Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH AL-ISLAM

Muhammmadiyah Sebagai Gerakan Dakwah

Di Susun Oleh :
1. Xynto Ryan
2. Evelina Oktarianti
3. Lisa Merty Ramadhani
4. Ilham Panut Pranata

(0901021008)
(1001021012)
(1001021018)
(1001021040)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2011
DAFTAR ISI
Daftar Isi.2

BAB I PENDAHULUAN.3
A. Latar Belakang.3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...6
BAB III PENUTUP..12
DAFTAR PUSTAKA..13

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sejak didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1912, Muhammadiyah terus
berkembang begitu pesatnya hingga kini. Hal tersebut bisa kita jumpai mulai dari berbagai
kajian dari tingkat ranting hingga tingkat pusat, juga adanya berbagai amal usaha, lembagalembaga, ortom-ortom yang bernaung di bawah organisasi yang usianya hampir satu abad ini
telah menyebar diseluruh pelosok tanah air. Tidak begitu bayak penulis sajikan dalaam
kesempatan kali ini, hanya selayang pandang Muhammadiyah yang ditinjau melalui aspek
histori. Organisasi dan idiologi.
Aspek histori Muhammadiyah didirikan di kampung kauman Yogyakarta pada 8
Dzulhijjah 1330 H bertepatan dengan 18 November 1912 M oleh KH. Ahmad Dahlan.
Muhammadiyah sendiri dikenal sebagai salah satu gerakan yang menghembuskan nilai-nilai
tajdid (pembaruan) pemikiran Islam juga bergerak di berbagai bidang kehidupan umat. Nama
Muhammadiyah sendiri diambil dari nama Nabiyullah Muhammad dan ditambah dengan ya
nisbah. Maksudnya secara perseorangan, siapa saja yang menjadi warga dan anggota
Muhammadiyah dapat menyesuaikan dengan pribadi Nabi Muhammad. Dari beberapa
sumber yang penulis dapatkan, ada beberapa hal yang melatar belakangi berdirinya
Muhammadiyah, antara lain: (a) sosok seorang Muhammad Darwis (nama kecil KH. Ahmad
Dahlan) itu sendiri; sejak kecil beliau memang telah dikenal sebagai seorang yang cerdas dan
mempunyai nilai spiritual yang tinggi. Hal itu tercermin ketika beliau dengan tegas dan
berani membenarkan arah kiblat yang tadinya menghadap kearah barat, juga ketika beliau
sempat berguru kepada kyai-kyai yang ada di tanah Jawa untuk menuntut ilmu, (b) situasi
negara Indonesia yang masih berada dalam masa pemerintahan kolonial Belanda; faktor yang
satu ini juga tak bisa dipungkiri untuk menjadi salah satu faktor terpenting dalam kacamata
historis kelahiran Muhammadiyah. Sudah sangat mafhum jika suatu penjajah masuk selain
menjajah tentunya ingin memasukkan budaya-budaya mereka juga, tak terkecuali tujuan
utama mereka yaitu gold (emas), glory (kemenangan) dan gospel (agama). Tidak hanya itu,
perlu diketahui bersama bahwasanya mayoritas yang memperjuangan dalam memperebutkan
kemerdekaan adalah umat Islam, dalam hal ini Muhammmadiyah sebagai organisasi Islam
tentunya terdorong untuk mewujudkan hal tersebut, (c) realitas sosio-agama di Indonesia; jika
kita mengkaji sifat dakwah Muhammadiyah tentunya akan kita temukan dua hal, yang
pertama kedalam dan yang kedua keluar. Maksud dari yang pertama adalah dakwah kepada
umat Islam itu sendiri. Bagaimana? Yaitu dakwah yang bersifat purifikasi (pemurnian) dari
hal-hal yang menyimpang, seperti TBC (Tahayul, Bidah, Churafat. Baca: Khurafat).
3

