SYOK KARDIOGENIK
Disusun oleh:
Dara Miranda
Pembimbing:
dr. Fauzal Aswad, Sp. JP- FIHA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi, kehidupan yang patut penulis
syukuri, keluarga yang mencintai dan teman-teman yang penuh semangat, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi
kasus ini. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar
Muhammad Saw, atas semangat perjuangan dan panutan bagi ummatnya.
Adapun tugas presentasi kasus ini berjudul Syok Kardiologi. Diajukan
Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Unsyiah
BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada dr. Fouzal Aswad,
Sp. JP-FIHA yang telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan
bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman
akan penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan
pembelajaran dan bekal di masa mendatang.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Syok merupakan suatu sindroma klinis kompleks yang mencakup sekelompok keadaan
dengan berbagai manifestasi hemodinamik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis dimana terdapat kegagalan dalam pengaturan
peredaran darah sehingga terjadi kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
4
Syok dapat terjadi akibat beberapa keadaan yang dapat digilongkan sesuai empat
hiposirkulasi sistemik
secara umum) dalam keadaan volum vaskuler dan seluler yang memadai disertai juga
2
Epidemiologi
Menurut Wolfe RE dan Fischer CM (2007), mortalitas (angka/rerata
kematian) penderita syok kardiogenik sangat tinggi, mencapai 50-80 persen. Menurut Fauci
AS, et al. (2008), syok kardiogenik merupakan penyebab utama (leading cause) dari
kematian pasien dengan infark miokard (myocardial infarct; MI) yang dirawat di rumah
sakit. Terapi reperfusi dini untuk infark miokard akut (acute MI) menurunkan insidens syok
kardiogenik. Penderita syok kardiogenik dengan komplikasi infark miokard akut sekitar 20
persen pada tahun 1960-an, namun telah berfluktuasi sekitar 8 persen selama lebih dari 20
tahun. Syok terutama berhubungan dengan ST elevation MI (STEMI) dan kurang umum
berkaitan dengan non-ST elevation MI. Dua pertiga penderita syok kardiogenik memiliki
flow-limiting stenoses di ketiga arteri koronaria mayor (major coronary arteries), dan 20%
meninggalkan (left) stenosis di arteri koronaria utama (main coronary artery stenosis).
Penyebab syok kardiogenik terbanyak adalah pada pasien infark miokard akut,
dimana terjadi kehilangan sejumlah besar miokardium akibat terjadinya nekrosis. Insiden
syok kardiogenik sebagai komplikasi sinderom koroner akut bervariasi. Hal ini berhubungan
6
dengan definisi syok kardiogenik dan kriteria sindrom koroner akut yang dipakai sangat
beragam pada berbagai penelitian. Pria lebih sering terkena syok kardiogenik daripada
wanita dikarenakan angka kejadian infark miokard akut lebih banyak pada pria
dibangdingkan wanita.2
Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pektoris tak stabil dan 2,1%
pasien infar miokard akut non elevasi ST. Median waktu perkembangan menjadi syok pada
pasien ini adalah 76 jam dan 94 jam, dimana yang sering dijumpai adalah komplikasi infark
miokard akut dengan elevasi ST daripada tipe lain dari sindrom koroner akut. Pada studi
besar di negara maju, pasien infark miokard akut yang mendapat terapi trombolitik tetap
ditemukan syok kardiogenik yang berkisar antara 5% sampai 10 % dengan rata-rata 7,2%.
Dimana tingkat mortalitas tetap tinggi sampai saat ini, berkisar antara 80-90%.
III.
Etiologi
Penyebab paling umum terjadinya syok kardiogenik adalah infark miokard akut yang
luas, meskipun infark kecil pada penderita dengan gangguan fugsi ventrikel kiri sebelumnya
juga dapat mencetuskan terjadinya syok. Syok yang memiliki onset yang terlambat dapat
merupakan hasil dari perluasan infark, reoklusi dari arteri yang pernah infark sebelumnya,
ataupun dekompensasi dari fungsi miokard pada daerah non infark akibat gangguan
metabolik. Penting untuk diketahui bahwa area yang luas dari miokard yang tidak
fungsional namun viabel dapat juga menyebabkan atau memiliki peran terhadap
1,3
kanan
luas.
