Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PS

DIARE

OLEH:
CANDRA RESTU MENTARI

125070201111021

YULIA KURNIAWATI

125070201111023

DWI RETNO SELVITRIANA

125070201111027

MIKE ISTIANAWATI

125070201111033

KANIA LIESPAHLEVI SABRI

125070218113043

LUTFI CHARISMA ADZANI

125070218113045

ADZANEA AL HAFIZ

125070218113054

TIARA DEA ANANDA

125070200131005

AA FLORA YUNDA A

125070200131007

FATIMAH AZ ZAHRA

125070200131008

FEBRINA ARDIANTI

125070200131009

SUNARDIMAN

125070207111015

LATIFIA DEWI F

125070207111007

KELOMPOK 4 REGULER 1 + K3LN


JURUSAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

1. DEFINISI
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya
lebih sering (biasanya 3x/hari atau lebih) dalam satu hari (DEPKES RI, 2008).
2. KLASIFIKASI
Menurut Depkes RI (2000) dalam Wulandari (2009), berdasarkan jenisnya
diare dibagi empat yaitu:
1) Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi
merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2) Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan
terjadinnya komplikasi pada mukosa.
3) Diare persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
4) Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga
disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit
lainnya.
Menurut referensi lain disebutkan bahwa klasifikasi diare yaitu:
1) Diare osmotik
Diare tipe ini disebabkan oleh peningkatan tekanan osmotik intralumen usus
halus yang disebabkan oleh obat-obatan atau zat kimia yang hiperosmotik
(MgSO4, Mg(OH)2, malabsorbsi umum, dan defek dalam absorbsi mukosa
usus misal pada defisiensi disararidase, malabsorbsi glukosa/galaktosa
(Weizman Z,dkk.2008; Kligler B. 2008).
2) Diare sekretorik

Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air maupun elektrolit dari
usus, menurunnya absorbsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis
ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan
tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari
diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae,
atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormon (VIPoma), reseksi
ileum (gangguan absorbsi garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl
sodium sulfosuksinat, dll) (Weizman Z,dkk.2008; Kligler B. 2008).
3) Diare infeksi
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut
kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas noninvasif (tidak merusak
mukosa) dan invasif (merusak mukosa). Bakteri noninvasif menyebabkan
diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare
toksigenik. Misalnya enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Vibrio
cholerae/eltor, yang mana enterotoksin yang dihasilkan merupakan protein
yang dapat menempel pada epitel usus, yang kemudian membentuk adenosin
monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif
anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat, dan kation natrium serta kalium.
Mekanisme absorbsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak
terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium,
ion kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorbsi ion natrium
(diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensai ini dapat
dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh
dinding sel usus (Weizman Z,dkk.2008; Kligler B. 2008).
Klasifikasi diare persisten:
Diare persisten memiliki tanda-tanda antara lain diare sudah lebih dari 14
hari dengan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu diare persisten berat
apabila ditemukan adanya tanda dehidrasi dan diare persisten apabila tidak
ditemukan adanya tanda dehidrasi (Hidayat A.A.A. 2008).

3. EPIDEMIOLOGI

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara


berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang
masih tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada
tahun 2000 insiden penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi
374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun
2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih
sering terjadi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah
kasus 8133 orang, kematian 239 orang. Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan
dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang, sedangkan
tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204
orang dengan kematian 73 orang (Kemenkes RI, 2011).
Prevalensi diare klinis dalam Riskesdas 2007 adalah 9,0% (rentang: 4,2% 18,9%), tertinggi di Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%).
Beberapa provinsi mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera
Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara,
Gorontalo, Papua Barat dan Papua) yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar prevalensi diare menurut provinsi (Riskesdas, 2007)

Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur
dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.
Sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir
sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Prevalensi diare
menurut kelompok umur dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar prevalensi diare menurut kelompok umur (Riskesdas, 2007)


Prevalensi diare lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan, yaitu
sebesar 10% di perdesaan dan 7,4 % di perkotaan. Diare cenderung lebih tinggi
pada kelompok pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan dan
buruh yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar prevalensi diare menurut pendidikan (Riskesdas, 2007)

Gambar prevalensi diare menurut pekerjaan (Riskesdas, 2007)


Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur, diare merupakan
penyebab kematian peringkat ke-13 dengan proporsi 3,5%. Sedangkan
berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian peringkat
ke-3 setelah TB dan Pneumonia. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:

Gambar pola penyebab kematian semua umur (Riskesdas, 2007)

Juga didapatkan bahwa penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11 bulan)


yang terbanyak adalah diare (31,4%) dan pneumonia (23,8%). Demikian pula
penyebab kematian anak balita (usia 12-59 bulan), terbanyak adalah diare
(25,2%) dan pnemonia (15,5%) (Riskesdas, 2007).
4. ETIOLOGI
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005,
etiologi diare akut dibagi atas:
Karena Infeksi dari Mikroorganisme
1) Bakteri