Mengingat masyarakat jawa pada umumnya dan Jogja pada khususnya pada waktu itu yang
masih kental sekali pengaruhnya oleh budaya Islam kejawen, sedangkan maksud dari yang
kedua adalah dakwah kepada mereka yang non islam dengan adanya ajakan dan seruan
kepada Islam (d) realitas sosio-pendidikan; dimaksudkan dalam hal ini adalah kondisi
pendidikan negara Indonesia pada waktu itu (mungkin hingga kini) yang masih sangat
memprihatinkan, dengan adanya dikotomi strata sosial menjadikan penduduk pribumi kurang
layak untuk mendapatkan pendidikan yang selayaknya. Tidak hanya berhenti sampai disitu,
keinginan kuat KH. Ahmad Dahlan untuk memaju dan mengentaskan masyarakat dari
belenggu keterbodohan dan ketertinggalan dengan mengadopsi atau istilah tepatnya
menggabungkan antara materi pelajaran agama dengan umum, walaupun hal tersebut belum
mendapatkan apresiasi yang baik dari masyarakat kauman pada waktu itu.
Aspek organisasi Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi masyarakat yang
bergerak dalam berbagai bidang kemasyarakatan, mulai dari kesehatan, pendidikan, sosial,
budaya dan lain-lain. Tak bisa dipungkiri bahwa keberadaan Muhammadiyah yang semakin
berkembang ini menunjukkan sikap Muhammadiyah yang semakin dewasa dan terstuktur
secara rapih. Dengan adanya ranting-ranting Muhammadiyah di perkampungan dan pedesaan
diharapkan Muhammadiyah bisa menjadi solving problem bagi umat. Begitu pula dengan
cabang-cabang Muhammadiyah di tingkat kecamatan yang membawahi ranting-ranting dan
daerah-daerah Muhammadiyah ditingkat kabupaten yang membawahi cabang-cabang hingga
wilayah-wilayah Muhammadiyah ditingkat wilayah yang menaungi daerah-daerah dibantu
dengan

majelis-majelis,

lembaga-lembaga.

Begitu

sistematis,

rapih

dan

dewasa

Muhammadiyah telah mengabdikan dirinya untuk umat. Apakah samapai disitu? Saya
katakan Tidak berhenti sampai di situ saja, Muhammadiyah juga mewadahi bagi kadernya
yang ingin berkreasi melalui ortom-ortomnya. Di dunia pelajar terdapat Ikatan Remaja
Mumhammadiyah yang sekarang kembali menjadi Ikatan Pelajar Muhammadiyah,
mahasiswa dengan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyahnya, pemuda dengan Pemuda
Muhammadiyahnya, kepanduan dengan Hizbul Wathannya, pencak silat dengan Tapak
Sucinya,

keputrian

terdapat

Nasyiatul

Aisyiyah

dan

Aisyiyahnya.

Adapun badan pembantu pimpinan meliputi majelis-majelis dan lembaga-lembaga dapat


dibentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing pimpinan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


pengertian muhamadiyah
Bagaimana sifat dakwah muhammadiyah
Area dakwah muhammadiyah
1.3 TUJUAN
Supaya mahasiswa mengerti apa muhamadiyah
Menghindari kesalahfahaman tentang organisai dan aliran muhammadiyah
Mengenalkan pada masyarakat secara mendalam tentang muhammadiyah
1.4 MANFAAT
Meminimalisir konlik antar aliran
Mahasiswa agar memahami islam

