DIARE
OLEH:
CANDRA RESTU MENTARI
125070201111021
YULIA KURNIAWATI
125070201111023
125070201111027
MIKE ISTIANAWATI
125070201111033
125070218113043
125070218113045
ADZANEA AL HAFIZ
125070218113054
125070200131005
AA FLORA YUNDA A
125070200131007
FATIMAH AZ ZAHRA
125070200131008
FEBRINA ARDIANTI
125070200131009
SUNARDIMAN
125070207111015
LATIFIA DEWI F
125070207111007
1. DEFINISI
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya
lebih sering (biasanya 3x/hari atau lebih) dalam satu hari (DEPKES RI, 2008).
2. KLASIFIKASI
Menurut Depkes RI (2000) dalam Wulandari (2009), berdasarkan jenisnya
diare dibagi empat yaitu:
1) Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi
merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2) Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan
terjadinnya komplikasi pada mukosa.
3) Diare persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme.
4) Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga
disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit
lainnya.
Menurut referensi lain disebutkan bahwa klasifikasi diare yaitu:
1) Diare osmotik
Diare tipe ini disebabkan oleh peningkatan tekanan osmotik intralumen usus
halus yang disebabkan oleh obat-obatan atau zat kimia yang hiperosmotik
(MgSO4, Mg(OH)2, malabsorbsi umum, dan defek dalam absorbsi mukosa
usus misal pada defisiensi disararidase, malabsorbsi glukosa/galaktosa
(Weizman Z,dkk.2008; Kligler B. 2008).
2) Diare sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air maupun elektrolit dari
usus, menurunnya absorbsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis
ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan
tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari
diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae,
atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormon (VIPoma), reseksi
ileum (gangguan absorbsi garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl
sodium sulfosuksinat, dll) (Weizman Z,dkk.2008; Kligler B. 2008).
3) Diare infeksi
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut
kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas noninvasif (tidak merusak
mukosa) dan invasif (merusak mukosa). Bakteri noninvasif menyebabkan
diare karena toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare
toksigenik. Misalnya enterotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Vibrio
cholerae/eltor, yang mana enterotoksin yang dihasilkan merupakan protein
yang dapat menempel pada epitel usus, yang kemudian membentuk adenosin
monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif
anion klorida yang diikuti air, ion bikarbonat, dan kation natrium serta kalium.
Mekanisme absorbsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak
terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti ion bikarbonat, air, natrium,
ion kalium) dapat dikompensasi oleh meningginya absorbsi ion natrium
(diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensai ini dapat
dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorbsi secara aktif oleh
dinding sel usus (Weizman Z,dkk.2008; Kligler B. 2008).
Klasifikasi diare persisten:
Diare persisten memiliki tanda-tanda antara lain diare sudah lebih dari 14
hari dengan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu diare persisten berat
apabila ditemukan adanya tanda dehidrasi dan diare persisten apabila tidak
ditemukan adanya tanda dehidrasi (Hidayat A.A.A. 2008).
3. EPIDEMIOLOGI
Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur
dengan prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%.
Sedangkan menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir
sama, yaitu 8,9% pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Prevalensi diare
menurut kelompok umur dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Shigella
Salmonella
E. Coli
Gol. Vibrio
Bacillus cereus
Clostridium perfringens
Stafilokokus aureus
Campylobacter aeromonas
2) Virus
Rotavirus
Adenovirus
Norwalk virus
Coronavirus
Astrovirus
3) Parasit
Protozoa
Entamoeba histolytica
Giardia lamblia
Balantidium coli
Trichuris trichiura
Cryptosporidium parvum
Strongyloides stercoralis
Non Infeksi
1) Malabsorpsi
a. Malabsorbsi Karbohidrat
Disakarida
(intolerans
laktosa,
maltosa,
sukrosa),
monosakarida
menyebabkan 300 kasus diare per 1000 penduduk. Sanitasi yang buruk dituding
sebagai penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E.coli dalam air bersih yang
dikonsumsi masyarakat. Bakteri E.coli mengindikasikan adanya pencemaran tinja
manusia. Kontaminasi bakteri E.coli terjadi pada air tanah yang banyak disedot
penduduk di perkotaan, dan sungai yang menjadi sumber air baku di PDAM pun
tercemar bakteri ini (Adisasmito W, 2007).
Adapun hasil penelitian dari Sinthamurniwaty dalam tesis yang berjudul
FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE AKUT PADA BALITA (Studi Kasus
di Kabupaten Semarang)
kuman
oleh
anak
kecil.
Tersedianya
air
penting
untuk
watery
diarrhea
sedangkan
campylobacter
dan
amoeba
demam,
hematosechia,
berak-berak,
nyeri
perut
sampai
kram(Triadmodjo, 1993).
Karena kehilngan cairan maka penderita merasa haus, berat badan
berkurang, mata cekung, lidah/ mulut kering, tulang pipi menonjol, turgor
berkurang, suara serak. Akibat asidosis metabolik akan menyebabkan frekuensi
pernafasan cepat, gangguan kardiovaskuler berupa nadi yang cepat tekanan
darah menurun, pucat, akral dingin kadang-kadang sianosis, aritmia jantung
karena gangguan elektrolit, anura sampai gagal ginjal akut(Sudigbya, 1992;
Triadmodjo, 1993).
Gejala diare akut dapat dibagi dalam 3 fase, yaitu:
Fase pemulihan: gejala diare dan kolik abdomen berkurang, disertai fatigue.
(Kolopaking, 2002; Joan et al,. 1998).
Dalam praktek klinis sangat penting dalam membedakan gejala antara
diare yang bersifat inflamasi dan diare yang bersifat noninflamasi. Berikut ini
yang perbedaan diare inflamasi dan diare non inflamasi.
Manifestasi
Karakter tinja
Diare Inflamasi
Volume sedikit,
Diare noninflamasi
Volume banyak, cair, tanpa
Patologi
ileum distal
Mekanisme
Inflamasi mukosa
Diare sekretorik/osmotik
diare
mengganggu absorbsi
enterotoksin atau
Kemungkinan
inflamasi
Shigella, Salmonella,
patogen
Clampylobacter, E. Colli,
Yersinina enterocolitica.
Klasifikasi
Diare dengan dehidrasi
berat
2. Mata cekung
3. Tidak bisa minum atau malas minum
4. Cubitan kulit perut kembalinya sagat lambat
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda berikut:
ringan/sedang
2. Mata cekung
3. Haus, minum dengan lahap
4. Cubitan kulit perut kembalinya lambat
Tidak ada tanda-tanda untuk diklasifikasikan sebagai Diare tanpa dehidrasi
dehidrasi berat atau ringan/sedang
Diare selama 14 hari atau lebih disertai dengan Diare presisten berat
dehidrasi
Diare selama 14 hari atau lebih tanpa disertai tanda Diare presisten
dehidrasi
Terdapat darah dalam tinja (berak bercampur darah)
Sumber: Pedoman MTBS (2008).
Disentri
Berikut ini adalah manifestasi klinis diare berdasarkan lamanya diare yaitu
diare akut dan diare kronis :
DIARE AKUT
DIARE KRONIS
Penyakit usus halus:
Infeksi:
Crohn:
diare,
nyeri
gejala
utama,
arang
merupakan
abdomen, muntah
Disentri: darah bercampur lendir,
ulkus
dan
pada
pada
feses,
Penyakit
Entamoeba
Shigella/Salmonella:
rektum,
histolyca
demam,
berkeringat,
dewada
muda,
riwayat
penyakit
takikardi.
Kolera: diare berat, feses seperti
air
cucian
beras,
dehidrasi,
bakteri
yang
dengan
pembedahan
sebelunya,
riwayat
dapat
Crohn.
Penyakit usus besar:
lendir, nyeri
kolik,
dewasa
awal.
Kadang-kadang
satu-satunya
gejala,
rektum.
Sindrom iriasi usus (irritation bowel
syndrome, IBS): diare bercampur
konstipasi, kembung, nyeri kolik,
feses erbentuk butiran kecil, tidak
pernah berdarah.
Palsu: feses tertahan dalam rektum,
feses yang encer di antara obstruksi
feses, pada usia lanjut, sakit jiwa,
obat-obatan
Disebabkan
oleh
infeksi
Clostridium
difficile,
ditandai
paling
brdaah,
laksatif.
kontsipasi
kadang-kadang
K+,
kehilangan
saring di rektum.
Penyakit divertikular (jarang)
Penyakit sistemik:
Kolitis pseudomembranosa
tetapi
menyebabkan
konstipasi.
