Anda di halaman 1dari 94

TUTORIAL SKENARIO B BLOK 17

Disusun oleh : Kelompok III


Anggota
Gerry Armando

04011281320029

Ghiena Inayati Abishasahata

04011381320015

Nabilla Maharani Gumay

04011181320035

Felicia Linardi

04011181320041

Shafira Amalia

04011381320049

Haidar Adib Balma

04011381320033

Christi Giovani Anggasta Hanafi

04011381320039

Tri Kurniawan

04011281320019

R.A Deta Hanifah

04011281320029

Yuventius Odie Devananda

04011381320055

Nina Mariana

04011381320059

M. Auzan RIdho

04011381320075
Tutor: dr. Subandrate

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

DAFTAR ISI
Daftar Isi

.................... 2

Kata Pengantar .............................................................................................................. 3


BAB I

BAB II

: Pendahuluan
Latar Belakang.....

Maksud dan Tujuan.....

: Pembahasan
Data Tutorial....

Skenario Kasus .......

Paparan
I.

Klarifikasi Istilah. ................... 7

II.

Identifikasi Masalah................. 8

III.

Analisis Masalah ................................. 10

IV.

Sintesis Masalah......................

V.

Kerangka Konsep................. 68

43

BAB III : Penutup


Kesimpulan .............................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 70

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tutorial yang berjudul Laporan Tutorial
Skenario B Blok 17 sebagai tugas kompetensi kelompok. Salawat beriring salam selalu
tercurah kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat,
dan pengikut-pengikutnya sampai akhir zaman.
Kami menyadari bahwa laporan tutorial ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan di masa
mendatang.
Dalam penyelesaian laporan tutorial ini, kami banyak mendapat bantuan, bimbingan
dan saran. Pada kesempatan ini, kami ingin menyampaikan syukur, hormat, dan terimakasih
kepada :
1. Allah SWT, yang telah merahmati kami dengan kelancaran diskusi tutorial,
2. dr. Phey Liana,SpPK selaku tutor kelompok III,
3. Teman-teman sejawat FK Unsri,
4. Semua pihak yang telah membantu kami.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang diberikan
kepada semua orang yang telah mendukung kami dan semoga laporan tutorial ini bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan. Semoga kita selalu dalam lindungan Allah
SWT. Amin.

Palembang, 16 April 2015

Kelompok III

BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai Sistem
Respirasi yang berada dalam blok 17 pada semester 4 dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan
pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan
datang.
MAKSUD DAN TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode
analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep
dari skenario ini.

BAB II
PEMBAHASAN

DATA TUTORIAL
Tutor

: dr. Subandrate

Moderator

: Yuventius Odie Devananda

Sekretaris

: M. Auzan Ridho P.

Peraturan tutorial

:
1. Alat komunikasi dinonaktifkan atau di-silent.
2. Semua anggota tutorial harus aktif mengeluarkan
pendapat

dengan

mengacungkan

tangan

dahulu dan setelah dipersilahkan oleh moderator.


3. Tidak diperkenankan kepada anggota tutorial

terlebih
untuk

meninggalkan ruangan selama proses tutorial berlangsun


g kecuali apabila ingin ke toilet.

Skenario C Blok 17 tahun 2015


Amir, a boy, 12 month, was hospitalized due to diarrhea. Four days before admission, the
paient had non projectile vomiting 6 times a day. He vomited what he ate. Three days before

admission the patient got diarrhea 10 times a day around half glass in every defecation, there
was no blood and mucous/pus in it. The frequency of vomiting decreased. Along those 4
days, he drank eagerly and was given plain water. He also got mild fever yesterday, he looked
worsening, still had diarrhea but no vomiting. The amount of urination in 8 hours ago was
less than usual. Amirs family lives in slum area

PHYSICAL EXAMINATION
Patients looks severely ill, compos mentis but weak (lethargic), BP 70/50 mmHg, RR 38x/m,
HR 144 x/m regular but weak, body temperature 38,7oC, BW 8,8 kg, BH 75 cm.
Head :

sungken eye, no tears drop, and dry mouth.

Thorax :

similar movement on both side, retraction (-/-) vesicular breath sound, normal
heart sound.

Abdomen :

flat, shuffle, bowel sound increase.


Liver is palpable 1 cm below arcus costa and xiphoid processus, spleen
unpalpable. Pinch the skin of the abdomen : very slowly ( longer than 2
second ). Redness skin surrounding anal orifice.

Extermities : cold hand and feet

LABORATORY EXAMINATION
Hb 12,8 g/dL, WBC 9.000/mm3, differential count : 0/1/16/48/35/0.
Urine routine :

Macroscopic : yellowish colour,


Microscopic : WBC (-), RBC (-), protein (-)

Feces routine :

Water more than waste material,


blood (-),
mucous (-)

Wbc : 2-4/HPF, RBC 0-1/HPF

I.

Klarifikasi Istilah

No.

Istilah

Pengertian

1.

Diare

Bertambahnya defekasi atau buang air besar


lebih dari biasanya tau lebih dari 3x sehari
disertai

dengan

perubahan

konsisten

tinja

(menjdi cair) dengan atau tanpa darah.

2.

HPF

High Power Field (apa yang bisa dilihat dalam


satu lapang pandang pada mikroskop)

3.

Muntah non
proyektil

Muntah yang tidak disemburkan secara kuat

4.

Sunke eye

Mata cekung yang merupakan tanda dehidrasi

5.

Muntah

keluarnya isi lambung dngan cepat dan secara


paksa dengan alur balik dari perut sampai
keluar dari mulut

6.

Letargi

suatu

keadaan

dimana

terjadi

penurunan

kesadaran dan pemusatan perhatian serta


kesiagaan, kondisi ini menggambarkan saat
seseorang tertidur lelap dapat dibangunkan
sebentar dengan kesadaran tidak penuh dan
berakhir dengan tidur kembali

II.

Idenitifikasi Masalah

No. Problem
1.

Amir, a boy, 12 month, was hospitalized due to


diarrhea. Three days before admission the patient got

Concern
VVV

diarrhea 10 times a day around half glass in every


defecation, there was no blood and mucous/pus in it

2.

Four days before admission, the paient had non

VV

projectile vomiting 6 times a day. He vomited what he


ate. The frequency of vomiting decreased

3.

Along those 4 days, he drank eagerly and was given


plain water. He also got mild fever yesterday, he looked
worsening, still had diarrhea but no vomiting. The
amount of urination in 8 hours ago was less than usual.
Amirs family lives in slum area

4.

Pemeriksaan Fisik
Patients looks severely ill, compos mentis but weak
(lethargic), BP 70/50 mmHg, RR 38x/m, HR 144 x/m
regular but weak, body temperature 38,7 C, BW 8,8 kg,
BH 75 cm.
Head : sungken eye, no tears drop, and dry mouth.
Thorax : similar movement on both side, retraction (-/-)
vesicular breath sound, normal heart sound.
Abdomen : flat, shuffle, bowel sound increase. Liver is
palpable 1 cm below arcus costa and xiphoid processus,
spleen unpalpable.
Pinch the skin of the abdomen : very slowly ( longer
than 2 second ). Redness skin surrounding anal orifice.
Extermities : cold hand and feet

6.

Pemeriksaan Lab
Hb 12,8 g/dL, WBC 9.000/mm3, differential count :
0/1/16/48/35/0.
Urine routine : Macroscopic : yellowish colour,

Microscopic : WBC (-), RBC (-), protein (-)


Feces routine : water more than waste material, blood
(-), mucous (-)
Wbc : 2-4/HPF, RBC 0-1/HPF

III.
Analisis Masalah
1. Amir, a boy, 12 month, was hospitalized due to diarrhea. Three days before admission
the patient got diarrhea 10 times a day around half glass in every defecation, there was
no blood and mucous/pus in it
a. Bagaimana hubungan umur dan jenis kelamin pada kasus ?
Jawab :

Umur
Kebanyakan

episode

diare

terjadi

pada

dua

tahun

pertama

kehidupan.Insiden paling tinggi pada golongan umur 6-11 bulan, pada


masa

diberikan

makanan

pendamping.Hal

ini

karena

belum

terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur di bawah 24 bulan.


Jenis Kelamin
Resiko kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah
daripada laki-laki karena aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan
lebih tinggi.

b. Apa saja jenis-jenis diare ?


Jawab :
Berdasarkan penyebabnya

Diare viral akut


Bentuk diare yang paling umum, biasanya terjadi selama 1-3 hari, dan dapat
sembuh sendiri (self-limited). Menyebabkan sejumlah perubahan pada
morfologi sel usus halus seperti pemendekan villi dan peningkatan jumlah sel
kripta.

Diare bakterial
Bentuk diare yang dapat dicurigai apabila terdapat riwayat mengkonsumsi
makanan yang terkontaminasi bakteri. Diare berkembang dalam 12 jam
setelah makan yang diakibatkan oleh ingesti toksin bakteri.

Diare et causa protozoa


Pada diare yang disebabkan oleh infeksi protozoa, misalnya oleh Giardia
lamblia, menyebabkan diare dengan feses cair dan berkepanjangan,
biasanya didapat setelah berkunjung ke area endemik di mana suplai air pada
area tersebut telah terkontaminasi.

Traveler's diarrhea
Secara tipikal muncul 3-7 hari setelah kedatangan individu ke lokasi asing
tertentu dan umumnya akut.

Berdasarkan waktu

Diare akut
Diare yang berlangsung < 14 hari dan frekuensinya < 4x per bulan.
Berdasarkan manifestasi klinis, diare akut dibagi menjadi diare disentri,
kolera, dan diare cair.

Diare kronik
Diare yang berlangsung > 14 hari yang memiliki manifestasi klinis hilang
timbul dan sering berulang.

Diare persisten
Diare yang lebih ditujukan untuk diare akut yang menetap lebih dari 14 hari.

Berdasarkan derajat dehidrasi

Tanpa dehidrasi
Dehidrasi ringan/sedang
Gelisah, rewel, mata cekung, haus (banyak minum), turgor positif (kembalinya
lambat)

Dehidrasi berat
Letargis, mata sangat cekung, tidak bisa minum/malas minum, turgor (+)
(kembalinya sangat lambat)

Berdasarkan patofisiologi

Diare sekretorik
Aktifnya pompa yang terangsang karena adanya rangsangan mediatormediator intraseluler (2nd messengger) yang terangsang karena toksin bakteri
yang pada akhirnya akan meningkatkan sekresi tanpa menimbulkan kerusakan
pada enterosit.

Diare osmotik
Diare karena tidak dicernanya bahan makanan secara maksimal akibat dari
insufisiensi sistem enzim sehingga sisa makanan yang belum dicerna akan
menimbulkan beban osmotik di intraluminal sehingga memicu pergerakan
cairan dari intravaskular ke intraluminal dan terjadi akumulasi cairan dan sisa
makanan. Di kolon, sisa makanan akan di dekomposisi oleh bakteri-bakteri
kolon dan memperberat peningkatan osmotik.

c. Bagaimana penyebab dan mekanisme diare ?


Jawab : Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005,
etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab:
Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,
Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus
Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis
Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas.
Mekanisme terjadinya diare viral akut, yaitu diare yang berlangsung pada kasus
ini, artinya diarenya disebabkan oleh virus (kemungkinan besar Rotavirus) dan
berlangsung kurang dari 14 hari.
Diare pada kasus ini bersifat campuran, yaitu sekretorik dan osmotic. Rotavirus
akan menghancurkan vili-vili usus normal, terjadi atropi vili sehingga fungsi
normal villi yaitu absorbsi sari makanan, menjadi terganggu. Terjadilah diare
osmotic pada kasus ini. Rotavirus juga akan memproduksi enterotoksin yang
menyebabkan perangsangan second messenger enterosit, yang akan membuka
saluran ion-ion pemompa elektrolit ke lumen usus. Atropi menyebabkan
hyperplasia kripta yang juga memperparah dalam diare sekretorik. Rusaknya vili
menyebabkan hyperplasia kripta yang imatur, yang akan mensekresi cairan dan
elektrolit lebih banyak lagi.
d. Bagaimana interpretasi dan komplikasi pada kasus ?
Jawab : gejala diare viral. Tidak ada gejala BAB bercampur darah atau lendir :
bukan disentri
Komplikasi : Gagal ginjal akut dan syok hipovolemik.

e. Bagaimana indikasi pasien diare yang harus masuk rumah sakit ?


Jawab : Pasien diare dengan dehidrasi berat
Pasien diare dengan dehidrasi ringan-sedang tetapi tidak bisa menerima rehidrasi
oral, contohnya memuntahkan kembali saat sesudah meminum oralit.
2. Four days before admission, the paient had non projectile vomiting 6 times a day.
He vomited what he ate. The frequency of vomiting decreased.

A. Bagaimana hubungan diare dan muntah ?


Jawab : Amir mengalami muntah-muntah karena pada awalnya Rotavirus menginfeksi
mukosa lambung dengan enterotoxin. Enterotoxin itu sendiri adalah salah satu protein
yang di kode Rotavirus, yaitu NSP4. Akibatnya, ujung-ujung saraf yang menstimulasi
muntah terangsang dan terjadilah muntah. Demikian halnya juga terjadi muntah saat
toxin ini mengiritasi mukosa duodenum. Jadi, muntah sebagai bagian dari pertahanan
tubuh untuk mengeliminasi mikroorganisme penginfeksi untuk keluar dari lambung
dan duodenum (GIT atas).
Akan tetapi, hal ini tidak terjadi saat virus dan toxinnya tiba di mukosa GIT di bawah
duodenum. Tidak hanya terjadi iritasi mukosa dengan toxin, tetapi juga invasif dan
sitotoksik ke sel-sel villi. Iritasi yang terjadi di sini tidak menyebabkan muntah karena
sudah tidak ada lagi saraf- saraf yang berespon terhadap muntah. Saraf- saraf yang
berespon terhadap muntah terdapat di lambung dan duodenum. Saat virus mencapai
ujung distal ileum dan kolon, virus menginvasi vili pada ileum

menyebabkan

kerusakan sel enterosit menurunkan kemampuan absorpsi (sel-sel villi adalah sel
mature yang memiliki kekhususan dalam absorpsi) dan meningkatkan sekresi mucus
(banyak sel-sel immature sebagai respon untuk menggantikan sel-sel mature yang
telah rusak, akan tetapi sel-sel ini memiliki kekhususan dalam sekresi).
Jadi, diare adalah bagian pertahanan tubuh untuk mengeliminasi mikroorganisme
keluar dari usus halus dan colon (GIT bawah). Pada awalnya ia menginfeksi lambung
dan menyebabkan muntah, selanjutnya usus akan masuk kedalam epithel usus halus
dan menyebabkan kerusakan apical vili usus halus,

nah pada tahapan ini juga akan terjadi proses muntah yang sedikit berkurang . Ketika,
sel yang rusak tersebut digantikan oleh sel dari bagian kripta yang belum matang
maka muntah pun akan tambah berkurang dan mulai timbullah diare.
B. Mengapa frekuensi muntah berkurang pada kasus ?
Jawab : Muntah terjadi karena gejala awal diare viral yang diawali demam ringan
kemudian muntah baru diare.

C. Apa dampak dari muntah 6 kali dalam sehari ?


Jawab : Muntah 6 kali sehari dapat diklasifikasikan sebagai muntah sedang. Hal ini
dapat mengakibatkan terjadinya dehidrasi pada anak karena banyaknya cairan yang
dikeluarkan dari tubuhnya beserta makanan yang ia makan. Tanda-tanda dehidrasi pun
akan muncul, seperti lemas, penurunan kesadaran, mukosa mulut kering, air mata
kering, mata cekung, turgor kulit menurun. Selain itu, kekurangan cairan akan
menstimulasi produksi hormon anti-diuretik sehingga volume urin menurun dan anak
ingin terus minum.

