Aspek Hukum Dalam Ekonomi Point 5 - 7

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 15

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI POINT 5 - 7

Name : Novri Muhammad


NPM : 23212823
Class : 2 eb 17

GUNADARMA UNIVERSITY

Point 5 ( Hukum Perjanjian )


Berdasarkan pada asas kebebasan berkontrak dalam pasal 1338 KUHPer, para pihak
dalam kontrak bebas untuk membuat perjanjian, apapun isi dan bagaimanapun bentuknya:
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku bagi undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Akan tetapi, yang perlu kita ingat bahwa asas kebebasan berkontrak tersebut tetap tidak
boleh melanggar syarat-syarat sahnya perjanjian dalam KUHPer. Syarat sahnya perjanjian diatur
dalam pasal 1320 pasal 1337 KUHPer, yaitu:
1.Kesepakatan para pihak. Kesepakatan berarti ada persesuaian kehendak yang bebas antara para
pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal ini, antara para
pihak harus mempunyai kemauan yang bebas (sukarela) untuk mengikatkan diri, di mana
kesepakatan itu dapat dinyatakan secara tegas maupun diam-diam. Bebas di sini artinya adalah
bebas dari kekhilafan (dwaling, mistake), paksaan (dwang, dures), dan penipuan (bedrog, fraud).
Secara a contrario, berdasarkan pasal 1321 KUHPer, perjanjian menjadi tidak sah, apabila
kesepakatan terjadi karena adanya unsur-unsur kekhilafan, paksaan, atau penipuan.
2.Kecakapan para pihak. Menurut pasal 1329 KUHPer, pada dasarnya semua orang cakap dalam
membuat perjanjian, kecuali ditentukan tidak cakap menurut undang-undang.
3.Mengenai suatu hal tertentu. Hal tertentu artinya adalah apa yang diperjanjikan hak-hak dan
kewajiban kedua belah pihak, yang paling tidak barang yang dimaksudkan dalam perjanjian
ditentukan jenisnya. Menurut pasal 1333 KUHPer, objek perjanjian tersebut harus mencakup
pokok barang tertentu yang sekurang-kurangnya dapat ditentukan jenisnya. Pasal 1332 KUHPer
menentukan bahwa objek perjanjian adalah barang-barang yang dapat diperdagangkan.
4.Sebab yang halal. Sebab yang halal adalah isi perjanjian itu sendiri, yang menggambarkan
tujuan yang akan dicapai oleh para pihak. Isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan, maupun dengan ketertiban umum. Hal ini diatur dalam pasal 1337
KUHPer.
Dari butir no. 4, dapat kita lihat bahwa suatu perjanjian tidak boleh melanggar undangundang. Selanjutnya, bila kita lihat pada pasal 31 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2009 tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta Lagu Kebangsaan (UU 24/2009), kita temui
kewajiban menggunakan Bahasa Indonesia dalam kontrak. Jadi, untuk kontrak yang para
pihaknya merupakan WNI, wajib untuk menggunakan Bahasa Indonesia.

Hal demikian juga ditegaskan oleh Marianna Sutadi, mantan Wakil Ketua Mahkamah
Agung RI. Menurutnya, ketentuan pasal 31 ayat (1) UU 24/2009 tidak hanya berlaku terhadap
perjanjian antarnegara tetapi juga antarlembaga swasta Indonesia atau perseorangan WNI. Hal
demikian dia sampaikan dalam Seminar Hukumonline 2009 yang bertajuk Pembatalan Kontrak
Berbahasa Asing pada 16 Desember 2009.

Begitu pula dinyatakan oleh Rosa Agustina, Guru Besar Hukum Perdata Fakultas Hukum
Universitas Indonesia. Menurutnya, pasal 31 ayat (1) UU 24/2009 tidak bertentangan dengan
asas kebebasan berkontrak yang berlaku di hukum perdata. Rosa menjelaskan asas kebebasan
berkontrak tetap memiliki batasan, salah satunya undang-undang (lihat pasal 1337 KUHPer). Dia
juga memandang rumusan pasal tersebut dapat meminimalisir selisih paham mengenai
penafsiran serta istilah-istilah dalam perjanjian.