BAB II
5

TINJAUN PUSTAKA
Muhammadiyah adalah suatu persyarikatan yang merupakan "Gerakan Islam".
Maksud gerakannya ialah "da'wah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar", yang ditujukan pada
dua bidang : perseorangan dan masyarakat. Dakwah dan amal maruf nahi munkar pada
bidang pertama dibagi dua golongan, yakitu : kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan
(tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran-ajaran yang asli-murni. Kepada yang belum
Islam merupakan seruan dan ajakan untuk memeluk ajaran Islam. Adapun da'wah Islam dan
amar ma'ruf nahi munkar bidang kedua adalah kepada masyarakat, bersifat bimbingan,
ajakan, dan peringatan.
Kesemuanya itu dilaksanakan bersama dengan musyawarah atas dasar taqwa dan
mengharap keridlaan Allah semata-mata. Dengan melaksanakan da'wah Islam amar ma'ruf
nahi munkar dengan caranya masing-masing yang sesuai, Muhammaddiyah menggerakkan
masyarakat menuju tujuannya, ialah "Mewujudkan masyarakat utama, adil, dan makmur yang
diridlai Allah Subhanahu Wata'ala".
Dasar Perjuangan Muhammadiyah
Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju terwujudnya masyarakat utama,
adil dan makmur yang diridhai Allah SWT, yang dicerminkan oleh kesejahteraan, kebaikan
dan kebahagiaan yang luas dan merata, Muhammadiyah mendasarkan segala gerak amal
usahanya atas prinsip yang tersimpul dalam muqaddimah Anggaran Dasar, yaitu:
1.

Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah dan taat kepada Allah.

2.

Hidup manusia bermasyarakat.

3.

Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan keyakinan bahwa Islam itu satu-satunya
landasan dan ketertiban untuk kebahagiaan dunia akherat.

4.

Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah kewajiban
sebagai ibadah kepada Allah dan ikhsan kepada manusia.

5.

"Ittiba" kepada langkah perjuangan Nabi Muhammad SAW.

6.

Melancarkan amal usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi.

Pedoman Perjuangan Muhammadiyah


6

Melihat dasar prinsip tersebut di atas, maka apapun yang diusahakan dan
bagaimanapun cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya, harus
berpedoman pada:
"Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasulnya, bergerak membangun di segala bidang
dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridhai Allah
subhanahu Wata'ala."
Sifat Muhammadiyah
Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara sifat-sifatnya, terutama:
1.

Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.

2.

Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah.

3.

Lapang dada, luas pandangan, dengan memegang teguh ajaran Islam.

4.

Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.

5.

Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah


negara yang sah.

6.

Amar ma'ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan sesuai
dengan ajaran Islam.

7.

Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud ishlah dan pembangunan


sesuai dengan ajaran Islam.

8.

Bekerjasama dengan golongan Islam manapun dalam usaha menyiarkan dan


mengamalkan agama Islam serta membela kepentingan-nya.

9.

Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara


dan membangun Negara untuk mencapai masyarakat yang adli dan makmur yang
diridhai Allah.

10.

Bersifat adil serta korektif ke dalam dan ke luar dengan bijaksana.

