Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal,

adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna,
termasuk agenesis ani, agenesis rekti dan atresia rekti. Insiden atresia ani adalah
1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan
komponen dari sindroma VACTERL (Vertebra, Anal, Cardial, Tracheo-Esofageal,
Renal, Limb).
Dalam asuhan neonates, tidak sedikit dijumpai adanya kelainan cacat
kongenital pada anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan
feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Walaupun kelainan lubang anus akan mudah terbukti saat lahir, tetapi kelainan
bisa terlewatkan bila tidak ada pemeriksaan yang cermat atau tidak dilakukan
pemeriksaan perineum.
Kelainan kongenital pada anus ini biasanya disebabkan karena putusnya
saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, kegagalan pertumbuhan saat
bayi dalam kandungan berusia 12 minggu /3 bulan, dan adanya gangguan atau
berhentinya perkembangan embriologik di daerah usus, rektum bagian distal serta
traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia
kehamilan.
1.2

Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Kepaniteraan

Klinik Senior Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera


Utara dan meningkatkan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai atresia
ani.
1.3

Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman


mengenai atresia ani dan diharapkan dapat memperoleh informasi dalam
mengembangkan teori dalam penanganan bayi baru lahir dengan atresia ani yang
lebih maksimal.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Embriologi dan Patogenesis


Anus dan rektum berasal dari suatu struktur embriologik yang dikenali

sebagai kloaka. Perkembangan lateral dari struktur ini akan membentuk septum
urorektal, dengan rektum di bagian dorsal dan traktur urinarius di ventral. Kedua
sistem ini (traktur urinarius dan rektum) menjadi terpisah secara lengkap pada
minggu ke-tujuh gestasi. Pada masa yang sama, bagian urogenital dari kloaka
sudah mempunyai pembukaan, manakala bagian anus masih tertutup membrane
yang hanya membuka pada minggu ke-lapan gestasi.1
Gangguan pada perkembangan ini pada pelbagai proses pembentukan bisa
menimbulkan berbagai spectrum anomaly, yang kebanyakannya melibatkan
saluran pencernaan bawah dan struktur genitourinary.1
2.2

Atresia Ani

2.2.1

Definisi
Atresia ani atau imperforate anus adalah tidak terjadinya perforasi

membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan


lubang anus yang tidak sempurna. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul
sebagai

bagian

dari

sindroma

VACTERL

(Vertebra,

Anal,

Cardial,

Tracheoesofageal, Renal, Limb) atau kelainan kromosom.2 Anus tampak rata atau
sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan
langsung dengan rektum.
Atresia berasal dari bahasa Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya
nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran, atresia itu sendiri adalah keadaan
tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara
kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat
yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga tubuh. 3
2.2.2

Etiologi

Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum diketahui pasti, namun ada
sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus disebabkan oleh :
1. Putusnya saluran pencernaan di atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir
tanpa lubang dubur. Hal ini disebabkan oleh gangguan organogenesis dalam
kandungan, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan
berusia 12 minggu atau 3 bulan.
2. Kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
3. Berkaitan dengan Sindroma Down. Atresia ani memiliki etiologi yang
multifaktorial. Salah satunya adalah komponen genetik. Pada tahun 1950an,
didapatkan bahwa risiko malformasi meningkat pada bayi yang memiliki
saudara dengan kelainan atresia ani yakni 1 dalam 100 kelahiran,
dibandingkan dengan populasi umum sekitar 1 dalam 5000 kelahiran.
Penelitian juga menunjukkan adanya hubungan antara atresia ani dengan
pasien dengan trisomi 21 (Down's syndrome). Kedua hal tersebut
menunjukkan bahwa mutasi dari bermacam-macam gen yang berbeda dapat
menyebabkan atresia ani atau dengan kata lain etiologi atresia ani bersifat
multigenik.3
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan
otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal
mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli, masih jarang
terjadi gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua
tidak diketahui apakah mempunyai gen carrier penyakit ini. Janin yang
diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carrier saat kehamilan
mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai sindrom
genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko
untuk menderita atresia ani.3,7
2.2.3

Faktor Predisposisi7

Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir,
seperti :

1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada


gastrointestinal.
2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari
3. Sindrom VACTERL (sindrom dimana terjadi abnormalitas pada vertebral, anus,
jantung, tracheoesofagus, ginjal dan limb).
4. Kelainan tulang belakang.
2.2.4

