Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGERTIAN DAN KEHARAMAN TGBC DALAM


MUHAMMADIYAH

DISUSUN OLEH :
Dian kusumaningtyas

( 1001021008)

Laily yaturrofiqoh

( 1001021016 )

Aji dwi

( 1001021016 )

Hendra Wanto

( 1001021036 )

Martha Aronaga putra

( 1001021016 )

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2011
KATA PENGANTAR

Muhammadiyah berdiri diltarbelakangi factor internel dan eksternal. Secara internal yang
mendorong K. H. Ahmad dahlan mendirikan Muhammadiyah adalah :
1. Merajalela bidah, kurafat syrik dan tahayyul, sehingga kehidupan Bergama tidak sesuai dengan
al-quran dan hadist
2. Merajalelanya kemiskinan, kebodohan, kekolotan, kemunduran bangsa Indonesia umumnya dan
umat islam khususnya
3. Tidak adanya ukhuwah umat islam serta tidak adanya organisasi islam yang kuat dan lemah
4. Lemah dan gagalnya sistem pendidikan pondok pesantren, sehingga kurang mencerminkan
perkembangan dan kemjuan zaman dan adanya kehidupan pendidikan yang mengisolasi diri.
Factor eksternal yang melatarbelakangi berdirinya muhammadiyah antara lain :
1. Merajalela penjajahan kolonialis belanda diindonesia yang harus dihadapi
2. Adanya kegiatan misionaris Kristen diindonesia
3. Sikap yang merendahkan pada islam oleh kaum terpelajar, yang mengganggap bahwa islam
agama yang out of date, tidak sesuai dengan kemajuan zaman
4. Adanya rencana kristenisasi pemerintah colonial belanda untuk kpentingan politik colonial
Tujuan awal muhamadiyah adalah menyebabkan ajaran nabi Muhammad kepada penduduk
Indonesia, terutama dikaresidenan Yogyakarta sebagai tempat tinggal K.H ahmad Dahlan. Selain itu,
tujuan awal muhammadiyah adalah memajukan umat islam

dengan melakukan pembaharuan

pemikiran agama agar sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga bisa diteriima oleh masyarakat.

I.

PENGERTIAN TBC ( TAHAYUL, BIDAH, KUFARAT )

A. TAHAYUL

Takhayul Secara bahasa, berasal dari kata khayal yang berarti: apa yang tergambar pada
seseorang mengenai

suatu hal baik dalam keadaan sadar atau sedang bermimpi.

Dari istilah takhayul tersebut ada dua hal yang termasuk dalam kategori talhayul, yaitu:
1. Kekuatan ingatan yang yang terbentuk berdasarkan gambar indrawi dengan segala jenisnya,
(seperti: pandangan, pendengaran, pancaroba, penciuman) setelah hilangnya sesuatu yang dapat
diindera tersebut dari panca indra kita.
2. Kekuatan ingatan lainnya yang disandarkan pada gambar idrawi, kemudian satu dari unsurnya
menjadi sebuah gambar yang baru. Gambar baru tersebut bisa jadi satu hal yang benar-benar
terjadi, atau hal yang diluar kebiasaan (kemustahilan). Seperti kisah seribu satu malam, Nyai
Roro Kidul dan cerita-cerita khurafat lainnya. Takhayul diartikan juga: percaya kepada sesuatu
yang

tidak

benar

(mustahil)

Jadi

takhayul

merupakan

bagian

dari

khurfat.

