Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN KEJADIAN BULLYING DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA

SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR MARDIRAHAYU UNGARAN


KABUPATEN SEMARANG

JURNAL

OLEH
KURNIANSYAH BAKTIAR
010111a062

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO
UNGARAN
2015

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar
Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 1

HUBUNGAN KEJADIAN BULLYING DENGAN PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK USIA


SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR MARDIRAHAYU UNGARAN
KABUPATEN SEMARANG
Kurniansyah Baktiar
Program Studi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial.
Masuknya anak ke lingkungan sekolah yang memiliki dampak signifikan dalam perkembangan
sosialnya. Rata-rata murid sekolah dasar mengalami paling sedikit satu kali kekerasan verbal per
hari (bullying). Bullying dapat menjadi tindakan agresi yang lebih parah Perilaku bullying dapat
membuat perkembangan sosial anak terganggu. Tujuan penelitian mengetahui hubungan kejadian
bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di Sekolah dasar Mardirahayu Ungaran
Kabupaten Semarang
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan cross sectional. Populasi yang siswa SD Mardirahayu Ungaran
Kabupaten Semarang kelas I-VI yaitu sejumlah 183 orang. Metode pengambilan sampel dengan
cara proportionate random sampling. Sampel 125 responden. Alat yang digunakan data primer
yaitu kuesioner. Uji statistik menggunakan uji chi square.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar anak tidak mengalami kejadian bullying
sebanyak 82 responden (65,6%). Sebagian besar perkembangan sosial anak baik sebanyak 122
responden (97,6%). Ada hubungan antara kejadian bullying dengan perkembangan sosial pada anak
usia sekolah di Sekolah Dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang dengan nilai p 0,039
Sekolah diharapkan tetap mengawasi siswanya agar perilaku bullying tidak terjadi di
sekolah dan mengadakan penyuluhan tentang perilaku bullying sehingga siswa nya tahu serta tidak
melakukan perilaku tersebut.
Kata kunci
Kepustakaan

: Kejadian bullying, perkembangan sosial


: 32 pustaka (2002 2012)

BULLYING RELATIONSHIP WITH SOCIAL DEVELOPMENT SCHOOL AGE


CHILDREN IN ELEMENTARY SCHOOL MARDIRAHAYU UNGARAN
DISTRICT SEMARANG
ABSTRACT
Social development is an achievement of maturity in social relations. The entry of children
into the school environment has a significant impact on social development. The average primary
school pupils experienced at least one time per day verbal violence (bullying). Bullying can be a
more serious act of aggression Bullying behavior can make the social development of children
affected. This study aimed to bullying relationship with the social development of children of
school age in primary schools Mardirahayu Ungaran Semarang District
This study is descriptive correlational approach used is a cross-sectional approach.
Elementary student population Mardirahayu Ungaran Semarang District Grade I-VI are some 183
people. Sampling method in a manner proportionate random sampling. Sample of 125 respondents.
The tools used primary data questionnaire. Statistical test using chi square test.
The results showed the majority of children do not experience bullying as much as 82
respondents (65.6%). Most of the social development of children both of 122 respondents (97.6%).
Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar
Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 2

There is a relationship between the incidence of bullying with social development in children of
school age in primary school Mardirahayu Ungaran Semarang District with p value 0.039
Schools are expected to keep watch over the students that bullying behavior does not
occur in schools and organize education about bullying behavior so that his students know and do
not do the behavior.
Keywords: Genesis bullying, social development
Bibliography: 32 libraries (2002-2012)

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Anak usia sekolah adalah anak yang
berusia 6-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat
mempunyai sifat invidual serta aktif dan tidak
bergantung dengan orang tua. Banyak ahli
menganggap masa ini sebagai masa tenang
atau masa latent, dimana apa yang telah
terjadi dan di pupuk pada masa-masa
selanjutnya (Gunarsa,2006). Anak sekolah
menjadi pengalaman inti anak pada usia 6-12
tahun yang artinya sekolah menjadi
pengalaman inti anak. Periode ketika anakanak dianggap mulai bertanggung jawab atas
prilakunya sendiri dalam hubungan dengan
orang tua mereka, teman sebayanya,dan orang
lain. Usia sekolah merupakan masa anak
memperoleh dasar-dasar pengetahuan untuk
keberhasilan
penyesuaiaan
diri
pada
kehidupan
dewasa
dan
memperoleh
keterampilan tertentu (Wong 2008).
Dalam tahap perkembangan anak usia
sekolah adalah perubahan psikologi sebagai
hasil dari proses pemotongan fungsi psikis
dan fisik pada diri anak yang ditunjang oleh
faktor lingkungan dan proses belajar dalam
waktu
tertentu
menuju
kedewasaan
(Suherman, 2002). Menurut Harlimsyah
(2007) perkembangan anak adalah segala
perubahan yang terjadi pada diri anak dilihat
dari berbagai aspek antara lain aspek fisik
motorik, emosional, kognitif, dan psikososial.
Departemen
pendidikan
dan
kebudayaan (2008) mengatakan bahwa
perkembangan sosial adalah suatu proses
perubahan yang berlangsung secara terus
menerus
menuju
pendewasaan
yang
memerlukan adanya
komunikasi dengan
masyarakat. Perkembangan sosial bagi anak

