Anda di halaman 1dari 25

Laporan kasus

SYOK KARDIOGENIK

Disusun oleh:
Dara Miranda
Pembimbing:
dr. Fauzal Aswad, Sp. JP- FIHA

BAGIAN /SMF ILMU KARDIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD DR.
ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah
menciptakan manusia dengan akal dan budi, kehidupan yang patut penulis
syukuri, keluarga yang mencintai dan teman-teman yang penuh semangat, karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi
kasus ini. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada nabi besar
Muhammad Saw, atas semangat perjuangan dan panutan bagi ummatnya.
Adapun tugas presentasi kasus ini berjudul Syok Kardiologi. Diajukan
Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior Unsyiah
BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada dr. Fouzal Aswad,
Sp. JP-FIHA yang telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan
bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman
akan penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan
pembelajaran dan bekal di masa mendatang.

Banda Aceh, Februari 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 2
Definisi .................................................................................................. 2
Epidemiologi.......................................................................................... 4
Faktor Resiko ........................................................................................ 5
Etiologi................................................................................................... 5
Patofisiologi........................................................................................... 7
Gejala Klinis ......................................................................................... 10
Tatalaksana ............................................................................................ 13
Prognosis ............................................................................................... 18
LAPORAN KASUS ......................................................................................... 19
ANALISA KASUS ...........................................................................................30
KESIMPULAN................................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 3

BAB I
PENDAHULUAN
Syok merupakan suatu sindroma klinis kompleks yang mencakup sekelompok keadaan
dengan berbagai manifestasi hemodinamik.

Syok adalah suatu keadaan kegawat daruratan


yang ditandai dengan kegagalan perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan
gangguan metabolisme sel. Syok terdiri atas, syok hipovolemik, neurogenik, vasogenik dan
kardiogenik.(merah). Syok kardiogenik digambarkan sebagai suatu disfungsi miokard berat
dengan hiposirkulasi sistemik atau perfusi jaringan yang tidak memadai (hipoksia jaringan
secara umum)dalam keadaan volum vaskuler dan seluler yang memadai disertai juga
2
dengan disfungsi maupun kegagalan multi organ.
Sebuah review tahun 2014 menyatakan syok kardiogenik terjadi pada 7,9% pasien
dengan ST-segmen elevasi MI (STEMI). Secara keseluruhan, kasus dengan syok
kardiogenik dan STEMI, 42,3% berada di dinding anterior, 38,6% di dinding inferior, dan
19,1% di dinding lain. (medscape)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis dimana terdapat kegagalan dalam pengaturan
peredaran darah sehingga terjadi kegagalan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
4

Syok dapat terjadi akibat beberapa keadaan yang dapat digilongkan sesuai empat

mekanisme etiologi dasarnya : mekanisme kardiogenik, mekanisme obstruktif, perubahan


dalam volume sirkulasi, dan perubahan dalam distribusi sirkulasi.(Sylvia price)
Syok

kardiogenik digambarkan sebagai suatu disfungsi miokard berat dengan

hiposirkulasi sistemik

atau perfusi jaringan yang tidak memadai (hipoksia jaringan

secara umum) dalam keadaan volum vaskuler dan seluler yang memadai disertai juga
2

dengan disfungsi maupun kegagalan multi organ.

Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang


mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan hantaran oksigen ke jaringan.
II.

Epidemiologi
Menurut Wolfe RE dan Fischer CM (2007), mortalitas (angka/rerata
kematian) penderita syok kardiogenik sangat tinggi, mencapai 50-80 persen. Menurut Fauci
AS, et al. (2008), syok kardiogenik merupakan penyebab utama (leading cause) dari
kematian pasien dengan infark miokard (myocardial infarct; MI) yang dirawat di rumah
sakit. Terapi reperfusi dini untuk infark miokard akut (acute MI) menurunkan insidens syok
kardiogenik. Penderita syok kardiogenik dengan komplikasi infark miokard akut sekitar 20
persen pada tahun 1960-an, namun telah berfluktuasi sekitar 8 persen selama lebih dari 20
tahun. Syok terutama berhubungan dengan ST elevation MI (STEMI) dan kurang umum
berkaitan dengan non-ST elevation MI. Dua pertiga penderita syok kardiogenik memiliki
flow-limiting stenoses di ketiga arteri koronaria mayor (major coronary arteries), dan 20%
meninggalkan (left) stenosis di arteri koronaria utama (main coronary artery stenosis).
Penyebab syok kardiogenik terbanyak adalah pada pasien infark miokard akut,
dimana terjadi kehilangan sejumlah besar miokardium akibat terjadinya nekrosis. Insiden
syok kardiogenik sebagai komplikasi sinderom koroner akut bervariasi. Hal ini berhubungan
6