Area dakwah muhammadiyah

Fokus perhatian Dahlan tampaknya memang lebih tertuju kepada usaha pencerahan dan
pencerdasan ummat, suatu strategi sosio-budaya yang berdampak sangat jauh dalam arti yang
sangat positif. Karena tukik perhatian dipusatkan pada transformasi mental, sosial dan
budaya, perlawanan justru datang dari kalangan ulama dan ummat Islam sendiri. Dahlan
menghadapi ini semua dengan sikap tegar dan tidak pernah goyah. Djarnawi Hadikusumo
menulis tentang pola perjuangan Dahlan yang non-politis : Menilik segala tindakan dan
amal yang telah dikerjakan oleh K.H.A. Dahlan dengan Muhammadiyahnya ternyata bahwa
pendiri Muhammadiyah itu telah memilih jalan yang ditempuh oleh Muhammad Abduh.
Sedangkan pola SI bisa dikaitkan dengan Pan Islam. Daerah pengaruh Muhammadiyah di
bawah kepemimpinan Dahlan (1912-1923) baru terbatas di karisidenan Yogyakarta,
Surakarta, Pekalongan , dan Pekajangan. Cabang cabang Muhammadiyah berdiri di kota kota
tersebut (selain Yogyakarta) pada tahun 1922, yaitu di akhir periode kepemimpinan Dahlan.
Menjelang tahun 1938 barulah Muhammadiyah tersebar di seluruh Nusantara Dengan
demikian sekitar 14 tahun sepeninggal Dahlan, Muhammadiyah sudah mengIndonesia.
Dilihat dari sudut pandang budaya, karakteristik dawah Muhammadiyah sampai batas
batas tertentu juga diwarnai oleh warna cetakan local, khususnya cetakan sabrang. Kita ambil
contoh kasus Aceh dan Minangkabau. Di Aceh misalnya Muhammadiyah gagal memasuki
lingkaran budaya para teungku, sebuah lingkaran yang dipandang punya kesadaran politik
yang cukup tinggi. Kegagalan ini, menurut Alfian, sebagian disebabkan oleh kenyataan
karena Muhammadiyah telah lebih dahulu dimasuki oleh elit tradisional para teuku, saingan
berat para teungku.Lantaran keduluan para teuku, golongan teungku punya alasan kuat untuk
tidak memasuki Muhammadiyah, kalau bukan telah larut menghalangi gerak lajunya di
daerah Aceh. Alasan lain ialah seperti kita ketahui para elit tradisional punya hubungan yang
dekat dengan pihak Belanda. Jadi bila gerak Muhammadiyh dirasakan kurang militant di
Aceh, salah satu faktor pentingnya adalah karena budaya para teuku ini lebih dominant
mempengaruhi Muhammadiyah. Barangkali setelah kemerdekaan mungkin telah mengalami
perubahan demi perubahan. Tetapi yang jelas, Muhammadiyah belum berhasil menciptakan
benteng cultural yang kokoh di Aceh, bahkan sampai hari ini. Apakah nanti setelah muktamar
tahun 1995, lingkaran teungku di Aceh akan lebih bersikap apresiatif terhadap
Muhammadiyah, belum dapat kita katakan sekarang. Warga Muhammadiyah Aceh
diharapkan agar memahami betul peta-bumi sosio-budaya masyarakat Aceh ini untuk
keberhasilan

dawah

Islam

yang

digerakkan

Muhammadiyah.

Sub sub budaya lain di Indonesia yang tidak mudah ditembus Muhammadiyah selain
8

Aceh, juga budaya Sunda, budaya Melayu Medan dan Jambi, budaya Betawi, dan sub sub
budaya suku bangsa lainnya di berbagai bagian nusantara. Fenomena yang hampir serupa kita
jumpai di kalangan budaya Melayu Malaysia dan Brunei. Orang Brunei kabarnya malah
menganggap Muhammadiyah bukan merupakan gerakan Islam yang patut dihormati,
kalaulah bukan dinilai sebagai sudah berada diluar bingkai Islam. Fenomena semacam ini
mengingatkan kita kepada situasi Islam di Indonesia pada waktu Muhammadiyah baru mulai
mengorak bumi Mataram, sekitar 80 tahun yang lalu. Akan halnya di Malaysia, keadaannya
lebih memberi harapan, sekalipun memerlukan waktu dan perjuangan yang panjang. Seperti
kita kenal dari catatan sejarah, gerakan pembaruan Islam di Indonesia dan di semenanjung
Tanah Melayu dan Singapura sama sama mulai menapak awal abad ini. Bedanya bila di
Indonesia gerakan pembaruan itu relatif berjaya, sementara di Semenanjung mengalami
kegagalan. Barangkali salah satu sebab kegagalan ini adalah karena di sana Islam sudah
terlalu lama dipasung dalam bingkai feodalisme Melayu yang cukup kental plus mazhab al
Syafii yang secara formal menjadi mahzab persekutuan. Maka adalah logis bila kedatangan
arus pembaruan Islam harus ditolak karena ia membawa pesan liberal dan egaliter, sesuatu
yang dapat menjadi ancaman dalam jangka panjang bagi struktur feodalisme Melayu yang
tampaknya kini sudah semakin lapuk. Gebrakan Mahatir-Anwar Ibrahim terhadap kedudukan
raja raja akan membawa perubahan kearah yang lebih positif bagi hari depan arus faham
Pertanyaan yang kemudian mungkin sedikit menggoda adalah : mengapa Keraton
Yogya tidak terasa terancam oleh Muhammadiyah sementara aliran serupa cukup ditakuti
oleh di Malaysia ? Dilihat dari sudut proses Islamisasi kualitatif, kraton Yogya baru
permukaan formalnya saja yang sudah disentuh Islam. Raja raja Mataram tampaknya tidak
mencurigai gerakan pembaruan Islam yang justru dipelopori oleh abdi dalem kesultanan.
Setidak-tidaknya ada dua sebab mengapa kecurigaan itu tidak muncul. Pertama, pengetahuan
kraton tentang Islam itu sangat terbatas. Para elitenya tidak pernah berfikir bahwa gerakan
seperti Muhammadiyah akan menjadi ancaman bagi feodalisme Jawa. Kedua, ini berkaitan
erat dengan yang pertama, Muhammadiyah sendiri memang tidak pernah membidikkan
pelornya ke kraton, pusat budaya Jawa yang baru terislamkan secara superfisial. Yang lebih
unik lagi adalah bahwa ulama Muhammadiyah bahkan punya kedudukan tinggi di lingkungan
kraton. Sebuah panorama yang cukup menarik dikaji. Salah satu indikasi superfisialitas
keislaman di lingkungan kraton dapat dilihat misalnya pada fenomena masih kentalnya
dipertahankan kepercayaan kepercayaan dan adat adat lama dengan muatan Hindu bercampur
unsur