Tidak dipenuhinya ketentuan pasal 31 ayat (1) UU 24/2009, bisa menjadi alasan bagi
salah satu pihak untuk menuntut kebatalan demi hukum perjanjian yang tidak menggunakan
Bahasa Indonesia tersebut. Alasannya, kontrak tidak memenuhi unsur sebab atau kausa yang
halal sebagaimana disyaratkan pasal 1320 jo pasal 1337 KUHPer.
Dasar hukum:
1.Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie atau BW,
Staatsblad 1847 No. 23)
2.Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, Serta
Lagu Kebangsaan

a. Format perjanjian tertulis


Pada dasarnya, tidak ada format baku atau standar tertentu yang ditentukan dalam
pembuatan suatu perjanjian/kontrak karena Indonesia menganut asas kebebasan berkontrak
(lihat Pasal 1338 KUHPerda). Ricardo Simanjuntak dalam bukunya Teknik Perancangan
Kontrak Bisnis (hal. 60) menyatakan bahwa bila bentuk kontrak lisan saja mempunyai
kekuatan hukum yang sah dan harus dipatuhi oleh para pihak yang terikat padanya, maka
prinsip tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya kontrak tidak mempunyai suatu bentuk
yang baku. Jadi, tidak ada standar yang baku yang ditetapkan untuk membuat suatu
perjanjian.

b. Hal-hal yang minimal diatur dalam suatu perjanjian


Pada dasarnya suatu perjanjian dapat dibuat secara bebas di antara para pihak yang
mengikatkan diri. Dalam membuat perjanjian di Indonesia berlaku asas kebebasan
berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata sebagaimana kami
sebutkan di atas. Namun, untuk hal-hal yang penting dicantumkan dalam perjanjian, simak
artikel kamiPoin-poin dalam Perjanjian.
c. Perjanjian cacat hukum
Menurut advokat David M.L. Tobing dari Adams & Co. suatu perjanjian dikatakan
cacat apabila tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian, yaitu:

SYARAT SAHNYA PERJANJIAN


1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian
2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian

Syarat SUBJEKTIF

3. Suatu hal tertentu


4. Sebab yang halal

Syarat OBJEKTIF

Sehingga, apabila suatu perjanjian itu tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian
tersebut dapat dimintakan pembatalannya. Sedangkan apabila suatu perjanjian tidak
memenuhi syarat objektif, maka perjanjian tersebut dinyatakan batal demi hukum.
d. Kiat-kiat menghindari konflik atau perselisihan dalam membuat perjanjian.
Lebih lanjut David M.L. Tobing menjelaskan bahwa dalam suatu perjanjian, pada
umumnya ada pihak yang memiliki posisi lebih dominan, ada yang lebih lemah. Hal inilah
yang kemudian mengakibatkan seperti dalam praktik perbankan adanya klausula eksonerasi.
Klausula eksonerasi (pengecualian) ini pada suatu perjanjian kredit bank,
mencantumkan syarat sepihak. Klausula ini menyatakan bahwa Bank sewaktu-waktu
diperkenankan untuk mengubah (menaikan/menurunkan) suku bunga pinjaman (kredit) yang
diterima oleh Debitur, tanpa pemberitahuan atau persetujuan dari debitur terlebih dahulu.
Dengan kata lain, ada kesepakatan bahwa debitur setuju terhadap segala keputusan sepihak
yang diambil oleh Bank untuk mengubah suku bunga Kredit, yang telah diterima oleh
Debitur pada masa/jangka waktu perjanjian kredit berlangsung.

Dengan adanya klausula eksonerasi tersebut, bank diposisikan lebih tinggi daripada nasabah.
Menurut David, hal-hal seperti inilah yang harus dihindari. Untuk menghindari konflik atau
perselisihan dalam pembuatan suatu perjanjian, posisi setiap pihak harus seimbang sehingga
potensi timbulnya sengketa di kemudian hari dapat diminimalkan.