Ulama bersefaham bahwa dari beberapa pengertian bidah tersebut diatas yang paling mengena
pada maksud bidah yang dapat dikatakan sesat adalah yang diartikan oleh Iman As- Syathibi.[3]
Dari definisi-definisi tersebut dapat diambil pokok-pokok pengertian bidah menurut syara
sebagai berikut:
Kepercayaan atau tahayul ini sebenarnya sudah dihilangkan oleh Islam. Rosulullah
pernah berdebat dengan orang Badui. Tidak ada penyakit menular dan tidak ada kepercayaan
pada tahayul, sabda Nabi Muhammad saw.
Badui berkata, Lantas, bagaimana dengan unta yang sehat, kemudian sakit setelah
didekati unta yang sakit? Nabi menjawab, Lalu siapa yang menulari unta pertama?
Perdebatan ini menegaskan, kepercayaan seperti itu tidak ada dan tidak dibenarkan
adanya menurut pandangan Islam. Dalam HR Bukhari dan Muslim Rasulullah bersabda, yang
artinya: Tidak ada adwa, thiyarah, hamah, dan safar.
Adwa penularan penyakit. Thiyarah yaitu merasa bernasib sial atau meramal nasib
buruk karena melihat burung, binatang lainnya. Hamah maksudnya burung hantu. Safar adalah
bulan kedua dalam tahun Hijriyah, yaitu bulan sesudah Muharam.
Islam tidak mengenal adanya hari atau bulan nahas, celaka, sial, malang dan yang sejenis. Yang
ada hanyalah bahwa setiap hari dan atau bulan itu baik, bahkan dikenal hari mulai (Jumat) dan
bulan mulia (seperti bulan Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah).

Jelas, tahayul tidak ada tempat dalam Islam dan dalam hati kaum Muslimin. Tahayul
merupakan bentuk syirik. Diriwayatkan dari Ibnu Masud, Nabi Saw berkata: Tiyarah (tahayul)
ialah sejenis syirik (HR. Tirmizi).
Ketika belakangan sering terjadi kasus kesurupan massal, juga individual, orang
menyebutnya kemasukan setan, jin, atau makhlus halus. Ini juga tahayul! Karena menurut para
ahli, kesurupan adalah fenomena psikologis, tidak ada kaitan sama sekali dengan makhluk halus.
Kesurupan adalah semata-mata fenomena alami yang bisa terjadi pada manusia dan tidak
pandang bulu di belahan dunia mana pun. Terutama di masyarakat yang tingkat kesulitan
dihupnya tinggi.
Fenomena kesurupan berkaitan dengan masalah stress hidup dan beban hidup
masyarakat. Dalam masyarakat yang penuh ketidakpastian, kesulitan ekonomi yang sangat
membebani para korban, dan ketidak menentuan masa depan, turut andil bagian dalam
memperbesar terjadinya kesurupan.
Pada kasus anak-anak sekolah, mereka yang terkena rata-rata kehidupan ekonominya
susah, mikirin beban pelajaran, ditambah dengan mikirin buku yang tidak terbeli dan SPP yang
belum dibayar otomatis membuat sang anak menjadi sangat stress dan berusaha untuk ditahan.
Pada puncaknya, jika sang anak tidak mampu untuk menahan ini, maka akan meledak dan
terjadilah kesurupan.
Kesurupan adalah fenomena biasa dalam dunia psikologi dan fisiologi. Apa yang terjadi
pada mereka hanyalah masalah psikis yang disebut trance disorder. Orang yang mengalami hal
ini akan bisa spontan teriak-teriak dan bahkan berkata-kata yang tidak biasanya di lakukan. Ini
disebut dengan munculnya sifat ganda, karena pada dasarnya setiap orang mempunyai karakter
lebih dari satu. Dalam keadaan trance, seseorang akan memcunculkan karakter yang lain yang
biasanya tidak ditampakkan. Singkatnya, fenomena trance alias kesurupan ini bukanlah hal aneh
dan perlu dimistifikasi. Ini adalah fenomena alam biasa, yang disebabkan oleh tekanan jiwa.

