktilitas septum alveolus menjadi
faktor pendukung untuk mengalirkan cairan interstitial ke hilus.
Gambar. Bat wing edema dengan overload cairan dari gangguan ginjal.
Gambaran radiologis menunjukkan adanya unusual recumbent bat wing
pulmonary edema yang berhubungan dengan efusi pleura sebelah kanan.
4.3. Distribusi Asimetris dari Edema Peningkatan Tekanan
Penyebab tersering terjadinya distribusi asimetris dari edema tekanan
adalah perubahan morfologi dari parenkim paru pada kasus penyakit paru
obstruksi kronis. Selain itu, pada kasus gagal jantung, emfisema pada apices atau
gambaran destruksi dan fibrosis pada bagian paru bagian atas dan tengah (sering
ditemukan pada kasus end-stage tuberculosis, sarcoidosis, atau asbestosis) akan
terlihat pada kasus edema paru yang predominan pada bagian yang kurang
berpengaruh pada proses penyakit ini.
Faktor hemodinamik mungkin juga berpengaruh pada distribusi asimeteris
edema paru ini. Edema paru yang berhubungan dengan regurgitasi mitral
menunjukkan bagian lobus atas kanan yang predominan dikarenakan gangguan
aliran yang disebabkan oleh refluks langsung pada vena paru bagian atas kanan.
Distribusi asimetris ini terjadi pada 9% dewasa dan 22% pada anak-anak dengan
regurgitasi mitral derajat 3 dan 4.
Gambar 15. Edema paru asimetris pada dengan chronic obstructive pulmonary
disease. Pada gambar 5.a yang merupakan parenkim paru dan gambar 5.b yang
merupakan gambaran mediastinum menunjukkan edema dengan gambaran diffuse
ground-glass attentuation dengan gradien anteroposterior. Cairan yang memenuhi
bula subpleura paling jelas terlihat pada gambar 5.b di bagian kiri bawah.
Gambar 16. Edema paru asimetris pada pasien laki-laki 70 tahun, dengan endstage fibrosis dan emfisema bulosa dikarenakan asbestosis dengan gagal jantung.
Pada gambaran radiografi didapatkan infiltrat edema paru predominan pada basis
paru karena aliran darah paru mengalir ke bagian ini dari bula lobus bagian atas.
Fibrosis interstitial yang disebabkan karena asbestosis dapat menjadi tempat
masuknya edema ke ruang alveolus.
Gambar 17. Edema paru dengan serangan asma akut pada anak-anak berumur 3
tahun. Gambaran radiografi ditemukan adanya edema paru yang berhubungan
dengan peribronchial cuffing, ill-defined vessels, pembesaran hilus, dan
peningkatan opasitas area alveolar.
Akhirnya, posisi pasien juga menentukan distribusi cairan intra dan
extravaskuler ini. Pada pasien dengan posisi supine, CT scan axial selalu
menunjukkan gradien anteroposterior dengan distribusi asimetris dari edema yang
disebabkan karena operasi prolong atau imobilisasi. Distribusi ini juga dapat
didapatkan pada pasien dengan gagal jantung kongestive dan pasien dengan
overghidrasi.
4.4. Edema Paru dengan Asma Akut
Kondisi edema paru pada asma akut sangat jarang terjadi, kondisi ini
berhubungan dengan gas yang terperangkap menyebabkan tekanan intraalveolar
menjadi positif, hal ini menyebabkan menurunnya gradien tekanan hidrostatik.
Pada saat inspirasi tidal, anak-anak dengan episode serangan asma akut
menunjukkan hasil tingginya tekanan negatif puncak inspirasi (sekitar 29 cm air),
dibandingkan dengan pada anak yang sehat (sekitar 7 cm air). Selanjutnya,
didapatkan pula tekanan pleura yang menurun saat respirasi tidal, mencapai -25.5
cm air, dibandingkan dengan anak yang sehat dengan penurunan tekanan sekitar
-5 cm air. Tekanan negatif pleura saat serangan asma akut ini membantu untuk
pelebaran saluran pernafasan. Obstruksi saluran nafas pada kasus asma
Gambar. Gambaran foto thorax edema paru yang berhubungan dengan penyakit
oklusi vena pada pasien wanita 28 tahun dengan dispneu akut.
Gambar. Gambaran angiogram didapatkan arteri paru perifer paten, kecil, dan
elongasi. Tekanan kapiler paru normal, namun tekanan arteri paru meningkat 54
mmHg.
edema alveolar dan pembentukan membran hialin. Edema cepat pada ruang
alveolar menyebabkan Kerley lines tidak terlihat pada ARDS. Stadium kedua
adalah stadium proliferasi yang berhubungan dengan eksudat fibrosa. Stadium
ketiga adalah stadium fibrotik, yang mempunyai karakteristik dengan jaringan
parut dan formasi dari subpleural dan intrapulmonary cysts. Pada stadium
pertama gambaran radiologis yang dapat terlihat adalah adanya edema interstitial
diikuti dengan opasitas pada daerah perihilar. Selanjutnya dapat terlihat gambaran
konsolidasi dengan air bronkogram jika edema sudah berlanjut ke edema alveolar.
Tidak didapatkan adanya kardiomegali, apical vascular redistribution, dan Kerley
lines. Pada stadium proliferasi akan terlihat gambaran ground glass yang
opasitasnya meningkat. Pada stadium fibrotik, akan didapatkan adanya lesi
subpleural dan intrapulmonary cystic, hal ini dapat menjadi pneumotoraks.
Gambar. Edema paru yang diakibatkan karena heroin. Gambar a merupakan foto
thorax dengan edema paru kanan dengan posisi right lateral decubitus. Gambar b
merupakan gambar thorax setelah 28 jam, yang menunjukkan resolusi cepat
infiltrat pada paru.
4.10.2. Edema Paru yang Mengikuti Sitokin
Interleukin atau IL-2 merupakan glukoprotein memiliki aktivitas
tumoricidal yang berguna pada pasien dengan metastase melanoma dan metastase
adenocarcinoma ginjal. Sitokin lain yang mungkin berpengaruh adalah TNF
(tumor necrosis factor). Baik IL-2 maupun TNF dapat menimbulkan gangguan
permeabilitas tanpa DAD yang akhirnya dapat menimbulkan edema paru. Sitokin
ini lebih sering menyerang pada sel endotel kapiler. Gambaran radiologis pada
keadaan ini adalah bilateral simetris interstitial edema dengan penebalan septal
lines, dan tidak didapatkannya adanya edema alveolar. Selain itu peribronchial
cuffing juga didapatkan pada 75% kasus.
3.7