Point 6 ( Hukum Dagang )


A. Awal Berlakunya Hukum Dagang
Berdasarkan pasal II Aturan peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945,
maka KUHD masih berlaku di Indonesia. KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi
tanggal 30 April 1847, yang berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. KUHD Indonesia itu hanya
turunan belaka dari Wetboek van Koophandel, Belanda, yang dibuat atas dasar konkordansi.
Wetboek van Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari 1842
(di Limburg) dari Code du Commerce Prancis 1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga
hukum yang diatur dalam Code du Commerce Prancis itu diambl alih oleh Wetboek van
Koophandel Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengeni peradilan kusus
tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan.
Berlakunya Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1
aturan peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada masih
tetap berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan aturan penggantinya. Di negeri
Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesia
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif sebagai
suatu kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia
merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan
pengaturan terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang. Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan
secara parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan membuat
peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang.
B. Hubungan Hukum Perdata dan KUHD
Hukum dagang merupakan keseluruhan dari aturan-aturan hukum yang mengatur dengan disertai
sanksi perbuatan-perbuatan manusia di dalam usaha mereka untuk menjalankan usaha atau
perdagangan.
Menurut Prof. Subekti, S.H berpendapat bahwa :
Terdapatnya KUHD dan KUHS sekarang tidak dianggap pada tempatnya, oleh karena Hukum
Dagang tidak lain adalah hukum perdata itu sendiri melainkan pengertian perekonomian.

Hukum dagang dan hukum perdata bersifat asasi terbukti di dalam :


1. Pasal 1 KUHD
2. Perjanjian jual beli
3. Asuransi yang diterapkan dalam KUHD dagang
Dalam hubungan hukum dagang dan hukum perdata dibandingkan pada sistem hukum yang
bersangkutan pada negara itu sendiri. Hal ini berarti bahwa yang di atur dalam KUHD sepanjang
tidak terdapat peraturan-peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peraturan
dalam KUHS, bahwa kedudukan KUHD terdapat KUHS adalah sebagai hukum khusus terhadap
hukum umum.
C. Pengertian Hukum Dagang Menurut Ahli
Berikut ini merupakan berbagai pengertian hukum dagang yang dikemukakan oleh para ahli
hukum yakni :

1. Achmad Ichsan mengemukakan:


Hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal perdagangan, yaitu soal-soal yang
timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan.
2. R. Soekardono mengemukakan:
Hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya, yakni yang mengatur
masalah perjanjian dan perikatan yang diatur dalam buku III Burgerlijke Wetboek (BW) dengan
kata lain, hum dagang adalah himpunan peraturan peraturan yang mengatur seseorang dengan
orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam kodifikasi KUHD dan
KUHPdt. Hukum dagang dapat pula dirumuskan adalah serangkaian kaidah yang mengatur
tentang dunia usaha atau bisnis dan dalam lalu lintas perdagangan.
3. Fockema Andreae mengemukakan:
Hukum dagang (Handelsrecht) adalah keseluruhan dari atuaran hukum mengenai perusahaan
dalam lalu lintas perdagangan, sejauh mana diatur dalam KUHD dan beberapa undang-undang
tambahan. Di Belanda hukum dagang dan hukum perdata dijadikan satu buku, yaitu Buku II
dalam BW baru Belanda.
4. Sri Redjeki Hartono mengemukakan:
Hukum dagang dalam pemahaman konvensional merupakan bagian dari bidang hukum perdata
atau dengan perikatan lain selain disebut bahwa hukum perdata dalam pengertian luas,
termaksud hukum dagang merupakan bagian-bagian asas-asas hukum perdata pada umumnya.

