Anda di halaman 1dari 8

Telur asin adalah salah satu produk pengawetan yang dapat ditemukan di beberapa

negara, misalnya Indonesia, Cina dan Taiwan. Keuntungan dari proses pengasinan disamping
untuk pengawetan adalah untuk meningkatkan cita rasa, yaitu rasa masir atau berpasir yang
didapatkan dari kuning telur. Rasa masir tersebut dapat terbentuk karena adanya garam NaCl
berikatan dengan lipoprotein dalam bentuk Low Density Lipoprotein (LDL) pada kuning telur.
Telur yang biasa digunakan adalah telur itik. Telur itik mempunyai kadar lemak yang lebih tinggi
dibandingkan telur ayam. Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1979) kadar
lemak kuning telur itik adalah 35%, sedangkan kadar lemak kuning telur ayam adalah 31,9%.
Metode pengasinan yang dilakukan sampai sekarang adalah perendaman di dalam larutan garam
atau pembalutan dengan adonan garam dan bubuk bata merah atau adonan garam dan abu gosok.
Waktu yang dibutuhkan untuk perendaman atau pembalutan kurang lebih 14 hari. (Wulandari,
2004)
Kadar air putih telur dipengaruhi secara nyata oleh metode perendaman dan lama
penyimpanan. Faktor lainnya adalah banyaknya larutan NaCl yang berdifusi ke dalam telur
(Wulandari, 2004).
Penurunan kadar air kuning telur ini disebabkan garam mencegah interaksi molekulmolekul air dengan kelompok hidrofilik dari protein, sehingga dihasilkan air bebas yang masuk
ke bagian putih telur (Wulandari, 2004).
adanya tekanan dalam suatu sistem bahan pangan akan mempercepat dan meningkatkan
difusi air ke dalam bahan tersebut, demikian juga dengan difusi NaCl (Wulandari, 2004).
Penurunan kadar air dari telur bebek rebus asin tersebut terutama disebabkan proses
pemanasan pada saat perebusan telur mentah. Pemanasan menyebabkan perubahan komponen

telur dari cair (sol) menjadi semi padat (gel) yang disebut dengan koagulasi (Stadelman dan
Coterill 1995). Koagulasi terjadi akibat pengurangan kadar air pada telur asin, karena bagian cair
pada telur bebek mentah terdiri atas putih dan kuning telur setelah perebusan menjadi semi
padat, sehingga pengujian terhadap kadar air dari padatan telur asin, menghasilkan jumlah yang
lebih rendah dibandingkan pada telur bebek mentah sebagai bahan bakunya. Komponen putih
dan kuning telur pada telur bebek mentah masih dalam keadaan cair. Air bebas yang telah terikat
tidak mampu digunakan oleh mikroorganisme (Fardiaz 1992), sehingga telur asin secara umum
akan mempunyai masa simpan yang lebih lama pada suhu ruang dibandingkan telur bebek
mentah.Winarno dan Koswara (2002) mengatakan, pengasinan merupakan proses penetrasi
garam kedalam bahan yang diasin dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan
Cl-. Penambahan garam dalam jumlah tertentu pada suatu bahan pangan dapat mengawetkan
bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan adanya kenaikan tekanan osmotik yang menyebabkan
plasmolisis sel mikroba yaitu sel mengalami dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel dan
plasmolisis sel terhadap CO2 (oktaviani, 2012)
Garam (NaCl) akan masuk ke dalam telur dengan cara merembes melalui pori-pori
kulit, menuju ke bagian putih, dan akhirnya ke kuning telur. NaCl mula-mula akan diubah
menjadi ion natrium (Na+) dan ion chlor (Cl-). Ion chlor inilah yang sebenarnya berfungsi
sebagai bahan pengawet, dengan menghambat pertumbuhan mikroba pada telur (Astawan
2003).Kadar abu dalam telur bebek mentah dari bebek yang mendapatkan pakan dengan atau
tanpa penambahan limbah udang berbeda nyata. Kadar abu telur mentah dari bebek yang
mendapatkan pakan dengan penambahan limbah udang nyata lebih besar. Hal ini menunjukkan
bahwa penambahan limbah udang pada pakan bebek nyata meningkatkan kadar abu pada telur
bebek mentah yang diproduksi. Hal tersebut dikarenakan kadar abu dalam limbah udang yang