sangat diperlukan karena anak merupakan


awal kehidupan sosial yang berpengaruh bagi
anak, dimana anak akan berjalan mengenal
dan menyukai orang lain melalui aktifitas
sosial. Apabila pada masa kanak kanak ini
sangat mampu melakukan penyesuaiaan
sosial dengan baik dan anak akan mudah
diterima sebagai anggota kelompok sosial
ditempat mereka mengembangkan diri
(Hurlock 2001).
Perkembangan sosial anak usia
sekolah dapat dilihat dua macam gerak, yaitu:
memisahkan diri dari orang tua dan menuju
ke arah teman-teman sebaya (Monks, 2004).
Menurut Hurlock (2001), yang terpenting dan
tersulit dalam perubahan sosial yang dialami
anak usia sekolah adalah penyesuaian diri
dengan meningkatnya pengaruh kelompok
teman sebaya, perubahan dalam perilaku
sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilainilai baru dalam seleksi persahabatan, nilainilai baru dalam penerimaan dan penolakan
sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi
pemimpin. Anak usia sekolah mempunyai
nilai baru dalam menerima atau tidak
menerima
anggota-anggota
berbagai
kelompok sebaya seperti clique, kelompok
besar, atau geng. Nilai ini terutama didasarkan
pada nilai kelompok sebaya yang digunakan
untuk menilai anggota-anggota kelompok.
Menurut Hurlock (2001) ada
beberapa pola perilaku dalam situasi sosial
pada awal masa anak-anak yaitu sebagai
berikut: kerja sama, persaingan, kemurahan
hati, hasrat akan penerimaan social, simpati,
empati, ketergantungan, sikap ramah, meniru,
perilaku kedekatan. Bentuk-bentuk Perilaku
Sosial Anak Melalui pergaulan atau hubungan
sosial, baik dengan orang tua, anggota
keluarga, orang dewasa lainnya maupun

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar
Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 3

teman bermainnya, anak usia sekolah mulai


mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku
sosial, diantaranya: Pembangkangan, agresi,
berselisih, menggoda, persaingan, kerja sama,
tingkah laku berkuasa, mementingkan diri
sendiri.
Menurut
Syamsu
(2011)
perkembangan sosial merupakan pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial. Dapat
diartikan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan
norma-norma
kelompok,
moral, dan tradisi meleburkan diri menjadi
satu kesatuan dan saling komunikasi dan
bekerja sama. Anak di lahirkan belum bersifat
sosial, dalam arti dia belum memiliki
kemampuan untuk bergaul dengan orang lain.
Kemampuan ini di peroleh anak melalui
berbagai kesempatan atau pengalaman
bergaul dengan orang-orang di lingkungannta
baik orang tua, saudara, teman sebaya atau
orang dewasa lainya perkembangan sosial
anak sangat di pengaruhi oleh proses
perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap
anak dalam mengenalkan berbagai aspek
kehidupan
sosial,
atau
norma-norma
kehidupan bermasyarakat serta mendorong
dan memberikan contoh kepada anaknya
bagaimana menerapkan norma-norma tersebut
dalam kehidupan sehari-hari.
Masuknya anak ke lingkungan sekolah
yang memiliki dampak signifikan dalam
perkembangan dan hubungan anak dengan
orang lain, masa usia sekolah paling lazim
terjadi diantara kelas satu sampai enam dan
rata-rata murid sekolah dasar mengalami
paling sedikit satu kali kekerasan verbal per
hari (bullying) dan biasanya terjadi diantara
anak-anak perempuan (Borba, 2009).
Bullying merupakan bagian dari
tindakan agresi yang dilakukan berulang kali
oleh seseorang atau anak yang lebih kuat
terhadap anak yang lebih lemah secara psikis
dan fisik. Bullying diidentifikasi sebagai
perilaku yang tak dapat diterima dan jika
gagal menangani maka bullying dapat
menjadi tindakan agresi yang lebih parah
(Astuti, 2008).
Bentuk fisik dari bullying antara lain
mengigit, menarik rambut, memukul,
menendang, mengunci dan mengintimidasi
korban di ruangan atau dengan mengitari,

memelintir, menonjok, mendorong, men


cakar, meludahi, mengancam. Bentuk non
fisik dari bullying antara lain terbagi dalam
bentuk verbal contohnya panggilan telepon
yang meledek, pemalakan, pemerasan,
mengancam, atau intimidasi, menghasut,
berkata jorok pada korban, berkata menekan,
menyebarluaskan kejelekan korban. Bentuk
non verbal dari bullying diantaranya adalah
manipulasi pertemanan, mengasingkan, tidak
mengikutsertakan,
mengirimkan
pesan
menghasut, curang, dan sembunyi sembunyi
(Astuti, 2008).
Menurut Susanto (2010), ciri-ciri
korban bullying pada anak usia sekolah,
antara lain: Secara akademis, korban terlihat
lebih tidak cerdas dari orang yang tidak
menjadi korban atau sebaliknya. Secara
sosial, korban terlihat lebih memiliki
hubungan yang erat dengan orang tua mereka.
Secara mental atau perasaan, korban melihat
diri mereka sendiri sebagai orang yang bodoh
dan tidak berharga. Kepercayaan diri mereka
rendah, dan tingkat kecemasan sosial mereka
tinggi. Secara fisik, korban adalah orang yang
lemah, korban laki-laki lebih sering mendapat
siksaan secara langsung, misalnya bullying
fisik. Dibandingkan korban laki-laki, korban
perempuan lebih sering mendapat siksaan
secara tidak langsung misalnya melalui katakata atau bullying verbal. Secara antar
perorangan,
walaupun
korban
sangat
menginginkan penerimaan secara sosial,
mereka jarang sekali untuk memulai kegiatankegiatan yang menjurus ke arah sosial. Anak
korban bullying kurang diperhatikan oleh
pembina, karena korban tidak bersikap aktif
dalam sebuah aktifitas. Dimana hal tersebut
mengkibatkan perkembangan sosial pada
anak terganggu.
Fajrina (2007) melakukan penelitian
tentang pengaruh tindakan kekerasan verbal
orang tua terhadap sosialisasi anak usia
sekolah
sebanyak
40
orang.
Hasil
penelitiannya menunjukkan adanya pengaruh
tindakan-tindakan kekerasan verbal dengan
perkembangan sosial anak pra sekolah.
Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan di SD Mardirahayu Ungaran
Kabupaten Semarang pada tanggal 5 Mei
2015, diperoleh jumlah siswa sebanyak 148