5. M. N. Tirtaamidjaja mengemukakan:
Hukum perniagaan adalah hukum yang mengatur tingkah laku orang-orang yang turut
melkukan perniagaan. Sedangkan perniagaan adalahpemberian perantaraan antara produsen dan
konsumen; membeli dan menjual dan membuat perjanjian yang memudahkan dan memajukan
pembelian dan penjulan itu. Sekalipun sumber utama hukum perniagaan adalah KUHD akan
tetapi tidak bisa dilepaskan dari KUHPdt
6. KRMT. Titodiningrat mengemukakan:
Hukum dagang merupakan bagian dari hukum perdata yang mempunyai atuaran-aturan
mengenai hubungan berdasarkan ats perusahaan. Peraturan-peraturan mengenai perusahaan tidak
hanya dijumpai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) melainkan juga berupa
Undang-Undang di luarnya. KUHD dapat disebut sebagai perluasan KUHPdt.

Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :


a. Hukum tertulis yang dikodifikasikan :

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel


Indonesia (W.v.K)
Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia
(BW)

b.Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang
mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7). Sifat
hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian.
Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya waktu
hukum dagang mengkodifikasi(mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau
terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ).
Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat
dari isi Pasal 1KUhdagang, yang isinya sebagai berikut:
Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang
khusus: KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap
tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata.
Selain itu dagang bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian
perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja,

yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang
termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad
pertengahan.

Point 7 ( Bentuk Bentuk Perusahaan )


Bentuk-bentuk Badan Usaha
Secara definisi sebuah Badan usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang
bertujuan mencari laba atau keuntungan. Badan Usaha seringkali disamakan dengan perusahaan,
walaupun pada kenyataannya berbeda. Perbedaan utamanya, Badan Usaha adalah lembaga
sementara perusahaan adalah tempat dimana Badan Usaha itu mengelola faktor-faktor produksi.
Kegiatan bisnis tidak dapat dilepaskan dari bentuk badan usaha dan perizinan yang diperlukan
untuk menjalankan usaha. Keberadaan badan hukum usaha akan melindungi perusahaan dari
segala tuntutan akibat aktivitas yang dijalankannya. Karena badan hukum memberikan kepastian
dalam kegiatan bisnis/berusaha, sehingga kekhawatiran atas pelanggaran hukum akan terhindar,
mengingat badan hukum usaha memiliki rambu-rambu yang harus dipatuhi. Dengan memiliki
badan hukum, maka perusahaan akan memenuhi kewajiban dan hak terhadap berbagai pihak
yang berkaitan dengan perusahaan, baik yang ada di dalam maupun di luar perusahaan.
Pendirian suatu badan hukum usaha haruslah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Ada
beberapa faktor untuk memilih badan usaha yang akan dijalankan. Dalam praktiknya,
pertimbangan utama pemilihan bentuk badan hukum perusahaan antara lain:
a.
Keluwesan untuk beraktivitas
b.
Batas wewenang dan tanggung jawab pemilik
c.
Kemudahan pendirian
d.
Kemudahan memperoleh modal
e.
Kemudahan untuk memperbesar usaha
f.
Kelanjutan usaha
Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu : Badan Usaha Milik Swasta
(BUMS) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada pembahasan kali ini kita hanya
membahas tentang Perseroan Terbatas, Koperasi, dan Yayasan pada kelompok Badan Usaha
Milik Swasta (BUMS)