mencapai 38,1 % (Muchtadi 1989) sehingga komposisi mineral atau abu di dalam
telur(oktaviani, 2012)
Perubahan warna kuning tersebut berhubungan dengan hilangnya air dan sejumlah
lemak yang menjadi bebas dari kuning telur. Kadar air mempengaruhi konsentrasi pigmen,
sedangkan lemak bebas mempengaruhi keluarnya pigmen. Kemasiran kuning telur meningkat
seiring dengan lamanya pengasinan. Menurut Belitz dan Grosch (1999), kuning telur merupakan
suatu emulsi lemak dalam air dengan kandungan bahan kering sekitar 50% yang terdiri dari 2/3
lemak dan 1/3 protein. Suatu emulsi dapat dipecahkan dengan pemanasan dan penambahan NaCl
yaitu dengan merusak keseimbangan fase polar (protein) dan fase non polar (lipid) (Muchtadi
dan Sugiyono 1992). Kadar lemak pada telur bebek rebus asin berbeda signifikan dengan telur
bebek rebus. Hal ini memungkinkan adanya proses pemanasan yang terlalu tinggi pada saat
perebusan pada telur bebek rebus tersebut sehingga lemak terhidrolisis dan membutuhkan air
lebih banyak dibandingkan dengan telur bebek rebus asin. Kenaikan lemak dalam telur asin
diperkuat dengan adanya penurunan kadar air dalam produk akhir pembuatan (oktaviani, 2012)
Penggaraman merupakan salah satu cara pengawetan bahan makanan yang dikenal
pertama kali. Pengawetan tertua yang dikenal manusia ialah pengawetan daging dan sayuran
dengan menggunakan larutan garam atau kristal-kristal garam (garam kering). Garam dalam
bentuk larutan mempunyai tekanan osmotik tertentu. Tekanan osmotik ini akan mempengaruhi
pertumbuhan mikroorganisme. Besarnya tekanan osmotik ini tergantung dari jumlah dan ukuran
molekulmolekul dalam larutan. Persenyawaan seperti gula, mempunyai molekul yang besar dan
tekanan osmotik yang rendah. Sedangkan garam yang molekulnya relatif lebih kecil, dalam
konsentrasi yang sama dengan larutan gula, mempunyai tekanan osmotik yang lebih besar.
Garam pada konsentrasi yang tinggi 10 mempunyai tekanan osmotik yang tinggi. Kadar air

bahan makanan yang diawetkan dengan garam menurun dan jaringannya akan mengalami
plasmolisis, sehingga kadar airnya tidak cukup untuk pertumbuhan mikroorganisme. Adapun
mekanisme pengawetan dengan pemberian garam menurut Hudaya dan Daradjat (1980) adalah
sebagai berikut: a. Garam mempunyai tekanan osmotik yang tinggi, sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya plasmolisis pada sel-sel mikroorganisme. b. Garam bersifat
higroskopis, sehingga dapat menyerap air dari bahan makanan, sehingga kadar air bahan
makanan menjadi rendah dan jasad renik tidak dapat tumbuh. c. Teori lain juga mengatakan
bahwa ion-ion klorida yang terurai dapat meracuni mikroorganisme. d. Larutan garam NaCl
dapat mengurangi kelarutan oksigen, sehingga pertumbuhan mikroorganisme aerob dapat
dicegah. e. Garam menghambat aktivitas enzim proteolitik. Menurut Haryoto (1996) keuntungan
dari proses pengasinan telur adalah telur mempunyai masa simpan yang lebih lama, rasanya enak
dan nilai gizinya tetap terjamin. Dari segi ekonomis, pengasinan telur dapat meningkatkan nilai
jual. Pembuatan telur asin cukup mudah dan dapat dilakukan dalam skala kecil untuk kebutuhan
keluarga atau untuk usaha yang mendatangkan keuntungan. Menurut Fischer and Fletcher (1985)
tujuan pengasinan telur adalah untuk memperpanjang masa simpan telur, menciptakan rasa telur
yang khas dan untuk mengawetkan telur. Proses pengasinan telur juga bertujuan untuk
membuang rasa 11 amis (Astawan dan Astawan, 1989). Berbagai tujuan tersebut kurang berhasil
bila tidak ditunjang oleh penyempurnaan produk yang dihasilkan, karena proses pengasinan telur
yang selama ini dikenal masyarakat hanya didasarkan pada pengalaman yang tidak diketahui
dasar ilmiahnya (Thoyibah, 1998). Untuk itu perlu dilakukan berbagai penelitian ilmiah yang
berkaitan dengan proses pengasinan telur tersebut, seperti kadar garam yang tepat, jenis medium
yang digunakan untuk pengasinan, lama perendaman atau pemeraman dalam campuran garam
serta kombinasi pengasinan telur dengan berbagai jenis pengawetan yang lain (fitri, 2007)