dengan definisi syok kardiogenik dan kriteria sindrom koroner akut yang dipakai sangat
beragam pada berbagai penelitian. Pria lebih sering terkena syok kardiogenik daripada
wanita dikarenakan angka kejadian infark miokard akut lebih banyak pada pria
dibangdingkan wanita.2
Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pektoris tak stabil dan 2,1%
pasien infar miokard akut non elevasi ST. Median waktu perkembangan menjadi syok pada
pasien ini adalah 76 jam dan 94 jam, dimana yang sering dijumpai adalah komplikasi infark
miokard akut dengan elevasi ST daripada tipe lain dari sindrom koroner akut. Pada studi
besar di negara maju, pasien infark miokard akut yang mendapat terapi trombolitik tetap
ditemukan syok kardiogenik yang berkisar antara 5% sampai 10 % dengan rata-rata 7,2%.
Dimana tingkat mortalitas tetap tinggi sampai saat ini, berkisar antara 80-90%.
III.

Etiologi
Penyebab paling umum terjadinya syok kardiogenik adalah infark miokard akut yang
luas, meskipun infark kecil pada penderita dengan gangguan fugsi ventrikel kiri sebelumnya
juga dapat mencetuskan terjadinya syok. Syok yang memiliki onset yang terlambat dapat
merupakan hasil dari perluasan infark, reoklusi dari arteri yang pernah infark sebelumnya,
ataupun dekompensasi dari fungsi miokard pada daerah non infark akibat gangguan
metabolik. Penting untuk diketahui bahwa area yang luas dari miokard yang tidak
fungsional namun viabel dapat juga menyebabkan atau memiliki peran terhadap
1,3

perkembangan syok kardiogenik setelah infark miokard.


Syok kardiogenik juga dapat disebabkan oleh komplikasi mekanik; seperti regurgitasi
mitral akut, ruptur septum intraventrikular, atau ruptur free wall; maupun
ventrikel

kanan

luas.

Penyebab

lain

syok

oleh

infark

kardiogenik termasuk miokarditis,

kardiomiopati stadium akhir, kontusio miokard, syok sepsis dengan depresi miokard berat,
disfungsi miokard setelah bypass kardiopulmonal yang berkepanjangan, penyakit jantung
1,3

katup, dan kardiomiopati obstruktif hipertrofi.

Tabel 1. Penyebab syok kardiogenik.

Penderita dapat mengalami syok kardiogenik sejak saat masuk RS, namun
syok sering kali berkembang dalam beberapa jam setelahnya. Pada studi registri
SHOCK (Should We Emergently Revascularize Occluded Coronaries for Shock),
75% penderita mengalami syok kardiogenik dalam 24 jam setelah presentasi awal,
median keterlambatan yaitu 7 jam dari onset infark. Hasil dari studi GUSTO
(Global Utilization of Streptokinase and Tissue Plasminogen Activator for
Occuded Arteries) juga serupa, dimana hasilnya menyatakan dari penderita
dengan syok, 11% sudah mengalami syok pada saat kedatangan, dan 80%
1,7,8

berkembang menjadi syok setelah masuk rawatan.

Diantara penderita dengan infark miokard, syok lebih sering berkembang


pada penderita-penderita dengan usia tua, diabetes melitus, dan memiliki infark
anterior. Penderita syok kardiogenik juga lebih sering memiliki riwayat infark
sebelumnya, penyakit vaskular perifer, dan penyakit serebrovaskuler. Ejeksi fraksi
yang menurun dan infark yang lebih luas juga merupakan prediktor terhadap
1

perkembangan menjadi syok kardiogenik.