3. Along those 4 days, he drank eagerly and was given plain water. He also got mild
fever yesterday, he looked worsening, still had diarrhea but no vomiting. The
amount of urination in 8 hours ago was less than usual. Amirs family lives in
slum area

A. Mengapa kondisi amir memburuk walaupun banyak minum air putih dan
urinasi berkurang dari biasanya ?
Jawab : Jawab : Pada kasus seharusnya diberikan minuman elektrolit sedangkan air
putih kurang elektrolit, kalium dan bikarbonat yang tidak efektif mengatasi dehidrasi.
B. Bagaimana hubungan lingkungan dan gejala pada kasus ?
Jawab : Faktor sosial ekonomi juga mempunyai pengaruh langsung terhadap faktorfaktor penyebab diare. Kebanyakan anak yang mudah menderita diare berasal dari
keluarga yang besar dengan daya beli yang rendah, kondisi maupun lingkungan
sekitar rumah yang buruk, tidak mempunyai sediaan air bersih yang memenuhi

persyaratan kesehatan, pendidikan orang tua yang rendah dan sikap serta kebiasaan
yang tidak menguntungkan. Karena itu edukasi dan perbaikan ekonomi sangat
berperan dalam pencegahan dan penanggulangan diare

C. Mengapa muntah berhenti tetapi diare masih berlanjut ?


Jawab : Amir mengalami muntah-muntah karena pada awalnya Rotavirus menginfeksi
mukosa lambung dengan enterotoxin. Enterotoxin itu sendiri adalah salah satu protein
yang di kode Rotavirus, yaitu NSP4. Akibatnya, ujung-ujung saraf yang menstimulasi
muntah terangsang dan terjadilah muntah. Demikian halnya juga terjadi muntah saat
toxin ini mengiritasi mukosa duodenum. Jadi, muntah sebagai bagian dari pertahanan
tubuh untuk mengeliminasi mikroorganisme penginfeksi untuk keluar dari lambung
dan duodenum (GIT atas).Akan tetapi, hal ini tidak terjadi saat virus dan toxinnya tiba
di mukosa GIT di bawah duodenum. Tidak hanya terjadi iritasi mukosa dengan toxin,
tetapi juga invasi ke sel-sel villi. Iritasi yang terjadi di sini tidak menyebabkan muntah
karena sudah tidak ada lagi saraf- saraf yang berespon terhadap muntah. Saraf- saraf
yang berespon terhadap muntah terdapat di lambung dan duodenum. Saat virus
mencapai ujung distal ileum dan kolon, virus menginvasi vili pada ileum
menyebabkan kerusakan sel enterosit menurunkan kemampuan absorpsi (sel-sel villi
adalah sel mature yang memiliki kekhususan dalam absorpsi) dan meningkatkan
sekresi mucus (banyak sel-sel immature sebagai respon untuk menggantikan sel-sel
mature yang telah rusak, akan tetapi sel-sel ini memiliki kekhususan dalam sekresi).
Jadi, diare adalah bagian pertahanan tubuh untuk mengeliminasi mikroorganisme
keluar dari usus halus dan colon (GIT bawah). Pada awalnya ia menginfeksi lambung
dan menyebabkan muntah, selanjutnya usus akan masuk kedalam epithel usus halus
dan menyebabkan kerusakan apical vili usus halus, nah pada tahapan ini juga akan
terjadi proses muntah yang sedikit berkurang . Ketika, sel yang rusak tersebut
digantikan oleh sel dari bagian kripta yang belum matang maka muntah pun akan
tambah berkurang dan mulai timbullah diare.

4. Physical Examination
Patients looks severely ill, compos mentis but weak (lethargic), BP 70/50
mmHg, RR 38x/m, HR 144 x/m regular but weak, body temperature 38,7
C, BW 8,8 kg, BH 75 cm. Head : sungken eye, no tears drop, and dry
mouth. Thorax : similar movement on both side, retraction (-/-) vesicular
breath sound, normal heart sound. Abdomen : flat, shuffle, bowel sound
increase. Liver is palpable 1 cm below arcus costa and xiphoid processus,
spleen unpalpable. Pinch the skin of the abdomen : very slowly ( longer
than 2 second ). Redness skin surrounding anal orifice. Extermities : cold
hand and feet

1. Interpretasi dan mekanisme abnormal ?


Jawab : Intepretasi
No.

Hasil Pemeriksaan Fisik

Normal

Interpretasi

1.

Tampak sakit berat

Normal

Tampak sakit parah

2.

Compos mentis lemah

Compos mentis

Kesadaran sedikit menurun

3.

BP 70/50mmHg

70-100mmHg

Normal

(sistolik)
www.rnceus.com

Neonatus: 80/45

Hipotensi

6-12 bln: 90/60


1-5 thn: 95/65

4.

RR 38x/m

<40x/m

Normal

5.

HR 144x/m reguler, lemah

100-160

Normal

6.

Temp. 38,7oC

36,5-37,5oC

Febris

7.

BB 8,8 kg; TB 75 cm

Tinggi
berada

badan Normal (WHO)


pada

presentil ke-50
BB

berada

Depkes
pada

presentil ke-5
BB

penurunan

kurang,

terjadi

berat

badan

dikarenakan banyaknya cairan


yg keluar dan intake yang

:7,7-12,0 kurang.

(WHO)
BB : 9,9 TB : 74.5
(Depkes)
8.

Mata cekung

(-)

Tanda dehidrasi berat

9.

Tidak ada air mata

(+)

Tanda dehidrasi berat

10.

Mulut kering

(-)

Tanda dehidrasi berat

11.

Thoraks:

Normal

- simetris
- retraction (-/-)
- suara nafas vesicular
- suara jantung normal
12.

Abdomen:

Normal

- datar
- shuffle
- Peningkatan suara bising

Peningkatan motilitas usus

usus
13.

Hati teraba 1 cm di bawah 1 2 jari dibawah Normal


arcus aorta dan processus arcus costa untuk
xiphoid

anak-anak

14.

Limpa tidak teraba

Tidak teraba

Normal

15.

Turgor (+)

Langsung kembali

Tanda dehidrasi berat

16.

Kulit kemerahan di sekitar (-)


orificium analis

Abnormal

17.

Ekstremitas

(-)

Abnormal

Tangan dan kaki dingin

Mekanisme Abnormal
Penyebabnya bisa dari sitotoksin bakteri maupun enterotoksin dari virus. Tetapi pada
kasus ini, dilihat dari pemeriksaan laboratorium dimana tidak terdapat mukus dan
darah, kemungkinan mikroorganisme penyebabnya adalah virus.
Virus menginvasi sel epitel usus halus melepas enterotoksin masuk pembuluh
darah menstimulasi

interferon gama (antibodi yang melawan virus)

merangsang makrofag menghasilkan interleukin 1 mempengaruhi pusat pengatur


suhu demam

2. Apa saja tanda-tanda dehidrasi pada pemeriksaan fisik ?


Jawab :
TANDA DEHIDRASI
RINGAN
1. Keadaan umum & kondisi

Bayi dan anak kecil

Haus, sadar,
gelisah

Anak lebih besar dan Haus, sadar,


dewasa

2. Nadi radialis
3. Pernafasan
4. UUB *

5. Elastisitas kulit*

gelisah

Normal (frek.
& isi
Normal
Normal
Pada
pencubitan
kembali
segera

SEDANG

BERAT

Haus, gelisah atau


letargi

tapi

iritabel

Mengantuk,

lemas,

ekstermitas

dingin,

berkeringat,

sianotik,

mungkin koma
Biasanya sadar, gelisah,

Haus,

sadar, ekstremitas

dingin,

merasa

pusing berkeringat

dan

pada perubahan

Cepat dan lemah

sianotik, kulit jari jari


tangan dan kaki keriput
Cepat, halus, kadang

Dalam
Cekung

kadang tidak teraba


Dalam dan cepat
Sangat cekung

Lambat

Sangat lamban > 2 detik

6. Mata *
7. Air mata
8. Selaput lendir
9. Pengeluaran
urin*
10. TD sistolik
11. Pasien kehilangan
BB
Prakiraan kehilangan
cairan

Normal
Ada
Lembab

Cekung
Kering
Kering

Sangat cekung
Sangat kering
Sangat kering
Tidak ada urin untuk

Normal

Berkurang

beberapa jam, kandung

Normal

Normal, rendah

kencing kosong
< 80 mmlHg

45%

69%

> 10 %

40 50 ml/kg 60 90 ml/kg

100 110 ml/kg

Keterangan:
* Terutama berguna pada bayi untuk menilai dehidrasi dan memantau rehidrasi.
Pegangan untuk menggolongkan penderita termasuk dehidrasi berat, sedang atau
ringan adalah : bila terdapat 2 atau lebih gejala dalam penggolongan tersebut. Dengan
catatan selalu memikirkan resiko yang lebih tinggi, misal terdapat 2 gejala dehidrasi
berat dan 5 gejala dehidrasi sedang, maka penderita tersebut dimasukkan dalam
golongan dehidrasi berat.

Laboratory Examination
Hb 12,8 g/dL, WBC 9.000/mm3, differential count : 0/1/16/48/35/0. Urine routine :
Macroscopic : yellowish colour, Microscopic : WBC (-), RBC (-), protein (-) Feces routine :
Water more than waste material, blood (-), mucous (-), Wbc : 2-4/HPF, RBC 0-1/HPF
1. Interpretasi dan mekanisme abnormal
Jawab : Darah Rutin

Menurut American Academy of Pediatric


Normal

Pada kasus

Interpretasi

Hb (gr/dl)

10.5-13.0

12.8

Normal

Leukosit (/mm3)

6000-17.000

9.000

Normal

Basofil

0-1

Normal

Eosinofil

0-3

Normal

Net. Batang

5-11

16

Meningkat , infeksi

DC

akut
Net. Segmen

15-35

48

Limfosit

45-76

35

Monosit

3-6

Mekanisme abnormal dari neutrofil batang:

Meningkat
Menurun
Menurun

Perubahan struktur mukosa usus halus pemendekan vili sehingga terdapat


infiltrat sel sel radang mononuklear di lamina propria.
Reaksi inflamasi sekresi kemokin (IL-8 dan granulosit stimulating colony)
neutrofil meningkat (shift to the left)

Neutrofil merupakan sel yang paling banyak jumlahnya pada sel darah putih
dan berespon lebih cepat terhadap inflamasi dan sisi cedera jaringan daripada
jenis sel darah putih lainnya. Pada kasus ini dari hitung jenis, neutrofil
meningkat menandakan infeksi akut (shift to the left). Neutrofil batang adalah
neutrofil yang immatur yang dapat bermultiplikasi dengan cepat selama
infeksi akut sehingga pada kasus ini, neutrofil batang meningkat karena diare
yang dialami oleh Amir merupakan diare akut.

Urine Routine
Macroscopic: yellowish colour
Microscopic: WBC (-), RBC (-), protein (-)
NILAI NORMAL URIN

Kejernihan: jernih
Warna: kuning muda
Volume : 1 3 tahun 500 600 ml
Frekuensi urinasi : 15-20 kali per hari
Berat jenis : 1,015-1,02
pH: 5,07,3
Protein : Bilirubin : Urobilin : /+
Gula : - /+
Endapan (pembesaran mikroskopik 400 x):
Leukosit: 05/LPB
Eritrosit: 03/LPB
Epitel: 0-1/LPB

Urinasi yang berkurang atau disebut juga oliguria dapat terjadi akibat:
1)

Berkurangnya filtrasi glomerulus

2)

Retensi air dan ion natrium

3)

ADH (Anti Diuretik Hormon)

Urinasi yang berkurang merupakan salah satu tanda dehidrasi di mana terjadi
kekurangan dan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang akan
mengganggu fungsi ginjal sehingga bisa berakibat terjadinya gagal ginjal akut.

Faeces routine
Macroscopic: water more than waste material, blood (-), mucous (-)
WBC: 2-4/HPF, RBC 0-1/HPF

Mekanisme abnormal

Infeksi virus (Rotavirus) menginvasi 2/3 proximal ileum virus berikatan


dengan enterosit pada villi virus berkembang biak sehingga enterosit lisis
menyebabkan gangguan pada villi (pemendekan villi) kripta hipertropi

dan hiperplasi kripta semakin dalan, sekresi meningkat, absorpsi berkurang

enterosit kurang matang dan pembentukan enzim-enzim pencernaan

kurang sempurna makanan tidak sempurna di digesti beban osmotik


intraluminal tinggi penarikan cairan ke intraluminal banyaknya air
daripada ampas pada feses.
Pada kasus ini tidak ditemukan adanya darah dan mucus karena tidak terjadi
nekrosis mukosa dan juga tidak terjadi ulkus. Adanya ulkus menyebabkan
eritrosit dan plasma keluar ke lumen sehingga tinja bercampur darah.

Hipotesis : amir, laki laki 12 bulan mengalami dehidrasi berat akibat diare akut
a. Bagaimana cara mendiagnosis kasus ini?

Jawab : Anamnesis : diare, muntah, berapa lama, tempat tinggal, riwayat penyakit,
riwayat ASI
Pemeriksaan Fisik : tanda-tanda dehidrasi seperti mata cekung, turgor kulit lama,
mukosa mulut kering, dan penurunan kesadaran
Pemeriksaan Laboratorium : Hitung jenis leukosit mengindikasikan penyebab
(etiologi) dari diare
1. Bagaimana diagnosis kerja?
Berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium, Amir
menderita diare akut dengan dehidrasi berat yang disebabkan oleh virus (90%
rotavirus).
2. Bagaimana komplikasi pada kasus?

Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik dan hipertonik).

Renjatan hipovolemik.

Hipotokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotonik otot, lemah, bradikardi,


perubahan pada elektrokardiogram).

Hipoglikemi.

Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena


kerusakan villi mukosa usus halus.

Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.

Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami
kelaparan.

b. Bagaimana pemeriksaan tambahan pada kasus?


Jawab :

Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal dan
adanya kekurangan volume cairan dan mineral tubuh.

Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor


dalam serum

Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan


menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan
analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan)

c. Bagaimana diagnosis bandingnya ?


Jawab :

d. Bagaimana diagnosis kerja?


Jawab : Diare Akut dehidrasi berat

e. Apa definisi diagnosis pada kasus?


Jawab : Berdasarkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium,
Amir menderita diare akut dengan dehidrasi berat yang disebabkan oleh virus
(90% rotavirus).
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara
untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10
g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/
24 jam (Juffrie, 2010).
Diare virus paling sering terjadi pada bayi usia 1-11 bulan, dimana virus
menyerang sel epitel usus halus bagian atas, yang menyebabkan gangguan

absorbsi, transport sodium dan diare. Pada bayi (usia < 2 tahun) diare utamanya
disebabkan oleh rotavirus.
f. Bagaimana etiologi pada kasus?
Jawab : Berdasarkan manifestasi klinis yang tampak pada Amir, kemungkinan
besar penyebab timbulnya gejala adalah virus golongan rotavirus.