B. BIDAH

a. Bidah ialah sesuatu yang diadakan di dalam agama. Maka tidak termasuk bidah
sesuatu yang diadakan di luar agama untuk kemaslahatan dunia seperti pengadaan hasil-hasil
industri dan alat-alat untuk mewujudkan kemaslahatan manusia yang bersifat duniawi.
b. Bidah tidak memiliki dasar yang menunjukkannya dalam syariat. Adapun hal-hal
yang memiliki dasar-dasar syariat, maka bukan bidah meskipun tidak ada dalilnya dalam
syariat secara khusus. Contohnya pada zaman kita ini orang yang membuat alat alat seperti kapal
terbang, roket, tank, dll. dari alat-alat perang modern dengan tujuan persiapan memerangi orangorang kafir dan membela kaum muslimin. Maka perbuatannya bukan bidah meskipun syariat
tidak menjelaskannnya secara rinci, dan Rasulullah tidak menggunakan alat-alat tersebut untuk
memerangi orang-orang kafir. Tetapi membuatnya termasuk dalam firman Allah secara umum,
Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja. (Al-Anfal : 60). Begitu pula
perbuatan-perbuatan lain yang semisal. Maka setiap sesuatu yang memiliki dasar dalam syara, ia
termasuk syariat dan bukan bidah.
c. Bidah di dalam agama kadang-kadang dikurangi dan kadang-kadang ditambah,
sebagaimana dijelaskan oleh As-Suyuti meskipun perlu pembatasan bahwa sebab menguranginya
adalah agar lebih mantap dalam beragama. Adapun jika sebab menguranginya bukan agar lebih
mantap dalam beragama, maka bukan bidah. Seperti meninggalkan perintah yang wajib tanpa
udzur. Itu disebut maksiat bukan bidah begitu pula meninggalkan perkara sunnat tidak dianggap
bidah.
Dengan demikian nyatalah bahwa segala sesuatu itu dianggap benar apabila ibadah
dilakukan ikhlas dan sesuai dengan syariat. Jika ada ulama yang berani mengatakan bahwa jika
kita beribadah asalkan dengan niat yang ikhlas akan tetapi tidak dilakukan sesuai dengan syariat
atau tidak ada perintahnya mengenai peribadahan tersebut akan diterima oleh Allah maka kadar
keilmuan seorang ulama itu harus di pertanyakan. Bahkan ada pula sebagian dari para ustadzustadz di daerah yang mereka berani sekali mengatakain asalkan niat Lillahi Taaala maka segala
sesuatunya itu bisa diterima atau ditolak itu menjadi urusan Allah. Karena manusia hanya
berusaha Allahlah yang menentukan. Mereka (para ulama-ulama tersebut) lupa atau tidak
mengetahui bahwa selain ikhlas harus juga sesuai/diperintahkan oleh syariat.
Setelah hal tersebut diatas kemudian timbul lagi permasalahan baru yang disebut sebagai
Bidah hasanah. Sebenarnya ungkapan bidah hasanah ini muncul ketika Umar r.a mendapati
suatu kaum muslimin pada zamannya melakukan shalat tarawih pada malam bulan Ramadhan

dengan sendiri-sendiri dan bahkan ada yang berjamaah hanya dengan beberapa orang saja dan
ada yang berjamaah dengan jumlah besar. Keadaan ini terus berlangsung hingga Amirul
Muminin Umar r.a mengumpulkan mereka kepada satu Imam, lalu beliau radhiallahu anhu
berkata: Sebaik-baiknya bidah adalah ini (shalat taraweh secara berjamaah).
Yang kemudian bisa dijadikan pertanyaan adalah apakah benar qiyamul lail dengan
berjamaah di bulan Ramadhan itu temasuk bidah yang dikatagorikan kepada bidah yang
menyesatkan? Hal ini dijawab oleh Syaikh Muhammd bin Shalih al Utsaimini bahwa hal tersebut
bukan bidah akan tetapi termasuk sunnah Rasulullah sholallahu alaihi wasallam, berdasarkan
hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan muslim dari Aisyah r.a, bahwa nabi pernah melakukan
qiyamul lail di bulan Ramadhan dengan para sahabat selama tiga malam berturut-turut, kemudian
beliau sholallahu alaihi wasallam tidak melakukannya pada malam berikutnya dan bersabda:
Sesungguhnya aku takut kalau shalat tersebut diwajibkan atas kamu lalu kamu tidak akan
sanggup melaksakannya.
Disini jelas sekali bahwa Umar r.a tidaklah mengada-ada atau membuat ajaran baru
berupa qiyamul lail dibulan Ramadhan secara berjamaah dengan satu imam, akan tetapi beliau
r.a mencoba ingin menyatukan orang-orang yang shalatnya bersendiri-sendiri dan sebagian yang
lain berjamaah. Tidak mungkin apa yang Umar r.a ucapkan Sebaik-baiknya bidah adalah ini
(shalat taraweh secara berjamaah) adalah bidah yang sebagimana yang disabdakan Nabi:
Setiap bidah itu adalah sesat. Juga sesuatu yang tidak mungkin jikalau Umar r.a melakukan
sesuatu yang dilarang oleh Rasulullah sholallahu alaihi wasallam, karena beliau adalah salah
seorang hamba dikalangan sahabat yang mendapat jaminan masuk surga dan beliau juga
dikatagorikan sebagai golongan generasi terbaik dan termasuk Khulafa Arasyidin yang lurus dan
adil.
Disamping itu pula ada pendapat imam Syafii yang disalahkan artikan dari sebagian
kaum muslimin yang kemudian dijadikan kontrovesi dan perselisihan, dan sebagian para ulama
berlindung pada qaul Imam Syafiie ini. Yaitu tentang pembagian bidah hasanah (baik) dan
bidah sayyiah (buruk).
Bidah adalah suatu amalan yang diada-adakan atau menambah amalan dalam ritual
ibadah, padahal tidak dicontohkan oleh Rosulullah Saw. Secara bahasa, bidah artinya penciptaan
atau inovasi yang sebelumnya belum pernah ada. Maka semua penciptaan dan inovasi dalam
ritual agama (ibadah mahdhah), yang tidak pernah ada pada zaman Rasulullah, disebut bidah.