Syok kardiogenik paling sering dihubungkan dengan infark miokard


anterior. Pada trial SHOCK, 55% merupakan infark anterior, 46% inferior, 21%

posterior, dan 50% pada lokasi yang multipel. Hasil angiografi sering
menunjukkan penyakit koroner multivessel. Hal ini merupakan hal yang penting
sebab, kompensasi hiperkinesis secara normal terjadi pada segmen miokard yang
tidak terlibat pada infark miokard akut, dimana respon ini membantu menjaga
curah jantung. Kegagalan dalam mendapatkan respon tersebut akibat dari infark
sebelumnya ataupun stenosis koroner derajat tinggi, merupakan faktor resiko
penting terhadap kejadian syok kardiogenik dan kematian.
IV.

Patofisiologi
Pasien dengan syok kardiogenik cenderung memiliki riwayat infark
sebelumnya, penyakit pembuluh darah perifer, dan penyakit serebrovaskular.
Penurunan fraksi ejeksi dan infark yang lebih besar (yang dibuktikan dengan
tingkat enzim jantung yang lebih tinggi) juga prediktor terjadinya syok
kardiogenik. Syok kardiogenik yang paling sering dikaitkan dengan infark miokard
anterior. Dalam registry SHOCK, 55% infark yang anterior, 46% infark inferior,
21% infark posterior, dan 50% berada pada beberapa lokasi. Bukti angiografi
paling sering menunjukkan penyakit multi koroner (kiri oklusi utama di 29% dari
pasien, mengenai tiga pembuluh darah pada 58% pasien, dua pembuluh darah di
20% dari pasien, dan satu pembuluh darah di 22% dari pasien) . Hal ini penting
karena hyperkinesis kompensasi biasanya berkembang di segmen miokard yang
tidak

terlibat

dalam

infark

miokard

akut.

Tanggapan

ini

membantu

mempertahankan curah jantung. Kegagalan untuk mengembangkan respon seperti


itu karena infark sebelumnya atau stenosis koroner kelas tinggi merupakan faktor
risiko penting untuk syok kardiogenik dan kematian. (management of syok)
Studi otopsi menunjukkan bahwa syok kardiogenik umumnya terjadi
karena kehilangan lebih dari 40% dari miokardium ventrikel kiri. Otopsi juga
menunjukkan bahwa lebih dari dua pertiga dari pasien dengan syok kardiogenik
pada infark miokard memiliki stenosis lebih dari 75% dari diameter luminal dari
ketiga arteri koroner utama, biasanya melibatkan anterior kiri turun arteri koroner.
Sebagian besar pasien syok kardiogenik yang ditemukan memiliki oklusi trombotik
arteri memasok bagian utama dari infark baru-baru ini. Penyebab lain dari
guncangan di akut MI mencakup cacat mekanik seperti. pecahnya septum
ventrikel, otot papiler, atau dinding bebas dengan tamponade, infark ventrikel
kanan (RVMI) atau ditandai pengurangan preload karena kondisi seperti
9

hipovolemia. (management of syok )

Disfungsi jantung pada penderita syok kardiogenik umumnya diawali


dengan infark miokard atau iskemi miokard. Disfungsi miokard terjadi akibat dari
perburukan iskemia sehingga menghasilkan spiral mengarah ke bawah. Ketika
massa ventrikel kiri mengalami iskemik atau nekrotik dan mengalami kegagalan
untuk memompa, volum sekuncup dan curah jantung menurun. Perfusi miokard,
yang bergantung kepada gradien tekanan antara sistem arterial koroner dan
ventrikel kiri pada durasi diastol, mengalami gangguan oleh hipotensi dan
takikardi. Sebaliknya, hal ini semakin memperburuk iskemik. Peningkatan
tekanan diastolik ventrikel yang disebabkan oleh kegagalan pompa semakin
menurunkan tekanan perfusi koroner, dan wall stress
10

akan meningkatkan

kebutuhan oksigen miokard, yang akan semakin mengakibatkan iskemik.


Penurunan curah jantung juga mempengaruhi perfusi sistemik, yang dapat
menghasilkan asidosis laktat dan lebih jauh mempengaruhi kema mpuan
1,2,3

sistolik.

Ketika fungsi miokard mengalami penekanan, terjadi pengaktifan


beberapa

mekanisme

kompensasi,

termasuk

stimulasi

simpatetik

untuk

meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas serta retensi cairan pada ginjal
untuk meningkatkan preload. Mekanisme kompensasi ini dapat menjadi
maladaptif dan dapat memperburuk situasi ketika terjadi syok kardiogenik.
Peningkatan denyut jantung an kontraktilitas akan meningkatkan kebutuhan
oksigen miokard dan memperburuk iskemik. Retensi cairan dan gangguan

11

pengisian diastolik yang disebabkan takikardi dan iskemi dapat menghasikan


kongesti pulmonal dan hipoksia. Vasokonstriksi untuk menjaga tekanan darah
dapat meningkatkan afterload miokard, lebih jauh dapat mempengaruhi
kemampuan kardiak dan peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kebutuhan
yang meningkat pada keadaan perfusi yang tidak memadai, dapat memperburuk
iskemia dan menghasilkan suatu siklus yang akan berujung pada kematian apabila
1

siklus tersebut tidak diatasi.

1,2

Gambar 1. Spiral mengarah ke bawah pada syok kardiogenik.


2.4.2. Patologi Miokard

Syok kardiogenik dikarakteristikkan dengan adanya disfungsi baik sistolik


maupun diastolik. Penderita yang mengalami syok setelah masuk RS sering kali
memiliki perluasan infark, yang dapat terjadi akibat reoklusi, perburukan trombus
intrakoroner, ataupun kombinasi dari penurunan tekanan perfusi koroner dan
penigkatan kebutuhan oksigen miokard. Miosit pada zona border dari area infark
lebih mudah mengalami episode iskemik tambahan, sehingga segmen-segmen ini
memiliki resiko. Perluasan infark mekanik, yang terlihat lebih dramatis setelah

12

serangan infark miokard anterior luas, dapat juga berpengaruh terhadap


1

perkembangan lanjut terhadap syok kardiogenik.

Iskemia yang jauh dari daerah infark dapat juga memiliki pengaruh
penting terhadap disfungsi sistolik pada penderita syok kardiogenik. Hipotensi
dan gangguan metabolik dapat mengganggu kontraktilitas pada miokard yang
tidak terkena infark pada penderita dengan syok. Hal ini dapat membatasi
hiperkinesis dari segmen yang tidak terlibat, sehingga mekanisme kompensasi
3

dapat terlihat segera setelah infark miokard.


Fungsi diastolik miokard
kardiogenik.

Iskemik

miokard

juga dapat terganggu pada penderita syok


menyebabkan

penurunan

compliance,

meningkatkan tekanan pengisian ventrikel kiri pada volum diastolik akhir. Terjadi
peningkatan pada volum ventrikel kiri sebagai mekanisme kompensasi untuk
menjaga volum sekuncup, yang lebih jauh dapat meningkatkan tekanan pengisian.
Peningkatan tekanan ventrikel kiri dapat berujung pada edema paru dan
hipoksemia.

2.4.3. Disfungsi Miokard Reversibel


Area yang luas dari miokard yang tidak berfungsi namun viabel dapat juga
memiliki peran terhadap perkembangan terjadinya syok kardiogenik pada
penderita setelah mengalami serangan infark miokard. Disfungsi yang reversibel
1

ini dapat dijelaskan melalui dua kategori: stunning dan hibernation.

Myocardial stunning menunjukkan disfungsi post iskemik yang bertahan


meskipun telah mendapatkan kembali aliran darah yang normal; bagaimanapun,
akhirnya kemampuan miokard dapat kembali secara komplit. Patogenesis dari
stunning belum sepenuhnya dapat dijelaskan, namun sepertinya memiliki
hubungan terhadap kombinasi dari stres oksidatif, gangguan homeostasis kalsium,
dan penurunan reaksi miofilamen terhadap kalsium, yang seluruhnya mendahului
iskemia.