Shigella

Salmonella

E. Coli

Gol. Vibrio

Bacillus cereus

Clostridium perfringens

Stafilokokus aureus

Campylobacter aeromonas

2) Virus

Rotavirus

Adenovirus

Norwalk virus

Coronavirus

Astrovirus

3) Parasit

Protozoa

Entamoeba histolytica

Giardia lamblia

Balantidium coli

Trichuris trichiura

Cryptosporidium parvum

Strongyloides stercoralis

Non Infeksi
1) Malabsorpsi
a. Malabsorbsi Karbohidrat
Disakarida

(intolerans

laktosa,

maltosa,

sukrosa),

monosakarida

(intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Kebanyakan pada bayi dan


anak yang terserang ialah intoleransi laktosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein,
2) Keracunan makanan
3) Alergi
4) Gangguan motilitas
5) Imunodefisiensi
6) Kesulitan makan, dll.
(Simadibrata, 2006).
5. PATOFISIOLOGI
Terlampir
6. FAKTOR RISIKO
Banyak faktor risiko yang diduga menyebabkan terjadinya penyakit diare
pada bayi dan balita di Indonesia. Salah satu faktor risiko yang sering diteliti
adalah faktor lingkungan yang meliputi :

sarana air bersih (SAB)


sanitasi
jamban
saluran pembuangan air limbah (SPAL)
kualitas bakterologis air
dan kondisi rumah.
Data terakhir menunjukkan bahwa kualitas air minum yang buruk

menyebabkan 300 kasus diare per 1000 penduduk. Sanitasi yang buruk dituding
sebagai penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam air bersih yang
dikonsumsi masyarakat. Bakteri E.coli mengindikasikan adanya pencemaran tinja
manusia. Kontaminasi bakteri E.coli terjadi pada air tanah yang banyak disedot

penduduk di perkotaan, dan sungai yang menjadi sumber air baku di PDAM pun
tercemar bakteri ini (Adisasmito W, 2007).
Adapun hasil penelitian dari Sinthamurniwaty dalam tesis yang berjudul
FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE AKUT PADA BALITA (Studi Kasus
di Kabupaten Semarang)

mengatakan bahwa faktor resiko yang terbukti

berpengaruh pada kejadian diare adalah:


1) Umur Balita
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur balita < 24 bulan signifikan secara
statistik memiliki risiko lebih besar untuk terkena diare dibandingkan dengan
umur 24 bulan.
2) Status Gizi
Pada balita penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering. Semakin
buruk keadaan / status gizi balita, semakin sering dan berat diare yang
diderita. Di duga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka terhadap
infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang.
3) Tingkat Pendidikan Pengasuh Balita
Pendidikan pengasuh balita akan sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan
dan perilaku pengasuh balita dalam memelihara kesehatan diri dan balita
yang diasuhnya karena pengasuh balita yang berpendidikan lebih tinggi
cenderung memperhatikan kesehatan diri dan anak asuhnya.
4) Pemanfaatan Sarana Air Bersih
Sebagian besar kuman kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui
jalur fekal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam
mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum,
tangan atau jari jari, makanan yang disiapkan dalam panci yang telah di cuci
dengan air tercemar dan lainlain. Banyak air bersih yang diperlukan untuk
membersihkan alat alat makanan dan memasak serta tangan. Memperbaiki
sumber air (kualitas dan kuantitas) dan kebersihan akan mengurangi
tertelannya

kuman

oleh

anak

kecil.

Tersedianya

air

penting

untuk

membiasakan kebersihan, misalnya mencuci tangan. Perbaikan sumber dan


sanitasi air mungkin juga mencegah diare pada kelompok umur lain dan
mempunyai berbagai keuntungan lain di bidang kesehatan.
7. MANIFESTASI KLINIS
Diare terjadi dalam kurun waktu kurang atau sama dengan 15 hari disertai
dengan demam, nyeri abdomen dan muntah. Jika diare berat dapat disertai

dehidrasi. Muntah-muntah hampir selalu disertai diare akut, baik yang


disebabkan bakteri atau virus V. Cholerae. E. Coli patogen dan virus biasanya
menyebabkan

watery

diarrhea

sedangkan

campylobacter

dan

amoeba

menyebabkan bloody diarrhea (Mansons, 1996).


Gambaran klinis diare akut yang disebabkan infeksi dapat disertai dengan
muntah,

demam,

hematosechia,

berak-berak,

nyeri

perut

sampai

kram(Triadmodjo, 1993).
Karena kehilngan cairan maka penderita merasa haus, berat badan
berkurang, mata cekung, lidah/ mulut kering, tulang pipi menonjol, turgor
berkurang, suara serak. Akibat asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensi
pernafasan cepat, gangguan kardiovaskuler berupa nadi yang cepat tekanan
darah menurun, pucat, akral dingin kadang-kadang sianosis, aritmia jantung
karena gangguan elektrolit, anura sampai gagal ginjal akut(Sudigbya, 1992;
Triadmodjo, 1993).
Gejala diare akut dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu:

Fase prodromal (sindroma pra-diare): pasien mengeluh penuh di abdomen,


nausea, vomitus, berkeringat dan sakit kepala (Kolopaking, 2002; Joan et
al,. 1998).