Perbedaan mikroorganisme yang mungkin menyebabkan diare pada kasus


Gejala

Rotavirus

Shigella

Salmonella

Cholera

Massa tunas

12-72 jam

24-48 jam

6-72 jam

48-72 jam

Panas
Mual muntah

++
Sering

++
jarang

++
Sering

Sering

Nyeri perut

Tenesmus

Tenesmus, keram

Tenesmus, kolik

Nyeri kepala

Lama sakit

5- 7 hari

>7 hari

3-7 hari

3 hari

Sifat Feses
Volume
Frekuensi
Konsistensi
Mukus
Darah
Bau
Warna

Sedang
5-10 x/hari
Cair
Langu
Kuning - hijau

Sedikit
>10 x/ hari
Lembek
+
Sering
+/Merah - ijo

Sedikit
Sering
Lembek
+
Kadang
Busuk
Kehijauan

Banyak
Terus - menerus
Cair
+
Amis
Cucian beras

Leukosit

Rotavirus merupakan etiologi paling penting yang menyebabkan diare pada anak
dan balita. Infeksi Rotavirus biasanya terdapat pada anak-anak umur 6 bulan2
tahun (Suharyono, 2008). Infeksi Rotavirus menyebabkan sebagian besar
perawatan rumah sakit karena diare berat pada anak-anak kecil dan merupakan
infeksi nosokomial yang signifikan oleh mikroorganisme patogen. Salmonella,
Shigella dan Campylobacter merupakan bakteri patogen yang paling sering
diisolasi. Mikroorganisme Giardia lamblia dan Cryptosporidium merupakan
parasit yang paling sering menimbulkan diare infeksius akut.(Wong, 2009).

g. Bagaimana epidemiologi diagnosis kerja pada kasus?


Jawab : Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia
dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Diperkirakan angka kejadian di
negara berkembang berkisar 3,5 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun
pertama kehidupan. Hasil survei oleh Depkes diperoleh angka kejadian diare
sebesar 301 per 1000 penduduk. Diare masih merupakan penyebab utama
kematian bayi dan balita.

h. Bagaimana factor resiko pada kasus?


Jawab : Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita

atau tidak langsung melalui lalat.Singkatnya, dapat dikatakan melalui 4F yakni


finger (jari), flies (lalat), fluid (cairan), dan field (lingkungan).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:

Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4- 6 bulan pertama kehidupan bayi
Tidak memadainya penyediaan air bersih
Pencemaran air oleh tinja
Kurangnya sarana kebersihan (MCK)
Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
Gizi buruk
Imunodefisiensi
Berkurangnya asam lambung
menurunnya motilitas usus
menderita campak dalam 4 minggu terakhir
Faktor genetik
Faktor lainnya:
Faktor umur

Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibody ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang
paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulangm
yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih
besar dan pada orang dewasa.

Infeksi asimtomatik

Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak
menjaga kebersihan, dan berpindahpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Faktor musim

Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah
subtropik, diare karena bakteri lebih sering terjasi pada musim panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Di
daerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat
terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,
sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

- Epidemi dan pandemik


Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan
pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. cholera
0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke negaranegara di Afrika, Amerika Latin, Asia,
Timur tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun
waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar
di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir
tahun 1992, dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemic
di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.
i. Bagaimana manifestasi klinis pada kasus?
Jawab : Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau
demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung
beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian
karena kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena
gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan
seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang
pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan
penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga
frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh
untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal.

Beberapa Penyebab Diare Akut Infeksi Bakteri


Keracunan makanan karena stafilokokkus disebabkan asupan makanan yang mengandung
toksin stafilokokkus, yang terdapat pada makanan yang tidak tepat cara pengawetannya.
Enterotoksin stafilokokus stabil terhadap panas.
Gejala terjadi dalam waktu 1 6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi. Sekitar 75
% pasien mengalami mual, muntah, dan nyeri abdomen, yang kemudian diikuti diare
sebanyak 68 %. Demam sangat jarang terjadi. Lekositosis perifer jarang terjadi, dan sel
darah putih tidak terdapat pada pulasan feses. Masa berlangsungnya penyakit kurang dari
24 jam.
Diagnosis ditegakkan dengan biakan S. aureus dari makanan yang terkontaminasi, atau
dari kotoran dan muntahan pasien.
Terapi dengan hidrasi oral dan
antiemetik. Tidak ada peranan
antibiotik dalam mengeradikasi
stafilokokus dari makanan yang
ditelan

j. Bagaimana pathogenesis pada


kasus?
a. Jawab : Pada usus normal, terdapat
2 tipe sel usus, yaitu enterocyte
dan crypt cells. Sel-sel usus juga
menghasilkan
mencerna

enzim

makanan

untuk

agar

bisa

diserap. Sel enterocyte bertugas


menyerap

makanan

umumnya

berupa glukosa melalui sodium


glucose co-transporter 1 (SGLT1).

Sementara itu, crypt cell berguna untuk mengeluarkan chorida untuk mengatur air.
Di usus kecil air secara osmotik keluar dari lining usus sesuai dengan konsistensi
makanan. Pada keadaan normal, terjadi biderectional flux.
b. Rotavirus memiliki agen infeksi yaitu protein NSP4 yang merusak sel-sel usus.
Diantaranya dengan cara : merusak junction antar enterocyte, hal ini
mengakibatkan air keluar dari intravasculer ke lumen usus mengakibatkan
makanan terendam dan konsistensi lebih encer. Disamping itu, NSP4 juga
merangsang keluarnya kalsium dari endoplasmic reticulum usus. Pengeluaran ini
merambat dari satu sel ke sel seterusnya, mengakibatkan peristaltik usus
meningkat dan keluarnya chloride lebih banyak dari crypt cell.
c. Sementara itu makanan yang memiliki kadar air lebih banyak di usus halus akan
sulit dicerna hingga setelah melewati usus halus makanan tersebut masih
berbentuk bolus yang tidak tercerna dengan sempurna. Makanan dalam bentuk ini
memiliki osmolaritas yang lebih kuat terhadap air, sehingga

air tidak dapat

diserap oleh usus besar. Hal ini mengakibatkan feses keluar dalam konsistensi
yang sangat encer.
k. Bagaimana patofisiologi pada kasus?
Jawab : Rotavirus menginfeksi 2/3 proksimal ileum dengan terikat pada enterosit
matur pada ujung-ujung villi. Enterosit melaksanakan fungsi absorpsi dan sel
kripta yang terletak pada lembah villi melaksanakan fungsi sekresi (ion klorida)
ke lumen usus. Sel-sel yang rusak terkelupas masuk ke dalam lumen usus dan
melepaskan virus dalam jumlah yang besar yang dapat tampak di feses (lebih dari
1010partikel per gram feses). Ekskresi virus biasanya berlangsung 2-12 hari pada
individu yang sehat tetapi dapat memanjang pada individu dengan nutrisi yang
buruk.
Virus menginduksi kematian sel yang mengakibatkan semakin landainya epitel
villi dan proliferasi sel kripta sebagai responnya. Kapasitas absorbsi usus
menurun, sementara cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus. Sementara
enterosit juga terinfeksi, enzim-enzim pencernaan seperti sukrase dan isomaltase
juga menurun. Ketika gula terakumulasi, gradien osmotik lebih semakin
meningkatkan sekresi cairan ke dalam lumen. Diare juga terjadi dari aktivitas
enterotoksin virus, nonstruktural protein 4 (NSP4). Pada tikus NSP4 menginduksi
diare yang tergantung dosis dan usia dengan cara memicu sinyal sel dan

mobilisasi calcium yang akhirnya mengakibatkan diare sekretori. Pada model


binatang, NSP4 menginisiasi diare sekretori selama tahap awal infeksi, jadi
mendahului terjadinya inflamasi atau kerusakan selular. Akhirnya sistem saraf
enterik

berkontribusi dalam

mempertahankan keadaan diare, menstimulasi

sekresi cairan dan zat-zat.


l. Bagaimana tata laksana pada kasus?
Jawab : TATALAKSANA SECARA UMUM
Menurut Kemenkes RI (2011), prinsip tatalaksana diare pada balita adalah
LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan
Dokter Anak Indonesia dengan rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya
cara untuk mengatasi diare tetapi memperbaiki kondisi usus serta mempercepat
penyembuhan/menghentikan diare dan mencegah anak kekurangan gizi akibat
diare juga menjadi cara untuk mengobati diare. Adapun program LINTAS DIARE
yaitu:
Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah
Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Teruskan pemberian ASI dan Makanan
Antibiotik Selektif
Nasihat kepada orang tua/pengasuh
Berdasarkan derajat dehidrasinya, depkes melalui MTBS telah menentukan 3 jenis
rencana terapi:
Rencana terapi tipe A untuk dehidrasi ringan
Rencana terapi tipe B untuk dehidrasi sedang
Rencana terapi tipe C untuk dehidrasi berat
Rencana terapi tipe A tidak jauh berbeda dengan penatalaksanaan umum pada
lintas diare. Mintalah ibu agar pemberian ASI (jika masih diberi ASI) diteruskan,
atau jika tidak diberi ASI, berikanlah anak cairan makanan seperti kuah sup, air
tajin, bersama dengan oralit. Jangan hentikan pemberian makanan karena akan
memperparah status gizi anak.
Berikan oralit pada anak dengan rencana terapi tipe A dengan takaran :
< 1 tahun : 50-100 ml tiap kali BAB (sekitar setengah gelas)
>1 tahun : 100-200 ml tiap kali BAB (sekitar satu gelas penuh)
Berikan juga tablet Zinc (1 tablet : 20 mg) 1 kali sehari selama 10 harisesuai dosis
pada Lintas Diare :
2-6 bulan : tablet Zinc
>6 bulan : 1 tablet Zinc

Lanjutkan dengan pemberian nasihat kepada ibu mengenai pemberian oralit di


rumah, dan kapan harus kontrol kembali. Nasihati ibu untuk kembali segera jika
dalam 3 hari anak :
BAB lebih sering
Terus menerus muntah
Demam
Tinja berdarah
Rasa haus yang nyata, namun keinginan untuk minum berkurang
Rencana terapi tipe B masih mengandalkan terapi cairan rehidrasi oral, namun
dengan
jumlah yang lebih besar.
Bila saat pemberian cairan rehidrasi anak muntah, tunggu 10 menit. Hal yang
sama juga berlaku
untuk kedua rencana terapi (A dan C) lainnya.
RENCANA TERAPI C UNTUK ANAK PADA KASUS
Letargi pada kasus merupakan akibat dehidrasi berat. Anak dengan dehidrasi berat
harus diberi rehidrasi intravena secara cepat yang diikuti dengan terapi rehidasi
oral.
Mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat infus disiapkan, beri larutan
oralit jika anak bisa minum.
Catatan: larutan intravena terbaik adalah larutan Ringer Laktat (disebut pula
larutan Hartman untuk penyuntikan). Tersedia juga larutan Ringer Asetat. Jika
larutan Ringer Laktat tidak tersedia, larutan garam normal (NaCl 0.9%) dapat
digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrosa) tunggal tidak efektif dan jangan
digunakan.

m. Bagaimana komplikasi pada kasus?


Jawab :
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik dan

hipertonik).
2. Syok hipovolemik.
3. Hipotokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotonik otot, lemah, bradikardi,
perubahan pada elektrokardiogram).
4. Hipoglikemi.

5. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena


kerusakan villi mukosa usus halus.
6. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah penderita juga
mengalami kelaparan.
7. Gagal ginjal akut akibat dehidrasi karena kehilangan cairan tubuh dan elekrolit
8. Hipokalemia (kadar kalium rendah) , penggantian kalium yang tidak cukup
selama diare yang berulang dapat menyebabkan kekurangan kalium.
9. Ileus paralitik, berkurang/berhentinya gerakan usus akibat hipokalemia.
Gejalanya kembung, muntah.
10. Kejang, dapat terjadi karena

hipoglikemia,

hipernatremia

maupun

hiponatremia.
n. Bagaimana prognosis pada kasus?
Jawab : Diare merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak, yaitu 42%
dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena
diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%. Berdasarkan epidemiologi tersebut,
bisa dikatakan bahwa prognosis diare adalah buruk bila tidak ditangani dengan
cepat, tepat, dan semestinya. Apabila kasus diare dan dehidrasinya diberi
tatalaksana yang adekuat, ada kemungkinan untuk prognosis baik.
o. Bagaimana pencegahan pada kasus?

Jawab : Mencuci tangan. Anak harus diajarkan untuk mencuci


tangannya, sedangkan pada bayi sering dilap tangannya.
Bunda pun juga harus sering mencuci tangan, terutama saat
memberi makan pada anak dan setelah memegang sesuatu
yang kotor seperti setelah membersihkan kotoran bayi atau
anak.

Tutup makanan dengan tudung saji.

Masak air minum dan makanan hingga matang.


Jaga kebersihan makanan dan minuman, berikan ASI eksklusif
minimal 6 bulan karena ASI mengandung immunoglobulin.
Untuk bayi yang "terpaksa"

menggunakan susu formula,

maka dotnya harus dicuci bersih dan disterilkan dengan baik.


p. Apa SKDI pada kasus?
Jawab : 4A

LEARNING ISSUE
1. ANATOMI SISTEM GASTROINTESTINAL

gerry trikur deta

Anatomi Gastrointestinal
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ
yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
A. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan.
Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem
pencernaan lengkap yang berakhir di anus.

Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di
permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan
pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri
dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna.
Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut
dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung
antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri
secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.

B. Faring
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa
yunani yaitu Pharynk.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak
mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini
terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang
rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang
bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan
lubang yang disebut ismus fausium
Tekak terdiri dari; Bagian superior =bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian
media = bagian yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang
sama tinggi dengan laring.
Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga,Bagian media disebut

orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah bagian inferior disebut
laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring
C. Esofagus
Esofagus adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan
mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut
esofagus(dari bahasa Yunani: i, oeso membawa, dan , phagus
memakan).
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi.
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
D. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.
Terdiri dari 3 bagian yaitu

Kardia.
Fundus.
Antrum.
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin
(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter
menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting :
* Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap
kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada
terbentuknya tukak lambung.
* Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin
guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai
penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
* Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
E. Duodenum
Duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan
menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan
bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di
ligamentum Treitz.
Duodenum merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh
selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat

sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan
kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum,
yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum
melalui sfingter pilorus Fdalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh,
duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan
makanan.

F. Jejunum
Jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari
(duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh
usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan
usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili),
yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan
usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat
dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri.
Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti lapar dalam bahasa Inggris
modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti kosong.
G. Ileum
Ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia ini
memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan

dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit
basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
H. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
* Kolon asendens (kanan)
* Kolon transversum
* Kolon desendens (kiri)
* Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa
bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin
K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta
antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan
terjadilah diare.

I. Usus Buntu (sekum)


Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, buta) dalam istilah anatomi adalah
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak
dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil.
Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif
memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing.
J. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung
dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai
cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun
lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda bisa di
retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan),
sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
I. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, meluruskan, mengatur) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong
karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika

kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan
untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan
material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan
untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika
defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan
terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan
anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting
untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar
dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya
dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang
dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar BAB), yang merupakan fungsi
utama anus.
K. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin.
Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum
(usus dua belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
* Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
* Pulau pankreas, menghasilkan hormon
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon
ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein,
karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang
dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya
akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan

sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara
menetralkan asam lambung.
L. Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki
berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa
fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan
penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah
medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari
kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh
darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang
bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati
sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam
hati, dimana darah yang masuk diolah.
Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya
dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.
Hati adalah organ yang terbesar di dalam badan manusia.

M. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang
dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan
berwarna hijau gelap bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna
cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua
belas jari melalui saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb)
yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.