Hybernating myocardium merupakan suatu keadaan dimana miokard


mengalami gangguan fungsi secara persisten pada saat istirahat akibat adanya
penurunan aliran darah koroner secara hebat, dan tidak terpisahkan dengan

13

defenisi miokard yang tidur yaitu bahwa fungsinya dapat menjadi normal
kembali setelah memperbaiki aliran darah. Hibernasi dapat dilihat
sebagai respon adaptif untuk menurunkan fungsi kontraksi dari
miokardium yang hipoperfusi dan untuk mengembalikan keseimbangan
antara aliran dan fungsi, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan
terjadinya iskemia atau nekrosis. Revaskularisasi dari miokardium
yang hibernasi dapat berujung terhadap perbaikan fungsi
miokard sehingga dapat memperbaiki
1
prognosis.
Meskipun hibernasi dan stunning berbeda secara konsep dan
patofisiologi, kedua kondisi ini sulit dipisahkan pada keadaan klinis dan
bahkan saling mendukung satu sama lain. Episode berulang dari
stunning miokard dapat bersamaan
miokard.

Miokard

stunning

maupun

menyerupai

hibernasi

dan hibernasi pada penderita dengan

syok kardiogenik merupakan hal yang vital, karena implikasi terapinya


pada kondisi ini. Hibernasi miokard dapat menjadi lebih

baik

dengan revaskularisasi, dan stunning miokard dapat memberikan


1

respon terhadap stimulasi inotropik.


V.

Gejala klinis

VI.

Tatalaksana

14

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
No. CM
Alamat
Pekerjaan
Tgl. Masuk RS
Tgl. Pemeriksaan

: Tn. Z
: 58 tahun
: Laki-laki
: 1-07-51-20
: Telaga Sari, Aceh Tengah
: Petani
: 22 Desember 2015
: 05 Januari 2016

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Sesak Nafas sejak 1 minggu yang lalu
Keluhan Tambahan:
Batuk berdahak, mual, nyeri ulu hati, lemas
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien rujukan rumah sakit Datu beru Takengon dengan COPD + SVT +
Hipertensi + DM tipe II. Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak 7 hari
15

sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas terus menberat. Nafas berbunyi ketika
bernafas. Batuk dialami pasien sejak 1 minggu terakhir ini. Batuk berdahak putih
kekuningan. Nyeri ulu hati juga dikeluhkan pasien. Batuk berdarah, keringat
malam dan penurunan berat badan disangkal. Pasien merasa gelisah.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat DM dan hipertensi (+) namun tidak diketahui
pasien
Riwayat Penggunaan Obat
IVFD RL 10 gtt/i
Inj Ceftriaxone I gr/12 jam
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada dari keluarga pasien yang mengalami penyakit serupa dengan
pasien
Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien riwayat merokok sejak usia 17 tahun, 1 bungkus per hari
3.3 Pemeriksaan Fisik
a

Status Present (29 Desember 2015)

Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Frekuensi Nafas
Temperatur

: Buruk
: Penurunan Kesadaran
: 90/40 mmHg
: 160 x/menit
: 29 x/menit
: 38,7 0C

b Status General
Kulit
Warna
Turgor
Ikterus
Anemia
Sianosis

: Sawo matang
: cepat kembali
: (-)
: (+)
: (-)

Kepala
Bentuk
Rambut

: Kesan normocephali
:Tersebar rata, sukar dicabut, berwarna hitam.

16

Mata
Telinga
Hidung

: Cekung (-), refleks cahaya (+/+), sklera ikterik (-/-),


konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+)
: Sekret (-/-), perdarahan (-/-)
: Sekret (-/-), perdarahan (-/-), Nafas cuping hidung (+/+)

Bibir
Lidah
Mukosa
Tenggorokan
Faring

: Pucat (-), sianosis (-)


: Beslag (-), tremor (-)
: Basah (+)
: Tonsil dalam batas normal
: Hiperemis (-)

Mulut

Leher
Bentuk
Kel. Getah Bening
Peningkatan TVJ

: Kesan simetris
: Pembesaran (-)
: (-), R + 2 cmH2O

Axilla
Pembesaran KGB (-)
Thorax
Thorax depan dan belakang
1

Inspeksi

Bentuk dan Gerak


: Normochest, pergerakan simetris
Tipe Pernafasan
: Abdominal Thoracal
Retraksi
: (+)
2 Palpasi
- Pergerakan dada simetris
- Nyeri tekan (-/-)
- suara fremitus taktil kiri = kanan
3 Perkusi
- sonor/ sonor
Auskultasi
Vesikuler (+/+), ronkhi (+/+), wheezing (-/-)
Jantung
1