Polip (vilus) (jarang): cair, diare
berlendir,
yang
aut
kalsitonin),
penyalahgunaan
terjadi
Secara umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon
lebih mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya
makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang
dihasilkan (Fediani, 2012)
2) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu
dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit
abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau
tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa
mulut dan lidah kering atau basah. Pernapasan yang cepat dan dalam
indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada
bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan
capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi. Penilaian
beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif
dengan menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain.
(Fediani, 2012)
Baik,sadar
Gelisah,rewel*
Mata
Normal
Cekung
tidak sadar*
Sangat
cekung
Air mata
Mulut dan Lidah
Rasa haus
Ada
Basah
Minum
Periksa:
Turgor kulit
Hasil pemeriksaan
Tidak ada
Kering
biasa *Haus
dan kering
tidak haus
Kembali cepat
*Kembali lambat
Tanpa dehidrasi
Dehidrasi
ringan/sedang
minum
*Kembali
sangat
lambat
Dehidrasi berat
ditambah 1 atau
lebih tanda lain
Rencana terapi B
Rencana terapi C
penyebab.
Bakteri
Clostiridium
difficile
pemeriksaan
yang
sangat
membantu.
Pemeriksaan feses dibedakan menjadi tes spesifik dan tes non spesifik.
Pemeriksaan spesifik diantaranya tes untuk enzim pankreas seperti
elastase feses.
Pemeriksaan non spesifik diantaranya osmolalitas tinja dan perhitungan
osmotik gap mempunyai nilai dalam membedakan diare osmotik,
sekretorik dan diare factitious. Osmolalitas feses yang rendah < 290
mosmol/kg menandakan kontaminasi urine, air atau intake cairan
hipotonik berlebihan. Osmolalitas cairan feses sama dengan serum jika
pasien menggunakan laksansia, daire osmotik atau diare sekretorik.
Fekal osmotik gap dapat dihitung berdasarkan rumus 290 2x
(konsentrasi natrium + kalium). Konsentrasi natrium dan kalium feses
diukur pada cairan feses setelah homogenisasi dan sentrifugasi.
Osmotik gap dapat dipergunakan untuk memperkirakan peranan
elektrolit dan non elektrolit dalam terjadinya retensi air didalam lumen
intestinal. Pada diare sekretorik elektrolit yang tidak diabsorpsi
mempertahankan air dalam lumen, sedangkan pada diare osmotik
komponen non elektrolit yang menyebabkan retensi air. Osmotik gap
pada diare osmotik >125 mosmol/kg, sedangkan pada diare sekretorik
<50 mosmol/kg. (Wiryani&Wibawa. 2007)
3) Lemak dalam tinja
Cara paling sederhana adalah pewarnaan sampel tinja dengan Sudan black
kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada kasus yang lebih sulit, kadar
lemak tinja harus diukur, walaupun untuk pengukuran ini dibutuhkan diet
yang terstandardidasi.
4) Foto polos abdomen
Pada foto polos abdomen dapat terlihat kalsifikasi pancreas, walaupun jika
diduga terjadi insufisiensi pancreas, sebaiknya diperiksa dengan endoscopic
retrograde cholangiopancreatography (ERCP) dan atau CT pancreas. Foto
polos abdomen juga dapat menunjukkan gambaran kolitis akut.
5) Endoskopi, aspirasi duodenum, dan biopsi
Untuk menyingkirkan penyakit seliaka dan giardiasis.
6) Kolonoskopi dan biopsi
Endoskopi saluran pencernaan bagian bawah lebih menguntungkan
daripada pencitraan radiologi dengan kontras karena, bahkan jika mukosa
terlihat normal, pada biopsi dapat ditemukan colitis mikroskopik (misalnya
colitis limfositik, colitis kolagenosa).
7) Sigmoidoskopi
Khususnya pada dugaan kolitis ulseratif atau kanker (atau kolitis amoeba).
8) Hydrogen breath test
Untuk hipolaktasia (laktosa) atau pertumbuhan berlebih bakteri pada usus
halus (laktulosa).
9) Pencitraan usus halus
Menunjukkan divertikulum jejuni, penyakit Crohn atau bahkan striktur usus
halus.
10)Hormon usus puasa
Jika ada dugaan tumor yang mensekresi hormon, harus dilakukan
pengukuran kadar kadar hormon puasa.
11) Berat tinja 24 jam (diulang saat puasa)
Walaupun sering ditulis di urutan terakhir daftar pemeriksaan penunjang,
pemeriksaaan ini tetap merupakan cara paling tepat untuk membedakan
diare osmotik dengan diare sekretorik.
9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Saat ini WHO menganjurkan 4 hal utama yang efektif dalam menangani
anak-anak yang menderita diare akut, yaitu penggantian cairan (rehidrasi),
cairan diberikan secara oral untuk mencegah dehidrasi yang sudah terjadi,
pemberian makanan terutama ASI selama diare dan pada masa penyembuhan
diteruskan, tidak menggunakan obat antidiare, serta petunjuk yang efektif bagi
ibu serta pengasuh tentang perawatan anak yang sakit di rumah, terutama cara
membuat dan memberi oralit, tanda-tanda yang dapat dipakai sebagai pedoman
untuk membawa anak kembali berobat serta metoda yang efektif untuk
mencegah diare.
Penjelasan lain menurut Hidayat (2005) penatalaksanaan penderita diare di
rumah antara lain:
1) Memberi Tambahan Cairan
Berikan cairan lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian, jika
anak memperoleh ASI eksklusif berikan oralit atau air matang sebagai
tambahan. Anak yang tidak memperoleh ASI eksklusif berikan 1 atau lebih
cairan berikut: oralit, cairan makanan (kuah, sayur, air tajin) atau air matang.
Sebagai tenaga kesehatan harus memberitahu ibu berapa banyak cairan
seharinya:
a. Sampai umur 1 tahun : 50 sampai 100 ml setiap kali berak
b. Umur 1 sampai 5 tahun : 100 sampai 200 ml setiap kali berak
Minumkan cairan sedikit demi sedikit tetapi sering dan jika muntah tunggu
10 menit kemudian lanjutkan lagi sampai diare berhenti.
2) Memberi Makanan
Saat diare anak tetap harus diberi makanan yang memadai, jangan
pernah mengurangi makanan yang biasa dikonsumsi anak, termasuk ASI dan
susu. Hindari makanan yang dapat merangsang pencernaan anak seperti
makanan yang asam, pedas atau buah-buahan yang mempunyai sifat
pencahar.
Bila diare terjadi berulang kali, balita atau anak akan kehilangan cairan
atau dehidrasi yang ditandai dengan:
a. Anak menangis tanpa air mata
b. Mulut dan bibir kering
c. Selalu merasa haus
d. Air seni keluar sedikit dan berarna gelap, ada kalanya tidak keluar sama
sekali.
e. Mata cekung dan terbenam
f. Bayi tanda dehidrasi bias dilihat dari ubun-ubun yang menjadi cekung
g. Anak mudah mengantuk
h. Anak pucat dan turgor tidak baik
Untuk menanggulanginya perlu diberi cairan banyak, tidak harus oralit.
Bisa berupa teh manis, larutan gula garam atau sup. Air tajin justru cukup
efektif bagi bayi untuk mengatasi diare. Dan jauh lebih baik dibandingkan
dengan oralit karena tajin mengandung glukosa primer yang mudah diserap.
Penggunaan air tajin sebagai obat diare tidak berbahaya untuk bayi sekalipun
(Suryana, 2005).
Penatalaksanaan penderita diare di tempat pelayanan kesehatan atau
penatalaksanaan secara medis (Ngastiyah, 2005):
1) Pemberian Cairan
o Cairan peroral, diberikan pada pasien dengan dehidrasi rungan atau
sedang bisa diberi oralit
o Cairan parenteral, pemberiannya dapat diberikan dengan cara melalui
intra vena misalnya cairan Ringer Laktat (RL) yang selalu tersedia di
fasilitas kesehatan di mana saja.
o Pengobatan Diatetik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan <
7 kg jenis makanannya adalah:
o Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan
asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM (Low Lactose Milk), Almiron atau
sejenis lainnya).
o Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila
anak tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa.
o Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya
susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai
sedang atau tidak jenuh.
2) Obat-Obatan
Prinsip pengobatan diare ialah menggantikan cairan yang hilang melalui tinja
dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan
glukosa atau karbohidrat lain:
a. Asetosal dosis 25 mg/kg BB/hari
b. Khlorpromazin dosis 0,5-1 mg/kg BB/hari.
Untuk penatalaksanaan pada diare DEPKES RI 2011 membentuk LINTAS
DIARE (Lima langkah tuntaskan diare) yakni:
1) Oralit, berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi
dehidrasi.
2) ZINC diberikan selama 10 hari berturut-turut, mengurangi lama dan beratnya
diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan. ZINC juga dapat
mengembalikan nafsu makan anak. Cara Pemberian Obat Zinc:
Pastikan semua anak yang menderita Diare mendapat obat Zinc selama
10 hari berturut-turut
Dosis obat Zinc (1 tablet= 20 mg)
- Umur < 6 bulan: 1/2 tablet /hari
- Umur 6 bulan: 1 tablet /hari
Larutkan tablet dalam satu sendok air matang atau ASI (tablet mudah
larut 30 detik), segera berikan kepada anak.
Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc,
ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil
dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis penuh.
Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap
berikan obat Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.
3) ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang
sama pada waktu anak sehat, untuk mencegah kehilangan berat badan
serta pengganti nutrisi yang hilang.
4) Antibiotik hanya diberikan pada diare berdarah, kolera dan diare dengan
masalah lain.
5) Segera kembali ke petugas kesehatan jika ada demam, tinja berdarah,
muntah berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus diare makin sering
atau belum membaik dalam 3 hari.
RENCANA TERAPI A (TANPA DEHIDRASI)
Bila terdapat dua tanda atau lebih yakni:
RENCANANYA YAKNI:
MENERANGKAN 5 LANGKAH TERAPI DIARE DI RUMAH
1) BERI CAIRAN LEBIH BANYAK DARI BIASANYA
Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai
tambahan
Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum
dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air
tajin, air matang, dsb)
Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan
dilanjutkan sedikit demi sedikit.
- Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak
- Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak.
Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:
- Telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C.
- Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan
jika
diare
memburuk.
Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.
2) BERI OBAT ZINC
Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat
diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang
atau ASI.
- Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
- Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
3) BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI
Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu
anak sehat
Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa
hijau.
Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 34 jam)
Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan
tambahan selama 2 minggu
4) ANTIBIOTIK HANYA DIBERIKAN SESUAI INDIKASI. MISAL: DISENTERI,
KOLERA dll
5) NASIHATI IBU/ PENGASUH: Untuk membawa anak kembali ke petugas
kesehatan bila :
Berak cair lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan dan minum sangat sedikit
Timbul demam
Berak berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari
Gelisah, rewel
Mata cekung
Ingin minum terus, ada rasa haus
Cubitan kulit perut / turgor kembali lambat
RENCANANYA YAKNI:
1) PEMBERIAN ORALIT:
Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama di sarana kesehatan
adalah 75 x BB anak.
Bila BB tidak diketahui berikan oralit sesuai tabel di bawah ini:
UmurSampai
4 bulan
4 -12 bulan
12-24 bulan
2-5 tahun
Berat Badan
< 6 kg
6-10 kg
10-12 kg
12-19 kg
Jumlah cairan
200-400
400-700
700-900
900-1400
Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah
hilang, anak biasanya kencing kemudian mengantuk dan tidur.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi Rencana
Terapi B
Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C
4) BILA IBU HARUS PULANG SEBELUM SELESAI RENCANA TERAPI B
Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam Terapi 3 jam di
ntravena
Dapatkah
segera.
anda
Ringer
memberikan
Laktat atau
cairan
NaCl
IV 0,9% (bila RL tidak tersedia) 100 ml/kg BB, dibagi sebaga
rumah
gi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba
Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah
i tiap 15-30 menit. Bila nadi belum teraba, beri tetesan lebih cepat.
Jelaskan 5Ya
langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah
alit (5 ml/kg/jam) bila penderita bisa minum biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau1-2 jam (anak).
t Zinc selama 10 hari berturut-turut.
m (bayi) atau 3 RENCANA
jam (anak)TERAPI
nilai lagi
derajat dehidrasi.
Kemudian
C (DENGAN
DEHIDRASI
BERAT) pilihlah rencana terapi yang sesua
Diare dehidrasi berat bila terdapat dua tanda atau lebih:
Tidak
Lesu,
lunglai / tidak sadar
Mata cekung
Malas minum
Cubitan kulit perut / turgor kembali sangat lambat
RENCANANYA YAKNI:
Ikuti tanda panah jika ya lanjut ke kanan, bila tidak lanjut ke bawah
Adakah Terapi
Rujuk
terdekat
penderita
(dalam
untuk
30terapi
menit)?