Pembuatan telur dengan cara pemeraman adalah dengan membungkus telur dalam
adonan garam. Ada beberapa macam adonan garam yang digunakan oleh pembuat telur asin.
Adanya variasi bahan tersebut membuat cara pengasinan lebih beragam, di antaranya yang
terkenal adalah cara pengasinan pidan dan cara pengasinan telur halidan. Cara pengasinan pidan
berasal dari China (Romanoff and Romanoff, 1963). Cara ini menggunakan bahan pembungkus
telur yang terbuat dari campuran serbuk gergaji, kapur dan garam dengan perbandingan 1:1:1.
Cara pengasinan halidan menggunakan bahan pembungkus dari campuran tanah liat atau batu
bata dan garam dengan perbandingan 1:1, dengan cara ini telur akan mampu bertahan selama 30
hari (Agus, 2002). Menurut Margono dkk. (2000) telur asin dapat dibuat dengan adonan
pengasin yang terdiri dari campuran abu gosok dan garam dengan perbandingan 1:1. Dapat pula
digunakan adonan yang terdiri dari serbuk batu bata dan garam. Telur kemudian diperam selama
15-20 hari. Telur asin matang yang dibuat dengan cara ini dapat bertahan selama 2-3 minggu.
Cara pembuatan telur asin dengan menggunakan adonan garam akan menghasilkan telur asin
yang lebih bagus mutunya, warnanya lebih menarik serta memiliki cita rasa yang lebih enak, tapi
proses pembuatannya lebih rumit 14 dan waktu yang diperlukan lebih lama. Pemeraman dengan
menggunakan adonan dari abu akan menghasilkan telur asin dengan kuning telur yang pucat dan
bagian tepi kuning telur tersebut berwarna kehitaman (abu-abu). Sedangkan pemeraman dengan
menggunakan adonan dari batu bata akan menghasilkan telur asin dengan warna kuning telur
yang kemerah-merahan dan rasanya terkesan berpasir (Jawa: masir) (Suprapti, 2002). (fitri,
2007)
Telur segar dengan telur asin terjadi perbedaan komposisi gizinya. Sebagaimana yang
telah diketahui bahwa pengolahan dapat mengubah komposisi gizi bahan pangan termasuk telur
itik. Dalam proses pembuatan telur asin digunakan bahan-bahan seperti garam dapur, abu,

batubata, dan lain-lain. Tentu saja tidak hanya garam dapur yang masuk ke dalam telur tetapi
juga zat-zat lain yang terdapat dalam bahan-bahan yang digunakan ikut mempengaruhi
komposisi gizi telur asin. Kalsium pada telur asin meningkat dibandingkan dengan telur segar.
Kenaikkan kadar kalsium diduga berasal dari garam dapur (sebagai kotaminan), abu gosok serta
kapur yang digunakan. Proses pengasinan juga secara otomatis meningkatkan kadar natrium dan
klorida dalam telur asin. Penurunan nilai gizi yang nyata adalah pada kadar vitamin A-nya.
Kadar zat besi juga turun cukup berarti. Belum diketahui mekanisme turunnya kadar zat besi
pada telur asin. Untuk mengurangi penurunan kadar vitamin A maka dapat ditambahkan
provitamin A dalam proses pembuatan telur asin. (sari, 2015)