Penyebab
lain
syok
oleh
infark
kardiomiopati stadium akhir, kontusio miokard, syok sepsis dengan depresi miokard berat,
disfungsi miokard setelah bypass kardiopulmonal yang berkepanjangan, penyakit jantung
1,3
Penderita dapat mengalami syok kardiogenik sejak saat masuk RS, namun
syok sering kali berkembang dalam beberapa jam setelahnya. Pada studi registri
SHOCK (Should We Emergently Revascularize Occluded Coronaries for Shock),
75% penderita mengalami syok kardiogenik dalam 24 jam setelah presentasi awal,
median keterlambatan yaitu 7 jam dari onset infark. Hasil dari studi GUSTO
(Global Utilization of Streptokinase and Tissue Plasminogen Activator for
Occuded Arteries) juga serupa, dimana hasilnya menyatakan dari penderita
dengan syok, 11% sudah mengalami syok pada saat kedatangan, dan 80%
1,7,8
posterior, dan 50% pada lokasi yang multipel. Hasil angiografi sering
menunjukkan penyakit koroner multivessel. Hal ini merupakan hal yang penting
sebab, kompensasi hiperkinesis secara normal terjadi pada segmen miokard yang
tidak terlibat pada infark miokard akut, dimana respon ini membantu menjaga
curah jantung. Kegagalan dalam mendapatkan respon tersebut akibat dari infark
sebelumnya ataupun stenosis koroner derajat tinggi, merupakan faktor resiko
penting terhadap kejadian syok kardiogenik dan kematian.
IV.
Patofisiologi
Pasien dengan syok kardiogenik cenderung memiliki riwayat infark
sebelumnya, penyakit pembuluh darah perifer, dan penyakit serebrovaskular.
Penurunan fraksi ejeksi dan infark yang lebih besar (yang dibuktikan dengan
tingkat enzim jantung yang lebih tinggi) juga prediktor terjadinya syok
kardiogenik. Syok kardiogenik yang paling sering dikaitkan dengan infark miokard
anterior. Dalam registry SHOCK, 55% infark yang anterior, 46% infark inferior,
21% infark posterior, dan 50% berada pada beberapa lokasi. Bukti angiografi
paling sering menunjukkan penyakit multi koroner (kiri oklusi utama di 29% dari
pasien, mengenai tiga pembuluh darah pada 58% pasien, dua pembuluh darah di
20% dari pasien, dan satu pembuluh darah di 22% dari pasien) . Hal ini penting
karena hyperkinesis kompensasi biasanya berkembang di segmen miokard yang
tidak
terlibat
dalam
infark
miokard
akut.
Tanggapan
ini
membantu
akan meningkatkan
sistolik.
mekanisme
kompensasi,
termasuk
stimulasi
simpatetik
untuk
meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas serta retensi cairan pada ginjal
untuk meningkatkan preload. Mekanisme kompensasi ini dapat menjadi
maladaptif dan dapat memperburuk situasi ketika terjadi syok kardiogenik.
Peningkatan denyut jantung an kontraktilitas akan meningkatkan kebutuhan
oksigen miokard dan memperburuk iskemik. Retensi cairan dan gangguan
11
1,2
12
Iskemia yang jauh dari daerah infark dapat juga memiliki pengaruh
penting terhadap disfungsi sistolik pada penderita syok kardiogenik. Hipotensi
dan gangguan metabolik dapat mengganggu kontraktilitas pada miokard yang
tidak terkena infark pada penderita dengan syok. Hal ini dapat membatasi
hiperkinesis dari segmen yang tidak terlibat, sehingga mekanisme kompensasi
3
Iskemik
miokard
penurunan
compliance,
meningkatkan tekanan pengisian ventrikel kiri pada volum diastolik akhir. Terjadi
peningkatan pada volum ventrikel kiri sebagai mekanisme kompensasi untuk
menjaga volum sekuncup, yang lebih jauh dapat meningkatkan tekanan pengisian.
Peningkatan tekanan ventrikel kiri dapat berujung pada edema paru dan
hipoksemia.