Fase diare: pasien mengeluh diare dengan komplikasi (dehidrasi, asidosis,


syok, dan lain-lain), kolik abdomen, kejang dengan atau tanpa demam, sakit
kepala (Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).

Fase pemulihan: gejala diare dan kolik abdomen berkurang, disertai fatigue.
(Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).
Dalam praktek klinis sangat penting dalam membedakan gejala antara

diare yang bersifat inflamasi dan diare yang bersifat noninflamasi. Berikut ini
yang perbedaan diare inflamasi dan diare non inflamasi.

Manifestasi
Karakter tinja

Diare Inflamasi
Volume sedikit,

Diare noninflamasi
Volume banyak, cair, tanpa

mengandung darah dan pus

pus atau darah

Patologi

Inflamasi mukosa colon dan

Usus halus proksimal

ileum distal
Mekanisme

Inflamasi mukosa

Diare sekretorik/osmotik

diare

mengganggu absorbsi

yang diinduksi oleh

cairan yang kemungkinan

enterotoksin atau

efek sekretorik dari

mekanisme lainnya. Tidak

Kemungkinan

inflamasi
Shigella, Salmonella,

ada inflamasi mukosa


Kolera, ETEC, EPEC,

patogen

Clampylobacter, E. Colli,

keracunan makanan tipe

EIEC, Clostridium dificcile,

toksin, rotavirus, Adenovirus,

Yersinina enterocolitica.

NLV, cryptosporidia, Giardia


lamblia

Sumber : Mandal et al.,2004


Menurut Nursalam (2005), tanda dan gejala diare berdasarkan klasifikasi
diare sebagai berikut:
Tanda/gejala yang tampak
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut:

Klasifikasi
Diare dengan dehidrasi

1. Letargis atau tidak sadar

berat

2. Mata cekung
3. Tidak bisa minum atau malas minum
4. Cubitan kulit perut kembalinya sagat lambat
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut:

Diare dengan dehidrasi

1. Gelisah, rewel, atau mudah marah

ringan/sedang

2. Mata cekung
3. Haus, minum dengan lahap
4. Cubitan kulit perut kembalinya lambat
Tidak ada tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai Diare tanpa dehidrasi
dehidrasi berat atau ringan/sedang
Diare selama 14 hari atau lebih disertai dengan Diare presisten berat
dehidrasi
Diare selama 14 hari atau lebih tanpa disertai tanda Diare presisten
dehidrasi
Terdapat darah dalam tinja (berak bercampur darah)
Sumber: Pedoman MTBS (2008).

Disentri

Berikut ini adalah manifestasi klinis diare berdasarkan lamanya diare yaitu
diare akut dan diare kronis :
DIARE AKUT

DIARE KRONIS
Penyakit usus halus:

Infeksi:

Crohn:

diare,

nyeri

gejala

utama,

arang

merupakan

abdomen, muntah
Disentri: darah bercampur lendir,

terdapat darah dan lendir, pada

ulkus

dan

yang lama, malnutrisi kronis dan

pada

penurunan berat badan.


Penyakit seliaka: riwayat intoleransi

pada

feses,

Penyakit

berhubungan dengan nyeri kolik

Entamoeba

Shigella/Salmonella:

rektum,
histolyca

demam,

berkeringat,

dewada

muda,

riwayat

penyakit

takikardi.
Kolera: diare berat, feses seperti

gandum dan sereal, dapat timbul

air

kronis, dan enurunan berat badan,

cucian

beras,

pada usia dewasa dengan diare

dehidrasi,

riwayat berpergian ke luar negeri.


Giardiasis

dan nyeri abdomen.


Sindrom blind loop: feses y ng
berbusa da ebrbau busuk, akibat
pertumbuhan

bakteri

yang

berlebihan dan fermentasi, biasanya


berhubungan

dengan

pembedahan

sebelunya,

riwayat
dapat

mmenimbulkan komplikasi penyakit


Antibiotik

Jangka pendek, sembuh sendiri,

Crohn.
Penyakit usus besar:

nyeri kolik ringan.

Kolitis ulseratif: intermitten, darah


dan

lendir, nyeri

kolik,

dewasa

muda. Mungkin terjadi singkat pada


keluhan

awal.

Kadang-kadang

timbul kolitis fulminan akut dengan

tanda-tanda akut abdomen.


Kanker kolon: pada usia yang lebih
tua, jarang terdapat darah dan
lendir, perubahan frekuensi mungkin
merupakan

satu-satunya

gejala,

darah samar feses positif massa

rektum.
Sindrom iriasi usus (irritation bowel
syndrome, IBS): diare bercampur
konstipasi, kembung, nyeri kolik,
feses erbentuk butiran kecil, tidak

pernah berdarah.
Palsu: feses tertahan dalam rektum,
feses yang encer di antara obstruksi
feses, pada usia lanjut, sakit jiwa,
obat-obatan

Disebabkan

oleh

infeksi

Clostridium

difficile,

ditandai

paling

dari tumor (VIP, serotonin, substansi


P,

brdaah,

laksatif.

kontsipasi

kadang-kadang

K+,

Tirotoksikosis, kecemasan, peptida

dengan diare berat yang dapat


yang

kehilangan

saring di rektum.
Penyakit divertikular (jarang)
Penyakit sistemik:

Kolitis pseudomembranosa

tetapi

menyebabkan

konstipasi.
Polip (vilus) (jarang): cair, diare
berlendir,

yang

aut

kalsitonin),

penyalahgunaan

terjadi

mungkin mengindikasi penyakit


yang bert. Memiliki gambaran
yang khas pada kolonoskopi.
Sumber : Grace et al, 2006
8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung
penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15
hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air,
dan sering berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi sering
didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan dengan
tinja berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin
Buang Air Besar. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan
khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering,
malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik.

Secara umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon
lebih mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya
makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang
dihasilkan (Fediani, 2012)
2) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu
dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit
abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau
tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa
mulut dan lidah kering atau basah. Pernapasan yang cepat dan dalam
indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada
bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan
capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian
beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif
dengan menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain.
(Fediani, 2012)

Tabel Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995 Penilaian A B C


Penilaian
Lihat:
Keadaan umum

Baik,sadar

Gelisah,rewel*

Lesu, lunglai atau

Mata

Normal

Cekung

tidak sadar*
Sangat
cekung

Air mata
Mulut dan Lidah
Rasa haus

Ada
Basah
Minum

Periksa:
Turgor kulit
Hasil pemeriksaan

Tidak ada
Kering
biasa *Haus

dan kering

tidak haus

ingin Sangat kering


*Malas
minum
minum banyak
atau tidak bisa

Kembali cepat

*Kembali lambat

Tanpa dehidrasi

Dehidrasi
ringan/sedang

minum
*Kembali

sangat

lambat
Dehidrasi berat

bila ada 1 tanda *


Terapi
Rencana terapi A

ditambah 1 atau
lebih tanda lain
Rencana terapi B

Rencana terapi C

Sumber : Fediani, 2012


Cara membaca tabel untuk menentukan kesimpulan derajat dehidrasi :
a. Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri (C ke A)
b. Kesimpulan derajat dehidrasi penderita ditentukan dari adanya 1 gejala kunci
(yang diberi tanda bintang) ditambah minimal 1 gejala yang lain (minimal 1
gejala) pada kolom yang sama.
Pemeriksaan Penunjang
1) Tes darah
Secara umum dilakukan hitung darah lengkap, LED, biokimiawi darah, tes
khusus dilakukan untuk mengukur albumin serum, vitamin B12, dan folat.
Anemia atau trombositosis mengarahkan dugaan adanya penyakit kronis.
Albumin yang rendah bisa menjadi patokan untuk tingkat keparahan penyakit
namun tidak spesifik.
2) Mikroskopik dan Kultur tinja
Mengidentifikasi organisme

penyebab.

Bakteri

Clostiridium

difficile

ditemukan pada 5% orang sehat; oleh karenanya diagnosis ditegakkan


berdasarkan adanya gejala disertai ditemukan toksin, bukan berdasarkan
ditemukan organisme saja.
Inspeksi feses merupakan

pemeriksaan

yang

sangat

membantu.

Pemeriksaan feses dibedakan menjadi tes spesifik dan tes non spesifik.
Pemeriksaan spesifik diantaranya tes untuk enzim pankreas seperti

elastase feses.
Pemeriksaan non spesifik diantaranya osmolalitas tinja dan perhitungan
osmotik gap mempunyai nilai dalam membedakan diare osmotik,
sekretorik dan diare factitious. Osmolalitas feses yang rendah < 290
mosmol/kg menandakan kontaminasi urine, air atau intake cairan
hipotonik berlebihan. Osmolalitas cairan feses sama dengan serum jika
pasien menggunakan laksansia, daire osmotik atau diare sekretorik.
Fekal osmotik gap dapat dihitung berdasarkan rumus 290 2x
(konsentrasi natrium + kalium). Konsentrasi natrium dan kalium feses
diukur pada cairan feses setelah homogenisasi dan sentrifugasi.
Osmotik gap dapat dipergunakan untuk memperkirakan peranan

elektrolit dan non elektrolit dalam terjadinya retensi air didalam lumen
intestinal. Pada diare sekretorik elektrolit yang tidak diabsorpsi
mempertahankan air dalam lumen, sedangkan pada diare osmotik
komponen non elektrolit yang menyebabkan retensi air. Osmotik gap
pada diare osmotik >125 mosmol/kg, sedangkan pada diare sekretorik
<50 mosmol/kg. (Wiryani&Wibawa. 2007)
3) Lemak dalam tinja
Cara paling sederhana adalah pewarnaan sampel tinja dengan Sudan black
kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada kasus yang lebih sulit, kadar
lemak tinja harus diukur, walaupun untuk pengukuran ini dibutuhkan diet
yang terstandardidasi.
4) Foto polos abdomen
Pada foto polos abdomen dapat terlihat kalsifikasi pancreas, walaupun jika
diduga terjadi insufisiensi pancreas, sebaiknya diperiksa dengan endoscopic
retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dan atau CT pancreas. Foto
polos abdomen juga dapat menunjukkan gambaran kolitis akut.
5) Endoskopi, aspirasi duodenum, dan biopsi
Untuk menyingkirkan penyakit seliaka dan giardiasis.
6) Kolonoskopi dan biopsi
Endoskopi saluran pencernaan bagian bawah lebih menguntungkan
daripada pencitraan radiologi dengan kontras karena, bahkan jika mukosa
terlihat normal, pada biopsi dapat ditemukan colitis mikroskopik (misalnya
colitis limfositik, colitis kolagenosa).
7) Sigmoidoskopi
Khususnya pada dugaan kolitis ulseratif atau kanker (atau kolitis amoeba).
8) Hydrogen breath test
Untuk hipolaktasia (laktosa) atau pertumbuhan berlebih bakteri pada usus
halus (laktulosa).
9) Pencitraan usus halus
Menunjukkan divertikulum jejuni, penyakit Crohn atau bahkan striktur usus
halus.
10)Hormon usus puasa
Jika ada dugaan tumor yang mensekresi hormon, harus dilakukan
pengukuran kadar kadar hormon puasa.
11) Berat tinja 24 jam (diulang saat puasa)
Walaupun sering ditulis di urutan terakhir daftar pemeriksaan penunjang,
pemeriksaaan ini tetap merupakan cara paling tepat untuk membedakan
diare osmotik dengan diare sekretorik.
9. PENATALAKSANAAN MEDIS

Saat ini WHO menganjurkan 4 hal utama yang efektif dalam menangani
anak-anak yang menderita diare akut, yaitu penggantian cairan (rehidrasi),
cairan diberikan secara oral untuk mencegah dehidrasi yang sudah terjadi,
pemberian makanan terutama ASI selama diare dan pada masa penyembuhan
diteruskan, tidak menggunakan obat antidiare, serta petunjuk yang efektif bagi
ibu serta pengasuh tentang perawatan anak yang sakit di rumah, terutama cara
membuat dan memberi oralit, tanda-tanda yang dapat dipakai sebagai pedoman
untuk membawa anak kembali berobat serta metoda yang efektif untuk
mencegah diare.
Penjelasan lain menurut Hidayat (2005) penatalaksanaan penderita diare di
rumah antara lain:
1) Memberi Tambahan Cairan
Berikan cairan lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian, jika
anak memperoleh ASI eksklusif berikan oralit atau air matang sebagai
tambahan. Anak yang tidak memperoleh ASI eksklusif berikan 1 atau lebih
cairan berikut: oralit, cairan makanan (kuah, sayur, air tajin) atau air matang.
Sebagai tenaga kesehatan harus memberitahu ibu berapa banyak cairan
seharinya:
a. Sampai umur 1 tahun : 50 sampai 100 ml setiap kali berak
b. Umur 1 sampai 5 tahun : 100 sampai 200 ml setiap kali berak
Minumkan cairan sedikit demi sedikit tetapi sering dan jika muntah tunggu
10 menit kemudian lanjutkan lagi sampai diare berhenti.
2) Memberi Makanan
Saat diare anak tetap harus diberi makanan yang memadai, jangan
pernah mengurangi makanan yang biasa dikonsumsi anak, termasuk ASI dan
susu. Hindari makanan yang dapat merangsang pencernaan anak seperti
makanan yang asam, pedas atau buah-buahan yang mempunyai sifat
pencahar.
Bila diare terjadi berulang kali, balita atau anak akan kehilangan cairan
atau dehidrasi yang ditandai dengan:
a. Anak menangis tanpa air mata
b. Mulut dan bibir kering
c. Selalu merasa haus

