Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Definisi CAP berdasarkan IDSA 2004 (Infectious Disease Society Of
America) adalah infeksi akut dari parenkim paru dengan gejala-gejala infeksi akut,
ditambah dengan adanya infiltrat pada pemeriksaan radiografi atau suara paru
abnormal pada pemeriksaan auskultasi pada pasien yang tidak sedang dalam
perawatan rumah sakit ataupun panti perawatan dalam kurun waktu 14 hari
sebelum timbulnya gejala. Kebanyakan pasien memiliki gejala yang tidak spesifik
seperti fatigue, sakit kepala, mialgia, dan anorexia. Gejala dari pneumonia dapat
meliputi demam atau hipotermi, kekakuan otot-otot, dispneu, nyeri dada, batuk
yang baru terjadi dengan atau tidak adanya produksi sputum atau perubahan
warna sekret pada pasien dengan batuk kronik (Amrita, 2010).
c. Pneumonia aspirasi/anaerob
Infeksi oleh bakteroid dan organisme anaerob lain setelah aspirasi orofaringeal
dan cairan lambung. Pneumonia jenis ini biasa didapat pada pasien dengan status
mental terdepresi, maupun pasien dengan gangguan refleks menelan (Jeremy,
2007).
d. Pneumonia oportunistik
Pasien dengan penekanan sistem imun (misalnya steroid, kemoterapi, HIV)
mudah mengalami infeksi oleh virus, jamur, dan mikobakteri, selain organisme
bakteria lain (Jeremy, 2007).
e. Pneumonia rekuren
Pneumonia yang disebabkan organisme aerob dan aneorob yang terjadi pada
fibrosis kistik dan bronkietaksis (Jeremy, 2007).
Pneumonia komunitas dibedakan menjadi pneumonia komunitas tipikal
dan atipikal, menurut etiologi pneumonia. Pneumonia komunitas tipikal
disebabkan oleh
Pneumonia ini terjadi akibat bakteri akut yang menginfeksi bagian dari lobus
atau satu lobus. Seluruh lobus yang terinfeksi sering mengakibatkan inflamasi
yang menyebar melalui saluran pori-pori Khon dan Lambert, umumnya
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus, Haemolytic streptococci
dan yang lebih jarang Haemophilus influenzae, Klebsiella pneumonia sebagai
penyebab pneumonia lobaris
2. Bronkopneumonia
Infeksi bakteri akut pada bronkhilous terminalis dengan karakteristik eksudat
purulen yang mengalir melalui lingkungan alveoli melalui rute endobronkial
sehingga menyebabkan konsolidasi sedang. Hal ini biasanya terlihat pada usia
yang ekstrem dan berhubungan dengan kondisi kronis. Umumnya disebabkan
oleh
Commonly
streptococci,
Streptococci,
Haemophilus
Staphylococcus
influenzae,
aureus,
Klebsiella
Haemolytic
pneumonia
dan
Pseudomonas.
3. Pneumonia Interstitial
Prubahan inflamasi sedang yang disebabkan oleh virus atau infeksi
mycoplasma, kebanyakan terbatas pada jaringan interstitial paru tanpa eksudat
alveolar. Jenis ini memiliki karakteristik edema septal alveolar dan infiltrate
mononuclear.
Umumnya
disebabkan
oleh
Mycoplasma
pneumoniae,
2.4 Patofisiologi
bagian bawah memiliki ventilasi terbaik. Oleh karena itu deposisi organisme
mikro dihirup lebih besar pada lobus ini. Inhalasi pneumonia paling sering
disebabkan oleh mikroorganisme (a) yang dapat tetap ada di udara sehingga dapat
Diangkut lebih jauh, (b) bertahan cukup lama saat transit, (c) memiliki ukuran
kurang dari 5 m (d) membawa inokulum yang tinggi, dan (e) menghindari
mekanisme pertahanan host lokal. Infeksi oleh intraseluler bakteri seperti
Mycoplasma pneumoniae, Chlamydophila dan Coxiella burnetii terjadi melalui
rute aerosol inhalasi terkontaminasi. CAP karena Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus dan basil gram negatif terjadi melalui aspirasi mikro. Beberapa
mode patofisiologis penting dari penyebaran mikroorganisme diringkas dalam
Tabel 2 dibawah ini (Singh, Yudh Dev, 2012).