Jawa

Kuno

yang

sudah

ada

sebelum
9

kedatangan

pengaruh

India

itu.

Situasi Malaysia jauh berbeda. Sekalipun Islam disana masih dibungkus dalam
feodalisme Melayu, kultur Melayu relatif bercorak Islam dibandingkan kultur Jawa Mataram.
Bekar-bekas pengaruh Hindu yang kental hamper-hampir tidak dikenal lagi dalam kultur
Melayu Malaysia. Oleh sebab itu bila orang Melayu Malaysia melihat bayak sekali patung
Hindu dan Budha di Jawa, mereka heran setengah mati. Pertanyaan yang muncul biasanya
berbunyi : mengapa patung-patung ini masih mencongok di berbagai tempat di lingkungan
masyarakat-masyarakat Muslim Jawa ? Mereka yang paham sejarah Islam di Jawa,
pertanyaan yang serupa itu tidak akan muncul karena mereka tahu betul bahwa proses
islamisasi kualitatif masih akan berlangsung, mungkin lebih hebat lagi, pada masamasa
yang akan datang. Tetapi sampai sekarang, hubungan Muhammadiyah dengan pihak kraton
tampaknya cukup aman-aman saja. Bukankah strategi dakwah Muhammadiyah di Jawa,
khususnya Yogyakarta, belum pernah diarahkan secara serius untuk mengislamkan kraton,
pusat kejawen yang masih berwibawa ? Dakwah Muhammadiyah untuk memberantas syirik,
bidah, khurofat dan yang sejenis lebih ditujukan kepada rakyat yang berada di luar kraton.
Mungkin diharapkan pada suatu hari nanti, entah kapan, bilamana rakyat diluar kraton sudah
terislamkan menurut versi Muhammadiyah , dengan sendirinya nanti demi eksistensi kraton,
para bangsawan akan turut dalam arus itu. Sebuah teori yang agak mirip dengan teori
penguasaan desa untuk menguasai kota. Tapi mohon dicatat bahwa Muhammadiyah belum
pernah menciptakan teori yang macam-macam itu. Untuk sebagian orang.
Kita bicarakan selanjutnya Muhammadiyah di Sumatera Barat. Mungkin tidak ada
kawasan budaya di nusantara yang sangat reseptif dan responsif terhadap paham dan gerakan
Muhammadiyah melebihi budaya Minang. Gejala ini sebenarnya tidaklah terlalu
mengherankan, karena pada abad ke -19 gerakan Padri telah berhasil mengobrak-abrik adat
minang yang tak lekang deh paneh, tak lapuak dak hujan itu. Sekalipun secara politik
gerakan Padri pada akhirnya dilumpuhkan Belanda bersama kaum adat, secara sosio-kultural
paham wahabi yang dibawa Padri itu sudah tertancap kuat dalam budaya Minang. Oleh sebab
itu pada waktu Haji Rasul, sahabat Dahlan, membawa paham Muhammadiyah ke sana pada
1925, yaitu dengan terbentuknya cabang Muhammadiyah yang pertama di Sungai Batang
Tanjung Sani, Maninjau. Dr. Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) dapat disebut sebagai
Bapak Spiritual Muhammadiyah Minangkabau, tapi uniknya adalah bahwa beliau sendiri
tidak pernah menjadi anggota gerakan ini. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang
Muhammadiyah telah menggenangi hampir seluruh Minangkabau, dan dari daerah inilah
kemudian radius Muhammadiyah itu bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi dan
10