Klasifikasi Atresia Ani4

Secara Fungsional
a. Tanpa anus dengan fistula tetapi bisa dibantu dengan dekompresi adekuat
traktus gastrointestinalis yang dicapai melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutama melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau recto-fourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering
dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adekuat
sementara waktu.
b. Tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adekuat untuk jalan keluar
tinja. Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan
dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah
segera.
Berdasarkan Letak
a. Anomali rendah
Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat
sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan
tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
b. Anomali intermediate
Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborektalis; lesung anal dan
sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
c. Anomali tinggi
Ujung rektum di atas otot puborektalis (M. Levator ani) dan sfingter internal
tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistuls genitourinarius-

retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu


rektum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.
Pada wanita, 90% dengan fistula ke vagina/perineum. Pada laki-laki umumnya
letak tinggi, bila ada fistula sering ke traktus urinarius.
Klasifikasi Modifikasi Wingspread (1984)

Jenis Kelamin Laki-laki

Golongan I
a. Kelainan fistel urin
Jika ada fistel urin, tampak mekonium keluar dari orifisium uretra eksternum,
mungkin terdapat fistel ke uretra maupun ke vesika urinaria. Cara praktis
menentukan letak fistel adalah dengan memasang kateter urin. Bila kateter
terpasang dan urin jernih, berarti fistel terletak di uretra karena fistel tertutup
kateter. Bila dengan kateter urin mengandung mekonuim maka fistel ke vesika
urinaria. Bila evakuasi feses tidak lancar, penderita memerlukan kolostomi
segera.
b. Atresia rektum
Pada atresia rektum tindakannya sama pada perempuan. Pada atresia rektum,
anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur, jari tidak dapat
masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium sehingga perlu segera
dilakukan kolostomi.
c. Perineum datar
Menunjukkan bahwa otot yang berfungsi untuk kontinensi tidak terbentuk
sempurna.
d. Tanpa fistel
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu
segera dilakukan kolostomi.
Golongan II
a. Kelainan fistel perineum

Fistel perineum sama dengan pada perempuan, lubangnya terletak lebih anterior
dari letak anus normal, tetapi tanda timah anus yang buntu menimbulkan
obstipasi..
b. Membran anal
Pada membran anal biasanya tampak bayangan mekonium di bawah selaput.
Bila evakuasi feses tidak ada sebaiknya dilakukan terapi definit secepat
mungkin.
c. Stenosis anus
Pada stenosis anus, sama dengan perempuan. Pada stenosis anus, lubang anus
terletak di tempat yang seharusnya, tetapi sangat sempit. Evakuasi feses tidak
lancar sehingga biasanya harus segera dilakukan terapi definitif.
d. Bucket handle
Daerah lokasi anus normal tertutup kulit yang berbentuk gagang ember.
evakuasi feses tidak ada maka perlu secepatnya dilakukan terapi definitive.
e. Tanpa fistel
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu
segera dilakukan kolostomi.

Jenis Kelamin Perempuan

Golongan I
a. Kelainan kloaka
Bila terdapat kloaka maka tidak ada pemisahan antara traktus urinarius, traktus
genitalis dan traktus digestivus. Evakuasi feses umumnya tidak sempurna
sehingga perlu cepat dilakukan kolostomi.
b. Fistel vagina
Pada fistel vagina, mekonium tampak keluar dari vagina. Evakuasi feces bisa
tidak lancar sehingga sebaiknya dilakukan kolostomi.
c. Fistel rekto vestibular
Pada fistel vestibulum, muara fistel terdapat di vulva di bawah vagina.
Umumnya evakuasi feses lancar selama penderita hanya minum susu. Evakuasi

mulai terhambat saat penderita mulai makan makanan padat. Kolostomi dapat
direncanakan bila penderita dalam keadaan optimal.
d. Atresia rektum
Pada atresia rektum, anus tampak normal tetapi pada pemerikasaan colok dubur
jari tidak dapat masuk lebih dari 1-2 cm. Tidak ada evakuasi mekonium
sehingga perlu segera dilakukan kolostomi.
e. Tanpa fistel
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu
segera dilakukan kolostomi.
Golongan II
a. Kelainan fistel perineum
Lubang fistel perineum biasanya terdapat diantara vulva dan tempat letak anus
normal. Dapat berbentuk anus anterior, tulang anus tampak normal, tetapi
marka anus yang rapat ada di posteriornya. Umumnya menimbulkan obstipasi.
b. Stenosis ani
Pada stenosis anus, lubang anus terletak di tempat yang seharusnya, tetapi
sangat sempit. Evakuasi feses tidak lancar sehingga biasanya harus secepat
mungkin dilakukan terapi definitif.
c. Tanpa fistel
Jika fistel tidak ada dan udara > 1 cm dari kulit pada invertogram, maka perlu
segera dilakukan kolostomi.
2.2.5
1.
2.
3.
4.