Hati-hatilah kalian terhadap perkara yang diada-adakan, karena setiap perkara baru itu
bidah. Dan setiap kebidahan adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka (HR.
Baihaqy, An Nasai)
Barang siapa melakukan suatu amalan (dalam agama) yang tidak ada perintahnya dari kami
maka amalan tersebut tertolak. (HR. Muslim)
Barangsiapa yang mengada-adakan hal baru dalam urusan kami ini (agama) padahal bukan
dari bagiannya maka ia tertolak. (HR. Bukhari dan Muslim).
Secara bahasa bidah adalah sesuatu yang diada-adakan tanpa ada contoh sebelumya.
Sedangkan secara istilah (syariat) adalah sebagaimana perkataan Imam Asy-Syatibi, Bidah
adalah suatu cara yang diada-adakan di dalam agama yang menyerupai agama dengan tujuan
untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Taala.
Bukan termasuk bidah jika sesuatu itu diada-adakan di luar agama (ibadah mahdhah) untuk
kemaslahatan dunia, seperti pengadaan teknologi dalam transportasi, industri, atau yang lainnya.
Imam Malik berkata: Barang siapa melakukan inovasi dalam agama Islam dengan sebuah
amalan baru dan menganggapnya itu baik, maka sesungguhnya ia telah menuduh Muhammad
Saw menyembunyikan risalah, karena Allah Swt menegaskan dalam Surah Al-Maidah:3, yang
artinya, Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nimat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.
Bidah juga terjadi dalam bidang akidah. Syekh Yusuf Qardadhawi dalam bukunya, Fiqih
Prioritas, menyatakan, keyakinan yang bertentangan dengan kebenaran yang dibawa oleh
Rasulullah Saw dan ajaran yang terdapat di dalam Kitab Allah dsebut bidah dalam akidah (albidah al-itiqadiyyah). Termasuk dalam hal ini ialah perbuatan mengharamkan apa yang
dihalalkan oleh Allah, juga perbuatan yang dimaksudkan untuk beribadah kepada Allah tetapi
tidak disyariahkan dalam ajaran agama-Nya, seperti mengadakan upacara-upacara keagamaan
yang tidak diajarkan oleh agama.
Bidah lebih dicintai oleh Iblis daripada kemaksiatan karena hal itu bertentangan dengan ajaran
agama. Di samping itu, orang yang melakukan bidah tidak merasa perlu bertobat dan kembali
kepada jalan yang benar. Bahkan dia malah mengajak orang lain untuk menjalankan bidah itu
bersama-sama.

Termasuk bidah dalam hal keyakinan ini adalah meyakini pahala bacaan Al-Quran akan
sampai kepada orang yang sudah meninggal. Padahal, Sesungguhnya kamu tidak dapat
menjadikan orang-orang mati itu mendengar. (QS. An-Nahl: 80)
Al-Quran itu untuk orang yang hidup. Al Quran itu tidak lain hanyalah pelajaran dan
kitab yang memberi penerangan supaya dia memberi peringatan kepada orang-orang yang
hidup. (QS. Yasin: 69-70).