2. FISIOLOGI SISTEM GASTROINTESTINAL


Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya
menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta
membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ
yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
A. Mulut
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di
permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan
pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri
dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan
di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang
lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari
makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah
juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan

menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan
berlanjut secara otomatis.
B. Faring
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa
yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu
kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan
terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang
bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan
lubang yang disebut ismus fausium
C. Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut
esofagus(dari bahasa Yunani: i, oeso membawa, dan , phagus
memakan).
D. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.
Terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus, dan antrum. Makanan masuk ke dalam
lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa
membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya
kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk
mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung
menghasilkan 3 zat penting :
* Lendir : Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.
Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah
kepada terbentuknya tukak lambung.
* Asam klorida (HCl) : Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang
diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga
berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai
bakteri.
* Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
E. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang
mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M
sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah
Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
1. Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua belas
jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan
berakhir di ligamentum Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal,
yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua
muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan
makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama
dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam
jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan
sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
2. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua
dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter
adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili),
yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan
usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat
dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri.
Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara
makroskopis.
3. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garamgaram empedu.

F. Caecum
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, buta) dalam istilah anatomi adalah
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak
dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil.
Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif
memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing.
G. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen). Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap
embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa
bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung
umbai cacing bisa berbeda bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas
tetap terletak di peritoneum.
H. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
Usus besar terdiri dari :
* Kolon asendens (kanan)
* Kolon transversum
* Kolon desendens (kiri)
* Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa
bahan dan
membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi
membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal
dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada
bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan
dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
I. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, meluruskan, mengatur) adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong
karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan
untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rectum karena penumpukan
material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan

keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material
akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika
defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan
anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting
untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar
dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya
dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang
dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar BAB), yang merupakan fungsi
utama anus.
J. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama yaitu
menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin.
Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum
(usus dua belas jari). Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
* Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
* Pulau pankreas, menghasilkan hormon
Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon
ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein,
karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang
dapat digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya
akan aktif jika telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan
sejumlah besar sodium bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara
menetralkan asam lambung.
K. Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki
berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Organ ini
memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam
tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat.
Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang
bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani
untuk hati, hepar. Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya
akan pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke
dalam vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk
ke dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh
kecil di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut
dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan
ke dalam sirkulasi umum.

L. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir yang
dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan
berwarna hijau gelap bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna
cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua
belas jari melalui saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin
(Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.

FISIOLOGI SALURAN PENCERNAAN PADA BAYI


Motilitas usus halus hanya sedikit berkembang sebelum umur kehamilan 28
minggu. Kontraksi gastrik yang belum teratur pertamakali ditemukan pada awal
minggu ke 26 kehamilan.
Motilitas gastrointestinal mulai dapat diukur pada usia kehamilan 28 sampai 30
minggu walaupun belum mendapatkan diet enteral. Usus halus menunjukkan pola
motilitas yang tidak teratur antara umur kehamilan 27 dan 30 minggu, dan
menjadi pola yang lebih matang pada kehamilan 33 sampai 34 minggu
dimanaterdapat kompleks migrasi mioelektrik. Transit gastroanal berkisar 8 sampai 96
jam pada bayi preterm sedangkan pada orang dewasa 4 sampai 12 jam.
Peningkatan koordinasi dan kekuatan kontraksi gaster dan usus halus mulai
didapatkan pada usia kehamilan 30 minggu. Pada usia kehamilan 36 minggu pola
motilitas saluran cerna janin mulai menyerupai pola motilitas usus bayi yang

telah cukup bulan, saat ini gerakan menghisap dan menelan telah teratur, janin
menelan cairan amnion kira-kira 450 mL/hari pada trimester ketiga.
Motilitas organ saluran cerna diatur oleh input dari miogenik, neural dan
neuroendokrin baik saat puasa atau saat digesti. Berikut berapa faktor yang
mempengaruhi motilitas saluran cerna antara lain aktivitas listrik otot polos
gastrointestinal dan ion Kalsium, kalium dan kontraksi otot, system syaraf dan
neurotransmitter dan hormon yang disekresi oleh neuron-neuron enterik yang
berpengaruh terhadap motilitas gastrointestinal.
Rasio kalium intra dan ekstraseluler merupakan faktor penentu potensial listrik di
sel membran. hal ini berperan dalam bangkitan potensial jaringan saraf dan otot. Pada
keadaan hipokalemi dapat terjadi keadaan eksitabilitas neuromuskuler
(hiporefleksia atau paralysis, penurunan peristaltik atau ileus).
Traktus gastrointestinal memiliki system persarafan yang disebut system saraf
enteric,seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esophagus mamanjang
sampai
ke anus. Sistem ini terutama mengatur pergerakan dan sekresi
gastrointestinal.
Neurotransmiter dan hormon yang berperan pada motilitas saluran cerna.
Terdapat beberapa zat yang berperan sebagai neurotransmitter berbeda yang
dilepaskan oleh ujung-ujung saraf dari neuron enterik. Beberapa neurotrassmiter
yang sering kita kenal adalah asetilkolin, norepineprin sedangkan yang lain adalah
adenosis trifosfat, serotonin, dopamin, Kolesistokinin, substansi P, vasoactive
intestinal polypeptide, somatostatin, leu-enkephalin, metenkephalin, dan bombesin.
Fungsi spesifik dari neurotransmitter ini kurang dikenal, sehingga
pembahasannya terbatas.
Hormon tiroid berpengaruh terhadap motilitas saluran gastrointestinal, pada
keadaan hipotiroid terjadi penurunan aktivitas listrik dan motorik dari
esophagus, lambung , usus halus dan usus besar, sehingga pada keadaan
hipotiroid dapat terjadi keadaan konstipasi. Sedangkan pada keadaan hipertiroid
akan terjadi keadaan sebaliknya yaitu diare.
Hormon motilin adalah suatu suatu hormon polipeptida yang disekresi oleh sel
enterokromatin usus, terbukti dapat membantu meningkatkan motilitas usus
sehingga meningkatkan pula frekuensi defekasi. Motilin pada orang
dewasa,diproduksi oleh sel endokrin yang berada di atas usus halus. Hormon
ini berperan pada pemendekan waktu transit di usus halus . Kadar motilin
plasma akan meningkat setelah mendapatkan diet secara enteral pada bayi
kurang bulan.Tingginya kadar motilin dalam darah saat masa neonatus
berhubungan dengan, efisiensi dari fungsi motorik saluran cerna.

Absorbsi air di usus halus disebabkan karena derajad osmolaritas yang terjadi apabila
bahan terlarut ( khususnya natrium) diabsorbsi secara aktif dari lumen usus oleh sel
epitel vili. Ada beberapa mekanisme penyerapan Na di usus halus :
Natrium( Na+) terkait dengan penyerapan ion klorida atau diabsorbsi langsung
sebagai ion Na+ atau ditukar dengan ion hydrogen atau terkait dengan absorbsi
bahan organik seperti glukosa aatu asam amino tertentu untuk dapat masuk sel
epitel. Penambahan glukosa ke larutan elektrolit
dapat meningkatkan
penyerapan Natrium di usus halus sebanyak tiga kali. Setelah disbsorbsi, natrium
dikeluarkan dari sel epitel melalui pompa ion yang disebut sebagai Na+ K+ATPase.
Pengeluaran Na+ ke cairan ekatraseluler ini meningkatkan osmolaritasnya dan
menyebabkan air dan elektrolit lainnya mengalir secara pasip dari lumen usus
halus melalui saluran interseluler ke dalam cairan ekstraseluler. Proses ini
menjaga
keseimbangan osmotik antara cairan intraluminer usus dan cairan
ekstraseluler.
ENZIM PENCERNAAN PADA BAYI
Proses pencernaan kemudian disempurnakan oleh sejumlah enzim dalan getah usus (
sukus enterikus) sehingga zat makanan menjadi bentuk yang siap diserap.
Enzim-enzim ini banyak terdapat diantara vili brush border. Beberapa organ dan
enzim yang berperan dalam proses pencernaan zat makanan (karbohidrat, lemak,
dan protein) pada bayi, belum berfungsi secara optimal. Aktivitas enzim ini akan
bertambah sesuai dengan bertambahnya usia. Aktivitas amilase yang optimal
akan tercapai pada usia 12 bulan, lipase mencapai kadar seperti orang dewasa
pada usia 24 bulan, sedangkan aktivitas tripsin pada bayi baru lahir sudah sama
dengan orang dewasa.
Karbohidrat terpenting dalam diet bayi adalah laktosa, sedang pada anak besar
dan dewasa 60% karbohidrat dalam diet adalah pati, sedikit sukrosa dan sedikit
sekali laktosa. Kurang lebih 4,8 % ASI terdiri dari laktosa, yang menyediakan
hampir 40% dari total kalori yang disediakan oleh ASI . Kolustrum
mengandung laktosa yang rendah yaitu sekitar 5,3 gram/100 ml sedangkan pada
ASI matur lebih tinggi secara bermakna yaitu 6,8 gram /100ml.
Laktosa dan disakarida yang lain dicerna oleh enzim yang berada di membran brush
border pada enterosit yang telah matur. Laktase menghidrolisis laktosa menjadi
glukosa dan galaktosa. Aktivitas laktase meningkat seiring dengan bertambahnya
usia kehamilan, dari 30 % pd kehamilan 26-34 minggu menjadi 70% pada
kehamilan 35-38 minggu dan mencapai 100 % pada usia 2-4 minggu setelah lahir.
Setelah itu aktivitas enzim laktase secara genetik akan menurun dan mencapai kadar
terendah pada usia dewasa.
Lima puluh persen kebutuhan kalori pada bayi dicukupi dari lemak dalam ASI
dan susu formula. Lebih dari 98% lemak susu ini dalam bentuk triagliseride,
yang mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh yag diesterasi menjadi

gliserol.
Asam lemak jenuh utama dalam ASI adalah asam palmitat yang
merupakan 20 25 % dari seluruh asam lemak.dalam ASI, lebih dari 60%
asam palmitat diesterasi pada posisi Sn-2 dari rantai trigliserid.
Fisiologi Defekasi
Proses defekasi diawali dengan adanya mass movementdari usus besar desenden
yang mendorong tinja ke dalam rektum. Mass movementtimbul +/- 15 menit
setelah makan dan hanya terjadi beberapa kali dalam sehari. Adanya tinja
dalam tinja dalam rektum menyebabkan peregangan rektum dan pendorongan tinja
kearah sfinkter ani.
Reflek Defekasi
Reflek defekasi timbul saat tinja memasuki rektum , maka peregangan rektum
selanjutnya menimbulkan rangsangan sensoris pada dinding usus dan pelvis,
sehingga menimbulkan gelombang peristaltik pada usus besar desenden, sigmoid
dan rektum, mendorong tinja kearah anus. Distensi rektum menimbulkan impuls
pada serat-serat sensoris asendens yang selanjutnya dibawa ke kortek yang
menimbulkan kesadaran tentang adanya distensi. Sementara itu terjadi kontraksi
sementara otot lurik sfingter ani eksternus, puborectal sling( bagian dari muskulus
levator ani). Dengan demikian terjadilah reflek yang disebut reflek inflasi.
Pengantaran impuls saraf ke arah distal melalui pleksus mienterikus pada bagian
kaudal dinding rektum akan menyebabkan reflek inhibisi otot polos muskulus
sfingter ani internus. Peristiwa ini disebut reflek relaksasi rektosfingter.
Relaksasi sfingter ani internus ini terjadi secara proposional terhadap volume
dan kecepatan distensi rektum. Keadaan ini diikuti oleh penghambatan spingter
ani eksternus, yang melibatkan jalur refleks dan fasilitasi kortikal. Reflek
puborektalis akan mengakibatkan melebarnya sudut anorektal ( normal 60
105o menjadi 140o) menyebabkan jalur anus tidak terhalangi. Peningkatan tekanan
abdomen dihubungkan dengan peristaltik pada dinding abdomen, menyebabkan
keluarnya tinja sehingga terjadi pengosongan rektum.
Setelah tinja keluar, maka segera terjadi terjadi reflek penutupan,

aktivitas

ini terjadi sangat cepat yaitu kembalinya otot dasar panggul, sudut anorektal
dan tonus spingter ke posisi semula.

Fisiologi Defekasi Pada Bayi


Pada bayi perkembangan fungsi dan struktur anorektal bertambah sesuai
umur. Rektum bertambah panjang disertai dengan tumbuhnya katup rektal dan
sudut anorektal. Terdapat variasi waktu terjadi pada perkembangan reflek inhibitor

rektoanal. Pada kontrol volunter, distensi rektal akan dengan cepat


menyebabkan hilangnya aktivitas elektrik dan tonus dari spinkter ani eksternal.
Defekasi pada bayi baru lahir diawali dengan keluarnya mekoneum. Mekoneum
adalah tinja yang berwarna hitam, kental dan lengket yang merupakan campuran
sekresi kelenjar intestinal dan cairan amnion. Pada keadaan normal, mekoneum
akan keluar pada 36-48 jam pertama setelah lahir sebanyak 2 3 kali per hari.
Mikroflora usus normal gram positif pada ASI lebih banyak dibandingkan gram
negatif. Pada bayi kurang bulan sering didapatkan tinja yang keras atau
frekuensi defekasi yang rendah. Pada bayi yang mendapatkan susu formula
memiliki tinja yang lebih padat dibandingkan dengan yang mendapatkan ASI.
Pola Defekasi
Pola defekasi pada anak sangat bervariasi dan sangat bergantung pada fungsi organ,
susunan saraf, jenis diet , serta usia anak. Pada fungsi organ dan sistim saraf yang
normal, maka pola makan sangat berperan.

3. DIARE DAN DEHIDRASI PADA ANAK


DIARE DAN DEHIDRASI PADA ANAK
Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas anak di dunia
yang menyebabkan 1,6 -2,5 juta kematian pada anak tiap tahunnya, serta merupakan 1/5 dari
seluruh penyebab kematian. Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia menunjukkan
penurunan angka kematian bayi akibat diare dari 15,5% (1986) menjadi 13,95% (1995).
Penurunan angka kematian akibat diare juga didapatkan pada kelompok balita berdasarkan
survey serupa, yaitu 40% (1972), menjadi 16% (1986) dan 7,5% (2001). Tetapi, penurunan
angka mortalitas akibat diare tidak sebanding dengan penurunan angka morbiditasnya.
Penurunan mortalitas ini merupakan salah satu wujud keberhasilan ORS (Oral
Rehydration Solution) untuk manajemen diare. Diare terbagi menjadi diare akut dan kronik.
Diare akut berdurasi dua minggu atau kurang, sedangkan diare kronis lamanya lebih dari 2
minggu.
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di negara
berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar kasus
penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit,
akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk sindroma
malabsorpsi. Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering
disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa.
Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode diare dapat
menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan berkurangnya kemampuan
menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya berkepanjangan akan berdampak
terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.
Diare Akut
Diare akut adakah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari 1 minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi buang air
besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, tetapi masih
bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak
tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya
oerkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare

yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair
yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada seorang
anak buang air besar kurang dari 3 kali per hari, tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah
dapat disebut diare.
Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk di
Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada anak,
terutama usia di bawah lima tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap tahunnya
karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang, Sebagai
gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil
Riskesdas 2007 diperoleh diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak
yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena
diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.
Cara Penularan dan Faktor Resiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui
lalat.Singkatnya, dapat dikatakan melalui 4F yakni finger (jari), flies (lalat), fluid (cairan),
dan field (lingkungan).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:

Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4- 6 bulan pertama kehidupan bayi
Tidak memadainya penyediaan air bersih
Pencemaran air oleh tinja
Kurangnya sarana kebersihan (MCK)
Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis
Gizi buruk
Imunodefisiensi
Berkurangnya asam lambung
menurunnya motilitas usus
menderita campak dalam 4 minggu terakhir
Faktor genetik
Faktor lainnya:
- Faktor umur

Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.


Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan
kadar antibody ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang
paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulangm
yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih
besar dan pada orang dewasa.

Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan

infeksi

asimtomatik

berperan

penting

dalam

penyebaran

banyak

enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga
kebersihan, dan berpindahpindah dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah
subtropik, diare karena bakteri lebih sering terjasi pada musim panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Di
daerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat
terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan
diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

Epidemi dan pandemik

Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan
pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua
golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. cholera 0.1 biotipe
Eltor telah menyebar ke negaranegara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur tengah
dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun waktu yang sama
Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di Amerika Tengah
dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir tahun 1992, dikenal
strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari 11
negara mengalami wabah.

Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-kuman patogen
telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada kasus yang datang di
sarana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat
diidentifikasikan tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare
oada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya dalah golongan virus,
bakteri, dan parasit. Dua tipe dasar diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory
dan inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin
oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh birus, perlekatan oleh parasit, perlekatan
dan/atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya, inflammatory diare biasanya disebabkan oleh
bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitokin.
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah:

Golongan bakteri
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Aeromonas
Bacillus cereus
Campylobacter jejuni
Clostridium perfringens
Clostridium defficile
Escherichia coli
Plesiomonas shigeloides

Golongan virus

8. Salmonella
9. Shigella
10. Staphylococcus aureus
11. Vibrio cholera
12. Vibrio parahaemolyticus
13. Yersinia enterocolitic

1.
2.
3.
4.

Astrovirus
Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
Enteric adenovirus
Coronavirus

Golongan parasit
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Balantidium coli
Blastocystis homonis
Cryptosporidium parvum
Entamoeba histolytica
Giardia lamblia
Isopora belli
Strongyloides stercoralis
Trichuris trichiura

5.
6.
7.
8.

Rotavirus
Norwalk virus
Herpes simplex virus*
Cytomegalovirus*

Sumber: Nelson Textbook of Pediatric


*umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita imunompromised
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak
yaitu Rotavirus, Escherichia coli, Shigella, Campylobacter jejuni, dan Cryptosporidium.
Patogenesis
Patogenesis terjadingan diare yang disebabkan virus yaitu virus yang menyebabkan
diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung
villus pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan berbagai tingkat penumpulan villus
dan infiltrasi sel bundar pada lamina propia. Perubahan-perubahan patologis yang diamati
tidak berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala klinis dan biasanya sembuh sebelum
penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena walaupun biasanya dugunakan istilah
gastroenteritis, walaupun pengosongan lambung tertunda telah didokumentasikan selama
infeksi virus Norwalk.
Virus akan menginfeksi lapisan epitelium di usus halus dan menyerang villus di usus
halus. Hal ini menyebabkan fungsi adsorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus
yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga
fungsinya belum baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap atau tercerna
akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi hiperperistalik usus sehingga
cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan
diare osmotik dari penyerapan aor dan nutrient yang tidak sempurna.
Pada usus halus, enterosit viluus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi, yang
mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan seperti
transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam
amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai
enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pansekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan
demikian infeksi virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan ketidakseimbangan
rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi dan malabsorbsi karbohidrat kompleks,
terutama laktosa.
Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat jarang, walaupun penderita
terganggu imun dapat mengalami keterlibatan hari dan ginjal. Kenaikan kerentanan bayi
(disbanding dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa) sampai morbiditas berat dan
58

mortalitas gastroenteritis virus dapat berkaitan dengan sejumlah faktor termasuk penurunan
fungsi cadangan usus, tidak ada imunitas spesifik, dan penurunan mekanisme pertahanan
hospes nonspesifik seperti asam lambung dan mukus. Enteritis virus sangat memperbesar
permeabilitas usus terhadap makromolekul lumen dan telah dirumuskan menaikkan risiko
alergi makanan.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan
pengaturan transport ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis
terjadinya diare oleh Salmonella, Shigella, E. coli agak berbeda dengan patogenesis diare
oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel
mukosa usus halus sehingga dapat menyebabkan reaksi sistemik. Toksin Shigella juga dapat
masuk ke dalam serabut otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini
dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.
Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologic. Gejala gastrointestinal
berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung
pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah
dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis netabolik, dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya
karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler, dan kematian bila tidak
diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi
isotonic, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang, dan dehidrasi berat.
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik pathogen antara lain:
vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis, pneumonia,
hepatitis, peritonitis, dan septic trombophlebitis. Gejala neurologic dari infeksi usus bisa
berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat), hipotoni dan
kelemahan otot (C. botulinum).
Manifestasi immune mediated ekstraintestinal biasanya terjadi setelah diarenya sembuh,
contoh:
Tabel 1 Manifestasi immune mediated ekstraintestinal dan enteropatogen terkait
59

Manifestasi

Enteropatogen terkait

Reaktive arthritis

Salmonella,

Shigella,

Yersinia,

Camphylobacter, Clostridium difficile


Guillain Barre Syndrome

Camphylobacter

Glomerulonephritis

Shigella, Camphylobacter, Salmonella

IgA nephropathy

Camphylobacter

Erythema nodusum

Yersinia, Camphylobacter, Salmonella

Hemolytic anemia

Camphylobacter, Yersinia

Hemolytic Uremic Syndrome (HUS)

S. dysentrie, E. coli

Sumber: Nelson Textbook of Pediatrics


Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi.
Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih
hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum menunjukkan
terkenanya usus besar.
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena organism yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti enterik
virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non-inflammatory diare. Biasanya penderita tidak
panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan
bahwa saluran cerna bagian atas terkena. Oleh karena pasien immunocompromise
memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit
kronis sangat penting.
Tabel 2 Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab.
Gejala
klinik

Rotavirus

Shigella

Salmonella

ETEC

EIEC

Kolera

Masa tunas

17-72 jam

24-48 jam

6-72 jam

6-72 jam

6-72 jam

47-72 jam

Panas

++

++

++

Mual muntah

Sering

Jarang

Sering

60

Nyeri perut

Tenesmus

Tenesmus
kramp

Tenesmus
kolik

Tenesmus
kramp

Sering kramp

Nyeri kepala

Lamanya

5-7 hari

> 7 hari

3-7 hari

2-3 hari

variasi

3 hari

Volume

Sedang

Sedikit

Sedikit

Banyak

Sedikit

Banyak

Frekuensi

5-10 /hari

> 10x/hari Sering

sering

Sering

Terus-menerus

Konsistensi

Cair

Lembek

Lembek

Cair

Lembek

Cair

Kadang

Busuk

Amis khas

Kehijauan

Tak
berwarna

Merah-

Seperti air

sakit
Sifat tinja

sering
Darah

Bau

Langu

Warna

Kuning
hijau

Merah
hijau

hijau

cucian beras

Leukosit

Lain-lain

anoreksia

Kejang

Sepsis +

Meteoris
mu

Infeksi
sistemik

Diagnosis
1.

Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir, dan darah. Bila disertai muntah:
volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang, atau tidak kencing dalam 68 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau
penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang
telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas
atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
61

2.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama
dehidrasi: kesadara, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan
lainnya, seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada atau
tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering atau basah.
Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu
karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara obyektif
yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare dan subyektif
dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria MMWR, dan lainnya.

Tabel 3 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

Simptom

Minimal atau
Dehidrasi
tanpa dehidrasi, RinganSedang,
Kehilangan BB < Kehilangan BB
3%
3-9%

Dehidrasi Berat, Kehilangan BB > 9%

Normal,

lelah,
Apatis,
gelisah, irritable

Kesadaran

Baik

letargi, tidak sadar

Denyut Jantung

Normal

Normal meningkat

Takikardi, bradikardia pada kasus berat

Kualitas nadi

Normal

Normal
melemah

Lemah, kecil, tidak teraba

Pernafasan

Normal

Normal cepat

Dalam

Mata

Normal

Sedikit cowong

Sangat cowong

Air mata

Ada

Berkurang

Tidak ada

Mulut dan lidah

Basah

Kering

Sangat kering

Cubitan kulit

Segera kembali

Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik

Capillary refill

Normal

Memanjang

Memanjang, minimal

62

Ekstremitas

Normal

Dingin

Kencing

Normal

Berkurang

Dingin,

mottled,

sianotik
Minimal

Sumber: adaptasi dari Dugaan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan WHO 1995
Tabel 4 Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Penilaian

Lihat:
* Keadaan umum

Baik, sadar

Gelisah, rewel

Lesu, lunglai atau tidak

*mata

Normal

Cekung

sadar

*air mata

Ada

Tidak ada

*mulut dan lidah

Basah

Kering

*rasa haus

Minum

biasa

(tidak haus)

Haus,

Sangat
kering

cekung

dan

Kering
ingin

minum banyak

Sangat kering
Malas

minum

atau

tidak bisa minum


Periksa : turgor kulit

Kembali cepat

Kembali lambat

Kembali sangat lambat

Hasil pemeriksaan

Tanpa dehidrasi

Dehidrasi ringansedang Dehidrasi berat

Terapi

Rencana Terapi A

Rencana Terapi B

Rencana Terapi C

Sumber: adaptasi dari Dugaan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan WHO 1995
Tabel 5 Penentuan derajat dehidrasi menurut system pengakaan-Maurice King (1974)
Nilai untuk gejala yang ditemukan

Bagian tubuh yang


diperiksa

Keadaan umum

Sehat

Gelisah, cengeng,
apatis, ngantuk

Mengigau, koma, atau


syok

Kekenyalan kulit

Normal

Sedikit kurang

Sangat kurang

Mata

Normal

Sedikit cekung

Sangat cekung

Ubun-ubun besar

Normal

Sedikit cekung

Sangat cekung

Mulut

Normal

Kering

Kering & sianosis

Denyut nadi/menit

Kuat < 120

Sedang 1(120-140)

Lemah > 140

Sumber: Sunoto 1991


63

Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1, atau 2 sesuai dengan tabel, kemudian
dijumlahkan. Bilai nilai 0-2 maka ringan, 3-6 maka sedang dan 7-12 adalah berat.

3.

Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita
dengan dehidrasi berat, contohnya pemeriksaan darah lengkap, kultur urin, dan tinha
pada sepsis atu infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang
diperlukan diare akut:

Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan

tes kepekaan terhadap antibiotika


Urin: urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika
Tinja
- Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin
virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi di luar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebakan infeksi bakteri
yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan
peradangan mukosa atau parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli, dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada
infeksi E. histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada
infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk
didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Crytosporidium, dan
Strongyloides.

Tabel 6 Tes laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi


enteropatogen
Tes Laboratorium

Organisme diduga/identifikasi
64

Mikroskopik: lekosit pada tinja

Invasif

atau

bakteri

yang

memproduksi sitotoksin
Trophozoit,

kista, G. lamblia, E. histolytika,


oocysts, spora Cryptosporidium, I. belli,
Cyclospora

Rhabditiform lava

Strongyloides

Spiral atau basil gram (-) berbentuk S

Campylobacter jejuni

Kultur tinja: Standard

E. coli,

Shigella,

Salmonella,

Camphylobacter jejuni
Kultur tinja: Spesial

Y. enterocolitica, V. cholera, V.
parahaemolyticus, C. difficile,
E.coli, O157:H7

Enzym immunoassay atau latex aglutinasi

Rotavirus, G. lamblia, enteric


adenovirus, C. difficile

Serotyping

E. coli, O 157 : H7, EHEC, EPEC

Latex aglutinasi setelah broth enrichment

Salmonella, Shigella

Test

Bakteri yang memproduksi toksin,


EIEC, EAEC, PCR untuk genus
virulen

yang

dilakukan

di

laboratorium riset

Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan

mikroskopik

untuk

mencari

adanya

leukosit

dapat

memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya


proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon
terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada
pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasive atau kuman yang
memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC,
C.difficile, Y. enterolytica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas
atau P. shigelloides. Leukosit yang ditemukan pada umumnya adalah leukosit
65

PMN, kecuali pada S. typhii leukosit mononuklear. Tidak semua penderita


kolitis terdapat leukosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E.
hystolitica pada umumnya leukosit pada tinja minimal. Parasit yang
menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi leukosit dalam jumlah
banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau
parasit kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian ke daerah resiko tinggi,
kultur tinja negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada
pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang
disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis, dan strongylodiasis di
mana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau jejunum
bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di saluran cerna
bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan tinja. Biopsi
duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitive untuk diagnosis giardiasis,
strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E. hystolitica dapat
didiagnosis dengan cara pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Tropozoit
biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang
berbentuk. Teknik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba.
Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi
intermitten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan
konsentrasi antibody juga tersedia. Serologis test untuk amuba hamper selalu
positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic
Uremic Syndrome (HUS), diare dengan tinja berdarah, bila terdapat leukosit
pada tinja, KLB diare dan pada penderita immunocompromised.
Oleh karena bakteri tertentu seperti Y. enterocolitica, V. cholera, V.
Parahaemolyticus,
Camphylobacter

Aeromonas,
membutuhkan

C.

difficile,

prosedur

E.

coli

laboratorium

0157:H7
khusus

dan
untuk

identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah satu dicurigai
sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile sangat berguna
untuk diagnosis antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin membantu
dalam menegakkan diagnosis pada penderita dengan symptom colitis berat atau
penyebab inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah dilakukan
pemeriksaan laboratorium terapi.
66

4. SYOK HIPOVOLEMIK

DEFINISI DAN PENYEBAB SYOK


Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan
ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan mekanisme
homeostasis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok
dan homeostasis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok
merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang
kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:
1. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata)
kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.
2. Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang
jelek.
Syok dapat diklasifikasi sebagai syok hipovolemik, kardiogenik, dan syok anafilaksis. Di sini
akan dibicarakan mengenai syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh hilangnya cairan
intravaskuler, misalnya terjadi pada:
1. Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh
seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang
besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur
menampung 1000-1500 ml perdarahan.
3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma
atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
1.

Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.


67

2.

Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.

3.

Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.


Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah
yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan.
Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme
anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya
asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting
dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian syok hipovolemik yang
disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang
harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan
selanjutnya, bukan prioritas utama.

Gejala dan Tanda Klinis


Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid,
besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan
cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan
mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi
dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun
terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam
waktu yang cepat atau singkat.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia,
penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit.
Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:
1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu
berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis
penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi
berfungsi mengurangi asidosis jaringan.

68

3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan
curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan
tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri
turun tidak di bawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria
pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.

Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan
adanya tanda-tanda dehidrasi seperti:
(1) Turunnya turgor jaringan;
(2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta
(3) Bola mata cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh
metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion
yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan
kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika
(hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat.
Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi
hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat.
Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi
7,2. Apabila pH 7,0-7,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara,
untuk pH < 7,0 digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.
Pemeriksaan Laboratorium Hematologi
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai
hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil pemeriksaan.

69

Hematokrit pasien dengan syok hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung
pada penyebab syok.
Jika pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai
hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa
hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga
mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada
keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi.
Diagnosa Differensial
Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua
organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok
hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin
berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat.
Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput, oliguri, dan takhikardia. Jika pada
anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik
sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil untuk
pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50%
intravena atau 40 ml larutan dextrose 40% intravena.
Resusitasi Cairan
Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk
mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan
yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk
kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka
mortalitas.
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi
kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan
demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan
dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.