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar
Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 4

siswa. Hasil wawancara terhadap 10 siswa di


peroleh 6 siswa (60%) mengatakan tidak
pernah diejek atau di ganggu oleh teman yang
lain 4 siswa ini dalam berhubungan dengan
teman
tidak
bermasalah
dan
bisa
bersosialisasi, 2 siswa dalam kehidupan
sosialnya tidak begitu suka berkumpul dengan
teman dan menyendiri. 4 siswa (40%)
mengatakan suka di ganggu, di dorong dan
dipanggil dengan nama julukan dan kata-kata
kotor diantaranya 3 siswa merasa malu dan
tertekan dan 1 siswa mengatakan cuek saja.
Wawancara kepada 2 orang tua murid yang
saat studi pendaluluan ada mengatakan
anaknya dalam 1 bulan jarang mau masuk
sekolah disebabkan pernah diejek dan diminta
uang jajannya oleh teman. Dari studi
pendahuluan diatas, peneliti tertarik untuk
mengetahui adakah hubungan kejadian
bullying dengan perkembangan sosial anak

usia sekolah di sekolah dasar Mardirahayu


Ungaran Kabupaten Semarang.
METODE PENELITIAN
ini merupakan penelitian deskriptif
korelasional dengan Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan cross sectional.
Populasi yang siswa SD Mardirahayu
Ungaran Kabupaten Semarang kelas I-VI
yaitu sejumlah 183 orang. Metode
pengambilan
sampel
dengan
cara
proportionate random sampling. Sampel 125
responden. Alat yang digunakan data primer
yaitu kuesioner. Uji statistik menggunakan
uji chi square.

HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
1. Kejadian bullying di Sekolah Dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang
Tabel 4.1. Distribusi frekuensi kejadian bullying di Sekolah Dasar Mardirahayu
Ungaran Kabupaten Semarang
Kejadian bullying
Frekuensi
Persentase (%)
Mengalami
43
34,4
Tidak mengalami
82
65,6
Total
125
100,0
Tabel 4.1. menunjukkan bahwa sebagian besar anak tidak mengalami kejadian
bullying sebanyak 82 responden (65,6%) dan yang mengalami sebanyak 43 responden
(34,4%).
2. Perkembangan sosial anak usia sekolah di Sekolah Dasar Mardirahayu Ungaran
Kabupaten Semarang
Tabel 4.2. Distribusi frekuensi perkembangan sosial anak usia sekolah di Sekolah
Dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang
Perkembangan sosial
Frekuensi
Persentase (%)
Baik
122
97,6
Kurang
3
2,4
Total
125
100,0
Tabel 4.2. menunjukkan bahwa sebagian besar perkembangan sosial anak baik
sebanyak 122 responden (97,6%) dan kurang sebanyak 3 responden (2,4%).
B. Analisis Bivariat
Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar
Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 5

1. Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial pada anak usia sekolah di
Sekolah Dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang
Tabel 4.3. Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial pada anak usia
sekolah di Sekolah Dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang
Kejadian
Perkembangan Sosial
Jumlah
X2
p
OR
bullying
value
Baik
Kurang
f
%
f
%
f
%
Mengalami
40
93,0
3
7,0
43 100,0
5,86 0,039
0,930
Tidak mengalami 82
100,0 0
0
82 100,0
2
Jumlah
122 97,6
3
2,4
12 100,0%
5
Tabel 4.3. menunjukkan bahwa pada anak yang perkembangan sosialnya baik
dialami oleh semua anak yang tidak mengalami bullying sebanyak 82 responden (100,0%),
sedangkan anak yang perkembangan sosialnya kurang dialami oleh anak yang mengalami
bullying sebanyak 3 responden (7,0%).
Berdasarkan uji chi square dapat dilihat bahwa nilai p 0,039 < =0,05 yang artinya
Ha diterima sehingga ada hubungan antara kejadian bullying dengan perkembangan sosial
pada anak usia sekolah di Sekolah dasar Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang. Nilai
OR 0,930 yang artinya kejadian bullying mempunyai kecenderungan perkembangan sosial
kurang sebanyak 0,930 kali pada anak usia sekolah di Sekolah dasar Mardirahayu Ungaran
Kabupaten Semarang.
PEMBAHASAN
A. Kejadian bullying di Sekolah Dasar
Mardirahayu Ungaran Kabupaten
Semarang
Hasil penelitian menunjukkan
sebagian besar anak tidak mengalami
kejadian bullying sebanyak 82 responden
(65,6%). Hal ini sesuai dengan hasil
kuesioner yaitu 96,0% tidak ditonjok
teman jika tidak menikuti perintah teman
dan 94,4 tidak dicubit/dicakar teman bila
tidak melakukan perintahnya. Hal ini
disebabkan pengawasan dari pihak
sekolah dan guru dalam memahami
perkembangan anak dan perilaku anak di
lingkungan sekolah sehingga anak dapat
melakukan bullying dan tidak mengalami
bullying dari teman sebaya maupun
lingkungan sekolah.
Perilaku bullying sendiri adalah
penggunaan agresi dengan tujuan untuk
menyakiti oranglain baik secara fisik
maupun secara mental serta dilakukan
secara berulang. Perilaku bullying dapat
berupa tindakan fisik, verbal, serta
emosional/psikologis. Dalam hal ini
korban bullying tidak mampu membela

atau mempertahankan dirinya sendiri


karena lemah secara fisik atau mental.
Menurut Black dan Jackson (2007), dalam
Margaretha (2010) bullying merupakan
perilaku agresif tipe proaktif yang
didalamnya terdapat aspek kesengajaan
untuk mendominasi, menyakiti, atau
menyingkirkan,
adanya
ketidak
seimbangan kekuatan baik secara fisik,
usia, kemampuan kognitif, keterampilan,
maupun status sosial, serta dilakukan
secara berulang-ulang oleh satu atau
beberapa anak terhadap anak lain.
Sebagian besar siswa tidak
mengalami bullying disebabkan hubungan
anak dengan teman sebaya yang baik.
Hubungan dengan teman sebaya menjadi
sangat penting dan berpengaruh terhadap
berlanjutnya perkembangan anak di
sekolah. Pengaruh positif yang diperoleh
dari hubungan teman sebaya dapat
menimbulkan dampak yang positif
tehadap perkembangannya di sekolah.
Namun apabila tekanan teman sebaya dan
hubungan anak kurang baik dengan teman
sebaya dapat menghambat anak dalam
perkembangannya di sekolah.