Tabel 3.2. Model Penyebaran Mikroorganisma Penyebab CAP
Beberapa bentuk mekanisme ini antara lain bentuk anatomis saluran napas,
reflex batuk, sistem mukosilier, juga sistem fagositosis yang dilakukan oleh
sel-sel tertentu dengan memakan partikel-partikel yang mencapai permukaan
alveoli. Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat
infeksius dapat dikeluarkan dari saluran pernapasan, sehingga pada orang sehat
tidak akan terjadi infeksi serius.. Infeksi saluran napas berulang terjadi akibat
berbagai komponen sistem pertahanan paru yang tidak bekerja dengan baik.
2. Kolonisasi bakteri di saluran pernapasan
Di dalam saluran napas atau cukup banyak bakteri yang bersifat komnesal. Bila
jumlah mereka semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang
cukup, kuman ini kemudian masuk ke saluran napas bawah dan paru, dan
akibat kegagalan mekanisme pembersihan saluran napas, keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyakit. Mikroorganisme yang tidak menempel pada
permukaan mukosa saluran anaps akan ikut dengan sekresi saluran napas dan
terbawa bersama mekanisme pembersihan, sehingga tidak terjadi kolonisasi.
3. Pembersihan saluran napas terhadap bahan infeksius
Saluran napas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai
mikroorganisme dari saluran napas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit,
ini menunjukkan adanya suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien
sehingga
dapat
menyapu
bersih
mikroorganisme
sebelum
mereka
bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit. Pertahanan paru terhadap bahanbahan berbahaya dan infeksius berupa reflex batuk, penyempitan saluran
napas, juga dibantu oleh respon imunitas humoral.
lebih
sering
dalam
kondisi
koma,
kejang,
kecelakaan
lapisan atas dari gel seperti musin dan lapisan yang lebih rendah mengandung
cairan non gel. Silia akan membersihkan cairan ini dan mendorong gel ke
mulut. Perlindungan yang terjadi dari lendir yang tertutup epitel bersilia dari
laring ke bronkiolus terminal dapat terganggu pada berbagai situasi seperti
perokok kronis, infeksi virus pernapasan, paparan panas / udara dingin atau gas
berbahaya lainnya, sindrom silia imotil, obstruksi endobronkial dan usia tua.
Situasi ini sehingga mendukung berjalannya mikroorganisme ke parenkim
paru.
Tabel 3.3. Mekanisme Pertahanan Traktus Pernapasan
pedoman
diagnosis
dan
penatalaksanaan
pneumonia
(adanya infiltrat) juga untuk membuat diagnosis banding seperti efusi para
pneumonia, abses paru, dan keterlibatan multilobuler (Amrita, 2010).
Pada pasien CAP yang didiagnosa dengan adanya infiltrat abnormal
dengan pemeriksaan radiografi, pemeriksaan ini perlu diulang dalam 6 sampai 10
minggu untuk melihat resolusi dari pneumonia dan mengekslusi adanya
keganasan yang menyerupai infiltrat infeksius terutama pada perokok usia
lanjut.Pemeriksaan radiographi lanjutan, CT scan thoraks, atau keduanya harus
dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan (misalnya
kesulitan bernapas atau demam yang persisten) atau dengan adanya kondisi klinis
yang memburuk untuk menyingkirkan adanya emphyema atau abses.
Apabila pada hasil pemeriksaan fisik atau radiografi tidak menunjukkan
adanya faktor risiko untuk terjadinya akibat yang buruk maka pemeriksaan
laboratorium rutin pada pasien CAP tidak harus dilakukan. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan antara lain adalah hitung sel darah lengkap,
elektrolit, pemeriksaan fungsi liver dan ginjal, dan penilaian saturasi oksigen.
1. Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan untuk menentukan etiologi pasti penyebab CAP sangatlah
sulit karena terdapat lebih dari seratus mikroba penyebab pneumonia dan
kesemuanya didapatkan dari isolasi jaringan paru-paru setidaknya satu kali.
Namun mengambil jaringan paru-paru tidak dapat dilakukan secara rutin oleh
karena itu dokter harus bergantung dari hasil pemeriksaan kultur darah, sputum,
atau cairan pleura dan tes serologi untuk mendiagnosa etiologi. Kultur darah
positif hanya pada 6%-10% pasien pneumonia dan cairan pleura hanya bisa
didapatkan pada pasien dengan efusi pleura. Sedangkan spesimen sputum untuk
kultur hanya didapatkan dari sepertiga pasien pneumonia dan dikarenakan sputum
melewati cavitas oral yang dikolonisasi banyak mikroba maka patogen yang
terisolasi dari spesimen sputum belum dapat dipastikan sebagai patogen penyebab
pneumonia.