13
defenisi miokard yang tidur yaitu bahwa fungsinya dapat menjadi normal
kembali setelah memperbaiki aliran darah. Hibernasi dapat dilihat
sebagai respon adaptif untuk menurunkan fungsi kontraksi dari
miokardium yang hipoperfusi dan untuk mengembalikan keseimbangan
antara aliran dan fungsi, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan
terjadinya iskemia atau nekrosis. Revaskularisasi dari miokardium
yang hibernasi dapat berujung terhadap perbaikan fungsi
miokard sehingga dapat memperbaiki
1
prognosis.
Meskipun hibernasi dan stunning berbeda secara konsep dan
patofisiologi, kedua kondisi ini sulit dipisahkan pada keadaan klinis dan
bahkan saling mendukung satu sama lain. Episode berulang dari
stunning miokard dapat bersamaan
miokard.
Miokard
stunning
maupun
menyerupai
hibernasi
baik
Gejala klinis
VI.
Tatalaksana
14
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
No. CM
Alamat
Pekerjaan
Tgl. Masuk RS
Tgl. Pemeriksaan
: Tn. Z
: 58 tahun
: Laki-laki
: 1-07-51-20
: Telaga Sari, Aceh Tengah
: Petani
: 22 Desember 2015
: 05 Januari 2016
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Sesak Nafas sejak 1 minggu yang lalu
Keluhan Tambahan:
Batuk berdahak, mual, nyeri ulu hati, lemas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien rujukan rumah sakit Datu beru Takengon dengan COPD + SVT +
Hipertensi + DM tipe II. Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 7 hari
15
sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas terus menberat. Nafas berbunyi ketika
bernafas. Batuk dialami pasien sejak 1 minggu terakhir ini. Batuk berdahak putih
kekuningan. Nyeri ulu hati juga dikeluhkan pasien. Batuk berdarah, keringat
malam dan penurunan berat badan disangkal. Pasien merasa gelisah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat DM dan hipertensi (+) namun tidak diketahui
pasien
Riwayat Penggunaan Obat
IVFD RL 10 gtt/i
Inj Ceftriaxone I gr/12 jam
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada dari keluarga pasien yang mengalami penyakit serupa dengan
pasien
Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien riwayat merokok sejak usia 17 tahun, 1 bungkus per hari
3.3 Pemeriksaan Fisik
a
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Frekuensi Nafas
Temperatur
: Buruk
: Penurunan Kesadaran
: 90/40 mmHg
: 160 x/menit
: 29 x/menit
: 38,7 0C
b Status General
Kulit
Warna
Turgor
Ikterus
Anemia
Sianosis
: Sawo matang
: cepat kembali
: (-)
: (+)
: (-)
Kepala
Bentuk
Rambut
: Kesan normocephali
:Tersebar rata, sukar dicabut, berwarna hitam.
16
Mata
Telinga
Hidung
Bibir
Lidah
Mukosa
Tenggorokan
Faring
Mulut
Leher
Bentuk
Kel. Getah Bening
Peningkatan TVJ
: Kesan simetris
: Pembesaran (-)
: (-), R + 2 cmH2O
Axilla
Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax depan dan belakang
1
Inspeksi
Palpasi
Atas
Kiri
Abdomen
1
Inspeksi
: Distensi (-)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Genetalia
Ekstremitas
Ekstremitas
Sianotik
Edema
Ikterik
Kekuatan Otot
Sensibilitas
Atrofi otot
Akral Dingin
Superior
Kanan
Kiri
5555
5555
N
N
-
Inferior
Kanan
Kiri
+
+
5555
5555
N
N
-
Laboratorium (22/12/15)
Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Hematokrit
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil Segmen
Neutrofil Batang
Limfosit
Monosit
GDS
Ur
Cr
Faal Hemostatis
Waktu Perdarahan
Hasil
13.9 g/dl
12,1 x 103/mm3
223 x 103/mm3
5.5 x 106/mm3
43 %
Nilai rujukan
14.0-17.0 g/dl
4.5-10.5 x 103/mm3
150-450 x 103/mm3
4.7-6.1 x 106/mm3
45-55 %
1%
0%
82%
0%
10%
7%
0-6 %
0-2 %
50-70 %