d. Air seni keluar sedikit dan berarna gelap, ada kalanya tidak keluar sama
sekali.
e. Mata cekung dan terbenam
f. Bayi tanda dehidrasi bias dilihat dari ubun-ubun yang menjadi cekung
g. Anak mudah mengantuk
h. Anak pucat dan turgor tidak baik
Untuk menanggulanginya perlu diberi cairan banyak, tidak harus oralit.
Bisa berupa teh manis, larutan gula garam atau sup. Air tajin justru cukup
efektif bagi bayi untuk mengatasi diare. Dan jauh lebih baik dibandingkan
dengan oralit karena tajin mengandung glukosa primer yang mudah diserap.
Penggunaan air tajin sebagai obat diare tidak berbahaya untuk bayi sekalipun
(Suryana, 2005).
Penatalaksanaan penderita diare di tempat pelayanan kesehatan atau
penatalaksanaan secara medis (Ngastiyah, 2005):
1) Pemberian Cairan
o Cairan peroral, diberikan pada pasien dengan dehidrasi rungan atau
sedang bisa diberi oralit
o Cairan parenteral, pemberiannya dapat diberikan dengan cara melalui
intra vena misalnya cairan Ringer Laktat (RL) yang selalu tersedia di
fasilitas kesehatan di mana saja.
o Pengobatan Diatetik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan <
7 kg jenis makanannya adalah:
o Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM (Low Lactose Milk), Almiron atau
sejenis lainnya).
o Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila
anak tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa.
o Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya
susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai
sedang atau tidak jenuh.
2) Obat-Obatan

Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja
dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan
glukosa atau karbohidrat lain:
a. Asetosal dosis 25 mg/kg BB/hari
b. Khlorpromazin dosis 0,5-1 mg/kg BB/hari.
Untuk penatalaksanaan pada diare DEPKES RI 2011 membentuk LINTAS
DIARE (Lima langkah tuntaskan diare) yakni:
1) Oralit, berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi
dehidrasi.
2) ZINC diberikan selama 10 hari berturut-turut, mengurangi lama dan beratnya
diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan. ZINC juga dapat
mengembalikan nafsu makan anak. Cara Pemberian Obat Zinc:
Pastikan semua anak yang menderita Diare mendapat obat Zinc selama
10 hari berturut-turut
Dosis obat Zinc (1 tablet= 20 mg)
- Umur < 6 bulan: 1/2 tablet /hari
- Umur 6 bulan: 1 tablet /hari
Larutkan tablet dalam satu sendok air matang atau ASI (tablet mudah
larut 30 detik), segera berikan kepada anak.
Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc,
ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil
dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh.
Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap
berikan obat Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.
3) ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang
sama pada waktu anak sehat, untuk mencegah kehilangan berat badan
serta pengganti nutrisi yang hilang.
4) Antibiotik hanya diberikan pada diare berdarah, kolera dan diare dengan
masalah lain.
5) Segera kembali ke petugas kesehatan jika ada demam, tinja berdarah,
muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus diare makin sering
atau belum membaik dalam 3 hari.
RENCANA TERAPI A (TANPA DEHIDRASI)
Bila terdapat dua tanda atau lebih yakni:

Keadaan Umum baik, sadar


Mata tidak cekung

minum biasa, tidak haus


Cubitan kulit perut / turgor kembali segera

RENCANANYA YAKNI:
MENERANGKAN 5 LANGKAH TERAPI DIARE DI RUMAH
1) BERI CAIRAN LEBIH BANYAK DARI BIASANYA
Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai
tambahan
Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum
dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air
tajin, air matang, dsb)
Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan
dilanjutkan sedikit demi sedikit.
- Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak
- Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak.
Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:
- Telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C.
- Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan

jika

diare

memburuk.
Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.
2) BERI OBAT ZINC
Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat
diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang
atau ASI.
- Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
- Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
3) BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI
Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu
anak sehat
Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa
hijau.
Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 34 jam)
Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan
tambahan selama 2 minggu
4) ANTIBIOTIK HANYA DIBERIKAN SESUAI INDIKASI. MISAL: DISENTERI,
KOLERA dll
5) NASIHATI IBU/ PENGASUH: Untuk membawa anak kembali ke petugas
kesehatan bila :
Berak cair lebih sering

Muntah berulang
Sangat haus
Makan dan minum sangat sedikit
Timbul demam
Berak berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari

RENCANA TERAPI B (DENGAN DEHIDRASI RINGAN/SEDANG)


Diare dehidrasi Ringan/ Sedang bila terdapat dua tanda atau lebih:

Gelisah, rewel
Mata cekung
Ingin minum terus, ada rasa haus
Cubitan kulit perut / turgor kembali lambat

RENCANANYA YAKNI:
1) PEMBERIAN ORALIT:
Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama di sarana kesehatan
adalah 75 x BB anak.
Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di bawah ini:
UmurSampai

4 bulan

4 -12 bulan

12-24 bulan

2-5 tahun

Berat Badan

< 6 kg

6-10 kg

10-12 kg

12-19 kg

Jumlah cairan

200-400

400-700

700-900

900-1400

Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah.