Perlunya melakukan pemeriksaan untuk menentukan patogen spesifik
penyebab CAP adalah terutama bila hasil pemeriksaan tersebut dapat mengubah
terapi antibiotik yang diberikan. Misalnya bila dilakukan pada pasien yang
dicurigai adanya resistensi antibiotik atau infeksi akibat patogen yang jarang
misalnya endemic fungi atau Mycobacterium tuberculosis yang membutuhkan
perubahan terapi antibiotik.
Mayoritas pasien rawat jalan tidak dilakukan pemeriksaan mikrobiologi
yang spesifik. Sedangkan pada pasien rawat inap, direkomendasikan untuk
dilakukan pengecatan gram dan kultur bila tersedia sampel yang adekuat (kurang
dari 25 sel epitel skuamus, pemeriksaan dilakukan dalam 1-2 jam setelah sampel
didapat, pemeriksa yang terlatih untuk menginterpretasi hasil). Pada pasien yang
dirawat ICU, direkomendasikan untuk memeriksa sekret dari saluran napas bawah
karena pasien dalam pengawasan dan mungkin diintubasi maka sampel lebih
mudah diperoleh.13 Kultur darah dilakukan bila ada indikasi CAP berat dan
sebaiknya diambil sebelum pemberian antibiotik karena hasil nya yang kurang
optimal setelah pemberian antibiotik.
IDSA dan ATS memiliki rekomendasi yang berbeda dalam pemeriksaan
mikrobiologi untuk mencari etiologi dari CAP. IDSA merekomendasikan
pemeriksaan sputum rutin dengan pengecatan gram untuk mengoptimalkan terapi
antibiotik pada masing-masing pasien dan memonitor adanya resistensi pathogen
dan keunggulan skor ini untuk memprediksi angka mortalitas telah dikonfirmasi
melalui berbagai penelitian. Kriteria PSI terdiri dari 20 variabel yang berbeda oleh
karena itu sangat tergantung dari kelengkapan lembar penilaian, sehingga sulit
diterapkan pada situasi pelayanan gawat darurat yang sibuk. Akan tetapi, skor ini
sangat baik untuk mengkaji penderita dengan risiko mortalitas rendah yang sesuai
untuk mendapat penanganan rawat jalan daripada penderita dengan pneumonia
berat yang membutuhkan perawatan rumah sakit.
Berdasarkan tingkat mortalitasnya maka pasien dibagi menjadi: kelas
risiko I dan II dirawat jalan (outpatients) , pasien kelas risiko III dirawat inap
singkat atau dalam unit pengawasan, dan pasien kelas risiko IV dan V dirawat
inap (inpatients). Berdasarkan pedoman ATS, pasien dengan kelas risiko III
mungkin untuk dirawat jalan atau dirawat inap singkat.
Jika risiko rendah (I) dan (II) total skor <70 maka diindikasikan rawat
jalan, sedangkan resiko rendah (III) total skor71 -90 maka diindikasikan untuk
dirawat inap atau rawat jalan. Sementara jika resiko sedang dengan total skor 91130 dan berat dengan total skor >130, maka diindikasikan untuk dirawat inap (ZS,
Priyanti, 2005).
Karakteristik Penderita
Faktor demografi
Usia: laki-laki
perempuan
Perawatan di rumah
Penyakit penyerta
keganasan
penyakit hati
gagal jantung kongestif
penyakit cerebrovaskular
penyakit ginjal
Pemeriksaan fisis
- Perubahan status mental
- Tekanan darah sistolik < 90 mmHg
- Suhu tubuh < 35C atau > 40C
- Nadi > 125 kali/menit
Hasil laboratorium/Radiologis
- Analisis gas darah arteri : pH < 7,35
-BUN > 30 mg/dl
- Natrium < 130 meg/liter
- Glukosa > 250 mg/dl
- Hematokrit < 30%
- PO2 < 60 mmHg
- Efusi pleura
Jumlah Poin
Umur (tahun)
Umur (tahun-10
+10
+30
+20
+10
+10
+10
+20
+20
+15
+10
+30
+20
+20
+10
+10
+10
+10
(Sumber : ZS, Priyanti, 2005)
CURB-65
Merupakan model skor yang direkomendasikan oleh British Thoracic
Society (BTS) berdasar pada lima gambaran klinik utama yang sangat praktis,
mudah diingat dan dinilai. Skor ini juga telah divalidasi walaupun dengan jumlah
sample yang lebih sedikit dibandingkan dengan PSI.23 Kelebihan skor CURB-65
adalah penggunaannya yang mudah dan dirancang untuk lebih menilai keparahan
penyakit dibandingkan dengan PSI yang menilai risiko mortalitas.