1. Perseroan Terbatas (PT)


Merupakan perserikatan beberapa pengusaha swasta menjadi satu kesatuan untuk mengelola
usaha bersama, di mana perusahaan memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk
menyertakan modalnya ke perusahaan dengan cara membeli saham perusahaan. Ketentuanketentuan tentang Perseroan Terbatas (PT) diatur dalam UU RI Nomor 1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas. Pasal 1 Undang-Undang tersebut menyatakan: Perseroan Terbatas yang
selanjutnya disebut perseroan adalah badan usaha yang didirikan berdasarkan perjanjian
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
Kekayaan PT terpisah dengan kekayaan para pemiliknya (pemegang saham). Kekuasaan
tertinggi dalam PT dipegang oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan setiap pemegang
saham memiliki hak suara dalam rapat umum. Besarnya hak suara tergantung pada banyaknya
saham yang dimiliki dan bila seorang pemegang saham tidak dapat hadir dalam rapat umum,
maka hak suaranya dapat diserahkan kepada orang lain. Hasil keputusan rapat umum pemegang
saham biasanya dilimpahkan kepada komisaris yang membawahi dewan direksi untuk
menjalankan kebijaksanaan manajemennya. Sahamsaham yang dikeluarkan pada umumnya ada
dua, yaitu saham biasa (commond stock) dan saham istimewa (preference stock).
Langkah-langkah mendirikan badan usaha Perseroan Terbatas (PT):
1)
Pembuatan akta notaries
2) Anggaran dasar
3) Pengesahan menteri Kehakiman
Akta notaris yang telah dibuat harus mendapatkan pengesahan Menteri Kehakiman
untuk mendapatkan status sebagai badan hukum.
4) Pendaftaran Wajib
Akta pendirian/Anggaran Dasar PT disertai SK pengesahan dari Menteri Kehakiman
selanjutnya wajib didaftar dalam daftar perusahaan paling lambat 30 hari setelah
tanggal pengesahan PT atau tanggal diterimanya laporan.
5) Pengumuman dalam Tambahan Berita Negara
Apabila pendafataran dalam daftar perusahaan telah dilakukan, direksi mengajukan
permohonan pengumuman perseroan di dalam Tambahan Berita Negara (TBN) paling
lambat 30 hari terhitung sejak pendaftaran

2. Koperasi
Kata koperasi berasal dari kata Co yang artinya bersama dan operation yang artinya bekerja.
Secara umum dapat dikatakan bahwa koperasi adalah suatu badan usaha yang bergerak dalam
bidang ekonomi, yang anggotanya adalah orang-orang atau badan hukum koperasi yang
tergabung secara sukarela atas dasar persamaan hak dan kewajiban, melakukan satu macam
usaha atau lebih untuk meningkatkan kesejahteraan para anggota khususnya dan masyarakat
pada umumnya. Sedangkan pengertian koperasi menurut pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor
25 tahun 1992 tentang perkoperasian, Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orangorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
Dari batasan atau definisi di atas dapat disimpulkan bahwa koperasi adalah:
a. Badan usaha yang landasan kegiatannya berdasarkan prinsi-prinsip koperasi
b. Anggotanya adalah orang-orang atau badan hukum koperasi yang mempunyai kepentingan
dan tujuan yang sama
c. Menggabungkan diri sebagai anggota secara sukarela dan mempunyai hak dan tanggung jawab
yang sama sebagai pencerminan adanya demokrasi dalam koperasi.
d.Kerugian dan keuntungan akan ditanggung dan dinikmati bersama menurut perbandingan yang
adil.
e. Pengawasan dilakukan oleh anggota.
f. Adanya sifat saling tolong-menolong (mutual aids).
g. Membayar sejumlah uang sebagai simpanan pokok dan simpanan wajib, sebagai syarat dan
kewajiban anggota.
Langkah-langkah dalam mendirikan Koperasi:
1) Menyelenggarakan rapat pendirian koperasi oleh anggota yang menjadi pendiri ditungkan
dalam rapat pembentukkan dan akta pendirian yang memuat anggaran dasar koperasi. Sebaiknya
pejabat Departemen Koperasi menyaksikan.
2) Para pendiri mengajukan permohonan pengesahan akta pendirian yang dilampirkan 2 rangkap
akta pendirian koperasi, berita acara rapat pembentukkan, surat bukti penyetoran modal dan
rencana awal kegiatan usaha.
3) Pengesahan akta pendirian dalam jangka waktu 3 bulan setelah permintaan
4) Pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia

3. Yayasan
Pengertian yayasan menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan, Yayasan
adalah badan usaha yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk
mencapai tujuan tertentu di bidang soial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai
anggota.Kekayaan yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh
yayasan. Berdasarkan undang-undang ini dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau
tidak langsung kepada pembina, pengurus, pengawas, karyawan, atau pihak lain yang
mempunyai kepentingan terhadap yayasan. Dalam menjalankan kegiatannya sehari-hari yayasan
mempunyai organ yang terditri atas: Pembina, Pengurus dan Pengawas.
Langkah-langkah mendirikan Yayasan adalah:
1)
Penyampaian dokumen yang diperlukan
Fotokopi KTP para badan pendiri, badan pembina, dan badan pengurus
Nama yayasan
Maksud & tujuan yayasan serta kegiatan usaha yayasan
Jangka waktu berdirinya yayasan
Modal awal yayasan