70

Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang
memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis.
Sebelumnya, ambil darah 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan
bila perluCross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa.
Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber
kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan.
Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit
atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah
perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis,
gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta.
Pemilihan Cairan Intravena
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan
kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut
kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan
salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.
Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis
Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi.
Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio
18-24 jam sesudah cedera luka bakar.
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan
darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan
kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi
alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut
dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan
hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis
yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam
jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,
71

kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai
cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat
terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada
hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer
Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati
berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat
membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan
cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian
PATOFISIOLOGI
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem fisiologi
utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin.
Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan
mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelelepasan
tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2
lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah yang
rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan
menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan
fibrinasi

dari

bekuan

darah

dan

menjadi

bentuk

yang

sempurna.

Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan


meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi
pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan
penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus,
arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon
dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot,
dan

traktus

gastrointestinal.

Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin dari
apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I,
yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin II
mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok
hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari
72

korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya
akan

menyebabkan

retensi

air.

Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan Antidiuretik


Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari posterior sebagai
respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan terhadap
penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak langsung
ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus distalis,
duktus

kolektivus,

dan

lengkung

Henle.

Patofisiologi dari syok hipovolemik itu telah tercakup pada apa yang ditulis sebelumnya.
Referensi untuk bacaan selanjutnya dapat ditemukan pada bibliografi. Mekanisme yang rumit
yang telah dijelaskan sebelumnya efektif dalam memenuhi perfusi organ vital pada
kehilangan darah yang berat. Tanpa resusitasi cairan dan darah dan atau koreksi keadaan
patologi yang mendasari perdarahan, perfusi jantung akhirnya akan berkurang, dan kegagalan
berbagai

organ

akan

segera

terjadi.

MANIFESTASI

KLINIS

Riwayat

Penyakit

Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik, riwayat penyakit penting untuk
menentukan penyebab yang mungkin dan untuk penanganan lansung. Syok hipovolemik
akibat kehilangan darah dari luar biasanya nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam
kemungkinan tidak nyata, seperti pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau
perubahan

status

mental.

Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur, dan kebingungan, sebaiknya


dinilai

pada

semua

pasien.

Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan beberapa informasi lain akan
memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu (misalnya, cedera akibat tertumbuk kemudi
kendaraan, gangguan kompartemen pada pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor)

Jika

Tanda

sadar,
vital,

pasien
sebelum

mungkin
dibawa

ke

dapat
unit

menunjukkan

gawat

darurat

lokasi

sebaiknya

nyeri
dicatat.

Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan gangguan pada pembuluh darah.
Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis adalah nyeri yang menjalar ke punggung.
Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyebabkan nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri
panggul.
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan keterangan tentang
73

hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat anti-inflamasi non steroid
yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau selainnya) adalah sangat penting.
o

Kronologi

muntah

dan

hematemesis

harus

ditentukan.

o Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang muntah yang hebat
kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss tear, sedangkan pasien
dengan riwayat hematemesis sejak sejak awal kemungkinan mengalami ulkus peptik atau
varises

esophagus.

Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu dikumpukan informasi mengenai


hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor risiko kehamilan ektopik, perdarahan
pervaginam (termasuk jumlah dan durasinya), produk konsepsi pada saluran vagina, dan
nyeri. Semua wanita usia subur sebaiknya menjalani tes kehamilan, untuk meyakinkan
apakah mereka hamil. Tes kehamilan negatif bermakna untuk menyingkirkan diagnosis
kehamilan

ektopik.

Pemeriksaan

Fisis

Pemeriksaan fisis seharusnya selalu dimulai dengan penanganan jalan napas, pernapasan, dan
sirkulasi. Ketiganya dievaluasi dan distabilkan secara bersamaan, sistem sirkulasi harus
dievaluasi

untuk

tanda-tanda

dan

gejala-gejala

syok.

Jangan hanya berpatokan pada tekanan darah sistolik sebagai indikator utama syok; hal ini
menyebabkan

diagnosis

lambat.

Mekanisme kompensasi mencegah penurunan tekanan darah sistolik secara signifikan hingga
pasien kehilangan 30% dari volume darah. Sebaiknya nadi, frekuensi pernapasan, dan perfusi
kulit lebih diperhatikan. Juga, pasien yang mengkonsumsi beta bloker mungkin tidak
mengalami

takikardi,

tanpa

memperhatikan

derajat

syoknya.

Klasifikasi perdarahan telah ditetapkan, berdasarkan persentase volume darah yang hilang.
Namun, perbedaan antara klasifikasi tersebut pada pasien hipovolemik sering tidak nyata.
Penanganan sebaiknya agresif dan langsung lebih berkaitan pada respon terapi dibandingkan
klasifikasi

awal.

Perdarahan
Tidak

ada

derajat

komplikasi,

(kehilangan
hanya

terjadi

darah
takikardi

0-15%)
minimal.

o Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan frekuensi pernapasan.
o Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk kehilangan darah sekitar 10%

Perdarahan

derajat

II

(kehilangan

darah

15-30%)

o Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit), takipnea, penurunan tekanan
74

nadi, kulit teraba dingin, perlambatan pengisian kapiler, dan anxietas ringan .
o Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin, yang menyebabkan
peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan selanjutnya meningkatkan tekanan darah
diastolik.

Perdarahan

derajat

III

(kehilangan

darah

30-40%)

o Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan darah sistolik,
oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan, seperti kebingungan atau agitasi.
o Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40% adalah jumlah
kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik.
o Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi keputusan untuk pemberian
darah

seharusnya

berdasarkan

Perdarahan

pada

derajat

IV

respon

awal

(kehilangan

terhadap

cairan.

darah

>40%)

o Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik, tekanan nadi


menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur), berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar,
penurunan
o

status

Jumlah

mental

perdarahan

(kehilangan
ini

kesadaran),

akan

dan

mengancam

kulit

dingin

kehidupan

dan

secara

pucat.
cepat.

Pada pasien dengan trauma, perdarahan biasanya dicurigai sebagai penyebab dari syok.
Namun, hal ini harus dibedakan dengan penyebab syok yang lain. Diantaranya tamponade
jantung (bunyi jantung melemah, distensi vena leher), tension pneumothorax (deviasi trakea,
suara napas melemah unilateral), dan trauma medulla spinalis (kulit hangat, jarang takikardi,
dan

defisit

neurologis)

Ada empat daerah perdarahan yang mengancam jiwa meliputi: dada, perut, paha, dan bagian
luar

tubuh.

o Dada sebaiknya diauskultasi untuk mendengar bunyi pernapasan yang melemah, karena
perdarahan yang mengancam hidup dapat berasal dari miokard, pembuluh darah, atau laserasi
paru.
o Abdomen seharusnya diperiksa untuk menemukan jika ada nyeri atau distensi, yang
menunjukkan

cedera

intraabdominal.

o Kedua paha harus diperiksa jika terjadi deformitas atau pembesaran (tanda-tanda fraktur
femur

dan

perdarahan

dalam

paha).

o Seluruh tubuh pasien seharusnya diperiksa untuk melihat jika ada perdarahan luar.
Pada pasien tanpa trauma, sebagian besar perdarahan berasal dari abdomen. Abdomen harus
diperiksa untuk mengetahui adanya nyeri, distensi, atau bruit. Mencari bukti adanya
aneurisma aorta, ulkus peptikum, atau kongesti hepar. Juga periksa tanda-tanda memar atau
75

perdarahan.
Pada pasien hamil, dilakukan pemeriksaan dengan speculum steril. Meskipun, pada
perdarahan trimester ketiga, pemeriksaan harus dilakukan sebagai double set-up di ruang
operasi.

Periksa

abdomen,

uterus,atau

adneksa.

Penyebab
Penyebab-penyebab syok hemoragik adalah trauma, pembuluh darah, gastrointestinal, atau
berhubungan

dengan

kehamilan

Penyebab trauma dapat terjadi oleh karena trauma tembus atau trauma benda tumpul.
Trauma yang sering menyebabkan syok hemoragik adalah sebagai berikut: laserasi dan ruptur
miokard, laserasi pembuluh darah besar, dan perlukaan organ padat abdomen, fraktur pelvis
dan

femur,

dan

laserasi

pada

tengkorak.

Kelainan pada pembuluh darah yang mengakibatkan banyak kehilangan darah antara lain
aneurisma,

diseksi,

dan

malformasi

arteri-vena.

Kelainan pada gastrointestinal yang dapat menyebabkan syok hemoragik antara lain:
perdarahan varises oesofagus, perdarahan ulkus peptikum, Mallory-Weiss tears, dan fistula
aortointestinal.
Kelainan yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu kehamilan ektopik terganggu, plasenta
previa, dan solutio plasenta. Syok hipovolemik akibat kehamilan ektopik umum terjadi. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik pada pasien dengan tes kehamilan negatif jarang
terjadi,

tetapi

pernah

dilaporkan.

DIFERENSIAL

DIAGNOSIS

Solusio

plasenta

Aneurisma

abdominal

Aneurisma

thoracis

Fraktur

femur

Fraktur

pelvis

Gastritis

dan

Kehamilan
Perdarahan
Trauma

Perdarahan
Trauma

post
pada

Syok
ulkus

partum
kehamilan
hemoragik

Syok

hipovolemik
peptikum

Plasenta
MASALAH

ektopik

Toksik
previa

LAIN

YANG

PERLU

DIPERTIMBANGKAN
gastrointestinal
tembus
76

LANGKAH

DIAGNOSIS

Pemeriksaan

Laboratorium

Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis dlakukan, langkah diagnosis selanjutnya


tergantung pada penyebab yang mungkin pada hipovolemik, dan stabilitas dari kondisi pasien
itu

sendiri.

Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis Complete
Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin, kadar glukosa), PT,
APTT, AGD, urinalisis (pada pasien yang mengalami trauma), dan tes kehamilan. Darah
sebaiknya

ditentukan

tipenya

dan

dilakukan

pencocokan.

Pemeriksaan

Radiologi

Pasien dengan hipotensi dan/atau kondisi tidak stabil harus pertama kali diresusitasi secara
adekuat. Penanganan ini lebih utama daripada pemeriksaan radiologi dan menjadi intervensi
segera

dan

membawa

pasien

cepat

ke

ruang

operasi.

Langkah diagnosis pasien dengan trauma, dan tanda serta gejala hipovolemia langsung
dapat

ditemukan

kehilangan

darah

pada

sumber

perdarahan.

Pasien trauma dengan syok hipovolemik membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi di unit


gawat darurat jika dicurigai terjadi aneurisma aorta abdominalis. Jika dicurigai terjadi
perdarahan gastrointestinal, sebaiknya dipasang selang nasogastrik, dan gastric lavage harus
dilakukan. Foto polos dada posisi tegak dilakukan jika dicurigai ulkus perforasi atau Sindrom
Boerhaave. Endoskopi dapat dilakukan (biasanya setelah pasien tertangani) untuk selanjutnya
mencari

sumber

perdarahan.

Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua pasien perempuan usia subur. Jika pasien
hamil dan sementara mengalami syok, konsultasi bedah dan ultrasonografi pelvis harus
segera dilakukan pada pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas tersebut. Syok
hipovolemik akibat kehamilan ektopik sering terjadi. Syok hipovolemik akibat kehamilan
ektopik pada pasien dengan hasil tes kehamilan negatif jarang, namun pernah dilaporkan.
Jika dicurigai terjadi diseksi dada karena mekanisme dan penemuan dari foto polos dada
awal, dapat dilakukan transesofageal echocardiography, aortografi, atau CT-scan dada.
Jika dicurigai terjadi cedera abdomen, dapat dilakukan pemeriksaan FAST (Focused
Abdominal Sonography for Trauma) yang bisa dilakukan pada pasien yang stabil atau tidak
stabil.

CT-Scan

umumnya

dilakukan

pada

pasien

yang

stabil.

Jika dicurigai fraktur tulang panjang, harus dilakukan pemeriksaan radiologi.


77

PENATALAKSANAAN
Penanganan

Sebelum

di

Rumah

Sakit

Penanganan pasien dengan syok hipovolemik sering dimulai pada tempat kejadian atau di
rumah. Tim yang menangani pasien sebelum ke rumah sakit sebaiknya bekerja mencegah
cedera lebih lanjut, membawa pasien ke rumah sakit sesegera mungkin, dan memulai
penanganan yang sesuai. Penekanan sumber perdarahan yang tampak dilakukan untuk
mencegah

kehilangan

darah

yang

lebih

lanjut.

Pencegahan cedera lebih lanjut dilakukan pada kebanyakan pasien trauma. Vertebra
servikalis harus diimobilisasi, dan pasien harus dibebaskan jika mungkin, dan dipindahkan ke
tandu. Fiksasi fraktur dapat meminimalisir kerusakan neurovaskuler dan kehilangan darah.
Meskipun pada kasus tertentu stabilisasi mungkin bermanfaat, transportasi segera pasien ke
rumah sakit tetap paling penting pada penanganan awal sebelum di rumah sakit. Penanganan
definitif pasien dengan hipovolemik biasanya perlu dilakukan di rumah sakit, dan kadang
membutuhkan intervensi bedah. Beberapa keterlambatan pada penanganan seperti terlambat
dipindahkan

sangat

berbahaya.

Intervensi sebelum ke rumah sakit terdiri dari immobilisasi (pada pasien trauma), menjamin
jalan

napas

yang

adekuat,

menjamin

ventilasi,

dan

memaksimalkan

sirkulasi.

Dalam penanganan syok hipovolemik, ventilasi tekanan positif dapat mengurangi aliran
balik vena, mengurangi cardiac output, dan memperburuk status/keadaan syok. Walaupun
oksigenasi dan ventilasi penting, kelebihan ventilasi tekanan positif dapat merusak pada
pasien

dengan

syok

hipovolemik.

Penanganan yang sesuai biasanya dapat dimulai tanpa keterlambatan transportasi. Beberapa
prosedur, seperti memulai pemberian infus atau fiksasi ekstremitas, dapat dilakukan ketika
pasien sudah dibebaskan. Namun, tindakan yang memperlambat pemindahan pasien
sebaiknya ditunda. Keuntungan pemberian cairan intravena segera pada tempat kejadian tidak
jelas. Namun, infus intravena dan resusitasi cairan harus dimulai dan dilanjutkan dalam
perjalanan

ke

tempat

pelayanan

kesehatan.

Pada tahun-tahun terakhir ini, telah terjadi perdebatan tentang penggunaan Military
Antishock Trousers (MAST). MAST diperkenalkan tahun1960-an dan berdasarkan banyak
kesuksesan yang dilaporkan, hal ini menjadi standar terapi pada penanganan syok
hipovolemik sebelum ke rumah sakit pada akhir tahun 1970-an. Pada tahun 1980-an,
American College of Surgeon Commite on Trauma memasukkan penggunaannya sebagai
standar penanganan pasien trauma dengan tanda-tanda dan gejala-gejala syok. Sejak saat itu,
78

penelitian telah gagal untuk menunjukkan perbaikan hasil dengan penggunaan MAST.
American College of Surgeon Commite on Trauma tidak lama merekomendasikan
penggunaan

MAST.