Skor CURB-65 lebih baik dalam menilai pasien pneumonia berat dengan
risiko mortalitas tinggi. Walaupun skor CURB-65 mudah digunakan tetapi kurang
dalam menilai tanda vital dan kadar oksigen yang menjadi kekurangan mengingat
pentingnya penilaian cepat terhadap oksigenasi pada pasien saat datang ke ruang
gawat darurat.
Tabel 3.5 Skor Keparahan CURB-65
Berikut ini adalah tabel kriteria mayor dan minor Pneumonia Komunitas
yang berat:
Tabel 3.6 Kriteria Mayor dan Minor Pneumonia Komunitas Berat:
Kriteria Minor
Frekuensi napas >
30/menit
mmHg
Rontgen
paru
Kriteria ICU
1 atau 2 gejala mayor
ventilasi mekanik
Membutuhkan ventilasi
mekanik
50%
Membutuhkan
bilateral
vasopressor > 4
Pa O2 / F1 O2 < 250
mm Hg
Rontgen
mg/dl
bilateral
lobus
Kriteria Mayor
Membutuhkan
kelainan
90 mmHg
mm Hg
60 mmHg
Sumber : ZS, Priyanti, 2005
Sedangkan kriteria/indikasi rawat pada pneumonia komunitas yaitu (1)
skor PORT > 70, (2) skor 70 bila terdapat salah satu dari hal berikut : frekuensi
napas > 30/ menit, PaO2/FiO2 < 250 mmHg, foto toraks kelainan bilateral, foto
toraks melibatkan > 2 lobus, tekanan sistolik < 90 mmHG dan tekanan diastolik >
60 mmHg, (3) Pneumonia NAPZA (ZS, Priyanti, 2005)
2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan suportif/simptomatik
Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas
Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pengobatan suportif/simptomatik
Pengobatan suportif/simptomatik
Sefalosporin
antipseudomonas
iv
atau
karbapenem
iv
Streptococcus
pneumoniae
(DRSP)
menjadi
perhatian
penting
dan
dan
pemberian
terapi
sesuai
etiologi
adalah
mengurangi
penyalahgunaan antibiotik dalam hal biaya, terjadinya resistensi dan reaksi obat
yang tak dikehendaki (adverse drug reaction) juga mengindentifikasi patogen
yang
berpotensi
signifikan
dalam
epidemiologi
seperti
Mycobacterium
Tempat
Terapi
Home
Terapi Utama
Terapi alaternatif
Hospital
Amoxicillin 500 mg
tds orallyIf oral
administration not
possible:
amoxicillin 500 mg
tds IV
Doxycycline 200 mg
loading dose then 100
mg od orally or
clarithromycin 500 mg
bd orally
Moderate severity
(eg, CURB65 = 2,
9% mortality)
Hospital
Amoxicillin 500 mg
1.0 g tds orally
plus clarithromycin
500 mg bd orallyIf
oral administration
not possible:
amoxicillin 500 mg
tds IV or
benzylpenicillin 1.2
g qds IV plus
clarithromycin 500
mg bd IV
Doxycycine 200 mg
loading dose then 100
mg orally or
levofloxacin 500 mg od
orally or moxifloxacin
400 mg od orally*
Hospital
(consider
critical
care
review)
Antibiotics given
as soon as
possibleCoamoxiclav 1.2 g tds
IV plus
clarithromycin 500
mg bd IV(If
legionella strongly
suspected, consider
adding
levofloxacin)
Benzylpenicillin 1.2 g
qds IV plus either
levofloxacin 500 mg bd
IV or ciprofloxacin 400
mg bd
IVORCefuroxime 1.5 g
tds IV or cefotaxime 1
g tds IV or ceftriaxone
2 g od IV, plus
clarithromycin 500 mg
bd IV(If legionella
strongly suspected,
consider adding
levofloxacin)
pernapasan dan urogenital adalah penyebab paling umum dari sepsis (Shapiro,
2010).