Susunan badan pendiri, badan pembina, dan badan pengurus


2) Penandatangan akta pendirian yayasan
3) Pengurusan surat keterangan domisili
4) Pengurusan NPWP
5) Pengesahan yayasan menjadi badan hukum di Dep. Keh dan HAM :
Salinan akta pendirian yayasan yang dibubuhi materai
Fotokopi NPWP atas nama yayasan telah dilegalisir notaris
Fotocopy surat keterangan domisili yang dikeluarkan oleh lurah atau kepala desa
Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak
Bukti pembayaran pengumuman dalam Tambahan Berita Negara menunggu diterbitkan
PP
6) Pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia (BNRI)

4. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)


BUMN adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha apapun
yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali jika ditentukan lain
berdasarkan Undang-undang. BUMN adalah bentuk bentuk badan hukum yang tunduk pada
segala macam hukum di Indonesia. Karena perusahaan ini milik negara, maka tujuan utamanya
adalah membangun ekonomi sosial menuju beberapa bentuk perusahaan pemerintah, baik pusat
maupun daerah. Ciri-ciri utama BUMN adalah:
Tujuan utama usahanya adalah melayani kepentingan umum sekaligus mencari
keuntungan.
Berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan Undang-undang.
Pada umumnya bergerak pada bidang jasa-jasa vital.
Mempunyai nama dan kekayaan serta bebas bergerak untuk mengikat suatu perjanjian,
kontrak serta hubungan-hubungan dengan pihak lainnya.
Dapat dituntut dan menuntut, sesuai dengan ayat dan pasal dalam hukum perdata.
Seluruh atau sebagian modal milik negara serta dapat memperoleh dana dari pinjaman
dalam dan luar negeri atau dari masyarakat dalam bentuk obligasi.
Setiap tahun perusahaan menyusun laporan tahunan yang memuat neraca dan laporan
rugi laba untuk disampaikan kepada yang berkepentingan.
Kemudian BUMN digolongkan lagi ke dalam 3 jenis sebagai berikut:
1) Perusahaan Jawatan (Perjan)
Perusahaan ini bertujuan pelayanan kepada masyarakat dan bukan semata-mata mencari
keuntungan. Perusahaan negara yang didirikan dan diatur menurut ketentuan yang termaktub
dalam indonesische Bedrijvenvvet Rtb. 1927 Nomor 419 sebagaimana yang telah beberapa kali
diubah dan ditambah. Perjansepenuhnya diatur dan tunduk kepada hukum publik dan
administrasi negara Serta merupakan bagian dari suatu departemen. Pada saat ini diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000.
2) Perusahaan Umum (Perum)
Perusahan ini seluruh modalnya diperoleh dari negara. Perum bertujuan untuk melayani
masyarakat dan mencari keuntungan. Perusahaan negara yang didirikan dan diatur berdasarkan
ketentuan yang termaktub dalam UU No. 19 Prp. 1960 tentang Perusahaan Negara. Penetapan
bentuk Perum ini adalah didasarkan pula oleh UU No. 1 Prp. 1969 tentang bentuk-Ioentuk badan
usaha negara di mana terdiri atas Perusahaan atas Sero (Pesero) dan Perusahaan Umum (Perum).
Pada saat ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1998.

3) Perusahaan Perseroan (Persero)


Perusahaan ini modalnya terdiri atas saham-saham. Sebagian sahamnya dimiliki oleh negara dan
sebagian lagi dimilik oleh pihak swasta dan luar negeri. P erusahaan negara yang berbentuk
Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam UUPT yang seluruh sahamnya atau paling
sedikit 51% sahamnya dinniliki oleh negara melalui penyertaan modal langsung. Diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998.

Anda mungkin juga menyukai