Bujuk ibu untuk meneruskan ASI.
Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100-200 ml
air masak selama masa ini.
Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI
dan oralit
Beri obat Zinc selama 10 hari berturut-turut
2) AMATI ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN
ORALIT:
Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan.
Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas.
Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah.
Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan
air masak atau ASI. Beri oralit sesuai Rencana Terapi A bila
pembengkakan telah hilang.
3) SETELAH 3-4 JAM, NILAI KEMBALI ANAK MENGGUNAKAN BAGAN
PENILAIAN, KEMUDIAN
PILIH RENCANA TERAPI A, B ATAU C UNTUK MELANJUTKAN
TERAPI

Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah
hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi Rencana

Terapi B
Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C
4) BILA IBU HARUS PULANG SEBELUM SELESAI RENCANA TERAPI B
Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam Terapi 3 jam di
ntravena
Dapatkah
segera.
anda
Ringer
memberikan
Laktat atau
cairan
NaCl
IV 0,9% (bila RL tidak tersedia) 100 ml/kg BB, dibagi sebaga
rumah
gi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba
Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah
i tiap 15-30 menit. Bila nadi belum teraba, beri tetesan lebih cepat.
Jelaskan 5Ya
langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah
alit (5 ml/kg/jam) bila penderita bisa minum biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau1-2 jam (anak).
t Zinc selama 10 hari berturut-turut.
m (bayi) atau 3 RENCANA
jam (anak)TERAPI
nilai lagi
derajat dehidrasi.
Kemudian
C (DENGAN
DEHIDRASI
BERAT) pilihlah rencana terapi yang sesua
Diare dehidrasi berat bila terdapat dua tanda atau lebih:

Tidak
Lesu,
lunglai / tidak sadar
Mata cekung
Malas minum
Cubitan kulit perut / turgor kembali sangat lambat

RENCANANYA YAKNI:
Ikuti tanda panah jika ya lanjut ke kanan, bila tidak lanjut ke bawah

Adakah Terapi
Rujuk
terdekat
penderita
(dalam
untuk
30terapi
menit)?
Intravena.
Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara memberikannya selam
Ya

Tidak

patMulai
menggunakan
rehidrasi dengan
pipa nasogastrik
oralit melalui
/orogastrik
Nasogastrik/
untuk Orogastrik.
rehidrasi? Berikan sedikit demi sedikit, 20 ml/
Nilai setiap 1-2 jam:
Bila muntah atau perut kembung
berikan cairan lebih lambat.
Ya
Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam rujuk untuk terapi Intravena.
Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai (A, B atau C )

Tidak

Mulai rehidrasi dengan oralit melalui mulut. Berikan sedikit demi sedikit, 20 ml/kg BB/jam
Apakah
penderita
bisa
minum?
Nilai
setiap 1-2
jam:
Ya
Bila muntah atau perut kembung berikan cairan lebih lambat.
Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk untuk terapi Intravena.
Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai.
Tidak

ak untuk rehidrasi melalui Nasogastrik/Orogastrik atau Intravena.


nderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk memastikan bahwa ibu dapat menjaga mengemba
2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah, pikirkan kemungkinan kolera dan beri antibiotik

10. KOMPLIKASI
Menurut Sudarti (2010) komplikasi akibat diare adalah:
1) Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari presentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi
ringan, sedang atau berat.
2) Gangguan Sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat.
Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat
mengalami syok atau persyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume
cairan (hipovolemia).
3) Gangguan asam-basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam
tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk membantu
meningkatkan pH arteri.
4) Gangguan Gizi
Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang
berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan,
serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (malnutrisi
Dewi (2010) menambahkan komplikasi diare sebagai berikut:
1) Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan gejala lemah,
bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram.
2) Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.
3) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defesiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
11. PENCEGAHAN
WHO (2013) menyebutkan beberapa hal yang dapat dilakakukan untuk
mencegah diare, diantaranya:
Konsumsi air minum yang bersih
Sanitasi lingkungan yang bersih
Selalu cuci tangan dengan sabun

Berikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan


Lakukan personal hygiene
Selalu jaga kebersihan makanan
Lakukan edukasi mengenai bagaimana penyebaran infeksi diare
Vaksinasi rotavirus

DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito W. 2007. FAKTOR RISIKO DIARE PADA BAYI DAN BALITA DI
INDONESIA: SYSTEMATIC REVIEW PENELITIAN AKADEMIK BIDANG
KESEHATAN MASYARAKAT. Makara Kesehatan FKM UI: Depok.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare.
Jakarta: DEPKES RI
Departemen Kesehatan RI. 2008. LINTAS DIARE Lima Langkah Tuntaskan Diare.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan.
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika.
F Adyanastri. 2012. Etiologi dan Gambaran Klinis Diare Akut di RSUP dr Kariadi
Semarang.

Online.

Available

from:

eprints.undip.ac.id/37538/1/Festy_G2A008082_Lap_kti.pdf.
Fediani, T. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Tindakan Ibu
Terhadap Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Tanjung Sari tahun 2011.
Online.

Available

from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31092/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses tanggal 5 Maret 2015.
Grace, Pierce A. & Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit
Erlangga.