Inspeksi : Ictus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Ictus kordis teraba di ICS V linea mid clavicula


sinistra

Perkusi : Batas jantung:


-

Atas

Kanan : ICS IV linea parasternalis dextra

Kiri

: ICS III sinistra


: ICS V satu jari dalam linea midklavikula sinistra

Auskultasi : BJ II meningkat, murmur (-), gallop (-)


17

Abdomen
1

Inspeksi

: Distensi (-)

Palpasi

: Nyeri tekan (-) Undulasi (+)


Hepar/ Lien/ Renal tidak teraba

Perkusi

: Timpani (-), Redup (+), Shifting dullness (+)

Auskultasi

: Peristaltik usus normal, bising usus (-)

Genetalia

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Ekstremitas
Sianotik
Edema
Ikterik
Kekuatan Otot
Sensibilitas
Atrofi otot
Akral Dingin

Superior
Kanan
Kiri
5555
5555
N
N
-

Inferior
Kanan
Kiri
+
+
5555
5555
N
N
-

3.4 Pemeriksaan Penunjang


3.4.1

Laboratorium (22/12/15)

Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Hematokrit
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil Segmen
Neutrofil Batang
Limfosit
Monosit
GDS
Ur
Cr
Faal Hemostatis
Waktu Perdarahan

Hasil
13.9 g/dl
12,1 x 103/mm3
223 x 103/mm3
5.5 x 106/mm3
43 %

Nilai rujukan
14.0-17.0 g/dl
4.5-10.5 x 103/mm3
150-450 x 103/mm3
4.7-6.1 x 106/mm3
45-55 %

1%
0%
82%
0%
10%
7%

0-6 %
0-2 %
50-70 %
2-6 %
20-40 %
2-8 %

252 mg/dl
82
1.07

< 200 mg/dl


13-43 mg/dl
0.67-1.17 mg/dl

2 menit

1-7 menit

18

Waktu Pembekuan
Elektrolit
Natrium
Kalium
Klorida

7 menit

5-15 menit

141 mmol/L
5,1 mmol/L
104 mmol/L

135-145 mmol/L
3.5-4.5 mmol/L
90-110 mmol/L

Jenis Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Hematokrit
Hitung Jenis Leukosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil Segmen
Neutrofil Batang
Limfosit
Monosit

Hasil
11,2 g/dl
15,2 x 103/mm3
129 x 103/mm3
4,4 x 106/mm3
36 %

Nilai rujukan
14.0-17.0 g/dl
4.5-10.5 x 103/mm3
150-450 x 103/mm3
4.7-6.1 x 106/mm3
45-55 %

1%
1%
81%
0%
7%
10%

0-6 %
0-2 %
50-70 %
2-6 %
20-40 %
2-8 %

Gula darah puasa


Gula darah 2 jam PP
Kolesterol total
Kolesterol HDL
Kolesterol LDL

51 mg/dl
58 mg/dl
140 mg/dl
27 mg/dl
46 mg/dl

60-110
100-140
<200
>60
<150

108
5,20

13-43 mg/dl
0.67-1.17 mg/dl

7,346 mmHg
42,90 mmHg
194 mmHg
23,7 mmol/L
25,0 mmol/L
-1,4
99,6%

7,35-7,46
35-45
80-100
23-28
23,2-27,6
(-2)-(+2)
95-100

Laboratorium (28-12-2015)

Ur
Cr
Analisa Gas Darah
pH
pCO2
pO2
Bikarbonat
Total CO2
Kelebihan basa
SPO2

3.4.2 Elektrokardiografi

19

Interpretasi elektrokardiogram didapatkan sinus rythm, heart rate 72 x/i,


normoaxis dan didapatkan iskemik anterior.
3.4.3 Photo thorax

Pemeriksaan foto thorax (27/12/15) didapatkan Cor kesan membesar,


Pulmo tak tampak infiltrat, sinus phrenicocostalis kanan tertutup perselubungan
dan kiri tajam.Kesimpulan berupa kardiomegali disertai efusi pleura kanan
3.5 Diagnosa Kerja
-