2-6 %
20-40 %
2-8 %
252 mg/dl
82
1.07
2 menit
1-7 menit
18
Waktu Pembekuan
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida
7 menit
5-15 menit
141 mmol/L
5,1 mmol/L
104 mmol/L
135-145 mmol/L
3.5-4.5 mmol/L
90-110 mmol/L
Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Hematokrit
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil Segmen
Neutrofil Batang
Limfosit
Monosit
Hasil
11,2 g/dl
15,2 x 103/mm3
129 x 103/mm3
4,4 x 106/mm3
36 %
Nilai rujukan
14.0-17.0 g/dl
4.5-10.5 x 103/mm3
150-450 x 103/mm3
4.7-6.1 x 106/mm3
45-55 %
1%
1%
81%
0%
7%
10%
0-6 %
0-2 %
50-70 %
2-6 %
20-40 %
2-8 %
51 mg/dl
58 mg/dl
140 mg/dl
27 mg/dl
46 mg/dl
60-110
100-140
<200
>60
<150
108
5,20
13-43 mg/dl
0.67-1.17 mg/dl
7,346 mmHg
42,90 mmHg
194 mmHg
23,7 mmol/L
25,0 mmol/L
-1,4
99,6%
7,35-7,46
35-45
80-100
23-28
23,2-27,6
(-2)-(+2)
95-100
Laboratorium (28-12-2015)
Ur
Cr
Analisa Gas Darah
pH
pCO2
pO2
Bikarbonat
Total CO2
Kelebihan basa
SPO2
3.4.2 Elektrokardiografi
19
IVFd RL 10 gtt/i
SC Novorapid 14-14-14 UI
SC Levemir 0-0-0-10 UI
Simvastatin 1 x 20 mg
2. Edukasi
- Anjuran melakukan miring kanan-kiri setiap 2 jam
- anjuran untuk mengkonsumsi makanan rendah lemak
- anjuran untuk mengkonsumsi makanan yang sehat dan rendah garam
21
BAB IV
ANALISA KASUS
Berdasarkan hasil anamnesis, pasien datang dengan keluhan sesak nafas
yang dialami sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lain berupa batuk
berdahak, mual, nyeri ulu hati lemas. Kemudian dilakukan pemeriksaan vital sign
didapatkan TD 90/40 mmHg, nadi 160 x/I, RR 30 kali/menit, suhu 38,7 C serta
pemeriksaan fisik dalam batas normal. Dari hasil anamnesis dan vital sign pasien
ditegakkan dengan diagnose syok sepsis yaitu keadaan kegagalan sirkulasi akut
yang ditandai dengan hipotensi arterii perssisten meskipun dengan resusitasi
cairan yang cukup ataupun adanya hipoperfusi jaringan (dimanifestasikan oleh
konsentrasi laktat yang melebih 4 mg/dl) yang tidak dapat dijelaskan oleh sebabsebab lain. 3 Pasien dengan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis
disertai tanda-tanda syok (nadi ccepat dan lemahm ekstremitas pucat dan dingin,
penurunan produksi urin dan penurunan tekanan darah). Gejala syok sepsis
mengalami hippovolemik sukar dibedakan dengan syok hipovolemik (takikardi,
vasokonstriksi perifer, prduksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, tekanan sistolik turun dan
menyempitnya tekanan nadi / pulse pressure). Tanda karakteristik sepsis berat dan
syok sepsis pada awal adalah hipovolemik, baik relative (oleh karena venus
pooling) maupun absoulut (oleh karena transudasi cairan). kejadian ini
22
BAB V
KESIMPULAN
Sepsis berat dan syok sepsis merupakan salah satu masalah tertua dan
paling kompleks dalam bidang kedoteran. Dengan kemajuan dalam perawatan
intensif, meningkatnya kewaspadaan dan pedoman berbasis bukti, dokter telah
mengambil langkah besar dalam mengurangi risiko kematian terkait dengan
sepsis. Namum, pada pasien yang bertahan hidup, sepsis masih ada sejumlah
kekhawatiran
akan
gejala
sisa.
Keadaan
syok
sepsis
merupakan
23
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Widodo D, Pohan HT (editor). Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: 2004;
h.54-88.2.
2. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.3.
24
Cited
May
2013.
Available
Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa SP, Dhainaut JF, Lopez-
25
15. Wheeler AP, Bernard G. Treating patient with severe sepsis.[online]. Cited
May 2013.Available at: http://www.nejm.com
26