Bidang

Kegawatdaruratan

Tiga tujuan penanganan kegawatdaruratan pasien dengan syok hipovolemik antara lain: (1)
memaksimalkan pengantaran oksigen-dilengkapi dengan ventilasi yang adekuat, peningkatan
saturasi oksigen darah, dan memperbaiki aliran darah, (2) mengontrol kehilangan darah lebih
lanjut,

dan

(3)

Memaksimalkan

resusitasi

cairan.

penghantaran

oksigen

o Jalan napas pasien sebaiknya dibebaskan segera dan stabilisasi jika perlu. Kedalaman dan
frekuensi pernapasan, dan juga suara napas, harus diperhatikan. Jika terjadi keadaan patologi
(seperti pneumothoraks, hemothoraks, dan flail chest) yang mengganggu pernapasan, harus
segera ditangani. Tambahan oksigen dalam jumlah besar dan bantuan ventilator harus
diberikan pada semua pasien. Ventilasi tekanan positif yang berlebihan dapat berbahaya pada
pasien

yang

mengalami

syok

hipovolemik

dan

sebaiknya

dihindari.

o Sebaiknya dibuat dua jalur intravena berdiameter besar. Hukum Poeseuille mengatakan
bahwa aliran berbanding terbalik dengan panjang kateter infus dan berhubungan langsung
dengan diameter. Sehingga kateter infus intravena yang ideal adalah pendek dan diameternya
lebar; diameter lebih penting daripada panjangnya. Jalur intravena dapat ditempatkan pada
vena antecubiti, vena sphena, atau vena tangan, atau pada vena sentralis dengan
menggunakan teknik Seldinger. Jika digunakan jalur utama vena sentralis maka digunakan
kateter infus berdiameter lebar. Pada anak kurang dari 6 tahun dapat digunakan jalur
intraosseus. Faktor yang paling penting dalam melakukannya adalah skill dan pengalaman.
o Pengadaan infus arteri perlu dipertimbangkan pada pasien dengan perdarahan hebat. Untuk
pasien ini, infus arteri akan memonitoring tekanan darah secara berkala dan juga analisa gas
darah.
o Pada jalur intravena, cairan yang pertama digunakan untuk resusitasi adalah kristaloid
isotonik, seperti Ringer Laktat atau Saline Normal. Bolus awal 1-2 liter pada orang dewasa
(20

ml/kgBB

pada

pasien

anak),

dan

respon

pasien

dinilai.

o Jika tanda vital sudah kembali normal, pasien diawasi agar tetap stabil dan darah pasien
perlu dikirim untuk dicocokkan. Jika tanda vital membaik sementara, infus kristaloid
79

dilanjutkan dan dipersiapkan darah yang cocok. Jika perbaikan yang terjadi tidak bermakna
atau tidak ada, infus kristaloid harus dilanjutkan, dan darah O diberikan (darah tipe O rhesus
(-) harus diberikan kepada pasien wanita usia subur untuk mencegah sensitasi dan komplikasi
lanjut).
o Jika pasien sekarat dan hipotensi berat (syok derajat IV), diberikan cairan kristaloid dan
darah tipe O. Pedoman pemberian kristaloid dan darah tidak diatur, terapi yang diberikan
harus

berdasarkan

kondisi

pasien.

o Posisi pasien dapat digunakan untuk memperbaiki sirkulasi; salah satu contohnya
menaikkan kedua kaki pasien sementara cairan diberikan. Contoh lain dari posisi yang
bermanfaat adalah memiringkan pasien yang sementara hamil dengan trauma kearah kirinya,
dengan tujuan memposisikan janin menjauhi vena cava inferior dan meningkatkan sirkulasi.
Posisi Trendelenburg tidak dianjurkan untuk pasien dengan hipotensi karena dikhawatirkan
terjadi aspirasi. Posisi Trendelenburg juga tidak memperbaiki keadaan kardiopulmonal dan
dapat

mengganggu

pertukaran

udara.

o Autortransfusi mungkin dilakukan pada beberapa pasien trauma. Beberapa alat diizinkan
untuk koleksi steril, antikoagulasi, filtrasi, dan retransfusi darah disediakan. Pada penanganan
trauma. Darah yang berasal dari hemothoraks dialirkan melalui selang thorakostomi.

Kontol

perdarahan

lanjut

o Kontrol perdarahan tergantung sumber perdarahan dan sering memerlukan intervensi


bedah. Pada pasien dengan trauma, perdarahan luar harus diatasi dengan menekan sumber
perdarahan secara langsung, perdarahan dalam membutuhkan intervensi bedah. Fraktur
tulang

panjang

ditangani

dengan

traksi

untuk

mengurangi

kehilangan

darah.

o Pada pasien dengan nadi yang tidak teraba di unit gawat darurat atau awal tibanya, dapat
diindikasikan torakotomi emergensi dengan klem menyilang pada aorta diindikasikan untuk
menjaga suplai darah ke otak. Tindakan ini hanya bersifat paliatif dan butuh segera dibawa di
ruang

operasi.

o Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, vasopressin intravena dan H2 bloker telah
digunakan. Vasopressin umumnya dihubungkan dengan reaksi negatif, seperti hipertensi,
aritmia, gangren, dan iskemia miokard atau splanikus. Oleh karena itu, harus
dipertimbangkan untuk penggunaanya secara tetap. H2 Bloker relatif aman, tetapi tidak
terlalu

menguntungkan

o Infus somatostatin dan ocreotide telah menunjukkan adanya pengurangan perdarahan


gastrointestinal yang bersumber dari varises dan ulkus peptikum. Obat ini membantu kerja
vasopressin

tanpa

efek

samping

yang

signifikan.
80

o Pada pasien dengan perdarahan varises, penggunaan Sengstaken-Blakemore tube dapat


dipertimbangkan. Alat ini memiliki balon gaster dan balon esofagus. Balon gaster pertama
dikembangkan dan dilanjutkan balon esofagus bila perdarahan berlanjut. Penggunaan selang
ini dikaitkan dengan akibat yang buruk, seperti ruptur esofagus, asfiksi, aspirasi, dan ulserasi
mukosa. Oleh karena alasan tersebut, penggunaan ini dipertimbangkan hanya sebagai alat
sementara

pada

keadaan

yang

ekstrim.

o Pada dasarnya penyebab perdarahan akut pada sistem reproduksi (contohnya kehamilan
ektopik, plasenta previa, solusio plasenta, ruptur kista, keguguran) memerlukan intervensi
bedah.
o Konsultasi segera dan penanganan yang tepat adalah kuncinya. Tujuan penanganan
kegawatdaruratan adalah untuk menstabilkan keadaan pasien hipovolemik, menentukan
penyebab perdarahan, dan menyediakan penanganan yang tepat sesegera mungkin. Jika perlu
untuk membawa pasien ke rumah sakit lain, hal ini harus dilakukan segera.
o Pada pasien trauma, jika petugas unit gawat darurat mengindikasikan telah terjadi cedera
yang serius, ahli bedah (tim trauma) harus diberitahukan segera tentang kedatangan pasien.
Pada pasien yang berusaia 55 tahun dengan nyeri abdomen, sebagai contohnya,
ultrasonografi abdomen darurat perlu utnuk mengidentifikasi adanya aneurisma aorta
abdominalis sebelum ahli bedahnya diberitahu. Setiap pasien harus dievaluasi ketat karena
keterlambatan penanganan yang tepat dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Apakah kristaloid dan koloid merupakan resusitasi terbaik yang dianjurkan masih menjadi
masalah dalam diskusi dan penelitian. Banyak cairan telah diteliti untuk digunakan pada
resusitasi, yaitu: larutan natrium klorida isotonis, larutan ringer laktat, saline hipertonis,
albumin, fraksi protein murni, fresh frozen plasma, hetastarch, pentastarch, dan dextran 70.
o Pendukung resusitasi koloid membantah bahwa peningkatan tekanan onkotik dengan
menggunakan substansi ini akan menurunkan edema pulmonal. Namun, pembuluh darah
pulmonal memungkinkan aliran zat seperti protein antara ruang intertisiel dan ruang
intravaskuler. Mempertahankan tekanan hidrostatik pulmoner (< 15 mmHg tampaknya
menjadi

faktor

yang

lebih

penting

dalam

mencegah

edama

paru)

o Pendapat lain adalah koloid dalam jumlah sedikit dibutuhkan untuk meningkatkan volume
intravaskuler. Penelitian telah menunjukkan akan kebenaran hal ini. Namun, mereka belum
menunjukkan

perbedaan

hasil

antara

koloid

dibandingkan

dengan

kristaloid.

o Larutan koloid sintetik, seperti hetastarch, pentastarch, dan dextran 70 mempunyai


beberapa keuntungan dibandingkan dengan koloid alami seperti fraksi protein murni, fresh
frozen plasma, dan albumin. Larutan ini mempunyai zat dengan volume yang sama, tetapi
81

karena strukturnya dan berat molekul yang tinggi, maka kebanyakan tetap berada pada
intravaskuler, mengurangi edema intertisiel. Meskipum secara teoritis menguntungkan,
penelitian gagal menunjukkan perbedaan pada parameter ventilasi, hasil tes fungsi paru, lama
penggunaan

ventilator,

lama

perawatan,

atau

kelangsungan

hidup.

o Kombinasi salin hipertonis dan dextran juga telah dipelajari sebelumnya karena fakta-fakta
menunjukkan bahwa hal ini dapat meningkatkan kontraktilitas dan sirkulasi jantung.
Penelitian di Amerika Serikat dan Jepang gagal menunjukkan perbedaan kombinasi ini jika
dibandingkan dengan larutan natrium klorida isotonik atau ringer laktat. Selanjutnya, meski
ada banyak cairan resusitasi yang dapat digunakan, tetap dianjurkan untuk menggunakan
Saline Normal atau Ringer Laktat. Di Amerika Serikat, satu alasan untuk menggunakan
kristaloid

untuk

resusitasi

adalah

harga

cairan

tersebut.

Area yang lain yang menarik tentang resusitasi adalah tujuan untuk mengembalikan volume
sirkulasi dan tekanan darah kepada keadaan normal sebelum control perdarahan.
o Selama perang dunia I, Cannon mengamati dan menandai pasien yang mengalami syok.
Dia kemudian mengajukan suatu model hipotensi yang dapat terjadi pada perlukaan tubuh,
dengan

minimalisasi

intensif

perdarahan

selanjutnya.

o Penemuan dari penelitian awal menunjukkan bahwa binatang yang mengalami perdarahan
telah meningkat angka kelangsungan hidupnya jika binatang ini memperoleh resusitasi
cairan. Namun, pada penelitian ini perdarahan dikontol dengan ligasi setelah binatang
tersebut

mengalami

perdarahan.

o Selama perang Vietnam dan Korea, resusitasi cairan yang agresif dan akses yang cepat telah
dilakukan. Tercatat bahwa pasien yang segera mendapatkan penanganan resusitasi yang
agresif memperlihatkan hasil yang lebih baik, dan pada tahun 1970-an, prinsip ini diterapkan
secara

luas

pada

masyarakat

sipil.

o Sejak saat itu, banyak penelitian telah dilakukan untuk menentukan apakah prinsip ini valid
pada pasien dengan perdarahan yang tidak terkontrol. Sebagian besar dari penelitian tersebut
menunjukkan adanya peningkatan angka kelangsungan hidup pada hipotensi yang berat dan
kasus yang terlambat ditangani. Teori ini mengatakan bahwa peningkatan tekanan
menyebabkan perdarahan lebih banyak dan merusak bekuan darah yang baru terbentuk, di
lain

pihak

hipotensi

berat

dapat

meningkatkan

risiko

perfusi

otak

o Pertanyaan yang belum terjawab dengan sempurna adalah sebagai berikut: mekanisme dan
pola cedera yang mana yang disetujui untuk pengisian volume darah sirkulasi? Apakah
tekanan

darah

yang

adekuat,

tetapi

tidak

berlebihan?

o Meskipun beberapa data menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik 80-90 mmHg mungkin
82

adekuat pada trauma tembus pada badan tanpa adanya cedera kepala, dibutuhkan penelitian
lebih

lanjut.

o Rekomendasi terbaru adalah resusitasi cairan yang agresif dilakukan dengan Ringer Laktat
atau Saline Normal pada semua pasien dengan tanda-tanda dan gejala-gejala syok tanpa
memperhatikan

penyebab

yang

mendasari.

PENGOBATAN
Tujuan farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi
Obat

Anti

Sekretorik

Obat ini memiliki efek vasokonstriksi dan dapat mengurangi aliran darah ke sistem porta.
Somatostatin

(Zecnil)

Secara alami menyebabkan tetrapeptida diisolasi dari hipotalamus dan pankreas dan sel epitel
usus. Berkurangnya aliran darah ke sistem portal akibat vasokonstriksi. Memiliki efek yang
sama dengan vasopressin, tetapi tidak menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner. Cepat
hilang

dalam

sirkulasi,

dengan

waktu

paruh

1-3

menit.
Dosis

Dewasa : bolus intravena 250 mcg, dilanjutkan dengan 250-500 mcg/jam, infus selanjutnya;
maintenance

2-5

hari

jika

berhasil

Anak-anak
Tidak

dianjurkan

Interaksi

Epinefrin, demeclocycline, dan tambahan hormon tiroid dapat mengurangi efek obat ini.

Kontraindikasi

Hipersensitifitas
Kehamilan
Risiko yang fatal ditunjukkan pada binatang percobaan, tetapi tidak diteliti pada manusia,
dapat digunakan jika keuntungannya lebih besar daripada risiko terhadap janin.

Perhatian

Dapat menyebabkan eksaserbasi atau penyakit kandung kemih; mengubah keseimbangan


83

pusat pengaturan hormon dan dapat menyebabkan hipotiroidisme dan defek konduksi
jantung.
Ocreotide (Sandostatin)

Oktapeptida sintetik, dibandingkan dengan somatostatin memiliki efek farmakologi yang


sama dengan potensi kuat dan masa kerja yang lama.

Digunakan sebagai tambahan penanganan non operatif pada sekresi fistula kutaneus dari
abdomen, duodenum, usus halus (jejunum dan ileum), atau pankreas.

Dosis

Dewasa: 25-50 mcg/jam intravena, kontinyu; dapat dilanjutkan dengan bolus intravena 50
mcg;

penanganan

hingga

hari.

Anak-anak
1-10 mcg/kgBB intravena q 12 jam; dilarutkan dalam 50-100 ml Saline Normal atau D5W.

Kontraindikasi

Hipersensitivitas
Kehamilan
Risiko terhadap janin tidak diteliti pada manusia, tetapi telah ditunjukkan pada beberapa
penelitian

pada

binatang.
Perhatian

Efek samping yang utama berhubungan dengan perubahan motilitas gastrointestinal,


termasuk mual, nyeri abdomen, diare, dan peningkatan batu empedu dan batu kandung
kemih; hal ini karena perubahan pada pusat pengaturan hormon (insulin, glukagon, dan
hormon pertumbuhan), dapat timbul hipoglikemia, bradikardi, kelainan konduksi jantung,
dan pernah dilaporkan terjadi aritmia, karena penghambatan sekresi TSH dapat terjadi
hipotiroidisme, hati-hati pada pasien dengan gangguan ginjal, kolelithiasis dapat terjadi.
FOLLOW

UP

Komplikasi
84

Sekuele

neurologi

Kematian

Prognosis

Prognosis

tergantung

derajat

kehilangan

cairan

SERBA-SERBI
Medicolegal Pitfalls

Kesalahan yang umum terjadi pada penanganan syok hipovolemik adalah gagal mengenali
keadaan ini secara cepat.

o Kesalahan ini menyebabkan keterlambatan diagnosis penyebab dan penanganan resusitasi


pada pasien.

o Kekesalahan ini sering disebabkan oleh kepercayaan terhadap tekanan darah dan level
hematokrit yang lebih besar dibandingkan tanda-tanda berupa penurunan perfusi perifer,
dalam mendiagnosis.

Beberapa cedera pada pasien yang mengalami trauma dapat terlewatkan, khususnya jika
pemeriksa memusatkan perhatian hanya pada cedera yang kelihatan. Kesalahan ini dapat
dicegah dengan melakukan pemeriksaan fisis yang lengkap, secara rutin dan ketat mengamati
status pasien dan melakukan pemeriksaan serial.

Pasien usia lanjut menunjukkan toleransi yang kurang terhadap keadaan hipovolemik
dibandingkan populasi yang lain. Terapi yang agresif seharusnya diberikan segera untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut, seperti infark miokard dan stroke.