Kalimantan.
Berbeda dengan di Yogyakarta, di mana Muhammadiyah dirasakan jinak secara
politik, di Minangkabau karena tuntutan situasi, keadaan sedikit lain. Naluri politik jelas
terlihat di kalangan tokoh tokoh Muhammadiyah Minangkabau. Sarjana Belanda C.C. Berg
juga mencatat bahwa Muhammadiyah di Minangkabau tidak semata mata sebagai gerakan
sosial, tapi juga terlibat dalam kegiatan politik dalam peta sosiologis Minangkabau, sebuah
negari (semacam republik kecil) dipayungi oleh empat golongan yang dominan : ninik
mamak, alim ulama, cerdik pandai, dan manti-dubalang. Hamka mencatat bahwa manakala
cabang Muhammadiyah berdiri di suatu negari, keempat unsur itu pasti terlibat di dalamnya.
Pada masa awal terlihat bahwa .... di seluruh Minangkabau ketika Muhammadiyah mulai
berdiri tidak seorang juapun pegawai negeri yang masuk Dengan kata lain, pada periode
formatif itu Muhammadiyah dipimpin oleh orang orang merdeka. Keadaan sesudah
kemerdekaan sudah sangat berubah.

BAB III
11

PENUTUP
Muhammadiyah adalah suatu persyarikatan yang merupakan "Gerakan Islam".
Maksud gerakannya ialah "da'wah Islam dan amar ma'ruf nahi munkar", yang ditujukan pada
dua bidang : perseorangan dan masyarakat. Dakwah dan amal maruf nahi munkar pada
bidang pertama dibagi dua golongan, yakitu : kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan
(tajdid), yaitu mengembalikan kepada ajaran-ajaran yang asli-murni. Kepada yang belum
Islam merupakan seruan dan ajakan untuk memeluk ajaran Islam. Adapun da'wah Islam dan
amar ma'ruf nahi munkar bidang kedua adalah kepada masyarakat, bersifat bimbingan,
ajakan, dan peringatan.
Aspek organisasi Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi masyarakat yang
bergerak dalam berbagai bidang kemasyarakatan, mulai dari kesehatan, pendidikan, sosial,
budaya dan lain-lain. Tak bisa dipungkiri bahwa keberadaan Muhammadiyah yang semakin
berkembang ini menunjukkan sikap Muhammadiyah yang semakin dewasa dan terstuktur
secara rapih. Dengan adanya ranting-ranting Muhammadiyah di perkampungan dan pedesaan
diharapkan Muhammadiyah bisa menjadi solving problem bagi umat. Begitu pula dengan
cabang-cabang Muhammadiyah di tingkat kecamatan yang membawahi ranting-ranting dan
daerah-daerah Muhammadiyah ditingkat kabupaten yang membawahi cabang-cabang hingga
wilayah-wilayah Muhammadiyah ditingkat wilayah yang menaungi daerah-daerah dibantu
dengan majelis-majelis, lembaga-lembaga.

12

DAFTAR PUSTAKA
Rusli Karim.1986. Muhammadiyah Dalam Kritik dan Komentar. ( Editor).Rajawali. Jakarta.
PP Muhammadiyah.1976. Himpunan Putusan Tarjih. PP Muahammadiyah Majelis Tarjih.
Yogyakarta.
www.google.com

13

Anda mungkin juga menyukai