Lagi pula, orang mati tidak lagi bisa berbuat kebaikan.

Sesungguhnya seseorang itu tidak akan menanggung dosa seseorang yang lain dan bahwasanya
manusia tidak akan memperolehi ganjaran melainkan apa yang telah ia kerjakan (QS. AnNajm: 38-39).
Berkata Al-Hafizh Imam Ibnu Katsir: Melalui ayat yang mulia ini, Imam Syafii dan
para pengikutnya menetapkan bahwa pahala bacaan (Al-Quran) dan hadiah pahala tidak sampai
kepada orang yang mati karena bacaan tersebut bukan dari amal mereka dan bukan usaha mereka.
Jelas, tidak ada dalam Islam menghadiahkan bacaan Al-Quran kepada orang yang mati.
Membaca Surat Yasin pada malam tertentu, saat menjelang atau sesudah kematian
seseorang, tidak pernah dituntunkan oleh syariat Islam. Bahkan seluruh hadits yang
menyebutkan tentang keutamaan membaca Yasin tidak ada yang sahih, sebagaimana ditegaskan
oleh Al Imam Ad Daruquthni.
Islam telah menunjukkan hal yang dapat dilakukan oleh mereka yang telah ditinggal mati
oleh teman, kerabat atau keluarganya yaitu dengan mendoakannya agar segala dosa mereka
diampuni dan ditempatkan di surga. Sedangkan jika yang meninggal adalah orang tua, maka
termasuk amal yang tidak terputus dari orang tua adalah doa anak yang sholih karena anak
termasuk hasil usaha seseorang semasa hidup di dunia.
Bidah mengingkari kesempurnaan Islam. Islam sudah mengatur berbagai sisi kehidupan
manusia, mulai dari hal-hal besar seperti mengurus negara sampai hal-hal yang dianggap sebelah
mata oleh manusia seperti tatacara buang hajat. Tidak hanya kaum muslimin saja yang
mengakuinya, bahkan orang kafir pun mengakui kesempurnaaan Islam tersebut.
Salah satu bahaya bidah adalah pelakunya tidak sadar bahwa dirinya telah berbuat dosa dengan
perbuatan bidahnya, bahkan menyangka telah berbuat amal yang saleh.

Sebagian orang untuk melegalkan perbuatan bidahnya berdalil dengan perkataan Umar
rodhiyallohu anhu, Sebaik-baik bidah adalah perbuatan ini (yakni sholat tarawih berjamaah
pada bulan Romadhon) (HR. Bukhori). Maka yang dimaksud bidah dalam ucapan Umar tersebut
adalah bidah secara bahasa yaitu bidah (hal yang baru) yang tidak ada pada zaman Abu Bakar
As-Shidiq. Sedangkan sholat tarawih berjamaah telah ada pada zaman Rosululloh shollallohu
alaihi wa sallam.
Sebagian orang yang lain berdalil dengan perkataan Imam Syafii rohimahulloh, Bidah
ada dua macam, Bidah Mahmudah (terpuji) dan Bidah Madzmumah (tercela). Apa saja yang
sesuai dengan sunnah maka termasuk bidah mahmudah dan apa yang menyelisihi sunnah maka
termasuk bidah madzmumah.
Maka maksud perkataan ini adalah bidah secara bahasa, karena bidah dalam istilah syariat
adalah yang tidak ada landasan dalil syarinya. Adapun Bidah Mahmudah, yaitu bidah yang
sesuai dengan sunnah nabi dan memiliki landasan syari, maka jelaslah yang dimaksud adalah
bidah secara bahasa bukan secara istilah. Sehingga dalih apa pun atau perkataan siapa pun yang
digunakan oleh seseorang untuk membela bidahnya, tetaplah tidak dapat merubah ketetapan
Rosululloh bahwa setiap bidah adalah sesat.
Dan perbuatan bidah itu ada dua bagian :
1. Perbuatan bidah dalam adat istiadat (kebiasaan) ; seperti adanya penemuanpenemuan baru dibidang IPTEK (juga termasuk didalamnya penyingkapanpenyingkapan ilmu dengan berbagai macam-macamnya). Ini adalah mubah
(diperbolehkan) ; karena asal dari semua adat istiadat (kebiasaan) adalah mubah.
2. Perbuatan bidah di dalam Ad-Dien (Islam) hukumnya haram, karena yang ada dalam
dien itu adalah tauqifi (tidak bisa dirubah-rubah) ; Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam bersabda : Artinya : Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat
yang baru) di dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka
perbuatannya di tolak (tidak diterima). Dan di dalam riwayat lain disebutkan :
Artinya : Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan didasarkan urusan
kami, maka perbuatannya di tolak.
MACAM-MACAM BIDAH