Hidayat A.A.A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Situasi DIARE di Indonesia. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Kligler B, Cohrssen A. 2008. Probiotics. Am Fam Physician 2008; 78: 1073 8.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2007. Laporan Nasional 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413.
Sinthamurniwaty. 2006. FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE AKUT PADA
BALITA (Studi Kasus di Kabupaten Semarang). FK UNDIP: Semarang.
Sudarti. 2010. Kelainan dan Penyakit pada Bayi & Anak. Yogyakarta: Nuha Medika.
Weizman Z, Asli G, Alsheikh A. 2008. Effect of a Probiotic Infant Formula on
Infections in Child Care Centers: Comparison of Two Probiotic Agents.
Pediatrics 2008; 115: 5-9.
WHO. 2013. Diarrhoeal Disease.
Wiryani & Wibawa. Pendekatan Diagnostik dan Terapi Diare Kronis. Online. Available
from:

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=13129&val=927.

Bagian ?SMF Ilmu Penyakut Dalam FK Unud?RS Sanglah, Denpasar.


Diakses tanggal 5 Maret 2015.
Wulandari, Anjar Purwidiana. 2009. Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Faktpr
Sosiodemografi dengan Kejadian Diare pada Balita di Desa Blimbing
Kecamatan Sambirejo Kabupaten Sragen 2009. Skripsi Universitas Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai

  • Mobilisasi Dini
    Mobilisasi Dini
    Dokumen12 halaman
    Mobilisasi Dini
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • Kulit Histologi
    Kulit Histologi
    Dokumen10 halaman
    Kulit Histologi
    Laksmi Puspitasari
    Belum ada peringkat
  • Form Mcu Awal
    Form Mcu Awal
    Dokumen2 halaman
    Form Mcu Awal
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • PNC
    PNC
    Dokumen25 halaman
    PNC
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • Basalioma Refrat
    Basalioma Refrat
    Dokumen18 halaman
    Basalioma Refrat
    OviAmoi
    Belum ada peringkat
  • SKALA Triase Australasia
    SKALA Triase Australasia
    Dokumen25 halaman
    SKALA Triase Australasia
    Ketut Aryawan
    100% (4)
  • Patofis Diare Fix
    Patofis Diare Fix
    Dokumen2 halaman
    Patofis Diare Fix
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • Keluarga Dengan Anak Balita
    Keluarga Dengan Anak Balita
    Dokumen8 halaman
    Keluarga Dengan Anak Balita
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • Isolation Room
    Isolation Room
    Dokumen8 halaman
    Isolation Room
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • Patofisiologi Sepsis
    Patofisiologi Sepsis
    Dokumen2 halaman
    Patofisiologi Sepsis
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • PATOFISIOLOGI
    PATOFISIOLOGI
    Dokumen1 halaman
    PATOFISIOLOGI
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • LP Diabetic Foot
    LP Diabetic Foot
    Dokumen24 halaman
    LP Diabetic Foot
    Dwi Retno Selvitriana
    75% (4)
  • Patofis Asma
    Patofis Asma
    Dokumen2 halaman
    Patofis Asma
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • LP Vulnus Apertum
    LP Vulnus Apertum
    Dokumen15 halaman
    LP Vulnus Apertum
    Dwi Retno Selvitriana
    100% (1)
  • SAP Keracunan
    SAP Keracunan
    Dokumen8 halaman
    SAP Keracunan
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • KUESIONER MUTU
    KUESIONER MUTU
    Dokumen13 halaman
    KUESIONER MUTU
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • Asidosis Metabolik
    Asidosis Metabolik
    Dokumen3 halaman
    Asidosis Metabolik
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • Karsinoma Sel Basal
    Karsinoma Sel Basal
    Dokumen17 halaman
    Karsinoma Sel Basal
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • LP Dispepsia
    LP Dispepsia
    Dokumen10 halaman
    LP Dispepsia
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • Pyeloneprhitis
    Pyeloneprhitis
    Dokumen6 halaman
    Pyeloneprhitis
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • Pyeloneprhitis
    Pyeloneprhitis
    Dokumen6 halaman
    Pyeloneprhitis
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen12 halaman
    Bab I
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • LP Stemi Pci
    LP Stemi Pci
    Dokumen49 halaman
    LP Stemi Pci
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • LP Dispepsia
    LP Dispepsia
    Dokumen10 halaman
    LP Dispepsia
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • GMO
    GMO
    Dokumen25 halaman
    GMO
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • LP Hisprung
    LP Hisprung
    Dokumen23 halaman
    LP Hisprung
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • ADHF Pathway
    ADHF Pathway
    Dokumen2 halaman
    ADHF Pathway
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • BRONKIOLITIS
    BRONKIOLITIS
    Dokumen10 halaman
    BRONKIOLITIS
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kelompok 1-Herpes
    Laporan Kelompok 1-Herpes
    Dokumen10 halaman
    Laporan Kelompok 1-Herpes
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat
  • BRONKIOLITIS
    BRONKIOLITIS
    Dokumen10 halaman
    BRONKIOLITIS
    Dwi Retno Selvitriana
    Belum ada peringkat