Bahan yang digunakan dalam pembuatan adonan pasta pengasinan adalah campuran
serbuk batu bata halus, abu gosok, garam dan larutan teh dengan perbandingan antara serbuk
batu bata halus : abu gosok : garam yaitu 5:2:3 (b/b). Telur itik yang telah dipilih dibalut atau
dibungkus dengan adonan pasta pengasinan secara merata pada permukaan telur itik dengan
tebal kira-kira 1 1,5 cm, kemudian dilakukan pemeraman dalam wadah. Rancangan penelitian

yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari satu faktor, yaitu
perbedaan lama pemeraman yaitu 10 hari (A), 15 hari (B), dan 20 hari (C). Masing-masing
perlakuan digunakan sebanyak 50 butir telur itik. Setelah tercapai waktu pemeraman, telur itik
diangkat dibersihkan/dicuci dengan air sampai adonan pasta pengasinan telur itik hilang
kemudian dikukus selama 30 menit (Lesmayati, 2014).
Aroma adalah bau yang dapat diamati dengan indra pembau. Pengujian bau atau aroma
adalah salah satu pengujian yang penting karena dapat memberikan hasil penilaian terhadap daya
terima produk (Kartika, et. al., 1988 dan Setyaningsih, 2008). Aroma dapat digunakan sebagai
indikator terjadinya kerusakan pada produk pangan. Telur asin yang sudah tidak layak
dikonsumsi akan berbau sangat menyengat/busuk (Lesmayati, 2014).
Rasa merupakan salah satu faktor penting dalam produk pangan. Rasa telur asin
umumnya terasa asin, sesuai dengan tingkat pemberian garam dalam pembuatan telur asin dan
juga lama pemeraman (Lesmayati, 2014).
Selain untuk selera, warna dalam suatu produk khususnya produk makanan memegang
peranan penting dalam daya terima konsumen. Apabila suatu produk memiliki warna yang
menarik dapat meningkatkan selera konsumen untuk mencoba makanan tersebut. Setyaningsih
(2008) menambahkan bahwa warna menjadi atribut kualitas yang paling penting, walaupun suatu
produk pangan bernilai gizi tinggi, rasa enak dan tekstur baik, namun apabila warna yang
ditampilkan kurang menarik akan menyebabkan produk pangan kurang diminati oleh konsumen.
Warna yang disukai pada telur asin yaitu putih pada bagian putih telur dan kuning kemerahan
pada bagian kuning telurnya (Putri, 2011) (Lesmayati, 2014).

semakin lama pemeraman telur dalam adonan garam dengan serbuk bata merah maka
warna kuning telur akan semakin tua. Hal ini dikarenakan warna kuning telur dipengaruhi oleh
kepekatan bahan dan lamanya pemeraman, dimana kepekatan bahan dipengaruhi oleh kadar
garam NaCl yang terdapat dalam adonan serbuk bata merah. Semakin lama proses pemeraman
menyebabkan semakin banyak air yang ditarik oleh ion garam, sehingga kondisi bahan menjadi
semakin pekat, termasuk zat warna yang ada dalam bahan tersebut (kusumawati, 2012)
Pembuatan telur dengan cara perendaman merupakan cara yang sangat sederhana yaitu
hanya menyangkut kegiatan perendaman telur dalam larutan garam. Menurut Suprapti (2002)
untuk membuat 30 butir telur asin, diperlukan 1 kg garam yang dilarutkan pada 1,6 liter air
bersih. Telur kemudian direndam selama 7-10 hari. Menurut Thoyibah (1998) perendaman telur
dalam larutan garam jenuh (270 g garam dilarutkan dalam 1 liter air) dapat menghasilkan telur
asin dengan kadar garam telur 2,24%. Kualitas telur yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi garam dan lama perendaman telur dalam larutan garam. Hasil penelitian oleh Sahat
(1999) membuktikan bahwa konsentrasi garam dan lama perendaman memberikan perbedaan
pengaruh yang nyata terhadap karakteristik telur asin terutama kadar protein, kadar garam dan uji
organoleptiknya (fitri, 2007)

Anda mungkin juga menyukai