Intravena.
Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara memberikannya selam
Ya
Tidak
patMulai
menggunakan
rehidrasi dengan
pipa nasogastrik
oralit melalui
/orogastrik
Nasogastrik/
untuk Orogastrik.
rehidrasi? Berikan sedikit demi sedikit, 20 ml/
Nilai setiap 1-2 jam:
Bila muntah atau perut kembung
berikan cairan lebih lambat.
Ya
Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam rujuk untuk terapi Intravena.
Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai (A, B atau C )
Tidak
Mulai rehidrasi dengan oralit melalui mulut. Berikan sedikit demi sedikit, 20 ml/kg BB/jam
Apakah
penderita
bisa
minum?
Nilai
setiap 1-2
jam:
Ya
Bila muntah atau perut kembung berikan cairan lebih lambat.
Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk untuk terapi Intravena.
Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapi yang sesuai.
Tidak
10. KOMPLIKASI
Menurut Sudarti (2010) komplikasi akibat diare adalah:
1) Dehidrasi (kekurangan cairan)
Tergantung dari presentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi
ringan, sedang atau berat.
2) Gangguan Sirkulasi
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat.
Bila kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat
mengalami syok atau persyok yang disebabkan oleh berkurangnya volume
cairan (hipovolemia).
3) Gangguan asam-basa (asidosis)
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam
tubuh. Sebagai kompensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk membantu
meningkatkan pH arteri.
4) Gangguan Gizi
Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan output yang
berlebihan. Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan dihentikan,
serta sebelumnya penderita sudah mengalami kekurangan gizi (malnutrisi
Dewi (2010) menambahkan komplikasi diare sebagai berikut:
1) Hipokalemia yaitu kadar kalium dalam darah rendah dengan gejala lemah,
bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram.
2) Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah yang rendah.
3) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defesiensi enzim laktase
karena kerusakan vili mukosa usus halus.
11. PENCEGAHAN
WHO (2013) menyebutkan beberapa hal yang dapat dilakakukan untuk
mencegah diare, diantaranya:
Konsumsi air minum yang bersih
Sanitasi lingkungan yang bersih
Selalu cuci tangan dengan sabun
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito W. 2007. FAKTOR RISIKO DIARE PADA BAYI DAN BALITA DI
INDONESIA: SYSTEMATIC REVIEW PENELITIAN AKADEMIK BIDANG
KESEHATAN MASYARAKAT. Makara Kesehatan FKM UI: Depok.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare.
Jakarta: DEPKES RI
Departemen Kesehatan RI. 2008. LINTAS DIARE Lima Langkah Tuntaskan Diare.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. 2011. Buku Saku Petugas Kesehatan.
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika.
F Adyanastri. 2012. Etiologi dan Gambaran Klinis Diare Akut di RSUP dr Kariadi
Semarang.
Online.
Available
from:
eprints.undip.ac.id/37538/1/Festy_G2A008082_Lap_kti.pdf.
Fediani, T. 2012. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Tindakan Ibu
Terhadap Kejadian Diare pada Balita di Kelurahan Tanjung Sari tahun 2011.
Online.
Available
from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31092/4/Chapter%20II.pdf.
Diakses tanggal 5 Maret 2015.
Grace, Pierce A. & Borley, Neil R. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit
Erlangga.
Hidayat A.A.A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Situasi DIARE di Indonesia. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Kligler B, Cohrssen A. 2008. Probiotics. Am Fam Physician 2008; 78: 1073 8.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2007. Laporan Nasional 2007. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Simadibrata, M., Daldiyono. 2006. Diare Akut. In: Sudoyo, Aru W, et al, ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 408-413.
Sinthamurniwaty. 2006. FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE AKUT PADA
BALITA (Studi Kasus di Kabupaten Semarang). FK UNDIP: Semarang.
Sudarti. 2010. Kelainan dan Penyakit pada Bayi & Anak. Yogyakarta: Nuha Medika.
Weizman Z, Asli G, Alsheikh A. 2008. Effect of a Probiotic Infant Formula on
Infections in Child Care Centers: Comparison of Two Probiotic Agents.
Pediatrics 2008; 115: 5-9.
WHO. 2013. Diarrhoeal Disease.
Wiryani & Wibawa. Pendekatan Diagnostik dan Terapi Diare Kronis. Online. Available
from:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=13129&val=927.