Bidah Dalam Ad-Dien (Islam) Ada Dua Macam :


1. Bidah qauliyah itiqadiyah : Bidah perkataan yang keluar dari keyakinan, seperti
ucapan-ucapan orang Jahmiyah, Mutazilah, dan Rafidhah serta semua firqah-firqah
(kelompok-kelompok) yang sesat sekaligus keyakinan-keyakinan mereka.
2. Bidah fil ibadah : Bidah dalam ibadah : seperti beribadah kepada Allah dengan apa
yang tidak disyariatkan oleh Allah : dan bidah dalam ibadah ini ada beberapa bagian
yaitu :
a. Bidah yang berhubungan dengan pokok-pokok ibadah : yaitu mengadakan suatu
ibadah yang tidak ada dasarnya dalam syariat Allah Taala, seperti mengerjakan
shalat yang tidak disyariatkan, shiyam yang tidak disyariatkan, atau
mengadakan hari-hari besar yang tidak disyariatkan seperti pesta ulang tahun,
kelahiran dan lain sebagainya.
b. Bidah yang bentuknya menambah-nambah terhadap ibadah yang disyariatkan,
seperti menambah rakaat kelima pada shalat Dhuhur atau shalat Ashar.
c. Bidah yang terdapat pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu menunaikan ibadah
yang sifatnya tidak disyariatkan seperti membaca dzikir-dzikir yang disyariatkan
dengan cara berjamaah dan suara yang keras. Juga seperti membebani diri
(memberatkan diri) dalam ibadah sampai keluar dari batas-batas sunnah
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
d.

Bidah yang bentuknya menghususkan suatu ibadah yang disariatkan, tapi tidak
dikhususkan oleh syariat yang ada. Seperti menghususkan hari dan malam nisfu
Syaban (tanggal 15 bulan Syaban) untuk shiyam dan qiyamullail. Memang pada
dasarnya shiyam dan qiyamullail itu di syariatkan, akan tetapi pengkhususannya
dengan pembatasan waktu memerlukan suatu dalil.

HUKUM BIDAH DALAM AD-DIEN


Segala bentuk bidah dalam Ad-Dien hukumnya adalah haram dan sesat,
sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam Artinya : Janganlah kamu
sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru, karena sesungguhnya mengadakan

hal yang baru adalah bidah, dan setiap bidah adalah sesat. [Hadits Riwayat Abdu
Daud, dan At-Tirmidzi ; hadits hasan shahih]. Dan sabda Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam Artinya : Barangsiapa mengadakan hal yang baru yang bukan dari kami maka
perbuatannya tertolak. Dan dalam riwayat lain disebutkan : Artinya : Barangsiapa
beramal suatu amalan yang tidak didasari oleh urusan kami maka amalannya tertolak.
Maka hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yang diada-adakan dalam Ad-Dien
(Islam)

adalah

bidah,

dan

setiap

bidah

adalah

sesat

dan

tertolak.