Penurunan kesadaran ec dd 1. Syok Sepsis


2. imbalance elektrolit
3. Uremic encelopathy
20

- PPOK eksaserbasi akut + pneumonia


- Hipertensi
- DM tipe II
3.6 Penatalaksanaan
1. Farmakologi
- O2 2-4 LPM (nasal kanul)
-

IVFd RL 10 gtt/i

Drip Levofloksasin 750 mg/24 jam

Drip Paracetamol 1 fls / 8 jam

Inj. Meropenem 1 gr/8 jam

Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam

Inj. Methyl Prednisolon 1 vial/12 jam

SC Novorapid 14-14-14 UI

SC Levemir 0-0-0-10 UI

Nebul Ventolin / 8jam

fluimucyl syr 3xCI

Sulcralfat syr 3xCI

Simvastatin 1 x 20 mg

2. Edukasi
- Anjuran melakukan miring kanan-kiri setiap 2 jam
- anjuran untuk mengkonsumsi makanan rendah lemak
- anjuran untuk mengkonsumsi makanan yang sehat dan rendah garam

21

BAB IV
ANALISA KASUS
Berdasarkan hasil anamnesis, pasien datang dengan keluhan sesak nafas
yang dialami sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lain berupa batuk
berdahak, mual, nyeri ulu hati lemas. Kemudian dilakukan pemeriksaan vital sign
didapatkan TD 90/40 mmHg, nadi 160 x/I, RR 30 kali/menit, suhu 38,7 C serta
pemeriksaan fisik dalam batas normal. Dari hasil anamnesis dan vital sign pasien
ditegakkan dengan diagnose syok sepsis yaitu keadaan kegagalan sirkulasi akut
yang ditandai dengan hipotensi arterii perssisten meskipun dengan resusitasi
cairan yang cukup ataupun adanya hipoperfusi jaringan (dimanifestasikan oleh
konsentrasi laktat yang melebih 4 mg/dl) yang tidak dapat dijelaskan oleh sebabsebab lain. 3 Pasien dengan syok sepsis ditandai dengan gambaran klinis sepsis
disertai tanda-tanda syok (nadi ccepat dan lemahm ekstremitas pucat dan dingin,
penurunan produksi urin dan penurunan tekanan darah). Gejala syok sepsis
mengalami hippovolemik sukar dibedakan dengan syok hipovolemik (takikardi,
vasokonstriksi perifer, prduksi urin < 0,5 cc/kgBB/jam, tekanan sistolik turun dan
menyempitnya tekanan nadi / pulse pressure). Tanda karakteristik sepsis berat dan
syok sepsis pada awal adalah hipovolemik, baik relative (oleh karena venus
pooling) maupun absoulut (oleh karena transudasi cairan). kejadian ini

22

mengakibatkan status hipodinamik yaitu curah jantung rendah, sehingga volume


intraseluler adekuat, curah jantung akan meningkat. pada sepsis berat kemampuan
kontraksi otot jantung melemah, mengakibatka fungsi jantung intsriksi terganggu.
Meskippun curah jantung meningkat tetapi aliran darah prerifer tetap berkurang.
status hemodinamika pada sepsis beerat dan syok sepsis yang dulu dikira
hiperdinamik, pada stadium lanjut kkenyataannya lebih mirip status hipodinamik.
tanda karakteristik lain pada septic berat dan syok septic adalah gangguan
ekstraksi oksigen perifer. Hal ini disebabkan karena menurunnya aliran darah
perifer., Sehingga kemampuan untuk meningkatkan ektraksi oksigen perifer
terganggu, akibatnya pO2 berkurang. Kerusakan ini pada syok septic dipercaya
sebagaii penyebab utama terjadinya gangguan oksigensasi jaringan, Karakteristik
lain adalah terjadinya hiperlaktatemia, mungkin hal ini karena tergnagguanya
metabolism piruvat, bukan karena dys-oxia jaringan (produksi energy dalam
keterbatasan oksigen.)