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar
Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 6

Menurut Wong (2007) pada usia


ini ikatan yang terbentuk diantara teman
sebaya dapat menimbulkan dampak yang
positif dan negatif dari ikatan antara
teman sebaya dapat meningkatkan
kemampuan
sosialisasi
Sedangkan
dampak negatif yang mungkin timbul
akibat ikatan kelompok yang terlalu kuat
dapat menimbulkan masalah. Tekanan
yang berasal dari teman sebaya dapat
memaksa anak untuk mengambil resiko,
melawan penilaian yang lebih baik, dan
menyebabkan kekerasan.
Menurut Sejiwa (2008), ada
beberapa jenis bullying, antara lain
bullying fisik dimana jenis bullying yang
terlihat oleh mata, siapapun dapat
melihatnya karena terjadi sentuhan fisik
antara pelaku bullying dan korbannya.
Contoh-contoh bullying fisik antara lain
memukul, menarik baju, menjewer,
menjambak, menendang, menyenggol
dengan bahu, menghukum dengan
membersihkan
WC,
menampar,
menimpuk, menginjak kaki, menjegal,
meludahi, memalak, melempar dengan
barang, menghukum dengan berlari
lapangan, menghukum dengan cara push
up, Bullying verbal dimana jenis bullying
yang juga bisa terdeteksi karena bisa
terungkap indra pendengaran kita.
Contoh-contoh bullying verbal antara lain
membentak, meledek, mencela, memaki maki, menghina, menjuluki, meneriaki,
mempermalukan
didepan
umum,
menyoraki, menebar gosip, memfitnah,
Bullying mental atau psikologis dimana
jenis bullying yang paling berbahaya
karena tidak tertangkap oleh mata atau
telinga kita apabila tidak cukup awas
mendeteksinya. Praktik bullying ini terjadi
diam-diam
dan
diluar
jangkauan
pemantauan,
contoh
mencibir,
mengucilkan,
memandang
sinis,
memelototi, memandang penuh ancaman,
mempermalukan di depan umum,
mendiamkan, meneror lewat pesan
pendek, telepon genggam atau e-mail,
memandang yang merendahkan.
Selain karena teman sebaya
pelaku bullying seringkali berasal dari

keluarga yang bermasalah : orang tua


yang sering menghukum anaknya secara
berlebihan, atau situasi rumah yang penuh
stres, agresi, dan permusuhan. Anak akan
mempelajari perilaku bullying ketika
mengamati konflik-konflik yang terjadi
pada orang tua mereka, dan kemudian
menirunya terhadap teman-temannya. Jika
tidak ada konsekuensi yang tegas dari
lingkungan terhadap perilaku cobacobanya itu, ia akan belajar bahwa
mereka
yang
memiliki
kekuatan
diperbolehkan untuk berperilaku agresif,
dan
perilaku
agresif
itu
dapat
meningkatkan status dan kekuasaan
seseorang.
Dari
sini
anak
mengembangkan perilaku bullying.
Selain itu sekolah juga dapat
berperan bila pihak sekolah sering
mengabaikan keberadaan bullying ini,
anak-anak sebagai pelaku bullying akan
mendapatkan penguatan terhadap perilaku
mereka untuk melakukan intimidasi
terhadap anak lain. Bullying berkembang
dengan pesat dalam lingkungan sekolah
sering memberikan masukan negatif pada
siswanya, misalnya berupa hukuman yang
tidak
membangun
sehingga
tidak
mengembangkan rasa menghargai dan
menghormati antar sesama anggota
sekolah.
B. Perkembangan sosial anak usia sekolah
di
Sekolah
Dasar Mardirahayu
Ungaran Kabupaten Semarang
Hasil penelitian menunjukkan
sebagian besar perkembangan sosial anak
baik sebanyak 122 responden (97,6%).
Hal ini sesuai dengan hasil kuesioner
favourabel 90,4 % tidak
melawan
perintah guru dan 92, 8% bisa belajar
berkelompok. Sedangkan pada kuesioner
unfavaourable 92,0% bisa bekerjasama
dengan teman dan bisa belajar
berkelompok. Perkembangan sosial anak
baik disebabkan dukungan dari berbagai
pihak seperti keluarga, sekolah dan
lingkungan.
Menurut
Yusuf
(2007) menyatakan bahwa perkembangan
sosial merupakan pencapaian kematangan
dalam hubungan sosial. Perkembangan

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar
Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 7

sosial dapat pula diartikan sebagai proses


belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kelompok, moral dan tradisi
; meleburkan diri menjadi satu kesatuan
dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Awalnya
manusia
dilahirkan
belum bersifat sosial, dalam artian belum
memiliki kemampuan dalam berinteraksi
dengan orang lain. Kemampuan sosial
anak diperoleh dari berbagai kesempatan
dan pengalaman bergaul dengan orangorang
dilingkungannya.
Kebutuhan
berinteraksi dengan orang lain telah
dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu
mereka telah mampu mengenal manusia
lain, terutama ibu dan anggota
keluarganya.
Anak
mulai
mampu
membedakan arti senyum dan perilaku
sosial lain, seperti marah (tidak senang
mendengar suara keras) dan kasih sayang.
Sunarto dan Hartono (2000) menyatakan
bahwa : Hubungan sosial merupakan
hubungan antar manusia yang saling
membutuhkan. Hubungan sosial mulai
dari tingkat sederhana dan terbatas, yang
didasari oleh kebutuhan yang sederhana.
Semakin dewasa dan bertambah umur,
kebutuhan manusia menjadi kompleks dan
dengan demikian tingkat hubungan sosial
juga berkembang amat kompleks.
Hasil penelitian didapatkan masih
ada anak yang perkembangan sosialnya
kurang sebanyak 3 responden (2,4%). Hal
ini sesuai dengan
hasil kuesioner
favourabel 83,2% bertengkar dengan
teman karena tidak suka sikap teman dan
83,2 % mendahulukan kepentingan
sendiri. Sedangkan pada kuesioner
unfavaourable 4,0% tidak merasa kasihan
bila teman kesusahan Banyak faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial anak
seperti keluarga teman dan sekolah.
Proses perkembangan pada anak terjadi
pada tiga tempat yaitu keluarga, teman
sebaya dan sekolah. Keluarga merupakan
tempat pertama kali anak melakukan
fungsi sosialisasinya. Proses yang terjadi
antara anak dan orang tua tidaklah bersifat
satu arah, namun saling mempengaruhi
satu sama lain. Artinya, anak belajar dari
orang tua, sebaliknya, orang tua juga

belajar dari anak. Proses sosialisasi yang


terjadi dalam keluarga lebih berbentuk
sebagai suatu sistem yang interaksional.
Pola pengasuhan orang tua akan sangat
berpengaruh terhadap perkembangan
psikologis anak. Orang tua yang
cenderung
otoriter
(authoritarian
parenting), dimana mereka menghendaki
anak untuk selalu menuruti keinginan
orang tua tanpa ada kesempatan bagi anak
untuk berdialog, akan menghasilkan anakanak yang cenderung cemas, takut, dan
kurang
mampu
mengembangkan
keterampilan
berkomunikasinya.Sebaliknya, orang tua
yang cenderung melepas keinginan anak
(neglectful parenting) akan menyebabkan
anak tidak mampu mengontrol perilaku
dan keinginannya dan dapat membentuk
pribadi anak yang egois dan dominan.
Sebagai jembatan dari kedua pola
pengasuhan yang ekstrem tersebut, maka
pola
pengasuhan
demokratislah
(authoritative parenting) yang dapat
menjadi solusi terbaik bagi para orang tua
untuk
dapat
mengoptimalkan
perkembangan psikologis anaknya
Orang tua yang demokratis
menghendaki anaknya untuk tumbuh
sebagai pribadi yang mandiri dan bebas
namun tetap memberikan batasan untuk
mengendalikan perilaku mereka. Dalam
hal ini, cara-cara dialogis perlu dilakukan
agar anak dan orang tua dapat saling
memahami pikiran dan perasaan masingmasing. Hukuman dapat saja diberikan
ketika terjadi pelanggaran terhadap halhal yang bersifat prinsip. Meskipun
demikian, perlu diingat bahwa hukuman
tersebut harus disertai dengan penjelasan
yang dialogis agar anak mengerti untuk
apa mereka dihukum.
Kelompok
teman
sebaya
merupakan interaksi awal bagi anak-anak
dan remaja pada lingkungan sosial.
Mereka mulai belajar bergaul dan
berinteraksi dengan orang lain yang bukan
anggota keluarganya. Ini dilakukan agar
mereka
mendapat pengakuan dan
penerimaan dari kelompok teman
sebayanya sehingga akan tercipta rasa

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar
Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 8

aman. Sebagai sumber informasi dan


perbandingan tentang dunia di luar
keluarga.
Teman sebaya sebagai kelompok
sosial
sering
diartikan
sebagai
sekelompok orang yang memiliki
kesamaan tingkat usia, pada dasarnya
yang dikatakan sebagai teman sebaya
adalah sekelompok orang yang memiliki
kesamaan tingkah laku atau psikologis.
Mereka bergabung ke dalam kelompok
karena mereka akan memiliki kesempatan
untuk menerima penghargaan, baik yang
berupa materi ataupun psikologis. Pada
teman sebaya inilah, anak memperoleh
informasi dan perbandingan tentang dunia
sosialnya. Anak juga belajar tentang
prinsip keadilan melalui konflik-konflik
yang terjadi dengan teman-temannya.
Pada masa sekolah dasar, teman sebaya
yang dipilih biasanya terkait dengan jenis
kelamin. Anak cenderung bermain dengan
teman sesama jenis kelaminnya, dimana
anak
laki-laki
seringkali
saling
mengajarkan perilaku maskulin dan anak
perempuan juga saling mengajarkan
kultur bagaimana
menjadi wanita
(Santrock, 2007).
Berdasarkan interaksi sosial anak
yang mulai berkembang, anak mulai
mengenal kelompok teman sebaya, pada
masa ini anak mulai mengembangkan
suatu penilaian terhadap orang lain
melalui berbagai cara oleh karena itu
terbentuklah jenis status dari teman
sebaya itu sendiri,
Sekolah
merupakan
lembaga
pendidikan formal yang secara sistematis
melaksanakan
program
bimbingan,
pengajaran dan latihan dalam rangka
membantu
anak
agar
mampu
mengembangkan potensinya, baik yang
menyangkut aspek moral spiritual,
intelektual, emosional maupun sosial.
Peranan sekolah dalam mengembangkan
kepribadian anak adalah sebagai faktor
penentu bagi perkembangan anak baik
dalam cara berpikir, bersikap maupun cara
berperilaku. Sekolah mempunyai peranan
atau tanggung jawab penting dalam
membantu para anak mencapai tugas

perkembangannya. Alasannya adalah,


anak-anak menghabiskan kurang lebih 10
jam waktunya diruang kelas.
Anak-anak menghabiskan waktu
bertahun-tahun di sekolah sebagai siswa
yang harus mengerjakan sejumlah tugas
dan mengikuti sejumlah peraturan yang
membatasi prilaku dan sikap mereka.
Interaksi dengan guru dan teman sebaya
di sekolah, memberikan suatu peluang
besar
bagi
anak-anak
untuk
mengembangkan kemampuan kognitif dan
keterampilan
sosial,
memperoleh
pengetahuan
tentang
dunia,
serta
memperoleh pengetahuan akademis dan
kemampuan intelektual yang dibutuhkan
untuk keberhasilan berpartisipasi dalam
masyarakat (Desmita, 2007).
Walaupun mengalami bullying ada
anak yang perkembangan sosialnya baik
hal ini disebabkan kemampuan anak yan
dapat beradaptasi dan dukungan keluarga
serta teman sebaya yang lain sehingga
anak tersebut perkembangan sosialnya
tetap baik. Selain itu dukungan dari
sekolah berupa guru yang sering
memberikan contoh-contoh dan nasihat
dapat memperkuat anak yang mengalami
bullying agar perkembangannya tetap
normal.
C. Hubungan kejadian bullying dengan
perkembangan sosial pada anak usia
sekolah di Sekolah Dasar Mardirahayu
Ungaran Kabupaten Semarang
Hasil penelitian didapatkan p
value 0,039 < 0,05 yang artinya ada
hubungan antara kejadian bullying dengan
perkembangan sosial pada anak usia
sekolah di Sekolah dasar Mardirahayu
Ungaran Kabupaten Semarang. Hal ini
berarti anak yang mengalami bullying
cenderung
perkembangan
sosialnya
menjadi kurang dan anak yang tidak
mengalami
bullying
cenderung
perkembangan sosialnya baik. Bullying
yang dialami oleh anak dapat berdampak
terhadap perilaku dan korban bullying.
Dampak yang ditimbulkan dapat bersifat
jangka panjang dan jangka pendek.
Dampak jangka pendek yang mungkin
timbul akibat perilaku bullying disekolah

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar
Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 9

dasar dapat berupa perasaan tidak aman


dan terancam, tidak bersemangat saat
belajar, tingginya tingkat ketidak hadiran
disekolah, maupun penurunan prestasi
akademik di sekolah (beran & leslie, 2002
: Warton, 2009).
Anak atau pelaku menjadi korban
bullying dapat mengalami dampak jangka
panjang yang ditimbulkan perilaku
tersebut. Dampak jangka panjang bagi
anak korban bullying adalah anak akan
mempunyai resiko lebih besar untuk
mengalami depresi dan harga diri rendah
pada tahap kehidupan selanjutnya. Selain
itu anak akan mejadi lebih beresiko untuk
meninggalkan rumah kabur, melakukan
bunuh diri, dan bermasalah dengan
alkohol dan obat-obatan terlarang
(Milsom & Gallo 2010).
Adanya hubungan juga dapat
dilihat responden yang perkembangan
sosialnya baik dialami oleh semua anak
yang
tidak
mengalami
bullying
sebanyak 82 responden (100,0%),
sedangkan anak yang perkembangan
sosialnya
kurang
dialami
anak
mengalami bullying sebanyak 3
responden (7,0%). Bullying merupakan
bagian dari tindakan agresi yang
dilakukan berulang kali oleh seseorang
atau anak yang lebih kuat terhadap anak
yang lebih lemah secara psikis dan fisik.
Bullying diidentifikasi sebagai perilaku
yang tidak dapat diterima dan jika gagal
menangani maka bullying dapat menjadi
tindakan agresi yang lebih parah Bentuk
fisik dari bullying antara lain mengigit,
menarik rambut, memukul, menendang,
mengunci dan mengintimidasi korban di
ruangan atau dengan mengitari,
memelintir, menonjok, mendorong, men
cakar, meludahi, mengancam.
Bentuk non verbal dari bullying
diantaranya
adalah
manipulasi
pertemanan,
mengasingkan,
tidak
mengikutsertakan, mengirimkan pesan
menghasut, curang, dan sembunyi
sembunyi dengan terjadinya bullying pada
anak maka anak menjadi takut untuk
bersosialisasi
sehingga
mengganggu
perkembangan sosialnya (Astuti, 2008).

Perkembangan sosial merupakan


pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial. Perkembangan sosial dapat pula
diartikan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan
diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan kerja sama. Kebutuhan
berinteraksi dengan orang lain telah
dirasakan sejak usia enam bulan, disaat itu
mereka telah mampu mengenal manusia
lain, terutama ibu dan anggota
keluarganya.
Anak
mulai
mampu
membedakan arti senyum dan perilaku
sosial lain, seperti marah (tidak senang
mendengar suara keras) dan kasih sayang.
Syamsul Yusuf (2007).
Hubungan sosial (sosialisasi)
merupakan hubungan antar manusia yang
saling membutuhkan. Hubungan sosial
mulai dari tingkat sederhana dan terbatas,
yang didasari oleh kebutuhan yang
sederhana.
Semakin
dewasa
dan
bertambah umur, kebutuhan manusia
menjadi kompleks dan dengan demikian
tingkat hubungan sosial juga berkembang
amat kompleks (Sunarto dan Hartono
2000).
Adanya hubungan juga disebabkan
faktor yang mempengaruhi perkembangan
sosial anak adalah hubungan anak dengan
teman sebaya. Hubungan ini paling lama
didapatkan anak di sekolah. Hubungan
anak dengan teman sebaya. Hubungan
anak dengan teman sebaya menjadi sangat
penting. Pengaruh positif yang diperoleh
dari hubungan teman sebaya dapat
menimbulkan dampak yang positif
tehadap berlanjutnya sekolah. Akan tetapi,
tekanan teman sebaya, hubungan yang
kurang baik dengan teman sebaya dapat
menghambat anak dalam perkembangan
sosialnya (Wong, 2002).
Selain itu lingkungan sekolah atau
pengalaman sekolah anak memiliki
pengaruh terhadap kehidupan sosial anak.
Pengalaman sekolah dapat memperluas
hubungan anak dengan teman sebaya dan
lingkungan sekitar serta memperoleh
periode transisi dari kehidupan anak-anak
yang bebas ke kehidupan yang lebih

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar
Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 10

terstruktur. Sekolah juga dapat menjadi


sarana untuk menstransmisikan nilai-nilai
yang ada dalam masyarakat dan memiliki
pengaruh besar terhadap perkembangan
sosial anak (Wong, 2002).
Pengalaman sekolah khususnya
sekolah dasar merupakan pengalaman
pertama anak dalam bersosialisasi dalam
kelompok besar yang melibatkan proses
penyesuaian. Proses penyesuaian yang
dimaksud adalah penyesuaian anak
terhadap lingkungan sekolah, penyesuaian
terhadap peraturan dan tanggung jawab
untuk belajar disekolah serta penyesuaian
dengan teman sebaya.
Hasil penelitian masih didapatkan
anak yang mengalami bullying sebanyak
40 responden (93,0%) perkembangan
sosialnya baik. Hal ini disebabkan
dukungan keluarga dan sekolah yang
memberikan support kepada anak tersebut
untuk terus berprestasi dan mengatasi
permasalahannya. Sekolah ada guru BK
(bimbingan
konseling)
yang
memperhatikan dan menerima keluhan
siswa. Selain itu guru-guru juga ikut
mengawasi perilaku anak didiknya dan
ada wali kelas masing-masing. Orang tua
anak yang mengalami bullying juga selalu
support dan membesarkan hati anaknya
agar tidak minder. Terkadang orang tua
juga melaporkan kepada guru agar dapat
dinasehati oleh guru anak-anak yang
melakukan bullying kepada temannya.
Keberhasilan
anak
dalam
menyesuaikan diri dengan sekolah
berhubungan proses kematangan fisik dan
perkembangan emosional anak (Wong,
2002). Sekolah memiliki pengaruh
terhadap proses perkembangan anak.
Kehidupan
sekolah
anak
dapat
memberikan stimulasi yang dapat
mempercepat perkembangan emosi dan
psikologi anak. Hal ini dikarenakan
aktivitas disekolah, interaksi sehari-hari
bersama dengan guru dan siswa yang lain,
serta tantangan dalam setiap area mata
pelajaan
dapat
menstimulasi
perkembangan dan fungsi kecerdasan,
presepsi dan perhatian anak . Selain
menjadi tempat yang baik untuk stimulasi

perkembangan anak, sekolah dapat juga


menjadi tempat berkembang nya prilaku
abusive pada usia sekolah. Prilaku-prilaku
menyimpang dan merusak yang sering
ditemui dilingkungan sekolah diantaranya
perilaku
mengganggu,
mengkambinghitamkan atau memfitnah,
saling mengejek, dan perilaku bullying
(Wong, 2008).
D. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah
untuk anak SD kelas 1-3 dalam pengisian
mengalami keterbatasan karena belum
lancarnya membaca kuesioner sehingga
peneliti beserta asisten membacakan
pertanyaan tersebut dengan cara membagi
dalam 5 kelompok dan setiap kelompok
didampingi 1 orang asisten untuk
membantu membacakan dan menjelaskan
kuesioner. Ruang kelas di seting untuk
perkelompok responden. Waktu penelitian
membutuhkan 2 hari karena kelas 1-6
dimana hari pertama kelas 1-3 dan hari
kedua kela 4-6. Karena jumlah responden
banyak penelitian dibantu oleh 4 asisten.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Sebagian
besar
anak
tidak
mengalami
kejadian
bullying
sebanyak 82 responden (65,6%).
2. Sebagian besar perkembangan sosial
anak baik sebanyak 122 responden
(97,6%).
3. Ada hubungan antara kejadian
bullying dengan perkembangan
sosial pada anak usia sekolah di
Sekolah Dasar Mardirahayu Ungaran
Kabupaten Semarang dengan nilai p
0,039.
B. Saran
1. Bagi Responden
Responden yang melakukan
bullying
dapat
menghentikan
perilakunya karena merugikan orang
lain dan dirinya sendiri dan responden
yang di bully dapat mengatasi dengan

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar
Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 11

minta bantuan pihak sekolah untuk


menghentikan teman yang membully.
2. Bagi SD Mardirahayu
Sekolah diharapkan tetap
mengawasi siswanya agar perilaku
bullying tidak terjadi di sekolah dan
mengadakan penyuluhan tentang
perilaku bullying sehingga siswa nya
tahu serta tidak melakukan perilaku
tersebut.
3. Bagi Orang Tua
Orang tua diharapkan ikut
memperhatikan
perkembangan
anaknya dan mengetahui apakah
anaknya menjadi pelaku bullying atau
yang di bullying sehingga orang tua
dapat menasehati dan memberikan
arahan pada anaknya.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan
meneliti faktor yang menyebabkan
anak melakukan bullying
seperti
keluarga,
teman
sebaya
atau
lingkungan. Selain itu dapat diteliti
prestasi belajar anak yang di bully dan
tidak.
.
DAFTAR PUSTAKA
Ariesto, A. 2009. Pelaksanaan Program
Antibullying Teacher Empowerment.
Skripsi : Jakarta . UI. Tidak
Dipublikasikan.
Arikunto, 2010. Prosedur penelitian suatu
pendekatan praktik. Jakarta : Rineka
Cipta
Astuti, 2008 Meredam Bullying : 3 cara
efektif menanggulangi kekerasan
pada anak. Jakarta: PT Grasindo.
Bauman, S. 2008. The Role of Elementary
School Counselors in Redusing
School Bullying, the Elemantary
School Journal vol.108.

school. Canadian jornal of school


psychology, 17 (2)
Black, S.A & Jackson, E. 2007. Using
bullying incident density to evaluate
the olweus bullying prevention
programme. School psychology
international,
Borba, 2009. Building Moral Intelligence.
The Seven Essential Virtues That.
Teach Kids to Do the Right Thing.
San Francisco: Jossey-Bass.
Dake, J.A, Price, J.H, & Telljohann, S.K.
(2007). The nature and extent of
bullying at school The Journal of
School Health, 73 (3): 173.
Desmita. (2007). Psikologi Perkembngan.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.
Elliot, M. 2005. Wise Guides Bullying. New
York: Hodder Childrens Books.
Fajrina, Y. ((2007). Hubungan Tindakan
Kekerasan
Verbal
Dengan
Perkembangan Sosial Anak Usia
Sekolah. Surabaya.
Gunarsa, S.D. (2006). Psikologi Praktis :
Anak, Remaja dan Keluarga.
Jakarta : PT BPK Gunung Mulia.
Haditono. (2009). Psikologi Perkembangan :
Pengantar
Dalam
Berbagai
Bagiannya. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.
Harlimsyah. (2007). Psikologi Perkembangan
Anak Dan Remaja. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Bandung.
Heath, M.A., & Sheen, D. (2005). Schoolbased crisis interventional: preparing
all peronel to assit. New York : The
Gilford Pres.
Hurlock,

E.B.
(2012).
Psikologi
Perkembangan : Suatu Pendekatan
Beran, T.N., & Leslie., T. (2005). Childerns
Sepanjang Rentan Kehidupan. Alih
reports of bullying and safety at
bahasa : Isti Widayati. Jakarta :
Erlangga
Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar
Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 12

--------

(2008). Psikologi Perkembangan


Suatu
Pendekatan
Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta :
Airlangga.

Kholilah, M. 2012. Hubungan Tingkat


Pengetahuan
Remaja
Tentang
Bullying Dengan Perilaku Bullying
Pada Siswa Kelas XI Di SMA Semen
Gresik. Skripsi : Stikes Yarsis. Tidak
Dipublikasikan
Krahe, B. 2005. Perilaku Agresif - Buku
Panduan
Psikologi
Sosial.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Margaretha, 2010. Study Deskriftif Tentang
Bullying Pada Sekolah Menengah
Atas Dan Kejuruan Di Salatiga.
Skripsi
: Salatiga
: Fakultas
Psikologi Universitas Kristen Satya
Wacana. Tidak Dipublikasikan
Milsom, A., & Gallo, L.L. (2006). Bullying in
middle school: prevention and
intervention. Middle School Journal,
37 (3): 12-19.
Mong.

(2004).
PsikologiPerkembangan:
Pengantar
dalam
Berbagai
Bagaiannya. Yogyaakarta: Gajah
Mana University Press.

Mudjijanti, F. 2011. School Bullying dan


Peran Guru Dalam Mengatasinya.
Naskah Krida Rakyat. Madiun.:
Universitas Katolik Widya Mandala.
Notoatmodjo, 2010. Metodologi penelitian
kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta
----------, 2011. Metodologi penelitian
kesehatan.Jakarta : Rineka Cipta.
----------, S. 2007. Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku.
Jakarta: Rineka
Cipta.
Piaget. (2005). Psychology Themes and
Variations. USA: Aspen Publisher
Inc.

Potter & Perry. (2010). Funda Mental


Keperawatan.
Edisi
4,
Buku
Kedokteran : Yogyakarta. EGC
Santrock, J.W. (2007). Perkembangan Anak.
Jilid 1Edisi 11. Jakarta : Erlangga.
Saryono, 2010. Metodologi Penelitian
kebidanan. Nuha. Medika. Jakarta.
SEJIWA Yayasan Semai Jiwa Amini. 2008.
Mengatasi kekerasan dari sekolah
dan lingkungan anak. Jakarta:
Grasindo.
Smith, et.al (2002). Definition of bullying : A
comparison of term used, and age
and gender differences in a fourteen
country. Child development. 73 (4):
1119-1133.
Sugiyono, 2010.Metode penelitian kuantitatif
kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Suherman.
(2007).
Buku
Saku
Perkmembangan Anak. Jakarta: EGC
Susanto, 2010. Fenomena korban perilaku
bullying pada remaja Dalam dunia
pendidikan. Skripsi : Fakultas
Psikologi
Universitas
Katolik
Soegijapranata:Semarang.
Tidak
Dipublikasikan.
Wharton, S. (2005). How to stop that bully:
menghentikan si tukang teror. (Terj:
Ratih sunar Astuti, 2009).
Yogyakarta: Kanisius.
Wicaksana, I. 2008. Mereka Bilang Aku Sakit
Jiwa.Yogjakarta: Kanisius.
Wiyani, N. A. 2012. Save Our Children From
School Bullying. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media.
Wong, D. L (2002). Buku Ajar Keperawatan
Pediatrik. Jakarta: EGC
---------, (2008). Buku Ajar Keperawatan
Pediatrik. Jakarta: EGC.

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar
Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 13

Yusuf, S (2007). Psikologi Perkembangan


Anak Dan Remaja. Bandung : PT.
Rosdakarya Remaja
Yusuf, S (2011). Psikologi Perkembangan
Anak Dan Remaja. Bandung : PT.
Rosdakarya Remaja.

Hubungan kejadian bullying dengan perkembangan sosial anak usia sekolah di sekolah dasar
Mardirahayu Ungaran Kabupaten Semarang 14

Anda mungkin juga menyukai