Artinya bahwa bidah di dalam ibadah dan aqidah itu hukumnya haram.
Tetapi pengharaman tersebut tergantung pada bentuk bidahnya, ada diantaranya yang
menyebabkan kafir (kekufuran), seperti thawaf mengelilingi kuburan untuk mendekatkan
diri kepada ahli kubur, mempersembahkan sembelihan dan nadzar-nadzar kepada
kuburan-kuburan itu, berdoa kepada ahli kubur dan minta pertolongan kepada mereka,
dan seterusnya. Begitu juga bidah seperti bidahnya perkataan-perkataan orang-orang
yang melampui batas dari golongan Jahmiyah dan Mutazilah. Ada juga bidah yang
merupakan sarana menuju kesyirikan, seperti membangun bangunan di atas kubur, shalat
berdoa disisinya. Ada juga bidah yang merupakan fasiq secara aqidah sebagaimana
halnya bidah Khawarij, Qadariyah dan Murjiah dalam perkataan-perkataan mereka dan
keyakinan Al-Quran dan As-Sunnah. Dan ada juga bidah yang merupakan maksiat
seperti bidahnya orang yang beribadah yang keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam dan shiyam yang dengan berdiri di terik matahari, juga
memotong tempat sperma dengan tujuan menghentikan syahwat jima (bersetubuh).
Catatan :Orang yang membagi bidah menjadi bidah hasanah (baik) dan bidah syayyiah
(jelek) adalah salah dan menyelesihi sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam :
Artinya : Sesungguhnya setiap bentuk bidah adalah sesat.
Karena Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah menghukumi semua
bentuk bidah itu adalah sesat ; dan orang ini (yang membagi bidah) mengatakan tidak
setiap bidah itu sesat, tapi ada bidah yang baik !.Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan
dalam kitabnya Syarh Arbain mengenai sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
: Setiap bidah adalah sesat, merupakan (perkataan yang mencakup keseluruhan) tidak
ada sesuatupun yang keluar dari kalimat tersebut dan itu merupakan dasar dari dasar AdDien, yang senada dengan sabdanya : Artinya : Barangsiapa mengadakan hal baru yang
bukan dari urusan kami, maka perbuatannya ditolak. Jadi setiap orang yang mengadaada sesuatu kemudian menisbahkannya kepada Ad-Dien, padahal tidak ada dasarnya

dalam Ad-Dien sebagai rujukannya, maka orang itu sesat, dan Islam berlepas diri
darinya ; baik pada masalah-masalah aqidah, perbuatan atau perkataan-perkataan, baik
lahir maupun batin. Dan mereka itu tidak mempunyai dalil atas apa yang mereka katakan
bahwa bidah itu ada yang baik, kecuali perkataan sahabat Umar Radhiyallahu anhu
pada shalat Tarawih : Sebaik-baik bidah adalah ini, juga mereka berkata :
Sesungguhnya telah ada hal-hal baru (pada Islam ini), yang tidak diingkari oleh ulama
salaf, seperti mengumpulkan Al-Quran menjadi satu kitab, juga penulisan hadits dan
penyusunannya.
Adapun jawaban terhadap mereka adalah : bahwa sesungguhnya masalahmasalah ini ada rujukannya dalam syariat, jadi bukan diada-adakan. Dan ucapan Umar
Radhiyallahu anhu : Sebaik-baik bidah adalah ini, maksudnya adalah bidah menurut
bahasa dan bukan bidah menurut syariat. Apa saja yang ada dalilnya dalam syariat
sebagai rujukannya jika dikatakan itu bidah maksudnya adalah bidah menurut arti
bahasa bukan menurut syariat, karena bidah menurut syariat itu tidak ada dasarnya
dalam syariat sebagai rujukannya. Dan pengumpulan Al-Quran dalam satu kitab, ada
rujukannya dalam syariat karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan
penulisan Al-Quran, tapi penulisannya masih terpisah-pisah, maka dikumpulkan oleh
para sahabat Radhiyallahu anhum pada satu mushaf (menjadi satu mushaf) untuk
menjaga keutuhannya.
Juga shalat Tarawih, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah shalat
secara berjamaah bersama para sahabat beberapa malam, lalu pada akhirnya tidak
bersama mereka (sahabat) khawatir kalau dijadikan sebagai satu kewajiban dan para
sahabat terus sahalat Tarawih secara berkelompok-kelompok di masa Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam masih hidup juga setelah wafat beliau sampai sahabat Umar
Radhiyallahu anhu menjadikan mereka satu jamaah di belakang satu imam.
Sebagaimana mereka dahulu di belakang (shalat) seorang dan hal ini bukan merupakan
bidah dalam Ad-Dien. Begitu juga halnya penulisan hadits itu ada rujukannya dalam
syariat. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk menulis
sebagian hadits-hadist kepada sebagian sahabat karena ada permintaan kepada beliau dan
yang dikhawatirkan pada penulisan hadits masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
secara umum adalah ditakutkan tercampur dengan penulisan Al-Quran. Ketika
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah wafat, hilanglah kekhawatiran tersebut ;
sebab Al-Quran sudah sempurna dan telah disesuaikan sebelum wafat Rasulullah

Shallallahu alaihi wa sallam. Maka setelah itu kaum muslimin mengumpulkan haditshadits Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sebagai usaha untuk menjaga agar supaya
tidak hilang ; semoga Allah Taala memberi balasan yang baik kepada mereka semua,
karena mereka telah menjaga kitab Allah dan Sunnah Nabi mereka Shallallahu alaihi wa
sallam agar tidak kehilangan dan tidak rancu akibat ulah perbuatan orang-orang yang
selalu tidak bertanggung jawab.