BAB V
KESIMPULAN
Sepsis berat dan syok sepsis merupakan salah satu masalah tertua dan
paling kompleks dalam bidang kedoteran. Dengan kemajuan dalam perawatan
intensif, meningkatnya kewaspadaan dan pedoman berbasis bukti, dokter telah
mengambil langkah besar dalam mengurangi risiko kematian terkait dengan
sepsis. Namum, pada pasien yang bertahan hidup, sepsis masih ada sejumlah
kekhawatiran

akan

gejala

sisa.

Keadaan

syok

sepsis

merupakan

kegawatdaruraatan klinis yang membutuhkan reaksi cepat untuk meyelamatkan


nyawa pasien. Terapi yang diberikan berupa resusitasi,eliminasi sumber infeksi
terapi antibiotic dan terapi suportif

23

Tujuan untuk pengelolahan syok adalah mecapai normalisasi dan


parameter hempdinamik melalui resusitasi dengan tujuan akhir adalah
meningkatkan hantaran dan penggunaan oksigen oleh jaringan dan sel. Strategi
juga dibutuhkan untuk mencapai jutaan pasien dengan sepsis yang jauh dari
perawatan intensif modern. kemajuan dalam biologi molekuler telah memberikan
wawasan yang tajam ke dalam kompleksitas pathogen dan imunitas host.
Memanfaatkan informasi yersebut untuk memberikan terapi baru yang efektf,
terbukti sulit. Pengembangan agen terapi baru, pendekatan cerdas dalam
tattallaksana sepsis penting dikembangkan untuk menghasilkan outcome pasien
sepsis yang lebih baik.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
1. Widodo D, Pohan HT (editor). Bunga rampai penyakit infeksi. Jakarta: 2004;
h.54-88.2.
2. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.3.

24

3. British Journal of Anesthesia. Anesthesic Management in Patients With Severe


Sepsis.[online].

Cited

May

2013.

Available

from :http://bja.oxfordjournals.org/content/105/6/734/T1. expansion.html4.


4. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah
TahunanIlmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h. S15-185.
5. Ron Daniels. Tim Nutbeam. ABC of Sepsis.2010. UK : Wiley Blackwell BMJ
books.6.
6. Sands KE, Bates DW, Lanken PN, Graman PS, Hibberd PL, Kahn KL, et
al.Epidemiology of sepsis syndrome in 8 academic medical centers. JAMA. Jul
161997;278(3):234-40.
7. Kumar A, Roberts D, Wood KE, Light B, Parrillo JE, Sharma S, et al. Duration
of hypotension before initiation of effective antimicrobial therapy is the critical
determinantof survival in human septic shock. Crit Care Med . Jun
2006;34(6):1589-96.8.
8.

Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF, LaRosa SP, Dhainaut JF, Lopez-

Rodriguez A, et al.Efficacy and safety of recombinant human activated protein C


for severe sepsis.N Engl J Med . Mar 8 2001;344(10):699-709.9.
9. Bernard GR, Artigas A, Brigham KL, Carlet J, Falke K, Hudson L, et al. The
American-European Consensus Conference on ARDS. Definitions, mechanisms,
relevant outcomes,and clinical trial coordination. Am J Respir Crit Care Med .
Mar 1994;149(3 Pt 1):818-24.10.
10. Michael R. Pinsky. Septic Shock. [online] cited May 2013. Available
from :http://emedicine.medscape.com/article/16840211.
11. Bochud PY, Calandra T. Pathogenesis of sepsis: new concepts and implication
for futuretreatment. BMJ 2003;325:262-266. Available at: http://www.bmj.com12.
12. Nelwan RHH. Patofisiologi dan deteksi dini sepsis. Dalam: Pertemuan Ilmiah
TahunanIlmu Penyakit Dalam 2003. Jakarta: 2003; h. S15-18.13.
13. Hotckins RS, Karl I. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J
Med2003;348 (2): 138-150. Available at:http://www.nejm.com14.
14. Dellinger RP, Carlet JM, Masur H, Gerlach H, Calandra T, Cohen J, et.al.
Survivingsepsis campaign guidelines for mangement of severe sespis and septic
shock. Crit CareMed 2004;32(3):858-72.15.

25

15. Wheeler AP, Bernard G. Treating patient with severe sepsis.[online]. Cited
May 2013.Available at: http://www.nejm.com

26

Anda mungkin juga menyukai