Pada pasien yang membutuhkan volume resusitasi yang cukup banyak, harus diperhatikan
85

untuk mencegah hipotermia , karena hal ini dapat menyebakan aritmia atau koagulopati.
Hipotermia dapat dicegah dengan menghangatkan cairan intravena yang digunakan untuk
penanganan pasien.

Pasien yang mengkonsumsi beta bloker, atau calcium channel bloker dan pada pengguna alat
pacu jantung tidak menunjukkan respon takikardi terhadap hipovolemik; kurangnya respon
ini dapat menyebabkan terlambatnya ditegakkan diagnosis syok. Untuk meminimalkan
kemungkinan keterlambatan ini, pada anamnesis selalu ditanyakan riwayat pengobatan
sebelumnya. Pemeriksa seharusnya juga mengandalkan tanda-tanda penurunan perfusi perifer
selain takikardi.

oKoagulopati dapat terjadi pada pasien yang menerima resusitasi dalam jumlah yang besar.
Hal ini terjadi karena dilusi platelet dan faktor pembekuan darah, tetapi jarang pada jam
pertama resusitasi. Pengetahuan tentang dasar koagulasi seharusnya digambarkan dan sebagai
panduan penanganan platelet dan fresh frozen plasma.

5. PENATALAKSANAAN DIARE
1. Diare Akut dan Tatalaksananya
Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi 3x/hari
disertai perubahan konsistensi tinja (lembek atau cair) dengan atau tanpa darah/lendir
dalam tinja, disertai atau tanpa muntah.Diare yang berlangsung kurang dari 14 hari
disebut diare akut dan bila berlangsung lebih dari 14 hari disebut diare persisten.
Diare akut di negara berkembang umumnya merupakan diare infeksius yang
disebabkan virus, bakteri dan parasit. Pada diare infeksius terjadi pengeluaran toksin
yang dapat menimbulkan gangguan sekresi serta reabsorpsi cairan dan elektrolit
dengan akibat dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit dan gangguan
keseimbangan asam basa. Selain itu terjadi invasi dan destruksi pada sel epitel,
penetrasi ke lamina propria serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan
keadaan maldigesti dan malabsorpsi. Bila penderita tidak mendapatkan penanganan
86

adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik. Tujuan pengobatan diare
akut pada anak menurut World Health Organization (WHO) adalah:

Pencegahan dehidrasi: bila tidak dijumpai tanda-tanda dehidrasi


Pengobatan dehidrasi: bila dijumpai tanda-tanda dehidrasi (Tabel 2.1)
Mencegah timbulnya kurang kalori protein:dengan cara memberikan makanan

selama diare berlangsung dan setelah diare berhenti

Mengurangi lama dan beratnya diare dan mengurangi kekambuhan diare pada
hari-hari mendatang: dengan memberikan zink dengan dosis 1020 mg selama 1014
hari
Tabel 2.1 Penentuan derajat dehidrasi pada diare
Klasifikasi

Gejala/Tanda*

Diare

Tanpa

Ringan-

Dehidrasi

Sedang

Baik, Sadar

Gelisah

Keadaan
Umum
Mata

Berat

Letargi/Tidak
Sadar

Normal

Cekung

Sangat
Cekung

Rasa Haus

Minum biasa,

Sangat haus

tidak haus
Turgor Kulit

Tidak

bisa

minum

Kembali

Kembali

Kembali

cepat

lambat

sangat lambat
( 2 detik)

Pembacaan tabel dari kanan ke kiri.


Kesimpulan derajat dehidrasi ditentukan bila dijumpai 2 gejala/tanda pada kolom
yang sama.
WHO menganjurkan pemberian oralit untuk mengganti cairan yang hilang melalui
diare, pemberian oralit berguna untuk mencegah terjadinya dehidrasi dan mengobati
dehidrasi (treatment) pada diare akut. Bila pemberian oralit gagal dilakukan
pemberian cairan secara intravena dan penderita harus dirawat di rumah sakit.
Pemberian cairan dilakukan berdasarkan derajat dehidrasi yang terjadi, pada dehidrasi

87

ringan-sedang diberikan cairan rehidrasi 75 cc/kg berat badan selama 4 jam,


sedangkan pada dehidrasi berat diberikan 100 cc/kg berat badan dalam waktu 3
sampai 6 jam. Antibiotika diberikan hanya pada kolera, disentri basiler, amubiasis
dan giardiasis atau adanya penyakit penyerta (sepsis, pneumonia, dan lainlain).
Pemberian antidiare dan antimuntah tidak dianjurkan karena tidak terbukti
menguntungkan bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan usus atau membuat bayi
tertidur lama bahkan menimbulkan kematian pada bayi.

Setelah rehidrasi selesai, makanan segera diberikan walaupun diare masih terus
berlangsung, pemberian makanan bertujuan untuk mencegah terjadinya kurang kalori
protein karena anak yang menderita diare akan kehilangan berat badan sebanyak 1%
setiap harinya, mempercepat rehabilitasi mukosa usus yang rusak dan mengurangi
pemecahan lemak dan protein tubuh sehingga mengurangi pembentukan asam-asam
organik dan mencegah terjadinya asidosis metabolik. Selain itu ASI (Air Susu Ibu)
pada anak yang menderita diare harus tetap diberikan. Keberadaan oralit sebagai
terapi pencegahan dehidrasi telah menurunkan angka kematian yang disebabkan diare
akut, dari 5 juta anak/tahun menjadi 3.2 juta/tahun. Sayangnya oralit tidak dapat
mengurangi keparahan diare (pengeluaran tinja, frekuensi dan lamanya diare).
2. Manfaat Zink pada Diare Akut
Zink termasuk dalam trace element, yaitu elemen-elemen yang terdapat dalam tubuh
dengan jumlah yang sangat kecil dan mutlak diperlukan. Sumber zink terbaik pada
makanan adalah protein hewani terutama daging, hati, kerang dan telur. Manfaat
pemberian zink pada diare telah dibuktikan pada banyak studi di berbagai negara
terutama di negara berkembang. Umumnya studi tersebut merupakan studi acak
tersamar ganda. WHO juga telah merekomendasikan pemberian zink untuk terapi
diare akut,10 mg untuk anak usia < 6 bulan dan 20 mg untuk anak 6 bulan selama
88

10 sampai 14 hari. Studi di India mendapatkan penurunan keparahan dan lama diare
pada anak 6 sampai 35 bulan setelah pemberian zink glukonas serta berkurangnya
risiko untuk berlanjutnya diare. Studi di Nepal juga mendapatkan berkurangnya lama
diare pada anak penderita diare akut yang diberikan zink. Di India dilakukan
pemberian zink sulfat 15 mg (usia 12 bulan) atau 30 mg (usia 12 bulan) perhari
dibagi menjadi 3 dosis selama 14 hari bersama dengan oralit pada anak berusia 3
sampai 36 bulan dengan diare akut nonkolera yang mengalami dehidrasi. Setelah
terapi didapatkan berkurangnya frekuensi buang air besar berair, lama, dan risiko
berlanjutnya diare lebih dari 7 hari. Zink pada anak penderita kolera dilakukan di
Bangladesh. Pada anak berusia 3 sampai 14 tahun dengan diare kolera selain
diberikan antibiotika juga diberikan zink asetat 30 mg perhari dalam 2 dosis sampai
diare mengalami perbaikan atau sampai 7 hari, didapatkan penurunan lama diare dan
frekuensi buang air besar berair pada anak yang diberi zink dibandingkan yang diberi
plasebo. Studi pada anak berusia 6 sampai 9 bulan di Guatemala mendapatkan
berkurangnya kejadian diare akut dan kemungkinan untuk berlanjut menjadi diare
persisten pada anak yang mendapat suplementasi zink perhari selama 7 bulan. Hasil
serupa juga didapatkan pada studi lain di Bangladesh dan India. Suatu studi acak
tersamar ganda di India menyimpulkan suplementasi zink glukonas perhari selama 6
bulan menurunkan keparahan diare akut pada anak yang berusia lebih dari 11 bulan
dan anak dengan kadar zink plasma rendah. Studi lain memberikan suplementasi zink
asetat 70 mg/minggu selama 12 bulan pada anak berusia 2 sampai 12 bulan, dengan
kesimpulan rendahnya kejadian diare pada kelompok yang diberi suplemen zink
dibandingkan anak yang mendapatkan plasebo. Suplementasi zink pada bayi dengan
berat lahir rendah juga bermanfaat, dimana kejadian diare lebih rendah pada bayi
yang mendapat 5 mg zink sulfat sampai usia 1 tahun dibandingkan bayi yang
mendapat plasebo. Studi meta analisis menyimpulkan suplementasi zink mengurangi
frekuensi, keparahan, serta lamanya diare pada anak.
3. Mekanisme Kerja Zink pada Diare Akut
Mekanisme yang menjelaskan pengaruh zink terhadap diare kemungkinan adalah
sebagai berikut. Diare akut pada anak di negara berkembang umumnya diare
infeksius, zink mempunyai efek terhadap enterosit dan sel-sel imun yang berinteraksi
dengan agen infeksius pada diare. Zink terutama bekerja pada jaringan dengan
kecepatan turnover yang tinggi seperti saluran cerna dan sistem imun dimana zink
89

dibutuhkan untuk sintesa DNA dan protein. Zink bekerja pada tight junction level
untuk mencegah meningkatnya permeabilitas usus, mencegah pelepasan histamin oleh
sel mast dan respon kontraksi serta sekretori terhadap histamin dan serotonin pada
usus dan mencegah peningkatan permeabilitas endotel yang diprakarsai TNF yang
juga merangsang kerusakan permeabilitas epitel usus. Zink menstabilkan struktur
membran dan memodifikasi fungsi membran dengan cara berinteraksi dengan
oksigen, nitrogen dan ligan sulfur makromolekul hidrofilik serta aktivitas antioksidan.
Zink melindungi membran dari efek agen infeksius dan dari peroksidasi lemak. Pada
usus tikus, defisiensi zink menurunkan absorpsi air dan natrium dan dapat
mempengaruhi aktivitas disakaridase. Pada studi lain yang juga dilakukan pada tikus
didapatkan bahwa zink menginhibisi cAMP yang meningkatkan sekresi klorida
dengan menghambat saluran membran basolateral kalium.
4. Probiotik sebagai Terapi Diare Akut
Probiotik berasal dari bahasa Yunani pro bios yang berarti untuk kehidupan. Pada
pertemuan para ahli yang digagas oleh The Food and Agriculture Organization of the
United Nations (FAO) dan WHO didefinisikan probiotik sebagai mikroorganisme
hidup yang bila diberikan dalam jumlah adekuat dapat memberikan dampak positif
bagi kesehatan pejamu. Terdapat tiga genus bakteri asam laktat yang sering
dipergunakan sebagai probiotik: Lactobacillus, Bifidobacterium dan Streptococcus.
Lactobacillus merupakan probiotik yang paling banyak diteliti manfaatnya bagi
manusia khususnya Lactobacillus rhamnosus strain GG (Lactobacillus GG). Terdapat
22 studi yang telah dilakukan untuk membuktikan manfaatnya bagi kesehatan,
umumnya sebagai terapi diare akut pada anak dan secara bermakna mengurangi
keparahan diare akut. Satu studi membandingkan keefektivan 5 jenis probiotik dalam
mengurangi keparahan diare akut pada anak, dimana Lactobacillus GG 6 x 109 CFU
(Colony forming units) yang diberikan 2 kali/hari selama 5 hari sangat bermakna
mengurangi lamanya diare dibandingkan dengan probiotik lainnya. Mekanisme
Lactobacillus GG dalam mengurangi lama diare akut diperkirakan karena bakteri
tersebut menstabilkan mikroflora usus, mengurangi lamanya shedding rotavirus dan
mengurangi peningkatan permeabilitas usus yang disebabkan oleh infeksi rotavirus
dan secara bersamaan meningkatkan fungsi IgA sekretori. Studi meta analisis
pemberian Lactobacillus pada anak penderita diare akut menyimpulkan pemberian
Lactobacillus aman dan efektif sebagai terapi diare akut, dari 9 studi acak tersamar
90

ganda yang masuk dalam kriteria inklusi 4 studi memakai Lactobacillus GG sebagai
probiotik, 2 studi Lactobacillus reuteri dan Lactobacillus acidophilus/Lactobacillus
bulgaricus dan 1 studi memakai heat killed Lactobacillus acidophilus. Walaupun
telah terbukti dapat mengurangi keparahan diare akut pada anak, akan tetapi
pemberian probiotik belum direkomendasikan oleh WHO sebagai terapi baku.
5. Kombinasi Zink dan Probiotik pada Terapi Diare Akut
Zink dan probiotik telah terbukti keefektifannya dalam mengurangi keparahan diare
akut. Satu studi memberikan kombinasi keduanya dalam terapi diare akut dengan
memberikan diet yang mengandung kombinasi probiotik dan zink pada anak usia 6
sampai 12 bulan, dan secara bermakna menurunkan keparahan diare akut, akan tetapi
studi ini tidak membandingkan terapi kombinasi tersebut dengan pemberian zink
tunggal. Zink dan probiotik bekerja pada tempat yang berbeda dalam mengurangi
keparahan diare akut, maka merupakan hal yang rasional bila menggabungkan
keduanya sebagai terapi diare akut pada anak.

91

Virus (rotavirus)
masuk melalui
oral
infeksi
Proses
5.
Kerangka
Konsep
saluran
inflamasi
pencernaan
demam

toksin NSP4
Rotavirus
menginvasi
Amir, Laki-laki 1 tahun
saluran
pencernaan
tinggal di daerah kumuh
bawah

atas
(lambung)

merangsang
reseptor muntah

gerakan
antiperistaltik
yang kuat pada
lambung

Menghambat
aktivitas SGLT1

Melisiskan
enterosit di
vili

Muntah
Gangguan pencernaan
dan penyerapan pada
usus halus
diare

Defekasi
>>>
Iritasi
orificium
anas
kemerah
an

Hipotensi
Aliran darah
Perifer <<<
Ekstremita
s (perifer)
dingin

Sekresi >
absorbsi
Pengeluaran
cairan >>>

dehidrasi

Cairan di
ekstrasel
<<<

Cairan di
jaringan
<<<

ADH >>>
Urin <<<

Kekuranga
n
Mata
elektrolit
cekung

Disekitar
mata
Tear drops
(-)

Hipermotilitas
usus
Bising usus
>>>

Keinginan
minum
>>>
kulit

Turgor (+)

letargi
92

Produksi
air liur
<<<

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
amir laki laki 1 tahun mengalami dehidrasi berat akibat diare akut yang disebabkan
rotavirus

DAFTAR PUSTAKA

93

Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Editor
A. H. Markum dkk, BP FKUI. Jakarta, 1996 : 448 446.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI.2007.Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di RS.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan.2011. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Indonesia
Gastroenterologi Anak Praktis : Editor Suharyono, Aswitha Boediarso, EM.
Halimun, BP FKUI, Jakarta, 1988 : 51 69.
Marcdante, Karen J., dkk. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial, Edisi
Keenam. Jakarta: Elsevier.
Santoso, Nurtjahjo Budi dan Subagyo, Bambang. 2009. Buku Ajar Gastroenterologi
Hepatologi Anak IDAI. Jakarta: IDAI
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid
I, Editor Husein Alatas dan Rusepno Hasan, BP FKUI, Jakarta, 1985: 283:312.
Wilunda C, Panza A. Factors Associated With Diarrhea Among Children Less Than 5
Years Old In Thailand: A Secondary Analysis of Thailand Multiple Indicator Cluster
Survey 2006. J Health Res.2009:17-22

94

Anda mungkin juga menyukai