C. KHURAFAT
Khurfat
Sedangkan

secara

khurfy

adalah

bahasa
hal

berarti
yang

takhayul,

berkenaan

dengan

dongeng
takhayul

atau

legenda

atau

dongeng.

Dalam kamus munawir khurafat diartikan dengan: hal yang berkenaan dengan kepercayaan yang
tidak masuk akal (batil).
Khurfat ialah semua cerita sama ada rekaan atau khayalan, ajaran-ajaran, pantanglarang, adat istiadat, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran
Islam.Berdasarkan pengertian di atas, khurfat mencakup cerita dan perbuatan yang direka-reka
dan bersifat dusta. Begitu juga dengan pemikiran yang direka-reka merupakan salah satu bentuk
khurafat.
Sumber khurafat (ejaan lama: churafat) adalah dinamisme dan animisme. Dinamisme
adalah kepercayaan adanya kekuatan dalam diri manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, bendabenda, dan kata-kata. Sedangkan Animisme adalah kepercayaan adanya jiwa dan ruh yang dapat
mempengaruhi alam manusia
Khurafat diartikan sebagai cerita-cerita yang mempesonakan yang dicampuradukkan
dengan perkara dusta, atau semua cerita rekaan atau khayalan, ajaran-ajaran, pantangan, adatistiadat, ramalan-ramalan, pemujaan atau kepercayaan yang menyimpang dari ajaran Islam
Khurafat adalah bidah dalam bidang akidah, yakni kepercayaan atau keyakinan kepada
sesuatu perkara yang menyalahi ajaran Islam. Misalnya, meyakini kuburan orang saleh dapat
memberikan berkah, memuja atau memohon kepada makhluk halus (jin), meyakini sebuah benda
tongkat, keris, batu, dll.memikiki kekuatan ghaib yang bisa diandalkan, dan sebagainya.
Khurafat adalah budaya masyarakat Jahiliyah. Di antara khurafat mereka ialah
mempercayai kepada arah burung yang berterbangan, memberi kesan kepada nasib mereka.

Masyarakat Jahiliah percaya, jika burung hantu menghinggapi dan berbunyi di atas sesebuah
rumah, maka artinya salah seorang dari penghuni rumah itu akan meninggal dunia. Kepercayaan
sebegini mengakibatkan penghuni rumah akan berdukacita.
Kini

juga

berkembang

khurafat

modern.

Musuh-musuh

Islam

berusaha

mengembangkan pemikiran Islam yang menyimpang, seperti munculnya aliran Islam liberal,
yang antara lain mengkampanyekan pluralisme, serta mengembangkan pemikiran bahwa semua
agama benar dan Tuhan semua agama sama. Aliran Islam liberal ini bisa disebut khurafat
modern yang harus diperangi.
Masih bertahannya TBC di kalangan masyarakat Islam jelas merupakan penghambat kebangkitan
Islam, sekaligus tantangan dunia dakwah. Semoga gerakan pemurnian Islam terus berlangsung
untuk memberantasnya dan demi tegaknya tauhidullah. Amin! Wallahu alam. (ZI, Dari berbagai
sumber).

Daftar pustaka

Badawi. Mh. Djadan. 2003. Tata Usaha Muhammadiyah. Yogyakarta: PT. Surya Sarana

Utama Divisi grafika


Majlis Tarjih. 1967. Pengertian TBC. Yogyakarta:pimpinan PUsat Muhammadiyah
http://Keharaman TBC.ac.id
Nashir, Haedar. 2000. Macam-macam dan hukum TBC.Yogyakarta.UMM Press

Anda mungkin juga menyukai