Manifestasi Klinis6
Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya.
Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada

fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touch terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung

2.2.6

Pemeriksaan Klinis

a) Pemeriksaan umum4
Pemeriksaan rutin tetap harus dilakukan untuk mencari ke lain-lain. 50-60%
penderita ini mempunyai kelainan congenital di tempat lain. Yang sering
ditemukan adalah :

pada traktus genito urinarius 28%


kelainan jantung 74%
traktus GI, misalnya atresia esofagus 9%, atresia duodenum 7%
tulang, misalnya tulang radius tidak ada

b) Pemeriksaan khusus untuk kelainan anorektal

Pemeriksaan rectal digital dan visual pada perineum adalah pemeriksaan

diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.


Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel

mekonium.
Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal pouch.
Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di
daerah tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir
dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan anus imperfectus,
pada bayi dengan anus imperforatus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah
sigmoid, kolon/rectum.
c. Dibuat foto anteroposterior (AP) dan lateral.5 Bayi diangkat dengan
kepala dibawah dan kaki diatas dan diberi marker radioopak pada
perineum. Pada foto akan terlihat os pubis dan sacrum. Os koksigis
belum kelihatan oleh karena belum ada pertulangan. Lalu pada foto
dibuat garis antara os pubis dengan bawah daripada os sacrum. Lalu
perhatikan ujung rektum yang berisi udara rectal gas bubble
terhadap garis ini.

2.2.7

Penatalaksanaan3,6
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan

keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur


pengobatannya. Umumnya untuk lesi letak rendah, hanya diperlukan operasi
perineum tanpa colostomy. Untuk kelainan letak tinggi, dilakukan kolostomi
beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus permanen (prosedur
penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan.
Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu
pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini

10

juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badan dan bertambah baik status
nutrisinya. Kolostomi ialah fistula yang di buat degan pembedahan di antara kolon
dan permukaan abdomen, fistula ini berfungsi sebagai anus artificial atau
pembuatan lubang/stoma pada kolon secara bedah.
Tipe prosedur pull-through yang menjadi pilihan dokter bedah pediatri
adalah posterior sagittal anorectoplasty, seperti yang dijelaskan oleh Pena dan De
Vries. Manajemen pada pasien dengan atresia ani letak tinggi dapat dibantu
dengan penggunaan laparoscopy saat operasi.
2.2.8

Komplikasi7

a) Komplikasi kolostomy

Prolaps stoma ( biasanya akibat obesitas )


Perforasi ( aibat ketidak tepatan irigasi stoma )
Retraksi stoma
Infeksi fekal
Iritasi kulit

b) Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
a. Asidosis hiperkloremia
b.Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
d. Komplikasi jangka panjang.
- Eversi mukosa anal
- Stenosis (akibat konstriksi jaringan perut yang dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal.
h. Fistula kambuhan
BAB 3
LAPORAN KASUS

11

BAB 4
KESIMPULAN
Atresia ani dikenal juga sebagai anus imperforate dan merupakan suatu
kelainan kongenital tidak adanya lubang atau saluran anus. Bayi harus dicurigai
adanya atresia ani terutama jika mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama
setelah kelahiran, tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi, dan
pada pemeriksaan rektal touch terdapat adanya membran anal.
Pemeriksaan visual rectal adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
dilakukan pada atresia ani. Pada pemeriksaan penunjang bias dilakukan foto
rongga pelvis, USG, dan aspires jarum.
Jika terjadi atresia ani maka hampir selalu memerlukan tindakan operasi
untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya. Bisa dilakukan hanya eksisi
12

membran anus atau tindakan operasi yang dilakukan 2 tahap, yaitu pertamanya
dilakukan kolostomi sementara dan dilakukan operasi kedua penyambungan
kembali (PSA).

DAFTAR PUSTAKA
1. Pena, Alberto. Surgical Conditions of the Anus, Rectum and Colon in
Nelson Textbook of Pediatrics. Ed: Behrman, Kliegman, Jenson. Elsevier,
2004, 17th edition, Chap. 325.
2. McLatchie et al. Anorectal Malformations in Pediatric Surgery, Oxford
Handbook of Clinical Surgery, 3rd edition, pg 419.
3. Levitt et al. Pediatric Imperforate Anus Surgery in Medscape Reference.
Updated Apr 9, 2012.
4. Thayeb, Amir. Malformasi anorektal. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
FKUI. Pg 137-141.
5. Stringer, Mark D. Anorectal Malformations in Principles of Pediatric
Surgery, Bailey and Loves Short Practice of Surgery, 25th edition. Ed:
Norman et al. Edward Arnolds Ltd, 2008, pg 86.
6. Brunicardi et al. Anorectal Malformation in Schwartzs Principles of
Surgery 9th edition. McGraw Hill, 2010.

13

7. Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Sri


Kurnianianingsih (ed), Monica Ester (Alih Bahasa). edisi ke-4. Jakarta :
EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai